Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KELOMPOK II KASUS IV ASMA BRONKIAL

KETUA : Bima Nazir

SEKRETARIS : Wulandari Widia Ningsih EDITOR : Rena Irta Yulis Sutiasih ANGGOTA : Amanda Isramulniasih Dedis Sovian Sitorus Haryanti Wilda May Maghdalena

TUTOR

: dr. Dwitia Isminiar Abdillah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU 2010/2011

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Hasil Diskusi selesai pada waktunya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Dwitia Isminiar Abdillah, selaku tutor kelompok II yang telah banyak memberikan langkah-langkah dan masukan sehingga pembelajaran-pembelajaran yang telah dilakukan bisa memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan bagi kelompok II. 2. Semua anggota kelompok II yang telah menyumbangkan ide dan telah turut serta dalam penulisan laporan ini. 3. Pihak-pihak bersangkutan yang telah membantu memberikan referensi dalam proses penyelesaian laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam segi apapun penulis minta maaf, dan penulis dengan terbuka menerima saran dari pembaca, guna untuk memperbaiki semua kesalahan-kesalahan dalam penulisan laporan ini.

Pekanbaru, November 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kasus ............................................................................................................................ 4 1.2 Klarifikasi Term dan Konsep ....................................................................................... 4 1.3 Mendefinisikan/Menegaskan Problem ......................................................................... 4 1.4 Analisis Problem (Brainstorming) ............................................................................... 5 1.5 Menyusun Penjelasan (Spider Web) ............................................................................ 6 1.6 Memformulasikan Sasaran Belajar .............................................................................. 6 1.7 Belajar mandiri ............................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Melaporkan dan Mensintesa Informasi ........................................................................ 7 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

ASTHMA BRONCHIALE Hero, 21 tahun, sejak kecil sering menderita sesak nafas dan berbunyi ngiik..ngiik. Beberapa bulan ini sering bersin-bersin keluar ingus encer terutama di pagi hari. Kalau sedang sesak berat ia tidak bisa tidur atau sambil tiduran, menarik nafas nya sambil berpegangan kursi/meja atau tepi tempat tiur. Dokter langganan keluarganya melakukan pemeriksaan fisik, terdengar bunyi wheezing, anak tampak lemah dan pucat. Selain memberi obat vasodilatasi bronchus dan anti inflamasi dokter banyak memberi nasehat, diantaranya tentang makanan, olahraga dan agar menjaga kebersihan rumah dan debu.

1.1 Klarifikasi Term dan Konsep Asthma bronchiale adalah Keadaan yang ditandai dengan serangan yang berulang dispneu peroksismal dengan mengi akibat kontraksi spasmodic bronki dicetuskan oleh latihan fisik berat, partikel iritan atau stress psikologis. Wheezing adalah Suara bersuit yang dibuat dalam bernapas. Obat vasodilator bronchus adalah senyawa kimia yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah, saraf atau agen yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah pada bronkus. Obat anti inflamasi senyawa kimia yang bekerja terhadap menekan peradangan, juga agen yang bekerja seperti itu.

1.2 Mendefinisikan/Menegaskan Problem 1. Karakteristik asma? 2. Apakah penyebab Asthma? 3. Jelaskan mekanisme asthma? 4. Faktor yang memperberat dan memperingan pada asma? 5. Mengapa dokter memberikan obat vasodilator bronchus dan anti inflamasi? 6. Efek mediator terhadap asma? 7. Macam-macam proses suara dalam pernapasan? 8. Mekanisme wheezing? 4

9. Cara pemeriksaan fisik 10. Pengaruh etiologi terhadap timbulnya asma? 11. Bagaimana proses reaksi antigen antibody terhadap benda asing pada bronchus. 12. Obat vasodaltor bronchus asma 13. Fisiologi pengaturan pernapasan pada pusat pernapasan? 14. Fisilogi pengaturan nafas pada ketinggian dan kedalaman kurva disosiasi?

