Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu kondisi medis di mana bagian
lunak dari diskus intervertebralis, yang disebut nukleus pulposus,terdorong melalui bagian
diskus yang lemah sehingga mendesak canalis vertebralis dan menyebabkan iritasi radiks
saraf dan nyeri. Penonjolan nukleus pulposus dapat terjadi ke segala arah, namun yang
paling sering ke arah posterolateral ataupun posterosentral.1,2
HNP dapat terjadi pada seluruh discus intervertebralis, namun paling sering
ditemukan pada vertebra lumbalis, karena merupakan bagian yang paling berat menyangga
tubuh. Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sekitar 95 % kasus HNP lumbalis
mengenai diskus intervertebralis L5 S1(45-50%) dan L4 L5 (40-45%) . Kemudian
diikuti oleh L3 L4 (<10%), L2-L3, dan sangat jarang pada L1 L2.3,4
HNP dapat terjadi pada pria dan wanita dewasa, namun lebih sering terjadi pada lakilaki, dengan insiden puncak pada dekade keempat dan kelima. Prevalensinya berkisar
antara 1-2% dari populasi. 5
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab dari nyeri
punggung bawah (NPB) atau low back pain (LBP) yang penting.3HNP lumbal
menyebabkan sindroma cauda equina sebesar 1-15% kasus. Dimana 70% kasus HNP
sebagai penyebab sindroma equina terjadi pada orang dengan riwayat nyeri punggung
bawah kronis dan 30% mengalami sindroma equina sebagai gejala pertama HNP lumbal.6
Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius yang disebabkan oleh
kompresi saraf bagian bawah dari kanalis vertebralis. Manifestasi klinis neuromuskuler
dan urogenital bervariasi. Sindroma cauda equina dianggap sebagai darurat bedah karena
jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan kandung
kemih dan kelumpuhan kaki.6
Tujuan utama dari rehabilitasi pada hernia nukleus pulposus, adalah untuk
mengoptimalkan kesehatan dan fungsi penderita. Hal ini mencakup bagaimana membuat
penderita dapat kembali pada kehidupan yang sehat, bermakna dan independen. Untuk
mencapai tujuan ini dibutuhkan penyesuaian psikososial, seksual, vokasional dan
avokasional; pencapaian kemampuan fungsional, peralatan yang sesuai, pengetahuan dan
perilaku untuk menjaga kesehatan; dan adaptasi lingkungan yang sesuai dengan penderita.7

BAB II
ANATOMI VERTEBRA

Vertebra merupakan susunan terintegrasi dari columna vertebralis, medulla spinalis,


ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari basis cranii hingga
panggul dan sacrum. Vertebra berfungsi sebagai penopang tubuh bagian atas serta
pelindung struktur saraf dan pembuluih darah yang melewatinya.8

Columna Vertebralis
Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh. Columna vertebralis berfungsi
melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang akan
diteruskan ke tulang - tulang paha dan tungkai bawah. Columna vertebralis merupakan
struktur yang fleksibel yang dibentuk oleh tulang tulang vertebra. Masing masing
tulang vertebra dipisahkan oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus intervertebralis.
Terdapat 33 tulang vertebra, yang terbagi menjadi9:

7 vertebra servikalis

12 vertebra torakalis

5 vertebra lumbalis

5 vertebra sakralis yang menyatu membentuk os sacrum

4 vertebra koksigealis yang menyatumembentuk os koksigeus.

Sebagian kecil dari populasi hanya mempunyai 4 vertebra lumbalis (vertebra lumbalis 5
mengalami sakralisasi), sebagian populasi lagi mempunyai 6 vertebra lumbalis (vertebra
sakralis 1 mengalami lumbalisasi).4
Bentuk vertebra akan berbeda menurut regio nya. Secara umum, vertebra terdiri
atas corpus yang bulat di bagian anterior dan arcus vertebrae di posterior. Keduanya
melingkupi ruang yang disebut foramen vertebrale yang dilalui medula spinalis dengan
pembungkusnya.9

Gambar 2.1. Columna Vertebralis

Tabel 2.1. Perbandingan vertebra servikalis, torakalis, lumbalis dan os sacrum

10

Gambar 2.2. Perbandingan bentuk Vertebra

Vertebra Lumbalis
Corpus tiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal. Pediculus kuat dan
mengarah ke belakang. Laminae tebal, foramen vertebrale berbentuk segitiga. Processus
transversus panjang dan langsing. Processus spinosus pendek, rata dan berbentuk
segiempat, dan menjulur lurus ke belakang. Facies artikularis processus artikularis superior
menghadap ke medial, dan facies processus artikularis inferior menghadap ke lateral.
Vertebra lumbalis tidak mempunyai facies artikularis dengan costae dan tanpa foramen
processus transversus.snell
Sebuah vertebra lumbalis terdiriatas 3 bagian fungsional yaitu :4,9
1. Bagian anterior
Terdiri dari corpus vertebrae. Berfungsi mempertahankan beban kompresi
pada kolumna vertebralis dan kontraksi otot otot punggung.
Semakin ke inferior, korpus vertebra semakin bertambah besar. 3 vertebra
lumbalis terbawah mempunyai kekhasan yaitu wedge-shaped (bagian anterior lebih
tinggi dibandingkan posterior), yang menyebabkan lordosis lumbalis yang normal.
Struktur dari korpus vertebra yang luas tersebut mendukung fungsi weight bearing
yang baik untuk menyokong beban axial secara langsung. Bagaimanapun kuat nya
korpus vertebra, pasti akan mengalami fraktur bila tidak terdapat diskus
intervertebralis yang berfungsi sebagai shock-absorbing (peredam) yang terletak
diantara korpus vertebra.4

2. Bagian tengah (arkus neuralis)


Kedua sisi dari arkus neuralis adalah pedikel, merupakan pilar yang tebal yang
menghubungkan bagian posterior vertebra dan korpus vertebra; juga berfungsi untuk
mentransmisikan beban dari korpus vertebra ke bagian posterior vertebra.

3. Bagian posterior
Terdiri dari lamina, prosesus artikularis, prosesus spinosus, prosesus tranversus,
prosesus mamilaris dan prosesus aksesorius. Berfungsi mengatur kekuatan pasif dan
aktif yang mengenai kolumna vertebralis dan mengontrol gerakannya.

Gambar 2. 3: Vertebra lumbal 5 ; A. Tampak atas, B. Tampak lateral

Untuk mengevaluasi stabilitas spinal, Denis mendeskripsikan suatu teori yang


disebut Teori Tiga Pilar(Three Collumn Theory). Teori yang telah diterima secara luas ini
membagi vertebra menjadi tiga pilar yaitu :4,11
1. Pilar anterior
Lig. Longitudinale anterior dan 2/3 anterior annulus dan corpus vertebra
2. Pilar media
1/3 annulus dan corpus vertebra serta lig. Longitudinale posterior
3. Pilar posterior
arkus neuralis posterior, prosesus spinosus dan prosesus artikularis yang secara
keseluruhan disatukan oleh lig. Kapsuler
Pada teori tiga pilar ini, instabilitas terjadi bila dua dari tiga pilar terganggu.

Gambar 2.4. Pembagian pilar penyokong stabilitas vertebra

Diskus Intervertebralis
Diskus intervertebralis menyusun panjang columna vertebralis. Diskus
intervertebralis dan perlekatannya pada vertebral end-plate dipertimbangkan sebagai sendi
kartilago sekunder atau symphysis; menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari
servikal sampai lumbal/sacral. Vertebral end-plate merupakan kartilago yang menutupi
apophysis corpus vertebra dan membentuk batas atas dan batas bawah dari diskus
intervertebralis. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam benturan
(shock absorber), juga memungkinkan pergerakan vertebra. Diskus ini paling tebal di
daerah servikal dan lumbal, tempat di mana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis.3,4,9
Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu :
1. Nukleus Pulposus
Terletak di bagian dalam, merupakan suatu gel yang viskus terdiri dari air,
proteoglycan (hyaluronic long chain) dan kolagen. Ketika baru lahir, nucleus
pulposus sebagian besar (90%) nya adalah air. Seiring bertambahnya usia, diskus
intervertebralis mengering dan mengalami proses degenerasi, sehingga berkurang
ketebalannya.
2. Anulus fibrosus
Terletak di bagian luar, terdiri dari lapisan serabut konsentrik yang tersusun
menyilang satu sama lain, yang membantu menahan regangan dari berbagai arah.
Serabut paling luar anulus fibrosus mempunyai kolagen yang lebih banyak, dengan
sedikit proteoglycan dan air; bila dibandingkan serabut bagian dalam nya.
Komposisi yang berbeda tersebut sesuai dengan fungsi dari serabut luar yaitu
berfungsi seperti ligamentum untuk menahan beban fleksi, ekstensi, rotasi dan
distraksi. Pada dasarnya diskus intervertebralis pada dewasa adalah avaskuler.3,4,9,13
3. Vertebral end plate
Merupakan 2 lapisan tulang rawan yang menutup bagian atas dan bawah
diskus intervertebralis.

Gambar 2.5 : Diskus Intervertebralis

Fungsi utama dari diskus intervertebralis adalah sebagai peredam kejut (shockabsorption). Fungsi peredam kejut terutama dilakukan oleh anulus fibrosus, bukan nucleus
pulposus; karena nucleus pulposus sebagian besar terdiri dari air dan tidak tahan terhadap
tekanan kompresi). Ketika terjadi beban axial berlebihan, menyebabkan peningkatan
tekanan pada daerah nucleus pulposus yang mendorong anulus fibrosus dan meregangkan
serabut nya. Dan bila serabut tersebut robek, timbul hernia nucleus pulposus (HNP).,4

Sendi Zygapophyseal
Terdapat 3 persendian di antara 2 vertebra lumbales, yaitu sendi zygapophyseal kiri
dan kanan (antara prosesus articulares berurutan) dan sendi intercorpus. Sendi
zygapophyseal, yang disebut juga dengan sendi facet (facet joint), adalah sepasang sendi
yang dibentuk oleh ujung prosesus articularis superior dan inferior kedua corpus yang
berada di atas dan di bawah diskus intervertebralis. Sendi ini merupakan sendi synovial
yang mempunyai synovium dan kapsul sendi. Permukaan sendi ini adalah dalam bidang
sagital, sehingga memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi vertebra lumbalis. Besarnya
sudut yang dibentuk pada gerakan fleksi normal yaitu 90o, sedangkan ekstensi normal
sebesar 35o. Fleksi terbesar yaitu 75o terjadi pada sendi lumbosakral, 15-20% pada
vertebra L4-5. Karena sebagian besar gerakan fleksi dan ekstensi dari tulang belakang
(sekitar 90 %) terjadi pada level L4-L5 dan L5-S1,maka hal ini turut berkontribusi pada
tingginya insidens timbulnya masalah pada diskus intervertebralis pada level
tersebut.Lateral bending ringan dan sangat sedikit rotasi masih ditoleransi. Sedangkan
rotasi merupakan pergerakan utama dari vertebra torakalis. 4,9,13

Gambar 2.6. Sendi zygapophyseal

Ligamen
Dua ligamen utama yang terdapat pada vertebra lumbalis adalah ligamen
longitudinal dan ligamen segmental. Ligamen longitudinal anterior berfungsi untuk
menahan ekstensi, translasi dan rotasi. Ligamen longitudinal posterior berfungsi untuk
menahan fleksi. Ligamen longitudinal anterior mempunyai kekuatan yang lebih besar 2 x
lipat dari ligamen longitudinal posterior. 3,4,10,12
Ligamen segmental yang utama adalah ligamen flavum, yang berfungsi
menghubungkan lamina yang berdekatan. Merupakan ligamen yang kuat dan cukup
elastik. Fleksi pada vertebra lumbalis menyebabkan ligamen flavum meregang. Ligamen
segmental lainnya adalah ligamen suprasipnosus, ligamen interspinosus dan ligamen
intertransversus. Ligamen supraspinosus berfungsi menghubungkan ujung dari prosesus
spinosus yang berdekatan. Ligamen supraspinosus dan ligamen flavum berfungsi untuk
menahan gerakan fleksi yang berlebihan. 3,4,10,12

Gambar 2.7 : Ligamen pada vertebra lumbal

Otot otot3,4,9
Otot dengan origo pada vertebra lumbalis
Secara anatomi dapat dibagi menjadi otot anterior dan otot posterior. Otot posterior
termasuk m.latissimus dorsi dan m.paraspinalis. M. paraspinal lumbalis terdiri dari
m.erector spinalis (iliocostalis, longissimus, dan spinalis) yang berfungsi untuk ekstensi
vertebra lumbalis dan lapisan dalam (rotators dan multifidi). Otot anterior termasuk
m.psoas dan m.quadratus lumborum.

Otot abdomen
Otot superficial abdomen termasuk m. rectus abdominis dan m. obliqus eksternus. Otot
abdomen profunda termasuk m. obliqus internus abdominis dan m. transverses abdominis.

Fascia Thorakolumbar
Fascia thorakolumbar yang melekat pada m. transverses abdominis dan m. obiqus
internus abdominis berfungsi sebagai brace pada abdominal dan lumbal. Mekanisme
bracing abdominal disebabkan oleh karena kontraksi dari otot abdomen profunda sehingga
menyebabkan tegangan pada fascia thorakolumbal sehingga menimbulkan ekstensi pada
vertebra lumbalis.

