Anda di halaman 1dari 15

Bab I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan semakin tinggi. Begitu juga
dengan pengetahuan dibidang kedokteran yang semakin hari ditemukan berbagai
macam obat, penyakit, dan teknologi baru

yang dapat membantu para dokter.

Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang sistem hepatobilier seseorang


merupakan salah satu ilmu yang selalu berkembang setiap saat yang mempunyai
tujuan untuk mengurangi insiden-insiden yang disebabkan oleh penyakit ini.

1.2 Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman penulis dan pembaca dalam
hal pengertian tentang penyakit-penyakit hepatobilier yang difokuskan pada penyakit
hepatitis B, etiologi penyakit, penyimpangan-penyimpangan fisiologi dari tubuh kita,
diagnosis dan penatalaksanaannya, juga hasil prognosis serta pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menangani penyakit tersebut. Selain itu, makalah ini juga
mengemukakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis
penyakit hepatobilier khususnya hepatitis B.

Bab II
Isi
2.1 Pemeriksaan
2.1.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis,
psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah
membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1.
2.
3.
4.
5.

Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status

perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data
tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ
tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya
diteluskan secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama
surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu.1

2.1.2 Pemeriksaan Penunjang3


Biopsi hati memungkinkan diagnosis jaringan akibat hepatitis. Tes untuk
fungsi hati abnormal, seperti alanin aminotransferase serum dan bilirubin, merupakan
temuan tambahan selain gambaran klinis, patologi dan epidemiologi. Untuk
membedakan hepatitis tipe apa, diperlukan uji serologi seperti misalnya pada hepatitis
B, aktivitas DNA polimerase, HBV DNA, dan HbeAg ditemukan pada stadium
viremia.

2.1.3 Pemeriksaan Fisik2

Karena sebagian besar hati (hepar) dilindungi oleh dinding iga, pemeriksaannya sulit
dilakukan. Namun, besar serta bentuk hati dapat diperkirakan melalui perkusi dan
mungkin pula palpasi, dan dengan tangan yang melakukan palpasi ini, Anda dapat
mengevaluasi permukaan hati, konsistensinya, serta nyeri tekan pada hati

2.1.3.1 Perkusi Hepar2


Ukur rentang vertikal pekak hati pada linea midklavikularis kanan. Dimulai
pada ketinggian di bawah umbilikus (pada daerah timpani, bukan pada daerah redup),
lakukan perkusi ringan ke arah atas menuju daerah hati. Pastikan lokasi bunyi redup
yang menunjukkan tepi bawah hati (margo inferior hepar) pada linea midklavikularis
tersebut.
Selanjutnya, kenali tepi atas daerah pekak hati pada linea midklavikularis.
Lakukan perkusi ringan mulai dari daerah sonor paru ke bawah menuju daerah pekak
hati. Jika perlu, sisihkan payudara pada pasien wanita secara hati-hati agar Anda
merasa yakin bahwa perkusi benar-benar dimulai di daerah sonor. Lintasan gerakan
perkusi diperlihatkan di bawah ini.
Kini ukur dalam satuan sentimeter jarak antara dua titik yang ditemukan-jarak
ini merupakan rentang vertikal pekak-hati(liver dullness). Rentang hati yang normal,
umumnya berukuran lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita dan pada orang
yang bertubuh tinggi dibandingkan pada orang yang pendek. Jika hati tampak
membesar, tentukan tepi bawah hati dengan melakukan perkusi pada daerah lainnya.
Meskipun perkusi mungkin merupakan metode klinis yang paling akurat untuk
memperkirakan ukuran vertikal hati, perkusi sering menunjukkan hasil yang tidak
sesuai dengan keadaan hati yang sebenarnya (underestimation).

