Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VI, No. 21/I/P3DI/November/2014

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

MENELAAH ARAH KEBIJAKAN


PROLEGNAS 2015-2019
Prianter Jaya Hairi*)

Abstrak
Berkaca dari perjalanan penyusunan Prolegnas sejak kurun waktu Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) I 2005-2009 dan RPJMN II 20102014, Prolegnas masih dirasakan hanya sekedar daftar RUU yang ingin dibahas
(wishlist) dan bukan program yang diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan
pembangunan yang telah dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan
nasional. Oleh sebab itu, arah kebijakan Prolegnas kali ini diharapkan dapat benarbenar sejalan dengan rencana pembangunan nasional Indonesia yang telah digariskan
dalam RPJMN III 2015-2019 yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Pendahuluan

yakni dimulai dengan perencanaan substansial


yang didasarkan pada ketentuan Pasal 18 UU
PPP. Dasar penyusunan daftar prioritas RUU
dalam Prolegnas, yakni sebagai berikut:
a. perintah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. perintah Undang-Undang lainnya;
d. sistem perencanaan pembangunan nasional;
e. rencana pembangunan jangka panjang
nasional;
f. rencana pembangunan jangka menengah;
g. rencana kerja pemerintah dan rencana
strategis DPR; dan
h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

Regulasi dapat dimaknai sebagai tindakan


mengatur (the act of regulating). Di Indonesia
pembuatan regulasi atau peraturan perundangundangan dilaksanakan melalui tahapan
perencanaan,
penyusunan,
pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(UU PPP) menentukan bahwa perencanaan
penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Ia merupakan skala prioritas program
pembentukan undang-undang dalam rangka
mewujudkan sistem hukum nasional.
Penyusunan Prolegnas dilakukan secara
terencana, terpadu, dan sistematis. Terencana,

*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPRRI.
E-mail: prianter.hairi@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Penyusunan Prolegnas dilaksanakan secara


terpadu, artinya terdapat hubungan koordinatif
antar-lembaga negara, yaitu Presiden, DPR, dan
DPD. Penyusunan Prolegnas antara Pemerintah,
DPR, dan DPD dikoordinasikan oleh DPR
melalui alat kelengkapan DPR yang khusus
menangani bidang legislasi, dalam hal ini Badan
Legislasi (Baleg). Di lingkungan Pemerintah,
penyusunan prolegnas dikoordinasikan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum, dalam hal ini
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Di lingkungan DPR, penyusunan Prolegnas
dikoordinasikan oleh Baleg, sementara di
lingkungan DPD, dikoordinasikan oleh alat
kelengkapan DPD yang menangani legislasi.
Selain
itu,
penyusunan
Prolegnas
dilaksanakan secara sistematis, yakni disusun
dengan cara, metode, dan syarat tertentu, baik
di lingkungan DPR, DPD, maupun Pemerintah,
serta dilakukan periodisasi dalam penetapan
prioritas Prolegnas. Hal ini berkorelasi erat
dengan penentuan arah politik pembangunan
substansi hukum pada periode tersebut.
Prolegnas
Jangka
Menengah
misalnya,
penyusunan dan penetapannya dilakukan pada
awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Sementara
Prolegnas Prioritas Tahunan, penyusunan dan
penetapannya dilakukan setiap tahun sebelum
penetapan Rancangan Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU
APBN)
Dalam menyusun Prolegnas, DPR memiliki
mekanisme yang diatur dalam Peraturan Tata
Tertib DPR (Tatib DPR). Dalam Tatib DPR
ditentukan bahwa Baleg merupakan koordinator
penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dan
merupakan koordinator penyusunan Prolegnas
antara DPR, Pemerintah, dan DPR. Dalam
menyusun Prolegnas, DPR mempertimbangkan
usulan dari Fraksi, komisi, dan/atau masyarakat.
Setelah hasil koordinasi penyusunan Prolegnas
antara Baleg DPR, DPD, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum disepakati menjadi Prolegnas,
Baleg DPR selanjutnya melaporkan ke rapat
Paripurna DPR untuk ditetapkan.

undang; memberikan susunan skala prioritas


penyusunan RUU sebagai program yang
berkesinambungan dan terpadu sehingga
dapat menjadi pedoman bagi lembaga yang
berwenang
untuk
membentuk
undangundang; sebagai sarana untuk mewujudkan
sinergi antar-lembaga dalam pembentukan
undang-undang; dan sebagai deteksi dini
untuk mencegah tumpang tindih peraturan
perundang-undangan. Ironisnya dalam tataran
praktis, kedudukan Prolegnas ternyata masih
banyak menimbulkan persoalan dan dipandang
belum terlaksana secara optimal.
Persoalan pelaksanaan Prolegnas setidaktidaknya dapat dikritisi dari 3 (tiga) sudut, yakni
persoalan kualitas, kuantitas, dan prosedur.
Pertama, persoalan kualitas terkait dengan
beberapa kelemahan yang ada di antaranya
1) masih terjadi disharmoni antarrancangan
peraturan
perundang-undangan
(vertikal
dan horizontal), mulai dari sumber hukum
Pancasila hingga tingkat paling bawah dalam
hierarki Peraturan Perundang-undangan, 2)
ada kecenderungan proses harmonisasi baru
dilakukan pada saat penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan, yang idealnya
sudah dimulai sejak perencanaan, 3) tidak
integralnya regulasi dengan RPJPN, RPJMN,
dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain
itu, buruknya kualitas rancangan peraturan
perundang-undangan juga dipengaruhi oleh
faktor ego-sektoral lembaga, ego-kedaerahan,
faktor kualitas penelitian, faktor Naskah
Akademik (NA), dan lain-lain.
Terkait masalah NA, secara khusus hal
ini telah lama menjadi perhatian. NA sering
terkesan seadanya dan isinya tidak menjawab
substansi yang yang akan diatur dalam draf
undang-undang. Dalam praktek, sering usulan
RUU dalam Prolegnas tidak disertai dengan
NA, bahkan tidak jarang NA disusun setelah
draft RUU dibuat. Padahal NA memiliki
fungsi yang sangat penting dan strategis dalam
pembentukan undang-undang. NA juga harus
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan semestinya menjadi dasar dalam setiap
pembentukan
undang-undang,
termasuk
sebagai dasar bila undang-undang tersebut diuji
materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua, persoalan kuantitas. Rasio
kemampuan pembahasan RUU di DPR tidak
seimbang. Capaian Prolegnas Jangka Menengah
2005-2009 misalnya, dari 284 RUU, hanya 54
RUU (19%) yang disahkan menjadi undang-

Persoalan Prolegnas
Pada hakikatnya, konsepsi Prolegnas
memiliki banyak fungsi, di antaranya dapat
memberikan gambaran obyektif tentang
kondisi
umum
pembentukan
undang-

-2-

undang, ditambah 67 RUU yang merupakan


daftar Komulatif Terbuka. Sementara capaian
Prolegnas Jangka Menengah 2010-2014,
dari 261 RUU dalam Prolegnas Tahun 20092014, yang berhasil menjadi undang-undang
hanya 71 RUU atau sekitar 27,2%. Data
tersebut menunjukkan bahwa eskalasi jumlah
RUU terus bertambah dari tahun ke tahun.
Salah satu penyebabnya adalah mekanisme
Prolegnas yang berjalan secara bottom up,
yaitu dengan menginventarisasi kebutuhan
peraturan perundang-undangan Kementerian/
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (K/
LPNK). Secara empirik, data menunjukkan
adanya kecenderungan masing-masing K/
LPNK untuk terus membentuk peraturan
perundang-undangan yang menyangkut tugas
dan fungsinya tanpa dibarengi dengan evaluasi
terhadap kedudukanya selama ini. Kondisi
ini juga terjadi di tingkat daerah. Dampaknya
adalah over regulated, tumpang-tindih, dan
terjadi disharmoni antar-peraturan perundangundangan.
Ketiga, persoalan prosedur. Hal ini
terkait dengan masih adanya RUU yang tidak
melalui prosedur yang telah ditentukan. Salah
satunya, yakni tidak terpemenuhinya syarat
teknis. Ada pula kecenderungan keinginan baik
Pemerintah maupun DPR untuk mengajukan
pembahasan RUU non-Prolegnas melalui
mekanisme penambahan Prolegnas Prioritas.
DPR dan Pemerintah juga cenderung lebih
banyak membahas RUU Komulatif Terbuka
dan RUU yang berasal dari aspirasi masyarakat
daripada RUU yang telah ditetapkan dalam
daftar Prolegnas.

tindih atau justru over regulated terhadap


suatu bidang tertentu. Menteri tersebut juga
menyatakan bahwa keberadaan Prolegnas
selama ini masih tampak hanya sekedar
daftar RUU yang ingin dibahas (wishlist)
bukan program yang diarahkan untuk
mendukung pencapaian tujuan pembangunan
yang telah dituangkan dalam dokumen
perencanaan pembangunan nasional.
Pernyataan
tersebut
hendaknya
menjadi perhatian bersama para pemangku
kepentingan, dalam hal ini DPR, DPD, dan
Pemerintah. Penentuan arah dan kebijakan
dalam Prolegnas lima tahun ke depan perlu
memperhatikan arah dan kebijakan umum
pembangunan nasional dan RPJMN III 20152019 yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP. Pada
dasarnya, sebagai landasan pencapaian tujuan
pembangunan nasional, regulasi merupakan
suatu hal yang mutlak. Oleh sebab itu,
Prolegnas sudah semestinya sesuai dengan
rencana pembangunan nasional Indonesia.
Adapun rencana pembangunan nasional
Indonesia telah digariskan dalam RPJPN 20052025. Ia yang menetapkan tahapan dan skala
prioritas pembangunan jangka panjang yang
akan menjadi agenda dalam RPJMN. Tahapan
dan skala prioritas yang ditetapkan dalam
RPJPN mencerminkan urgensi permasalahan
krusial yang hendak diselesaikan dan tentunya
tanpa menegasikan permasalahan lainnya.
Oleh karena itu, prioritas pembangunan
dalam setiap tahapan berbeda-beda. Namun
demikian, semuanya harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dari satu periode ke periode
berikutnya.
Indonesia
akan
memasuki
tahap
RPJMN III dengan sasaran yang ditujukan
untuk memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pada daya saing ekonomi
yang kompetitif dengan berlandaskan pada
keunggulan sumber daya alam (SDA),
sumber daya manusia (SDM) berkualitas,
dan peningkatan kemampuan ilmu dan
teknologi. Sejauh ini, pembangunan hukum
nasional dilaksanakan sesuai amanat RPJMN
I dan RPJMN II yang menitikberatkan pada
peningkatan kesadaran hukum dan penegakan
hukum. Arah kebijakan pembangunan hukum
pada RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk
mewujudkan penegakan hukum; menjaga
ketertiban
umum;
dan
meningkatnya