Gambar 2.8 Otot otot Vertebra

Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bangunan berwarna putih keabu-abuan, berbentuk
silindris. Medula spinalis merupakan kelanjutan dari batang otak, berawal pada foramen
magnum kranium, memanjang di dalam kanalis spinalis hingga bagian inferiornya berakhir
9

setinggi tepi bawah korpus vertebra lumbal I atau tepi atas korpus vertebra lumbal II.
Menempati 2/3 bagian atas kanalis vertebralis pada kolumna vertebralis.4,10,12,14
Disamping tulang belakang yang

merupakan pelindung yang kokoh, medula

spinalis memiliki bangunan-bangunan lain yang memberikan proteksi pada medula


spinalis, yaitu meningens serta bantalan cairan (likuor serebrospinalis).12,14
Medula spinalis dilindungi oleh 3 selaput yaitu : duramater, arakhnoidea dan
piamater. Duramater melekat pada permukaan dalam kanalis vertebralis. Selaput ini
membentuk tabung silindrik sepanjang kanalis vertebralis. Di bagian sakral tabung ini
mengerucut dan dibagian rostralnya melanjutkan diri sebagai duramater ensefali. Mulut
tabung duramater spinalis ini melekat pada tepi foramen magnum. Ujung tabung yang
mengerucut ini dijumpai setinggi SII.9,10,12,14
Arakhnoid adalah suatu sarung tipis dan transparan yang terpisah dari pia di
bawahnya oleh ruang subarakhnoid yang mengandung cairan serebrospinal.9,10,12
Pia mater merupakan membran yang melekat pada medula spinalis. Pia mater juga
mernbantu dalam pembentukan filum terminalis internum, suatu filamen fibrosa keputihputihan yang membentang dari konus medularis sampai ke ujung kantong dural. Filum
terminalis dikelilingi oleh kauda equina dan keduanya terendam dalam cairan
serebrospinalis. Antara pia mater dan arakhnoid mater terdapat sela yang dikenal sebagai
ruang subarakhnoidal. Ruang subarakhnoidal ini terisi cairan serebrospinal, yang
merupakan bantalan yang ikut melindungi medula spinalis.9,10,12

Gambar 2.9. Medulla spinalis beserta selaput pembungkusnya dalam foramen vertebralis

Pada pengamatan dari luar, medula spinalis tampaknya terbagi dalam segmen-segmen,
oleh karena adanya 31 pasang saraf spinal. Setiap pangkal saraf spinal disusun oleh radiks
dorsalis (radiks sensorik) dan radiks ventralis (radiks motorik). Saraf spinal yang
berjumlah 31 pasang itu dapat diperinci dalam :

10

8 pasang saraf servikal (C)

12 pasang saraf torakal (T)

5 pasang saraf lumlbal.(L)

5 pasang saraf sacral (S)

1 pasang saraf koksigeal (Co)


Masing masing radiks dilekatkan ke medula spinalis oleh fila radicularia yang

membentang sepanjang segmen medula spinalis yang sesuai. Setiap radiks posterior
memiliki sebuah ganglion radiks posterior yang sel selnya membentuk serabut saraf tepi
dan pusat.
Di bagian inferior, medula spinalis menipis menjadi konus medularis. Dari apex
terdapat pemanjangan piamater, yaitu filum terminale, yang berjalan turun dan menempel
pada permukaan posterior os koksigeus. Kumpulan akar saraf pada inferior konus
medularis disebut cauda equina. Cauda dalam bahasa Latin berarti ekor dan equina berarti
kuda. Akar saraf pada daerah cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua
sakralis. Oleh karena itu akar-akar saraf tersebut membawa sensasi dari ekstremitas bawah,
perineum, serta motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah.1,10

Gambar 2.10. Segmen medulla spinalis beserta perbandingan letaknya terhadap korpus vertebra

11

Gambar 2.11. Cauda Equina

Pada potongan melintang, medulla spinalis tampak berisi suatu massa interna
substansia kelabu yang berbentuk huruf H dan diliputi oleh substansia alba. Substansia
grisea tersusun dari dua belahan yang simetris dan dihubungkan menyilang garis tengah
oleh comisura substansia grisea . Kanalis sentralis yang halus berjalan melewati hubungan
transversal substansia grisea tersebut. Substansia grisea terdiri atas :
1. Kornu anterior
2. Kornu posterior
3. Kornu lateralis, ditemukan pada medula spinalis segmen torakal atau
lumbal bagian atas.
Besar substansia grisea yang ditemukan berkaitan dengan jumlah otot yang disarafi,
medula spinalis terbesar pada daerah servikal dan lumbosakral, yang mensarafi otot
anggota gerak bagian atas dan bawah.12,14
Struktur substansia grisea medula spinalis terdiri dari campuran sel-sel saraf dan
prosesusnya, neuroglia dan pembuluh darah. Sel-sel pada kornu anterior dikelompokkan
sebagai kelompok medialis, sentralis dan lateralis. Kelompok medialis mensarafi otot-otot
skeletal pada bagian leher dan badan, termasuk otot interkostal dan abdominal. Kelompok
sentral yang terkecil, pada segmen servikal 3, 4, dan 5 secara khas mensarafi diafragma
dan disebut sebagai n.frenikus. Pada enam atau lima segmen servikal bagian atas
mensarafi m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius, disebut sebagai n.aksesorius bagian
spinal. Kelompok lateralis ditemukan pada segmen servikal dan lumbosakral, berfungsi
untuk mensarafi otot anggota gerak,.12
Pada kornu lateralis substansia grisea, berupa kelompok sel-sel intermedio lateralis
membentang dari segmen torakal pertama sampai segmen lumbal kedua atau ketiga.
Berfungsi untuk persarafan serabut simpatis preganglionik. Pada segmen sakral kedua
sampai keempat untuk persarafan parasimpatis preganglionik.
12

Terdapat 4 kelompok sel-sel saraf pada kornu posterior substansia grisea. Dua yang
membentang di sepanjang medula spinalis, kelompok substansia gelatinosa dan nukleus
proprius. Dua kelompok terbatas pada sel-sel torakal dan lumbal, nukleus dorsalis dan
nukleus visceral aferen.12
Substansia gelatinosa terdiri dari neuron-neuron golgi tipe II, menerima serabut
aferen rasa nyeri, suhu dan raba dari radiks posterior dan menerima masukan serabut saraf
desenden dari tingkat supraspinal. Nukleus proprius merupakan sel-sel saraf besar dibagian
anterior substansia gelatinosa, menerima serabut saraf dari kolumna posterior substansia
alba, berhubungan dengan rasa posisi, gerakan, diskriminasi 2 titik dan getaran.
Nukleus dorsalis terletak pada dasar kornu anterior dan posterior substansia grisea,
membentang dari segmen servikal 8 sampai segmen lumbal 3 atau 4. Berhubungan dengan
ujung-ujung proprioseptif dari spindel neuromuskuler dan spindel tendon.
Nukleus aferen viseral terletak diantara nukleus dorsalis, diduga berkaitan dengan
penerimaan informasi viseral aferen.
Substansia alba medulla spinalis terdiri atas serabut-serabut saraf dalam suatu iringan
neuroglia. Serabut-serabut saraf ini berfungsi untuk menghubungkan berbagai segmen
medula spinalis dan menghubungkan medulla spinalis dengan otak.12,14
Dari beberapa serabut-serabut saraf pada medula spinalis, hanya traktus
kortikospinalis, traktus spinotalamikus dan kolum posterior yang mudah diperiksa secara
klinis. Traktus kortikospinalis terdapat pada daerah posterolateral, berfungsi untuk
mengontrol motorik ipsilateral, diuji dengan kontraksi otot volunter atau respon terhadap
stimulus nyeri. Traktus spinotalamikus terletak di anterolateral, mentransmisikan sensasi
nyeri dan temperatur kontralateral diuji dengan tes pin prick dan raba halus. Kolum
posterior membawa informasi proprioseptif, vibrasi dan tekanan dalam ipsilateral diuji
dengan sensasi posisi pada jari atau fibrasi dengan menggunakan garputala.
Substansia alba dapat dibagi menjadi kolumna atau funikulus anterior, lateralis dan
posterior. Funikulus anterior terletak antara garis tengah sampai ke daerah tempat
masuknya radiks anterior. Funikulus lateralis terletak di antara radiks anterior dan
posterior. Funikulus posterior antara radiks posterior dan garis tengah. Substansia alba
berwarna putih, disebabkan proporsi yang besar dari serabut saraf bermielin.

13

Gambar2.12. Penampang melintang medulla spinalis dengan traktus-traktusnya

Vaskularisasi
Medula spinalis menerima suplai darah dari 3 arteri kecil yaitu 2 arteri spinalis
posterior (memperdarahi 1/3 bagian posterior medula spinalis)

dan 1 arteri spinalis

anterior (memperdarahi 2/3 bagian anterior medula spinalis). Arteri-arteri ini berjalan
longitudinal ini dibantu oleh arteri-artei kecil yang tersusun secara segmental yang berasal
dari arteri-arteri dari luar kolumna vertebralis. Pembuluh-pembuluh darah ini
beranastomosis pada permukaan medula spinalis dan alba serta membentuk cabang-cabang
ke dalam substansi grisea dansubstansi alba7.

Gambar 2.12 : Vaskularisasi medulla spinalis

Arteri spinalis segmentalis merupakan cabang dari arteri-arteri yang terletak di luar
kolumna vertebralis (arteri cervicalis profunda, arteriae intercostalis, arteriae lumbalis),
ketika masuk ke dalam kanalis vertebralis, masing-masing arteri spinalis segmentalis
membentuk arteri radikularis anterior dan posterior yang akan mengikuti radiks anteriior
14

dan posterior. Selain itu, arteri pemberi nutrisi masuk ke kanalis vertebralis dan
beranastomosis dengan arteri spinalis anterior dan posterior. Satu arteri pemberi nutrisi
yang besar dan penting adalah arteri medularis anterior magna yang berasal dari aorta
setinggi thorakal bagian bawah atau lumbal bagian atas. Arti penting letak arteri ini adalah
bahwa arteri ini kemungkinan merupakan sumber aliran darah utama untuk 2/3 bagian
bawah medula spinalis.

15

BAB III
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS LUMBALIS

DEFINISI
--Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu kondisi medis di mana bagian
lunak dari diskus intervertebralis, yang disebut nukleus pulposus, terdorong melalui bagian
diskus yang lemah sehingga mendesak canalis vertebralis dan menyebabkan iritasi radiks
saraf dan nyeri. 1
Terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan materi diskus yang keluar
melebihi diskus intervertebralis cukup membingungkan. Herniasi diskus (herniated disk),
herniasi nukleus pulposus(herniated nucleus pulposus), protrusi diskus (disk protrusion),
penonjolan diskus (disk bulging),ruptur diskus (ruptured disk), dan prolapsus diskus
(prolapsed disk) adalah istilah istilah yang sering digunakan dan seringkali digunakan
dengan tidak tepat sebagai sinonim. Material diskus yang bergeser pada permulaan dapat
diklasifikasikan sebagai bulging (materi diskus yang bergeser >50% dari diameternya),
atau sebagai herniasi (<50% dari diameternya).4
Herniasi diskus kemudian dapat disubklasifikasikan menjadi protrusi atau ekstrusi.
Herniasi diskus juga dapat dideskripsikan sebagai contained atau uncontained, tergantung
dari keutuhan serabut serabut annulus bagian luar. Jika serabut annulus bagian luar
masih intak maka disebut dengan contained. Klasifikasi ini tidak memiliki relevansi
dengan integritas dari ligamen longitudinal posterior.3

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi HNP lumbal adalah sekitar 1 - 3 persen dari seluruh populasi di
Finlandia dan Italia, tergantung pada usia dan jenis kelamin. Prevalensi tertinggi pada usia
antara 30 sampai 50 tahun; dengan rasio pria : wanita adalah 2 : 1,6. Sekitar 95 % kasus
HNP terjadi pada daerah lumbalis. HNP lumbalis paling banyak mengenai diskus
intervertebralis L5 S1 (45-50%) diikuti L4 L5 (40-45%) dan L3-L4 (<10%). HNP pada
L1-2 dan L2-3 jarang ditemukan5,6

16

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya HNP antara lain :15
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Umur
Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka resiko terjadinya HNP
pun makin tinggi karena mengalami proses degeneratif

Jenis kelamin

Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya

2. Faktor risiko yang dapat diubah

Pekerjaan dan aktivitas


Misalnya : duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barangbarang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir
ketika mengemudi dalam jangka waktu yang lama.

Olahraga yang tidak tepat / tidak teratur


Mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka
waktu yang lama

Kelemahan otot-otot perut dan tulang belakang yang menyebabkan


stabilitas tulang belakang berkurang.

Merokok
Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah

Berat badan berlebih (obesitas),


Terutama karena beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain
pada punggung bawah

Batuk lama dan berulang

PATOFISIOLOGI4,13,16,17,18
Nukleus pulposus merupakan suatu gel yang viskous terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan memiliki sifat
higroskopis. Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/
beban. Kemampuan menahan air berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia.
17

Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degeneratif yang ditandai dengan penurunan
vaskularisasi ke dalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nukleus sehingga
diskus mengkerut dan berkurang ketebalannya. Akibatnya nukleus menjadi kurang elastis.
Kartilago end plate korpus vertebra menjadi kurang vaskular (Hassler). Diskus
intervertebralis yang mengalami dehidrasi menjadi tipis dan lebih rapuh.

Perubahan

serupa terjadi dalam anulus fibrosus, yang memungkinkan nukleus pulposus menonjol
(bulging) dan, kadang-kadang dengan cedera yang adekwat, bisa terjadi ekstrusi nucleus
pulposus. Pada diskus yang sehat, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus akan
menyalurkan gaya tekan ke segala arah sama besar. Kemampuan menahan air
mempengaruhi sifat fisik nukleus. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya
sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara
asimetris, sehingga dapat terjadi cedera atau robekan pada anulus.
Penyebab utama dari herniasi diskus intervertebralis pada daerah lumbalis adalah
trauma fleksi dan rotasi, tetapi sebagian besar pasien tidak menyadari kapan terjadi nya
trauma tersebut. Diperberat bila trauma fleksi dan rotasi disertai dengan mengangkat beban
berat. Degenerasi dari nucleus pulposus, anulus fibrosus dan ligamentum longitudinal
posterior mungkin telah berlangsung tanpa gejala (silent) atau dengan gejala ringan (mild)
seperti nyeri pinggang berulang. Gerakan gerakan sepele yang tidak disadari, batuk,
bersin kemudian bisa menyebabkan nucleus pulposus mengalami prolaps, mendorong
anulus fibrosus yang lemah ke arah posterior. Fragmen dari nucleus pulposus menonjol
melalui robekan di anulus fibrosus, biasanya terjadi pada satu sisi atau yang lain (kadangkadang di garis tengah), sehingga menjepit 1 atau beberapa radiks spinalis.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-5 dan L5-S1 karena:19
1. Daerah lumbal, khususnya L5-S1 berperan menyangga 75% berat badan.
2. Mobilitas lumbal terutama untuk fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
3. Daerah lumbal, terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamen
longitudinal posterior hanya menutup separuh permukaan posterior diskus, sehingga
arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
Pada sebagian kasus penyakit pada diskus intervertebralis yang lebih berat, Protrusi
yang besar dapat menyebabkan kompresi radiks pada lamina atau sendi apophyseal.
Material dari nucleus pulposus yang mengalamai protrusi dapat diresorpsi sampai batas
tertentu sehingga ukurannya dapat mengecil. Tetapi sering kali material tersebut tidak
diresorpsi secara alamiah, sehingga menyebabkan iritasi kronik dari radiks atau terjadi nya
discarthrosis dengan pembentukan osteofit pada daerah posterior. Selain itu, nucleus
18

pulposus yang bermigrasi melalui serat annulus fibrosus juga dapat mencetuskan
pelepasan enzim fosfolipase A2, yang mengaktifkan mediator inflamasi, seperti leukotrien,
prostaglandin, platelet activating factor, bradykinins dan sitokin.

Menurut gradasinya, herniasi nukleus pulposus yang terjadi diklasifikasikan menjadi:

Tabel 3.1. Gradasi herniasi nukleus pulposus

Gambar 3.1 : Klasifikasi HNP : A. Bulging disc, B. Prolapsed disc. C. Extruded disc. D. Sequestered disc

Lokasi terjadinya herniasi antara lain :3,13


A. Central
Kemungkinan terjadi keterlibatan beberapa radiks spinalis bila mengenai cauda
equine atau terjadi myelopati bila mengenai medulla spinalis
B. Posterolateral
Lokasi paling sering terjadinya HNP Lumbal karena presentasi dari ligamentum
longitudinal posterior yang berangsur angsur berkurang. Misal pada level L4
L5, akan mengenai radiks spinalis L5.

19

C. Far-lateral
Kemungkinan mengenai radiks spinalis yang keluar pada level tersebut. Misal pada
level L4 L5, akan mengenai radiks spinalis L4.

Gambar 3.2 Lokasi terjadinya herniasi

MANIFESTASI KLINIS3,4,13
Manifestasi klinis yang umum dijumpai pada HNP lumbal adalah :3
(1) Nyeri radikuler yaitu nyeri yang menjalar ke arah distal. Pola penyebaran nyeri
radikuler tersebut bergantung dari radiks spinalis yang terlibat. Pola nyeri
radikuler yang umum adalah sciatica, yaitu nyeri yang berasal dari bokong dan
diproyeksikan sepanjang daerah posterior atau posterolateral paha kadang
sampai ke betis dan kaki. Nyeri tersebut berasal dari iritasi radiks spinalis L5
atau S1.
(2) Postur tulang belakang yang kaku,
(3) Beberapa kombinasi dari parestesi, kelemahan dan gangguan reflex.

Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi di mana HNP lumbal terjadi.
Meskipun HNP dapat terjadi ke segala arah, namun yang seringkali terjadi adalah ke arah
posterolateral dan posterosentral, dengan manifestasi klinis yaitu :19
a. Posterolateral : nyeri pinggang, sciatica, dan tanda sesuai radiks saraf yang
terkena
b. Posterosentral : mengakibatkan nyeri pinggang karena ligamentum longitudinale
bersifat peka nyeri. Medulla spinalis berakhir pada vertebra L1 atau tepi atas L2,
sehingga HNP ke arah posterosentral di bawah vertebra L2 tidak akan
melibatkan medulla spinalis. Yang terkena adalah cauda equina, dengan gejala :

20

nyeri daerah pinggang, perineum, tungkai sampai kaki, refleks lutut dan tumit
menghilang, yang sifatnya unilateral / asimetris.

CONUS MEDULLARIS

CAUDA EQUINA

Lokasi:
Cedera Vertebra L1-L2, mengakibatkan kerusakan
conus medulla spinalis setinggi S1-S2 dan radiks
spinal lumbal

Lokasi:
Cedera pada vertebra L2-Sacrum, mengakibatkan
kerusakan pada radiks spinal lumbosacral

Penyebab:

Fraktur vertebra L1

Tumor, glioma

Cedera vaskuler

Spina bifida yang merusak medulla spinalis

Penyebab:

Fraktur pada L2 atau lebih bawah

Fraktur sakral

Fraktur pada pelvic ring

Dapat berhubungan dengan spondilosis

Gejala dan tanda:


1.
Normal fungsi motorik ekstremitas inferior kecuali
apabila ada keterlibatan motorik S1-S2 (karena
biasanya hanya melibatkan S1-S5)
Arefleksif ekstremitas inferior
Jika radiks lumbal juga terlibat mengakibatkan lesi
LMN
2.
Hilang sensoris dengan distribusi Saddle anesthesi
3.
Tidak ada nyeri
4.
Abnormalitas simetris
5.
Disfungsi berat fungsi sexual, bowel, dan bladder
Arefleksif bowel
Areflesif bladder
6.
Jika lesi pada conus bagian atas, mungkin masih
didapatkan refleks bulbocavernosus

Gejala dan tanda:


1. Paralisis flaksid ekstremitas inferior krn keterlibatan
radiks spinal lumbal
Arefleksif ekstremitas inferior karena merupakan lesi
LMN
2. Hilang sensoris sesuai dengan distribusi radiks spinal
yg terkena
3. Nyeri
4. Abnormalitas predominan pada satu sisi
5. Lesi cauda equina bagian atas (radiks lumbalis):
Fungsi bowel dan bladder masih ada
Lesi cauda equina bagian bawah (S3-S5): disfungsi
bowel, bladder, dan sexual
6. Refleks bulbocavernosus hilang (pada lesi cauda
equina bagian bawah/ lesi sakral)

EMG:
Hasil EMG normal (kecuali untuk sphincter
eksterna/kertelibatan S1&S2)

EMG:
Didapatkan keterlibatan banyak radiks spinal

Tabel 3.2. Perbedaan Klinis Sindroma Conus Medularis dan Cauda Equina

Nyeri akibat HNP lumbal bervariasi dari rasa tidak nyaman yang ringan hingga nyeri
berat tseperti ditusuk pisau, menjalar hingga tungkai bawah dan dirasakan terus menerus.
Bentuk sciatica yang abortif dirasakan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman di daerah
bokong bawah dan paha, terkadang dirasakan hanya pada daerah harmstring bagian bawah
atau betis atas. Bila manifestasi berupa nyeri hebat, pasien terpaksa hanya berbaring di
tempat tidur, berusaha menghindari segala macam pergerakan termasuk yang ringan
sekalipun; batuk, bersin dan mengedan juga tidak bisa ditoleransi. Pasien biasanya merasa
lebih nyaman dengan berbaring terlentang, dengan disertai fleksi pada sendi pinggul (hip)
dan lutut (knee) dan bahu diganjal dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada
beberapa pasien, posisi berbaring miring (lateral decubitus position) dirasakan lebih
nyaman. Fragmen bebas material diskus yang mengisi kanalis spinalis daerah lateral atau
posterior memberikan gambaran sebalik nya, pasien tidak bisa meluruskan tulang belakang
nya dan berbaring terlentang. Bila kondisi tidak terlalu berat, pasien masih bisa berjalan,
meskipun pasien cepat merasa lelah, terasa berat dan nyeri bila berjalan. Posisi duduk dan
21

bangkit dari tempat duduk mencetuskan nyeri. Nyeri biasanya terletak dalam di bokong;
terletak di sebelah bawah dan lateral dari sendi sakroiliaka dan daerah posterolateral dari
paha, menjalar ke betis dan terkadang menjalar hingga pergelangan kaki dan bagian lain
dari kaki (jarang). Penjalaran nyeri ke kaki menimbulkan kecurigaan adanya kerusakan
saraf. Nyeri juga biasanya dicetuskan oleh tekanan sepanjang perjalanan n. ischiadicus
(sciatic notch, retrotrochanteric gutter, permukaan posterior paha, caput fibula).
Penekanan pada salah satu titik tersebut menyebabkan nyeri yang menjalar dan kesemutan
hingga ke tungkai bawah.3
Tanda dari kompresi atau penekanan radiks spinalis yang lebih hebat adalah
gangguan sensasi, hilangnya reflex tendon dan kelemahan otot (tabel 3.1). Umumnya,
herniasi diskus intervertebralis hanya menyebabkan penekanan radiks spinalis pada satu
sisi saja, pada tingkat tepat di bawah herniasi. Hipotoni jelas terlihat pada inspeksi dan
palpasi dari bokong dan betis, tendon Achilles cenderung kurang menonjol. Parestesia
(jarang hiperestesi atau hipoestesi) didapatkan pada 1/3 kasus, terutama dirasakan di
tungkai bawah atau di kaki. Sering kali didapatkan berkurang nya persepsi nyeri sesuai
dengan dermatom yang terlibat. Lokasi gangguan sensorik sesuai dengan suplai
dermatomal dari radiks sensorik (Gambar). Kelemahan otot dapat terjadi, tetapi insidensi
nya jarang. Pada beberapa pasien terjadi kelemahan dorsofleksi kaki sehingga timbul drop
foot (keterlibatan radiks L5) dan kelemahan plantarfleksi kaki (keterlibatan radiks S1);
yang merupakan lesi tersering dari herniasi diskus intervertebralis. Refleks patella (KPR)
dan Achilles (APR) biasanya berkurang hingga menghilang pada sisi lesi. Gejala dan tanda
yang sifat nya bilateral jarang terjadi pada kasus herniasi lumbal. Bisa terjadi kelainan
yang bilateral bila terdapat herniasi yang besar ke arah sentral dan menekan cauda
equina.3,4,13

Radiks

Diskus

L3

L2-L3

L4

L3-L4

L5

L4-L5

Nyeri
Radikuler
Pinggang
bokong - paha
belakang lutut depan
Pinggangbokong- paha
depan - lutut tungkai bawah
anteromedial
Panggul paha
posterolateralbetis lateral maleolus

Gangguan
sensorik
Hiperalgesia
daerah lutut

Gangguan
miksi &
defekasi
+/-

Gangguan
Motorik

SLR

KPR

APR

Biasa
nya (-)

Quadrisep

Hiperalgesia
tungkai bawah
medial

+/-

Biasa
nya (-)
Mungkin (+)

Quadrisep

Hiperalgesia
dorsum pedis,
ibu jari kaki

+/-

++

Gluteus
medius,
Tibialis
anterior

22

S1

L5-S1

lateral punggung
kaki - jari kaki
1,2,3
Tengah
bokong - paha
belakang betis - tumit telapak kaki
lateral jari
kaki 4,5

Hiperalgesia
tumit
dan
lateral kaki

+/-

+++

Gluteus
maximus,
Hamstring,
Gastrocnemius

Tabel 3.3. Manifestasi Klinis Iritasi Radiks L3-S1

Gambar 3.3. Distribusi dari radiks sensorik pada permukaan tubuh (dermatom)

DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam membantu menegakkan diagnosis
HNP. Anamnesis harus teliti dan terarah, perlu ditanyakan kepada pasien antara lain :
a. Onset / kapan mulainya nyeri. Biasanya pasien pada awalnya hanya menganggap
nyeri pinggang atau nyeri pada leher biasa akibat kelelahan dan baru terasa setelah
berminggu-minggu mengalami keluhan tersebut.
b. Bagaimana mulainya timbul. Umumnya mendadak, tetapi juga dapat tanpa awitan
yang jelas.
c. Lokasi nyeri, terlokalisir atau menjalar ke tangan sampai jari tangan atau tungkai
sampai jari kaki.
23

d. Kualitas nyeri berupa sifat nyeri, dapat berupa nyeri tajam, menusuk, atau seperti
terbakar atau menjalar ke tangan / tungkai serta kesemutan.
e. Kuantitas nyeri, apakah hilang timbul atau cenderung menetap.
f. Faktor yang memperberat/memperingan nyeri. Pada HNP nyeri akan bertambah
bila ada kenaikan tekanan intradiskal seperti mengejan, bersin, mengangkat benda
berat dan membungkuk, sedangkan nyeri berkurang ketika pasien istirahat dalam
posisi berbaring telentang.
g. Riwayat gangguan miksi / defekasi / gangguan seksual.
h. Kelemahan tangan atau tungkai.

Pemeriksaan Fisik
Observasi umum1,2,3,4,10
Pemeriksaan dimulai sejak pasien masuk ke ruang pemeriksaan. Perhatikan cara
penderita berdiri dan berjalan.
Saat pasien berdiri dalam posisi tegak, postur tubuh berubah oleh karena adanya
rasa nyeri. Pasien berdiri dengan sedikit fleksi pada sendi pinggul (hip joint) dan sendi
lutut (knee joint) pada sisi sakit, sehingga hanya bagian kaki yang paling luas yang
bertumpu pada lantai. Tulang belakang cenderung membungkuk ke depan atau miring ke
salah satu sisi, tergantung dari hubungan antara material diskus yang mengalami herniasi
dengan radiks yang terlibat. Postur ini disebut juga antalgic posture atau sciatic scoliosis,
dan dipertahankan oleh reflex kontraksi otot paraspinal.
Saat berjalan, pada sisi yang sakit, lutut sedikit fleksi dan weight bearing
berlangsung singkat dan hati hati; nyeri dirasakan pada seluruh stance phase; sehingga
pasien terkesan berjalan pincang. Pola jalan demikian disebut juga antalgic gait. Pasien
dengan kelemahan otot dorsofleksor kaki (m. tibialis anterior) memberikan gambaran pola
jalan berupa drop foot gait saat stance phase dan saat swing phase memberikan gambaran
pola jalan berupa steppage gait; dimana pasien berusaha mengangkat lutut nya lebih tinggi
dari normal sehingga kaki tidak bersentuhan dengan lantai. Pasien dengan kelemahan otot
plantarfleksor kaki (m. soleus, m. gastrocnemius) memberikan gambaran pola jalan berupa
flat-footed gait atau calcaneal gait saat gerakan push off (toe off).

24

Gambar 3.4. Antalgic gait (kiri); Drop foot (tengah); Steppage gait (kanan)

10

Saat pasien berdiri dari sisi lateral bisa terlihat kurva lordotik lumbal yang normal.
Dengan adanya spasme otot paravertebra menyebabkan lordosis lumbal berkurang sampai
hilang.

a.

b.

Gambar 3.5. a. Lordosis Postur, b. Lordosis lumbal berkurang


Titik merah menggambarkan otot-otot yang berkontraksi hebat

Saat pasien berbaring terlungkup, inspeksi daerah tulang belakang regio lumbal.
Perhatikan adanya deformitas atau adanya tanda tanda radang.
Perhatikan ekspresi wajah saat menceritakan keluhan keluhannya. Kemudian
interpretasikan rasa nyeri yang dirasakan ke dalam Visual Analog Scale (VAS).

Palpasi
Pemeriksaan palpasi bertujuan untuk mencari spasme otot maupun atrofi otot
meliputi otot leher, otot paraspinal serta otot penunjang stabilitas vertebra seperti otot
abdomen; nyeri tekan dimana penekanan pada salah satu titik dapat menyebabkan nyeri
25

yang menjalar dan kesemutan hingga ke tungkai bawah; adanya deformitas pada vertebra
seperti skoliosis, gibus, dan deformitas lainnya.
Nyeri lokal pada penekanan daerah diskus intervertebralis L4 L5 setinggi crista
illiaca. Nyeri tekan pada lamina dan prosesus spinosus di sekitar segmen diskus
intervertebralis yang terlibat. Juga terdapat spasme otot paravertebra.
Nyeri juga biasanya dicetuskan oleh tekanan sepanjang perjalanan n. ischiadicus
(sciatic notch, retrotrochanteric gutter, permukaan posterior paha, caput fibula).
Penekanan pada salah satu titik tersebut menyebabkan nyeri yang menjalar dan kesemutan
hingga ke tungkai bawah.

Gambar 3.6. Nyeri radikuler N.ischiadicus (sciatica)

Pemeriksaan Neurologis20
Pemeriksaan neurologis pada HNP meliputi pemeriksaan motorik, sensorik,
otonom, pemeriksaan refleks dan tes-tes khusus untuk menentukan radiks spinalis mana
yang terkena.

Neurologik level L4
MMT : m. tibialis anterior, n. peroneus profunda
Refleks testing : Refleks Patella
Refleks patella merupakan refleks tendon dalam yang diinervasi
oleh radiks L2, L3 dan L4; tetapi secara dominan oleh L4. Oleh

26

karena itu, meskipun bila radiks L4 terputus secara total masih didapatkan refleks patella,
tetapi dengan kwalitas refleks yang jauh berkurang.
Sensation testing : Dermatom L4 meliputi sisi medial tungkai bawah10

Neurologik level L5
MMT : m. ekstensor hallucis longus, n. peroneus profunda
Refleks testing : Sensation testing : Dermatom L5 meliputi sisi lateral tungkai
bawah dan dorsum pedis.10

Neurologik level S1
MMT : m. soleus, m. gastrocnemius; n. tibialis
Refleks testing : Refleks Achilles
Refleks Achilles merupakan refleks tendon dalam yang
dimediasi oleh m. gastrocnemius.
Sensation testing : Dermatom S1 meliputi daerah maleolus
lateral dan sisi lateral dan permukaan plantar pedis. 10

Disc
L3 L4

Root
L4

Reflex
Refleks Patella

L4 L5

L5

None

L5 S1

S1

Refleks Achilles

Muscles
m. tibialis anterior

Sensation
Medial leg & medial
foot
m. ekstensor hallucis Lateral leg & dorsum
longus
of foot
m. gastrocnemius
Lateral foot
m. peroneus longus
m. peroneus brevis

Tabel 3.4 : Gangguan neurologis akibat lesi pada radiks L4, L5 dan S110
Tes Provokasi Khusus3,4,20
Tes untuk menegangkan radiks spinalis atau n.ischiadicus :
- Straight Leg Raising(SLR) Test
Pemanjangan radiks spinalis dengan straight-leg raising (SLR) atau dengan
laseque maneuver merupakan tes provokasi yang paling konsisten. Pasien berbaring

27

terlentang, kemudian dilakukan fleksi sendi panggul dengan mengangkat tungkai


bawah ke atas dengan memfiksasi di daerah kalkaneus, dengan sendi lutut tetap
dipertahankan dalam posisi ekstensi. Pada keadaan normal, didapatkan sudut antara
tungkai dan meja pemeriksaan 80o.