2.1.3.2 Palpasi Hepar2


Letakkan tangan kiri di belakang tubuh pasien dalam posisi sejajar dengan dan
menyangga iga ke-11 dan ke -12 kanan serta jaringan lunak di bawahnya. Jika perlu,
ingatkan kepada pasien untuk melemaskan tubuhnya pada tangan dokter. Dengan
menggunakan tangan kiri untuk mengangkat bagian tubuh tersebut ke atas, hati pasien
dapat diraba dengan lebih mudah oleh tangan yang lain.
Tempatkan tangan kanan pada sisi kanan abdomen pasien di sebelah lateral
muskulus rectus sementara ujung jari-jari tangan berada di sebelah inferior tepi bawah
pekak hati. Sebagian pemeriksa lebih suka mengarahkan jari-jari tangan mereka ke

atas ke arah kepala pasien, dan sebagian lainnya lebih suka posisi yang sedikit lebih
miring. Minta pasien untuk menarik napas dalam. Coba untuk meraba bagian tepi hati
ketika struktur ini bergerak menyentuh ujung jari-jari tangan pemeriksa. Jika dapat
dirasakan, kendurkan sedikit tekanan yang dilakukan oleh tangan pemeriksa agar hati
dapat menyusup di bawah permukaan ventral jari tangan dan dengan demikian
permukaan anterior dapat diraba. Jika hati pasien dapat teraba sepenuhnya, bagian
tepi hati yang normal akan terasa lunak, tajam, serta teratur dengan permukaan hati
yang licin. Hati yang normal mungkin memberi rasa sedikit nyeri ketika ditekan. Hati
yang keras, bagian tepi hati yang tumpul atau bulat, dan konturnya yang tidak teratur
menunjukkan kelainan pada hati.

2.2 Etiologi4
HBV digolongkan sebagai hepadnavirus. HBV menyebabkan infeksi kronik,
terutama mereka yang terinfeksi saat bayi. Ada 3 bentuk morfologi dari serum positif
HBsAg. Bentuk yang paling banyak dijumpai adalah partikel sferis berdiameter 22
nm. Partikel kecil ini secara khusus tersusun atas HBsAg berbentuk tubular atau
filamentosa, mempunyai diameter yang sama tetapi mungkin panjangnya lebih dari
200nm dan disebabkan oleh produksi HBsAg berlebihan dan mengelilingi inti
nukleokapsid dalam berukuran 27 nm yang mengandung HbcAg. Genom virus terdiri
dari sebagian DNA sirkular untai ganda dengan panjang 3200 bp. Isolat HBV yang
berbeda memiliki homologi sekuens nukleotida 90-98% yang sama. Seluruh panjang
DNA dikurangi rantai (untai L atau panjang) merupakan pelengkap seluruh mRNA
HBV; untai positif (untai pendek atau S) berubah-ubah dan panjang unitnya antara 5080%.

2.3 Faktor risiko3


Faktor risiko berkaitan dengan kejadian yang mendukung proses transmisi
virus hepatitis B. Cara transmisinya ialah :

Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis,


pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar daraj

Transmisi seksual

Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum,


penggunaan ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan

bersama pisau cukur dan silet, tato, akupunktur, tindik, penggunaan


sikat gigi bersama, dan penggunaan narkoba suntik.

Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant

Tak ada bukti penyebaran fekal oral

2.4 Epidemiologi4
HBV tersebar di seluruh dunia. Cara penularan dan respons terhadap infeksi
bervariasi, bergantung pada usia saat infeksi. Kebanyakan orang yang mengalami
infeksi saat bayi mengalami infeksi kronik. Bila terkena saar dewasa, mereka mudah
terkena penyakit hati dan berisiko tinggi mengalami karsinoma hepatoselular.
Terdapat lebih dari 25 juta carrier, sekitar 1 juta diantaranya hidup di Amerika Serikat
25% carrier mengalami hepatitis kronik aktif. Diseluruh dunia, 1 juta kematian tiap
setiap tahun disebabkan oleh penyakit hati akibat HBV dan karsinoma hepatoselular.
Tidak ada kecenderungan musiman untuk infeksi HBV dan tidak ada
predileksi tinggi untuk setiap kelompok usia, meskipun ada kelompok tertentu yang
berisiko

tinggi

seperti

penyalahguna

obat

parenteral,

orang-orang

yang

dilembagakan, petugas kesehatan, penerima transfusi berulang, pasien transplantasi


organ, pasien dan petugas hemodialisis, orang dengan promiskuitasm dan bayi yang
lahir dari ibu dengan hepatitis B.
Infeksi hepatitis B sering terjadi pada pasien dan petugas di unit hemodialisis.
Sebanyak 50% pasien dialisis ginjal yang menderita hepatitis B dapat menjadi carrier
HbsAg kronik dibandingkan dengan 2% dari kelompok petugas, mempertegas
perbedaan respons imun pejamu antara pasien dialisis ginjal dengan petugas.

