Anda di halaman 1dari 20

- 1 -

Vol. VI, No. 08/II/P3DI/April/2014 H U K U M


Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
DUGAAN PELANGGARAN PENYELENGGARAAN
PEMILU LEGISLATIF 2014
Ronny Bako*)
Abstrak
Penyelenggaraan pemilu legislatif telah dilaksanakan sesuai yang ditetapkan
pada hari Rabu 9 April 2014 di seluruh daerah pemilihan, termasuk di luar negeri.
Pasca-selesainya pesta demokrasi lima tahunan ini, banyak komentar masyarakat
tentang tingkat keberhasilan penyelenggaraan pemilu legislatif. Hal ini dapat
dimaklumi mengingat pelaksanaan pemilu legislatif belum dapat diselenggarakan
secara bersamaan pada hari yang telah ditentukan. Masih terjadi hambatan
penyelenggaraan pemilu legislatif, termasuk dugaan pelanggaraan pemilu legislatif.
Maraknya dugaan pelanggaran ini mencerminkan belum terencananya kegiatan
pemilu legislatif oleh badan penyelenggara pemilu.
Pendahuluan
Pesta pemilihan umum legislatif (pileg)
2014 telah diselenggarakan Rabu 9 April 2014
dengan aman dan tertib tetapi masih terjadi
dugaan pelanggaran terhadap penyelenggaraan
pemilu. Banyak pihak yang mengkritisi
penyelenggaraan pileg, baik dari partai politik
(parpol) peserta pemilu, calon legislatif
(caleg) dari parpol, Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), media massa,
dan lain-lain. Komnas HAM berpandangan
bahwa penyelenggaraan pileg tersebut masih
terjadi pelanggaran terhadap kelompok rentan
(kalangan penyandang disabilitas, penghuni
panti jompo dan warga usia lanjut) yang tidak
dapat mengikuti pesta demokrasi ini. Hal ini
berbeda dengan pernyataan Menko Polhukham
yang mengatakan penyelenggaraan pileg
berjalan aman dan lancar walaupun masih
terjadi beberapa penundaan pemungutan
suara karena masalah transportasi ke daerah
pemilihan (dapil).
Hingga Rabu 9 April 2014 pukul 22.00
WIB, menurut Komisioner Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Arif Budiman terdapat surat
suara tertukar di 20 provinsi yang tersebar di
517 Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 77
kabupaten/kota. Pelaksanaan penyelenggaraan
pileg di beberapa daerah ditunda karena alasan
tertentu, atau ada di beberapa TPS ditunda
pelaksanaan pemungutan suara karena ada
beberapa surat suara tertukar dengan TPS lain
*) Peneliti Utama bidang konstitusi pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI,
e-mail : ronny.bako@dpr.go.id
- 2 -
dalam satu dapil.
Parpol tertentu mengindikasikan adanya
kecurangan sistematis dalam penyelenggaraan
pileg. Koordinator Pemantauan Kemitraan
mengatakan bahwa berdasarkan laporan dari
1.602 orang pemantau pemilu masih terjadi
praktek politik uang. Hal ini juga didasarkan
laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Jakarta yang telah menerima 7 laporan
politik uang yang terjadi di dapil Jakarta.
Dugaan pelanggaran pileg juga dilakukan
secara sengaja baik oleh tim sukses ataupun
caleg yang bersangkutan dengan memberi
sejumlah uang ataupun barang yang bersifat
natura kepada orang-orang di dapil caleg yang
bersangkutan. Hal ini dapat dibuktikan oleh
tuntutan para caleg untuk meminta kembali
pemberian kepada orang-orang tersebut
setelah pada caleg tidak mendapatkan suara
yang diharapkan.
Terjadinya dugaan pelanggaran pileg juga
diakibatkan oleh lemahnya sistem distribusi
logistik. Hal ini pula yang mengakibatkan
terjadinya kesalahan atas surat suara yang
tidak tepat di TPS ataupun keterlambatan surat
suara di sejumlah TPS di daerah.

Tipologi Pelanggaran Pileg 2014
Maraknya dugaan pelanggaran
pileg mencerminkan bahwa belum siap
sepenuhnya badan penyelenggara pileg untuk
menyelenggarakan kegiatan pileg 2014.
Jangka waktu 18 bulan untuk menpersiapkan
penyelenggaraan pileg 2014 masih belum
efektif sehingga tidak heran masih terjadi
dugaan pelanggaran pileg tahun 2014.
Ada beberapa tipologi yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran pileg 2014, antara lain:
1) kurangnya sosialisasi pileg; 2) lemahnya
sistem distribusi; 3) lemahnya pengawasan
dalam perhitungan suara; dan 4) pemberian
politik uang. Tiga bentuk pelanggaran
pileg merupakan kelemahan dari badan
penyelenggara pemilu dan pelanggaran
terakhir akibat ketidaksiapan para caleg.
Kurangnya Sosialisasi Pileg 1.
Pelanggaran pileg juga terjadi karena
lemahnya sosialisasi pelaksanaan pileg. Hal ini
tampak ada banyaknya kelompok rentan seperti
warga usia lanjut, penghuni panti jompo,
dan penyandang disabilitas yang tidak dapat
mengikuti pelaksanaan pileg. Konsekuensinya
tingkat partisipasi dari kelompok rentan
tersebut relatif rendah. Kurangnya sosialisasi
ini mengakibatkan sebagian masyarakat
pemilih masih bingung menentukan
pilihannya sehingga banyak orang yang tidak
memilih didasarkan pilihan hati nuraninya.
Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan
KPU belum sepenuhnya menjalankan tugas
dan wewenang KPU berdasarkan Pasal 8 ayat
(1) huruf f pada UU No 15 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Pemilu. Berdasarkan
ketentuan ini maka ketentuan atas tugas
dan wewenang KPU menentukan tingkat
keberhasilan pelaksanaan pileg 2014.
Lemahnya Sistem Distribusi 2.
Luasnya wilayah Indonesia yang terbagi
atas 77 dapil yang tersebar di daerah daratan,
pesisir dan daerah kepulauan, membuat
sulitnya transportasi pengiriman barang
logistik pemilu. Kondisi ini menyebabkan
masih terjadi tertukarnya surat suara di
sejumlah TPS dalam satu dapil atau terlambat
datangnya surat suara di TPS tertentu.
Permasalahan logistik ini juga
mengakibatkan lambannya pelipatan surat
suara untuk dapil yang bersangkutan yang
dikelola oleh KPU Daerah setempat. Hal ini
juga menyebabkan terlambatnya pengiriman
surat suara terlipat ke TPS yang telah
ditentukan.
Lemahnya Pengawasan dalam Perhi- 3.
tungan Suara
Lemahnya pengawasan dalam
perhitungan suara terjadi karena lambatnya
penghitungan dan pengiriman hasil hitungan
suara serta lamanya formulir C1 tersimpan di
TPS. Akibatnya terjadi surat suara yang sudah
dicoblos, rusak, dan terbuka. Di sisi lain masih
lemahnya sikap KPU Daerah, Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan
Suara (PPS) yang menutup diri atau tidak
terbuka.
Bahkan di Palembang Panwaslu
menggrebek 11 petugas PPK dan PPS di kamar
hotel dan terbukti menyimpan 130 amplop
formulir C1 yang telah dirusak segelnya.
Panwaslu sudah melaporkan kejadian ini
ke kepolisian dan kejaksaan sebagai tindak
pidana pemilu. Masih terjadinya pelanggaran
dalam perhitungan suara salah satunya terjadi
karena ada kerja sama dari para caleg dengan
oknum PPK dan PPS atau ketidakpercayaan
- 3 -
dari caleg/tim sukses atas perhitungan
suara tersebut. Dugaan pelanggaran pileg
atas perhitungan suara ini ada yang bersifat
pidana pemilu ada pelanggaran pileg karena
ketidaksiapan caleg untuk 'kalah' dalam pileg
2014.
Di masa mendatang perlu dipikirkan
upaya menangkal manipulasi perhitungan
suara melalui rekapitulasi elektronik. Saat ini
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) telah membuat aplikasi elektronik
untuk memudahkan perhitungan suara dan
pengawasan terhadap penghitungan suara
melalui elektronik. Penggunaan teknologi ini
dapat memenuhi akurasi data suara pemilu.
Namun demikian, teknologi yang sudah
tersedia belum dikembangkan sebagai acuan
penyelenggaraan pileg.
4. Pemberian Politik Uang
Para caleg dalam parpol tertentu
bersaing dengan para caleg di parpolnya sendiri
atau caleg di luar parpol yang bersangkutan.
Persaingan para caleg dalam dapil yang
bersangkutan terjadi karena kursi legislatif
sangat terbatas dan sudah ditetapkan dalam
UU, misalnya jumlah kursi di DPR sebanyak
560 orang, akibatnya para caleg bersaing antar-
caleg di parpolnya sendiri ataupun bersaing
dengan para caleg di luar parpol caleg yang
bersangkutan.
Untuk mendapatkan suara tersebut,
segala cara dan upaya dilakukan oleh para
caleg. Upaya mendapatkan simpati dari orang-
orang di dapilnya dilakukan oleh tim sukses
atau caleg melalui iklan atau baliho. Upaya
ini masih dirasakan kurang ampuh oleh para
caleg sehingga melalui tim suksesnya para
caleg melakukan upaya untuk dapat membeli
suara dari orang-orang di dapilnya melalui
pemberian uang ataupun benda yang bersifat
natura. Pada kenyataannya upaya 'membeli'
suara tidak cukup berhasil untuk mendapatkan
kursi di dapilnya.
Fenomena para caleg dan tim sukses
untuk melakukan upaya membeli suara
ini mencerminkan bahwa para caleg tidak
mempersiapkan diri untuk bertarung dalam
pileg ini. Ketidaksiapan ini terjadi karena para
caleg hanya menjual nama caleg dan nomor
caleg pada partai yang bersangkutan dan tidak
menjual program yang ditawarkan kepada
orang-orang di dapilnya.
Perilaku para caleg atau tim suksesnya
untuk tidak memberikan politik uang atau
pemberian benda yang bersifat natura sudah
diatur dalam UU No 8 Tahun 2012 tentang
Pemilu Legislatif Anggota DPR, DPD dan
DPRD jo Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013
tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Bila
dilihat ketentuan hukum tersebut, pelanggaran
berupa melakukan pemberian uang oleh para
caleg dapat dikenai sanksi administratif dan
pidana. Untuk itu perlu ketegasan dari penegak
hukum untuk menindaklanjuti laporan
Bawaslu terhadap para caleg dan tim suksesnya
yang melakukan dugaan pelanggaran politik
uang tersebut.