Selama dilakukan tes SLR, pasien dapat

membedakan apakah ketidaknyamanan karena ketegangan dari otot harmstring atau


nyeri yang lebih tajam yang berasal dari radiks atau n.ischiadicus. Nyeri yang berasal
dari ketegangan otot harmstring terlokalisir pada bagian posterior paha, sedangkan
nyeri karena sciatica dirasakan menjalar hingga ke kaki. Beberapa variasi dari
laseque maneuver juga dapat mencetuskan nyeri yang berasal dari radiks, seperti
Bragard Sign (dengan disertai dorsofleksi pada sendi pergelangan kaki) atau dengan
Sicard Sign (dengan disertai dorsofleksi pada ibu jari kaki).

Gambar 3.7. Straight Leg Raising(SLR) Test;Bragard Sign (insert)

- Positive Cross Leg SLR Test


Pasien berbaring terlentang, kemudian lakukan fleksi sendi panggul dengan
sendi lutut tetap dipertahankan ekstensi pada sisi yang sehat. Bila terdapat nyeri
punggung bawah disertai sciatic pain pada sisi yang sakit, secara kuat
mengindikasikan adanya herniasi diskus di daerah lumbal.

Gambar 3.8. Positive Cross Leg SLR Test

28

Tes untuk meningkatkan tekanan intratekal


- Valsava Maneuver
Pasien disuruh mengedan seperti hendak BAB. Tes Valsava dikatakan positif
bila timbul nyeri punggung atau nyeri yang menjalar hingga tungkai bawah.

Gambar 3.9.Valsava maneufer

- Naffziger Test
Tes Naffziger meningkatkan tekanan intratekal dengan meningkatkan tekanan
cairan intraspinal. Dilakukan dengan memberikan penekanan secara lembut pada
vena jugularis sekitar 10 detik hingga wajah pasien mulai kemerahan. Kemudian
instruksikan pasien untuk batuk. Tes Naffziger dikatakan positif bila timbul rasa
nyeri .

Gambar 3.10.Naffziger Test

29

Pemeriksaan Penunjang2,3,4
1. X-foto vertebra
Informasi yang diperoleh dari foto polos sangat terbatas. Sebaiknya dilakukan
dari 3 sudut pandang, AP, lateral, oblik (untuk melihat dari foramen intervertebralis).
Adanya gambaran penyempitan diskusdapat mengindikasikan adanya proses
degenerasi

atau

kemungkinan

HNP.

Foto

polos

mempunyai

peran

untuk

menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya seperti fraktur kompresi,


tumor atau metastase.

2. MRI
Merupakan pemeriksaan penunjang terbaik untuk memperlihatkan patologi
diskus serta menyingkirkan keadaan patologis yang lain. Gambaran dari posisi aksial
dan sagital dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dan hubungannya dengan
radiks.

Gambar 3.11.HNP Lumbal pada T1 MRI; A. Potongan Sagital; HNP diskus intervertebralis L5 S1
B. Potongan Axial; Masa parasentral menyebabkan penekanan pada radiks S1, perineural fat yang
mengelilingi radiks menghilang

3. CT (CT-mielografi)
Pemeriksaan CT scan dengan ataupun tanpa mielografi (CT-mielografi) dapat
mendeteksi adanya HNP dan memperlihatkan kompresi radiks. Tetapi dalam
penggunaannya telah banyak digantikan oleh MRI yang lebih memberikan gambaran
yang lebih baik.

30

4. EMG
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui saraf yang terlibat,
membedakan antara kompresi radiks dengan neuropati perifer.

5. Lumbal pungsi/mielografi/diskografi
Pada pasien dengan gejala dan tanda yang khas namun dari pencitraan vertebra
tidak memberikan penjelasan diagnostik, maka lumbal pungsi wajib dilakukan untuk
mencari penyebab infeksi dan/atau keganasan. Sedangkan mielografi dapat digunakan
untuk melihat ada tidaknya filling defect yang menekan radiks saraf spinalis.

31

BABIV
REHABILITASI MEDIK PADA
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS LUMBALIS

Rehabilitasi Medik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional


seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau
meningkatkan kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi hendaya, disabilitas
dan kecacatan semaksimal mungkin.
Tujuan utama dari rehabilitasi pada hernia nukleus pulposus adalah untuk
mengoptimalkan kesehatan dan fungsi penderita. Hal ini mencakup bagaimana membuat
penderita dapat kembali pada kehidupan yang sehat, bermakna dan independen. Juga
memfasilitasi penderita agar berpartisipasi dalam tugas-tugas yang telah disesuaikan dan
kembali pada perannya dalam keluarga dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan ini

dibutuhkan penyesuaian psikososial, seksual, vokasional dan avokasional; kemampuan


fungsional, peralatan yang sesuai, pengetahuan dan perilaku untuk menjaga kesehatan; dan
adaptasi lingkungan yang sesuai dengan penderita.7
Dalam menangani pasien HNP, diperlukan berbagai tindakan dalam Rehabilitasi
Medik diantaranya dapat dilakukan terapi konservatif dengan fisioterapi, terapi okupasi,
pemberian orthose serta psikologi. Namun, apabila dengan terapi konservatif gejala tidak
membaik maka dilakukan terapi pembedahan.22

TERAPI KONSERVATIF
Penanganan Nyeri
Untuk mengatasi nyeri akut atau kronis pada nyeri punggung bawah yang
disebabkan oleh HNP, berbagai modalitas terapi fisik telah lama digunakan dan
berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu dan teknologi. Modalitas yang digunakan
meliputi terapi panas, terapi dingin, hidroterapi, traksi servikal atau lumbal, stimulasi
listrik dan terapi latihan (exercise therapy). Edukasi mengenai pentingnya menjaga sikap
tubuh yang baik dan benar (Proper Body Mechanic) juga sangat penting dalam
mendukung keberhasilan program rehabilitasi medik yang sudah diberikan kepada pasien
sebagai pencegahan agar HNP tidak bertambah buruk gejalanya. Biasanya edukasi tersebut
akan diberikan oleh seorang terapis okupasi.21,22

32

A. Therapeutic Heat (Terapi Panas)


Terapi panas digunakan dalam banyak bentuk untuk mengurangi nyeri dan
spasme otot yang terjadi akibat HNP.10
Berdasarkan penetrasinya, terapi panas dibagi menjadi :
a. Superficial heating agents (terapi pemanasan superfisial)10,11
Daya tembusnya 1-3mm dari kutis sampai dengan subkutis. Beberapa
contoh terapi panas superfisial adalah lampu infra merah (Infra Red), kompres air
panas (Hot Moist Packs), paraffin bath serta uap panas.

a.

b.
Gambar 4.1.a. Infra Red (IR), b. Hot Packs

b. Deep heating agents (terapi pemanasan dalam)4,21,22


Daya tembusnya lebih dalam sampai ke otot dan tulang. Beberapa modalitas
pemanasan dalam yang digunakan adalah USD (Ultrasound Diathermy), SWD
(Shortwave Diathermy) dan MWD (Microwave Diathermy).Efek thermalyang
didapat antara lain : vasodilatasi dan peningkatan aliran darah sehingga
mempercepat penyembuhan, mengurangi nyeri; baik secara langsung (direct)
melalui mekanisme Gate Control yang segera timbul setelah pengaplikasian
diatermi dan secara tidak langsung (indirect) melalui pengurangan iskemik,
fasilitasi penyembuhan jaringan dan pengurangan muscle spasm. Peningkatan
suhu otot sampai 42o C menyebabkan pengurangan aktivasi (firing rate) muscle
spindle serabut otot efferent tipe II dan serabut motor neuron gamma, dan
peningkatan firing rate serabut otot tipe Ib yang pada akhirnya menyebabkan
pengurangan firing rate motor neuron alfa sehingga menyebabkan relaksasi otot.

33

Pada pemakaian SWD, jarak elektroda sekitar 2-4 cm dari permukaan kulit,
dengan durasi lama terapi umumnya 20-30 menit. Pada pemakaian MWD,
digunakan intensitas sebesar 5-10 mW/cm2, dengan jarak dari permukaan kulit
sekitar 2-5 cm atau 10-15 cm bila area yang diterapi lebih luas dan durasi lama
terapi umumnya 20-30 menit. Sedangkan pada pemakaian Ultrasound Diathermy,
frekuensi yang digunakan pada kasus HNP sebesar 1 MHz dengan intensitas 0,1-3
W/cm2 dan durasi minimum 1-2 menit (10 cm2), maksimum 10-15 menit, ratarata 5-10 menit.22

Gambar 4.2. Ultrasound Diathermy (kiri), SWD (tengah), MWD (kanan)

B. Therapeutic Cold (Terapi Dingin)21,22,24


Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik efektif untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi serta mengurangi spasme otot paraspinal akibat HNP pada semua stadium
(terutama pada stadium akut dan subakut dini). Semua terapi dingin bersifat bersifat
pendinginan superfisial. Transfer energinya secara konduksi, evaporasi dan konveksi. Alat
yang dipakai tergantung luas area dan mudahnya penerapan seperti cold packs, ice
massage, vapocoolant sprays, uap dingin atau cryotherapy dan cold baths. Efek fisiologis
dari terapi dingin adalah vasokonstriksi pembuluh darah dan memperlambat sirkulasi
darah sehingga dapat mengurangi edema dan inflamasi akut.

34

Gambar 4.3.Cold Pack dan Cryotherapy

C. Hidroterapi21,22,25
Hidroterapi (terapi air) atau Aquatic Therapy adalah terapi fisik dengan
memanfaatkan sifat-sifat fisika dari air yang meliputi daya apung/buoyancy, tekanan
hidrostatik, serta suhu/efek thermal. Terapi air digunakan untuk memberi untuk
memberi efek pada jaringan tubuh dengan pendinginan, pemanasan, mengurangi nyeri
dan relaksasi otot. Hidroterapi ternyata tidak hanya menimbulkan pengaruh terhadap
organ tubuh secara langsung, tetapi juga mempunyai dampak psikologis yang secara
tidak langsung menimbulkan penyembuhan terhadap nyeri. Faktor daya apung ini bisa
berubah sesuai dengan besar bagian tubuh yang masuk kedalam air. Pada rendaman
setinggi xyphoid, beban tubuh akan berkurang sekitar 75%, rendaman sampai umbilikus
akan mengurangi beban hingga 50 %.Dengan memanfaatkan efek tersebut, latihanlatihan seperti neutral position, stabilizing, strengthening, endurance dapat diberikan
pada pasien HNP yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam melakukan latihan
karena rasa nyerinya. Jenis-jenis hidroterapi antara lain pool therapy dan whirpools.

Gambar 4.4. Hidrotherapy

D. Stimulasi Listrik/ TENS ( Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)


TENS merupakan suatu rangsangan listrik/stimulasi listrik yang digunakan
sebagai pengobatan untuk mengurangi nyeri. Pada kasus HNP, TENS digunakan untuk

35

mengurangi nyeri dengan dosis pemberian 4 kali/hari, selama 1 jam dengan frekuensi
80-120 Hz serta durasi 5-400 sec dan bila nyeri berkurang dapat diturunkan 3 kali, 2
kali atau 1 kali/hari sesuai kondisi penyakit.22,24
Mekanisme kerja TENS dalam pengurangan nyeri :21,22
a. Teori Gate Control dari Melzack dan Wall
Implikasi teori ini adalah serabut saraf bermielin berdiameter besar (serabut Aalfa dan A-beta), akan mengurangi efek input serabut saraf bermielin yang
berdiameter kecil (serabut A-delta dan C). Aktifitas beberapa serabut berdiameter
kecil ini menyebabkan nyeri, sehingga mengurangi efek inputnya akan dapat
mengurangi nyeri.
b. Teori pelepasan endorphin
Hipotesis lain menjelaskan khasiat TENS mengurangi nyeri dengan
melepaskan opioid endogen yaitu methenkephalin dan beta endhorphin pada sistem
saraf pusat dengan pengggunaan TENS berfrekuensi rendah (Acupunture-like
TENS).
c. Efek TENS dalam mengurangi nyeri melalui sistem neurotransmiter lain yaitu
perubahan sistem serotonin.

Gambar 4.5. TENS unit (kiri); Aplikasi TENS(kanan).

TRAKSI
Traksi spinal merupakan salah satu modalitas terapi yang dapat digunakan untuk
merelaksasi otot paraspinal yang mengalami spasme serta mengurangi kompresi pada
jepitan radiks saraf spinalis akibat HNP.21Traksi spinal adalah daya tarikan yang diberikan
pada servikal dan lumbal untuk memperoleh efek fisiologis sbb :21,22

36

Distraksi sendi vertebra

Pencegahan dan meregangkan adhesi tepi dural, radiks nervi spinales dan struktur
kapsulernya.

Mengurangi kompresi dan iritasi pada akar saraf dan diskus

Memperbaiki sirkulasi dalam ruang epidural dari kanalis spinalis.