Arah Kebijakan Prolegnas 2015-2019


Persoalan kelemahan dalam penyusunan
Prolegnas pernah diungkapkan pada saat
Rapat Kerja Baleg dengan Menteri Hukum dan
HAM dalam rangka penyusunan Prolegnas
RUU Prioritas Tahun 2014, 10 Desember
2013. Menteri Hukum dan HAM pada saat itu
menyampaikan bahwa perjalanan penyusunan
Prolegnas sejak kurun waktu RPJMN I 20052009 dan RPJMN II 2010-2014 memang masih
menemui banyak hal yang perlu dievaluasi baik
dari segi kualitas, kuantitas, maupun prosedural.
Kelemahan dalam penyusunan Prolegnas antara
lain terjadi karena adanya ego-sektoral dengan
implikasi pemikiran bahwa setiap persoalan
harus diselesaikan dengan membentuk undangundang. Akibatnya, terjadi fenomena tumpang-

-3-

yang diarahkan untuk mendukung pencapaian


tujuan pembangunan nasional.
Dalam menetapkan arah kebijakan
Prolegnas Jangka Menengah 2015-2019, DPR
RI melalui Baleg diharapkan memperhatikan
rencana pembangunan nasional Indonesia yang
telah digariskan dalam RPJMN III 2015-2019.
Sasarannya ditujukan untuk memantapkan
pembangunan secara menyeluruh di berbagai
bidang dan menekankan daya saing ekonomi
yang berlandaskan pada keunggulan SDA,
SDM berkualitas, dan peningkatan kemampuan
ilmu dan teknologi. Hal lain terkait dengan
kebutuhan untuk menggunakan kriteria baku
untuk menjamin RUU yang masuk daftar
prioritas memiliki standar yang sama.

penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan


HAM. Berbagai arah kebijakan ini kemudian
dikonkritkan ke dalam sejumlah strategi: (a)
peningkatan efektivitas dan kualitas peraturan
perundang-undangan; (b) peningkatan kualitas
dan integritas SDM hukum; (c) pembenahan
hubungan dan penguatan koordinasi antarkelembagaan hukum; dan (d) peningkatan
kesadaran hukum di seluruh instansi
pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah. Pada tahap RPJMN III, pembangunan
hukum nasional ditujukan untuk semakin
mengembangkan kesadaran dan penegakan
hukum dalam berbagai aspek kehidupan,
serta meningkatkan profesionalisme aparatur
negara di pusat dan daerah agar makin mampu
mendukung pembangunan nasional.
Sasaran pembangunan nasional di atas
menggambarkan bahwa pembangunan di
bidang hukum ditekankan pada dua aspek,
yakni kesadaran hukum sebagai aspek preventif
dan penegakan hukum sebagai aspek represif.
Berdasarkan tahapan sasaran pembangunan
jangka panjang dan menengah nasional
dalam RPJMN III yang telah diuraikan maka
dapat disimpulkan beberapa poin penting
dalam rencana pembangunan hukum jangka
menengah nasional periode 2015-2019, yakni
(a) menciptakan penegakan hukum yang
berkualitas dan berkeadilan; (b) meningkatkan
kontribusi hukum untuk peningkatan daya
saing ekonomi bangsa; dan (c) meningkatkan
kesadaran hukum di segala bidang.
Dengan demikian, penyusunan arah
kebijakan dan strategi pembangunan bidang
hukum dalam lima tahun ke depan menjadi
sangat penting untuk memerhatikan aspek
daya saing perekonomian. Kaitan daya saing
ekonomi dengan hukum sendiri memiliki
beberapa kendala, antara lain belum banyaknya
referensi yang mengaitkan korelasi antara daya
saing ekonomi dengan hukum, serta aspek
pembangunan hukum yang luas dan kompleks
akan tereduksi jika hanya dikaitkan dengan
aspek ekonomi, yang lazimnya merupakan
ranah hukum perdata. Oleh karenanya,
dibutuhkan elaborasi mengenai kaitan hukum
dengan daya saing perekonomian.

Referensi
Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary
4th Ed. Rev., West Publishing CO, St.Paul
Minn, 1968.
Wicipto Setiadi, Makalah Diskusi: Konsep dan
Strategi Penyusunan Prolegnas, Makalah
disampaikan pada Diskusi di Gedung Setjen
DPR RI Jakarta pada Selasa 4 November
2014.
Wicipto
Setiadi,
Makalah
Diskusi:
Implementasi Regulasi dan Kebijakan
Reformasi Birokrasi Nasional Yang Efektif
Yang Mewujudkan Pemerintahan Yang
Berkeadilan, Makalah disampaikan pada
Pertemuan Puncak Reformasi Birokrasi
Nasional di Hotel JS Luwansa Jakarta pada
9 September 2014.
Laporan Singkat Rapat Koordinasi Badan
Legislasi Dengan Panitia Perancang UU
DPD RI Dalam Rangka Penyusunan
Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
RUU Prioritas Tahun 2014 pada Rabu 4
Desember 2013.
Laporan Singkat Rapat Kerja Badan Legislasi
Dengan Menteri Hukum dan HAM dalam
rangka penyusunan Prolegnas RUU
Prioritas Tahun 2014 Tanggal 10 Desember
2013.
Direktorat Hukum dan HAM/Bappenas,
Background Study RPJMN 2015-2019
Bidang Pembangunan Hukum Nasional,
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Bappenas),
Jakarta, 2013.

Penutup
Penyusunan Prolegnas selama ini
masih banyak mengandung kelemahan dan
menimbulkan persoalan. Salah satunya,
Prolegnas selama ini masih sekedar daftar
RUU yang ingin dibahas dan bukan program

-4-

Vol. VI, No. 21/I/P3DI/November/2014

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

INDONESIA MENUJU
POROS MARITIM DUNIA
Simela Victor Muhamad*

Abstrak
Keinginan Presiden Republik Indonesia yang baru terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia patut diapresiasi. Indonesia, sebagai
negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, potensi sumber daya alam
yang besar dan letaknya yang strategis (berada di persilangan dua samudera, Hindia
dan
Pasik),
memang
sudah
seharusnya
menjadi
poros
maritim.
Untuk
menuju
ke

arah sana, ada sejumlah hal yang perlu dilakukan oleh Indonesia, diantaranya adalah
dengan terlebih dahulu menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan sejumlah
kompetensi yang harus dipenuhi. Saat ini Indonesia baru berstatus sebagai negara
kepulauan, setelah berlakunya UNCLOS 1982, dan sedang berupaya menjadi negara
maritim.

Pendahuluan

sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru


kita jaya, sebagaimana semboyan kita di
masa lalu, bisa kembali.
Mengacu kepada keterangan Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Andrinof Chaniago, dikatakannya
bahwa Jokowi ingin menjadikan wilayah
perairan Indonesia sebagai wilayah perairan
yang paling aman di dunia bagi semua
aktivitas laut, dan untuk itu pemerintah
akan menjamin keamanan dan keselamatan
transportasi laut yang dilakukan oleh
masyarakat maupun pelaku usaha. Untuk
itu pula, semua jajaran kementerian Kabinet
Kerja Jokowi pun diminta mendukung upaya
pemerintah menjadikan Indonesia sebagai
poros maritim dunia. Dalam konferensi pers
pertama di kantor kementerian luar negeri,

Istilah poros maritim kini semakin


populer dan menarik perhatian banyak
pihak, tidak terkecuali media massa yang
juga kerap memunculkan istilah tersebut
dalam
pemberitaannya
dalam
waktuwaktu belakangan ini. Mengemukanya
istilah tersebut tidak terlepas dari gagasan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang
ingin menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Menurut Presiden RI ke-7
tersebut, sebagaimana dikemukakan dalam
pidatonya seusai pelantikan di hadapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
20 Oktober 2014, kita telah terlalu lama
memunggungi laut, memunggungi samudera,
dan memunggungi selat dan teluk, dan kini
saatnya kita
mengembalikan semuanya

*) Peneliti Madya Bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI, email: victorsimela@yahoo.co.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

menjadi poros maritim dunia, terlebih


dahulu Indonesia harus berupaya menjadi
negara maritim. Untuk menjadi negara
maritim, menurut Hasjim Djalal, Indonesia
harus mampu mengelola dan memanfaatkan
kekayaan dan ruang lautnya, antara lain:
mengenal berbagai jenis laut Indonesia
dengan berbagai ketentuannya; mengenal
dan menghormati hak-hak internasional atas
perairan Indonesia;
mampu menghapus
praktik ilegal dan mencegah segala macam
bentuk pelanggaran hukum di wilayah
perairan Indonesia dan juga di daerah
kewenangannya; mampu menetapkan dan
mengelola perbatasan maritim dengan negara
tetangga dan menjaga keamanannya; mampu
menjaga keselamatan pelayaran yang melalui
perairan Indonesia; mampu memanfaatkan
kekayaan alam dan ruang di luar perairan
Indonesia seperti di laut bebas dan di dasar
laut internasional. Singkatnya, negara maritim
Indonesia selain harus mampu memanfaatkan
semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk
kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa,
juga harus mampu menghadirkan kekuatan
keamanan laut yang memadai, semacam sea
and coast guard, guna menjaga keamanan
perairan Indonesia dari berbagai tindak
pelanggaran hukum.

29 Oktober 2014, Menteri Luar Negeri


Retno LP Marsudi menyatakan siap untuk
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim
dunia dan akan mempromosikannya di fora
internasional, seperti di KTT APEC, KTT
ASEAN, dan G-20 pada bulan November 2014
yang dihadiri oleh Indonesia. Kajian singkat
ini mencoba membahas apa saja yang perlu
diperhatikan oleh Indonesia dalam upaya
menuju poros maritim dunia.

Menjadikan Indonesia sebagai


Negara Maritim
Terlebih
dahulu
perlu
dipahami
pengertian negara maritim, mengingat adanya
pandangan bahwa meskipun Indonesia
memiliki sejumlah prasyarat untuk menjadi
kekuatan
maritim,
sebagaimana
yang
ditetapkan oleh para ahli strategi maritim
seperti
Alfred
Thayer
Mahan
dan
Georey
Till,

akan tetapi hingga saat ini Indonesia belum
menjadi negara maritim. Status Indonesia
barulah sebatas negara kepulauan setelah
berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB
(UNCLOS) 1982 pada 16 November 1994.
Pakar Hukum Laut Hasjim Djalal
mengemukakan bahwa negara maritim
tidak sama dengan negara kepulauan.
Negara maritim adalah negara yang mampu
memanfaatkan laut, walaupun negara tersebut
mungkin tidak punya banyak laut, tetapi
mempunyai kemampuan teknologi, ilmu
pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk
mengelola dan memanfaatkan laut tersebut,
baik ruangnya maupun kekayaan alamnya
dan letaknya yang strategis. Oleh karena itu,
banyak negara kepulauan atau negara pulau
yang tidak atau belum menjadi negara maritim
karena belum mampu memanfaatkan laut
yang sudah berada di dalam kekuasaannya.
Sebaliknya, banyak negara yang tidak
mempunyai laut atau lautnya sangat sedikit
tetapi mampu memanfaatkan laut tersebut
untuk kepentingannya, misalnya Singapura.
Negeri Belanda yang lautnya sangat kecil
mampu menjelajahi Samudera Hindia dan
menjajah Indonesia hingga ratusan tahun.
Indonesia, menurut Hasjim Djalal, adalah
negara kepulauan yang kini sedang menuju
kembali atau bercita-cita menjadi negara
maritim karena di masa lalu pernah menjadi
negara maritim seperti di zaman Sriwijaya
dan Majapahit. Di masa itu, bangsa Indonesia
malah menjelajah jauh sampai ke Afrika
Timur
(Madagaskar)
dan
ke
Pasik
Selatan.

