Anda di halaman 1dari 4

www.nahimunkar.

com

Habaib Misionaris Syi’ah


2 April, 2008 11:20 pm admin Firqah

Paham sesat syi‟ah selain diajarkan secara „terbuka‟ melalui berbagai lembaga
termasuk yayasan (seperti Yayasan Muthahhari, Bandung; Yayasan Al-Muntazar Jakarta;
Yayasan al-Jawad, Bandung; Yayasan Mulla Shadra, Bogor; Yayasan pesantren YAPI,
Bangil; Yayasan Al-Muhibbin, Probolinggo; Yayasan Pesantren Al-Hadi, Pekalongan) dan
sebagainya, ternyata gerakan sosialisasinya ditunjang oleh para tokoh-tokoh seperti
Jalaluddin Rachmat, Quraish Shihab, Said Agil Sirodj. Bahkan sebagian para Habaib (yang
selama ini dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi wasallam dari
jalur Fathimah-„Ali) turut mensosialisaikan paham sesat ini.

Para habaib bagi sebagian masyarakat awam mempunyai tempat khusus karena
dipercaya merupakan ahlul bait (keluarga Nabi Muhammad versi syi‟ah), sehingga
penjelasannya begitu mudah diterima sebagai kebenaran agama meski mengandung
kesesatan ajaran syi‟ah, seperti membolehkan nikah mut‟ah, mencaci maki Khulafa-ur
Rasyidin (kecuali „Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu) dan „Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Yang berhasil dipengaruhi sang habaib bukan saja orang awam yang berpendidikan
rendah, tetapi juga kalangan sosial ekonomi menengah dan berpendidikan tinggi.

Sebut saja misalnya Sigit Ghozali (nama disamarkan), pengelola situs Islam yang
cukup banyak dikunjungi para netter baik di Indonesia maupun mancanegara. Pria
berusia menjelang paruh baya ini, adalah lulusan MBA di London, yang mendapat
pencerahan soal Islam dari seorang habaib. Meski sejak lahir sudah Islam, namun
kesadaran ber-Islamnya baru tumbuh setelah ia berinteraksi dengan para habaib.

Meski tidak mau disebut berpaham syi‟ah, warga asli Tegalan (Jakarta Pusat) ini
sangat fasih mengutarakan doktrin-doktrin syi‟ah yang sesat kepada siapa saja yang
dianggapnya bisa dijadikan objek dakwahnya. Antara lain, konsep ahlul bait (keturunan
Nabi Muhammad dari jalur Fathimah-„Ali). Juga, bahwa „Aisyah telah pernah diceraikan
Nabi Muhammad saw, bahwa banyak beredar hadits-hadits „tidak jelas‟ yang diproduksi
kelompok Mu‟awiyah.

Meski tidak mau disebut berpaham syi‟ah, yang bersangkutan setiap Muharram tak
pernah absen merayakan „peristiwa Karbala‟. Meski sudah pernah dijelaskan berulang
kali, bahwa peristiwa Karbala dihidup-hidupkan justru oleh para pengecut yang ketika
cucu Nabi Muhammad saw sedang dibantai, mereka jutsru berdiam diri, namun
www.nahimunkar.com

merekalah yang paling bersemangat merayakan Hari „Asyura pada setiap bulan
Muharram.

Bahkan pada salah satu bulan Muharram, di situs Islam yang dikelolanya, nama
sayyidina „Ali bin Abi Thalib ra ditulis dengan menambahkan SAW di belakang nama
beliau. Yaitu, Imam ‘Ali SAW. Sebuah pengangung-agungan yang berlebihan dan
menyesatkan, khas syi‟ah.

