Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health
Organization (WHO) Report 2005 dalam Global Tuberculosis Control menyatakan terdapat 22
negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat
ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TBC di dunia.
Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru meningkat di seluruh
dunia, TBC masih merupakan salah satu masalah penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian baik di negara berkembang maupun di negara maju. Demikian juga pada anak, TBC
masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan pada anak. Meskipun jumlah
pastinya tidak diketahui, WHO memperkirakan 1 juta kasus baru dan 400.000 anak meninggal
setiap tahunnya karena TBC. TBC anak merupakan faktor penting dinegara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi.
Seperti halnya dinegara-negara lain, besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih
relatif sulit diperkirakan karena beberapa hal. Salah satu masalah terbesar adalah sulitnya
mendapatkan diagnosis pasti melalui tes sputum karena anak-anak biasanya belum dapat
mengeluarkan sputum. Masalah lain antara lain belum adanya panduan diagnosis yang jelas,
sistem kesehatan dan surveilans yang belum bisa mendapatkan data mengenai TBC pada anak,
persepsi bahwa anak-anak tidak menularkan TBC, dan belum adanya panduan penanganan dan
dosis obat yang baku untuk anak-anak.
Obat-obat anti tuberkulosis yang ada pada umumnya cukup poten bagi anak. Selain
masalah peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas hidup,
problem yang sering dihadapi dalam terapi TB ialah kurangnya kepatuhan minum obat. Sebagai
salah satu akibatnya timbul keadaan resisten terhadap OAT. Pelaksanaan DOTS dengan baik
akan dapat menanggulangi masalah tersebut.




2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan TB paru. Tetapi
kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih
berbahaya dari TB paru. Bila kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan
menyebabkan meningitis TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti
ginjal, jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau TB
ekstrapulmoner.
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita oleh anak <15 tahun.
Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki kontak yang signifikan dengan orang
dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks
negatif. Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis
dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid
sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat granuloma atau
kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang
positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung
serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan
menderita tuberkulosis.
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB
setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan
populasi yang cepat.
Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan
mortalitas di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sebagian besar

3

kasus baru TB pada tahun 2005 terjadi di daerah asia tenggara, yang bertanggung jawab atas
34% dari insidens secara global.
Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1,7 juta kematian karena TB pada
tahun 2006. Perkiraan insidensinya adalah 9,2 juta kasus baru TB pada tahun 2006. Diperkirakan
1,7 juta orang (25/100.000) meninggal karena TB pada tahun 2006, termasuk mereka yang juga
terkena infeksi HIV (200.000). Sekitar 8 -20 % kematian akibat TB terjadi pada anak.

Gambar 1. Insidens TB di Dunia (WHO, 2004)


India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi
di 22 negara dengan beban berat TB: Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina
(lihat gambar 2).
Gambar 2. Posisi TB Indonesia di Dunia (2006)

4



Laporan mengenai TB anak jarang didapat. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per
tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-
negara berkembang karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
populasi. Lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 anak akan meninggal setiap
tahunnya karena TB.
Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit (RS) Pusat Pendidikan di
Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang
bervariasi dari 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk
bayi < 12 bulan didapatkan 16,5%.
Peningkatan jumlah kasus saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1)
diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk, (6) mengobati
sendiri (self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang
memadai.
2.2.1 Morbiditas dan Mortalitas.

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak
per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara berkembang, tuberkulosis
pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju,
angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.

5

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
1. Diagnosis yang tidak tepat
2. Pengobatan yang tidak adekuat
3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat
4. Infeksi endemik virus HIV
5. Migrasi penduduk
6. Pengobatan sendiri
7. Meningkatnya kemiskinan
8. Pelayanan kesehatan kurang memadai
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah populasi.
Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah
583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian anak dan dewasa.
Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas
termasuk di Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis di
berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi overdiagnosos
atau underdiagnosis.
. 2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif
Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M. Tuberkulosis,
dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens infeksi dapat di
ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode konversi. ARTI
merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit TB (burden
of tuberculosis).
2.2.3 Faktor resiko.