Ini artinya, jika Indonesia ingin

Merespons Permasalahan
Keamanan Maritim Kawasan
Jika dielaborasi lebih jauh, untuk
menjadi negara dan poros maritim, Indonesia
juga harus merespons dan turut mencari solusi
atas berbagai permasalahan keamanan maritim
kawasan. Posisi Indonesia sebagai negara
kepulauan yang berada di persimpangan
dua
samudera
(Hindia
dan
Pasik),
dimana

sebagian dari wilayah perairannya yang luas
menjadi jalur perlintasan maritim dunia,
membuat Indonesia tidak bisa mengabaikan
permasalahan keamanan kawasan yang
terkait dengan maritim. Ini artinya, selain
Indonesia harus menjamin keamanan maritim
di perairan yurisdiksinya, Indonesia juga
harus peduli dan menaruh perhatian terhadap
berbagai permasalahan keamanan maritim
kawasan (khususnya yang mengemuka
di kawasan Asia Tenggara), karena jika
permasalahan keamanan maritim tersebut
tidak tertangani dengan baik maka akan
berimplikasi juga terhadap Indonesia.
Sengketa perbatasan maritim yang
hingga kini masih terjadi di antara sejumlah
negara kawasan dan belum tuntas diselesaikan
-6-

secara damai adalah salah satu permasalahan


yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Sengketa teritorial di Laut China Selatan
yang melibatkan sejumlah negara anggota
ASEAN (Malaysia, Vietnam, Filipina, dan
Brunei Darussalam) dengan Tiongkok, yang
dalam tahun-tahun belakangan ini kembali
memanas, adalah salah satunya. Meskipun
bukan menjadi bagian dari negara yang
bersengketa, Indonesia perlu menjadi bagian
dari pencarian solusi damai atas masalah
tersebut.
Permasalahan
keamanan
maritim
lainnya
yang
juga
perlu
mendapat
perhatian adalah ancaman-ancaman nonkonvensional, terutama yang datang dari
berbagai tindak kejahatan transnasional,
yang secara langsung juga mengancam
wibawa dan wilayah negara, diantaranya
adalah perompakan dan pembajakan, serta
terorisme maritim. Perairan Asia Tenggara,
khususnya Selat Malaka, merupakan jalur
pelayaran yang cukup penting dan strategis
yang menghubungkan wilayah Asia dengan
Eropa dan Timur Tengah. Semakin banyaknya
pelayaran internasional, terutama kapal-kapal
dagang dan tanker minyak manca negara yang
melintas di wilayah perairan Asia Tenggara,
dapat mengundang perhatian kelompokkelompok atau pihak-pihak tertentu yang
berniat melakukan tindak kejahatan untuk
melakukan perompakan atau pembajakan.
Kemungkinan bagi terjadinya terorisme
maritim juga perlu menjadi perhatian
meskipun belum menjadi ancaman nyata saat
ini. Namun sulit disangkal bahwa perairan
Asia Tenggara sangat rawan. Semakin
banyaknya pelayaran kapal-kapal dagang di
wilayah ini dapat mengundang organisasi
teroris
melakukan
perompakan,
baik
untuk penggalangan dana maupun sekedar
menebarkan iklim ketidakpastian. Meskipun
kebanyakan perompakan dan pembajakan di
perairan kawasan ini lebih berorientasi pada
aspek ekonomi, namun bisa saja orientasi
tersebut bergeser ke arah ideologi dan
terorisme. Potensi bagi terjadinya terorisme
cukup besar, mengingat di kawasan ini juga
terdapat kelompok-kelompok militan yang
suatu saat bisa saja menebar ancaman di
lautan.
Perairan Asia Tenggara yang kaya akan
sumber daya perikanan, terutama di perairan
Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri
bagi pihak-pihak tertentu, termasuk asing,
untuk melakukan penangkapan ikan secara

ilegal (illegal
shing). Perairan Indonesia yang
rawan dari kegiatan illegal
shing
tersebut
menyebar mulai dari perairan utara Aceh,
Laut Natuna, Laut Sulawesi, Samudera Hindia
bagian selatan, Laut Aru (Maluku), hingga
Laut Arafura di sekitar Papua. Berbagai cara
ilegal dilakukan oleh nelayan lokal maupun
asing untuk mengeksplorasi sumber daya
perikanan Indonesia ditengah keterbatasan
pengawasan aparat dan armada kapal patroli
Indonesia.
Aktivitas penyelundupan, baik barang
maupun orang, yang dilakukan melalui jalur
laut sudah tentu juga menjadi persoalan
serius bagi keamanan maritim. Hal ini tidak
mengherankan
mengingat
transportasi
laut masih menjadi andalan utama dalam
lalu-lintas perdagangan dunia, di mana
sepertiganya melalui Selat Malaka yang juga
menjadi bagian dari perairan Indonesia.
Ini artinya, pada saat yang bersamaan
aktivitas penyelundupan berpotensi untuk
terjadi, seperti penyelundupan senjata api
ilegal, narkoba, bahan bakar minyak, hingga
manusia. Permasalahan lingkungan juga
menjadi isu penting yang perlu diperhatikan
mengingat
kondisi
lingkungan
hidup,
termasuk di laut, dari hari ke hari semakin
menunjukkan penurunan kualitas yang cukup
signikan.
Kepentingan
negara-negara
luar
kawasan atas wilayah perairan Asia Tenggara
juga perlu menjadi perhatian. Kepentingan
utama bagi negara-negara luar kawasan,
terutama Tiongkok, Jepang dan Amerika
Serikat, adalah kepastian akses dan/atau
ketersediaan sumber daya. Bagi mereka, alur
laut di perairan Asia Tenggara, termasuk Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), hampir
tidak tergantikan. Perubahan rute ke Selat
Lombok atau Selat Sunda saja, misalnya,
akan
membawa
beban
nansial
tambahan

bagi mereka. Ini artinya, kepentingan negaranegara luar kawasan terhadap perairan
Asia Tenggara juga harus diantisipasi dan
direspons oleh Indonesia.

Diplomasi Ekonomi Maritim


Di bidang diplomasi, Indonesia juga
perlu mengarahkan sasaran diplomasinya
untuk mendukung pencapaian sebagai
negara maritim dan poros maritim. Terkait
dengan hal ini, diplomasi ekonomi maritim
menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia.
Saat ini, tidak ada satu negara pun yang
tidak mengutamakan diplomasi ekonomi.
-7-

Semua hubungan antarnegara pada akhirnya


berujung pada hitung-hitungan ekonomi.
Diplomasi ekonomi diharapkan dapat
menopang upaya pemerintah menciptakan
perekonomian nasional yang lebih mandiri
dan kompetitif. Untuk itu, sasaran diplomasi
harus
diarahkan
untuk
mendorong
penguatan kerja sama internasional yang
dapat mendayagunakan segenap potensi
Indonesia sebagai negara kepulauan secara
dinamis. Dalam konteks ini, Indonesia perlu
menempatkan keberadaan lautnya sebagai
suatu keunggulan komparatif dan kompetitif
dalam melakukan hubungan dengan bangsabangsa di dunia.
Potensi nilai total ekonomi sektor
kelautan dan perikanan Indonesia yang
mencapai lebih 1 triliun dollar AS (Koran
Tempo, 5 Oktober 2013) tentu merupakan
suatu modal yang lebih dari cukup untuk
melaksanakan diplomasi ekonomi maritim.
Diplomasi
ekonomi
maritim
harus
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah
konkret yang mengonsolidasikan semua kerja
sama internasional yang dapat mendorong
pemanfaatan semua potensi dan kekayaan
laut Indonesia. Mengingat sektor perikanan
merupakan salah satu pilar ekonomi nasional,
maka diplomasi ekonomi perlu ditekankan
pada upaya peningkatan nilai tambah sektor
perikanan Indonesia, antara lain dengan
merumuskan suatu strategi khusus untuk
menembus pasar internasional bagi ekspor
perikanan Indonesia.
Selain memprioritaskan pemanfaatan
hasil kelautan, diplomasi ekonomi maritim
diharapkan dapat mendorong penguatan
investasi asing yang dapat menunjang
pembangunan di bidang kelautan maupun
meningkatkan daya dukung infrastruktur
kelautan untuk memanfaatkan sumber daya
laut secara baik. Menarik investasi asing di
bidang transportasi, pelabuhan, komunikasi,
pertambangan, dan pengembangan energi
alternatif di sektor kelautan harus menjadi
salah satu sasaran utama diplomasi ekonomi
maritim.

yang mengancam kepentingan nasional


dan stabilitas kawasan, dan terkait hal
ini, utamanya dalam kerangka penegakan
hukum di laut, maka pembentukan badan
keamanan laut semacam sea and coast guard
menjadi suatu keharusan bagi Indonesia.
Diplomasi ekonomi maritim juga perlu
menjadi perhatian dalam upaya mendukung
pencapaian
Indonesia
sebagai
negara
maritim dan poros maritim dunia, antara
lain dengan mengonsolidasikan semua kerja
sama internasional yang dapat mendorong
pemanfaatan semua potensi dan kekayaan
laut Indonesia.

Referensi:
Budi Kurniawan Supangat and Dimas
Muhamad,
Dening
Jokowis
vision
of

a maritime axis, The Jakarta Post, 21
Oktober 2014.
Chandra Motik, Hasjim Djalal, Negara
kepulauan menuju Negara maritim:
75 tahun Prof. Dr. Hasjim Djalal, MA,
Jakarta: Lembaga Laut Indonesia, 2011.
Hadiri Tiga Forum Internasional, Jokowi
Akan Kenalkan Poros Maritim Dunia,
Kompas.com,
7
November
2014,
h ttp: / / n a sio n a l.ko m pa s.c o m / re a d /
komentar/2014/11/07/18495041/Hadiri.
Tiga.Forum.Internasional.Jokowi.Akan.
Kenalkan.Poros.Maritim.Dunia - diakses
8 November 2014.
Ini yang Diinginkan Jokowi dalam
Wujudkan
Poros
Maritim
Dunia,
Kompas.com,
4
November
2014,
h t t p :/ / i n d o n e s i a s a t u .k o m p a s . c o m /
read/2014/11/04/19385871/Ini.yang.
Diinginkan.Jokowi.dalam.Wujudkan.
Poros.Maritim.Dunia
diakses
8
November 2014.
Menlu Bertekad Wujudkan Poros Maritim,
Republika, 29 Oktober 2014.
Naskah Pidato Perdana Presiden Joko
Widodo, Vivanews.co.id, 20 Oktober
2014,
http://politik.news.viva.co.id/
news/read/549650-ini-naskah-pidatoperdana-presiden-joko-widodo - diakses
27 Oktober 2014.
Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia
US$ 1,2 T, Koran Tempo, 5 Oktober
2013.
Robert Cribb, Michele Ford, editors, Indonesia
beyond the Waters Edge: Managing an
Archipelagic State, Publisher: Institute of
Southeast Asian Studies, 2009.