Respon biomekanik yang dapat diukur dimana terjadi akibat pengaruh gaya tarikan

oleh traksi yaitu pelebaran ruang intervertebrale, pelebaran foramen intervertebrale,


pemisahan sendi faset, membebaskan membran sinovial yang terjepit, peregangan kapsul
sendi dan ligamen, serta relaksasi otot-otot paraspinalis yang mengalami spasme.
Walaupun masih kontroversial, pengaruh terapeutik traksi terutama disebabkan oleh
peregangan otot dan ligamen, berkurangnya nyeri dan spasme.21,22,24
Memerlukan lebih banyak tenaga untuk mendapatkan distraksi lumbal. Beban yang
diperlukan harus diperhitungkan untuk mengatasi tahanan mekanik dan friksi dari alat
traksi, mengatasi gaya gesekan terhadap dasar serta mendapatkan pengaruh terapeutik
yang diinginkan berupa traksi pada ligamen dan mengatasi tahanan otot. Pada HNP
lumbal, digunakan traksi lumbal dengan beban berkisar 30-50% berat badan.
Kontraindikasi absolut untuk traksi spinal adalah keganasan; penyakit infeksi
seperti TBC,osteomielitis atau disciitis; osteoporosis; rheumatoid arthritis; penekanan
medulla spinalis; kehamilan; dan hipertensi atau penyakit kardiovaskuler. Traksi harus
dihentikan apabila terjadi mual, pusing, eksaserbasi disfungsi sendi temporomandibuler,
atau peningkatan nyeri di jaringan lunak leher.21,24

Gambar 4.6. Traksi Servikal dan Traksi Lumbal

37

EXERCISE (Back Exercise)


Pada kasus HNP lumbalis didapatkan nyeri punggung bawah yang biasanya
dipresipitasi oleh ketidakseimbangan kekuatan dan fleksibilitas punggung bawah dan
daerah abdominal,mengangkat atau membungkuk dengan posisi yang salah atau hanya
karena aktifitas yang berlebihan dan dilakukan berulang-ulang.22
BackExercise merupakan salah satu aspek yang amat penting dalam pengobatan
nyeri punggung bawah yang diakibatkan HNP lumbalis.Berbagai bukti telah menunjukkan
bahwa exercise memiliki manfaat dalam terapi dan tetap menjadi jenis pengobatan yang
paling banyak dipakai oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dan
fisioterapis untuk mengurangi nyeri, mencegah deformitas serta menghambat progresifitas
gradasi / staging dari HNP.Berbagai kombinasi dari latihan penguatan dan fleksibilitas
terbukti dapat mengurangi nyeri pada NPB akibat HNP lumbalis yang masalahnya
berhubungan dengan kelemahan otot paraspinalis dan kurangnya fleksibilitas. Jenis
backexercise akan diprogramkan oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
dengan mempertimbangkan apa yang menjadi tujuan dalam penatalaksanaan pasien HNP
lumbalis.24,26
Back exercise pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas pasien,
meningkatkan tonus otot dan meningkatkan kekuatan punggung dan abdomen pasien yang
berperan sebagai penjaga stabilitas dari pergerakan vertebra. Exercise juga memainkan
peranan yang penting dalam memperbaiki postur dan memastikan bahwa punggung dapat
berfungsi dengan baik pada saat membungkuk, berjongkok dan mengangkat beban.15
Berbagai masalah LBP akibat HNP lumbalis yang dapat diatasi dengan terapi
latihan meliputi kelemahan otot, spasme otot, kekakuan/ketegangan/pemendekan
(tightness)

otot

&

ligamen,

gangguan

biomekanik/deformitas

serta

gangguan

sikap/postur.21,26
Secara umum, tujuan program latihan adalah :24
o Meningkatkan kekuatan otot
o Mengurangi spasme otot dan nyeri
o Meregangkan struktur yang memendek (otot/ligamen)
o Meningkatkan endurance dan fleksibilitas daerah yang lemah
o Memperbaiki sirkulasi
o Mencegah pembebanan yang salah
o Mengatasi deformitas
o Memperbaiki postur/sikap tubuh
38

o Mencegah cedera
o Memberikan efek psikologis; mengurangi ketakutan bergerak karena nyeri, dan
mengurangi kecemasan

Gambar 4.7. Latihan pada HNP Lumbalis

Extension Exercise
Sering kali diresepkan pada pasien dengan LBP yang disertai nyeri menjalar hingga
ke tungkai. Extension exercise yang umum digunakan adalah berdasarkan metode
McKenzie. Extension exercise dapat mengurangi nyeri diskogenik melalui beberapa
mekanisme, yaitu : mengurangi tegangan pada serabut anulus posterior, meningkatkan
input mekanoreseptor sehingga mengaktifkan mekanisme gate theory, mengurangi
tegangan pada radiks, merubah tekanan intradiskal dan menyebabkan migrasi nucleus
pulposus ke anterior.
Pasien harus diinstruksikan untuk melakukan postur ekstensi berulang saat berdiri
setelah melakukan aktivitas duduk atau membungkuk.
McKenzie Method Extension Exercises
Latihan ini dikembangkan oleh Robin McKenzie tahun 1981.Tujuannya
untuk penguatan otot-otot ekstensor punggung.15,17
Secara teoritis latihan ini dapat mengurangi nyeri dengan :
39

1. Merelaksasi otot-otot psoas dengan memanjangkan otot-otot ini dan pada


waktu yang sama dilakukan tekanan lembut pada trigger pointnya.Otot otot

ini

menekan diskus intervertebralis dan akar saraf yang

menimbulkan NPB dan ischialgia akibat HNP lumbal.


2. Memungkinkan migrasi nukleus pulposus ke arah anterior sehingga
mengurangi penekanan pada serabut anulus posterior dan akar saraf.
Kontraindikasi :
a. Instabilitas/hipermobilitas

segmental

kolumna

vertebralis

lumbal

(spondilolisis,spondilolistesis).
b. Herniasi diskus yang telah mengalami sekuestrasi.
c. Defisit neurologis bilateral.
d. Peningkatan nyata NPB.
e. Peningkatan gangguan sensorik radikuler.

Prone lying

Prone lying on elbows

Progressive extension with pillows

Prone press-ups

Standing extension

Gambar 4.7. McKenzie Method Extension Exercises

Aquatic Exercise
Keuntungan :
-

Buoyancy effect dan pengurangan gaya gravitasi. Semakin besar luas permukaan
tubuh yang terendam dalam air, semakin besar pengurangan gaya gravitasi nya.
Sebagai contoh, terdapat pengurangan gaya gravitasi sebesar 90 % pada
perendaman tubuh hingga batas leher pada posisi vertical. Dengan memanfaatkan
efek tersebut, latihan latihan seperti neutral position, stabilizing, strengthening,
endurance dapat diberikan.
40

Air dapat mengurangi nyeri melalui mekanisme gate theory; dimana input sensorik
dari temperatur air, tekanan hidrostatik dan turbulensi menyebabkan rasa nyeri
berkurang. Kontraksi otot yang berlebihan dan kekakuan otot (stiffness) dapat
dikurangi dengan perendaman pada air hangat.

Psychological effect. Dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien, karena pasien


dapat melakukan berbagai aktivitas atau latihan di air dengan lebih baik.

EDUKASI
Edukasi pasien HNP diberikan oleh terapi okupasi, terutama diberikan saran dan
petunjuk tentang postur tubuh yang baik dan cara duduk yang sesuai (Proper Body
Mechanic). Postur yang tepat waktu duduk, berbaring dan berdiri sangat penting untuk
mencegah nyeri punggung bawah akibat HNP lumbal. Karena itu tetaplah setegak
mungkin dan menggunakan kursi tegak bersandaran keras, bukan kursi empuk yang
rendah. Penderita disarankan untuk jangan membungkuk sewaktu duduk atau berdiri dan
seringlah mengubah posisi.21,24.25

Gambar 4.8. Proper Body Mechanics

41

PERAWATAN BLADDER DAN BOWEL


Dalam program rehabilitasi, perawatan kandung kemih dan rektum sangat penting
dan merupakan kunci keberhasilan hidup di masa mendatang. Dengan adanya paralisis
spinal, penderita tidak dapat mengontrol aktifitas kandung kemih dan rektumnya, jadi tidak
dapat mengetahui kapan akan buang air kecil dan buang air besar. Urin dan feses adalah
produk sisa yang harus di evakuasi untuk mencegah terjadinya efek samping seperti
infeksi dan konstipasi.
Efek cedera spinal terhadap kandung kemih tergantung pada:

Letak cedera

Luasnya medula spinalis yang mengalami kerusakan

Lamanya cedera berlangsung.


Selama periode spinal shock kandung kemih mengalami paralisis flaksid, sehingga

terjadi retensi urine akut. Diperlukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine penderita,
biasanya menggunakan dauer catheter. Hal ini sangat bermanfaat bagi penderita dan
menghindarkan adanya tekanan yang berlebihan pada kandung kencing. Bila lesi terjadi
diatas level L1, refleks aktifitas kandung kemih akan muncul kembali setelah masa spinal
shock terlampaui.
Pada lesi diatas conus (T11-L1) refleks miksi biasanya intak dan dengan latihan yang
baik fungsi pengosongan spontan kandung kemih pulih kembali. Jika lesi terjadi dibawah
L1 paralisis yang terjadi adalah flaksid, refleks pengosongan kandung kemih rusak dan
dalam hal ini fungsi kandung kemih dapat ditimbulkan dengan mengisi penuh kandung
kemih, jadi dengan melalui peninggian tekanan internal, sehingga timbul stimulasi refleks
regang (stretch reflex) pada m. Detrusor kandung kemih dan urine dapat melalui
stingter.
Penanganan disfungsi bladder21
i. bladder training
Pasien dijadwalkan untuk minum. Biasanya 1800 mL per hari dengan 400 mL pada
waktu makan dan 200 mL pada pukul 10.00, 14.00, dan 16.00. Dan pasien dijadwalkan
untuk berkemih tiap 3 jam.
ii. manuver Valsava
Merupakan cara meningkatkan tekanan intravesikal dengan tekanan intraabdominal.
Caranya dengan duduk dan memeluk tungkai bawah dengan lutut ditekuk untuk

42

mencegah bulging abdomen. Dengan cara ini seluruh tekanan intraabdominal ditransfer
ke kandung kemih dan dasar panggul. Kontraindikasi bagi pasien dengan refluks
vesikoureteral.
iii. manuver Crede
Meningkatkan tekanan intravesikal dengan mendorong bladder ke bawah secara
manual.
iv. Kegel exercise
Dengan cara mengkontraksikan dan merelaksasi otot-otot dasar panggul. Dilakukan
untuk mengurangi inkontinensia urin.

Lower Motor Neuron Bladder Training


Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan
/ pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot otot abdomen dan diafragma
yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat
dilakukan untuk membantu pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2
minggu setelah terjadinya cedera). Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi
pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi setelah 2 8 minggu ). Dapat juga
dilakukan usaha dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan
kandung kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi, maka
usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang hari dan perawat
membantu melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik posisi
pasien. Sekali penderita telah menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan
memuaskan, maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri, misalnya 3 4 jam sekali
di siang hari, sebelum tidur, tengah malam (waktu membalikan posisi pasien), serta waktu
bangun tidur di pagi hari.4,13,21

Bowel Care
Dasar dari latihan rektum ini adalah supaya fungsi pengosongan rektum berjalan
dengan efektif, efisien dan wajar. Pada mulanya pengosongan rektum ini dibantu oleh staf
perawatan, biasanya secara manual. Sebuah suppositoria dimasukkan kedalam dubur,
dengan demikian terjadi lubrikasi sehingga feses mudah dikeluarkan. Dengan cara ini
rektum belajar memberikan respon terhadap stimulus. Jika pasien sudah mulai belajar
berdiri dan belajar jalan, evakuasi rektum dilakukan sewaktu duduk di toilet, yang
merupakan posisi dan prosedur alami. Pada awalnya perawat masih membantu, tetapi
43

lambat laun penderita belajar mengeluarkan sendiri dengan mengedan atau terus
menggunakan suppositoria. Yang penting disini adalah rutinitas. Evakuasi rektum ini harus
dilakukan pada waktu yang sama (pagi atau malam) selang seling sehari guna menjamin
tidak terjadinya konstipasi. Pasien harus menjaga dietnya. Perubahan diet atau rutinitas
pada hari hari libur dapat menyebabkan terjadinya fecal incontinentia mendadak.5,10

FUNGSl SEKSUAL
Mengingat bahwa fungsi seksual dikontrol oleh medulla spinalis segmen S2-S4
maka lesi yang bersifat permanen pada daerah ini akan menimbulkan masalah seksual.
Kecemasan dan rasa kesal dapat mempengaruhi fungsi normal seksual pasien. Petugas
yang mengelola (dalam hal ini psikolog) harus menyadari hal ini. Mereka harus dapat
mendiskusikan hal ini secara terbuka dengan pasien dan keluarganya serta menguraikan
hal-hal praktis yang kiranya bermanfaat.
Pasangan harus ikut dalam konsultasi, mengingat kepuasan seks sangat tergantung
pada cara mereka melakukan aktifitas seks. Reflek anal (dengan cara pemeriksaan anus)
dan sensasi tusuk pada penis, skrotum, dan peroneal saddle akan memberikan gambaran
tentang potensial fisik pasien. Lesi LMN pada medulla spinalis (seperti misalnya sindrom
kauda equina) kemungkinan besar pasien kesulitan melakukan senggama secara penuh.
Pasien laki-laki masih dapat ereksi, pada umumnya jumlah sperma sangat rendah, tetapi
masih mampu mempunyai anak. Pasien wanita biasanya haid berjalan normal dan mereka
dapat mengandung, tetapi tanpa kekuatan otot abdominal dan panggul sehingga
memerlukan sectio caesarea agar lebih aman.4,21

ORTHOTIK PROSTETIK
Jenis orthosis spinal yang tepat dipilih berdasarkan pada lokasi/level dan tipe cedera
tulang belakang. Orthosis spinal ini ditujukan untuk : 22,24

mengurangi rasa sakit,

mencegah cedera menjadi lebih berat,

membantu kelemahan otot,

melindungi medula spinalis dan radiks saraf, serta

mencegah atau membantu mengkoreksi deformitas.

Pada perawatan konservatif HNP lumbal dapat diberikan TLSO ( Thoraco Lumbo Sacral
Orthose) semi rigid.
44

Gambar 4.9 TLSO

TERAPI OPERATIF

Tujuan terapi operatif adalah untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada
saraf sehingga rasa nyeri dan gangguan pada fungsi akan hilang. Pembedahan tidak dapat
mengembalikan kekuatan otot tetapi dapat mencegah supaya otot menjadi tidak lemah dan
lebih berguna untuk mengurangi nyeri tungkai daripada nyeri punggung, begitu pula dapat
mengurangi nyeri pada tangan dimana tingkat keberhasilannya lebih dari 90%.24,25
Terapi bedah perlu dipertimbangkan bila :
-

Setelah satu bulan dirawat secara konservatif tidak ada kemajuan

Ischialgia yang berat

Ischialgia menetap atau bertambah berat

Ada gangguan miksi / defekasi dan seksual

Ada bukti klinis terganggunya radiks saraf

Ada parese otot tungkai bawah

Terapi Operatif meliputi :


1. Laminektomi
Adalah tindakan membuang lamina vertebralis, dapat dilakukan sebagai
dekompresi terhadap radiks spinalis yang tertekan atau terjepit oleh HNP
2. Disektomi
Sebagian dari diskus intervertebralis diangkat untuk mengurangi tekanan
terhadap radiks. Disektomi dilakukan untuk memindahkan bagian yang
menonjol.

45

3. Mikrodisektomi
Merupakan tindakan operatif mikroskopik dengan pendekatan posterior
untuk menyingkirkan HNP melalui insisi kulit sekecil mungkin, biasanya
sekitar 2cm. Bertujuan memindahkan fragmen nukleus menggunakan injeksi
enzim yang disebut chymopapain ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan
substansi gelatin yang menonjol
4. Percutaneus Lumbar Disektomi
Dengan menggunakan bantuan sinar X mengarahkan jarum yang
digunakan memperbaiki diskus yang bermasalah.

REHABILITASI MEDIK PASCA LAMINEKTOMI


Tujuan rehabilitasi medik pasien post laminectomy atau discectomy lumbal: 21
o mengedukasi pasien mengenai proper body mechanics, postur, dan
memperingatkan pasien post operasi untuk melindungi vertebra dari cedera
berulang;
o meningkatkan lingkup gerak sendi ke kondisi normal atau status fungsional
o mengembalikan pasien pada kemampuan fungsional maksimalnya
Rehabilitasi medik pada penderita HNP post laminektomi pada prinsipnya sama
dengan pre operasi, yaitu untuk mengurangi nyeri, mobilisasi bertahap dan exercise bila
masih ditemukan gejala defisit neurologi berupa kelemahan tungkai.25
Teknik Rehabilitasi :27
o Rawat Inap:

Mobilisasi pada tempat tidur dengan log rolling untuk melindungi vertebra dari
cedera ulang.

Latihan dimulai dengan menginstruksikan pasien untuk pelvic tilt, single knee
to chest, dan straight leg raise. Makin lama latihan double knee to chest, rotasi
batang tubuh bawah, dan latihan wall slide. Latihan ini bertujuan
meningkatkan kekuatan fleksor batang tubuh; meningkatkan mobilitas
punggung bawah, ekstremitas inferior, dan pelvis.

Mempertahankan kemandirian dalam pola jalan dengan melatih pasien berjalan


pada permukaan yang datar dan tangga.