1.3 Analisis Problem (Brainstorming) 1. Proses terjadinya asma yaitu ketika Orang yang alergi ketika terpajan allergen cenderung membentuk antibody IgE yang terutama melekat pada sel mast. Sel mast mengeluarkan histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (leukotrin) factor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Substansi anafilaktik yang bereaksi lambat akan menyebabkan edema local, sekresi mucus yang kental, spasme otot polos bronkiolus dan menyebabkan tahanan saluran nafas meningkat. 2. Bunyi ngiik...ngik disebabkan karena turbulensi aliran udara dan getaran mucus bronkus. 3. Mekanisme obat bronkodilator adalah merelaksasi otot polos saluran nafas. 4. Anak tersebut lemah dan pucat karena ia selama serangan asma ia harus mengeluarkan banyak tenaga terutama selama ekspirasi sehingga kebutuhan enegrinya juga meningkat, kemungkinan anak ini energy yang dibutuhkan kurang mencukupi maka anak tersebut terlihat lemah.

1.4 Menyusun Penjelasan (Spider Web) Wheezing

Patofisiologi Faktor yang memperingan

Mekanisme

Etiologi Faktor yang memperberat

ASTHMA Reaksi Imunologi Efek mediator kimiawi Di ketinggian Pengaturan pernapasan Farmakologi Oleh medulla dan pons Di kedalaman Kurva disosiasi

1.5 Memformulasikan Sasaran Belajar 1) Mahasiswa mampu menjelaskan patofiologi asma 2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan klasifikasi asma 3) Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme wheezing 4) Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang memperberat dan memperingan timbulnya asma 5) Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi imunologi 6) Mahasiswa mampu menjelaskan obat yang berperan pada asma 7) Mahasiswa mampu menjelaskan efek mediator kimiawi 8) Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi pengaturan pernapasan oleh medulla oblongata dan pons 9) Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi pengaturan pernapasan di ketinggian dan di kedalaman 10) Mahasiswa mampu menjelaskan kurva disosiasi

1.6 Belajar Mandiri

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Melaporkan dan Mensintesa Informasi 1) Patofiologi asma Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran nafas sehingga memicu episode mengi beruan, sesak nafas dan batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Perubahan atau kelainan patologi akibat inflamasi pada penderitaa asama adalah obtruksi saluran nafas, hiperresponsivitas saluran nafas,kontraksi otot polos bronkus,hipersekresi mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan analisis gas darah. Obstuksi saluran nafas 1. Penyempitan saluran nafasmenyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada,mengi dan hiperresponsivitas bronkus terhadap berbagai stimulus 2. Penyebaba utama adalah kontraksi otot polos bronkus yang dipegaruhi oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi Hiperesponsivitas saluran nafas (AHR) 1. Adalah respon bronkus berlebihan yaitu berupa penyampitan bronkus akibat berbagai rangsanngan spesifik maupun nonspesifik 2. Respon inflamasi dapat meningkatkan gejala asma seperti batuk dan rasa berat di dada karena sensitisasi ddan aktivitas saraf sensorik saluran nafas Kontraksi otot polos bronkus 1. Kontraksi isotonik terjadi peningkatan pemendekan otot polos bronkus 2. Perubahan fungsi kontraksi disebabkan oleh perubahan aparatus kontraksi Hipersekresi mukus 1. Lumen saluran nafas tertutup oleh sumbatan mukus lengket yang terdiri atas protein plasma berasal dari pembuluh darah saluran nafas dan gilikoprotein mukus bersal dari sel epitel permukaan 2. Terjadi pelepasan sel epitel,peneblan subepitel ,penebalan lapisan otot polos karena hipetropi dan hiperplasia sel goblet dan kelenjar mucus 3. Hipersekresi mukus akan mengurangi gerakan silia,mempengaruhi lama inflamasi