6

Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit
( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak
dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB pada anak yang
terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi dari seorang
ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi
tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (
droplet nuclei ) yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke
anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang
positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer,
batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik.
Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit
TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia.






7

Tabel 1. Resiko sakit tuberculosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Faktor resiko

Umur saat infeksi
Primer (tahun)
Tidak sakit TB paru TB diseminata
(milier,meningitis)
<1
1-2
2-5
5-1
>10
50%
75-80%
95%
98%
80-90%
30-40%
10-20%
5%
2%
10-20%
10-20%
2-5%
0,5%
<0,5
<0,5%

Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ, pengobatan
immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak kalah
penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,
kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.3 Etiologi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung,
gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 m.
Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai
atau media biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari
spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu dan uji

8

kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-
3 minggu pada medium cairan selektif.
2.4 Patogenesis.

Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu
yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12
minggu, biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB
primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap
TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,
yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
kedalam alveoli akan segera dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated
immunity, CMI ).

9

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak
menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal paru melalui mekanisme ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis
kelenjar yang mengalami inflamsi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju
dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gangguan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat
juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai berbagai
organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di
apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut

10

dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks
paru saat dewasa.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama) biasanya
sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik
adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak mengalami
resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi TB
pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal
terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga
2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.














11

Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga dari
studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ.
3


Gambar 3.2. Kalender perjalanan penyakit TB primer
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada
tahap ini.
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan
pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura terjadi dalam
3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama,
walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih
lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi
pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi pada
tahun pertama setelah diagnosis TB.

12

2.5 Diagnosis.

Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari pasien
misalnya sputum, bilasan lambung, biopsy, cairan serebrospinal, cairan pleura, tetapi pada anak
hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas
gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan pada
foto rontgen dada. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu;
Sedikitnya jumlah kuman(paucibacillary)
Jumlah kuman TB di secret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena
lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer, juga tingkat kerusakkan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman
BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam
1 ml dahak

Sulitnya pengambilan sputum
Pada anak walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga
diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus
dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopik adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau
kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terdapat keadaan atau tanda-
tanda yang mencurigakan.
Pada seorang anak harus dicurigai adanya TB kalau:
a. Kontak erat(serumah) dengan penderita TB dengan sputum BTA (+)
b. Terdapat reaksi kemerahan setelah penyuntikkan BCG dalam 3-7 hari
c. Terdapat gejala umum TB




13

2.5.1 Manifestasi klinik.

Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara keduanya.
Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan factor penjamu
bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamupada awal
terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan gejala walaupun sudah
tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks. Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu
manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/local.
Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi wallgreen
dan peniliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai organ. Proses
infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif dalam 4-8
minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat
dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang
di jumpai pada anak. Sakit TB dapat terjadi kapan saja dalam tahap ini.TB millier dapat
terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun
kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian.
Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun petama, terutama pada 1
tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah
diagnosis TB.












14

Gambar 4. Timetable munurut wallgreen
A minority of children
experience :
1. Febrile illness
2. Erythema Nodosum
3. Phlyctenular Conjunctivitis
Complications of focus
1. Effusion
2. Cavitation
3. Coin shadow
Complications of nodes
1. Extension to bronchus
2. Consolidation
3. Hyperinflation
MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most after 5 years
1 2
3 4 5 6
BONE LESION
Most within
3 years
24 months
Resistance reduced :
1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough
streptococcal infections
4. Steroid therapy
infection
BRONCHIAL EROSION
Most children
become tuberculin
sensitive
12 months
DIMINISHING RISK
But still possible
90% in first 2 years
GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS
Development
Of Complex
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset
PRIMARY COMPLEX
Progressive Healing
Most cases
Uncommon under 5 years of age
25% of cases within 3 months
75% of cases within 6 months
3-9 months
Incidence decreases
As age increased