46

o Rawat Jalan (minggu I-III):


Dimulai dengan latihan ekstensi. Pasien dengan posisi tengkurap, bertumpu
pada siku, dan posisi push up. Dilanjutkan dengan straight leg raise dan rotasi
batang tubuh bawah. Latihan ini bertujuan meningkatkan kekuatan ekstensor
batang tubuh; meningkatkan mobilitas pinggang bawah, ekstremitas inferior,
dan pelvis.
Peregangan otot-otot hamstring dan fleksor panggul. Tujuannya untuk
meningkatkan fleksibilitas ekstremitas inferior.
Menginstruksikan pasien dalam proper body mechanic dan postur yang
normal. Tujuannya untuk mencegah cedera punggung bertambah parah.
o Rawat Jalan (minggu IV-VIII) :

Melatih pasien dengan program low back exercise fleksi dan ekstensi untuk
meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas batang tubuh dan

pelvis. Dapat

dilakukan dengan kombinasi penggunaan hidroterapi.22


Melatih berjalan, jika memungkinkan ergocycle untuk meningkatkan
endurance dan kekuatan kardiovaskular
o Rawat Jalan (setelah minggu VIII, jika diperlukan) :
Program latihan dengan beban untuk meningkatkan kekuatan ekstremitas
superior dan inferior dan tubuh.
Memeriksa proper body mechanics dan postur tubuh untuk mencegah
cedera punggung bertambah parah.
Berjalan dan/ atau program ergocycle untuk mempertahankan dan
meningkatkan endurance dan kekuatan.

Program Rehabilitasi Medik yang dilakukan meliputi:


1. Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Pemberian
program latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan juga gangguan
neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut. Adapun program-program tersebut
antara lain:
a. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full
ROM, sekurang kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya
kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta
47

melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior yang rentan terhadap


kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan aliran darah biasanya ditempat
tersebut sangat lambat.

Gambar 4.10. Passive ROM exercise

b. Keseimbangan duduk.
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat
saat mula-mula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat
duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali mengganggu
keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangan mengganggu. Jika duduk
tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala seperti hipotensi antara lain
pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien dapat menyesuaikan diri. Jika
hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt table untuk membantu pasien
membiasakan diri duduk tegak.

c. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena
akan membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif
berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan
memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis dapat
membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang sensoriknya masih
berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah dapat dikembangkan
menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan sekaligus sebagai suatu
rekreasi.

48

d. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya
aktifitas otot-otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per
dan beban, press up, dan memanjat dengan tali.

e. Mat work (senam lantai di matras),


Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otototot
trunkus dan meningkatkan tonus otot otot paravertebralis sehingga nantinya hal
tersebut dapat membantu pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan
postur. Latihan di matras ini bertujuan membantu mengurangi spastisitas otot otot
tersebut dan ini kelak akan membantu berfungsinya bladder dan bowel. Semua
pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin belajar duduk tanpa dibantu.
Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di kembangkan dengan latihan duduk
di tepi tempat tidur. Selain itu bisa pula dilakukan senam Kegel untuk menguatkan
otot-otot panggul.

f. Berdiri
Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk
berdiri tegak. Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini
bertujuan untuk meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat, memperbaiki
tonus otot di trunkus dan ekstremitas inferior, mencegah deformitas fleksi di
pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki, memperbaiki efisiensi pengosongan
ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga berperan dalam pencegahan
osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk memungkinkan latihan berdiri tegak ini
dapat digunakan alat yang dinamakan standing frame. Pengikat yang dilapisi kulit
halus berfungsi sebagai brace, sedangkan meja miring didepan berfungsi sebagai
tempat penderita melakukan berbagai aktifitasnya sambil berdiri.

49

Gambar 4.11. Latihan berdiri dengan standing table dan tilting table

g. Latihan jalan.
Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah:
kekuatan otot quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari
panggul dan kontrol lengan. Untuk melangkah adalah merupakan problem yang
besar bagi pasien. Kemauan merupakan kunci kearah keberhasilan, yang juga
sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah otot-otot yang masih
berfungsi. Teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam latihan jalan ini antara
lain: swing to & swing through qait menggunakan kruk siku (elbow crutches).

Gambar 4.12. Latihan Jalan

h. Pemakaian kursi roda


Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien
dipesankan kursi roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan. Waktu yang paling tepat adalah saat pasien mulai belajar duduk.

50

Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi
roda sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan
dan ditentukan oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan
berputar, ketinggian yang dapat diatur serta sandaran tangan yang dapat dilepaskan
merupakan bentuk standart.
Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul betul
yakin akan kemampuannya. Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara
cara melintasi pintu, permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari trotoar.
Kepada pasien juga diajarkan caracara mundur dengan baik.

Gambar 4.13. Tahapan Reedukasi Fisik Awal

2. Okupasi Terapi
Okupasi terapi bertujuan untuk:

Aktifitas kehidupan sehari hari.

Penilaian kursi roda

Penilaian alat bantu jalan


51

Penilaian pekerjaan dan penempatan kembali

Penguatan otot otot punggung dan ekstremitas atas

Mempertahankan sisa fungsi yang masih ada

Membangkitkan kembali semangat penderita

Mencegah kontraktur otot

Gambar 4.14. Berbagai Latihan di Okupasi terapi

3. Ortotik
Ortose (TLSO) atau korset pinggang dipakai pada fase mobilisasi. Pemakaian korset
bermanfaat pada fase mobilisasi untuk membantu menstabilkan, mendukung, dan
mempertahankan kurve fisiologis yang telah diperoleh pada tata laksana konservatif, serta
melindungi vertebra dari trauma akut dan post operasi vertebra. TLSO dapat meningkatkan
tekanan intraabdominal yang dapat mengurangi kompresi diskus intervertebralis, sehingga
mengurangi nyeri. TLSO dipakai paling lama selama 3 bulan.17,21
TLSO post operasi berperan untuk restriksi gerakan, melindungi segmen yang
cedera dari gerakan dan secara teori mengurangi beban pada tempat yang telah
dioperasi sampai terjadi fusi yang solid.
Selain TLSO, untuk mobilisasi juga diperlukan berbagai alat bantu ambulasi.
Pemilihan alat bantu ambulasi disesuaikan dengan kemampuan fungsional pasien.
Mulai dari kursi roda, walker, tripod, quadripod, billateral cruthes, hingga cane.

52

Gambar 4.15. Alat bantu ambulasi

4.Sosial Medik
Pekerja sosial medik merupakan salah satu anggota tim yang diperlukan dan
tugasnya meliputi berbagai aspek yang sangat bervariasi. Kontak dengan pasien dan
keluarganya segera dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit. Kontak dengan
dinas sosial setempat harus segera dilakukan, ini kelak akan sangat membantu dalam
memulangkan pasien kerumahnya. Begitu pula halnya untuk keperluan seperti kursi
roda dan alat bantu lainnya diusahakan dengan bekerja sama dengan dinas tersebut.
Kadang kadang pekerja sosial medik diminta bantuannya untuk mengatasi kesulitan
yang dialami pasien maupun keluarganya. Disamping itu pekerja sosial medik juga
diperlukan untuk mengadakan kunjungan ke rumah pasien dengan memperhatikan hal
hal sebagai berikut:

Tinggi tombol lampu

Penutup lantai / karpet yang lepas

Lebar pintu

Permukaan lantai tidak boleh licin

Anak tangga pada pintu yang menghambat mobilitas

Kamar tidur harus ada di lantai bawah

Letak kamar mandi

Tipe bangunan rumah bila diperlukan hoists (katrol)

Tinggi meja dapur

Lebar lorong di dalam rumah

53

5. Psikologi
Secara umum dikatakan bahwa depresi dapat mengganggu proses rehabilitasi.
Depresi dan ansietas dapat mengakibatkan disabilitas yang sama beratnya dengan yang
disebabkan trauma medula spinalis. Kekuatiran akan masa depan dan akibat cacat yang
diderita, sikap tidak realistis, sikap agresif merupakan tandatanda keresahan
emosional. Dorongan dari terapis dan keluarga, pendekatan positif kepada pasien dan
kemampuannya, sangat membantu dalam menghilangkan gejala. Mereka yang
mengalami depresi ringan biasanya memberikan respon yang baik terhadap obatobat
anti depresi. Waktu penyesuaian psikologi biasanya memerlukan waktu sekitar 18-24
bulan.

54

DAFTAR PUSTAKA

1. Ogiela, Denis. Herniated Nukleus Pulposus. Available at www.nlm.nih.gov/


medlineplus
2. Colon, Edgar, et al. Imaging Techniques Relative to Rehabilitation. Dalam De Lisa
: Physical Medicine and Rehabilitation Principle and Practice. 4th . Philadelphia.
Saunders. 2005 ; 176 180
3. H Allan, Pain in The Back, Neck and Extremities. Adams and Victors Principles
of Neurology. 8th. USA. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2005 ; 168 - 183
4. Braddom R. Low Back Pain. Physical Medicine and Rehabilitation. 4th .
Philadelphia. Saunders. 2011 ; 870 906
5. Neuropatik, 2nd ed. Yogyakarta: Medikagama Press. 2008: 159-173
6. Cauda Equina Syndrome, http://www.emedicinehealth.com. Januari 11,2012
7. Somers, Martha Freeman. Spinal Cord Injury : Functional Rehabilitation 3rd
edition. New Jersey. Pearson Education Inc. 2010 : 1-7,
8. Anatomy & Fisiologi Tulang Belakang. Avalaible at www.rsop.co.id
9. Snell, Ricghard S. Punggung. Anatomi Klinik Edisi 3 Bagian 3. Jakarta. EGC.
1997 : 217-248
10. Putz, R. Columna Vertebralis. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21. Jilid 2.
Jakarta. EGC. 2000 ; 2 26
11. Kirschblum, Steven. Rehabilitation of Spinal Cord Injury. De Lisa : Physical
Medicine and Rehabilitation Principle and Practice. 4th . Philadelphia. Saunders.
2005 : 665 - 716
12. Snell, Richard S. Medulla Spinalis. Neuroanatomi Klinik. Edisi 1. Jilid 2. Jakarta.
EGC. 2007 ; 150 - 205
13. Cucurullo S. Spine Rehabilitation. Physical Medicine and Rehabilitation Board
Review. 4th . New York. Demos. 2004 ; 256 276
14. Sidharta P, Dewanto, Anatomi Susunan Saraf Pusat Manusia, PT. Dian Rakyat,
Jakarta, 1986: 83-101
15. Foster,MR.

Herniated

Nucleus

Pulposus.

2010.

Available

at

http://

emedicine.medscape.com/article/1263961

55

16. Cailliet, R. Low Back Pain with Leg Pain : The Ruptured Disk. Understand Your
Backache. 5th . Philadelphia. Davis Company. 1991 ; 76 86
17. Purwanto,TE. Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis. Dalam: Meliala L et al. Nyeri
Punggung Bawah
18. Philips,FM, Lauryssen,C. The Lumbar Intervertebral Disc. New York: Thieme.
2010: 67-118
19. Noerjanto,M. Simposium Nyeri Punggung Bawah. Badan Penerbit UNDIP; 2006.
20. Hoppenfeld, S. Physical Examination of The Lumbar Spine. Physical Examinations
of The Spine and Extremities. 4th. New York. Appleton Century Crofts. 1976 ; 237
263
21. Tan JC. Physical Modalities. Physical Medicine and Rehabilitation Diagnostic
Therapeutic and Basic Problems. 4th ed. Missouri: Mosby; 1998. P. 133 154.
22. Cameron M. The Physical Agent. Physical Agents in Rehabilitation. 3rd ed.
Philadelphia: Saunders; 2009. P. 207 398.
23. Garrison SJ. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2003.
24. Wahyuni LK. Layanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Jakarta: PB
PERDOSRI; 2013.
25. Nasution A,Tulaar A, Paulus A, Aliwarga A, Suharti A, Mistivani I et al. Panduan
Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Jakarta: PB PERDOSRI;
2012.
26. Kissner C. The Spine: Exercise Interventions for Neck and Trunk. Therapeutic
Exercise. 4th ed. Philadelphia: Davis Company; 2002. P. 638 676.
27. Bezner,J. Rogers,H. Physical Therapy Protocols-Guidelines for Rehabilitation.
Texas : Therapy Skill Builder.1991:51-54.

56

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: tn. B

Umur

: 35 Tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Ds. Plawangan, RT 06 RW 02, Kragan, Rembang

Pekerjaan

: Mandor

Ruang Rawat

: Rajawali 1 B

No CM / Register

: C 4890758 / 7690758

Rujukan

: RSUD dr. R. Soetrasno, Rembang

Tanggal masuk

: 18 Juni 2014

Tanggal operasi

: 23 Juni 2014

Tanggal Keluar RS

: 16 Juli 2014

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Tidak bisa buang air kecil dan buang air besar

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sejak kurang lebih 6 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri pada
daerah pinggang kiri dan sekitar bokong kiri. Nyeri seperti dicengkeram, namun dirasa
tidak terlalu berat. Nyeri hilang timbul, timbul bila pasien bekerja berat, menghilang
setelah istirahat atau diberi balsem atau koyo. Pasien juga mulai mengalami disfungsi
ereksi.
Sejak kurang lebih 10 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan
kesemutan pada ujung ujung jari kaki kanan dan kiri. Lama kelamaan kesemutan
menyebar hingga ke seluruh telapak kaki. Pasien juga merasa tebal dari ujung kaki sampai
bagian bawah kemaluan. Bila memakai sandal jepit sering terlepas. Tungkai kiri pasien
terasa lemah. Kelemahan dirasa semakin berat, namun pasien masih dapat berjalan
meskipun dengan dipapah atau berpegangan.