2) Etiologi dan klasifikasi asma Asma intermitten, gambaran klinisnya: Serangan < dari 1x seminggu Gejala asma < 2x sebulan Nila APE dan KVP 1 <20% Periode serangan singkat Faal paru normal Terapinya, agonis beta 2inhaler, penggunaan mast stabiliser sebelum paparan alergen Asma parsisten ringan, gambaran klinisnya: Gejala > 1x seminggu tetapi < 1x sehari Seranagan asma malam >2x sebulan Nilai APE dan KVP1 >80% dari nilai prediksi, dengan variabilitas 20-30% Obat yang digunakan adalah profilaksis setiap hari, yaitu kortikosteroid inhaler 200-500 mg atau natrium kromolin ataupun endokromil atau teofilin lepas lambat. Dapat juga ditambahkan bronkodilator kerja panjang. Asama parsiten sedang, gambaran klinisnya: Gejala setiap hari dan menggangu aktivitas Serangan asma malam > 1x seminggu Setiap hari menggunakan agonis beta 2inhaler Nilai APE dan KVP1 60-80% Obat-obatan yang dipakai setiap hari yaitu, kortikosteroid inhaler 800 s/d 200mg dan bronkodilator kerja panjang. Asma parsiten berat, gejala klinisnya: Gejala terus menerus Gejala asma malam sering Aktifitas terbatas Nilai APE dan KVP1 < 60% Terapi yang diberikan adalah, kortikosteroid 800 s/d 200 mcg atau lebih. Bronkodilator long acting dan korikosteroid oral Asma alergi ekstrinsik 1. Adalah reaksihipersensitivitas tipe I (atopik) yang diperantarai IgE 2. Lazim terjadi pada masa anak anak 8

3. Mekanisme imun:Alergen mengikat silang antibodi IgE terjadi pelepasan amina vasoaktif dan mediator lain dari basofil dan sel mast sehingga mempengaruhi permeabilitas vasuker dan kontraksi otot polos 4. Faktor alergen Debu rumah tangga, berisi produk produk buangan tungau rumah dermato phagoideus pteronyssinus Debu organik lainnya Tepung sari,khususnya rerumputan dan pepohonan. Bentuk asam ini biasanya musiman dan sering kali bersamaan dengan hay fever (rinitis alergiko) Kutu, bulu, binatang (kucing,anjing,kuda,burung) Produk makanan. Antigen yang termakan dapat menimbulkan asma obsorpsi dan distribusi didalam aliran darah Obat obatan. Termakan berfungsi sebagai hapten (molekul kecil yang dapat mengikat / bereaksi dengan antibodi)

Asma intrinsik (non alergen ) Asama intrinsik mempunyai jalan nafas hipereaktif yang berkontraksi sebagai respon terhadap berbagai stimulus tak spesifik, yang disebakan oleh respon adrenergik yang tidak normal. Terjadi pada orang yang kebih tua dan cendrung menimbulkan penyakit yang lebih kronis. Faktor presipitasi : Panas, dingin, aerosol, zat kimia, gas, rokok Polusi udara oksidan : ozon dan NO2 ( nitrogen dioksida ) Kerja fsik Infeksi pernapasan viral Tekanan emosional Obat-obatan khususnya aspirin, dapat memicu asma. Pada asma non alergi, broncus secara abnormal menjadi sensitif karena menurunnya respons adrenergik.

3) Mekanisme wheezing Adanya stimulus dari saraf parasimpatis ( n. vagus) Kontraksi otot polos bronkiolus ( Bronkospasme) obstruksi aliran udara maksimal pada ekspirasi suara mengik. 9

4) Faktor-faktor yang memperberat dan memperingan timbulnya asma Faktor yang memperberat Inhalan Ingestan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing dll. : susu, telor, ikan, kacang-kacangan dan obat-obatan tertentu

Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan Keadaan udara : polusi, berubahan hawa mendadak dan hawa yang lembab Infeksi saluran nafas Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan Stres fisik atau kelelahan

Faktor yang mempercepat kesembuhan Menghindari makanan yang tau menjadi penyebab serangan Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es Menghindari kontak dengan hewan yang diketahui menjadi penyebab serangan Menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis

5) Reaksi imunologi Sistem imun di bagi menjadi dua: a. Imunitas humoral ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik oleh sel limposit B b. Imunitas seluler diperankan oleh sel limposit T, sel limposit T mengontrol fonasi limposit B dan meningkatkan proses inflamasi melalui aktivitas sitotoksik (CD8) dan mensekresi berbagai sitokin c. Sel limposit T (CD4)