Doktrin lain, misalnya untuk mempelajari Islam yang afdhol adalah melalui para
„keturunan‟ nabi yaitu para habaib yang bertebaran di mana-mana, dan akan lebih baik
kalau mereka itu dikunjungi dan disantuni karena banyak para „keturunan‟ nabi yang
miskin-miskin. Masih banyak doktrin (paham) syi‟ah yang telah diinternalisasi secara baik
oleh yang bersangkutan, itu semua merupakan hasil interaksinya dengan para habaib.

Tidak semua habaib mengajarkan „muridnya‟ untuk membenci Khulafaur Rasyidin,


dan tetap mengakui dan memuliakannya. Namun karena mereka masih berpegang pada
konsep ahlul bait (keturunan nabi versi syi‟ah), maka ada kemungkinan mereka ini adalah
para habaib berpaham pro syi‟ah. Mereka mudah menjadi rekanan Syi‟ah.

Contoh lain, adalah tentang seorang sarjana informatika lulusan lokal. Pria berusia
40 tahun ini, sejak beberapa tahun lalu mengelola berbagai mailing list (milis). Beberapa
milis yang dikelolanya antara lain menggunakan nama-nama beken, seperti Media
Dakwah (tidak ada hubungannya dengan Serial Media Dakwah yang diterbitkan Dewan
Dakwah), Sabili (tidak ada hubungannya dengan majalah Sabili yang dilahirkan oleh
komunitas Tarbiyah-Partai Keadilan), juga Istiqlal (tidak ada hubungannya dengan
Masjid Istiqlal).

Sebut saja namanya Anus Nazami (nama disamarkan), pengetahuan tentang syi‟ah
ia peroleh ketika masih kelas tiga SD (begitu menurut pengakuannya). Baginya, syi‟ah
sama saja dengan Sunni (orang Ahlus Sunnah), ada yang sesat dan ada pula yang tidak.
Sunni yang sesat, misalnya Ahmadiyah, Yusman Roy (shalat berbahasa Indonesia), atau
Salamullah (Lia Aminuddin/ Eden). Jadi, kalau di kalangan Sunni ada yang sesat, maka di
kalangan syi‟ah juga ada yang sesat. Begitu pendapatnya. Namun ia tidak menjelaskan
syi‟ah mana yang sesat dan tidak sesat. Sedang memasukkan Ahmadiyah, Yusman Roy,
dan Lia Eden ke Sunni (Ahlus Sunnah) itu jelas-jelas kecerobohan yang sangat jauh.

Ia juga berpendapat buat apa mempersoalkan syi‟ah yang bertuhan sama yaitu
Allah, kitab suci sama yaitu Al-Qur‟an, dan mempunyai nabi yang sama yaitu
Muhammad SAW. Pendapat seperti ini seolah-olah benar tetapi sesungguhnya keliru.
www.nahimunkar.com

Syi‟ah mempunyai kitab suci tersendiri. Meski masih mengakui Nabi Muhammad sebagai
nabi, namun mereka menjadikan „Ali sebagai Imam umat manusia, dan kelak umat
manusia yang tidak ber-Imam kepada „Ali maka ia telah kufur.

‫كبز على المشزكين بوالية علي ما تدعوهم إليه يا محمد من والية علي – هكذا في الكتاب‬
.)302 ‫ رقم‬/ 1‫ ج‬/‫مخطوطة – ) الكافي‬
Artinya: “Amat berat bagi orang musyrik (menerima agama) yang kamu serukan kepada
mereka terhadap kepemimpinan ‘Ali, wahai Muhammad, (tegaskan) dari kepemimpinan ‘Ali!” (Al-
Kaafi I : 302).

Ayat di atas merupakan salah satu contoh dari kitab suci kalangan syi‟ah yang
merupakan penyelewengan terhadap Al-Qur‟an khususnya Asy-Syura ayat 13, yang
bentuk aslinya sebagai berikut:

Artinya: Amat berat bagi orang musyrik (menerima Agama) yang kamu serukan kepada
mereka tersebut, Allah memilih kepada agama tersebut terhadap orang yang dikehendaki dan
menunjuki kepada agama tersebut terhadap orang-orang yang kembali (taubat).” (QS As-Syura:
13).