Kesimpulan
Untuk menuju poros maritim, terlebih
dahulu Indonesia harus berupaya dan
memperkuat statusnya ke arah negara
maritim. Untuk itu, Indonesia harus mampu
memanfaatkan semua unsur kelautan di
sekelilingnya untuk kepentingan nasional.
Indonesia juga harus peduli dan merespons
berbagai permasalahan keamanan maritim
-8-

Vol. VI, No. 21/I/P3DI/November/2014

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

MEDIA SOSIAL DAN TANTANGAN


MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG SEHAT
Sulis Winurini*)

Abstrak
Media sosial pada hakikatnya hadir dalam kehidupan manusia untuk memudahkan
manusia memenuhi kebutuhannya berinteraksi dengan manusia lainnya. Namun,
ibarat pedang bermata dua, kebebasan berekspresi yang disediakan media sosial justru
menyeret pengguna untuk semakin impulsif dan tidak peka terhadap sesama. Kebebasan
tersebut bahkan sering kali berujung pada tindakan hukum karena telah merugikan
pihak lain. Bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia menyikapi dunia yang baru
ini secara bijak dan bagaimana pula pemerintah menerapkan aturan main yang jelas
merupakan tantangan tersendiri yang harus segera dicarikan solusinya dalam rangka
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat di masa yang akan datang.

Pendahuluan

Kehadiran internet menandai pesatnya


perkembangan umat manusia lebih dari satu
dekade ini. Melalui internet, terjadi revolusi
pada cara manusia berinteraksi dengan manusia
lainnya, misalnya terkait dengan penggunaan
media sosial.
Media sosial pun menjadi
ruang baru bagi manusia untuk mewujudkan
eksistensinya.
Animo masyarakat terhadap penggunaan
media sosial terus meningkat dari tahun ke
tahun. Di Indonesia, berdasarkan data dari
Kemenkominfo (2013), pengguna internet saat
ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut,
95%-nya menggunakan internet untuk mengakses
jejaring sosial. Mengutip merdeka.com, data
dari Global Web Index turut menegaskan bahwa
Indonesia merupakan negara yang warganya
tergila-gila dengan media sosial. Sebagai
gambaran, persentase aktivitas jejaring sosial di
Indonesia mencapai 79,72%, tertinggi di Asia.

Indonesia pun diramal menjadi negara asal


pengguna media sosial paling aktif dan paling
besar dari segi jumlah.
Pada kenyataannya, media sosial ibarat
pedang bermata dua. Di satu sisi bermanfaat
dalam menunjang pertukaran informasi. Namun,
di sisi lain turut menimbulkan efek samping
yang kurang disadari sebelumnya. Tidak bisa
dipungkiri, berkembangnya media sosial turut
diikuti peningkatan kasus-kasus kriminalitas
(cybercrime). Melalui Antara News, Kasubdit
Cybercrime Polda Metro Jaya, Ajun Kombes
Polisi Hilarius Duha menyebutkan bahwa
di Indonesia kejahatan melalui dunia maya
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 ini
saja sudah terjadi peningkatan kasus hingga 60%.
Tempo.co memberitakan bahwa dari sejumlah
kasus yang ditangani Satuan Cybercrime Polda
Metro Jaya, 30% dari kasus yang dilaporkan
adalah kasus pencemaran nama baik.

*) Peneliti Muda Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat
Jenderal DPR RI. E-mail: suliswinurini@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Beberapa
kasus
cybercrime
terkait
pencemaran nama baik yang pernah terangkat oleh
media, diantaranya adalah Prita Mulyasari yang
ditahan karena email yang berisi keluhan layanan
RS Omni; Iwan Piliang, seorang pewarta yang
dilaporkan anggota DPR karena menulis artikel
via mailinglist yang berisi pencemaran nama baik;
Ujang Romansyah dan Farah yang dilaporkan
temannya
karena
melakukan
penghinaan
melalui Facebook; Ibnu Rachal Farhansyah yang
dilaporkan masyarakat karena menulis status
yang
memicu
konik
melalui
Facebook pada saat
masyarakat Bali menggelar ritual Nyepi; Denny
Indrayana yang dilaporkan OC Kaligis karena
dianggap telah melakukan pencemaran nama
baik dan penghinaan dengan menyebut advokat
pembela koruptor adalah koruptor; Lalu Masm,
seorang dosen di IKIP Mataram yang dilaporkan
kerap menuliskan hinaan kepada Rektor IKIP
melalui Facebook. Kasus terbaru adalah Florence
Sihombing yang sempat ditahan karena dianggap
menghina warga Yogyakarta melalui akun Path;
Muhammad Arsyad, remaja yang menghina
Presiden Joko Widodo melalui Facebook; serta
Ervani Emihandayani, seorang ibu rumah tangga
yang ditetapkan sebagai tersangka setelah
mengungkapkan perasaannya tentang masalah
kantor suaminya melalui Facebook.
Kasus-kasus tersebut di atas memperlihatkan
bahwa pencemaran nama baik di media sosial bisa
dilakukan oleh siapapun, dari kalangan manapun,
terlepas dari berapa usianya, apa profesinya,
apa status pendidikannya, dan lain sebagainya.
Kasus-kasus tersebut di atas hanya representasi
dari kasus-kasus serupa lainnya yang jumlahnya
mungkin jauh lebih banyak daripada yang
terungkap, mengingat ada banyak kasus tidak
dilaporkan. Satu hal yang dapat ditarik melalui
permasalahan tersebut diatas adalah meluasnya
penyakit di dalam perilaku sosial masyarakat
Indonesia saat ini dan menjauhnya masyarakat
Indonesia dari nilai-nilai Pancasila.
Mengacu pada hasil telaah Sriamin (2010),
nilai-nilai dalam Pancasila memproyeksikan
konsep masyarakat sehat dari Erich Fromm.
Ada suatu analogi dari sila-sila Pancasila dengan
kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya diambil
oleh manusia untuk menerapkan eksistensinya
di dunia ini. Dalam hal ini, apabila masyarakat
Indonesia memilih kebutuhan-kebutuhan yang
benar, yaitu dengan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka
mereka akan memiliki mental yang sehat. Kasuskasus pencemaran nama baik yang menjadi
permasalahan di dalam media massa merupakan
tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk
menerapkan eksistensinya untuk berada pada
kondisi masyarakat sehat. Berdasarkan uraian
- 10 -

permasalahan yang ada, tulisan ini akan


menguraikan tentang bagaimana tantangan
yang diberikan media sosial dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sehat mengacu
pada konsep masyarakat sehat Erich Fromm,
serta bagaimana peran pemerintah selama ini
menyikapi tantangan tersebut.

Media Sosial dan Tantangan


Mewujudkan Masyarakat Sehat

Internet dapat mengembangkan ruang


gerak kehidupan baru bagi masyarakat. Tanpa
disadari, masyarakat telah hidup dalam dua
kehidupan, yakni kehidupan masyarakat nyata
dan masyarakat maya (Kusumaningtyas, 2010).
Sedikitnya waktu yang dimiliki individu untuk
berinteraksi dengan individu lainnya menjadi
permasalahan bagi masyarakat modern saat ini.
Dunia maya menjadi alternatif bagi manusia
modern untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu
kebutuhan untuk terikat pada lingkungannya,
untuk bersatu dengan individu lainnya.
Berbeda dengan dunia nyata, dunia
maya tidak lagi mengenal batas jarak, ruang
dan waktu. Individu dapat dengan mudah
berinteraksi dengan individu di belahan dunia
lain tanpa harus berada di tempat tersebut.
Media sosial menjadi wadah bagi individuindividu maya untuk berkumpul, berbagi, atau
berinteraksi satu sama lain. Hampir semua
kegiatan interaksi sosial (tentunya bukan
yang
terkait
dengan
interaksi
sik)
dilakukan

melalui media sosial. Tanpa batas, jarak,
ruang dan waktu, keberadaan dunia maya
yang direpresentasikan melalui media sosial
memberikan kebebasan yang kemudian diikuti
oleh eforia bagi penggunanya.
Kebebasan berekspresi seringkali menjadi
semangat bagi individu-individu maya untuk
terus bertahan di media sosial. Kondisi interaksi
yang tidak menuntut tatap muka dengan
lawan bicara memancing individu untuk lebih
berani mengungkapkan ide. Notar, Padgett dan
Roden (2013) menyebutkan bahwa anonimitas,
keamanan serta kenyamanan berada di
belakang layar komputer, membantu individu
membebaskan diri dari nilai-nilai tradisional
yang dianggap membatasi, yaitu dalam bentuk
tekanan sosial, etika, moralitas, untuk bersikap
dan berperilaku secara normatif.
Akan tetapi, kebebasan berekspresi
yang disediakan oleh dunia maya bisa menjadi
jebakan bagi individu. Keinginan individu
untuk terikat dengan individu lainnya melalui
media sosial bisa menghasilkan sesuatu yang
kontradiksi. Kondisi interaksi yang diciptakan
dunia maya berpeluang membuat manusia
untuk memilih kebutuhan narsis, yaitu

kebutuhan untuk mementingkan diri sendiri,


mengacuhkan keberadaan orang lain. Kondisi
ini tergambar dari bagaimana pengguna semakin
impulsif mengungkapkan ide dan perasaannya
tanpa memperhatikan etika-etika yang berlaku.
Pada banyak kasus, media sosial sering
dijadikan wadah untuk saling menjelekkan atau
menyindir satu sama lain tanpa memikirkan
situasi dan kondisi orang atau kelompok yang
sedang diejek dan tanpa mengulas permasalahan
yang sesuangguhnya. Situasi seperti ini dapat
berlangsung secara intens, dimanapun dan
kapanpun
itu.
Informasi-informasi
yang
disediakan
menjadi
sangat
transparan,
memancing reaksi individu lain sebagai bagian
dari komunitas dunia maya. Situasi seperti ini
kemudian melahirkan apa yang dinamakan
cyberbullying atau cyberharrassment yang
bisa dilakukan oleh siapapun yang bahkan tidak
memiliki riwayat kekerasan sekalipun.
Sayangnya, fenomena seperti ini, yaitu
mengungkapkan semua perasaan ke media sosial
tanpa etika, sering dianggap banyak orang sebagai
sesuatu yang lumrah terjadi di dalam kehidupan.
Muhammad Arsyad ketika ditanya oleh Karni
Ilyas dalam tayangan Indonesia Lawyer Club,
Minggu 9 November 2014 lalu, tentang risih
atau tidaknya menampilkan gambar yang tidak
senonoh di media sosial dan tentang apakah ia
tahu bahwa itu sesuatu yang salah atau tidak,
ia terdiam sesaat lalu menjawab bahwa banyak
orang juga melakukan hal yang sama.
Siapapun
Muhammad
Arsyad, pada
kenyataannya, apa yang dipikirkan olehnya juga
dialami oleh banyak pengguna media sosial. Salah
satu fenomena yang menguatkan pernyataan
tersebut adalah mudahnya pengguna media
sosial ikut bereaksi secara negatif, mengikuti arus
kampanye hitam yang dilakukan oleh oknum
tertentu pada saat Pilpres 2014. Fenomena
tersebut, yang terjadi secara intens dan dilakukan
oleh sebagian besar pengguna media sosial,
menjelaskan bahwa telah terjadi pergeseran
nilai yang ada di Indonesia, yaitu nilai-nilai
yang tertanam dalam Pancasila terkait respek,
tanggung jawab, dan pemahaman timbal balik
dalam hubungan antarmanusia.
Apabila permasalahan ini dibiarkan berlarutlarut tanpa solusi, maka masyarakat Indonesia
akan sulit mewujudkan kondisi masyarakat
sehat. Masyarakat sehat, menurut Fromm (1955),
adalah masyarakat dimana manusia berhubungan
satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia
berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan
solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya
kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan
menciptakan bukan dengan membinasakan,
dimana setiap orang mencapai pengertian tentang
- 11 -