10

1. Mekanisme limposit T IgE Respons imun dimulai dengan aktivasi sel T oleh antigen melalui sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen primer (APC) Antigen/alergen APC mempresentasikan antigen TCR (T-cell reseptor) Sel T helper (CD 4) tipe TH2 terinduksi IL-3,IL-5,GMCSF Rekrutmen eosinofil dan teraktivasi Pelepasan granula IL-4 IgE oleh sel B antibodi IgE spesifik reseptor IgE (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag dan platelet) Mediator inflamasi (Histamin, prostaglandin, leukotrien) Respon awal (vasodilatasi, spasme otot polos) Interaksi dengan pada limposit B dengan limposit T spesifik alergen akan menyebabkan limposit B memproduksi IgE spesifik alergen, pajanan ulang oleh alergen yang sama akan meningkatkan produksi IgE spesifik, bila alergen berikatan dengan sel yang mempunyai reseptor IgE, maka sel tersebut akan teraktivasi dan berdegranulasi mengeluarkan mediator inflamasi. 2. Mekanisme limposit T non IgE Limposit T teraktivasi (TH2)

IL-13 IgE

IL-4,IL-9 sel mast

IL-4 basofil

IL-3,IL-5,GMCSF eosinofil

Protein toksik yang merusak epitel saluran napas

Hiperesponsivitas saluran napas (AHR) 11

6) Obat yang berperan pada asma 1. agen adinergik beta ( metaproterenol ,pirkuterd ,albuterd) efeknya melepaskan otot polos saluran pernafasan dengan meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraktil yang lebih kecil .pengobatan dengan obat adrenergic beta bentuk sirup dan salmeterol berguna untuk anak anak 2. atropine dan agen anti kolinergik sebagai relaksan otot bronchial 3. teofilin merupakan fungsi obat anti asma funsional bagi pasien tertentu ,agen metilxantin guna untuk meningkatkanbronkodilatasi dengan cara menghambat fosfodiesterase otot jalan nafas yang meningkatkan tingkat siklus adeneosin monofosfat (CAMP) 4. Kortikosteroid sebagai anti inflamasi untuk menekan asma.

7) Efek mediator inflamasi pada asma dan pengaruhnya pada saluran napas a) Histamin Berasal dari sintesis histidin dalam apparatus golgi di sel mast dan basofil, mempengaruhi saluran napas melalui 3 jenis reseptor: a. Rangsangan reseptor H1, menyebababkan bronkokonstrinksi,aktivasi refleks sensorik dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta epitel b. Rangsangan reseptor H2, meningkatkan sekresi mukus glikoprotein c. Rangasangan reseptor H3, merangsang saraf sensorikdan kolinergik serta menghambat reseptor yang menyebabkan sekresi histamin dari sel mast

b) Prostaglandin PGD2 dan PGF2 merupakan bronkokonstriktor poten, PGE2 menyebabkan bronkodilatasi pada subyek normal invivo, menyebabkan bronkokonstriksi lemah pada penderita asma dengan merangsang saraf eferen saluran napas, prostaglandin menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas dengan mengaktifkan reseptor tromboksan-prostaglandin. c) Leukotrien Berasal dari jalur s.lipooksigenasi metabolisme asam arakhidonat Menyebabkan kontraksi otot polos melalui mekanisme nonhistamin Edema jaringan, migrasi eosinofil

12

Merangsang sekresi saluran napas Merangsang ploriferasi dan perpindahan sel pada otot polos Meningkatkan permeabilitas mikrovaskular saluran napas

d) Platelet Activating Factor (PAF) Dibentuk melalui aktivasifosfolipase A2 pada membran fosfolipid dapat

dihasilkan oleh makrofag, eosinofil dan neutrofil, penyempitan saluran napas invivo merupakan akibat sekunder edema saluran napas karena kebocoran mikrovaskular yang disebabkan rangsanagn PAF juga dapat merangsang akumulasi eosinofil, meningkatkan adesi eosinofil pada permukaan sel endotel, merangsang eosinofil agar melepaskan MBP dan meningkatkan ekskresi reseptor IgE terhadap eosinofil dan monosit.

e) Sitokin Berperan utama dalam inflamasi kronik Dihasilkan oleh limposit T, makrofag, sel mast, basofil, sel epitel dan sel inflamasi Sitokon IL-3 mempertahankan sel mast dan eosinofil pada sal napas Sitokin IL-5 dan GMCSF mengumpulkan sel eosinofil IL-4 dan IL-3 merangsang limposit B membentuk IgE

8) Fisiologi pengaturan pernapasan oleh medulla oblongata dan pons Pengaturan saraf