2.5 Patofisiologi 3,4


1.

Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati 3,4
Patogenesis dan manifestasi klinis hepatitis B berkaitan dengan
interaksi dari virus dan sistem kekebalan tubuh pejamu. CD4 + dan CD8 +
limfosit yang teraktivasi mengenali derivat peptida dari HBV yang terletak
di permukaan hepatosit, dan reaksi imunologi terjadi. Gangguan reaksi imun
(misalnya, pelepasan sitokin, produksi antibodi) atau relatif toleran hasil
status kekebalan terdapat pada hepatitis kronis.

Keadaan akhir dari virus penyakit hepatitis B (HBV) adalah sirosis.


Pasien

dengan

sirosis

dan

infeksi

HBV

yang

mungkin

untuk

mengembangkan HCC.
2.

Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan


replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung 3

2.6 Manifestasi Klinis 3


Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal seperti :
a) malaise, anoreksia, mual dan muntah.
b) gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotofobia, sakit kepala dan myalgia.
Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat ditemukan
pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang pada infeksi virus lain.
Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning tetapi gejala anoreksia,
malaise, dan kelemahan dapat menetap. Ikterus didahului dengan kemunculan urin
berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
meningkat. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan nyeri tekan pada hati.
Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien.

2.7 Working Diagnosis 3


a)

Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari


IgM antibodi terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HbsAg)

Keduanya ada saat gejala muncul

HbsAg mendahului IgM anti HBc

HbsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin

HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai


bulan setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc

b)

HbeAg dan HBV DNA

HBV DNA di serum merupakan petanda pertama yang muncul tetapi


tidak rutin diperiksa.

HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg

Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan


pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs
dan anti Hbe menetap.

c)

Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin


IgG anti HBC

Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh

Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut

Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV

d)

Antibodi terhadap HbsAg (Anti HBs)

Antibodi yang terakhir muncul

Merupakan antibodi penetral

Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap

reinfeksi

Dimunculkan dengan vaksinasi HBV

2.8 Differential Diagnosis 3


2.8.1 Dengan Hepatitis A

IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan sesudahnya

Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau

2.8.2 Dengan Hepatitis C


a) Diagnosis Serologis

Deteksi anti HCV.

Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari
penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau
bulan kemudian.

Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien
HIV, anti HCV tidak muncul dalam persentase yang lebih besar).

Pemeriksaan IgM anti HCV dalam pengembangan (belum disetujui


FDA).

Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang
panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan
maupun yang berlanjut menjadi kronik.

b) HCV RNA

Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut

hepatitis C.

Muncul setelah beberapa minggu infeksi.

Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin

dilakukan. Kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada


pasien dengan anti HCV negatif.

Ditemukan pada infeksi kronik HCV.

2.8.3 Dengan Hepatitis D 3

Pasien HBsAg positif dengan :


o Anti HDV atau HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan belum mendapat
persetujuan)
o IgM anti HDV dapat muncul sementara

Koinfeksi HBV HDV


o HBsAg positif
o IgM anti HBc positif
o Anti HDV dan atau HDV RNA

Superinfeksi HDV
o HBsAg positif
o IgG anti HBc positif
o Anti HDV dan atau HDV RNA

Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan
infeksi

2.8.4 Dengan Hepatitis E 3

Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang disetujui PDA

IgM dan IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset

IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit

IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Infeksi yang Sembuh Spontan 3
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat

Tidak ada rekomendasi diet khusus

Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang
paling baik ditoleransi

Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut

3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari


4. pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E, D. Pemberian interferon-alfa
pada hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi kronik. Peran
lamivudin atau adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan

2.9.2 Gagal Hati Akut 3


1. Perawatan di RS

Segera setelah diagnosis ditegakkan

Penanganan terbaik dapat dilakukan pada RS yang menyediakan program


transplantasi hati

2. Belum ada terapi yang terbukti efektif


3. Tujuan

Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati


dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif

Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa

Mempertahankan fungsi vital

Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan

4. Angka Survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini

2.9.3 Antivirus untuk HBV 5

a)

Lamivudin
Lamivudin

merupakan

L-enantiomer

analog

deoksisitidin.

Lamivudin

dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk trifosfat yang aktif. Lamivudin bekerja


dengan menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polimerase
virus (reverse transcriptase, RT). Lamivudin tidak hanya aktif terhadap HBV wildtype saja, namun juga terhadap varian precore/core promoter. Selain itu, ada bukti
bahwa Lamivudin dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien
yang terinfeksi kronik. Efek samping biasa seperti fatigue, sakit kepala, dan mual.
Umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
b)

Adefovir
Merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir telah memiliki satu gugus fosfat
dan hanya membutuhkan satu langkah fosforilasi saha sebelum obat menjadi aktif.
Adefovir menghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya
sebagai DNA chain terminator, namun diduga juga meningkatkan aktivitas sel NK
dan menginduksi produksi interferon endogen. Aktif terhadap mutan yang resisten
terhadap lamivudin dan tidak ditemukan resistensi setelah terapi selama 48-60
minggu. Umumnya dapat ditoleransi dengan baik.

c)

Entekavir
Analog deoksiguanosin yang memiliki anti-hepadna virus yang kuat. Entekavir
mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif yang berperan sebagai
kompetitor substrat natural (deoksiguanin trifosfat) serta menghambar HBV
polimerase. Efek samping yang mungkin terjadi ialah sakit kepala, infeksi saluran
napas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue, pusing, nyeri abdomen atas dan mual.

d)

Interferon
Interferon merupakan sitokin yang memiliki antivirus, imunomodulator dan
antiproliferatif, yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon dari berbagai stimulus.
Ada tiga tipe utama interferon : alfa, beta, dan gamma. Sediaan natural dan
rekombinan yang paling banyak digunakan dalam klinis adalah interferon alfa.
Saat ini efikasi interferon telah diperbaiki dengan mengganti interferon standar
dengan interferon terkonjugasi polietilen glikol (PEG-IFN, Pegylated-Interferon).
Bentuk sediaan interferon yang baru ini memperlambat eliminasi interferon lewat
ginjal sehingga meningkatkan waktu paruh dan menyebabkan konsentrasi plasma
interferon yang lebih stabil. Efek samping yang umum timbul ialah flu-like
symptoms, fatigue, leukopenia, dan depresi.
10

2.10 Prognosis 6
Beberapa orang memiliki angka kesembuhan yang cukup singkat pada
pengidap hepatitis B akut. Kelompok lainnya mengalami proses penyembuhan secara
lebih lambat selama beberapa bulan.
Sekelompok kecil orang (sekitar 1% dari pasien yang terinfeksi) mengalami
pemburukan penyakit secara cepat dan berkembang menjadi kerusakan hati yang
parah (hepatitis fulminan). Hal ini dapat terjadi selama beberapa hari sampai beberapa
minggu dan dapat berakibat fatal.
Komplikasi lain HBV termasuk berkembangnya infeksi HBV menjadi kronis.
Orang-orang dengan infeksi HBV kronis berisiko lebih lanjut mengalami
kerusakan/pengerasan hati (sirosis), kanker hati, gagal hati, dan kematian.

2.11 Komplikasi 6
Bila tidak ditangani dengan baik, maka hepatitis B akut dapat berkembang
menjadi hepatitis B kronik. Komplikasi yang dapat timbul apabila seseorang
menderita hepatitis B kronik ialah :
Pengerasan hati (sirosis). Infeksi hepatitis B bisa menyebabkan
peradangan yang mengarah pada jaringan parut yang luas dari hati
(sirosis). Parut dalam hati dapat merusak kemampuan hati untuk

berfungsi.
Kanker hati. Orang dengan infeksi kronis hepatitis B memiliki

peningkatan risiko kanker hati.