diri dengan menjadi subjek atas kemampuankemampuannya, bukan dengan konformitas,


dimana terdapat suatu sistem orientasi dan
kesetiaan tanpa perlu mengubah kenyataan
dan memuja berhala. Bagi bangsa Indonesia,
perwujudan kebutuhan-kebutuhan ini tercermin
di dalam nilai-nilai Pancasila.
Kebebasan
berekspresi
tanpa
memperhatikan etika telah memperlihatkan
bahwa banyak pengguna media sosial lebih
memilih untuk mementingkan diri sendiri atau
bereaksi atas dasar pikiran dan perasaannya
sendiri, daripada menciptakan hubungan
antarmanusia yang penuh dengan cinta.
Menurut Fromm (1955), apa yang dipilih oleh
sebagian besar manusia akan menentukan corak
masyarakat dimana ia bertempat tinggal. Corak
masyarakat yang terbentuk ini, sebaliknya,
akan mempengaruhi tingkat perkembangan
individu yang bersangkutan. Dengan demikian,
apabila sebagian besar masyarakat Indonesia
terus berada pada pilihannya tersebut, maka
bukan tidak mungkin tahap perkembangan yang
dicapai masyarakat Indonesia hanya sampai
pada kondisi defect, yaitu tahap perkembangan
yang tidak optimal. Apabila kondisi seperti
ini tidak mengalami perubahan, maka kondisi
tersebut bisa saja menjalar pada kegagalan
mencapai kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tidak
hanya bermasalah pada hilangnya cinta dalam
hubungan antarmanusia, tetapi juga lemahnya
ikatan solidaritas antarmanusia, hilangnya
identitas sebagai masyarakat yang Pancasilais
yang ditandai dengan munculnya perilaku
saling menghancurkan melalui penyalahgunaan
media sosial. Ketika kondisi seperti ini
memancing sebagian masyarakat lainnya untuk
melakukan hal yang sama, maka bisa saja
masyarakat Indonesia berada pada suatu tahap
perkembangan neurosa, yaitu sama sekali tidak
berkembang secara optimal.

Peran Pemerintah terhadap


Perwujudan Masyarakat Sehat

Negara, dalam hal ini pemerintah,


memiliki peranan yang sangat penting untuk
menciptakan masyarakat yang sehat, yaitu
dengan memberikan kesempatan bagi warganya
untuk mengembangkan dan merealisasikan diri
seutuhnya. Pancasila dan UUD 1945 adalah bukti
yang diberikan pemimpin-pemimpin terdahulu
untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang
sehat. Nilai-nilai ini seharusnya menentukan
corak kepribadian masyarakat Indonesia.
Untuk mewujudkan masyarakat sehat
melalui media sosial sesuai dengan Pancasila
dan UUD 1945, pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


(UUITE). Bab Perbuatan yang Dilarang di
dalam UUITE merepresentasikan batasanbatasan dalam berinteraksi melalui media sosial.
Untuk pencemaran nama baik, Pasal 27 ayat (3)
UUITE menyatakan bahwa setiap orang dilarang
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik. Konsekuensi atas perbuatan ini adalah
sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/
atau denda maksimum 1 miliar rupiah.
Apabila dicermati secara mendalam,
penafsiran pencemaran nama baik di dalam
UUITE belum tercantumkan secara terperinci.
Oleh karenanya, bisa dikatakan bahwa batasanbatasan berperilaku secara tepat di media sosial
belum terakomodir sepenuhnya melalui UUITE.
Untuk mengatasinya, sejauh ini, penafsiran
pencemaran nama baik merujuk pada pasalpasal penghinaan di dalam KUHP. Merujuk
Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik
dapat diartikan sebagai perbuatan menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang
supaya hal itu diketahui oleh umum.
Keberadaan peraturan-peraturan tersebut
di atas, pada kenyatannya belum sepenuhnya
memfasilitasi perwujudan masyarakat yang
sehat. Banyaknya kasus pelanggaran yang
terjadi di media sosial menunjukkan minimnya
kesadaran masyarakat terhadap konsekuensi
atas kebebasan yang dilakukan di dalam media
sosial. Beberapa faktor bisa menjadi penyebab,
misalnya keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang hukum yang berlaku, minimnya
pembelajaran yang disediakan masyarakat, dan/
atau ketidakjelasan dari peraturan itu sendiri.
Disinilah tantangan pemerintah Indonesia yang
sesungguhnya, yaitu bagaimana menyikapi setiap
faktor permasalahan tersebut untuk menciptakan
kondisi masyarakat Indonesia yang sehat.

Penutup

Media sosial menjadi ujian bagi masyarakat


Indonesia untuk memperkuat eksistensinya
sebagai manusia. Perilaku-perilaku negatif
yang ditampilkan di media sosial akhir-akhir ini
memberi gambaran tentang lunturnya Pancasila
sebagai kepribadian masyarakat Indonesia.
Untuk menjawab tantangan ini, DPR RI perlu
mendorong pemerintah untuk: 1) menjadikan
pembentukan karakter manusia sebagai salah
satu prioritas pembangunan yang salah satunya
diwujudkan melalui pendidikan, baik yang
bersifat formal maupun informal; 2) secara
proaktif melakukan sosialisasi UUITE dan
- 12 -

peraturan terkait (KUHP tentang Penghinaan),


bisa melalui iklan layanan masyarakat dan/ atau
kerja sama dengan masyarakat, misalnya dalam
wujud komunitas media sosial; 3) melaksanakan
setiap peraturan secara konsisten.

Rujukan:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Erich Fromm, The Sane Society, http://
historicalunderbelly.files.wordpress.
com/2012/12/erich-fromm-the-sane-society.
pdf, diakses tanggal 3 November 2014.
Ratih Dwi Kusumaningtyas, http://eprints.
upnjatim.ac.id/439/1/le1.pdf,

diakses


tanggal 3 November 2014.
Lukman Sarosa Sriamin .2010. "Pancasila Sebagai
Landasan Terbentuknya Sane Society
Fromm. Jurnal Psikobuana, 2010, Vol.1,
No.3, 190-198.
Charles E. Notar, Sharon Padgett, Jessica Roden,
Cyberbullying: A Review of the Literature,
www.hrpub.org/download/201306/
ujer.2013.010101.pdf, diakses pada tanggal 3
November 2014.
Kominfo: Pengguna Internet di Indonesia 63
juta orang, 2013, http://kominfo.go.id/
index.php/content/detail/3415/Kominfo+%
3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+J
uta+Orang/0/berita_satker#.VFdEhha94Vk,
diakses tanggal 3 November 2014.
Pria ini ditangkap Mabes Polri Setelah Bully
Jokowi,
http://news.okezone.com/
read/2014/10/28/337/1058075/pria-iniditangkap-mabes-polri-setelah-hina-jokowi,
diakses tanggal 3 November 2014.
Kejahatan Siber Meningkat 60 Persen, http://
www.antaranews.com/berita/462931/
kejahatan-siber-meningkat-60-persen,
diakses tanggal 10 November 2014.
Polisi Tangani 600 Kejahatan Online Per
Tahun,
http://www.tempo.co/read/
news/2013/04/15/064473563/PolisiTangani-600-Kejahatan-Online-Per-Tahun,
diakses tanggal 10 November 2014.
25 Kasus di Media Sosial yang Berujung ke
Ranah Hukum, http://baranews.co/web/
read/20541/25.kasus.status.di.media.
sosial.yang.berujung.ke.ranah.hukum#.
VGBEUsm94Vk,
diakses
tanggal
10
November 2014.
Curhat di Facebook Soal Masalah Kantor
Suami,
Ibu
Rumah
Tangga
Jadi
Tersangka,
http://regional.kompas.
com/read/2014/10/31/13380411/Curhat.
di.Facebook.soal.Masalah.Kantor.Suami.
Ibu.Rumah.Tangga.Jadi.Tersangka, diakses
tanggal 10 November 2014.

Vol. VI, No. 21/I/P3DI/November/2014

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

KEBIJAKAN BBM BERSUBSIDI


DAN RENCANA KENAIKANNYA
Mandala Harefa *)

Abstrak
Permasalahan subsidi BBM telah lama mengakar dalam sistem penganggaran
negara. Beban subsidi BBM yang ditanggung APBN terus meningkat sehinggaruang
skal
untuk
pembangunan
semakin
menyempit.
Akibat
jauhnya,
penyediaan

infrastruktur dasar bagi masyarakat dan kegiatan ekonomi terus melambat. Dengan
demikian, dampak subsidi BBM tidak sebanding dengan dampaknya akibat tidak
tepat sasarannya kebijakan ini. Bahkan akibat disparitas harga BBM dalam negeri,
BBM menjadi komoditas yang sangat rawan diselundupkan. Dengan demikian,
melalui kebijakan pengurangan subsidi ini, pemerintah hendaknya memiliki
perencanaan dan program untuk kebijakan alokasi anggaran yang lebih produktif
dan tepat sasaran, terutama bagi masyarakat miskin.