Penutup
Pesta demokrasi pileg telah dilaksanakan
9 April 2014 tetapi belum seluruh tahapan
pileg selesai dilakukan karena memakan
wukLu sumpuI dIumumkunnyu cuIeg dehnILII
bulan Mei mendatang. Pada penyelenggaraan
Pileg 2014 masih terjadi dugaan pelanggaran
pileg baik yang bersifat pidana ataupun
administratif. Masih terjadinya pelanggaran
ini menandakan bahwa badan penyelenggara
pemilu belum melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana diatur dalam UU No
15 Tahun 2011.
Mengingat para caleg sangat
berkepentingan terhadap terpilihnya mereka
sebagai anggota legislatif, banyak cara yang
dilakukan oleh para caleg atau melalui tim
suksesnya untuk memperoleh suara dari rakyat
di dapilnya. Akibatnya banyak tindakan tidak
terpuji dilakukan oleh yang bersangkutan.
Terhadap tindakan tidak terpuji ini seharusnya
Bawaslu atau Panitian Pengawas Pemilu
(panwaslu) bisa mengantisipasinya dan perlu
menindaklanjuti pelanggaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengingat pesta demokrasi pileg
diselenggarakan setiap lima tahun, para
penyelenggara pemilu dan bawaslu perlu
mempersiapkan diri lebih baik dibandingkan
penyelenggaran pemilu sebelumnya. Terhadap
para caleg yang berlomba untuk mendapatkan
suara dari masyarakat di dapilnya maka
seharusnya para caleg lebih mempersiapkan
diri lebih baik dan berlapang dada apabila yang
bersangkutan tidak terpilih sebagai anggota
- 4 -
legislatif.
Rujukan
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilu.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
DPD dan DPRD.
3. Rawan Jual Beli Suara, Kompas, 9 April
2014, hal 3.
4. Praktik Politik Uang Meningkat,
Kompas, 9 April 2014, hal 4.
5. Pemilu Legislatif : Hak Pilih Banyak
Hilang, Kompas, 10 April 2014, hal 3.
6. Surat Suara Tertukar, Kompas, 10 April
2014, hal 5.
7. Surat Suara Tertukar di 14 Provinsi,
Media Indonesia, 10 April 2014, hal 1.
8. Surat suara Sudah Dicoblos, Media
Indonesia, 10 April 2014, hal 5.
9. Serangan Fajar Marak, Media Indonesia,
10 April 2014, hal 6.
10. Banyak Pemilih Yang Terabaikan, Media
Indonesia, 11 April 2014, hal 5.
11. Sebagian TPS di 14 Provinsi Adakah
Pemilihan Ulang, Media Indonesia, 11
April 2014, hal 5
12. Surat Dicoblos Sebelum Pemilu, Kompas,
11 April 2014, hal 4.
13. Hak Pilih: Kompas HAM Temukan
Pelanggaran, Kompas, 11 April 2014, hal
5.
14. Rekapitulasi Elektronik: Upaya
Menangkal Manipulasi, Kompas, 11 April
2014, hal 14.
15. Menko Polkam : Pelaksanaan Pemilu
Aman, Suara Pembaruan, 11 April 2014,
hal A4.
16. Politik uang Terbukti Masih Terjadi,
Suara Pembaruan, 11 April 2014, hal A4
17. Surat Suara Tertukar di 20 Provinsi,
Suara Pembaruan, 11 April 2014, hal A4.
18. Pelanggaran Pemilu: Tindak Tegas
Oknum Pelaku, Kompas, 12 April 2014,
hal 4
19. Pemilu Legislatif: Banyak Temuan
Indikasi Curang, Kompas, 13 April 2014,
hal 2.
20. Politik Uang Dimulai Dari Elite, Kompas,
16 April 2014, hal 1.
- 5 -
Vol. VI, No. 08/II/P3DI/April/2014 HUBUNGAN INTERNASIONAL
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu terkini
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGAWASAN
MARITIM DI KAWASAN ASIA TENGGARA
Rizki Roza*)
Abstrak
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara harus menghadapi berbagai ancaman
keamanan maritim, baik tradisional maupun non-tradisional. Kondisi ini mendorong
sejumlah negara di kawasan untuk mengupayakan peningkatan kemampuan
pengawasan maritim, dan bahkan mendorong Amerika Serikat (AS) dan Jepang
untuk memberikan bantuan. Bantuan tersebut dapat memberi manfaat besar namun
juga dapat meningkatkan ketegangan di kawasan sehingga harus disikapi dengan
hati-hati.
Pendahuluan
Beberapa waktu lalu, Kementerian
Pertahanan Australia mengumumkan
pemecatan Kapten Angkatan Laut Australia,
Laksamana Madya Ray Giggs, dan enam
perwira lainnya terkait tindakan indisipliner
karena berlayar terlalu dekat ke Indonesia.
Pelanggaran wilayah itu terjadi saat angkatan
laut Australia sedang dalam misi menghadang
dan mengembalikan kapal-kapal yang
ditumpangi para pencari suaka ke Indonesia.
Kebijakan Australia untuk menghentikan
penyelundupan manusia tersebut telah
memperkeruh hubungan Indonesia-Australia
yang sedang terganggu akibat masalah
penyadapan yang dilakukan Australia
terhadap sejumlah petinggi Indonesia. Selain
itu, insiden yang bagi Indonesia merupakan
suatu pelanggaran kedaulatan negara, juga
mencerminkan masih lemahnya kemampuan
pengawasan maritim Indonesia.
Insiden pelanggaran wilayah yang
dilakukan Australia tersebut merupakan
contoh nyata bagaimana persoalan keamanan
maritim dapat secara langsung mempengaruhi
hubungan antar-negara. Isu penyelundupan
manusia hanya salah satu dari berbagai
persoalan keamanan maritim yang harus
dihadapi negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Kondisi ini menunjukkan bahwa
peningkatan kemampuan pengawasan maritim
tidak hanya penting untuk menghadapi
berbagai ancaman keamanan maritim,
tetapi juga untuk menghindari kemungkinan
*) Peneliti Muda Bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Setjen DPR RI, e-mail: rizki.roza@dpr.go.id
- 6 -
terjadinya insiden yang berkaitan. Tulisan
singkat ini akan mengulas sejumlah persoalan
keamanan maritim yang dihadapi negara-
negara di kawasan Asia Tenggara dan
bagaimana kemampuan negara-negara Asia
Tenggara untuk menjaga keamanan maritim di
kawasan.
Isu-isu Keamanan Maritim Asia
Tenggara
Persoalan keamanan maritim dewasa
ini menjadi salah satu perhatian masyarakat
internasional. Isu keamanan maritim
mencakup persoalan keselamatan navigasi dan
kejahatan transnasional seperti perompakan,
penyelundupan manusia, dan terorisme
maritim. Isu keamanan non-tradisional lainnya
seperti keamanan lingkungan maritim, dan
bahkan search and rescue di laut juga menjadi
cakupan isu keamanan maritim. Kawasan Asia
Tenggara yang didominasi wilayah perairan
tentunya juga harus menghadapi berbagai
bentuk ancaman dan tantangan keamanan
maritim.
Hingga saat ini, negara-negara Asia
Tenggara masih harus menghadapi sejumlah
isu keamanan tradisional yang dapat
mengancam keamanan maritim kawasan.
Beberapa negara-negara di kawasan Asia
Tenggara terlibat dalam sengketa perbatasan
maritim, baik bilateral maupun multilateral.
Persoalan tumpang tindih klaim di Laut China
Selatan (LCS) yang melibatkan beberapa negara
Asia Tenggara dan China yang akhir-akhir ini
cenderung asertif, merupakan persoalan utama
yang dapat mengancam keamanan maritim
kawasan. Sengketa perbatasan teritorial
maupun perbatasan maritim di Asia Tenggara
tidak jarang berujung pada insiden-insiden
di lapangan yang jika tidak dikelola dengan
baik maka tidak hanya berpotensi merusak
hubungan dua negara tetapi dapat juga memicu
terjadinya perang terbuka.
Tidak hanya itu, ancaman keamanan
non-tradisional juga harus dihadapi oleh
negara-negara di kawasan. Keamanan
lingkungan maritim menjadi perhatian negara-
negara pantai di kawasan Asia Tenggara,
terutama Indonesia dan Malaysia. Kedua
negara menghadapi ancaman pembuangan
limbah ilegal dan penyebab pencemaran laut
lainnya. Pencemaran laut merupakan ancaman
bagi industri perikanan, pariwisata, serta
habitat laut. Dengan meningkatnya lalu lintas
pelayaran di kawasan ini, sementara masih
lemahnya kemampuan pengawasan maritim
maka ancaman terhadap keamanan lingkungan
maritim juga akan terus meningkat.
Aktivitas bajak laut, meskipun cenderung
mengalami penurunan, masih merupakan
gangguan keamanan maritim di kawasan.
Kegiatan penyelundupan melalui laut, termasuk
penyelundupan manusia, narkotika, dan
senjata memiliki sejarah panjang di kawasan,
dan masih terjadi hingga saat ini. Kawasan
Asia Tenggara juga rentan terhadap potensi
bencana alam maritim sebagaimana bencana
tsunami yang melanda kawasan pada 2004 dan
badai Nargis yang menghantam Myanmar pada
2008. Berkaitan dengan kegiatan penangkapan
ikan ilegal, Indonesia merupakan negara di
kawasan yang paling dirugikan. Upaya-upaya
untuk mengamankan sumber daya perikanan
tidak jarang memicu insiden, baik antara
aparat penegak hukum dengan para pencuri
ikan, ataupun antar-sesama penegak hukum
dari dua negara bertetangga.
Kemampuan Pengawasan Maritim
di Asia Tenggara
Dihadapkan pada berbagai ancaman
keamanan maritim, baik tradisional maupun
non-tradisional, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara dituntut untuk memiliki kemampuan
pengawasan maritim yang memadai. Potensi
konIk dI CS merupukun suIuI suLu IukLor
yang mendorong beberapa negara di kawasan
untuk meningkatkan kekuatan angkatan
lautnya, sementara beberapa negara lainnya
meningkatkan pengawasan maritim untuk
menghadapi ancaman keamanan maritim non-
tradisional.
Mengalami pertumbuhan ekonomi yang
cukup baik dalam beberapa dekade terakhir
memungkinkan Vietnam untuk menaikkan
unggurun perLuIununnyu securu sIgnIhkun.
Vietnam melakukan modernisasi kekuatan
angkatan lautnya, baik dengan membangun
kapal perang baru, peremajaan kapal yang
sudah ada, serta melakukan modernisasi
jaringan radar pengawas pantainya.