- Manifestasi sistemik.
Adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat di sebabkan
berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar anak yang terkena TB tidam
menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan kuman TB yang
lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung lambat dan perlahan.
Salah satu gejala yang sering teerjadi adalah demam.
- Manifestasi spesifik organ/local
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena , misalnya kelenjar
limfe, susnan saraf pusat, tulang dan kulit.
TB tulang dan sendi
- Tulang punggung (spondilitis): gibbus
- Tulang panggul (koksitis):pincang
- Tulang lutut:pincang
- Tulang kaki dan tangan dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus, pincang,
sulit membungkuk.

15

TB otak dan susunan saraf pusat :
- Menigitis.Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
TB paru
- Tidak khas
- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa
- Tanda cairan di dada
- Dada sakit
TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare
- Benjolan-benjolan dalam abdomen
- Tanda cairan di abdomen
TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)
TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah, diare,
biru, sesak napas dll.
2.5.2 pemeriksaan penunjang.

Uji tuberkulin
Nilai diagnostik tinggi, sensitivitas dan spesifisitas >90%
- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan bawah.
- Pembacaan 48-72 jam setelah pnyuntikkan
- Diukur Indurasi yang timbul, bukan hiperemi
- Dilaporkan dalam millimeter. Bila tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya
dilaporkan 0 mm, jangan negative
- Interpretasi :
Diameter 0-4 mmuji tuberkulin negative
Diameter 5-9 mmpositif meragukan (k/M.atipik dan BCG, atau memang

16

infeksi TBC)
Diameter 10 mmpositif
Gambar 5. Uji tuberkulin (Mantoux tes)

Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin
karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah. Bila ukuran 15 mm, lebih mungkin
karena infeksi TB alamiah.
Uji tuberkulin positif pada:
1.Infeksi alamiah TB
infeksi TB tanpa sakit
Infeksi TB dan sakit TB
Pasca terapi TB
2.Imunisasi BCG
3.Infeksi M.atipik/M.leprae
Uji tuberkulin negatif pada:
1.Tidak ada infeksi TB
2.Masa inkubasi infeksi TB

17

3.Anergi/penekanan sistem imun
Tabel 2. Klasifikasi indivindu berdasarkan status tuberkulosis
kelas Pajanan
(kontak dengan
Pasien tb aktif)
Infeksi
(uji tuberculin
positif)
Sakit
(uji tuberculin, klinis
dan penunjang
positif)
0
1
2
3
-
+
+
+
-
-
+
+
-
-
-
+

Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin mantoux
Positif palsu
Penyuntikan salah
Interpretasi tidak betul
Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik
Negatif palsu
Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Interpretasi tidak beul
Menderita tuberkulosis luas dan berat
Disertai infeksi virus ( campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
Demam
Malnutrisi
Sarkoidosis
Psoriasis
uremia
kekurangan komplemen

18


Radiologis
-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas
-Rontgen paru normal (tidak terdeteksi)tidak menyingkirkan diagnosis TB jika klinis
dan pemeriksaan penunjang lain mendukung
-Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis tubekulosis
Secara umum gambaran rontgen sugestif TB:(sebaiknya PA dan lateral)
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate
Konsolidasi segmental/lobar
milier
kalsifikasi,atelektasis,kavitas
Efusi pleura
Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat, harus dicurigai
TB.
Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah pelaksanaanya
yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain itu pada awalnya
dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi dan sakit
TB. Namun sampai saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat
memenuhi harapan itu. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB,
mycobat, ICT dan lain-lain. Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk
pemakaian klinis praktis.

Patologi anatomik
1. Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah granuloma.
2. Sel datia langhans

19

3. Spesimen: limfadenopati kolli, dengan biopsy aspirasi jarum halus/FNAB.Namun
sulit dibedakan dengan infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG (nelson edisi 15)

Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin
dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman tuberculosis pada
pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari 2
macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan
asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberkulosis.
2.6 Penegakan diagnosis.

Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun penunjang selain
pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB perlu analisis kritis terhadap
sebanyak mungkin fakta. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis,
pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan
radiologis. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat
pedoman diagnosis TB dengan sistem skoring dan alur diagnostik.Misalnya pedoman yang
dibuat oleh WHO,Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.
Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto rontgen,
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran, serta tanda
kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan bila
dijumpai gibbus dan koksitis, pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi
anak.Tatalaksana yang lebih lengkap pada keadaan-keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada
Bab Tuberkulosis dengan keadaan khusus.
Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan sebagai uji
tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilasan lambung
(BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologik anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal,CT-scan,
funduskopi, serta foto Rontgen tulang dan sendi.


20

Tabel 4. Sistem nilai diagnosis TB anak

Sistem skoring :
Penurunan BB merupakan gejala umum yg sering ditemui, yg disebut penurunan
BB adalah apabila terjadi penurunan 2 bulan berturut-turut. Demam lama: >/= 2 minggu,
tanpa sebab yang jelas.
2.7 Tata laksana.

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan antara
pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan sekitarnya. Pemberian medikamentosa
tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada orang tua penderita
tentang pentingnya minum obat secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, serta
pengawasan terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di minum, dsb.
Medikamentosa
Obat TB yang digunakan
Obat TB utama ( first line) saat ini adalah rifampisisn, INH, pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisisn,
sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kpriomisisn, yang digunakan jika terjdi
multridrug resistance (MDR). Rifampisisn dan INH merupakan obat pilihan utama
dan di tambah dengan pirazinamid. Etambutol dan streptomisin.
Sistem nilai diagnosis TB anak
Penemuan Nilai
BTA (+) / biakan M.tb (+) +3
Granuloma TB (PA) +3
Uji tuberkulin 10 mm atau lebih +3
Gambaran rontgen sugestif TB +2
Pemeriksaan fisis sugestif TB +2
Uji tuberkulin 5-9 mm +2
Konvensi uji tuberkulin dari (-) ke (+) +2
Gambaran rontgen tidak spesifik +1
Pemeriksaan fisis sesuai TB +1
Granuloma non spesifik +1
Umur < 2 tahun +1
BCG dalam 2 tahun terakhir -1
Jumlah nilai : 1 2 sangat tidak mungkin TB
3 4 mungkin TB perlu pemeriksaan lebih lanjut
5 6 sangat mungkin TB
> 7 praktis pasti TB

21

Isoniozid (INH)
- Bakterisid dan bakterostatik
- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman
- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI
- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila diberikan
bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari
- Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak dilanjutkan bila kadar
SGOT/SGPT > 3x normal atau manifestasi klinis hepatitis(kuning, mual,
muntah, sakit perut)
- INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.
Pirazunamid
- Bakterisid intrasel pada suasana asam
- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh
- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna
- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari
Etambutol
- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata
- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan
penglihatan
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain
- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal
Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau netral
- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat
- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang
- Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil

Tabel 5. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya


22

Nama obat Dosis harian
(mg)kg)hr)
Dosis maksimal
(mg)kg)hr)
Efek samping
Isoniazid


Rifampisin







Pirazinamid



Etambutol





steptomicin
5-15


10-20







15-30



15-20






15-40

300


600







2000



1250






1000
Hepatitis,neuritis
perifer,hipersensiti
fitas.

Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopeni,
peningkatan
enzim hati, cairan
tubuh berwarna
merah oranye
kemerahan.

Toksisitas hepar,
atralgia,
gastrointestinal.

Neuritis optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah
hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.

Ototoksik,
nfrotoksik.

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.
** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu
bioavaibilitas rifampisin
Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :
- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ
- Fase lanjutan;RH

23

- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB tulang
dan lain-lain:
Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)
Fase lanjutan; RH selama 10 bulan
- Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 2-4 mgg.

