DAPHNIA
Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten
:
:
:
:
:
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
kondisi lingkungan pada suhu 220C 310C dan pH 6,5 7,4 yang mana organisme
ini perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995).
Daphnia ini merupakan hewan poikiloterm, yaitu suhu tubuhnya selalu
berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Jantung Daphnia sp.
meruapakan struktur globular kecil dibagian anterodorsal tubuh. Kecepatan
denyut jantungnya dipengaruhi beberapa faktor antara lain aktivitas, ukuran dan
umur,
cahaya,
temperatur
(suhu),
Obat-obat
(senyawa
kimia).
Suhu
II.1
Terhadap Denyut Jantung Daphnia adalah Daphnia sp.,air panas, es batu, dan
alkohol.
Alat yang digunakan adalah termometer, pipet tetes, cavity slide,
mikroskop, stopwatch, gelas beker, hand counter dan tissue.
II.2
Cara Kerja
Normal
Panas
Dingin
Alkohol
Suhu
(C)
DJ
Suhu
DJ
Suhu
DJ
Konsentrasi (%)
DJ
1.
30
192
39,3
364
20
140
192
2.
30
120
39,3
164
20
56
100
3.
30
69
39,3
86
13
54
46
4.
29
132
39,3
120
192
108
5.
30
160
39
172
11,5
204
172
Keterangan:
DJ* = Jumlah Denyut Jantung/ menit
Perhitungan Denyut Jantung Daphnia :
Diketahui :
Denyut jantung Daphnia pada suhu normal
= 40/15 detik
= 51/15 detik
= 43/15 detik
= 43/15 detik
Rumus
Denyut jantung/menit
= 40 x 4 = 160 denyut/menit
= 51 x 4 = 204 denyut/menit
= 43 x 4 = 172 denyut/menit
= Anatomi B (otak)
= Ruang induk
= Usus buntu pencernaan
= Mata majemuk
= Forniks (antennule)
= Jantung
= Antena INT
= Ocellus
= Ovarium
= Mimbar atau paruh
= Kelenjar shell
Pembahasan
Berdasarkan percobaan Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung
daphnia diperoleh hasi perhitungan denyut jantung Daphnia pada suhu normal 160
denyut/menit, pada suhu panas 172 denyut/menit, pada suhu dingin 204
denyut/menit dan pada alkohol 172 denyut/menit. Denyut jantung Daphnia sp.
Pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit, sedangkan pada percobaan
160 denyut/menit, hal ini dimungkinkan karena hewan uji mengalami stress atau
karena faktor lain. Pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung
Daphnia sp. ini dapat berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya
denyut jantung lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi
rendah, pada saat betina mengerami telur (Soetopo, 2007).
Lingkungan dengan suhu tinggi atau panas akan meningkatkan
metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada
peningkatan denyut jantung Daphnia sp. Denyut jantung Daphnia pada suhu
panas hasil percobaan adalah 172 denyut/menit, justru mengalami penurunan dari
suhu normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waterman (1960) yang meyatakan
bahwa semakin tinggi suhu akan semakin meningkat denyut jantungnya.
Denyut jantung Daphnia pada suhu rendah atau dingin hasil percobaan
yaitu 204 denyut/menit. Hal ini tidak sesuai dengan referensi yang menyatakan
bahwa denyut jantung Daphnia pada suhu rendah akan mengalami penurunan.
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena Daphnia dalam kondisi stress atau
kurang optimal.
Senyawa toksik menyebabkan seluruh sistem jaringan tubuh dalam
Daphnia sp. mengalami gangguan dan alkohol merupakan senyawa toksik bagi
Daphnia sp (Waterman, 1960). Alkohol akan menyebabkan denyut jantung
Daphnia meningkat secara drastis. Denyut jantung Daphnia yang ditetesi alkohol
pada percobaan yaitu 172 denyut/menit. Kontrol alkohol konsentrasi yang
digunakan dalam percobaan ini hanya 5% dan itu adalah kemungkinan bahwa
konsentrasi yang lebih tinggi mungkin memiliki efek. Alkohol yang digunakan
konsentrasinya hanya 5 % karena apabila terlalu tinggi dikhawatirkan akan
membunuh Daphnia secara cepat (Kamai, 2003).