Pertimbangan pertumbuhan ekonomi
maritimnya dan sengketa LCS menjadi prioritas
dalam penyusunan kebijakan pertahanan
Vietnam. Modernisasi yang tengah dijalankan
Vietnam mendorong dikembangkannya
kemampuan untuk melaksanakan operasi
militer di kawasan maritim Vietnam. Selain
itu, Vietnam juga berusaha meningkatkan
kapabilitas Marine Police, termasuk
memperkuat elemen udaranya melalui
pengadaan sejumlah pesawat patroli maritim.
Meningkatnya ketegangan di wilayah
sengketa LCS tampaknya juga mempengaruhi
arah kebijakan pertahanan Filipina. Berbagai
ancaman terhadap kepentingan maritimnya
- 7 -
telah mendorong Filipina untuk meningkatkan
kemampuan angkatan laut dan udara. Sejak
menjabat Presiden Filipina pada Juli 2010,
Benigno Aquino III berkomitmen untuk
memodernisasi angkatan bersenjata Filipina,
baik untuk tujuan pertahanan teritorial
maupun misi penanggulangan bencana.
Dalam program modernisasi Aquino, angkatan
bersenjata Filipina akan dilengkapi armada
pesawat modern untuk melaksanakan patroli
maritim mengawasi teritori maritim dan zona
ekonominya.
Sekalipun ketegangan di LCS bukan
faktor utama yang mendorong modernisasi
militernya, Malaysia juga berupaya
meningkatkan kemampuan pengawasan
maritim. Pengadaan sejumlah kapal patroli
maritim menjadi bagian penting upaya
Malaysia untuk memperbaharui alutsista-
nya. Demikian pula halnya dengan Brunei
Darussalam, modernisasi kekuatan militer yang
dilakukannya hampir tidak terpengaruh oleh
peningkatan ketegangan di LCS. Perkembangan
ancaman-ancaman non-tradisional lebih
menjadi pertimbangan kebijakan peningkatan
kekuatan militer Brunei. Melindungi sumber
daya maritim di mana Brunei menggantungkan
perekonomiannya menjadi bagian penting dari
kebijakan pertahanan Brunei.
Indonesia, sebagai konsekuensi Konvensi
Hukum Laut 1982, memiliki kewajiban untuk
menyediakan alur laut kepulauan untuk
dapat dilalui oleh kapal dan pesawat asing.
Indonesia juga berkewajiban untuk menjamin
keselamatan dan keamanan maritim bagi
kapal dan pesawat udara yang menggunakan
tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, peningkatan
kemampuan pengawasan maritim sangat
penting bagi Indonesia untuk melaksanakan
kewajiban internasionalnya. Penguatan
armada kapal patroli dan penjaga perbatasan
maritim menjadi salah satu prioritas program
modernisasi alat utama sistem persenjataan
yang sedang dilakukan Indonesia.
Pentingnya keamanan maritim Asia
Tenggara juga telah mendorong negara-negara
di kawasan membangun kerangka kerja sama
untuk merespon ancaman-ancaman keamanan
maritim. Keamanan maritim ditempatkan
sebagai salah satu elemen penting ASEAN
Security Community. Melalui kerangka ASEAN
Maritime Forum, negara-negara di kawasan
membahas langkah-langkah untuk menghadapi
persoalan pembajakan, perampokan
bersenjata, lingkungan kelautan, penangkapan
ikan ilegal, serta penyelundupan barang,
manusia, senjata, dan narkotika. Persoalan-
persoalan keamanan maritim juga dibahas
negara-negara anggota ASEAN bersama negara
lainnya yang berkepentingan melalui kerangka
ASEAN Regional Forum. Tidak hanya melalui
dua forum ini, negara-negara anggota ASEAN
juga mengembangkan kerjasama dengan
negara-negara mitra, misalnya melalui ASEAN-
EU Experts Meeting on Maritime Security,
ASEAN-Japan Maritime Port and Transport
Security, dan sebagainya.
Bantuan Peningkatan Pengawasan
Maritim
Peningkatan kemampuan pengawasan
maritim negara-negara Asia Tenggara tidak
hanya penting bagi negara bersangkutan, tetapi
juga penting bagi negara lain yang memiliki
kepentingan atas keamanan maritim kawasan.
The Yomiuri Shimbun memberitakan bahwa AS
dan Jepang bermaksud untuk bersama-sama
membantu negara-negara anggota ASEAN
untuk memperkuat kemampuan pengawasan
maritim mereka. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dengan upaya untuk meredam ambisi maritim
China di kawasan. Dengan membantu negara-
negara anggota ASEAN meningkatkan
kapabilitas penjaga pantai dan organisasi
terkait lainnya, AS dan Jepang berharap agar
negara-negara tersebut juga akan memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam merespon
bencana alam.
Kerja sama AS-Jepang tersebut
dikabarkan akan mencakup pengadaan kapal
patroli, bantuan pelatihan personel penjaga
pantai dan organisasi lainnya yang relevan,
dan bantuan membangun kerangka kerja sama
berbagi informasi yang berkaitan dengan kapal
perompak dan kapal-kapal yang mencurigakan
lainnya.
AS dan Jepang sendiri meyakini
bahwa dengan membantu meningkatkan
kemampuan negara-negara anggota ASEAN
dalam melakukan pengawasan maritim,
akan memberikan manfaat pada kepentingan
kedua negara di kawasan. Peningkatan
kemampuan maritim Vietnam dan Filipina
merupakan bagian penting untuk meredam
perkembangan kemampuan maritim China,
berkaitan dengan sengketa di LCS. Sementara
itu, peningkatan kemampuan pengawasan
maritim Indonesia dan Malaysia memiliki arti
penting bagi pengamanan jalur pelayaran yang
digunakan oleh kapal-kapal tanker dari Timur
Tengah ke Asia Timur yang sering mendapat
gangguan perompak. Peningkatan kemampuan
pengawasan maritim negara-negara anggota
ASEAN akan membantu mengamankan jalur
pelayaran yang vital bagi AS dan Jepang.
- 8 -
Penutup
Negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia harus menyikapi
bantuan ini dengan hati-hati. Komitmen AS
dan Jepang ini dapat memberi manfaat besar
bagi negara-negara di kawasan yang memang
tengah berupaya melakukan peningkatan
kemampuan pengawasan maritim. Namun di
sisi lain, bantuan ini dapat juga meningkatkan
ketegangan berkaitan dengan kecenderungan
China yang sensitif akan keterlibatan negara
dari luar kawasan atas isu sengketa LCS.
Menjadi tugas DPR RI untuk mengingatkan
pemerintah agar tetap secara konsisten turut
berkontribusi dalam upaya-upaya penyelesaian
sengketa LCS dengan cara-cara damai,
sementara juga memanfaatkan berbagai kerja
sama internasional yang bermanfaat bagi
upaya Indonesia meningkatkan kemampuan
pengawasan maritim dengan tanpa
mengganggu stabilitas kawasan.
Rujukan
IISS, 1. The Military Balance 2009, London:
International Institute for Strategic Stud-
ies, 2009.
IISS, 2. The Military Balance 2013, London:
International Institute for Strategic Stud-
ies, 2013.
Japan, U.S. to help ASEAN monitor 3.
seas, http://the-japan-news.com/news/
article/0001221995 diakses tanggal 19
April 2014.
Kapten AL Australia dipecat karena me- 4.
nyusup ke Indonesia, http://www.bbc.
co.uk/indonesia/dunia/2014/04/140417_
komandan_angkatan_laut_australia.sht-
ml, diakses tanggal 19 April 2014.
Kebijakan sekoci keruhkan hubun- 5.
gan Indonesia-Australia, http://
www. bbc. co. uk/i ndonesi a/ber i t a_
indonesia/2014/02/140206_suaka_seko-
ci.shtml diakses tanggal 19 April 2014.
Kwa Chong Guan & John K. Skogan, 6. Mari-
time Security in Southeast Asia, New York:
Routledge, 2007.
Malaysian Defence Modernisation, Asian 7.
Military Review, http://www.asianmili-
taryreview.com/malaysian-defence-mod-
ernisation/ diakses tanggal 19 April 2014.
Richard D. Fisher, Jr., Defending the Phil- 8.
ippines: Military Modernization and the
Challenges Ahead, East and South China
Seus BuIIeLIn , ILLp:JJwww.cnus.orgJhIesJ
documents/publications/CNAS_ESCS_
bulletin3.pdf diakses tanggal 19 April
2014.
Walter S. Bateman, Naval Modernisa- 9.
tion and Southeast Asias Security, http://
ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article
=1851&context=lhapapers diakses tanggal
19 April 2014.
Walter S. Bateman, Regional Maritime 10.
Security: Threats and Risk Assessments,
http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi
?article=1423&context=lawpapers diakses
tanggal 19 April 2014.
- 9 -
Vol. VI, No. 08/II/P3DI/April/2014 KESEJAHTERAAN SOSIAL
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu terkini
ANAK DALAM KAMPANYE PARTAI POLITIK
Herlina Astri*)
Abstrak
Dalam setiap rangkaian kegiatan tahapan pemilu, masalah pelibatan anak-anak
dalam kampanye selalu menjadi perdebatan yang tidak jelas arah solusinya. Banyak
partai politik berdalih bahwa pelibatan anak-anak dalam kampanye merupakan
bagian dari pendidikan politik untuk mereka. Padahal ada banyak cara untuk
memberilcn pendidilcn politil lepcdc cncl cn lebih ejeltij dcn ejsien. Pendidilcn
politik pada anak sejak dini seharusnya mampu menanamkan nilai-nilai dasar
demokrasi, kejujuran, toleransi, dan saling menghargai perbedaan kepada generasi
penerus bangsa Indonesia.
Pendahuluan
Pemilihan umum (pemilu) sering disebut
sebagai pesta rakyat. Salah satu kegiatan
yang dilakukan menyambut pemilu adalah
kampanye partai politik. Keberhasilan suatu
kampanye umumnya diukur dari seberapa
banyak massa yang berhasil dilibatkan. Hal ini
menyebabkan partai politik berusaha untuk
menggalang massa sebanyak-banyaknya,
termasuk dengan melibatkan anak-anak dalam
kampanye tersebut. Faktanya, ada partai politik
yang memang merencanakan pelibatan anak-
anak tetapi ada juga yang tanpa perencanaan.