Fixed Dose Combination (FDC)
Untuk megatasi masalah ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat maka dibuat
suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan adalah sebagai berikut :
Meyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep
Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien
Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan tepat
Mempermudah pengelolaan obat
Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB
Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan
Pengawasan minum obat menjadi lebih mudah dan cepat
Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.
Tabel 6. Dosis kombinasi TB pada anak






Catatan
Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 7 (perhatikan dosis maksimal)
Bila BB < 5 kg sebaikny di rujuk ke RS
Obat harus diberikan secara utuh.
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150 mg)
4 bulan
RH (75/50 mg)
5-9

10-19

20-32

1 tablet

2 tablet

4 tablet
1 tablet

2 tablet

4 tablet

24

Evaluasi Hasil Pengobatan
- Dilakukan setelah 2 bulan
- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan
- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus sambil
merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen paru anak
Evaluasi Efek samping pengobatan
- Efek samping jarang terjadi bial dosis INH tidak > 10 mg/kg/hari dan rifampisin
tidak > 15 mg/kg/hari
- Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT 5X normal
- Bilirubin total > 1,5 mg/dl
- Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus, nausea, muntah
- Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop
Cek ulang setelah 1 minggu penghentian
OAT Nilai laboratorium normal
Multi-Drug Resistant (MDR-TB)
- MDR-TB:M.tbc yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya INH dan
Rifampisin
- Penyebab:
Pemakaian obat tunggal
Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar
Kurangnya kepatuhan minum obat
Non-medikamentosa.

Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan minum
obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah
pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan
pengobatan.Lingkungan social dan pengertian yang kurang mengenai tuberculosis dari
pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.

25

Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam paduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan
pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan
pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung.
Gambar 6. Strategi DOTS
DOTS
Directly Observed Treatment Shortcourse
5 komponen strategi DOTS menurut WHO:
1. Komitmen politis pengambil keputusan, termasuk dana
2. Diagnosis TB dg pemeriksaan dahak scr mikroskopis*
3. Pengobatan dg OAT jangkapendej dg pengawasan langsung
PMO (pengawas minum obat)
4. Kesinambungan penyediaan OAT dg mutu terjamin
5. Pencatatan pelaporan baku utk mempermudah pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB
* pada anak dg skoring (DOTS modifikasi)

Sumber penularan dan case finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah orang
dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak
tersebut.Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum.Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan
cara uji tuberculin.
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis. Pelacakkan
tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberculin.

26

Aspek Sosial Ekonomi
Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB
secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan penanganan
gizi yang baik.
Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang
tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak
tidak ditularkan pada anak yang lain.
Pencegahan
1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar
0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan
.Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin
lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin
yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan
infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan spondilitis TB pada
anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang dan
sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas
perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman, jarang ada efek samping serius, yang
sering ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi pemberian imunisasi
BCG:defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar
2.Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada
anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10
mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama
dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).

27

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis normal.Anak yang
mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan
pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia
remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan.
2.8 Tata laksana dengan keadaan khusus.

Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan pada TB
anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.
2.8.1. Tuberculosis milier
Tyberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-
7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi ( dapat mencapai 255
pada bayi). Terjadinya TB miier dipengangurhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M TB
(jumlah dan virulensi), status imunologis penderta(nonspesifik dan spesifik) dan faktor
lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara,
merokok dan penggunaan alcohol, obat bius serta sosio ekonomi).
TB milier diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang hilang timbul,
pasien tampak sakit berta dalam beberapa hari, tetapi tanda dan gejala dari saluran
pernafasan belum ada. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus
menerus tanpa di serati gangguan saluran pernafasa. Beberapa minggu kemudian pada
hamper di semua organ akan terbentuk tuberkel difus multiple, terutama di paru, limpa
harti dan sumsum tulang.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan
pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisisn selam 2 bulan pertama, dilnjutkan
dengan iosniazid selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan kloinis.
Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier , meningitis TB, perikarditis
TB, efusi pleura dan peritonitis TB. Prednisone diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg BB/