Yang bertuhankan Allah tidak saja manusia tetapi juga Jin, Syaithon dan Iblis.
Karena iblis bertuhan Allah, apakah ini berati kita tidak perlu memerangi iblis? Padahal,
setiap hari iblis yang bertuhan Allah ini memerangi umat manusia dan tak putus asa
mengajak kepada jalan yang dimurkai Allah.

Contoh lain terjadi di sebuah masjid di bilangan Jakarta Selatan. Masjid yang secara
kultural condong ke NU ini, pada salah satu Khotbah Jum‟at menunjuk pengganti khatib
yang semestinya, namun tiba-tiba berhalangan. Sang Khotib pengganti ini adalah pria
muda berusia hampir 30 tahun, lulusan pesantren Al-Awwabin Depok. Sang Khotib
pengganti ini sebut saja bernama Jalal (nama disamarkan), yang sehari-hari bertugas
sebagai Muadzin di masjid Darul Falah itu.

Saat itu merupakan kali pertama ia menjadi Khatib. Bagi yang tidak paham,
penampilan Jalal tak ada cacat, sama persis dengan para Khatib Jum‟at yang biasa
berkhotbah. Namun, materi yang ia bawakan membuat sebagian jama‟ah terkejut.
www.nahimunkar.com

Antara lain, Jalal berkhotbah: yang namanya ahlul bait itu ada lima, yaitu „Ali bin
Abi Thalib, Fathimah binti Muhammad Rasulullah, kemudian Hasan bin „Ali bin Abi
Thalib, Husein bin „Ali bin Abi Thalib, dan yang kelima adalah Sitti Khadidjah isteri
pertama Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam.”

Kemudian Jalal sang Khotib pemula yang tidak sadar ia sedang membawakan
doktrin syi‟ah ini juga mengatakan: Rasulullah adalah gudang ilmu sedangkan „Ali adalah
pintu gerbangnya. Maka, bila kita menuntut ilmu tanpa mendatangi pintu gerbangnya
(maksudnya mendatangi keturunan „Ali-Fathimah yang biasa disebut ahlul bait oleh
kalangan syi‟ah), maka menuntut ilmu seperti itu ibarat seperti orang yang mencuri.

Kalau ditelusuri, khathib itu berlandaskan hadits dha’if (lemah), bahkan maudhu’ (palsu)

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya
adalah kota ilmu, sedang Ali adalah pintunya, maka siapa yang menginginkan ilmu maka
hendaklah mendatanginya dari pintunya.” (HR At-Thabrani).

Hadits riwayat At-Thabrani itu ada Abdul Salam bin Shalih Al-Harawi, dia dhaif
menurut Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 9/ hal 8. Hadits ini maudhu’ (palsu),
disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at 1/350.

Menurut Al-Albani, hadits itu maudhu‟ (palsu), lihat Dho’iful Jami’ nomor 1322.

Dengan modal hadits palsu seperti itu, sang khathib pemula ini telah memvonis:
“bila kita menuntut ilmu tanpa mendatangi pintu gerbangnya (maksudnya mendatangi
keturunan „Ali-Fathimah yang biasa disebut ahlul bait oleh kalangan syi‟ah), maka
menuntut ilmu seperti itu ibarat seperti orang yang mencuri

Ponpes Al-Awwabin tempat Jalal khathib pemula ini pernah menimba ilmu selama
ini bukanlah ponpes yang berindikasi syi‟ah, begitu juga dengan pengurus masjid Darul
Falah, sama sekali bukan berpaham syi‟ah. Namun, Masjid Darul Falah tempat Jalal
beraktivitas adalah salah satu mesjid yang sering disinggahi para habaib, apalagi saat
„panen raya‟ peringatan maulid nabi.

Anda mungkin juga menyukai