57

Sejak kurang lebih 1 minggu sebelum rumah sakit pasien mengeluh mengalami
kesulitan buang air besar dan buang air kecil. Untuk buang air kecil pasien harus mengejan
namun hanya keluar sedikit disertai nyeri perut bawah. Pada akhir buang air kecil pasien
tetap merasa perutnya penuh. Pasien juga merasa buang air besar sulit keluar walaupun
dengan mengejan. Awalnya pasien berobat ke Puskesmas. Di Puskesmas dipasang kateter
urin dan pasien diberi obat pencahar. Karena tidak membaik, pasien dirujuk ke RSUD dr.
Soetrasno Rembang. Di RS tersebut pasien dirawat selama 5 hari. Dilakukan foto tulang
belakang, namun tidak didapatkan kelainan. Akhirnya pasien dirujuk ke RS dr. Kariadi
untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

Riwayat penyakit yang sama (-)

Riwayat trauma pada punggung disangkal, namun pasien sering mengangkat


barang berat

Riwayat hipertensi (+), pengobatan tidak teratur

Riwayat diabetes mellitus (+), baru diketahui saat dirawat inap di RSUD Rembang

Riwayat penyakit jantung (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


-

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)

Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal

Riwayat diabetes meliitus dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit jantung (+) ibu kandung pasien

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien bekerja sebagai mandor pada perusahaan penggilingan batu. Pasien berkerja
di kantor dan di lapangan. Kadangkala pasien ikut mengangkat batu batu dengan berat
minimal 20 kg. Istri pasien tidak bekerja. Anak pasien 1 orang, berusia 3 tahun. Biaya
pengobatan : BPJS non PBI. Kesan sosial ekonomi : cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Presens

Keadaan umum

: tampak sakit sedang, kontak dan pengertian baik

58

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4M6V5

Bahasa

: afasia (-)

VAS

:4

Gait

: sulit dievaluasi

Tanda vital

:TD: 130/80 mmHg Suhu: 37


Nadi : 80 x/Mnt

BB/TB

: 110 Kg/ 178 cm

RR: 18 x/menit
(BMI : 34,72 Kg/m2 = obesitas)

2. Status internus

Kepala

: Mesosephal,

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,


3mm/3mm

Hidung

: Deviasi (-), bentuk normal, simetris

Mulut

: Bibir tidak sianosis, sudut mulut simetris

Telinga

: Fungsi pendengaran kesan baik

Leher

: kaku kuduk (-), simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

o Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm linea midclavicularis


sinistra

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

o Paru :

Inspeksi : simetris, statis, dinamis

Palpasi : Stem Fremitus kanan < kiri

Perkusi : Redup pada SIC IV ke bawah paru kanan

Auskultasi : Suara dasar vesikuler paru (N/N), Ronkhi (-/-),


wheezing (-/-)

Abdomen

o Inspeksi : cembung
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : timpani (+), pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
o

Palpasi : hepar dan lien tak teraba


59

3. Status Nn. Craniales : dalam batas normal


4. Status Neuromuskular
Ekstremitas Superior

Dekstra

Sinistra

Deformitas

(-)

(-)

Tanda radang

(-)

(-)

Gerak

(+)N

(+)N

ROM

Aktif (full)

Aktif (full)

Tonus

Trofi

eutrofi

eutrofi

Kekuatan

55555

55555

Refleks biceps

+2

+2

Refleks triceps

+2

+2

(-)

(-)

Sensorik protopatik

Sensorik proprioseptif

(-)

(-)

Dextra

Sinistra

Deformitas

(-)

(-)

Tanda radang

(-)

(-)

Gerak

(+)

(+)

ROM

Aktif/Pasif (full)

Refleks fisiologis

Refleks patologis
Hoffman Tromner
Sensibilitas

Spastisitas

Extremitas Inferior

Tonus

Aktif/Pasif (full)

+N

+N

Trofi
Lingkar tungkai atas

72 cm

72 cm

Lingkar tungkai bawah

47 cm

46 cm

Kekuatan
Fleksi hip

Ekstensi lutut

Dorsofleksi ankle

Dorsofleksi ibu jari

3
60

Plantarfleksi ankle

Sensibilitas
Sensorik protopatik

normal Hipestesi L4-S1

Sensorik proprioseptik

normal menurun

Refleks fisiologis
Refleks patella

+2

+1

Refleks tendon Achilles

+2

+1

Babinski

(-)

(-)

Klonus

(-)

(-)

(-)

(-)

Refleks patologis

Spastisitas

Vegetatif : BAK menggunakan kateter urine (DC)


BAB tidak terasa
BCR test (-)
Tes provokasi : Laseque (-/-), SLR 70/70, Valsava (+)
Patrick (-/-), contra patrick (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
MRI Lumbal tanpa Kontras ( 18 Juni 2014 )
Kesan :

Spondilosis torakolumbalis

Degenerasi diskus intervertebralis V.L4-5

Protrusi central pada diskus intervertebralis V.L4-5 yang mendesak techal sac
disertai penyempitan foramen neuralis kanan kiri

Schmoid node endplate superior V.L4

Clumping cauda equina setinggi V.L2-3 curiga arachnoiditis

61

2. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV

22-06-2014
15,3 g/dL
46,4 %
5,47x 106 / uL
28,1 pg
85,0 fL
33,0 g/dL
25,4 x 106 /uL
426x 106/ uL
14,8%
8,48 fL

25-06-2014
14,7 g/dL
42,5 %
4,99 x 106/uL
29,5 pg
85,2 fL
34,6 g/dL
23,2 x 106/uL
397 x 106/uL
14,7 %
8,76 fL

01-07-2014
15,0 g/dL
44,2%
5,19 x 106 /uL
28,8 pg
85,1 fL
33,9 g/dL
13,7 x 106 / uL
291 x 106 / uL
14,6 %
8,26 fL

08-07-2014
13,2 g/dL
41,1 %
4,83x106 / uL
27,3 pg
85,2 fL
32,0 g/dL
10,9x106 /uL
329x106 / uL
14,2 &
7,04 fL

Kimia Klinik
Glukosa Puasa
Glukosa PP 2 jam
Cholesterol Total
Trigliserid
HDL Cholesterol
LDL Direk
Ureum
Kreatinin
Asam Urat

19-06-2014
134 mg/dL
118 mg/dL
250 mg/dL
140 mg/dL
29 mg/dL
190 mg/dL
39 mg/dL
0,93 mg/dL
6,1 mg/dL

26-06-2014

08-07-2014

12-07-2014
87 mg/dL
103 mg/dL

62

ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
HbA1c
Glukosasure Strip

135 mmol/L
4,6 mmol/L
91 mmol/L
8,7 %

7,9 %
207 mg/ dL

107 mg/dL

Urine Lengkap
ANALYZER
Warna
Kejernihan
Berat Jenis
pH
Protein
Reduksi
Urobilinogen
Bilirubin
Aseton
Nitrit

SEDIMEN
Epitel
Epitel Tubulus

19-06-2014

25-06-2014

01-07-2014

Orange
Agak keruh
1,025
6
NEG
NEG
12 mg/dL
1 mg/dL
50 mg/dL
NEG
Leukosit Esterase :
500/uL
Blood : 10/uL

Kuning
Agak keruh
1,025
5
25 mg/dL
1000 mg/dL
NEG
NEG
15 mg/dL
NEG
Leukosit Esterase :
500/uL
Blood : 250/uL

Orange
Agak keruh
1,020
5
25 mg/dL
50 mg/dL
4 mg/dL
1 mg/dL
15 mg/dL
NEG
Leukosit Esterase :
500/uL
Blood : 250/uL

2,6 / uL
Epitel : 2-4/ LPK
0,6 / uL

7,1 / uL
Epitel : 2-5/ LPK
0,1 / uL

54,7 / uL
Epitel : 1/2 LPK
47,8 / Ul
EPITEL TUBULUS : 2/4 LPB

Lekosit
Eritrosit
Kristal
Sil. Pathologi
Granula Kasar
Granula Halus
Sil. Hialin
Sil. Epitel
Sil. Eritrosit
Sil. Lekosit
Mucus

123,7 / uL
LEUKOSIT : 10-15/LPB
19,9 / uL
ERITROSIT : 0-2/LPB
0,3 / uL
4,79 / uL
0-1 / LPK
NEG / LPK
6,59 / uL
NEG / LPK
NEG / LPK
NEG / LPK
1,86 / uL

635,0 / uL
LEUKOSIT : 15-20/LPB
193,0 / uL
ERITROSIT : 1-2/LPB
5,0 / uL
URIC ACID + / POS
27,06 / uL
NEG / LPK
NEG / LPK
30,66 / uL
NEG / LPK
NEG / LPK
NEG / LPK
2,79 / uL

387,3 / uL
LEUKOSIT : 40/50 LPB
47,1 / uL
ERITROSIT : 1/2 LPB
1,4 / uL
CA OXALAT + / POS
3,86 / uL
NEG / LPK
NEG / LPK
13,73 / uL
NEG / LPK
NEG / LPK
NEG / LPK
5,86 / uL
BENANG MUCUS +/POS

Yeast Cell

660,20 / uL

2796,20 / uL

199,90 / uL

YEAST CELL+/POS

YEAST CELL +++/POS 3

YEAST CELL+/POS

HYFA +/POS

HYFA +/POS

63

Bakteri
Sperma

3102,1 / uL
BAKTERI : +/POS
0.0 / uL

74,7 / uL
0.0 / uL

30,6 / uL
BAKTERI +/POS
0.0 / uL
SPERMATOZOA +/POS

Kepekatan

20,8 mS / cm

14,7 mS / cm

14,7 mS / cm

Immunoserologi( tanggal 22-06-2014 )


HBsAg Strip / HBs Ag : NEGATIF

KOAGULASI (tanggal 22-06-2014)


Plasma Prothrombin Time (PTT)
Waktu Prothrombin
: 11,3 detik
PPT Kontrol
: 11, 7 detik
Partial Thromboplastin Time (PTTK)
Waktu Thromboplastin
: 28,3 detik
APTT Kontrol
: 36,0 detik

Analisa Laboratorium Patologi Klinik (tanggal 24-06-2014)


Sediaan operasi dari Vertebrae Lumbal IV-V
Makroskopik :
Potongan potongan jaringan kurang lebih 5cc, masih dalam spuit injeksi, warna putih
kecoklatan, kenyal
Mikroskopik :
Potongan jaringan menunjukkan stroma kartilago yang fibrilar, mengalami granular change
dan kondrosit kondrosit yang mengelompok disertai neovaskulariasi
Tak tampak ganas pada sediaan ini
Gambaran di ats dapat ditemukan pada HNP ( Hernia Nukleus Pulposus )

Hasil Kultur Urine (Kateter) tanggal 25-06-2014


HASIL KULTUR
Amikacin
Amox/Clav. Ac
Cefepime
Cefotaxime
Ceftazidime
Ciprofloxacin
Cotrimoxazole
Gentamicin
Meropenem
Sulbactam Cefoperazone

Rhizobium radiobacter
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S

64

Tetracyclin
Tigecycline
Piperacillin / Tazobactam
Ampicillin Sulbactam
HITUNG KUMAN

S
S
S
S
> 100.000 CFU / ML URINE

Catatan :
1. Significant bacteriuria, suspect catheter assosiated UTI
2. Terapi dilanjutkan dan bila memungkinkan kateter dilepas

Swab Dasar Luka : (tanggal 04-07-2014)


Pewarnaan BTA :
BTA
: (-) / NEGATIF
Lekosit
: >25 / LP
Pewarnaan Gram :
Kuman Berbentuk Batang (+) / POSITIF
GRAM (-)

Test Sensitivitas Antibiotik (tanggal 04 07 2014)


Selected Organism : Pseudomonas aeruginosa
Source : Swab Dasar Luka
Identification Information
Selected Organism

Susceptibility Information

Antimicrobial
ESBL
Ampicillin
Ampicillin / Sulbactam
Piperacillin/Tazobactam
Cafazolin
Cefmetazole
Ceftazidime
Ceftriaxone
Cefepime
Fosfomycin

Analysis Time :
93% Probability
Bionumber :

10,00 hours
Pseudomonas aeruginosa
0043051101500242

Status : Final

Analysis Time : 12,75 hours


Interpretation
MIC
Antimicrobial
Aztreonam
32
R
Ertapenem
32
R
Meropenem
128
R
Amikacin
64
R
Gentamicin
64
R
Ciprofloxacin
64
R
Levofloxacin
64
R
Tigecycline
Trimethoprim/Sulfamethoxazole
64
R
R
Cefoperazone Sulbactam

Status : Final
Interpretation
MIC
8
S
16
32
16
4
8
8
320

R
I
R
R
R
R
R
R

Catatan :
Mohon disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pseudomonas aeruginosa yang ditemukan
cenderung merupakan kontaminasi

Faeces Rutin(tanggal 11-07-2014)


Makrokopis
Warna
Konsistensi

: Coklat Kemerahan
: Lembek
65

Mikroskopis
Ascaris
: NEG / LPK
Ankilostoma
: NEG /LPK
Trikhiuris
: NEG / LPK
Oxyuris
: NEG /LPK
Kista
: NEG /LPB
Entamoeba
E.Histolitika
: NEG / LPK
E.Coli
: NEG / LPK
Sisa Makanan
Sisa Lemak
: + / POS
Sisa Karbohidrat
: + / POS
Sisa Protein
: + / POS
Sisa Daging
: NEG
Granula Amilum
: NEG
Globul Lemak
: NEG
Sisa Tumbuhan
: NEG
Sel
Eritrosit
: 15-20 / LPB
Lekosit
: 5-10 / LPB
Epitel
: NEG / LPK
Bakteri
: + / POS
Jamur
: NEG

Hasil Kultur Darah (tanggal 10-07-2014)


Tidak ada pertumbuhan kuman

Tes Benzidine (tanggal 11-07-2014)


Benzidine

: + / POSITIF

RESUME
Seorang laki-laki 35 tahun, dengan keluhan utama kesulitan tidak dapat buang air
kecil dan buang air besar.Keluhan dirasakan mulai 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit.Awalnya pasien merasakan nyeri punggung bawah yang hilang timbul sejak 6 bulan
yang lalu,disertai disfungsi ereksi. 10 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan
kesemutan pada ujung jari jari kedua kaki yang semakin lama semakin meluas hingga
pergelangan kaki, disertai dengan rasa tebal.hingga sekitar kemaluan. Kaki kiri juga terasa
lemah, sehingga untuk berjalan pasien harus dibantu.
Riwayat hipertensi +, diabetes baru diketahui saat dirawat di RS. Pasien mempunyai
kebiaasaan memanggul barang berat. Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS non
PBI. Kesan sosial ekonomi : cukup.
66

Pasien tampak sakit sedang, VAS 4. Terdapat atrofi pada kedua tungkai bawah (kiri
lebih berat), kekuatan tungkai 55555/33333, hipestesi L4-S1 bilateral. BAK melalui DC,
BCR (-). Tes provokasi Laseque (-/-), SLR 70/70, Valsava (+), Patrick (-/-), contra
patrick (-/-) .

DIAGNOSIS
1. DK

: Monoparese inferior sinistra


Hipesthesi setinggi dermatom L4-S1 sinistra
Retentio urine et alvi
Disfungsi ereksi

DT

: Cauda equina
DD/ conus medularis

DE

: HNP lumbalis L4-5

TERAPI
- Operatif : laminektomi
- Farmakologik
- Rehabilitasi Medik

PROBLEM REHABILITASI MEDIK


1. Monoparese inferior sinistra
2. Hipestesi setinggidermatomL4-S1 sinistra
3. Retentio urine
4. Retentio alvi
5. Disfungsi ereksi

PROGRAM REHABILITASI MEDIK


1. Fisioterapi
Assesment:
Kontak, pengertian baik, dan komunikasi baik.
Monoparese inferior sinistra, dan atrofi kedua tungkai bawah (kiri lebih berat)
Nyeri punggung bawah post op(+), hipestesi sesuai dermatom L4-S1 sinistra
Program:
Proper bed positioning
67

Mobilisasi dan ambulasi bertahap sesuai kondisi pasien


Latihan ROM aktif pada anggota gerak atas dan tungkai kanan
Latihan ROM aktif dibantu pada tungkai kiri
Latihan penguatan kedua anggota gerak atas
Latihan penguatan otot otot punggung dan abdomen
Latihan penguatan otot otot dasar panggul
Latihan penguatan kedua tungkai bawah, terutama tungkai kiri
Edukasi penggunaan CIC

2. Terapi Okupasi
Assesment:

Kontak, pengertian baik, dan komunikasi baik.

ADL dependen, hipestesi L4-S1 sinistra

Program:

Proper body mechanics ( PBM ) lumbal

Cara tidur dan bangun duduk berdiri yang benar.

Peningkatan sensibilitas kedua kaki

3. Ortotik Prostetik
Assesment:
Kontak, pengertian baik, dan komunikasi baik.
Monoparese inferior sinistra dan atrofi kedua tungkai bawah
Nyeri gerak punggung bawah (+), hipestesi sesuai dermatom L4-S1 sinistra
Program:

TLSO
Walker

4. Sosial Medik
Assesment:

Pasien seorang mandor di penggilingan batu, istri tidak bekerja. Perusahaan


tempat kerja mendukung pengobatan pasien hingga sembuh

Hubungan antar keluarga baik. Pasien tinggal di rumah sendiri dengan istri
dan 1 orang anaknya yang berusia 3 tahun
68

Rumah: atap genteng, dinding kayu, lantai sebagian besar ubin, WC jongkok

Biaya pengobatan dengan BPJS non PBI, kesan ekonomi cukup

Program:

Memberi motivasi kepada keluarga untuk membantu memberi perawatan dan


rehabilitasi medik penderita

Memfasilitasi pasien dengan perusahaan tempat pasien bekerja, apabila diperlukan

5. Psikologi
Assesment:
Kontak baik, komunikasi baik, stabilitas emosi kurang
Program:

Memberikan dukungan mental dan semangat.