28

hari selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu
kemudian.
2.8.2. Tuberculosis ekstarapulmonal
1. Tuberculosis kelenjar
Infeksi tuberculosis pada kelenjar limfe superfisialis yang di sebut dengan
scrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal yang sering terjadi .Gejala dan tanda
sistemik yang muncul biasanya hanya demam yang tidak terlalu tinggi. Tes tuberculin
kulit biasanya menunjukan hasil yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenitis TB adalah dengan obat antituberkulosis 3 macam
(rifampisisn, INH, pirazinamid). INH, rifampisisn dan pirazinamid di berikan selam 2
bulan pertama, sedangkan rifamposisn dan INH dilanjutkan sampai 6 bulan pertama.
Selainn itu penanganan supoerif seperti perbaikan gizi perlu diperhatikan.
2. Tuberculosis pleura
Efusi pleura adalah penumpikan abnormal cairan dalam rongga pleura. Salah satu
etiologi yang perlu di pikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura adalah tuberculosis.
Bermanifestasi sebagai demam akut diserati batuk nonproduktif (94%) dan nyeri
dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan berat badan dan malaise
dapat dijumpai demikian juga dengan menggigil
Penatalaksanaan
Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi baik,
suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6 minggu.
Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan cairan serta
mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko penggunaannya belum
diketahui pasti.
3. Tuberculosis tulang/sendi
Tuberculosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi tuberculosis
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Manifestasi klinis yang tarjadi tidak
khas dan biasanya lambat sehingga lambat untuk didiagnosis sudah dalam keadaan

29

lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat dijumpai gejala spesifik
berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Tidak jarang hanya
gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..
Penatalaksanaan
Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis rifampisisn,
INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12 bulan,
sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain
medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.
4. Tuberkulosa sistem saraf pusat.
Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk; meningitis,
tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB dapat dibagi
menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise,
sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Fase
meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis yang lebih nyata seperti
meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan nyata kelainan saraf kranialis
dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan fase percepatan penyakit, gejala
kebingungan berlanjut ke stupor dan koma, kejang, dan hemiparesis.
Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif dengan 4
obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan dengan 2 obat,
INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis kloinis mendukung penggunaan
stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuntivitus. Steroid yang dipakao prednoson
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu penurunan
dosis bertahap (tapering off).
5. Tuberculosis kulit
Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer atau
inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah satunya
adalash limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara klinis
skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB dui kulit

30

yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran
perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB
Penatalaksanaan
Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru pada
anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan pirazinamid. Lama
pemberian OAT pada skrofuloderma berbeda dengan TB paru yaitu pemberian
rifampisisn dan INH selama 6 bulan sedangkan pirazinamid tetap 2 bulan. Untuk
tatalkasana local/topical tidak ada yang khusus, cukup dengan kompres atau hygiene
yang baik
6. Tuberkulosa mata
Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut
konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea yang
ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten pada
daerah limbus.
Manifestasi klinisKF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, dan fotofobia serta dapat
mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah berupa nodus kecil berwarna
putih/merah muda pada konjungtiva disertai hiperemis di sekitarnya.
Penatalaksaan
Tatalaksana KF tidak terlepas dari tatalaksana TB pada anak secara
keseluruhananya yaitu pemberian obat anti tuberculosis yaitu rifampisin, INH, dan
pirazinamid. Dosis dan lama pemberian obat sama dengan pengobatan TB paru,
pemberian kortikosteroid topical mempinyai efek yang baik.tindakan keratoplasti
dilakukan apabila telah terjadi komplikasi parut pada kornea.