13

Pusat pernapasan terdiri dari beberapa kelompok neuron yang terletak bilateral dimedula oblongatadan pons pada batang otak.daera ini dibagi menjadi tiga kelompok neuro utama yaitu: Kelompok pernapasan dorsal, terletak dibagian dorsal medula yang terutama menyebabkan inspirasi Kelompok pernapasan ventralterletak diventrolateral medula yang terutama menyebabkan ekspirasi Pusat pneumotaksis terletak disebelah dorsal bagian superior pons yang terutama mengatur kecepatan dan kedalaman nafas. Sumber: Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

Pengaturan kimiawi

Kelebihan CO2 atau ion hidrogen dalam darah terutama bekerja langsung pada pusat pernapasan itu sendiri menyebabkan kekuatan sinyal motorik inspirasi dan ekspirasi ke otot-otot pernapasan sangat meningkat. Oksigen sabaliknya tidak mempunyai efek langsung yang bermakna terhadap pusat pernapasan diotakdalam pengaturan pernapasan. Oksigen hampir bekerja seluruhnya pada kemoreseptor perifer yang terletak dibadan karotis dan aorta dan kemudian mentransmisikan sinyal saraf yang sesuai kepusat pernapasan untuk mengatur pernapasan. Area kemosensitif terletak bilateral hanya 0,2 milimeter dibawah permukaan ventral medula. Area ini sangat sensitif terhadap perubahan PCO2 14

atau konsentrasi ion hidrogen dalam darah dan kemudian merangsang bagian lain pada pusat pernapasan.

Kemoreseptor periferpenting untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun reseptor inijuga sedikit berespon terhadap perubahan konsentrasi CO2 dan ion hidrogen. Sebagian kemoreseptor terletak dibadan karotis dan sedikit dibadan aorta. Badan karotis terletak bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferen berjalan melalui nerfus hering ke nevus glosofaringeus dan kemudian kearea pernapasan dorsal dimedula. Badan aorta terletak disepanjang arkus aorta. Serabut saraf aferennya beralan melalui nervus vagus juga kearea pernapasan dorsal medula. Sumber: Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

9) Fisiologi pengaturan pernapasan di ketinggian dan di kedalaman Pengaruh pada ketinggian. Tekanan atmosfer secara progresif berkurang seiring dengan peningkatan ketinggian. Orang yang secara cepat naik keketinggian 3.000 meter atau lebih akan mengalami gejala acut mountain sicknes akibat hipoksia hipoksik dan alkalosis yang di induksi oleh hipokapnia. Respon kompensasi akut berupa peningkatan ventilasi. Beberapa efek akut penting dari hipoksia pada orang yang belum teraklimatisasi saat menghirup udara siasa mulai dari ketinggian 12.000 kaki yaitu mengantuk, malas, kelelahan mental dan otot, sakit kepala, mual, euforia. Semua efek ini berkembang menjadi kejang diatas ketinggian 18.000 kaki dan diatas 23.000 kaki menyebabkan koma dan

15

kematian. Biasanya oarang yang baru berada diketinggian mulai melakukan penyesuaian setelah 4 hari. Prinsip utama yang terjadinya aklimatisasi yaitu: Peningkatan fentilasi paru yang cukup besar Peningkatan jumlah sel darah merah Peningkatan kapasitas difusi paru Peningkatan faskularisasi jaringan perifer Peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan O2 sekalipun tekanan O2 rendah Sumber: Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC Pengaruh kedalaman Ketika sesorang penyelam menyelam kedalam laut, tubuh berpindah ketekanan yang lebih besar dari pada tekanan atmosfer, gas nitrogen, oksigen, karbondioksida dan masing-masing gas dapat mneyebabkan efek fisiologis yang serius pada tekanan yang tinggi Narkosis nitrogen. Ciri-cirinya mirip dengan keracunan olkohol akibat kedalaman yang ditimbulkan oleh gas anestesi, nitrogen larut dalam substansi lemak dimembran saraf, dan karena efek fisik nitrogen dalam merubah aliran ion yang melewati membran akan menurunkan rangsangan saraf. Keracunan oksigen. Molekul oksigen mempunyai kemampuan yang sangat rendah dalam mengoksidasi senyawa-senyawa kimia lain bahkan molekul ini harus diubah dahulu menjadi bentuk oksigen aktif dan disebut sebagai radikal bebas pada tekanan tinggi, jumlah radikal bebas pengoksidasi akan melampaui kemampuan sistem enzim yang berfungsi menghilangkan radikal bebas tersebut, sehingga menimbulkan kerusakan hebat bahkan kematian. Salah satu efeknya adalah mengoksidasi asam lemak tidak jenuh ganda yang merupakan komponen utama berbagai membran sel. Jaringan saraf terutama sangat rentan karena kandungan lemak yang tinggi. Sebagian besar efek akut yang mematikan dari keracunan oksigen disebabkan oleh gangguan fungsi otak