Memotivasi pasien agar tetap latihan dan kontrol teratur.

Memotivasi keluarga untuk memberikan dukungan kepada penderita.

69

LAPORAN OPERASI

Tanggal

: 23 Juni 2014

Waktu

: 19.15 - 22.00 ( 2 jam 45 menit)

Diagnosis Pre Operasi

: HNP L4-5

Rencana tindakan

: Laminektomi HNP

Tindakan yang dilakukan

: Laminektomi HNP

Diagnosis setelah tindakan

: HNP L4-5

Operator

: dr. M. Thohar, Sp.BS

Asisten Operator

: dr. Herry

Tahapan Tindakan Operasi:

Incisi midline 10 cm lapis demi lapis sub periosteal

Temukan L4-5 dengan C-arm

Flavectomy L4-5, L5-S1

Partial laminectomy L5

Diskektomy 3 cc

Pasang drain

Jahit lapis demi lapis

Operasi selesai

Instruksi Post Operasi :


Pengawasan KU dan TTV selama 24 jam
Methycobal 125 mg/8jam IV
Ketorolac 30mg/8jam IV
Ranitidin 50mg/12 jam IV
Ceftriaxon 2gram/24 jam IV

70

71

CATATAN PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP


S

18-06-2014
tidak dapat Bak & BAB
kelemahan kedua tungkai
rasa tebal ujung kaki pangkal paha
disfungsi ereksi
Kekuatan otot tungkai : 44444 / 44444
Refleks Achilles -/-, BCR(+)
Saddle anestesi & hipestesi telapak kaki
Retensio urine et alvi
Disfungsi ereksi
I : Paraparese inferior flacid
Hipestesi telapak kaki + saddle anesthesia
Retensio urine et alvi, Disfungsi ereksi
II : HNP lumbal
III : Obesitas
IV : Hiperglikemia, DD/ DM tipe II
V : Hipertensi
VI : Susp ISK
IVFD RL 20 tetes / menit
Injeksi Dexamethasone 10mg / 8jam IV
Injeksi Ranitidin 50mg / 12 jam IV
Vitamin B1B6B12 1 tablet/ 8jam PO
Paracetamol 500mg / 8jam PO
Diazepam 2mg tablet / 12jam PO
Monitor KU, tanda vital, defisit neurologis
Konsul Rehabilitasi Medik, Gizi Klinik,
Bedah Saraf, Interna
Periksa Lab : GDP-G2PP, HbA1C, profil
lipid, asam urat, urin rutin, ureum, creatinin,
EKG
Konsul Kardiologi : pembacaan EKG
Ganti Dauer Catheter
Edukasi tentang penyakit & tatalaksana nya

19-06-2014

20-06-2014

21-06-2014

Idem

Idem

Idem

Idem

Idem
EKG : normal sinus rhytm

Idem

Idem

Idem

Acc DPJP untuk Konsul


Bedah Saraf Laminektomi
keluarga setuju
informed consent
Klisma
Perspirasi test
Diazepam PO stop
Lain-lain idem
Hasil konsul Gizi klinik :
Diet biasa DM, RG, Rchol,
RLJ 1700 kkal / 70 gr P tinggi
serat

Hasil konsul Bedah Saraf : akan


dilakukan operasi, jadwal akan
didiskusikan tanggal 21-06-2014
Hasil konsul RM :
FT :proper bed positioning,
Ambulasi sesuai kondisi pasien, AROM exercise extremitas inferior
SW : Evaluasi sosial ekonomi
Hasil konsul Interna :
Funduskopi, urin rutin ulang
Simvastatin 20mg / 24 jam PO
Lantus 10 IU SC bila GDS >150
Ciprofloxacin 500mg / 12 jam PO
Ketokonazole 200mg/12 jam PO
Lain lain idem

Rencana Discectomy
tanggal 23-06-2014 jam
17.00
Hasil konsul Anestesi :
Cek lab PTT, APTT
Ro Thorax
Target TD <150/100,
GDS<200
Puasa 6 jam pre op
Informed consent
Konsul HCU
Fisioterapi
Social worker
Lain lain idem

72

CATATAN PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP


23-06-2014

24-06-2014

Idem

Idem

Idem

Idem
EKG pre op : sinus rhytm

Insulin syringe pump


GDS/jam
GDS
unit
>350
5
300-350
4
250-300
3
200-250
2
150-200 1
<150
stop,ganti D5%
Operasi laminektomi jam
17.00
Cefazolin 1 gram IV pre op
Lain-lain tetap

Kekuatan motorik ekstremitas bawah : sulit


dinilai (nyeri)
Hipestesi lateral telapak kaki kiri, saddle
anesthesia
Retensi urine et alvi
Disfungsi ereksi
I : Monoparese inferior sinistra flacid
Hipestesi telapak kaki + saddle anesthesia
Retensio urine et alvi
Disfungsi ereksi
II : HNP lumbal post laminektomi H+1
III : Obesitas
IV : Hiperglikemia, DD/ DM tipe II
V : Hipertensi
VI : ISK
Tidur datar 24 jam post op
IVFD RL 20 tetes/menit
Methycobal 125 mg/8jam IV
Ketorolac 30mg/8jam IV
Ranitidin 50mg/12 jam IV
Ceftriaxon 2gram/24 jam IV
Ganti DC dengan silicon
Konsul ulang Rehab Medik :
Proper bed positioning
Ambulasi sesuai kondisi pasien
Active ROM exercise ekstremitas
inferior
Ankle pumping
Breathing exercise
Bladder training
Lain lain tetap

25-06-2014
Nyeri post op
Drain : 20cc/24jam

26-06-2014
Nyeri post op
Belum bisa miring
Idem

Idem
Post laminektpomi H+2

Idem
Post laminektomi H+3

B6 1 tablet/8jam PO
Ganti Foley catheter silicon 16F
Aff Drain
Lain-lain tetap

Raber dengan Interna (endokrin)


Lantus 12 U SC (malam)
Asam mefenamat 500mg / 8 jam PO
Ganti balut
Lain lain tetap

73

CATATAN PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

S
O

A
P

27-06-2014
Sudah bisa miring, nyeri ,
BAB (-)

28-06-2014
Nyeri luka op (+), BAB
(-)

29-06-2014
Nyeri

Nyeri

30-06-2014

01-07-2014
Luka op rembes
Nyeri (+)

02-07-2014
Luka op rembes,
Nyeri(+)

Kekuatan motorik
ekstremitas bawah :
555/444
Hipestesi lateral kaki kiri
Saddle anestesia (+)
Retensi urine et alvi
Disfungsi ereksi
Idem
Post laminektomi H+4
Ceftriaxon IV stop
Ranitidin 150 mg /
12 jam PO
Mobilisasi : duduk
Ganti balut tiap hari
Lantus stop
Glimepirid 1 mg
1-0-0 PO
Metformin 500mg /
8jam PO
Captopril 12,5 mg/
8jam PO
Lain-lain tetap

Idem

Idem

Idem

Idem

Idem

Idem
Post laminektomi H+5
Ganti balut/ 2 hari
Klisma
Dexamethasone IV
stop
Lain-lain tetap

Idem
Post laminektomi H+6
Aff infus
Bladder training
Lain-lain tetap

Idem
Post laminektomi H+7
Rehab Medik :
AA-ROM exercise
anggota gerak
bawah\
ES ankle sinistra
TENS regio lumbal
TLSO
Lain-lain tetap

Idem
Post laminektomi H+8
Terapi tetap

Idem
Post laminektomi H+9
Ganti balut kassa
tebal setiap hari
Lain-lain tetap

74

CATATAN PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

S
O
A

04-07-2014
Luka op rembes
Nyeri (+)
Idem
Idem
Post laminektomi H+11

Konsul Mikrobiologi
untuk swab luka post
op
Pemakaian TLSO saat
latihan mobilisasi
Lain-lain tetap

Idem

O
A

Idem
Idem
Post laminektomi H+19

Rencana jahit ulang siang


Asam mefenamat stop
Lain-lain tetap

12-07-2014

05-07-2014
Idem
Idem
Idem
Post laminektomi
H+12
Aff DC
Tunggu hasil swab
luka post op
Lain-lain tetap

06-07-2014
Idem
Idem
Idem
Post laminektomi
H+13
Pasang DC ulang
Bladder training
Lain-lain tetap

09-07-2014
Idem
BAB hitam
Idem
Idem
Post laminektomi H+16

10-07-2014
BAB hitam (-),luka op
berdarah
Idem
Idem
Post laminektomi H+17

11-07-2014
Luka op masih rembes

Injeksi As. Tranexamat


500mg/8jam
Lain-lain tetap

Konsul ulang gizi


As.Tranexamat IV stop
Ceftriaxone IV stop
Cefadroxil 500
mg/12jam PO
Lab Feses rutin

Ganti balut tiap pagi sore


Jahit ulang luka boleh pulang
Konsul ulang interna :
Obat DM lanjut
Cek pengecatan pus, kultur pus
luka op, kultur darah
Clindamycin 300mg/12jam
Ciprofloxacin 500mg/12jam
PO
Lain-lain tetap

14-07-2014
Luka op masih basah setelah dijahit
ulang, mual, nyeri
Idem
Idem
Post laminektomi H+20
Wound dehisen post rehecting
Gizi : diet tetap, edukasi diet
Lain-lain tetap

15-07-2014
Luka rembes
Nyeri
Idem
Idem
Post laminektomi H+21
Wound dehisen post rehecting
Ganti balut kassa tebal 3x/hari
Rencana lanjut rawat jalan

Idem
Idem
Post laminektomi H+18

16-07-2014
Idem
Idem
Idem
Post laminektomi H+22
Wound dehisen post rehecting
Pasien boleh pulang
Rawat jalan

75

LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH (30 Juli 2014)

Kondisi rumah:
Rumah tempat tinggal pasien berukuran 6x10 m2, terdiri dari 1 ruang tamu yang
disekat untuk tempat pasien tidur, 2 kamar tidur dengan sekat papan, 1 ruang makan, 1
kamar mandi, dan 1 dapur.. Kondisi rumah beratap genteng, dinding tembok, lantai bagian
depan ubin & bagian belakang semen. Listrik 450 watt, ventilasi cukup, pencahayaan
cukup. Pasien menggunakan WC jongkok. Lingkungan sekitar berkontur datar, berdekatan
dengan tetangga sekitar. Jalan di depan rumah beraspal, lebar 2 meter.

Evaluasi Sosial Ekonomi


Hubungan penderita dengan keluarga maupun tetangga baik. Setelah pulang dari
rawat inap di RSDK, pasien tinggal di rumah orang tuanya karena rumah pasien terletak
jauh di desa dan juga karena pasien masih banyak memerlukan bantuan untuk ADL,
sedangkan istri pasien tidak mampu untuk membantu pasien seorang diri. Anak pasien 1
orang, masih berusia 3 tahun. Perusahaan tempat pasien bekerja mendukung pasien untuk
berobat hingga tuntas. Biaya hidup sehari hari selama sakit berasal dari sumbangan dari
teman-teman dan atasan pasien serta ayah pasien yang merupakan pensiunan PNS. Kesan
sosial ekonomi cukup.

Subjektif :
Sehari hari pasien lebih sering berbaring. Duduk masih harus dibantu oleh ayah
dan kakak nya dengan menggunakan TLSO. Kadangkala ayah pasien membawa pasien
berjalan jalan di sekitar rumah dengan kursi roda. Bila duduk terlalu lama pasien merasa
pusing. Nyeri luka bekas operasi masih terasa bila pasien bergerak. Luka masih belum
kering, masih terdapat rembesan. Setiap pagi dan sore ada perawat yang mengganti balut.
Buang air kecil masih melalui kateter, bila kateter dilepas pasien tidak dapat BAK. Kateter
diganti tiap 1 minggu. Buang air besar sulit dan tidak terasa. Pasien juga mengalami
disfungsi ereksi. Aktivitas kehidupan sehari-hari tergantung oleh bantuan keluarga.

76

Objektif :

Evaluasi Status Fungsional (BARTHEL Index)


No

Item

Skor

Makan

Mandi

Perawatan diri

Berpakaian

BAB

BAK

Penggunaan kamar kecil

Pindah dari tempat duduk ke tempat tidur dan sebaliknya

Berjalan

10

Naik turun tangga

0
20

Jumlah

(ketergantungan berat)

Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum

: baik

- Kesadaran

: compos mentis

- VAS diam

: 3

- VAS bergerak

: 7

- Status Nn. Craniales : dalam batas normal


- Status Internus

: dalam batas normal

- Status Neuromuskuler :

Ekstremitas Inferior
Gerak / Nyeri Gerak
Kekuatan

Tonus

Dextra
+/L2 : 5

Sinistra
+/L2 : 4

L3 : 5

L3 : 4

L4 : 5

L4 : 3

L5 : 5

L5 : 3

S1 : 5
Normal

S1 : 3
Normal
77

Trofi
Klonus
Refleks Fisiologis

Kesan: hipotrofi
(+)
Achilles : ++

Kesan: atrofi
(+)
Achilles : +

Patella : ++
(-)
Dalam batas normal

Patella : ++
(-)
Hipoestesi pada dermatom
L4-S1

900

900

Bragard

Sicard

Patrick

Kontra Patrick

Reflek Patologis
Sensibilitas
Test Provokasi :
Laseque
SLR

Vegetatif : Retentio urine terpasang DC


Retentio alvi

- Status lokalis daerah punggung

Tampak luka bekas operasi di regio vertebrae lumbal, bagian bawah mengering, masih
tampak jahitan, bagian atas luka tampak terbuka, basah, rembes +. Luka dirawat dengan
Sofratule dan ditutup kassa.

Problem Rehabilitasi Medik :


- Mobilisasi terganggu (hanya bisa miring kanan miring kiri, duduk dibantu, transfer
dibantu)
- Nyeri
- ADL sebagian besar dibantu
- Retentio urine et alvi
- Disfungsi ereksi
Program Rehabilitasi Medik :
- Deep breathing exercise
- Perawatan luka
- Bed positioning : tidur dengan kepala dan punggung diganjal bantal tinggi
78

- Mobilisasi : perbanyak duduk, latihan berdiri dengan bantuan keluarga


- Penggunaan TLSO saat duduk
- General active ROM exercise ektremitas superior dextra et sinistra dan extremitas
inferior dextra
- Active assisted ROM exercise extremitas inferior sinistra dengan bantuan keluarga
- Latihan penguatan otot otot extremitas superior
- Latihan penguatan otot otot punggung dan abdomen untuk membantu ketahanan
duduk
- Latihan dasar panggul (pelvic floor exercise)
- Latihan penguatan otot otot dorso flexor dan plantar flexor sinistra
- Edukasi dan motivasi untuk menggunakan CIC
- Latihan relaksasi
- Edukasi untuk menjaga asupan makanan
- Edukasi pengobatan dan kontrol rutin untuk hipertensi dan diabetes

79

80

81

Anda mungkin juga menyukai