Kegagalan hati. Gagal hati akut adalah suatu kondisi di mana semua
fungsi penting dari hati terganggu. Apabila terjadi kegagala hati,

transplantasi hati diperlukan untuk tetap hidup.


Infeksi hepatitis D. Siapapun yang terinfeksi dengan HBV kronis juga
rentan terhadap infeksi lain virus hepatitis strain - hepatitis D.
Seseorang tidak bisa terinfeksi hepatitis D tanpa didahului infeksi
HBV. Mengidap

hepatitis

dan

hepatitis

memperbesar

kemungkinan pengembangan komplikasi hepatitis yang lebih parah.


Masalah ginjal. Infeksi hepatitis B dapat menyebabkan masalah ginjal
yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal. Anak-anak lebih
mungkin untuk pulih dari masalah ginjal daripada orang dewasa, yang
mungkin mengalami kegagalan ginjal.

11

Peradangan pembuluh darah (vaskulitis). Peradangan di dalam


pembuluh darah dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, meskipun
ini merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada infeksi hepatitis B.

2.12 Pencegahan 3
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum
paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi

Mengandung HbsAg sebagai imunogen

Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg


pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3
dosis

Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV

Efek samping utama


1) Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
2) Demam ringan dan singkat pada<3%

Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun


imunisasi awal

Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer


dibawah 10 mU/mL

Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam


penelitian

b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV


Pemberian IM dosis dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun
dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan
kemudian
c. Indikasi

Imunisasi universal untuk bayi baru lahir

Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum


divaksinasi)

Grup risiko tinggi :

1. pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis


12

2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah


3. IVDU
4. Homoseksual dan biseksual pria
5. Individu dengan banyak pasangan seksual
6. resipien transfusi darah
7. pasien hemodialisis
8. sesama narapidana
9. individu dengan penyakit hati yang sudah ada (misal hepatitis C
kronik.
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan
imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
a.

Indikasi

Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis


akut :
i.

Dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin


setelah paparan

ii.

Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari


yang sama pada deltoid sisi lain

iii.

Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan


kemudian

Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif


i.

Setengah mililiter HBIG diberikan dalam waktu 12


jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas

ii.

Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam


waktu 12 jam pada sisi lain diulang pada 1 dan 6 bulan.

Efektivitas perlindungan melampaui 95%

13

Bab III
Kesimpulan
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus HBV. Karena
penyebarannya yang viremia, maka faktor risiko hepatitis B dikaitkan dengan cara
transmisinya yakni penggunaan jarum suntik yang mengandung HBV, biasa pada
pengguna narkoba suntik. Hepatitis B biasanya bersifat kronik terutama pada mereka
yang terinfeksi saat bayi. Pengobatan pada hepatitis B biasanya hanya merupakan
terapi konservatif seperti istirahat dan asupan nutrisi yang adekuat, medika mentosa
dapat berupa antivirus seperti lamivudim, adefovir, dapat pula berupa interferon.
Hepatitis B yang tidak diterapi dengan baik akan berkembang menjadi hepatitis
fulminan yang kemudian akan menyebabkan cirrhosis hati. Dengan perawatan yang
baik, prognosis hepatitis B dapat menjadi baik pula.

14

Daftar Pustaka
1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta;
2005.
2. Lynn S. B. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi VIII.
Jakarta : EGC; 2009.h. 344-7
3. Andri S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Hepatitis virus akut. Edisi V. Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2009.h.644-52.
4. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran : Virus Hepatitis. Edisi
XXIII. Jakarta: EGC;2007. 476-94
5. Wilmana F, Gan S. Farmakologi dan terapi : Antivirus untuk HBV dan HCV.
Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2007 .h.648-51.
6. Hepatitis B. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_b , 15
Juni 2011

15

Anda mungkin juga menyukai