Pendahuluan
Pemerintahan Jokowi-JK sedang menyusun
rencana
dalam
merealisasikan
kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Penjelasan terakhir dari Menteri Keuangan
Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro,
menegaskan bahwa pemerintah akan menaikkan
harga BBM bersubsidi sebelum 1 Januari 2015.
Ini artinya, harga BBM akan mengalami kenaikan
pada tahun ini seperti rencana semula sebesar
Rp3.000 per liter.
Kebijakan tersebut memang sangat
berisiko dan tidak populis karena akan memicu
gejolak sosial. Pemerintah harus memiliki alasan
kuat untuk menerapkan kebijakan tersebut.
Selain itu pemerintah hendaknya memiliki
skenario perencanaan dalam kenaikan harga
BBM bersubsidi, serta bagaimana kebijakan

kompensasi dan antisipasi dampaknya bagi


masyarakat kecil secara langsung. Sebelum
melakukan
pemotongan
subsidi
dengan
menaikan harga BBM, pemerintah sudah harus
mempersiapkan perencanaan, bagaimana sistem
subsidi langsung yang lebih terarah dan tepat
sasaran.
Terkait dengan rencana kenaikan harga
BBM, pemerintah akan menyiapkan program
bantuan sosial bagi masyarakat miskin. Besaran
dana yang disiapkan Rp5 triliun di 2014 dan
meningkat menjadi Rp5 triliun di 2015. Dana
bantuan ke masyarakat akibat kenaikan BBM
bersubsidi akan diberikan lewat Kartu Indonesia
Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan
Kartu Masyarakat Sejahtera (KMS). Namun
demikian, pemerintah perlu menyiapkan

*) Peneliti Madya Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: mandnias@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

skenario perencanaan lain akibat kenaikan BBM


yang
berdampak
terhadap
angka
inasi
dengan

melonjaknya harga barang-barang pokok.

Skenario Kenaikan Harga BBM


Bila melihat perkembangan harga BBM
bersubsidi, Pemerintahan SBY periode tahun
2004-2009, telah memutuskan 3 (tiga) kali
kenaikan harga BBM yaitu pada tanggal 1 Maret
2005 dan tanggal 1 Oktober 2005 serta tanggal
24 Mei 2008 dan 2 (dua) kali penurunan harga
bersubsidi BBM, yaitu pada tanggal 1 Desember
2008 dan tanggal 15 Desember 2008. Kebijakan
yang diambil pada saat itu memiliki alasan yang
sangat mendesak di mana harga rata-rata minyak
mentah Indonesia pada tahun 2005 mencapai
USD 53,44/barel atau naik 186,5 persen lebih
tinggi dibanding harga minyak tahun 2003
sebesar USD 28,65/barrel. Pada tanggal 1 Maret
2005, pemerintah memutuskan menaikkan harga
bersubsidi BBM dengan rincian harga bensin
premium Rp2.400/liter, harga minyak tanah
Rp2.200/liter (314,3 persen dari harga tahun
2003), harga minyak solar Rp2.100/liter.
Walaupun
sudah
menaikkan
harga
bersubsidi BBM sebanyak 2 (dua) kali dengan
tingkat kenaikan tertinggi dalam sejarah kenaikan
harga BBM, realisasi subsidi BBM tahun 2005
meningkat menjadi Rp95,6 triliun atau 138,6
persen dibanding realisasi subsidi BBM tahun
2004 sebesar Rp69 triliun. Realisasi penerimaan
minyak bumi tahun 2005 mencapai Rp72,8
triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi
BBM
terdapat
desit
sebesar
Rp22,8
triliun.

Pada tanggal 15 Januari 2009, pemerintah
memutuskan penurunan kembali harga bersubsidi
BBM setelah sebelumnya secara berturut-turut
menurunkan harga bersubsidi BBM pada tanggal
1 dan tanggal 15 Desember 2008 sehingga harga

bersubsidi bensin premium menjadi Rp4.500/


liter (turun 10 persen), harga minyak tanah
tetap Rp2.500/liter dan harga minyak solar
menjadi Rp4.500/liter (turun 6,25 persen).
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia
pada tahun 2009 mencapai USD61,58/
barel atau turun 36,52 persen dibanding
harga minyak mentah tahun 2008 sebesar
USD97,02/barel. Nilai tukar Rupiah pada
tahun 2009 mencapai Rp10.400/USD atau
terdepresiasi sebesar 7,15 persen dibanding
nilai tukar tahun 2008 sebesar Rp9.706/USD.
Dengan kondisi tersebut pemerintah tidak
menaikkan harga BBM pada tahun 2009. Jika
mengacu pada harga BBM bersubsidi yang
diputuskan pada tanggal 1 Oktober 2008, maka
harga minyak mentah pada tahun 2011 sebesar
114.97 persen dibanding harga minyak mentah
tahun 2008 dan nilai tukar Rupiah tahun 2011
sebesar 90,42 persen dibanding nilai tukar
tahun 2008, sehingga faktor tingkat kenaikan
harga BBM bersubsidi tahun 2011 menjadi
103,9 di mana harga bensin premium pada
tahun 2011 seharusnya naik menjadi Rp6.000/
liter, harga minyak tanah tetap Rp2.500/liter
dan harga minyak solar menjadi Rp5.500/liter
(Lihat Tabel 1)
Bila melihat beban subsidi dalam
APBN 2015 yang mencapai Rp433 triliun
dan pembayaran bunga utang Rp154 triliun
sangatlah besar. Beban subsidi terbesar
adalah subsidi bahan BBM, Bahan Bakar
Nabati (BBN) dan elpiji, mencapai Rp246,49
triliun. Sementara itu, subsidi listrik mencapai
Rp72,42 triliun. Dengan demikian, anggaran
belanja negara untuk pembangunan yang
tersedia
hanya
39
persen.
Dari
sisi
skal,

subsidi BBM termasuk dalam pos belanja
pemerintah pusat yang terus meningkat

Tabel 1. Perkembangan Harga BBM Subsidi (Rp/Liter)


Tanggal

Premium

Solar

Minyak
Tanah

Inasi
(persen)

Pertumbuhan
(persen)

2014

Sebelum 2015

9500

--

--

4,83
(Okto)

5,01
(Q3)

2013

23 Juni

6.500

5.500

2.500

8,4

5,8

2009

15 Januari

4.500

4.500

2.500

2,8

4,6

2008

15 Desember

5.000

4.800

2.500

11,1

6,0

1 Desember

5.500

5.500

2.500

24 Mei

6.000

5.500

2.500

1 Oktober

4.500

4.300

2.000

6,6

5,5

1 Maret

2.400

2.100

2.200

23 Januari

1.810

1.650

1.800

--

--

1 Januari

1.810

1.890

1970

Tahun

2005
2003

Sumber: Kementerian Keuangan dan Bisnis Indonesia, 30 Oktober 2014

- 14 -

secara
signikan.
Untuk
2013,
beban
subsidi

energi dalam anggaran negara sudah mencapai
Rp310 triliun, terbagi untuk subsidi BBM Rp210
triliun dan listrik Rp100 triliun. Sementara itu,
dalam APBN-P 2014, beban subsidi energi sudah
membengkak menjadi Rp453,3 triliun, terbagi
untuk subsidi BBM Rp350,3 triliun dan listrik
Rp103 triliun. Belanja subsidi BBM, elpiji, dan
BBN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara 2015 naik menjadi Rp291,1
triliun. Anggaran tersebut naik dibandingkan
yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2014
sebesar Rp246,5 triliun.
Penaikan harga BBM ditempuh demi
menyehatkan
skal
yang
kian
timpang.
Anggaran

subsidi BBM terus membengkak, telah mencapai
Rp246,5 triliun di APBN Perubahan 2014. Nilai
tersebut lebih tinggi daripada anggaran untuk
belanja modal yang bersifat produktif, yang
hanya Rp161 triliun. Angka belanja modal di 2014
bahkan lebih kecil ketimbang pagu di APBN-P
2013 yang Rp192,6 triliun.
Kenaikan anggaran subsidi energi, terutama
BBM, disebabkan beberapa hal, di antaranya
pelemahan nilai tukar rupiah karena sebagian
BBM masih diimpor, kenaikan konsumsi BBM
domestik karena meningkatnya jumlah kendaraan
roda 4 dan 2, serta kegagalan target lifting minyak
dan gas (migas). Namun pada kurun waktu
awal November 2014 terjadi kecenderungan
penurunan harga minyak dunia ke level 102-90
USD/barel dengan nilai kurs antara Rp11.900 Rp12.000. Gejolak eksternal tersebut tentunya
akan
mempengaruhi
kondisi
skal
dari
sisi
subsidi

BBM dalam APBN (Lihat Tabel 2).

Tabel 2. Asumsi, Realisasi, Proyeksi ICP dan Kurs


Rupih 2014
Asumsi
Kurs (Rp/US$)

APBN-P Realisasi *) Proyeksi **)


11.600

ICP (US$/barel) 105

11.748

11.900

104,4

102

Ket: *) Realisasi rata-rata rupiah sepanjang semester


I/2014
**) Proyeksi harga akhir tahun berdasarkan
perkembangan Rupiah dan harga minyak hingga
13 Oktober 2014

Antisipasi Dampak Kenaikan


Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
sebagai salah satu opsi dalam jangka pendek
untuk
melonggarkan
beban
skal
pada
tahun

depan disarankan segera dilakukan tahun ini.
Alasannya, tantangan perekonomian pada tahun
2015 akan lebih berat dibandingkan sekarang.
Walaupun kondisi ekonomi Indonesia tahun ini
sebenarnya cenderung kondusif, pertumbuhan
- 15 -

ekonomi diperkirakan masih di atas 5 persen


dan

laju
inasi
masih
rendah,
yakni
di
bawah

5 persen.
Bila pemerintah merealisasikan kenaikan
harga
BBM
Rp3.000
per
liter,
inasi
bertambah

3,5
persen.
Untuk
mengurangi
laju
inasi,

pemerintah baru harus bisa memastikan
kecukupan stok pangan, serta program
sosial yang bisa mempertahankan daya beli
masyarakat. Tanpa langkah-langkah itu, daya
beli masyarakat akan tergerus dan pertumbuhan
ekonomi melemah. Padahal, tanpa kenaikan
harga BBM pun, ekonomi Indonesia tahun ini
hanya tumbuh 5,1 persen-5,2 persen, jauh dari
target sebesar 5,5 persen.
Berbagai
pendapat
atas
dampak
kebijakan kenaikan harga BBM antara lain dari
Asian Development Bank (ADB) mendukung
rencana kenaikan ini. Namun demikian,
sebelum kenaikan, pemerintah hendaknya
menentukan waktu yang tepat supaya dampak
negatif yang mungkin timbul masih dalam
batas yang bisa diantisipasi pemerintah. Jika
melihat dampaknya terhadap kenaikan harga
di tingkat konsumen, kenaikan harga BBM
sebesar 30-50 persen hanya menambah indeks
harga
konsumen
atau
inasi
sebesar
1,52,5 persen saja. Dampak ini jauh lebih kecil
dibandingkan kenaikan harga BBM tahun 2013
yang
menambah
inasi
lebih
dari
3
persen.
Namun
demikian,
kenaikan
inasi
akan

menekan daya beli masyarakat. Meskipun
begitu, konsumsi masyarakat tetap bisa
menjadi motor penggerak utama pertumbuhan
ekonomi. Badan Pusat Statistik mencatat
pertumbuhan ekonomi kuartal I 2014 sebesar
5,21persen, melemah menjadi 5,12 persen pada
kuartal II. Secara keseluruhan pada semester I,
pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen,
dengan konsumsi rumah tangga tumbuh paling
tinggi, sebesar 5,6 persen. Konsumsi rumah
tangga tetap tinggi sehingga pertumbuhan
ekonomi semester II mampu tumbuh 5,4
persen, lalu sepanjang tahun ini 5,3 persen.
Tekanan terhadap pertumbuhan akibat
kenaikan harga akan terjadi mengingat daya
beli masyarakat semakin lemah dengan
kenaikan harga BBM.
Dampak kenaikan
harga BBM sebesar Rp1.000 per liter, akan
menambah
inasi
0,5-1
persen.
Sedangkan


bila kenaikan sebesar Rp3.000 per liter,
inasi
diperkirakan
akan

mencapai

8
persen.