Daphnia adalah crustasea berukuran kecil yang hidup di perairan tawar,
sering juga disebut sebagai kutu air. Disebut demikian karena cara bergerak yang
unik dari organisme ini di dalam air. Ada terdapat banyak spesis (kurang lebih 400
spesis) dari Daphniidae dan distribusinya sangat luas. Dari semua spesis yang ada,
Daphnia dan Moina yang paling dikenal, dan sering digunakan sebagai pakan
untuk larva ikan. Tubuh Daphnia transparan dan tidak berwarna, dapat hidup di
air yang teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur
gerakan ke atas dan ke bawah. Daphnia selalu ditemukan di tempat hidupnya
dengan posisi kepala di atas. Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada
kebanyakan perairan populasi Daphnia lebih didominasi oleh Daphnia betina
yang bereproduksi secara aseksual. Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina
dapat memproduksi telur sebanyak 100 butir, dan dapat bertelur kembali setiap
tiga hari (Pangkey, 2009). Daphnia digunakan dalam percobaan karena hewan ini
memiliki dinding tubuh yang transparan sehingga organ-organ internalnya akan
tampak jelas di bawah mikroskop cahaya dan kerja jantungnya dapat terlihat jelas
(Susilo, 2014).
Faktor yang mempengaruhi kerja denyut jantung Daphnia menurut
Waterman (1960) adalah sebagai berikut :
Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia bertambah
lambat setelah dalam keadaan tenang.
Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai
denyut jantung yang lebih lambat.
Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. mengalami
penurunan sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia
mengalami peningkatan.
Temperatur, denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu
meningkat.
Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung
Daphnia sp. menjadi tinggi atau meningkat.
Percobaan kali ini menggunakan alat-alat antara lain termometer untuk
mengukur suhu lingkungan atau media perlakuan, pipet tetes untuk mengambil
larutan, cavity slide untuk meletakkan Daphnia, mikroskop, stopwatch, gelas
beker, hand counter untuk menghitung denyut jantung dan tissue untuk
mengurangi kelebihan air. Bahan yang digunakan adalah Daphnia sp. Sebagai
hewan uji, air panas, es batu, dan alkohol sebagai media atau lingkungan
Daphnia. Daphnia pada percobaan kali ini diberi perlakuan suhu normal, panas,
dingin, dan senyawa toksik alkohol tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap denyut jantung Daphnia. Studi perlakuan terhadap
perkembangan Daphnia sp. pada media atau substrat yang berbeda menghasilkan
perkembangan Daphnia sp. yang lambat pada saat di substrat non steril tanah yang
diberikan pada ikan didalamnya. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh faktor
luar pada saat metabolisme bereaksi dan kerja jantung Daphnia sp. (Dahyat,
2004).
Sehubungan bahwa Daphnia merupakan hewan poikilotermik akan mati
jika dihadapkan pada suhu yang amat rendah, walaupun masih diatas titik beku air
untuk hewan akuatik. Sebaliknya hewan akan mati jika dihadapkan pada suhu
yang yang tinggi, meskipun masih dibawah suhu yang dapat menyebabkan
denaturasi protein. Begitu suhu tubuh hewan poikiloterm turun, maka aktivitas
jantung dan pernafasan menjadi lambat dan hewan mungkin hipoksia. Hewan
poikiloterm suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan
konfektif dengan air mediumnya dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air.
Hewan memproduksi panas internal secara metabolik. Karena air memiliki
konduktifitas dan kapasitas panas yang tinggi. Seekor hewan kecil kehilangan
panas lebih cepat, sehingga suhu tubuh tidak berbeda jauh dengan suhu
lingkungan (Fajrullah, 2009).
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Suhu atau temperatur lingkungan mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp.
2. Faktor lain yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia antara lain aktivitas,
ukuran dan umur, cahaya, dan obat-obat (senyawa kimia).
DAFTAR REFERENSI
Dahyat, Y . 2004. The Effect of different Kind of Food and Media on life
histology of Daphnia Marin Status. Hayti : vol II (3).
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Fajrullah, Bayu Nur. 2009. Pengaruh Pemberian Ragi Terhadap Siklus Hidup
Daphnia Magna Dalam Medium Air Sumur, Tanah dan Lumut. 8. 1-5.
Kamai, Jasmine & Varner Allbrett. 2003. Kava Decreases the Heart Rate of
Daphnia. Scl Journal. Halau Lokahi Public Charter School, Hawaii, USA.
Kimball, J. W. 1992. Biologi II. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Pangkey H. 2009. Daphnia dan Kegunaanya. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol
V (3): 33-36.