Keterlibatan anak-anak dalam kampanye
terbuka di Pemilu 2014 ini pun bervariasi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengungkapkan setidak-tidaknya ada 15
modus pelanggaran kampanye yang dilakukan
parpol dengan melibatkan anak, antara lain: (1)
memanipulasi data anak yang belum berusia 17
tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar
sebagai pemilih; (2) menggunakan tempat
bermain anak, tempat penitipan anak, atau
tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye
terbuka; (3) memobilisasi massa anak oleh
partai politik atau caleg; (4) menggunakan
anak sebagai penganjur atau juru kampanye
untuk memilih partai atau caleg tertentu; (5)
menampilkan anak sebagai bintang utama
dari suatu iklan politik; (6) menampilkan
anak di atas panggung kampanye parpol
dalam bentuk hiburan; (7) menggunakan
anak untuk memasang atribut-atribut parpol;
(8) menggunakan anak untuk melakukan
pembayaran kepada pemilih dewasa dalam
praktik politik uang oleh parpol atau caleg;
(9) mempersenjatai anak atau memberikan
benda tertentu yang membahayakan dirinya
atau orang lain; (10) memaksa, membujuk
*) Peneliti Muda Kerja Sosial bidang Kesejahteraan Sosial Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI.
Email: herlina.astri@gmail.com
- 10 -
atau merayu anak untuk melakukan hal-hal
yang dilarang selama kampanye, pemungutan
suara, atau penghitungan suara; (11)
membawa anak ke arena kampanye terbuka
yang membahayakan anak; (12) melakukan
tindakan kekerasan atau yang dapat diartikan
sebagai tindak kekerasan dalam kampanye,
pemungutan suara, atau perhitungan suara
(misalnya mengecat lambang parpol di bagian
tubuh anak); (13) melakukan pengucilan,
penghinaan, intimidasi, atau tindakan-
tindakan diskriminatif kepada anak yang orang
tua atau keluarganya berbeda atau diduga
berbeda pilihan politiknya; (14) memprovokasi
anak untuk memusuhi atau membenci caleg
atau parpol tertentu; dan (15) melibatkan anak
dalam sengketa hasil perhitungan suara.
Sejak kampanye pemilu legislatif
terbuka dilaksanakan pada tanggal 16 Maret
2014, KPAI mencatat 248 kasus pelanggaran
penyalahgunaan anak dalam kampanye
terbuka partai politik. Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) juga menemukan
pelanggaran administrasi yang dilakukan
semua partai politik terkait pelibatan anak-
anak dalam kampanye menjelang Pemilu
Legislatif 2014. Bawaslu berharap Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dapat menjatuhkan
sanksi yang tegas atas pelanggaran tersebut.
Tanggung Jawab Siapa?
Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013
Pasal 32 huruf (k) menegaskan larangan
memobilisasi warga negara Indonesia yang
belum memiliki hak pilih, termasuk melibatkan
anak-anak dalam kampanye. Hanya saja,
ketentuan tersebut tidak menyatakan sanksi
yang tegas sehingga Bawaslu kesulitan dalam
menegakkan aturan. Menurut Bawaslu, KPU
selama ini hanya bisa mengenakan sanksi
administratif kepada partai yang melakukan
penyalahgunaan anak dalam kampanye.
Terkait hal itu, maka KPAI seharusnya dapat
berada di garda terdepan dalam memidanakan
kasus-kasus tersebut.
Dalam aturan lain, pelibatan anak-
anak dalam politik masih bersifat kabur,
misalnya dalam Undang-undang No. 8 Tahun
2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD yang memang tidak disebutkan
secara terperinci bahwa anak-anak dilarang
ikut berkampanye. Namun, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (UUPA), telah mengatur bahwa setiap
anak berhak memperoleh pelindungan dari
penyalahgunaan dalam kegiatan politik,
sengketa bersenjata, kerusuhan sosial,
peristiwa berunsur kekerasan dan peperangan.
Pasal 87 UUPA tersebut misalnya, berbunyi:
"Setiap orang yang secara melawan
hukum merekrut atau memperalat
anak untuk kepentingan militer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 atau penyalahgunaan dalam
kegiatan politik atau pelibatan dalam
sengketa bersenjata atau pelibatan
dalam kerusuhan sosial atau pelibatan
dalam peristiwa yang mengandung
unsur kekerasan atau pelibatan dalam
peperangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)."
Terlihat jelas bahwa melibatkan anak-
anak dalam rangkaian kegiatan kampanye
pemilu merupakan permasalahan serius dan
pelanggarnya bisa dipidanakan. Hal ini bukan
saja karena telah terjadi pelanggaran terhadap
hak anak namun juga karena para caleg
atau parpol yang melakukan pelanggaran ini
merupakan calon pejabat negara. Diasumsikan
jika proses kampanye saja mereka telah
melanggar, apalagi jika mereka telah
mendapatkan kedudukannya.
Selain itu, peran orang tua juga sangat
dibutuhkan dalam mengantisipasi terjadinya
pelibatan anak-anak dalam kampanye-
kampanye parpol. Banyak orang tua yang
dengan sengaja melibatkan anak-anak dalam
kampanye beralasan jika orang tua turut serta
dalam kampanye maka tidak ada yang menjaga
anak di rumah. Hal ini cukup memprihatinkan
karena orang tua secara sadar tidak
mempertimbangkan keselamatan anaknya,
justru melibatkan mereka untuk ambil bagian
sebagai peserta kampanye. Semestinya orang
tua dapat berbagi tugas, misalnya: jika ayah
ikut serta dalam kampanye maka sebaiknya
ibu menjaga anaknya di rumah dan sebaliknya,
atau orang tua dapat menitipkan anaknya
di tempat kerabat lain yang tidak menjadi
peserta kampanye. Namun demikian, kadang-
kadang pertimbangan ekonomi mendasari
keputusan orang tua dalam melibatkan
anak-anak karena kehadiran mereka turut
dihitung sebagai penerima kompensasi atau
biaya pengganti transoprtasi oleh parpol yang
menyelenggarakan kampanye.
Pendidikan Politik bagi Anak
Meskipun telah terbukti melibatkan
anak-anak dalam kampanye, namun demikian
masih banyak politisi mengatakan bahwa ini
merupakan salah satu cara untuk memberikan
- 11 -
pendidikan politik pada anak sejak dini.
Dalam konteks ini, perlu dipahami bahwa
memang benar setiap anak berhak dan wajib
mendapatkan pendidikan politik namun
sebaiknya disesuaikan dengan usia mereka dan
mengedepankan prinsip-prinsip pelindungan
anak.
Kampanye terbuka yang lebih banyak
dilakukan di area terbuka (outdoor) tentunya
memberIkun dumpuk kurung buIk bugI hsIk dun
psikis anak. Selain faktor cuaca dan suhu udara
yang tidak dapat dikendalikan, kemungkinan
lain yang harus diperhitungkan adalah
terjadinya keributan di tengah-tengah massa
yang berkampanye. Belum lagi jika mereka
menyaksikan kampanye yang melibatkan
tindakan pelanggaran hukum, misalnya konvoi
dengan simpatisan yang naik ke atas mobil,
konvoi motor tanpa menggunakan pelindung
kepala, dan lain sebagainya. Beberapa
pelanggaran hukum atau aturan ketertiban
yang dilihat oleh anak-anak tersebut tanpa
kita sadari akan menimbulkan pemahaman
yang keliru pada anak tentang perilaku dalam
berkampanye. Mereka dapat saja meniru
perilaku-perilaku orang-orang dewasa dalam
berorasi yang tidak patut dicontoh. Jika
demikian, kita tidak dapat menyimpulkan
bahwa pelibatan anak-anak dalam kampanye
merupakan bentuk pendidikan politik sejak
dini bagi mereka.
Ketua Komnas Perlindungan Anak
(Komnas PA) menilai bahwa pendidikan
politik untuk anak dapat dilakukan dengan
mengajarkan nilai-nilai dasar demokrasi
berupa sikap saling menghargai atau
menyampaikan pendapat di rumah, sekolah,
atau tempat lainnya. Dengan demikian,
bentuknya tidak harus disampaikan melalui
media kampanye terbuka tetapi dapat
dilakukan dengan simulasi di sekolah melalui
media mendongeng, menggambar, menyanyi,
dan bermain. Pendidikan politik pada anak
juga dapat dilakukan dengan memasukan nilai-
nilai dari politik itu sendiri ke dalam pelajaran
baik secara formal maupun informal. Salah
satu bentuk pendidikan politik yang konkrit
dilakukan anak-anak di usia mereka adalah
melakukan pemilihan ketua kelas.
Dalam pemilihan tersebut terdapat
satu nilai politik yaitu nilai persaingan.
Nilai ini dapat disisipkan dalam kurikulum
pendidikan anak yang juga disandingkan
dengan simulasi. Guru maupun para orang
tua harus menjelaskan dengan baik kepada
anak-anaknya bahwa dalam kehidupan sebuah
persaingan itu adalah wajar. Setiap permainan
selalu ada persaingan untuk mendapatkan
kemenangan. Namun demikian, hal yang perlu
ditekankan pada anak bahwa dalam bersaing
harus menjunjung nilai-nilai kejujuran, fair
play, dan rasa toleransi yang tinggi. Contoh
lain yang diperoleh anak melalui pendidikan
politik adalah mereka harus diberi pemahaman
untuk tidak bersikap curang, misalnya tidak
mencontek saat mengerjakan ujian.
Jika setiap anak diajarkan nilai-
nilai berpolitik yang baik maka diharapkan
ketika mereka benar-benar menjalankan
politik praktis nilai-nilai tersebut akan tetap
dibawa dan diimplementasikan. Hal ini akan
memberikan dampak positif pada kondisi
perpolitikan di Indonesia yang selama ini
dipandang negatif oleh masyarakat Indonesia
karena praktik politik yang salah dalam
mendapatkan kekuasaan. Perlu diingat bahwa
merubah paradigma buruk dan keapatisan
orang-orang dewasa dan tua terhadap politik
merupakan hal yang sulit dilakukan. Setidaknya
kita harus berusaha menyelamatkan anak-anak
yang akan menjadi pewaris kepemimpinan
bangsa ini dalam berpolitik sehingga Indonesia
menjadi lebih baik.
Penutup
Keterlibatan semua pihak untuk proaktif
dalam pengawasan hak-hak anak sangat
dibutuhkan untuk mewujudkan kepentingan
terbaik bagi mereka. Perlu dilakukan
perubahan cara pandang bahwa melibatkan
anak-anak dalam kampanye bukan merupakan
pendidikan politik yang baik bagi mereka.