Akibatnya, pertumbuhan ekonomi melambat
tahun ini, yakni hanya bisa mencapai 5,2-5,3
persen. Sementara, jika kenaikannya Rp3.000
pertumbuhan ekonomi akan berada di bawah 5
persen.

Dampak yang lain ketidakjelasan waktu


menaikkan harga BBM akan menimbulkan
spekulasi di kalangan masyarakat, di mana isu
kenaikan BBM mendorong masyarakat membeli
BBM melebihi kebutuhan seperti biasanya. PT.
Pertamina mencatat,
pekan-pekan terakhir
sejak tersiar kabar rencana kenaikan harga BBM,
pembelian BBM subsidi meningkat 12 persen.
Jika biasanya penjualan BBM sekitar 81.000 kl
per hari, dua pekan terakhir rata-rata mengalami
kenaikan menjadi 96.000 kl per hari. Dengan
melihat situasi tersebut dikhawatirkan 46 juta kl
atau mencapai Rp246,5 triliun untuk kuota BBM
bersubsidi akan habis pertengahan Desember
2014 karena ada kelebihan konsumsi hingga 1,6
juta kl sehingga secara total kuotanya menjadi 48
juta kl.
Hingga akhir Oktober 2014, penyaluran
BBM subsidi telah mencapai 39,07 juta kl atau
86,1 persen dari kuota. Penjualan premium
mencapai sekitar 24,92 juta kl atau 85,1 persen
dari kuota, sementara penjualan solar bersubsidi
mencapai 13,38 juta kl atau 88,2 persen terhadap
kuota. Ini merupakan implikasi kebijakan sektor
industri otomotif yang turut berkontribusi
terhadap peningkatan jumlah konsumsi BBM
seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor. Belum lagi berapa jumlah BBM yang
banyak diselundupkan akibat disparitas harga
BBM dengan negara tetangga. Oleh karena itu,
pemerintah harus memiliki perencanaan yang
matang baik sebelum dan setelah kebijakan
tersebut dilaksanakan.
Dampak kenaikan harga BBM dalam
jangka pendek langsung mempengaruhi daya
beli masyarakat
bawah dan perekonomian
paling tidak enam bulan ke depan. Dalam
jangka menengah dan panjang kenaikan ini
akan
berdampak
positif
bagi
kesehatan
skal

APBN dan ekonomi. Alokasi anggaran negara
melalui pengurangan subsidi, lebih lanjut
diarahkan untuk hal-hal yang produktif terutama
pembangunan infrastruktur publik.

Penutup
Permasalahan harga dan subsidi bahan
bakar minyak (BBM) masih menjadi perkara
rumit yang dihadapi Indonesia. Impor BBM
yang besar akibat besarnya permintaan membuat
desit
transaksi
berjalan
atau
current account
decit
sulit
ditekan.
Meningkatnya
beban
subsidi

BBM
membuat
ruang
skal
untuk
pembangunan

semakin menyempit.
Mengingat subsidi BBM merupakan
masalah yang sensisti DPR perlu mendorong

- 16 -

pemerintah untuk melakukan perencanaan


yang matang dan kepastian waktu yang tepat
sehingga membantu memberikan kepastian
usaha bagi pelaku ekonomi. Selanjutnya,
pemerintah juga perlu membuat kalkulasi
perhitungan atas kebijakan yang tidak populer
tersebut. Kenaikan harga BBM bersubsidi tidak
cukup dikompensasikan dengan dana jaring
pengaman sosial melalui KIS dan KIP saja.
Pemerintah juga harus mengantisipasi gejolak
harga pangan agar tidak mempengaruhi daya
beli masyarakat. Untuk itu pemerintah harus
fokus dan memastikan alokasi anggaran yang
didapat dari pengurangan subsidi BBM untuk
mengurangi beban masyarakat tidak mampu
sekaligus
perbaikan
ruang
skal
dan
kesehatan


APBN. Di atas itu semua, hal yang perlu disadari
bahwa kebijakan pengurangan subsidi tetap
mengandung risiko berupa terjadinya lonjakan
harga-harga barang sehingga berdampak
menggerus pendapatan masyarakat. Termasuk
di dalamnya yang tidak kalah penting adalah
potensi
melonjaknya
inasi
dan
risiko

politik.

Referensi
Ekonomi Melemah, Harga BBM Tetap Naik,
Koran Tempo , Kamis , 5 November 2014
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
2015.
BBM Bersubsidi Penjualan BBM naik tersulut
spekulasi , Harian Kontan, 6 November
2014.
Dari Subsidi Barang ke Subsidi Orang, Media
Indonesia, 31 Oktober 2014.
Harga
BBM
Disarankan
Naik
Tahun
Ini
, http://www.tempo.co/
read/news/2014/08/20/090600849/
Harga-BBM-Disarankan-Naik-Tahun-Ini,
Rabu, 20 Agustus 2014, diakses tanggal 30
Oktober 2014.
Harga .BBM. Tetap .Naik. Awal. November?
http://bisniskeuangan.kompas.com/
read/2014/10/30/082235626/
Kamis,
diakses tanggal 30 Oktober 2014.
Menanti Momentum Penaikan Harga Bbm
Subsidi , http://www.businessnews.co.id,
31 Oktober 2014, diakses 6 November 2014
Tinjauan Kebijakan Harga Bersubsidi Bahan
Bakar Minyak Dari Masa Ke Masa, http://
www.setneg.go.id/index.php?option=com_
content&task=view&id=6245,
diakses
tanggal 31 Oktober 2014.

Vol. VI, No. 21/I/P3DI/November/2014

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

HUBUNGAN DPR RI - PEMERINTAH


DAN PENGUATAN DEMOKRASI KONSENSUS
Prayudi*)

Abstrak
Sejak pengambilan sumpah/janji sebagai anggota DPR RI tanggal 1 Oktober 2014
lalu, DPR belum melakukan kegiatannya. Padahal DPR RI memiliki kewajiban
konstitusional dalam ranah legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR RI terbelah
ke dalam dua kelompok besar sebagai kelanjutan persaingan politik pasca-pilpres
2014 dengan implikasi semakin tajamnya fragmentasi antar-kekuatan politik. Kondisi
ini merupakan implikasi dari konstruksi budaya politik melalui politik legislasi (UU
MD3) yang dibangun di tingkat nasional dan kini juga merambah ke daerah secara
kasuistik. Untuk itu sepatutnya model demokrasi konsensus harus dikonsolidasikan
sebagai upaya pembenahan pola kerja DPR RI sekaligus dalam membangun pola
relasi DPR RI-Pemerintah.

Pendahuluan

dan pimpinan AKD-nya. Politik pemerintah


terbelah selalu dilekatkan pada kontradiksi
koalisi politik yang berkembang di parlemen.
Hal ini antara lain, terjadi di DPRD
Cilegon dan DI Yogyakarta, dalam proses
pembentukan AKD-nya. Sehubungan politik
keterbelahan ini, kita harus melihat faktorfaktor penyebabnya dan bagaimana alternatif
jalan keluarnya untuk mengatasinya secara
konsepsional?

Kondisi positif setelah pemilu 2014 yang


sudah menghasilkan komposisi politik di DPR
dan DPD serta kelembagaan MPR di satu
pihak, serta pasangan calon presiden/wakil
presiden, ironisnya diikuti gejala mengarah
pada kisruh di parlemen sebagai bagian dari
politik pemerintah terbelah (the political
split of government). Muncul kekhawatiran
seolah-olah kabinet akan diganggu legislatif
dalam merealisasikan program unggulannya
yang dijanjikan saat kampanye.
Gejala politik pemerintah seperti
ini terjadi bukan saja hanya di tingkat
suprastruktur politik pemerintahan nasional,
tetapi sudah merembet pada beberapa kasus
tertentu di daerah. Beberapa DPRD harus
gagal membentuk komposisi keanggotaan

Model Demokrasi Konsensus dan


Penyebab Keterbelahan
Menghadapi masalah politik terbelah
DPR, masyarakat cukup jengkel yang
tercermin melalui pengajuan pengaduan
konstitusional (constitutional complaint),
oleh sekelompok masyarakat yang belum ada

*) Peneliti Madya Politik dan Pemerintahan Indonesian pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan
Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: prayudi_pr@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

Ketiga, pemilihan pimpinan alat


kelengkapan melalui sistem paket yang
digunakan dalam UU No. 17 Tahun 2014
tentang MD3. Sistem pemilihan secara paket
dianggap telah menimbulkan sebuah ironi.
Pemenang pemilu belum tentu menduduki
posisi ketua DPR, dengan empat wakil berasal
dari pemenang secara berurutan perolehan
kursinya. Oleh karena itu, kiranya menjadi
penting untuk melakukan uji materi terhadap
terhadap UU MD3 walaupun
pernah
diajukan PDIP, bukan berarti tidak terdapat
peluang bagi dikabulkannya permohonan
ini. Putusan sebelumnya saat itu tidak
menyinggung
konstitusionalitas
sistem
paket. Yang diperkarakan adalah hilangnya
kesempatan partai politik pemenang pemilu
untuk duduk di pucuk pimpinan DPR dan
alat kelengkapan.

dasar hukumnya ke MK, yaitu pembubaran


DPR. Arend Lijphart (1999) mengingatkan
pentingnya model demokrasi konsensus bagi
negara dengan sistem kepartaian plural atau
sebaliknya model demokrasi mayoritas bagi
negara dengan sistem dua partai. Kesejalanan
antar-masing-masing model demokrasi tadi
akan menghadirkan kebaikan bagi sistem
pemerintahan. Sebaliknya, tanpa kemampuan
untuk menghadirkan model demokrasi
semacam itu dikhawatirkan akan berpengaruh
negatif bagi sistem pemerintahan. Ini sejalan
dengan temuan Syamsuddin Haris (2014),
bahwa selain faktor pilihan sistem presidensial,
sistem kepartaian dan sistem pemilu yang
bersifat struktural, terdapat juga faktorfaktor gaya kepemimpinan dan personalitas
serta kecenderungan partisan presiden, yang
bersifat kultural turut mempengaruhi pola
relasi Presiden-DPR.
Ditengarai adanya sejumlah faktor
yang
menjadi
penyebab
terjadinya
politik keterbelahan ini. Pertama, politik
keterbelahan parlemen tidak terlepas dari
karakternya yang transaksional pragmatis,
karena apa yang menjadi komposisi politik
kekuatan di koalisi dapat berpindah tempat
secara mudah atau berubah antar-kasus
satu dengan kasus lainnya dan tempat yang
berbeda. Karakter ini bermuara pada asas
saling mencari untung, hingga terjadi anomali
koalisi politik nasional dan daerah, misalnya
sikap Partai Demokrat yang masuk KMP di
DPR, tetapi berkoalisi dengan KIH di DPRD
Sulut. Adapun PDI P justru ditinggalkan
Partai Nasdem, mitra koalisinya di DPR,
dalam pemilihan alat kelengkapan DPRD di
Kabupaten Sangihe Talaud, Sulut.
Kedua, mengutip pendapat Ikrar Nusa
Bhakti bahwa, di tengah bergantinya sistem
demokrasi dalam sejarah politik Indonesia,
elite politik tidak memiliki ketahanan politik
untuk menerapkan suatu sistem demokrasi.
Penerapan
sistem
pemilu
perwakilan
proposional dengan besaran dapil yang
digunakan serta penetapan calon terpilih,
semakin memperlemah ketahanan politik
tadi. Penerapan sistem pemilu ini justru
membuka ruang fragmentasi kepartaian dan
berimbas pada proses politik di parlemen.
Fragmentasi kepartaian yang diiringi oleh
masih tingginya jumlah fraksi di parlemen
terbukti menyebabkan keterbelahan politik di
DPR.