2.8.3. Tuberculosis perinatal
infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama proses
kelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif. Manifestasi
klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada minggu ke-2-3
kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis neonatal sehingga sering
terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis.. gejala yang sering timbul adalah distress
pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang dapat ditemukan antara

31

lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi, dan kejang. Bias didapatkan
abortus/kematian bayi.
penatalaksanaan
Tatalksana TB pada neonatus mempunyai cirri tersendiri yaitu melibatkan beberapa
aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana dengan baik untuk
menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari sumber lain dalam
lingkunganya serta memperbaiki kondisi lingkungan. Tatalksana pada bayi adlah dengan
membeerikan obat OAT berupa rifampisisn dan INH selama 9-12 bulan,sedangkan
pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu kuatir akan kelebihan
dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sanagat kecil.
2.8.4. Tuberculosis dengan HIV
Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB serta
masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal, serta-multi
drugs resistance
HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tata laksana TB
pada anak menjadi lebih sulit karena faktor-faktor berikut:
beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB banyak
mempunyai kemiripan gejala.
Intrepertasi uji tuberculin kurang dapat di percaya.anak yang menderita
imunikopromais mungkin menunjukan hasil yang negative meskipun
sebernanya telah terinfeksi TB.
Anak yang kontak dengan orang tua pengidap HIV dengan sputum BTA
positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal iini
terjadi, dapat terjadi kesulitan dalam piata laksanaan dan
mempertahankan kepatuhan pengobatan.
penatalaksanaan
Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.
Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat, misalnya
rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan pemberian
rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan. Obat keempat yaitu
etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika terdapat resistensi.

32

Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang akan mrndapatkan
pengobatan antiretroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan memperhatikan interaksi
antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB dan antiretroviral dapat
menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak efektif, serta bertambahnya
resiko toksisitas.
2.9 Tata laksana tuberculosis pada sarana terbatas.

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahewa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan
karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh
beberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah membuat consensus Nasional Diagnosis dan
Tatalaksana TB pada aanak yang telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen
Kesehatan menjadi prigram pemberrantasan TB secara nasional.
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak.
Umumnya penderita TB anak mempunyai berat badan dibawah garis merah atau bahkan gizi
buruk. Dengan alas an tesebut, kriteria penurunan berat badanmenjadi lebih penting. Yang
dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan
berturut-turut.
Table 7. system scoring diagnosis tuberkolis anak di sarana kesehatan terbatas
parameter 0 1 2 3
Kontak TB Ttidak jelas
(-) atau tidak tahu
Kavitas (+)
BTA tidak
jelas

Uji tuberkulin


Berat
badan/keadaan
gizi


Klinis gizi
buruk
(BB/U<60
)

Demam tanpa
sebab jelas

>2 minggu
Batuk

>3 minggu

33

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
mka dilakukan pembobotan dengan system scoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau
sama dengan 6 (>6), harus di tatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberculosis).











Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksilla,
inguinal

>1cm, jumlah >1,
Tidak nyeri

Pembengkaka
n tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Ada pembengkakan

Foto rontgen
thoraks
Normal/tida
k jelas

Pembesaran
kelenjar
Konsolidasi
segmental/loba
atelektasis
Kalsifikasi +
infiltrate
Pembesaran
kelenjar +
infiltrat


34

BAB III
KESIMPULAN


Masalah TB pada ank adalah masalah diagnosis karena belum adanya prosedur
diagnostic yang menjadi true gold standart. Hal ini juga akan berdampak juga dalam terapi, yaitu
dalam menentukan kriteria sembuh atau penghentian terapi. Kekeliruan, kesalahan,
ketidaktepatan yang lazim terjadi pada TB anak, dapat ditemukan dalam diagnosis dan terapi.
Pada diagnosis yaitu terhadap gejala kliis dan pemeriksaan penunjang, sedangkan pada terapi
yaitu regimen dan evaluasi terapi. Selayaknya kita harus menelaah secara kritis terhadap hal-hal
tersebut, sehingga pifak pada TB anak dapat kita hilangkan atau paling tidak diminimalkan













35

DAFTAR PUSTAKA


1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.
2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2011.
3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
4. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2002. Diakses tanggal 25 des 2011. Di kutip dari :
www.slideshare.net/mbagiansah
5. Rahajoe N.N : Program Nasional TB anak, Artikel, Buletin IDAI No.08 Th XVII,
September 1998

Anda mungkin juga menyukai