Parpol dan politisi wajib menghargai penegakan
hak-hak mereka dengan mengedepankan
asas pelindungan anak. Terkait pendidikan
politik bagi anak sebenarnya dapat dilakukan
sejak dini melalui lingkungan sekolah dengan
menyisipkan nilai-nilai politik dalam mata
pelajaran yang diberikan. Ini merupakan
IungkuI yung IebII eIekLII dun ehsIen unLuk
memberikan pemahaman tentang politik pada
anak.
Selain itu, masyarakat, terutama
para orang tua, harus disadarkan tentang
pentingnya menghindarkan anak dari aktivitas
politik selama masa kampanye. Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
pelibatan anak-anak dalam kampanye
antara lain: (1) Mewajibkan parpol yang
sedang berkampanye untuk menyediakan
area khusus yang dapat digunakan sebagai
tempat penitipan anak sementara (daycare
for election). Hal ini dapat dilakukan secara
mandiri oleh parpol atau bekerja sama dengan
penyedia layanan daycare, dengan tetap
- 12 -
mengedepankan kepentingan terbaik untuk
mereka; (2) Melakukan pengawasan rekam
jejak caleg terkait riwayat pelindungan anak,
kekerasan terhadap anak, dan kepedulian caleg
terhadap pelindungan anak; (3) Menindak
tegas parpol yang melibatkan anak-anak hanya
untuk sekadar memperbanyak massa di lokasi
kampanye; (4) Mengevaluasi pelibatan anak-
anak dalam kampanye pemilihan legislatif
sebagai bahan pembelajaran bagi semua pihak
agar tidak terjadi lagi pengulangan pelanggaran
pada pemilihan presiden di bulan Juli 2014
mendatang.
Terkait hal tersebut, maka Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga
legislatif memiliki peran yang cukup besar
dalam penyelenggaraan pendidikan politik bagi
anak. Melalui peran dan wewenangnya, DPR
dapat mempertegas kebijakan terkait pelibatan
anak-anak dalam kampanye atau merumuskan
kebijakan pendidikan politik bagi anak usia
dini. Implementasi dari kebijakan-kebijakan
terkait anak dalam politik harus selalu dalam
pengawasan sehingga saat terjadi pelanggaran
dapat diambil tindakan tegas sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Rujukan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1.
15 Tahun 2013.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 2.
tentang Perlindungan Anak.
Keliru, Pendidikan Politik Anak Melalui 3.
Kampanye, http://sinarharapan.co/news/
read/140319025/keliru-pendidikan-poli-
tik-anak-melalui-kampanye, diakses tang-
gal 11 April 2014.
Anak Jangan Dieksploitasi untuk Kam- 4.
panye Pemilu, http://www.hukumonline.
com/berita/baca/hol21129/anak-jangan-
dieksploitasi-untuk-kampanye-pemilu, di-
akses tanggal 2 april 2014.
15 cara Parpol manfaatkan anak-anak 5.
untuk meraup suara terbanyak, http://
www.lensaindonesia.com/2014/01/17/15-
cara-parpol-manfaatkan-anak-anak-un-
tuk-meraup-suara-terbanyak.html, diakses
tanggal 11 april 2014.
Pelibatan Anak Dominasi Pelanggaran 6.
Kampanye Pemilu, http://www.kabar3.
com/news/2014/03/pelibatan-anak-dom-
inasi-pelanggaran-kampanye-pemilu#.
UzuxgCgQ_IU, diakses tanggal 3 april
2014.
Tak Mau Ditertawakan, Bawaslu Enggan 7.
Pidanakan Pelibatan Anak dalam Kam-
panye, http://nasional.kompas.com/
read/2014/03/25/1936107/Tak.Mau.Di-
tertawakan.Bawaslu.Enggan.Pidanakan.
Pelibatan.Anak.dalam.Kampanye, diakses
tanggal 3 april 2014.
Pelibatan anak dalam kampanye tidak 8.
mendidik, http://pemilu.sindonews.com/
read/2014/03/19/113/845898/pelibatan-
anak-dalam-kampanye-tidak-mendidik,
diakses tanggal 3 april 2014.
Bawaslu: Semua Parpol Melanggar 9.
terkait Pelibatan Anak dalam Kampa-
nye, http://nasional.kompas.com/
read/2014/03/18/1152027/Bawaslu.Se-
mua.Parpol.Melanggar.Terkait.Pelibatan.
Anak.dalam.Kampanye, diakses tanggal 15
April 2014.
248 Kasus Pelibatan Anak Selama Kampa- 10.
nye, http://nasional.kontan.co.id/news/
ada-248-kasus-pelibatan-anak-selama-
kampanye http://nasional.kontan.co.id/
news/ada-248-kasus-pelibatan-anak-se-
lama-kampanye, diakses tanggal 17 April
2014.
- 13 -
Vol. VI, No. 08/II/P3DI/April/2014 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu terkini
RENCANA AKUISISI
BANK TABUNGAN NEGARA
Hilma Meilani*)
Abstrak
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana
melepas kepemilikan sahamnya di PT. Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Pemerintah
saat ini memegang 60,14% saham BTN. PT. Bank Mandiri Tbk disebut-sebut sebagai
calon kuat pembeli BTN. Rencana Bank Mandiri untuk mengakuisisi BTN tersebut
dilakukan dalam rangka penguatan sektor keuangan untuk menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan integrasi sektor perbankan ASEAN pada tahun
2020, serta untuk mendukung BTN agar tetap dapat menyalurkan kredit perumahan
bagi masyarakat menengah bawah. Pemerintah perlu memperhatikan dampak positif
dan negatif dari rencana akusisi tersebut dan menjamin bahwa proses tersebut harus
mengikuti ketentuan yang berlaku.
Pendahuluan
Pemerintah melalui Kementerian Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) berencana melepas
kepemilikan sahamnya di PT. Bank Tabungan
Negara Tbk (BTN). Langkah tersebut rencananya
akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 21
Mei 2014. Surat Kementerian BUMN Nomor SR-
161/MBU/04/2014 tanggal 11 April 2014 yang
ditujukan kepada Direktur Utama BTN meminta
kepada perseroan untuk menambahkan agenda
RUPSLB perseroan yang akan diselenggarakan
bulan Mei mendatang. Agenda tersebut
menyangkut persetujuan prinsip atas perubahan
pemegang saham perseroan. Saat ini komposisi
pemegang saham BTN terdiri dari Pemerintah
Indonesia sebesar 60,14%, badan usaha asing
sebesar 25,45%, dan sisanya atau 4,41% terdiri
dari perseorangan, karyawan, reksadana, dana
pensiun, asuransi, koperasi dan perseroan
terbatas.
PT. Bank Mandiri Tbk disebut-sebut
sebagai calon kuat pembeli BTN. Menteri
BUMN Dahlan Iskan menjelaskan bahwa salah
satu tujuan utama Bank Mandiri mengakuisisi
saham BTN adalah untuk memperbesar
kapasitas BTN karena selama ini kapasitas BTN
sangat kecil dalam membiayai pembangunan
perumahan rakyat; hampir setiap tahunnya BTN
kekurangan biaya untuk 1,5 juta unit rumah
(backlog). Cara yang dianggap paling efektif
untuk menyelamatkan BTN adalah dengan
memakai BUMN untuk memperkuat BTN.
BUMN yang dapat memperkuat BTN terdiri dari
dua pihak, yaitu Bank Mandiri dan PT. Bank
Rakyat Indonesia Tbk (BRI) karena dua bank
tersebut merupakan bank besar. Berdasarkan
rapat internal BUMN akhirnya diputuskan
Bank Mandiri yang mengakuisisi BTN. Dengan
skenario ini, terdapat tiga keuntungan yang
akan diperoleh. Pertama, Bank Mandiri akan
menjadi bank besar mengalahkan bank-bank
*) Peneliti Muda bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI,
e-mail: hilma.meilani@dpr.go.id
- 14 -
yang ada di Malaysia, Filipina dan Thailand;
kedua, Kapasitas BTN akan semakin kuat dan
besar; dan ketiga, Bank Mandiri bisa melayani
perusahaan-perusahaan besar. Dalam rangka
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 dan integrasi sektor keuangan pada tahun
2020, akan banyak bermunculan perusahaan-
perusahaan besar yang membutuhkan bank
besar sebagai pusat pembiayaan. Jika Indonesia
tidak mempunyai bank besar maka perusahaan
tersebut akan memakai bank asing.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), sampai Januari 2014, di Indonesia
terdapat 120 bank umum dengan total aset
Rp4.480,4 triliun dan total dana yang disalurkan
sekitar Rp4.768,5 triliun. Total nilai aset tersebut
lebih kecil dari posisi Desember 2013 sebesar
Rp4.954,4 triliun.
Ketentuan tentang Akuisisi
Menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, akuisisi atau pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut. Pengambilalihan dilakukan
dengan cara pengambilalihan saham yang
telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan
oleh perseroan melalui Direksi Perseroan atau
langsung dari pemegang saham.
Kegiatan akuisisi bagi BUMN selain harus
merujuk pada UU No. 40 Tahun 2007, juga wajib
memperhatikan ketentuan UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2005 tentang
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan
Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha
Milik Negara. Selain itu, khusus bagi perseroan
terbatas yang bergerak sebagai perusahaan publik
atau emiten di pasar modal, akuisisi diatur dalam
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan No. KEP-259/BL/2008
tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Bagi pelaku usaha perbankan, akuisisi
juga harus memperhatikan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Akuisisi
dapat dilakukan atas inisiatif bank yang
bersangkutan, atas permintaan OJK dan atau
inisiatif badan khusus dan wajib memperoleh izin
dari OJK. Akuisisi bank hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) bagi bank yang berbentuk
perseroan terbatas.
Akuisisi bank juga wajib memenuhi
ketentuan mengenai penyertaan modal oleh bank
yang diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tanggal
26 Desember 2012 tentang Kepemilikan Tunggal
pada Perbankan Indonesia. Pokok kebijakan
kepemilikan tunggal adalah bahwa setiap
pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham
Pengendali (PSP) pada satu bank umum di
Indonesia.
Kinerja Keuangan BTN dan Bank
Pemerintah Lainnya
Pada tahun 2013, Bank Mandiri mencatat
pertumbuhan laba sebesar 17,39% dibandingkan
tahun 2012, pertumbuhan laba BRI sebesar
14,23%, pertumbuhan laba PT. Bank Negara
Indonesia Tbk (BNI) sebesar 28,37%, sedangkan
BTN mencatat pertumbuhan laba sebesar 14,71%.
Kinerja keuangan empat bank milik Pemerintah
tersebut tercantum dalam Tabel 1.
Sepanjang tahun 2013, BTN berhasil
menunjukkan kinerja positif. Hal ini ditandai
dengan peningkatan laba bersih menjadi Rp1,56
trillun dibandingkan dengan perolehan laba
tahun 2012 sebesar Rp1,36 trilliun. Dana Pihak
Ketiga (DPK) atau total simpanan tumbuh 19,23%
menjadi Rp96,21 triliun dibandingkan periode
sebelumnya sebesar Rp80,69 trilliun, sementara
Non-Performing Loan (NPL) Net turun menjadi
3,04% dibandingkan tahun 2012 sebesar 3,12%.
Tabel 1. Kinerja Keuangan Bank Pemerintah (dalam Triliun Rupiah)
No. Uraian
Mandiri BRI BNI BTN
2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013
1 Total Aset 635,62 733,10 551,34 626,18 333,30 386,65 111,75 131,17
2 Total Pinjaman dan Pembiayaan 388,83 472,44 350,76 434,32 200,74 250,64 81,41 100,47
3 Total Simpanan 482,91 556,34 450,17 504,28 257,66 291,89 80,69 96,21
4 Ekuitas/Modal 75,76 88,79 64,88 79,33 43,52 47,68 10,28 11,58
5 Laba Bersih 16,04 18,83 18,69 21,35 7,05 9,05 1,36 1,56
6 Earning Per Share, Rp 664,46 780,16 757,26 865,22 378 486 148 148
7 Capital Adequacy Ratio (CAR) 15,48% 14,93% 16,95% 16,99% 16,67% 15,09% 17,69% 15,62%
8 NPL (Gross) 1,74% 1,60% 1,78% 1,55% 2,80% 2,20% 4,09% 4,05%
9 NPL (Net) 0,37% 0,37% 0,34% 0,31% 0,60% 0,80% 3,12% 3,04%
10 Net Interest Margin (NIM) 5,68% 5,58% 8,42% 8,55% 5,90% 6,10% 5,83% 5,44%
11 Return on Equity (ROE) 27,23% 27,31% 38,66% 34,11% 20,00% 22,50% 18,23% 16,05%
12 Return on Assets (ROA) 3,55% 3,66% 5,15% 5,03% 2,90% 3,40% 1,94% 1,79%
13 Loan to Deposit Ratio (LDR) 77,66% 82,97% 79,85% 88,54% 77,50% 85,30% 100,90% 104,42%
Sumber: Laporan Keuangan Bank
- 15 -
Di antara empat bank milik Pemerintah,
BTN memiliki total aset dan ekuitas paling kecil,
sedangkan Bank Mandiri memiliki total aset dan
ekuitas yang terbesar di tahun 2013. Laba bersih
Bank Mandiri tahun 2013 naik menjadi Rp18,83
trillun dibandingkan dengan laba tahun 2012
sebesar Rp16,04 trilliun. DPK tumbuh 15,21%
menjadi Rp556,34 triliun dibandingkan tahun
2012 sebesar Rp482,91 trilliun, NPL Net sebesar
0,37% atau sama dengan tahun 2012.
Sampai akhir tahun 2013 rasio kepemilikan
modal atau CAR BTN sebesar 15,62%, turun dari
17,69% di tahun 2012. Rasio modal ini terus
menurun sampai di akhir Februari 2014 yang
berada di kisaran 12%. Pertumbuhan kredit BTN
hanya 23,41% lebih rendah dari target 25%. CAR
juga turun karena turunnya nilai obligasi yang
membuat cadangan meningkat sementara laba
menyusut. Sementara CAR Bank Mandiri 14,93%,
turun dari 15,48% di tahun 2012. Nilai CAR
tersebut masih berada diambang batas CAR yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 14%
Berdasarkan data per semester I tahun
2013, BTN menguasai 23% pangsa pasar kredit
pemilikan rumah (KPR). Di pasar KPR bersubsidi,
BTN menguasai pangsa 94% dari realisasi
total program fasilitas likuiditas pembiayaan
perumahan Kementerian Perumahan Rakyat per
Juni 2013, sedangkan Bank Mandiri menguasai
10% pangsa pasar KPR.
Tabel 2. Pangsa Pasar Kredit Perumahan Per
Juni 2013
No. Nama Bank Pangsa Pasar (%)
1. Bank Tabungan Negara 23
2. Bank Central Asia 18
3. Bank Negara Indonesia 11
4. Bank Mandiri 10
5. CIMB Niaga 7
6. Bank Rakyat Indonesia 4
7. Lainnya 27
Sumber: Bank Indonesia; Koran Tempo
Bank Mandiri merupakan bank pemerintah
terbesar di Indonesia dengan bisnis inti Bank
Mandiri adalah pada kredit korporasi, sedangkan
BTN unggul pada kredit perumahan. Rencana
akuisisi BTN oleh Mandiri diharapkan akan
membuat BTN semakin unggul dalam sektor
kredit perumahan dengan dukungan modal dari
Bank Mandiri. Sementara itu, Bank Mandiri akan
mendapat keunggulan tambahan pada sektor
perumahan untuk melengkapi pendapatan dari
kredit di sektor korporasi sehingga menjadi
penunjang bisnis bank tersebut.
Respon atas Rencana Akuisisi BTN
Rencana pembelian saham BTN milik
pemerintah oleh Bank Mandiri menimbulkan
pro dan kontra. Menteri Koordinator (Menko)
Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan bahwa
rencana akuisisi BTN belum pernah dibahas
dalam rapat koordinasi. Menko Perekonomian
sebagai ketua tim privatisasi seharusnya
mendapat laporan aksi korporasi tersebut secara
terperinci.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi
Sadikin mengatakan akuisisi yang akan dilakukan
Bank Mandiri terhadap BTN merupakan bagian
dari upaya mempersiapkan diri menghadapi
MEA tahun 2015 dan integrasi sektor keuangan
ASEAN tahun 2020. Pada tahun 2020 bank-
bank nasional Indonesia akan berhadapan
dengan bank-bank negara tetangga yang aset
dan modalnya diperkirakan mencapai 10 sampai
dengan 20 kali lipat dibandingkan bank-bank
nasional di tahun 2020.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar
Azis menyebutkan bahwa akuisisi BTN oleh bank
BUMN lainnya harus mendapat izin dari DPR.
Meskipun keputusan untuk menjual saham BTN
harus melalui mekanisme RUPSLB perseroan
yang akan diselenggarakan Mei mendatang,
hasil RUPSLB tersebut tidak akan sah jika tidak
mendapat izin DPR. Ketua Komisi VI DPR RI
Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya
belum menerima usulan dari Kementerian BUMN
terkait rencana akuisisi BTN. Tahapan ini perlu
dilakukan karena sebelum meminta persetujuan
RUPSLB, Kementerian BUMN harus lebih dahulu
meminta izin kepada DPR. Bahkan sebelum
tahapan ini berjalan, Kementerian BUMN juga
harus mengajukan izin pada Komite Privatisasi
yang terdiri atas Menko Perekonomian, Menteri
Keuangan, dan menteri yang terkait dengan
bisnis BUMN tersebut.
Serikat Pekerja (SP) BTN menilai rencana
pelepasan saham BTN oleh Pemerintah tidak
transparan. Ketua Umum Dewan Pimpinan
Pusat SP BTN Satya Wijayantara menilai
prosedur akuisisi BTN tidak sesuai hukum dan
aturan pemerintah tentang akuisisi, merger
dan konsolidasi. Dalam Pasal 37 PP No. 37
Tahun 1999 disebutkan bahwa rencana akuisisi
harus disampaikan 30 hari sebelum RUPS
kepada karyawan. Selain itu, langkah akuisisi
BTN dikhawatirkan akan berdampak pada
pengurangan jumlah pegawai. Perbedaan visi
dan misi antara BTN dan Bank Mandiri juga
dapat menjadi masalah. Visi dan misi BTN
difokuskan pada penyediaan pembiayaan
perumahan untuk rakyat. Sementara itu, visi
dan misi Bank Mandiri lebih ke arah komersial
sehingga dikhawatirkan dapat menghambat
program pembiayaan perumahan yang telah
dilakukan BTN selama ini. Risiko lainnya adalah
terhambatnya ketersediaan rumah bagi rakyat
yang saat ini terjadi backlog.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan
Publik UGM Yogyakarta, Tony Prasetiantono,
menilai bahwa dampak positif rencana akuisisi
BTN oleh Bank Mandiri adalah tambahan
- 16 -
dukungan modal dari Bank Mandiri sehingga
akan lebih leluasa melakukan ekspansi kredit.
Sementara itu, dampak negatifnya adalah
munculnya keresahan pegawai yang pada
akhirnya dapat berdampak pada menurunnya
semangat kerja karyawan. Pandangan lain
disampaikan guru besar ekonomi Universitas
Brawijaya, Ahmad Erani Yustika yang menilai
dampak positif penyatuan BTN dan Bank Mandiri
uduIuI ehsIensI IndusLrI perbunkun nusIonuI
karena saat ini ada 120 bank yang beroperasi
di Indonesia sehingga perlu dikurangi menjadi
sekitar 80 bank. Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri
juga dapat memperkuat industri perbankan
domestik. Dampak negatif dari kebijakan ini
adalah kekhawatiran semakin tidak lagi fokusnya
pembiayaan perumahan, terutama kepada
masyarakat menengah bawah, karena core
business Bank Mandiri adalah kredit korporasi.
Erani berpendapat sebaiknya BTN tetap berdiri
sendiri dan perlu diperkuat agar mampu melayani
segmen KPR dengan lebih maksimal baik melalui
penyertaan modal pemerintah, penerbitan
obligasi, dan lain-lain karena pembiayaan
perumahan harus ditangani dengan serius.
Tujuan dilakukannya akuisisi oleh
perusahaan adalah untuk mendapatkan upaya
sinergi atau nilai tambah. Upaya sinergi ini
merupakan kondisi di mana keadaaan secara
keseluruhan lebih besar daripada jumlah
masing-masing bagian, sehingga dengan
dilakukannya akuisisi, sinergi dan nilai setelah
akuisisi seharusnya melebihi jumlah nilai dari
perusahaan-perusahaan secara terpisah sebelum
akuisisi. Akuisisi akan memberikan dampak
bagi semua stakeholders yang pada perusahaan
pengakuisisi maupun perusahaan target akuisisi.
Stakeholders yang harus diperhatikan dalam
proses akuisisi adalah karyawan, pemegang
saham minoritas, kreditur bank, dan nasabah/
masyarakat sebagai konsekuensi bahwa salah
satu unsur terpenting dari akuisisi adalah
fairness (adil) bagi semua pihak (stakeholders)
sehingga proses ini dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Penutup
Pemerintah berencana melepas
kepemilikan sahamnya di BTN yang akan
diputuskan dalam RUPSLB pada tanggal 21
Mei 2014. DPR perlu mendapatkan penjelasan
dari pemerintah mengenai rencana akuisisi
tersebut khususnya terkait dengan dampak
positif dan negatif akuisisi ini. Pemerintah
perlu mengikuti ketentuan hukum yang berlaku
tentang akuisisi bank BUMN. Proses akusisi BTN
harus memperhatikan UU tentang Perseroan
Terbatas dan peraturan pelaksanaannya, serta
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan, dan mengingat BTN adalah
perusahaan publik, rencana akuisisinya perlu
memperhatikan ketentuan di bidang Pasar
Modal. Rencana akuisisi BTN diharapkan dapat
mendorong kinerja bank dan sistem perbankan
nasional, namun dalam melakukan akuisisi
tersebut pemerintah perlu memperhatikan
kepentingan bank, kreditor, pemegang saham
minoritas, karyawan bank, kepentingan
masyarakat dan persaingan yang sehat dalam
usaha perbankan.
Rujukan
Akuisisi BTN Tunggu Restu, 1. Republika, 17
April 2014.
Duet Mandiri-BTN Dominasi Kredit Pemer- 2.
intah, Koran Tempo, 21April 2014.
Konsolidasi Perbankan 10 Bank Akan Merg- 3.
er, Bisnis Indonesia, 16 April 2014.
Pemerintah Akan Jual Saham BTN ke 4.
Mandiri, Koran Tempo, 16 April 2014.
Pemerintah Segera Lepas BTN, 5. Republika,
16 April 2014.
Rencana Akuisisi BTN oleh Mandiri Salahi 6.
Prosedur, Koran Jakarta, 18 April 2014.
Saham BTN Segera Dilego, 7. Bisnis Indone-
sia, 16 April 2014.
Terkesan Dipaksakan, Karyawan BTN 8.
Ancam Mogok Nasional, Suara Pembaruan,
16 April 2014.
Upaya Konsolidasi Perbankan, 9. Kompas, 19
April 2014.
Zulmawan, W., 10. Panduan Praktis Merger
atau Akuisisi Perusahaan, Jakarta: Penerbit
Permata Aksara, 2013.
BTN Bakal Jadi Motor Bisnis Perumahan 11.
Bank Mandiri, http://properti.kompas.
com/read/2014/04/21/1153469/BTN.Bakal.
Jadi.Motor.Bisnis.Perumahan.Bank.Mandiri,
diakses 12 April 2014.
Ini Plus Minus Akuisisi BTN oleh Bank 12.
MundIrI, ILLp:JJhnunce.deLIk.comJreudJz
014/04/17/144547/2558290/5/ini-plus-mi-
nus-akuisisi-btn-oleh-bank-mandiri, diakses
17 April 2014.
Jika BTN Diakuisisi Mandiri Ini Dampak 13.
Negatifnya, http://www.skibum.info/jika-
btn-diakuisisi-mandiri-ini-dampak-negatif-
nya.html, diakses 18 April 2014.
Akuisisi BTN Ancam Keberlangsungan KPR 14.
Bersubsidi, http://wartaekonomi.co.id/
read/2014/04/21/28010/akuisisi-btn-an-
cam-keberlangsungan-kpr-bersubsidi.html,
diakses 21 April 2014.
Dahlan: Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri 15.
Berpotensi Menghemat APBN, http://www.
beritasatu.com/ekonomi/179338-dahlan-
akuisisi-btn-oleh-bank-mandiri-berpotensi-
menghemat-apbn.html, diakses 22 April
2014.
- 17 -
Vol. VI, No. 08/II/P3DI/April/2014 PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu terkini
KOALISI MENJELANG
PEMILU PRESIDEN 2014
DALAM SISTEM PRESIDENSIAL
DI INDONESIA
Dewi Sendhikasari D.*)
Abstrak
Hasil perhitungan suara sementara pasca pemilihan umum legislatif pada 9 April
2014 yang lalu, dapat dipastikan tidak ada partai politik yang memperoleh suara
lebih dari 20 persen yang dapat mengusung sendiri pasangan calon presiden dan
wakil presiden dari partainya. Dengan demikian, koalisi sebagai suatu keniscayaan
untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan
umum presiden bulan juli mendatang. Akan tetapi, koalisi juga menjadi suatu
perdebatan karena dianggap tidak sesuai dengan sistem presidensial yang dianut
di Indonesia. Oleh karena itu, desain yang tepat bagi perkembangan demokrasi di
Indonesia masih sangat diperlukan.
Pendahuluan
Rakyat Indonesia telah selesai
menentukan pilihan pada Pemilihan Umum
Legislatif DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/ Kota tanggal 9 April 2014
yang lalu. Pesta demokrasi lima tahunan ini
merupakan langkah awal dalam penentuan
untuk pemilu presiden pada bulan Juli
mendatang. Meski pengumuman resmi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih
belum diumumkan, namun hasil hitung cepat
(quick count) sejumlah lembaga survei telah
memberikan gambaran terkait suara yang
diperoleh partai politik (parpol). Hasil hitung
cepat lembaga survei itu menunjukkan tidak
ada parpol yang menang mutlak. Hasil hitung
cepat Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC), misalnya, memperlihatkan PDIP
mendapatkan suara 19 persen, disusul Partai
Golkar 15 persen, Partai Gerindra 12 persen,
Partai Demokrat 10 persen, PKB 9,1 persen,
PAN 7,7 persen, PKS 6,9 persen, Partai Nasdem
6,6 persen, PPP 6,3 persen, Partai Hanura 5,2
persen, PBB 1,4 persen, dan PKPI 1 persen.
Dengan demikian tidak ada parpol yang
*) Peneliti Muda bidang Politik Dalam Negeri pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI,
e-mail: sendhik@gmail.com
- 18 -
mampu mengusung sendiri pasangan calon
presiden (capres) dan calon wakil presiden
(cawapres).
Secara konstitusional, Pasal 6A Ayat
(2) UUD 1945 membuka ruang adanya koalisi
partai politik peserta pemilu. Kemudian,
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden (UU Pilpres), pada Pasal 8 UU
Pilpres menyebutkan capres dan cawapres
diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol
atau gabungan parpol. Kemudian, Pasal 9 UU
Pilpres tersebut menegaskan, pasangan calon
diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol
peserta pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen
dari suara sah nasional dalam pemilu anggota
DPR. Oleh karena itu dipastikan pemerintahan
mendatang terbentuk oleh suatu koalisi.
Dengan desain legal seperti itu, partai politik
yang sedang bersiap menghadapi Pilpres
2014 harus sejak dini mempertimbangkan
agar koalisi tidak menjadi permasalahan
bagi presiden nantinya. Sejumlah pengamat
memperkirakan bakal ada tiga atau paling
banyak empat poros koalisi, yakni PDIP,
Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai
Demokrat. Dengan poros seperti itu, partai-
partai menengah, yang didominasi oleh partai
berbasis massa Islam, akan menjadi penentu.
Prediksi Koalisi Partai Politik Jelang
Pilpres 2014
Pluralisme masyarakat Indonesia
turut mempengaruhi sistem multipartai di
Indonesia. Oleh karena itu sistem demokrasi
yang dianut Indonesia merupakan Sistem
Demokrasi Pancasila, yang didasarkan pada
dasar negara Pancasila yang diyakini dapat
merangkul semua aspek masyarakat Indonesia
yang majemuk. Terlepas dari perdebatan
mengenai sistem multipartai dalam sistem
presidensial di Indonesia, koalisi antara
parpol tetap merupakan keniscayaan demi
terselenggaranya pesta demokrasi pemilihan
presiden bulan Juli mendatang. Koalisi
sudah tergambar jauh sebelum pileg digelar,
pertemuan di antara para elite parpol sudah
sering digelar. Pertemuan-pertemuan itu
sedikit memberi gambaran tentang peta koalisi
pasca pileg. Bukan tidak mungkin PAN, PKB,
dan Partai Nasdem akan merapat ke PDIP.
Lalu, PKS dan PPP ke Gerindra, Partai Hanura
ke Partai Demokrat atau Partai Golkar. Bisa
jadi juga partai yang menjadi poros koalisi
itu akan saling menggabungkan diri. Partai
Golkar, yang memiliki tradisi untuk tetap
berada di pemerintahan, bukan tidak mungkin
bergabung ke PDIP, Gerindra, atau Demokrat.
Atau, Partai Demokrat dan Partai Gerindra
menggalang koalisi sendiri.
Lembaga Lingkaran Survei Indonesia
(LSI) memprediksikan akan lahir tiga basis
koalisi partai pada Pemilu Presiden 2014
mendatang, yang akan menentukan peta
politik sesungguhnya. Menurut peneliti LSI,
Rully Akbar, tiga basis koalisi itu adalah koalisi
PDIP, koalisi Golkar dan koalisi partai sisa.
Pada Pilpres 2014, PDIP akan bergerak dengan
partai koalisinya sendiri, demikian juga Golkar.
Sedangkan sisa partai yang tidak berkoalisi
dengan PDIP dan Golkar akan menghimpun
kekuatan untuk maju dalam pilpres. Koalisi
partai sisa itu bisa dipimpin oleh Gerindra,
Demokrat atau Hanura. Sementara itu
melihat keberhasilan PDIP dan Golkar berada
di peringkat dua teratas pada hitung cepat
Pemilu Legislatif 2014 versi LSI, menilai
kedua partai itu tidak akan berkoalisi pada
pilpres mendatang. Hal ini disebabkan karena
keduanya sama-sama mempunyai posisi tawar
yang tinggi dalam perolehan suara.
Di samping itu Lembaga Survei Populi
Center, menilai ada beberapa skenario yang
dapat diperhitungkan agar partai politik bisa
memenuhi presidential threshold. Menurut
Ketua Populi Center, Nico Harjanto, ada
tiga skenario koalisi yang dibutuhkan partai
politik tersebut. Skenario pertama, Nico
menganjurkan PDIP cukup berkoalisi dengan
partai pendatang baru, seperti Nasdem atau
bisa juga dengan PKB. Apalagi komunikasi
PDIP dengan kedua partai tersebut sangat baik
dan tak memiliki trauma historis. Skenario
kedua adalah koalisi Golkar dengan PKS karena
memiliki karakter yang sama dalam hal sikap
politiknya yang mengikuti koalisi pemerintah,
namun bertindak seperti oposisi. Sementara
skenario ketiga adalah koalisi antara Gerindra,
Hanura, PPP, Demokrat, dan PAN.
Selain itu, menurut Djayadi Hanan,
Direktur Eksekutif SMRC, koalisi partai politik
pasca pemilu legislatif 9 April diprediksi bakal
melahirkan tiga skenario. Koalisi pertama,
yang disebut Gotong Royong Perjuangan
Bangsa, meliputi PDIP, PKB, dan NasDem.
Skenario kedua adalah koalisi Gerakan
Amanat Indonesia, yang bakal diusung dua
partai, yakni Partai Gerindra dan PAN. Dan
ketiga, koalisi Karya Demokrat yang dibangun
Partai Golkar dan Demokrat. Dari tiga koalisi
tersebut, SMRC juga meprediksi hanya akan
memunculkan tiga pasang capres-cawapres.
Capresnya adalah Joko Widodo (Jokowi)
dari Gotong Royong Perjuangan Bangsa yang
- 19 -
diusung PDI Perjuangan, PKB, dan NasDem.
Capres kedua, Prabowo Subianto dari koalisi
Gerakan Amanat Indonesia yang terdiri dari
Gerindra dan PAN yang juga merpresentasikan
tokoh Islam. Capres ketiga, adalah Aburizal
Bakrie (ARB) dari koalisi Karya Demokrat yang
dibangun Golkar dan Demokrat.
Koalisi Dalam Sistem Presidensial
Di Indonesia
Sistem presidensial atau disebut juga
dengan sistem kongresional, merupakan
sistem pemerintahan negara republik di mana
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan
terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut
Rod Hague, pemerintahan presidensial terdiri
dari 3 unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat
memimpin pemerintahan dan mengangkat
pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki
masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang
tindih antara badan eksekutif dan badan
legislatif. Dalam sistem presidensial, presiden
memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif
seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol
presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran
konstitusi, pengkhianatan terhadap negara,
dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden
bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya
seorang wakil presiden akan menggantikan
posisinya. Model ini dianut oleh Amerika
Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar
negara-negara Amerika Latin dan Amerika
Tengah.
Menurut Saldi Isra, dibandingkan
dengan sistem pemerintahan parlementer,
sistem kepartaian dalam sistem presidensial
menjadi isu yang amat menarik karena
anggota lembaga legislatif dan presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat. Bila mayoritas
anggota legislatif menentukan pilihan politik
yang berbeda dengan presiden, sering kali
sistem pemerintahan presidensial terjebak
dalam pemerintahan yang terbelah (divided
government) antara legislatif dengan eksekutif.
Dukungan legislatif makin sulit didapat jika
pemerintahan presidensial dibangun dalam
sistem multipartai. Perdebatan mengenai
sistem multipartai dalam sistem presidensial di
Indonesia sudah lama menjadi wacana publik
terutama dalam memperbincangkan korelasi
antara penerapan sistem presidensialisme di
berbagai negara pasca rezim otoriter dengan
instabilitas dan efektivitas pemerintahan.
Sedangkan menurut AAGN Ari Dwipayana,
pandangan arus utama yang beranjak
dari argumen Linz dan Mainwaringarus
menyebutkan sistem multipartai tidak
kompatibel dengan sistem Presidensialisme
sehingga sistem ini lebih cocok diterapkan
dalam sistem pemerintahan yang
berkarakter parlementer. Sebaliknya sistem
Presidensialisme lebih kompatibel dengan
sistem dua partai, seperti halnya diterapkan
dalam model Presidensialisme di Amerika
Serikat.
Pandangan arus utama tersebut
memiliki beberapa argumen pokok. Pertama,
karena pemilihan presiden dan parlemen
diselenggarakan secara terpisah maka
kemungkinan Presiden yang terpilih adalah
presiden yang tidak mendapatkan dukungan
mayoritas di Parlemen (minority government).
Kedua, koalisi politik yang terbentuk
dalam sistem Presidensialisme cenderung
bersifat rapuh dan mudah retak karena
ketidakdisiplinan partai politik koalisi. Di
satu sisi, partai-partai politik yang tergabung
dalam koalisi harus loyal pada Presiden.
Namun, di sisi lain, partai anggota koalisi
seringkali bermanuver di parlemen, karena
dihadapkan pada kepentingan membangun
popularitas untuk memenangkan kompetisi
berikutnya (electoralist) maupun terikat
keharusan merepresentasi aspirasi konstituen
pendukungnya. Ketidakdisplinan partai yang
berada dalam koalisi, membuat setiap saat
dukungan partai di parlemen melemah, dan
selanjutnya bisa hadir minority government.
Akibatnya, Presiden yang merupakan
single chief of executive dalam sistem
Presidensialisme tidak bisa bekerja secara
eIekLII kurenu Lergunggu dengun konhgurusI
poIILIk dI purIemen yung sunguL ukLuuLII.
Berbagai manuver yang dilakukan partai-partai
di parlemen sering berakhir pada instabilitas
pemerintahan yang bisa saja berujung pada
kejatuhan seorang Presiden.
Ketiga, untuk membangun loyalitas
koalisi pendukungnya, Presiden cenderung
bersikap lunak-akomodatif dengan
memberikan insentif bagi partaipartai
koalisi pendukungnya. Konsekuensinya,
Presiden tidak leluasa mengambil keputusan
sendiri karena lebih banyak tersandera
oleh kepentingan koalisi partai yang
mendukungnya. Partai-partai politik mitra
koalisi juga akan menggunakan wewenangnya
di Parlemen sebagai alat untuk bernegosiasi
dengan presiden. Dalam konteks semacam
itu, hak angket, interpelasi dan menyatakan
pendapat bisa menjadi alat untuk bernegosiasi
dengan presiden terutama dalam momentum
- 20 -
politik tertentu seperti pembentukan kabinet,
reshujje kabinet atau pengambilan kebijakan
Pemerintah.
Penutup
Negara Indonesia yang menganut sistem
multipartai dalam sistem presidensial telah
lama melakukan koalisi dalam pemerintahan.
Sekalipun koalisi sistem presidensial dengan
kepartaian majemuk menghadirkan banyak
kesulitan dan masalah, menilik desain sistem
pemilu presiden yang berlaku, tidak dapat
lepas dari pembentukan pemerintahan
koalisi. Desain pembentukan koalisi tersebut
harus dalam kerangka memperkuat sistem
pemerintahan presidensial. Kalau hanya
dilandaskan pada perhitungan untuk
memenuhi target memenangkan pemilu,
koalisi akan mengalami pecah-kongsi sejak
awal pembentukan pemerintahan. Oleh
karena itu, untuk memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, semua partai
politik yang ingin bergabung dalam koalisi
bersama-sama menentukan calon presiden
dan wakil presiden yang akan mereka usung.
Menurut Saldi Isra, untuk menentukan calon
ILu, mIsuInyu bIsu menggunukun koehsIen
hasil pemilu legistif dan/atau popularitas
calon dan kemudian diikuti dengan distribusi
jabatan menteri. Dengan cara seperti itu,
partai politik pendukung koalisi mempunyai
tanggung jawab yang lebih besar atas
kelangsungan pemerintahan koalisi. Walaupun
demikian konsep yang ditawarkan ini akan
menghilangkan konsep-konsep ideal sistem
pemerintahan presidensial, seperti presiden
akan kehilangan hak prerogatifnya dalam
pengisian anggota kabinet. Namun dengan
desain yang ada saat ini, terobosan pemikiran
masih harus terus dilakukan.
Pada koalisi yang dibangun parpol
nanti diharapkan merupakan koalisi yang
tidak sekadar bagi-bagi kekuasaan dalam
pemerintahan. Walaupun pembagian kursi
kabinet di antara parpol anggota koalisi sulit
dihindari, tetapi masyarakat berharap agar
parpol memberikan orang-orang terbaik di
bidangnya untuk duduk di pemerintahan
mendatang. Bagi kepentingan bangsa
dan negara, pemerintahan koalisi justru
diperlukan untuk lebih mengedepankan
sistem checks and balances. Parpol bisa saling
mengingatkan jika ada anggota koalisi yang
menyimpang dari kesepakatan bersama atau
tidak menjalankan amanat rakyat dengan
baik. Sedangkan, parpol yang tidak bergabung
dalam koalisi pemerintahan mendatang juga
dapat menggalang koalisi oposisi di parlemen.
Koalisi oposisi seperti itu sangat dibutuhkan
agar pemerintahan dapat berjalan dengan
baik dan tidak menyimpang dari koridor
bernegara, terutama dalam mencapai tujuan
bersama untuk menyejahterakan rakyat.
Selain itu, diharapkan nantinya ada suatu
koalisi yang bersifat permanen. Indonesia
memerlukan suatu koalisi besar yang dapat
membuat pemerintahan berjalan secara
berkesinambungan dan dapat menciptakan
stabilitas politik. Kondisi seperti itu sangat
dibutuhkan agar Indonesia dapat fokus pada
pembangunan bangsa dan upaya meningkatkan
laju perekonomian Indonesia tidak diintervensi
oleh persoalan-persoalan politik.
Rujukan
Tiga Skenario Koalisi Partai Pasca Pi- 1.
leg pada http://www.medanbagus.com/
read/2014/04/11/23429/Tiga-Skenario-
Koalisi-Partai-Pasca-Pileg- diakses tgl 16-
04-2014
Menakar Koalisi Pasca Pileg pada http:// 2.
www.beritasatu.com/blog/tajuk/3315-me-
nakar-koalisi-pascapileg.html diakses tgl
16-04-2014
Tiga Basis Koalisi Pasca Pileg pada http:// 3.
www. republ ika. co. id/berita/pemil u/
menuju-ri-1/14/04/10/n3scyl-tiga-basis-
koalisi-pasca-pileg-seperti-apa diakses tgl
17-04-2014
Ada 3 Skenario Koalisi Partai Versi SMRC 4.
pada http://www.gatra.com/pemilu-
capres/50821-ada-3-skenario-koalisi-par-
tai-versi-smrc.html diakses tgl 17-04-2014
Problematik Koalisi dalam Sistem Presi- 5.
densial pada http://www.saldiisra.web.
id/index.php?option=com_content&view=
article&id=83:problematik-koalisi-dalam-
sistem-presidensial&catid=23:makalah&It
emid=11 oleh Saldi Isra diakses tgl 21-04-
2014
Multi Partai, Presidensialisme Dan Efek- 6.
tivitas Pemerintahan pada http://pshk.
law.uii.ac.id/index.php?option=com_con
tent&task=view&id=105&Itemid=90 oleh
AAGN Ari Dwipayana diakses tgl 22-04-
2014
Pengertian Sistem Presidensial pada 7.
http://sistempemerintahanindonesia.
com/ diakses tgl 22-04-2014

Anda mungkin juga menyukai