16

Keracunan karbondioksida. Bila tekanan CO2 alveolus lebih dari 80 mmHg , keadaan tidak dapat diimbangi lagi dan pusat pernapasan pada akhirnya bukan terangsang tetapi malah tertekan karena efek negatif metabolik jaringan akibat PCO2 yang tinggi. Kemudian menjadi gagal nafas dibandingkan melakukan kompensasi. Selain itu penyelam juga mengalami asidosis respiratorik hebat diseratai berbagai tingkatan letargi, narkosis dan bahkan terjadi anestesi.

Dekompresi. Bila seorang penyelam telah lama berada dalam laut sehingga sejumlah besar nitrogen terlarut dalam tubuh dan jika kemudian ia tiba-tiba naik kepermukaan laut, dapat timbul sejumlah gelembung nitrogen yang sangat signifikan dalam cairan tubuhnya baik didalam maupun diluar sel dan dapat menimbulkan kerusakan hampir setiap tempat dalam tubuh. Hal ini disebut sebagai penyakit dekompresi dengan gejala nyeri pada sendi dan otot-otot lengan dan tungkai.

Sumber: Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

10) Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin Kurva disosiasi

Darah yang Meninggalkan paru-paru dan memasuki arteri sistemik biasanya mempunyai PO2 sekitar 95 mmHg. Dapat dilihat dikurfa bahwa saturasi oksigen pada darah arteri sistemik normalnya kira-kira 97 7. Sebaliknya pada keadaan normal tekanan O2 darah vena yang kembali dari jaringan perifer kira-kira 40 mmHg dan saturasi hemoglobin kira-kira 75%.

17

Selama kerja berat sel-sel otot memakai oksigen dengan sangat cepat yang pada keadaan ekstrim dapat menyebabkan tekanan oksigen cairan interstisial otot turun dari nilai normal 40 mmHg menjadi 15 mmHg. Pada tekanan yang rendah ini hanya 4,4 mililiter oksigen yang tetap beirkatan dengan hemoglobin dalam setiap 100 mmHg. Faktor-faktor yang menggeser kurva disosiasi oksigen hemoglobin

Bila darah menjadi sedikit asam, dengan penurunan PH dari nilai normal 7,4 menjadi 7,2 pergeseran kurva disosiasi rata-rata 15 % kekanan. Sebaliknya 18

peningkatan Ph normal dari 7,4 menjadi 7,6 akan menggeser kurfa kekiri. Selain ph faktor lain yang menyebabkan pergeseran kurva kekanan ialah: Peningkatan konsentrasi karbondioksida Peningkatan suhu darah Peningkatan 2,3 difosfogliserat (DPG)

Sumber: Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa Asthma Bronkhiale merupakan merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom). Dapat dibedakan karakteristiknya berdasarkan perbedaan secara etiologi yaitu asthma alergi instrinsik ( reaksi hipersensitif 1 yang diperentarai oleh IgE) dan asthma instrinsik / nonalergi (oleh adrenergic yang tidak nomal akibat factor genetic dan stres). Gejalanya dapat diketahui dengan adanya suara mengik (wheezing) pada saat ekspirasi.

20

DAFTAR PUSTAKA Ethel Sloane.2004.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta : EGC Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC Mycek, Mary J.2001.Farmakologi.Ed 2.Jakarta:Widya Medika Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2004.Asma. Jakarta: FK UI Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW.2005. Patofisiologi .Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. Ed.2. Jakarta: EGC, 2001

21

Anda mungkin juga menyukai