Langkah-Langkah Yang Sudah


Ditempuh.
KIH mempersoalkan alokasi kursi
pimpinan alat kelengkapan DPR yang dikuasai
KMP, di mana KMP hanya menawarkan 5
dari 63 kursi pimpinan kepada KIH. Hal ini
ditolak karena dianggap belum mencerminkan
representasi 44 persen perolehan kursi KIH
di DPR. Rapat Konsultasi pengganti Bamus
antara Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi
(versi KMP) beberapa waktu lalu, mencoba
menambah jumlah komisi. Pemekaran komisi
dari 11 yang ada selama ini dapat dilakukan
untuk mengakomodasi keinginan KIH untuk
ikut memimpin AKD khususnya komisikomisi. Namun demikian, Ketua Fraksi
PKS Jazuli Juwaini mengatakan, rencana
pemekaran komisi harus dikaji tersendiri. Hal
ini dilakukan agar jangan ada kesan untuk
memasukan anggota dari koalisi lain, yang
justru DPR dapat dianggap semata-mata
bertindak pragmatis. Di samping wacana
pemekaran komisi, reformulasi mitra kerja
dari beberapa komisi, di mana dua mitra kerja
sempat belum disepakati pengelompokan
komisinya juga telah digagas.
Semula, setelah beberapa tawaran tidak
menghasilkan titik temu kompromi politik
di antara kedua kubu koalisi, sempat terjadi
langkah KIH mengajukan mosi tidak percaya
terhadap komposisi pimpinan DPR yang
dihasilkan melalui Rapat Paripurna DPR 2
Oktober 2014 lalu. Usaha untuk mengakhiri
konik
politik
antara
dua
koalisi
sudah

dijalankan, seperti halnya melalui jalan lobi.
- 18 -

Tabel Perhitungan atas Pemekaran Komisi di DPR


Penambahan Komisi

Kelebihannya
Beban kerja komisi terdistribusi lebih merata

Kerja DPR diklaim lebih focus

Pembagian alat kelengkapan lebih merata.



KIH dapat mengambil sisa kursi pimpinan
komisi

Kekurangannya
Memakan anggaran operasional lebih besar
untuk komisi yang baru
Tidak ada jaminan kerja DPR lebih efektif dan
produktif
Pemekaran komisi butuh waktu lebih lama
karena prosesnya harus melalui komisi,
panitia khusus, Badan Musyawarah, Badan
Legislasi dan Paripurna DPR.

Gambar Pembagian Kursi Pimpinan AKD Versi KMP

Sumber: Koran Tempo 4 November 2014.

Tjatur Sapto Edy menyebut bahwa arahnya


adalah mengubah UU No 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD untuk
menambah jumlah pimpinan alat kelengkapan
DPR guna menampung aspirasi dari fraksifraksi yang tergabung dalam koalisi KIH.
Penyelesaian masalah politik terbelahnya
DPR dihimbau untuk tetap diselesaikan secara
musyawarah mufakat.
Tingginya dinamika politik DPR justru
kontras dengan anggapan bahwa kabinet
pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
yang sudah melakukan langkah cepat dalam
kerja-kerja terkait agenda yang dicanangkan
oleh kementerian/lembaga masing-masing,
Keterbelahan DPR juga telah menyebabkan
langkah politiknya kalah cepat dibandingkan
DPD yang sudah terlebih dahulu sebelumnya
melakukan beberapa rapatnya. Di tengahtengah keterbelahan DPR, awalnya rapat yang
sudah dilakukan hanya mengacu pada syarat
kuorum jumlah anggota yang hadir, bukan
berdasarkan jumlah fraksi.
Pasal 232 Undang-Undang No. 17 Tahun
2014 (UU MD3) dan Pasal 284 Ayat (1) juncto
Pasa 251 Ayat (1) Peraturan DPR No. 1 Tahun
- 19 -

2014 tentang Tata Tertib menyatakan


bahwa pengambilan keputusan sah apabila
diambil dalam rapat yang dihadiri lebih
dari setengah jumlah fraksi. Faktor PPP
saat kondisi setelah Muktamar Surabaya
yang mengarahkan dukungan partainya ke
KIH, menyebabkan menjadi sama kuat peta
koalisi, masing-masing 5 fraksi dan 5 fraksi.
Konsekuensinya, walaupun kubu KMP
terlihat unggul karena menguasai pimpinan
DPR, ketentuan tentang kuorum fraksi itu
mengarahkan DPR pada situasi dead lock.
Semula kuorum lebih dari separuh unsur
fraksi tersebut dapat tercapai karena KMP
mengendalikan enam dari sepuluh fraksi
di DPR, yaitu fraksi Golkar, Gerindra,
Demokrat, PAN, PKS, dan PPP.

Alternatif Jalan Keluar


Langkah penyelesaian atas terbelahnya
politik DPR tampaknya saat ini berkejaran
dengan waktu. Awal DPR 2014-2019 ini akan
memasuki masa reses pada 5 Desember 2014
hingga 11 Januari 2015. Untuk itu, dalam
jangka pendek, di sisa waktu persidangan

awal periode keanggotaan ini tetap harus


memanfaatkan jalur lobi seoptimal mungkin.
Upaya tersebut sebagaimana dilakukan pada
saat pertemuan antar-sejumlah elit politik
mewakili dari masing-masing kubu koalisi
pada tanggal 9/11 lalu, yang membuka
optimisme
untuk
mengakhiri
konik.

Sedangkan untuk jangka panjang, terdapat
2 (dua) gagasan alternatif jalan keluar dalam
rangka memperkuat kesejalanan demokrasi
konsensus di tengah sistem kepartaian dan
sistem pemilu yang dianut dalam rangka
kinerja sistem pemerintahan. Pertama,
mengembangkan basis ideologis kepartaian
yang lebih tegas dalam rangka membangun
pilihan platform politiknya. Hal ini berarti,
pembenahan atas UU MD3, UU Pemda
(karena materi DPRD masuk di dalamnya),
UU Pilleg dan UU Pilpres, terutama
menyangkut pengambilan keputusan di
tingkat suprastruktur politik dan dorongan
untuk bagi penyederhanaan peta fraksi dan
koalisi partai politik.
Kedua, mempertegas fungsi pendidikan
politik dari kepartaian di UU Partai politik
dalam
rangka
pengarusutamaan
nilai
musyawarah mufakat dibandingkan nilai
voting sebagai pilihan jalan terakhir untuk
menyelesaikan masalah. Ketegasan atas
fungsi pendidikan politik partai diarahkan
pada proses pembentukan sosok politisi
negarawan yang tidak lagi ditempatkan secara
terkotak-kotak pengelompokkan partisan.
Konsekuensinya, hal ini tidak lagi terlampau
umum sebagaimana selama ini tercantum di
Pasal 11 tentang fungsi partai politik di UU
No.2 Tahun 2011 sebagai perubahan atas UU
No. 2 Tahun 2008. Jika dimungkinkan, fungsi
di bidang pendidikan politik ini ditegaskan
kembali pada ketentuan kewajiban partai
politik, agar memiliki ikatan politik lebih kuat
beserta sanksi bagi pelanggarnya.
Ruang lingkup setiap unsur-unsur
pembenahan di antara dua muatan alternatif
semacam ini merupakan bagian mendasar
dalam rangka mempercepat pembentukan
sistem politik yang produktif terhadap
aspirasi rakyat. Di samping itu, juga berguna
untuk membuka akses bagi tanggungjawab
elit terhadap mandat yang diperolehnya
melalui pemilu.

Penutup
Kejadian dua kali yang sudah menimpa
awal peta koalisi DPR secara fragmentatif
(2004 dan 2014), semakin menunjukkan
pentingnya pengembangan model demokrasi
konsensus pemerintahan. Model ini jelas
berbeda dengan model demokrasi mayoritas
(majoritarian)
yang
lebih
kondusif
bagi negara yang menganut sistem dwi
kepartaian. Model demokrasi konsensus
merupakan substansi mendasar bagi proses
penyederhanaan peta koalisi partai politik
di parlemen yang dapat menjawab potensi
keterbelahan politik parlemen dan sekaligus
membangun hubungan legislatif-eksekutif
yang bersifat check and balances. Hal ini
sekaligus menghindarkan praktek politik
transaksional pragmatis yang sekedar bagibagi jabatan di antara elit dan kelompoknya
masing-masing. Dalam kerangka tersebut
perlu dikembangkan pula pola komunikasi
dan pendidikan politik melalui berbagai
sarana, seperti lobi politik yang dilakukan
antarkekuatan politik.

Referensi
Haris,
Syamsuddin
(2014),
Praktek
Parlementer Demokrasi Presidensial
Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Lipjhart,
Arend
(1999),
Pattern
of
Democracy: Government Forms and
Performance in Thirty Six Countries,
Yale University Press, New Haven and
London.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik.
Baru 2 Bulan Dilantik, DPRD Yogya
terbelah,
http.www.
liputan6.com,
diakses tanggal 2 November 2014.
DPR Kembali Usulkan Pemekaran Komisi,
Koran Tempo 4 November 2014.
Ikrar Nusa Bhakti, DPR Yang Terbelah.
Kompas, 2 Oktober 2014.
Ramlan Surbakti, Pemerintah Terbelah,
Kompas 27 Oktober 2014.
Satu Dewan Dua Palu, Majalah Tempo 9
November 2014.
Kisruh DPR Segera Berakhir. http.www.
republika.co.id, diakses tanggal 10
November 2014.
Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib (Tahun
2014).
Rey
Harun,
Mengatasi
Jalan
Buntu,

Kompas, 7 November 2014.
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai