Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/2014

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

KESEPAKATAN KMP-KIH
DAN REVISI UU MD3
Shanti Dwi Kartika*)

Abstrak
Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat telah mencapai titik temu untuk
mengakhiri pertikaian setelah ditandatanganinya kesepakatan damai oleh mereka.
Kesepakatan itu bersifat keperdataan. Namun demikian, ia mempunyai implikasi pada
penyelengaraan negara oleh lembaga legislatif. Salah satu isi kesepakatan itu adalah
perubahan atas UU MD3. Ini berarti telah terjadi politik hukum di lembaga legislatif
dengan adanya perubahan ius constitutum dari undang-undang yang mengatur
lembaga legislatif di Indonesia melalui revisi UU MD3. Revisi UU MD3 ini harus
memperhatikan prosedur dan ketentuan yang diatur dalam UU P3 dan Tata Tertib
DPR RI. Seharusnya, proses perubahan UU MD3 ini dilakukan melalui Prolegnas.
UU P3 dan Tata Tertib DPR RI memang memberikan kemungkinan suatu RUU di
luar Prolegnas sehingga hal ini tidak bertentangan dengan Konstitusi. Diperlukan
komitmen kuat anggota DPR RI dan pemerintah untuk melakukan pembahasan Revisi
UU MD3 mengingat kendala waktu yang dibatasi penyelesaian revisi itu paling lambat
tanggal 5 Desember 2014.

Pendahuluan
Konik
antara
Koalisi
Merah
Putih
(KMP)

dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di
parlemen telah mencapai titik temu. Ini terjadi
setelah ada kesepakatan di antara keduanya
yang ditandatangani pada tanggal 17 November
2014.
KMP
dan
KIH
telah
menyepakati
adanya

perubahan sejumlah pasal yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat,
Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU
MD3).
Kesepakatan
tersebut
mempunyai
prinsip

bahwa hak anggota dewan yang melekat tidak
dihilangkan. Kedua pihak tersebut menyerahkan

wewenang
pembahasan
revisi
UU
MD3
untuk

segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg).
Revisi
UU
MD3
yang
disepakati
hanya

dilakukan pada Pasal 74, Pasal 84, dan Pasal 98,
khususnya yang mengatur mengenai pimpinan
alat kelengkapan dewan (AKD) dan penggunaan
hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat.
Adapun
lima
butir
kesepakatan
KMPKIH, yaitu:
a. segera mengisi anggota fraksi pada AKD
sehingga DPR RI dapat segera bekerja sesuai
fungsinya secara optimal;
b. menambah satu wakil ketua pada 16 AKD
melalui
perubahan
UU
MD3
dan
perubahan

Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang

*)
Peneliti
Muda

Hukum
pada
Bidang
Hukum
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Sekretariat
Jenderal
DPR

RI. E-mail: shanti.dk@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Tata Tertib DPR RI (Tata Tertib DPR RI)


terkait dengan pimpinan AKD;
c. segera mengisi Pimpinan AKD dan
menambah satu wakil ketua pada setiap AKD
yang ditentukan secara musyawarah mufakat,
tanpa mengubah komposisi pimpinan yang
sudah ada sebelumnya;
d. melakukan perubahan Pasal 74 ayat (3)
sampai dengan ayat (6) dan Pasal 98 ayat
(7)
sampai
dengan
ayat
(9)
UU
MD3,
serta

ketentuan Pasal 60 ayat (2) sampai dengan
ayat (4) Tata Tertib DPR RI untuk dihapus,
karena secara substansi sudah diatur pada
Pasal 79, dan Pasal 194 sampai dengan Pasal
227
UU
MD3;
dan
e. teknis
pelaksanaan
kesepakatan
ini
dituangkan dalam kesepakatan Pimpinan
Fraksi
dari
KMP
dan
KIH
serta
diketahui

oleh Pimpinan DPR RI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari kesepakatan
ini.

Politik Hukum Revisi UU MD3


Salah
satu
isi
dari
kesepakatan
KMP-KIH,

yaitu melakukan perubahan terhadap beberapa
ketentuan
dalam
UU
MD3.
Ini
berarti
bahwa

kesepakatan tersebut akan mempengaruhi
politik hukum penyelenggara negara pada
lembaga legislatif yang menghasilkan suatu legal
policy, yang ditentukan oleh ius constitutum,
ius constituendum, perubahan masyarakat,
proses perubahan dari ius contitutum menjadi
ius constituendum, dan produk yang dihasilkan
dari proses perubahan tersebut. Selain itu,
dipengaruhi juga oleh nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat, perubahan sosial, dinamika regulasi,
dan kepentingan dalam masyarakat termasuk
kepentingan
politik.
Ini
mengingat
UU
MD3

berkedudukan sebagai ius constitutum bagi
lembaga legislatif. Atas dasar itu, politik hukum
revisi
UU
MD3
perlu
dilihat
dari
latar
belakang

dan pertimbangan lahirnya perubahan ius
constitutum menjadi ius constituendum.
Pemicu
politik
hukum
revisi
UU
MD3

adalah perubahan masyarakat yang sangat
dinamis karena kekuasaan dan kepentingan
politik sehingga melahirkan perpecahan di
parlemen
dan
muncul
KMP-KIH.
Konik
KMP

dan KIH harus segera diakhiri, agar DPR RI
dapat terus bekerja sesuai dengan amanat UUD
Tahun 1945 dan ketentuan peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, kesepakatan tersebut
dibuat dan ditandatangani untuk kepentingan
pelaksanaan tugas DPR RI secara kekeluargaan.
Selain itu, untuk menghadapi tantangan dalam
pelaksanaan tanggung jawab konstitusionalnya,
DPR
RI
perlu
segera
mendorong
KMP-KIH
untuk

-2-

membangun ikhtiar politik agar pelaksanaan


fungsi DPR RI dapat berjalan secara efektif.
Atas dasar itu, kesepakatan tersebut merupakan
solusi tetap berjalannya demokrasi di negeri
ini dan tercapai kepentingan bangsa di atas
kepentingan
kelompok/golongan.
Dengan
kesepakatan ini, DPR RI bisa menjalankan
tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat UUD
Tahun 1945. Oleh karena itu, kedua kubu ini
akan
melakukan
perubahan
terhadap
UU
MD3

yang selama ini menjadi akar permasalahan dari
konik
tersebut.
Kesepakatan

KMP-KIH

tersebut

menunjukkan
bahwa
perdamaian
KMPKIH merupakan kesepakatan politik untuk
sebuah kekuasaan legislatif yang dituangkan
dalam kesepakatan yang mengikat kedua
pihak
sehingga
bersifat
privat
antara
KMP

dengan KIH. Kesepakatan tersebut bersifat
keperdataan, meskipun dibuat pada lingkup
hukum publik untuk mengatasi pertikaian
yang terjadi di parlemen dan keberlangsungan
penyelenggaraan negara oleh lembaga legislatif.
Kesepakatan ini hanya berlaku bagi para pihak
yang membuatnya, mempunyai kekuatan hukum
mengikat kedua pihak, serta harus dijalankan
dengan itikad baik, karena telah terpenuhinya
syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya
perjanjian tersebut meliputi kesepakatan dan
kecakapan bertindak untuk saling mengikatkan
diri,
obyek
tertentu
berupa
perubahan
UU
MD3

dan Tata Tertib DPR RI, dan causa halal untuk
mengakhiri pertikaian di DPR RI agar DPR RI
dapat bekerja kembali menjalankan fungsinya,
sesuai dengan Pasal 1320, Pasal 1339, dan
Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata). Kesepakatan berlaku
sebagai undang-undang bagi kedua pihak yang
membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali
selain dengan kesepakatan kedua pihak atau
alasan yang ditentukan oleh undang-undang,
sesuai dengan asas pacta sunt servanda dalam
Pasal 1338 KUHPerdata sebagai asas kepastian
hukum.

Substansi Revisi UU MD3


Berdasarkan
kesepakatan
KMP
dan

KIH, akan dilakukan perubahan terhadap UU
MD3
terkait
dengan
penghapusan
sejumlah

ketentuan dalam Pasal 74 dan Pasal 98. Hal
itu
menimbulkan
beberapa
pendapat.
Menurut

Margarito
Kamis,
Pasal
98
ayat
(6),
ayat
(7),

dan
ayat
(8)
UU
MD3
memang
bertentangan

dengan Pasal 20A UUD Tahun 1945, karena hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat adalah hak anggota DPR RI bukan
hak kelembagaan atau alat kelengkapan DPR

RI.
Rey
Harun
menilai
bahwa
Pasal
74
dan

Pasal 98 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) memang
mengancam
sistem
presidensial,
karena
menjadikan DPR RI mempunyai kuasa untuk
menekan para menteri, pejabat eksekutif, dan
bisa menjebak presiden. Namun, jika tujuannya
hanya untuk mengakomodasi isi kesepakatan
KMP-KIH
dan
untuk
penyempurnaan
UU
MD3,

sebaiknya
tidak
perlu
dilakukan
revisi
UU
MD3.

Lebih
lanjut
Rey
Harun
mengatakan
bahwa

perubahan
UU
MD3
seharusnya
dilakukan
secara

total dengan proses legislasi yang benar karena
sejak
UU
MD3
diundangkan,
undang-undang
ini

sudah bermasalah dari sisi demokrasi. Adapun
ketentuan
dalam
UU
MD3
yang
akan
dilakukan

perubahan, yaitu:
a. Pasal 84 ayat (1) tentang pimpinan alat
kelengkapan dewan. Ketentuan ini diubah
dengan menambahkan satu orang wakil
ketua pada setiap alat kelengkapan dewan;
dan
b. Pasal 74 ayat (3) sampai dengan ayat (6) serta
Pasal 98 ayat (7) sampai dengan ayat (9)
tentang hak-hak DPR RI. Ketujuh ketentuan
ini akan dihapus sehingga diharapkan sistem
pemerintahan presidensial akan berjalan
semakin kuat, efektif, dan stabil.
Ketentuan tentang hak DPR RI yang diatur
dalam Pasal 74 dan Pasal 98 dapat ditafsirkan
bahwa akan ada intervensi dari legislatif
kepada domein eksekutif dan masyarakat
karena parlemen dapat memberikan sanksi
instansi, pejabat pemerintah, dan pejabat
negara. Pemberian sanksi kepada pejabat
negara, pejabat pemerintah, dan instansi, yang
melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan
negara secara eksekutif merupakan hak presiden,
sedangkan DPR RI hanya melaksanakan fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Selain itu,
pengaturan hak DPR RI ini dilakukan secara
berulang dengan Pasal 79 dan Pasal 194 sampai
dengan
Pasal
227
UU
MD3
sehingga
dinilai

redundant oleh
KMP-KIH.
Oleh
karena
itu

ketentuan tersebut disepakati untuk dihapus
dari
UU
MD3.
Namun,
ketiga
hak
DPR
RI
ini

perlu diatur lebih lanjut tentang pembatasan
jangkauan haknya dan pembatasan obyek
hak atau isu agar ketiga hak tersebut dapat
digunakan. Jika pembatasan ini tidak dilakukan
dapat mengancam berlangsungnya sistem
pemerintahan presidensial di negeri ini.
Pengaturan hak interpelasi, hak angket,
dan
hak
menyatakan
pendapat
dalam
UU
MD3

merupakan hak konstitusional yang diberikan
pada DPR RI yang diamanat untuk diatur lebih
lanjut
dengan
UU
MD3,
sebagaimana
diatur

-3-

dalam Pasal 20A ayat (2) dan ayat (4) UUD


Tahun 1945. Amanat konstitusi mengenai hak
DPR RI ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 74,
Pasal 79, Pasal 98, dan Pasal 194 sampai dengan
Pasal
227
UU
MD3.
Oleh
karena
itu,
apabila

ketiga hak tersebut akan dihapus dari ketentuan
Pasal
74
dan
Pasal
98
UU
MD3
tidak
akan

bertentangan
dengan
konstitusi
karena
UU
MD3

masih mengatur hak interpelasi, hak angket, dan
hak menyatakan pendapat yang diatur secara
umum pada Pasal 79 dan untuk pelaksanaannya
diatur dalam Pasal 194 sampai dengan Pasal 227
UU
MD3.
Perubahan
UU
MD3
ini
harus
melalui

serangkaian proses sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (UU P3) dan Tata Tertib DPR
RI. Langkah pertama yang harus dilakukan
adalah merancang Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) yang akan dibahas dan disepakati
oleh Pemerintah dan DPR RI. Perubahan
atas
UU
MD3
harus
dimasukkan
sebagai

salah satu rancangan undang-undang (RUU)
dalam Prolegnas dan dijadikan sebagai RUU
prioritas. Namun, target jangka waktu yang
telah disepakati yaitu paling lambat tanggal 5
Desember 2014 relatif singkat sehingga tidak
sebanding dengan waktu yang diperlukan
untuk serangkaian proses pembuatan atau
perubahan undang-undang, mengingat untuk
melakukan perubahan atas undang-undang
tidak mudah meskipun hanya satu pasal yang
diubah. Hal ini karena setelah ditetapkan RUU
Perubahan
atas
UU
MD3
dalam
Prolegnas,
ada

mekanisme dan prosedur yang harus dijalankan
mulai dari tahap penyusunan, perancangan,
harmonisasi/sinkronisasi,
pembahasan
tingkat I, dan pembahasan tingkat II. Semua
tahapan ini memerlukan waktu yang tidak
sebentar. Proses revisi juga dipengaruhi oleh
faktor perkembangan yang terjadi selama
pembahasan atau isu-isu lainnya yang terjadi
dan dapat menimbulkan polemik baru. Oleh
karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari
anggota DPR RI dan Pemerintah untuk segera
membahasnya sesuai dengan ketentuan UU
P3 dan Tata Tertib DPR RI. Hal-hal tersebut
merupakan das sollen untuk pembentukan
RUU.
Secara
das
sein,
proses
revisi
UU
MD3

telah dimulai meskipun Prolegnas belum
terbentuk, karena telah disepakati oleh Baleg
dan telah ada persetujuan bersama antara DPR
RI dengan Pemerintah untuk segera melakukan
perubahan
atas
UU
MD3.
Ini
merupakan
kondisi

dalam keadaan tertentu, sehingga perubahan UU

MD3
dilakukan
untuk
mengatasi
permasalahan

di lembaga legislatif agar dapat segera bekerja
sesuai dengan amanat konstitusi. Pembentukan
atau perubahan undang-undang di luar prolegnas
dimungkinkan untuk dilakukan. Ini didasarkan
pada ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU P3 serta
Pasal 104 ayat (2) dan Pasal 111 ayat (3) Tata
Tertib DPR. Berdasarkan ketentuan tersebut,
dalam keadaan tertentu DPR RI dan Presiden
dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas,
yaitu (a) untuk mengatasi keadaan luar biasa,
keadaan
konik,
atau
bencana
alam;
dan
(b)

keadaan tertentu lainnya yang memastikan
adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang
dapat disetujui bersama oleh AKD DPR RI yang
khusus menangani bidang legislasi dan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.
Keadaan
tertentu,
terkait
dengan
kondisi parlemen saat ini yang belum mampu
bekerja
secara
optimal
karena
adanya
konik

kepentingan
antara
KMP
dengan
KIH
dan

keduanya telah menyepakati dilakukannya
perubahan terhadap sejumlah ketentuan dalam
UU
MD3.
Ini
merupakan
urgensi
nasional
agar

lembaga legislatif dapat menjalankan fungsi
dan program kerja yang diberikan padanya
secara representatif. Artinya perubahan atas
UU
MD3
tidak
bertentangan
dengan
konstitusi

dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
karena prinsip membentuk dan membahas RUU
berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUD Tahun 1945
adalah adanya persetujuan bersama antara DPR
RI dengan Presiden serta ketentuan dalam UU P3
dan Tata Tertib DPR RI yang mengatur mengenai
RUU di luar Prolegnas.

Penutup
KMP
dan
KIH
telah
mencapai
kesepakatan

untuk mengakhiri pertikaian diantara keduanya,
agar DPR RI dapat kembali menjalankan
kewajiban konstitusional. Kesepakatan ini
berdampak pada penyelenggaraan negara oleh
legislatif meskipun pada dasarnya kesepakatan
bersifat keperdataan. Salah satu isi kesepakatan,
yaitu
melakukan
revisi
terhadap
UU
MD3
tentang

pimpinan dan hak-hak DPR yang diatur Pasal
74, Pasal 84, dan Pasal 98. Penghapusan tujuh
ketentuan
dalam
Pasal
74
dan
Pasal
98
UU
MD3

tentang hak-hak DPR tidak bertentangan dengan
konstitusi,
karena
UU
MD3
tetap
menjalankan

amanat konstitusi dan mengatur lebih lanjut hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Ini merupakan politik hukum di
lembaga legislatif karena akan ada perubahan
ius constitutum menjadi ius constituendum
dari
UU
MD3
di
luar
Prolegnas
yang
telah

-4-

disepakati oleh DPR RI dan Pemerintah


sebagai
prioritas.
Perubahan
UU
MD3
di
luar

Prolegnas tidak bertentangan dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan, karena
prinsip membentuk undang-undang adalah
ada persetujuan bersama antara DPR RI dan
Pemerintah. Selain itu, UU P3 dan Tata Tertib
DPR RI memungkinkan untuk dilakukan
pembahasan RUU di luar Prolegnas jika terjadi
keadaan
tertentu.
Revisi
UU
MD3
sebaiknya

tidak dibatasi dengan target waktu karena
proses perubahan undang-undang harus melalui
beberapa tahapan dan memerlukan waktu yang
cukup lama. Namun, ini dilakukan dalam kondisi
urgensi nasional yang terjadi di DPR RI maka
pembahasan
revisi
UU
MD3
harus
diprioritaskan

dan diperlukan komitmen dari DPR dan
Pemerintah untuk segera membahasnya.

Referensi
KMP-KIH
Capai
Titik
Temu,
Kompas, 16
November 2014.
Mendekat,
Polarisasi
di
DPR:
KMP
Siap
Bahas

Usulan KIH Soal Perubahan Tiga Pasal UU
MD3,
Kompas, 15 November 2014.
Dinamika
Parlemen:
KIH-KMP
di
DPR
Sepakat

Melebur,
Kompas, 18 November 2014.
Penyatuan di DPR: Sistem Presidensial akan
Semakin Kuat, Kompas, 17 November 2014.
Islah
di
DPR
Libatkan
Revisi
UU
MD3,
diakses

melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
berita_indonesia/2014/11/141116_
indonesia_islah_dpr, 17 November 2014.
Pakar
Menilai
UU
MD3
Benar-Benar
Ancam

Sistem Presidensial, diakses melalui http://
www.gresnews.com/berita/politik/1201711pakar-nilai-uu-md3-benar-benar-ancamsistem-presidensial/, 18 November 2014.
Pakar:
Tidak
Gampang
Mengubah
UU,
diakses

melalui http://www.medanbisnisdaily.com/
news/read/2014/11/17/129955/pakar-tidakgampang-mengubah-uu/#.VGsMJsmbDNE,

18 November 2014.
Isi
Lengkap
Draf
Kesepakatan
Damai
KMP

dan KIH, diakses melalui http://www.
tribunnews.com/nasional/2014/11/17/isilengkap-draf-kesepakatan-damai-kmp-dankih, 18 November 2014.
KMP-KIH
Sepakat
Damai,
Hatta:
Demi

Kepentingan Bangsa, diakses melalui
http://news.detik.com/read/2014/11/17
/141504/2750339/10/kmp-kih-sepakatdamai-hatta-ini-solusi-demi-kepentinganbangsa?nd771104bcj, 18 November 2014.

Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/2014

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

PENGAWASAN WILAYAH
UDARA INDONESIA
Rizki Roza*)

Abstrak
Sejumlah pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat asing kembali terjadi
dalam beberapa waktu lalu. Insiden tersebut mengingatkan pemerintahan Jokowi
bahwa kemampuan TNI AU dalam melakukan pengawasan wilayah udara perlu
mendapat perhatian serius. Di sisi lain, Doktrin Poros Maritim pemerintahan Jokowi
menempatkan pembangunan kekuatan pertahanan maritim sebagai prioritas. Dengan
kondisi demikian, pemerintahan Jokowi harus memastikan bahwa pembangunan
kekuatan pertahanan maritim dijalankan tanpa mengabaikan kebutuhan peningkatan
kemampuan TNI AU dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia.

Pendahuluan
Pada 3 November 2014 lalu, radar TNI
AU mendeteksi sebuat pesawat asing yang
memasuki wilayah udara Indonesia tanpa izin.
Merespon
hal
tersebut,
TNI
AU
mengirimkan
dua

pesawat Sukhoi untuk melakukan penyergapan
dan akhirnya berhasil memaksa pesawat
asing tersebut untuk mendarat di Lanud El
Tari. Pelanggaran wilayah udara semacam ini
bukanlah sesuatu yang baru tetapi telah terjadi
berulang-ulang. Keterbatasan radar militer
TNI AU dan keterbatasan dukungan anggaran
untuk melakukan penindakan, menyebabkan
pesawat-pesawat asing dapat melintasi wilayah
udara Indonesia tanpa izin. Insiden ini menjadi
peringatan bagi pemerintahan Jokowi mengenai
pentingnya peningkatan kemampuan pengawasan
wilayah udara Indonesia yang sangat luas.
Sementara itu di sisi lain, pemerintahan Jokowi

dengan
Doktrin
Poros
Maritim-nya
menempatkan

pembangunan kekuatan pertahanan maritim
sebagai prioritas.

Pelanggaran Wilayah Udara


Indonesia
Wilayah udara mempunyai nilai strategis
yang
harus
diamankan.
Melalui
wilayah
udara,

musuh dapat dengan mudah melakukan
penghancuran dengan cepat dan tepat di seluruh
wilayah yang merupakan wilayah kedaulatan
suatu negara. Untuk menjaga keamanan di
wilayah udara yurisdiksi nasional, TNI AU saat
ini didukung oleh 24 radar militer yang mencakup
sebagian besar wilayah udara Indonesia. TNI AU
juga memiliki total delapan skuadron tempur yang
tersebar di berbagai kawasan Indonesia. Akan
tetapi, TNI AU belum mencapai kondisi ideal

*)
Peneliti
Muda
Masalah-masalah
Hubungan
Internasional
pada
Bidang
Hubungan
Internasional,
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan

Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, E-mail: rizki.roza@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

untuk mampu meliputi seluruh wilayah Indonesia


dan menindak semua potensi pelanggaran di
wilayah udara Indonesia, terutama kawasan
timur. Kemampuan yang dimiliki TNI AU saat ini
tidak sebanding dengan wilayah udara Indonesia
yang sangat luas sehingga hanya sebagian potensi
pelanggaran wilayah udara yang dapat dideteksi
dan ditindak. Dokumen pembangunan Kekuatan
Pokok
Minimum
(Minimum Essential Force)
Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa
untuk dapat menangkal berbagai ancaman aktual
dan selaras dengan keterbatasan sumber daya,
hingga tahun 2024 kekuatan udara minimal TNI
AU harus sudah didukung oleh 32 satuan radar
dan 11 skuadron tempur.
Insiden pelanggaran wilayah udara yang
terjadi beberapa waktu lalu mengingatkan
pemerintah akan rentannya wilayah udara
Indonesia. Sebagai contoh, sebuah pesawat
sipil jenis Gulfstream IV terdeteksi telah
memasuki wilayah udara Indonesia tanpa izin.
Pesawat dengan Nomor HZ-103 itu berangkat
dari Singapura menuju Darwin, Australia,
sebelum menuju tujuan akhir di Brisbane. TNI
AU mengirimkan dua pesawat tempur Sukhoi
milik
TNI
AU
dari
Skuadron
11
Makasar
untuk

melakukan penyergapan dan pendaratan paksa.
Menyadari
berada
dalam
pengejaran,
pesawat

asing tersebut malah meningkatkan kecepatan,
bukan memberi informasi kepada pesawat TNI
AU
yang
mendekatinya.
Melakukan
pengejaran

hingga melewati El Tari, Kupang, kedua pesawat
Sukhoi TNI AU berhasil memaksa pesawat asing
tersebut untuk mendarat di Lanud El Tari.
Sikap pesawat asing tersebut mencerminkan
rendahnya penghormatan mereka terhadap
kedaulatan wilayah udara Indonesia. Keterbatasan
radar
militer
mengakibatkan
pelanggaran
semacam itu sering sekali terjadi ditandai dengan
seringnya pesawat-pesawat asing melintasi
wilayah udara Indonesia tanpa dokumen dan izin
lengkap.
Dalam tahun 2014 saja, TNI AU telah
beberapa kali melakukan pengejaran terhadap
pesawat asing yang melintasi wilayah udara
Indonesia tanpa izin, antara lain terhadap pesawat
latih jenis Beechcraft asal Singapura pada bulan
Oktober lalu. Dua pesawat Sukhoi dari Lanud
Batam melakukan pengejaran yang akhirnya
memaksa pesawat asing tersebut mendarat di
Lanud Supadio, Pontianak. Sepekan sebelumnya,
Sukhoi TNI AU juga mengejar pesawat latih
asing dengan rute Australia-Filipina. Sebelum
berhasil dipaksa untuk mendarat di Bandara Sam
Ratulangi,
Manado,
pilot
Sukhoi
sempat
mengunci

sasaran pesawat tersebut karena mereka menolak

untuk mendarat. Pada awal tahun 2014 TNI


AU juga mendeteksi sebuah pesawat asing jenis
Swearingen SX 300 yang memasuki wilayah
udara Indonesia tanpa izin. Pelanggaran tersebut
direspon TNI AU dengan menerbangkan dua
pesawat tempur F-16 dan mencegat pesawat asing
tersebut
di
sebelah
barat
Meulaboh,
Aceh,
yang

kemudian mendaratkan paksa mereka di Lanud
Soewondo,
Medan.
Pelanggaran wilayah udara bukan hanya
terjadi pada tahun 2014 saja, tetapi juga terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh,
pada
Mei
2013
TNI
AU
Sultan
Iskandara
Muda

menahan sementara pesawat jenis Dornier 328
milik
militer
AS
di
Bandara
Sultan
Iskandar
Muda

karena tidak memiliki izin terbang dalam wilayah
Indonesia. Pada awal tahun 2012, dua pesawat
Sukhoi TNI AU juga memaksa mendarat sebuah
pesawat
Cessna
208
milik
AS.
Radar
Komando

Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) juga
mendeteksi
keberadaan
pesawat
angkut
C17

Globemaster milik AU Amerika Serikat yang
masuk melanggar wilayah udara Indonesia lewat
Pekanbaru,
Riau
pada
November
2011.
Melalui

jalur diplomasi dengan pihak AS, akhirnya TNI
AU sepakat untuk menuntun Globemaster keluar
dari
wilayah
udara
sampai
Morotai.
Pemerintah

Indonesia kemudian mengirimkan nota protes
diplomatik terkait insiden tersebut.
Uraian di atas mengenai pelanggaranpelanggaran oleh pesawat asing terhadap
wilayah udara Indonesia mempertegas bahwa
persoalan ini bukan merupakan hal yang baru,
dan bukan tidak mungkin jika ada lebih banyak
lagi pelanggaran yang tidak terdeteksi. Akibat
terbatasnya fasilitas radar TNI AU, diakui bahwa
terdapat sejumlah wilayah udara Indonesia yang
rawan pelanggaran. Sebagai wujud penjagaan dan
pengelolaan kedaulatan Indonesia atas wilayah
udara nasional, TNI AU telah beberapa kali
memaksa pesawat asing yang melanggar wilayah
udara Indonesia untuk mendarat dan pihak
pelanggar pun dikenakan sejumlah denda, namun
pada kenyataannya pelanggaran masih saja terus
terjadi.

Penambahan Besaran Denda


terhadap Pelanggar
Pesawat-pesawat asing yang melintasi
wilayah udara Indonesia tanpa izin dan berhasil
dipaksa mendarat oleh TNI, dapat kembali
melanjutkan penerbangan setelah mereka
melengkapi dokumen-dokumen perizinan yang
semestinya mereka miliki dan membayarkan
sejumlah denda. Tindakan ini dibenarkan
menurut hukum internasional, yaitu merujuk

-6-

pada
Konvensi
Chicago
1944
dan
UNCLOS
1982.
Penerbangan sipil internasional diatur
terutama
melalui
Konvensi
Chicago
1944.
Menurut

Konvensi ini, setiap pesawat udara sipil memiliki
hak untuk melakukan terbang lintas damai
(the right of innocent passage), yaitu berhak
untuk terbang melintasi ruang udara negara lain,
tanpa mengadakan pendaratan asalkan negara
yang dilintas terbangi itu sebelumnya diberitahu
dan memberikan izin. Sementara itu, Konvensi
Hukum Laut Internasional tahun 1982 yang
telah
Indonesia
ratikasi
dengan
UU
Nomor

17
Tahun
1985
tentang
Pengesahan
UNCLOS

telah mengatur mengenai wilayah udara yang
menjadi kedaulatan Indonesia. Dan merujuk pada
kedua rezim internasional tersebut, Indonesia
telah memiliki UU No. 1 tahun 2009 tentang
Penerbangan. UU ini menegaskan mengenai
kewenangan dan tanggung jawab negara untuk
mengatur penggunaan wilayah udara Indonesia,
di mana salah satu pasalnya menyebutkan bahwa
setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara
asing di wilayah NKRI tanpa izin dapat dikenakan
pidana penjara atau sejumlah denda. UU ini
lah yang menjadi dasar penetapan denda yang
dikenakan terhadap pesawat-pesawat sipil asing
yang melanggar wilayah udara Indonesia.
Melihat

pada

perkembangan

yang

terjadi akhir-akhir ini, sebagian pihak mulai
mempertimbangkan penambahan besaran denda
yang dikenakan pada pihak pelanggar wilayah
udara Indonesia. Tingginya biaya yang dihabiskan
untuk setiap operasi pengejaran, tidak sebanding
dengan jumlah denda yang dikenakan terhadap
para pelanggar. Denda yang dikenakan pada
pihak pelanggar adalah sebesar 60 juta rupiah,
sementara biaya operasi satu unit pesawat tempur
mencapai 400 juta rupiah. Kondisi ini memicu
sebagian pihak untuk mengusulkan kenaikan
besar denda yang dikenakan kepada pihak
pelanggar guna memperbesar efek jera. Namun,
apakah kebijakan itu dapat membantu menjaga
wilayah udara Indonesia dari berbagai ancaman
keamanan karena ketentuan tersebut hanya dapat
diterapkan terhadap penerbangan sipil?
Detterent
eect yang efektif terhadap
pesawat-pesawat militer asing hanya dapat
dihasilkan oleh sistem pertahanan udara yang
kuat. Hanya kehadiran TNI AU di wilayah udara
Indonesia yang dapat menjaga kedaulatan
Indonesia. Dengan demikian, menjadi tuntutan
pada pemerintah untuk dapat meningkatkan
kemampuan
deteksi,
identikasi
dan
penindakan

TNI AU terhadap pelanggar-pelanggar wilayah
udara Indonesia jika ingin menegakkan

-7-

kedaulatan di ruang udara Indonesia yang sangat


luas. Peningkatan jangkauan radar-radar militer
maupun memperbesar kekuatan pesawat tempur,
serta sistem pertahanan udara lainnya menjadi
kebutuhan mutlak TNI AU dalam menjalankan
tugasnya, yang tentunya juga harus didukung
oleh sumber daya manusia yang memadai.

Pembangunan Kekuatan Pertahanan


Maritim
Kebutuhan
peningkatan
kemampuan
penjagaan wilayah udara Indonesia harus
berhadapan dengan prioritas pemerintahan
Jokowi untuk membangun kekuatan pertahanan
maritim. Pada pertemuan puncak East Asia
Summit
di
Myanmar
beberapa
waktu
lalu,

Presiden Jokowi menyampaikan kepada para
pemimpin negara-negara Asia Timur mengenai
Doktrin
Poros
Maritim
yang
akan
menjadi
arah

kebijakan pemerintahannya dalam lima tahun
kedepan. Dalam pidatonya, Jokowi memaparkan
lima
pilar
Poros
Maritim,
yaitu
pembangunan

kembali budaya maritim Indonesia, komitmen
menjaga sumber daya laut, membangun
infrastruktur maritim, diplomasi maritim, dan
pembangunan pertahanan maritim. Doktrin
Poros
Maritim
dengan
sendirinya
menempatkan

pembangunan kekuatan angkatan laut sebagai
prioritas dalam membangun kemampuan militer
Indonesia.
Berada di kawasan yang tengah menghadapi
ketegangan terkait persoalan sengketa batas
maritim,
maka
pembangunan
kekuatan
pertahanan maritim Indonesia merupakan
salah
satu
pilar
Doktrin
Poros
Maritim
yang

tidak
dapat
diabaikan.
Doktrin
Poros
Maritim

mengharuskan terjadinya pergeseran prioritas
pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia
menuju laut. Dengan membangun kekuatan
pertahanan maritim yang nantinya merupakan
kombinasi antara coast guard dan angkatan laut,
Pemerintahan Jokowi mengharapkan Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
memiliki jumlah kapal perang maupun kapal
patroli
yang
signikan.
Pembangunan
kekuatan

pertahanan maritim yang memadai tidak hanya
penting
untuk
mengamankan
kedaulatan
maritim Indonesia, tetapi juga akan menopang
upaya Indonesia untuk turut mempengaruhi
masa depan kawasan Samudera Hindia dan
Pasik,
yaitu
menjadi
kawasan
yang
aman
dan

damai bagi perdagangan dunia bukan kawasan
yang
rawan
perebutan
sumber
daya
alam,
konik

teritorial, dan dominasi satu kekuatan.
Bagi
negara-negara
Asia
Tenggara,

pembangunan kekuatan angkatan laut memang


tengah menjadi prioritas, terutama bagi negaranegara yang terlibat sengketa wilayah maritim.
Vietnam misalnya, dengan pertumbuhan
ekonominya yang cukup baik dalam beberapa
dekade terakhir telah memungkinkan Vietnam
untuk menaikkan anggaran pertahanan secara
signikan
dan
menempatkan
modernisasi

kekuatan angkatan laut sebagai prioritas.
Vietnam berupaya membangun sejumlah kapal
perang baru, melakukan peremajaan terhadap
kapal-kapal perang yang sudah ada, serta
melakukan modernisasi jaringan radar pengawas
pantainya. Program modernisasi kekuatan
angkatan laut Vietnam akan memungkinkan
mereka untuk menjalankan operasi militer di
kawasan maritim Vietnam, serta meningkatkan
kemampuan pengawasan wilayah maritim
melalui pengadaan sejumlah pesawat patroli
maritim.

Penutup
Sejumlah insiden-insiden pelanggaran
wilayah udara Indonesia kembali terjadi dan
mengingatkan bahwa wilayah udara Indonesia
yang begitu luas sangat rentan dimasuki
oleh pesawat asing, dan bahwa kemampuan
Indonesia untuk mengawasi dan menjaga
kedaulatan wilayah udara masih sangat terbatas.
Penambahan besaran denda terhadap pesawat
yang melanggar wilayah udara Indonesia
dapat saja dilakukan guna menimbulkan efek
jera. Perlu pula kiranya pemerintahan Jokowi
mendesak negara-negara dimana pesawat asing
yang melanggar tersebut terdaftar agar bertindak
tegas terhadap mereka yang melanggar wilayah
udara Indonesia demi menjaga hubungan baik
dengan Indonesia. Negara-negara tersebut
harus menghormati kedaulatan wilayah udara
Indonesia dan memastikan operator maskapai
penerbangan yang terdaftar di negaranya
untuk mematuhi ketentuan penerbangan sipil
internasional, terutama yang terkait perizinan
melintasi ruang udara negara lain.
Kebijakan penambahan besaran denda
hanya akan efektif mencegah pelanggaran
oleh pesawat-pesawat sipil, tidak terhadap
pesawat militer. Dengan demikian, dibutuhkan
peningkatan kehadiran TNI AU di wilayah udara
Indonesia demi menjaga kedaulatan Indonesia
di
udara.
Sementara
itu,
Doktrin
Poros
Maritim

pemerintahan Jokowi telah menempatkan
pembangunan pertahanan maritim sebagai
prioritas
pembangunan
kekuatan
militer
Indonesia. Dengan kondisi demikian, menjadi
-8-

keharusan bagi pemerintahan Jokowi untuk


menjaga
keseimbangan
antara
program
pembangunan kekuatan pertahanan maritim
dengan upaya meningkatkan kemampuan
penjagaan wilayah udara Indonesia. Penting
bagi DPR RI untuk terus mengawasi dan
mengingatkan pemerintahan Jokowi agar
tidak mengabaikan pentingnya membangun
kemampuan pengawasan wilayah udara walaupun
memberikan prioritas pada pembangunan
kekuatan pertahanan maritim.

Referensi

"Keberadaan
dan
Peran
ICAO
dalam
Penerbangan
Sipil

Internasional",
http://tabloidaviasi.com/safety/
keberadaan-dan-peran-icao-dalam-penerbangan-sipilinternasional/, diakses tanggal 20 November 2014.
"Kedaulatan Udara, Kepentingan Bangsa", Kompas, 15
November 2014.
"Kekuatan Udara Indonesia Kecil untuk Pengawasan", http://
www.tempo.co/read/news/2014/11/04/078619509/
Kekuatan-Udara-Indonesia-Kecil-untuk-Pengawasan,
diakses tanggal 20 November 2014.
"Menjaga
Langit
Indonesia",
http://www.republika.co.id/
berita/koran/teraju/14/11/13/neyls82-menjaga-langitindonesia,diakses tanggal 20 November 2014.
"Paskhas TNI AU Kepung Pesawat Latih Singapura", http://
www.tempo.co/read/news/2014/10/29/078617829/
Paskhas-TNI-AU-Kepung-Pesawat-Latih-Singapura,
diakses tanggal 20 November 2014
"Pesawat Arab Saudi di Kupang Akhirnya dilepas", http://
www.tempo.co/read/news/2014/11/04/078619355/
Pesawat-Arab-Saudi-di-Kupang-Akhirnya-Dilepas-,
diakses tanggal 20 November 2014.
"Pesawat

Australia

Mendarat

karena

Diancam

Ditembak",
http://www.tempo.co/read/
news/2014/10/23/058616573/Pesawat-AustraliaMendarat-karena-Diancam-Ditembak,
diakses

tanggal

15 November 2014.
"Pesawat
Amerika
Langgar
Wilayah,
Panglima
TNI
Protes",
http://www.tempo.co/read/
news/2011/07/20/078347476/Pesawat-AmerikaLanggar-Wilayah-Panglima-TNI-Protes,
diakses
tanggal 15 November 2014.
"Presenting
Maritime
Doctrine",
http://www.thejakartapost.
com/news/2014/11/14/presenting-maritime-doctrine.
html
"Respons Negara lain jika pesawat asing masuk", http://
www.tempo.co/read/news/2014/10/24/078616802/
Respons-Negara-Lain-Jika-Pesawat-AsingMasuk,diakses

tanggal
20
November
2014
"Syarat Agar Pilot Pesawat Australia Bebas", http://www.
tempo.co/read/news/2014/10/24/058616796/SyaratAgar-Pilot-Pesawat-Australia-Bebas, diakses tanggal
20 November 2014
"Sukhoi
Paksa
Pesawat
AS
Mendarat,
http://nasional.
kompas.com/read/2012/10/01/16133041/Sukhoi.
Paksa.Pesawat.AS.Mendarat.

Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/2014

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

UPACARA BENDERA
DAN NASIONALISME
Lukman Nul Hakim*)

Abstrak
Saran Menko Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan
Maharani agar Kementrian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah kembali
mewajibkan upacara bendera di institusi pendidikan perlu dikaji kembali. Upacara
bendera dianggap dapat membantu menumbuhkan nasionalisme yang mulai luntur
pada generasi sekarang. Sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang meyakinkan hal
tersebut. Melalui wawancara dan kajian kepustakaan, penulis menganalisa pelaksanaan
upacara bendera di sekolah Indonesia selama ini. Sebuah pembelajaran dapat diambil
dari negara yang mendapat rangking teratas di dunia dalam hal nasionalisme dan
patriotisme rakyatnya, yaitu Amerika Serikat (AS). Di AS, aktivitas Pledge of Allegiance
merupakan ikrar personal yang dilakukan setiap hari. DPR RI perlu mendorong
pemerintah
untuk
mengkaji
upaya
yang
efektif
dan
esien
untuk
menanamkan

nasionalisme.

Pendahuluan

musuh bersama yang bersifat konkret, yaitu


penjajah, memudahkan bangsa untuk bersatu
untuk melawan. Saat ini, musuh bersama
kita bersifat abstrak, yaitu keterbelakangan,
kemiskinan,
perilaku
koruptif
yang
mengindikasikan lunturnya nasionalisme
bangsa.
Kegelisahan
akan
memudarnya
nasionalisme
masyarakat
Indonesia
disampaikan
oleh
Menteri
Koordinator
Bidang

Pembangunan
Manusia
dan
Kebudayaan

(Menko
PMK),
Puan
Maharani,
dalam
sebuah

wawancara dengan media pada tanggal 31
Oktober 2014 atau empat hari setelah dilantik
menjadi menteri. Puan menyampaikan bahwa
dalam rangka menumbuhkan nasionalisme

Everything changes but change itself,


segala sesuatu berubah kecuali perubahan
itu sendiri. Demikian sebuah kata mutiara
dari Jhon F. Kennedy. Jaman terus berubah
sehingga tatanan kehidupan terus berusaha
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Perubahan jaman ini menjadi tantangan
bagi tingkat nasionalisme bangsa, di mana
ikatan seseorang terhadap tanah kelahirannya
semakin renggang. Pada awal kemerdekaan,
nasionalisme terbentuk dengan sendirinya
karena bangsa Indonesia merasakan penjajahan
selama ratusan tahun. Penindasan dan
penderitaan tersebut menyatukan tujuan,
yaitu untuk merdeka, bebas, dan maju. Adanya

*)
Peneliti
Muda
Psikologi
pada
Bidang
Kesejahteraan
Sosial,
Pusat
Pengkajian
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Setjen
DPR
RI,
E-mail: luckey_knap@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

sejak usia sekolah ia telah meminta


Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar
dan menengah untuk kembali mewajibkan
semua sekolah menggelar upacara bendera pada
setiap
pekannya.
Menurut
Puan
melalui
tradisi

upacara bendera diharapkan anak-anak sekolah
hapal dan memahami esensi dari lagu Indonesia
Raya.
Pernyataan
tersebut
menunjukkan
Menko

PMK
meyakini
bahwa
terdapat
korelasi
yang

bermakna antara pelaksanaan upacara bendera
dengan nasionalisme seseorang, dengan
menjadikan hapal lagu Indonesia Raya sebagai
salah satu variabel yang menjadi indikator
nasionalisme seseorang.
Pernyataan
Menko
PMK
tersebut

sebenarnya

telah

diutarakan

Menteri

Pendidikan
Nasional
M
Nuh
pada
tahun
2010

yang menekankan institusi pendidikan untuk
melakukan upacara bendera mulai tahun
ajaran 2011/2012. Komentar yang dilansir
Kompas, 30 April 2011 tersebut dikemukakan
karena ditemukan kasus sekolah yang menolak
melakukan upacara bendera. Sekolah tersebut
menganggap menghormat bendera merupakan
sesuatu yang dilarang.
Pertanyaannya, adakah korelasi antara
upacara bendera dan peningkatan nasionalisme
seseorang?
Apakah
upacara
bendera
merupakan cara yang efektif untuk membangun
nasionalisme? Tulisan ini diarahkan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan
pendekatan kualitatif melalui wawancara
terhadap 3 partisipan dan kajian kepustakaan.

Globalisasi dan Nasionalisme


Kegelisahan
Menteri
PMK
perihal
akan

tergerusnya nasionalisme oleh arus globalisasi
juga
telah
dirasakan
oleh
Y.B.
Mangunwijaya

sejak tahun 1986 dan kemudian dibukukan
pada tahun 1999. Pada tulisannya yang berjudul
Pasca-Indonesia
dan
Pasca-Einstein
ia
menyatakan:
maka
dengan
datangnya
budaya
informatika
dan
elektronika
yang
langsung mendambakan diri dalam
penghayatan globalisasi seluruh aspek
kehidupan sampai ke pelosok, jelaslah
otomatis struktur nation dan nasionalisme
dipertanyakan
oleh
generasi
pasca
zaman
industri,
pasca-Indonesia,
pasca-nasionalis, yang sudah masuk ke
dalam dunia informatika elektronik dan
sudah menghayati budaya globalisasi.

Lebih lanjut ia menuliskan:


Generasi budaya informatika semakin
merasa betapa nasionalisme ayah bunda
mereka semakin lebih menjadi penghalang
- 10 -

daripada penolong perkembangan diri


mereka, bukan karena mereka mengalami
erosi patriotisme, tetapi karena memang
patriotisme kaum agraris, kaum industri,
dan kaum informatika sudah menjadi
lain: dari kepompong menjadi kupu-kupu.
Identitas sama, tetapi gaya hidup lain.
Dan panggilan sejarahnyapun sudah lain.

Namun demikian, ada pandangan


yang melihat justru sebaliknya. Barber
(1995)
dan
Friedman
(dalam
Reier,
2003)

justru mengatakan bahwa globalisasi akan
berdampak pada revitalisasi identitas lokal.
Arus globalisasi menurut Barber dan Friedman
akan membuat masyarakat semakin menyadari
dan memperkuat identitasnya, sehingga justru
akan berdampak positif bagi masyarakat.
Pendapat tersebut tidak salah, karena memang
di tengah-tengah kuatnya arus globalisasi
selalu ada individu-individu yang gelisah
dan menentang arus dengan menghidupkan
kembali identitas lokal. Namun demikian,
individu-individu tersebut jumlahnya sangat
terbatas
dibandingkan
dengan
jumlah
masyarakat yang memilih menikmati arus
global.
Bagaimana
pun,
upaya
Menteri
PMK

dalam berbagi kegelisahannya itu patut
dihargai agar upaya menjaga nasionalisme
dapat dilakukan dengan sistematis dan
berkesinambungan
melalui
kebijakan
pemerintah.

Upacara Bendera dan


Nasionalisme
Pada tahun 2010, Pusat Kurikulum
Kementerian
Pendidikan
Nasional
mencantumkan upacara bendera di sekolah
sebagai kegiatan rutin peserta didik dalam
program pengembangan diri, perencanaan,
serta pelaksanaan pendidikan budaya dan
karakter bangsa. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang Undang No. 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta
Lagu
Kebangsaan
dan
Peraturan
Menteri

Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan.
Upacara merupakan aktivitas yang
dilakukan di waktu-waktu tertentu untuk
memperingati sebuah kejadian. Aktivitas
ini terkait dengan ritual adat, agama, atau
kenegaraan. Secara resmi, upacara bendera
Merah
Putih
di
Indonesia
dilaksanakan
pada

tanggal 17 Agustus 1945. Ini menandakan
perjuangan panjang negara kita dalam meraih
kemerdekaan. Untuk memperingati nilainilai kebangsaan itu, upacara benderapun
diwajibkan di institusi pendidikan.

Meskipun
demikian,
kewajiban
ini

tidak seluruhnya dilakukan oleh sebagian
sekolah lainnya yang melaksanakan upacara
hanya dua kali sebulan. Di Tawangmangu,
Jawa Tengah, bahkan ada dua sekolah yang
tidak melaksanakan upacara sama sekali
meskipun setelah dibina oleh Pemerintah
Daerah setempat pada akhirnya mau kembali
melaksanakannya.
Padahal, menurut Nurhayati (2013)
yang
melakukan
penelitian
kuantitatif
terhadap
peserta
didik
SMP
14
Bandung,

upacara bendera berpengaruh positif terhadap
peningkatan sikap nasionalisme peserta didik.
Hal ini diperlihatkan dengan sikap menjaga
dan melindungi negara, rela berkorban,
bersatu, melestarikan budaya Indonesia, cinta
tanah air, bangga berbangsa Indonesia, serta
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Namun
demikian, Nurhayati hanya mampu memotret
nasionalisme mereka yang mengikuti upacara,
ia tidak mengukur faktor lain yang mungkin

menyebabkan peningkatan sikap nasionalisme.


Dalam wawancara penulis dengan
3 peserta didik sekolah menengah atas,
ditemukan bahwa upacara bendera melatih
kedisiplinan, membiasakan baris berbaris,
melatih kepercayaan diri bagi petugas upacara,
dan kebanyakan peserta didik menyatakan
bahwa upacara bendera membuat mereka
menghapal lagu Indonesia Raya, teks Pancasila,
dan teks Undang-undang Dasar 1945. Akan
tetapi, pelaksanaan upacara yang tidak efektif
menyebabkan peserta didik tidak mendapat
manfaat yang diharapkan. Upacara juga
mengurangi waktu belajar, apalagi jika sekolah
tidak memiliki sarana yang memadai sehingga
harus menggunakan tempat di luar sekolah.
Berdasarkan temuan di atas, penulis
memetakan kebijakan upacara bendera di
sekolah dasar dan menengah dalam diagram
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity &
Threat) berikut.


melatih
kedisiplinan,

W

peserta
didik
juga
menjadi
terbiasa
dengan

baris berbaris,

melatih
kepercayaan
diri
bagi
yang
menjadi

petugas upacara, dan

kebanyakan
peserta
didik
menjadi
hapal

lagu Indonesia Raya, teks Pancasila, dan teks
Undang-undang Dasar 1945.


Partisipan
tidak
merasa
mendapatkan
manfaat

yang besar dari upacara.

Arahan pembina upacara yang membosankan
karena topiknya tidak banyak berubah dari
satu hari senin ke hari senin lainnya

Upacara
juga
mengurangi
waktu
belajar


Sarana
tidak
memadai:
lapangan
sempit


Kesempatan
bagi
guru
yang
bertugas
sebagai
T
pembina
upacara
untuk
memperbaiki
keterampilan berkomunikasi di depan massa

Memberikan
kesempatan
bagi
petugas
upacara

untuk melatih kemampuan paskibraka


Resistensi
dari
sudut
pandang
keagamaan

Tidak
ada
tempat
yang
dapat
dibangun
untuk

dijadikan lapangan

Belajar dari Negara Lain


Untuk mempelajari bagaimana negara
lain menanamkan nasionalisme ada baiknya
kita mulai dari negara dengan tingkat
nasionalisme
paling
tinggi
di
dunia.
Menurut

berbagai survei peringkat tertinggi adalah
Amerika Serikat. The International Social
Survey Program (ISSP) mempublikasikan hasil
survei mereka yang mengukur nasionalisme
dan patriotisme warga negara. Survei dilakukan
di 33 negara dengan dua pertanyaan. Pertama,
seberapa bangga seorang warga tinggal di
negaranya tersebut? Kedua, apakah menurut
mereka negara mereka superior dibandingkan
negara lain? Hasilnya, urutan pertama adalah
Amerika Serikat (AS), nomor dua Venezuela,
dan nomor tiga Australia. AS juga menempati
urutan pertama dalam hal nasionalisme dan
patriotisme berdasarkan survei The Borgen
Project dan majalah Forbes.
- 11 -

Menarik
untuk
dikaji
mengapa
warga

AS paling nasionalis di dunia. Apakah peserta
didik di AS melakukan upacara bendera?
Ternyata tidak. Di AS peserta didik diwajibkan
untuk menyebutkan Pledge of Allegiance
atau ikrar kesetiaan, sambil tangan kanan
memegang dada kiri, menyatakan Saya
berjanji setia kepada bendera Amerika Serikat,
dan republik dimana saya berdiri, satu bangsa
di bawah Tuhan, tak terpisahkan, dengan
kebebasan dan keadilan bagi semua. Tradisi
ikrar ini dimulai sejak tahun 1892. Sejak saat
itu ikrar tersebut dilakukan secara rutin tidak
hanya di sekolah-sekolah, bahkan sering juga
dilakukan di perusahaan swasta maupun
instansi pemerintahan sebagai ritual sebelum
dimulainya rapat-rapat.
Ikrar di AS tersebut memiliki beberapa
kelebihan, Secara khusus kelebihan itu terkait
dengan terciptanya hubungan yang lebih

Referensi

personal dengan peserta didik karena ada kata


saya di dalamnya. Sebuah ikrar ataupun
sumpah akan mengakibatkan disonansi kognitif
bagi setiap orang yang telah membaca sumpah
tersebut untuk tidak berperilaku sesuai ikrar
tersebut.
Walaupun Indonesia dan AS sama-sama
memiliki ritual rutin dalam menumbuhkan rasa
nasionalisme pada peserta didiknya, ritual di
AS lebih berorientasi kepada substansi. Hal ini
berbeda dengan upacara bendera di Indonesia
yang terdiri dari serangkaian aktivitas yang
dilakukan secara masif sehingga peserta didik
merasa anonim dan tidak merasa penting
untuk berpartisipasi. Dalam upacara bendera
peserta upacara juga hanya pasif berdiri dan
mendengarkan arahan pembina upacara.

Penutup
Belum ada dukungan ilmiah terhadap
tesis pelaksanaan upacara bendera dapat
meningkatkan nasionalisme. Oleh karena itu,
saran
Menko
PMK
masih
perlu
dikaji
lebih

lanjut. Namun demikian, kegiatan tersebut
cukup memberikan dampak positif terhadap
pembentukan sikap terkait nasionalisme.
Upacara bendera yang dilaksanakan secara
efektif
dan
esien
dapat
menjadi
latihan

bagi peserta didik, sehingga terbangun
sikap-sikap positif, seperti peningkatan
kepercayaan diri, tumbuhnya rasa tanggung
jawab, dan menegakkan disiplin. Apalagi jika
semua peserta didik diberikan kesempatan
untuk menjadi petugas upacara, sehingga
dapat melatih kepercayaan diri dan sikap
kepemimpinan. Peran pembina upacara
menjadi vital untuk mengkomunikasikan ideide yang dapat menginspirasikan peserta didik.
Sesuai fungsi pengawasannya DPR RI
perlu mengevaluasi kebijakan pemerintah
terkait upacara bendera. DPR RI dapat
memberikan masukan kepada Kementerian
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
untuk

mengkaji kembali upaya-upaya apa saja yang
efektif
dan
esien
dalam
rangka
menanamkan

nasionalisme kepada peserta didik. Pemerintah
juga perlu mempertimbangkan berbagai
pendekatan, termasuk pendekatan sosial
dan psikologis untuk mengembangkan sikap
nasionalisme generasi muda.

- 12 -

Barber, B. 1995. Jihad vs McWorld: Terrorism


Challenge to Democracy. New York:
Ballantine Books.
Mangunwijaya,
Y.B.
1999.
Pasca-Indonesia,
Pasca-Einstein:
Esei-esei
tentang
Kebudayaan Indonesia Abad ke-21.
Kanisius: Jakarta.
Nurhayati, Y. 2013. Pengaruh Upacara
Bendera terhadap Sikap Nasionalisme
Peserta didik di SMPN 14 Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia: Skripsi.
Rieer,
B.A.J.
2003.
"Religion
and

Nationalism:
Understanding
the
consequences of a complex relationship.
Ethnicities", Vol 3 (2), 215-242. DOI:
10.1177/1468796803003002003
Sarwono, S. 1997. Psikologi Sosial. Jakarta:
Balai Pustaka
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan
Nasional.
2010.
Bahan
Pelatihan
Penguatan
Metodologi
Pembelajaran

berdasarkan nilai-nilai budaya untuk
membentuk daya saing dan karakter
bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional
Wajib, Upacara Bendera di Sekolah,
http://edukasi.kompas.com/
read/2011/04/30/03111372/twitter.com,
diakses tanggal 25 November 2014.
Puan
Maharani
Ingin
Wajibkan
Semua
Sekolah

Lakukan Upacara Bendera,http://nasional.
kompas.com/read/2014/11/02/16264921/
Puan.Maharani.Ingin.Wajibkan.Semua.
Sekolah.Lakukan.Upacara.Bendera, diakses
tanggal 21 November 2014.
Sekolah Tanpa Upacara Bendera,http://
www.indosiar.com/fokus/sekolah-tanpaupacara-bendera--_90939.html , diakses
tanggal 20November 2014.
Top
25
Most
Patriotic
Countries,http://www.
tailribbons.com/blogs/news/12766957top-25-most-patriotic-countries
diakses
tanggal 21 November 2014.
10
Most
Patriotic
Countries
in
the

World,http://www.borgenmagazine.
com/10-patriotic-countries-world/, diakses
tanggal 20 November 2014.
World's

Most

And
Least

Patriotic

Countries,http://www.forbes.
com/2008/07/02/world-national-prideoped-cx_sp_0701patriot.html
diakses
tanggal 20 November 2014.

Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/2014

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

DAMPAK KENAIKAN
SUKU BUNGA ACUAN (BI RATE)
Sony Hendra Permana*)

Abstrak
Pasca-naiknya harga BBM bersubsidi, otoritas moneter juga mengumumkan
kebijakan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) dari sebesar 25 basis poin (bps)
ke level 7,75 persen. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka menjangkar ekspektasi
inasi
dan
memastikan
bahwa
tekanan
inasi
pasca-kenaikan
harga
BBM
ini
tetap

terkendali. Namun demikian, kebijakan ini juga akan memberikan sejumlah dampak
lain seperti kredit macet akibat kenaikan suku bunga kredit perbankan, perlambatan
pertumbuhan ekonomi dan potensi menurunnya penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan utang luar negeri. Selain itu, kenaikan BI Rate ini juga akan memukul
industri akibat naiknya harga BBM bersubsidi, upah buruh, dan tarif listrik.

Pendahuluan

2015. Kenaikan lending facility yang lebih


tinggi dari BI rate dan tidak dinaikkannya
deposit facility karena untuk menjaga agar
perbankan lebih memilih untuk meminjam/
menempatkan ekses likuiditasnya melalui
pasar uang antarbank.
Selain itu, kebijakan menaikkan BI
rate adalah
untuk
memastikan
bahwa
desit

neraca transaksi berjalan tetap terkendali
di sekitar 2,5 3 persen dari PDB dan tidak
membesar, serta menjaga agar kepercayaan
investor tetap kuat untuk mendukung
pembiayaan
pembangunan.
Desit
neraca

transaksi berjalan atau current
account
desit

(CAD)
yang
terkendali
sangatlah
penting

untuk memastikan perekonomian nasional
dapat menciptakan pertumbuhan kuat dan
berimbang, serta penciptaan lapangan kerja

Berselang satu hari setelah diumumkan


kenaikan
harga
bahan
bakar
minyak
(BBM)

bersubsidi, otoritas moneter dalam hal ini
Bank Indonesia (BI), juga mengumumkan
kenaikan suku bunga acuan (BI rate) sebesar
25 bps menjadi 7,75 persen. Suku bunga
lending facility juga mengalami kenaikan
sebesar 50 bps menjadi 8,00 persen,
sementara suku bunga deposit facility tetap
pada level 5,75 persen berlaku efektif sejak 19
November 2014. Dalam siaran pers-nya, BI
menyatakan kenaikan BI rate ditempuh untuk
menjangkar
ekspektasi
inasi
dan
memastikan

bahwa
tekanan
inasi
pasca-kenaikan

harga
BBM
bersubsidi
tetap
terkendali,

temporer, dan dapat segera kembali pada
lintasan sasaran yaitu 41 persen pada tahun

*)
Peneliti
Muda
Ekonomi
dan
Kebijakan
Publik,
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI),
Sekretariat
Jenderal
DPR

RI, E-mail: sony.hendra@dpr.go.id / sony_hendra@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

dapat terus berlanjut. Selain itu, kebijakan


ini juga dibutuhkan untuk mempertahankan
kepastian kepercayaan investor tentang
keseluruhan
konsistensi
dan
kualitas
pengelolaan kebijakan ekonomi makro
Indonesia di tengah-tengah semakin dekatnya
peningkatan suku bunga global. Kepercayaan
investor ini penting, agar likuiditas global
yang mengalir ke pasar saham dan obligasi,
terutama obligasi negara, tetap tinggi. Dengan
demikian, kondisi ini pada akhirnya akan
mengurangi beban pembiayaan pembangunan
melalui Surat Berharga Negara.
Dalam kurun waktu 2 tahun ini
terjadi tren peningkatan BI rate yang cukup
signikan,
dari
5,75
persen
di
awal
tahun

2013 menjadi 7,75 persen di akhir tahun ini
(Gambar 1). Hal ini terjadi karena adanya
tekanan dari dalam negeri seperti kenaikan
harga
BBM
dan
Tarif
Dasar
Listrik
(TDL),
dan

tekanan dari luar negeri.

Dampaknya Terhadap Sektor


Keuangan
Kenaikan BI rate juga akan sangat
berpengaruh terhadap sektor keuangan,
khususnya perbankan. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian, kenaikan BI rate (25 bps) di
atas steady state akan menyebabkan kenaikan
bunga pinjaman sebesar 20 bps di atas steady
state dan secara bertahap kembali ke keadaan
steady state. Namun demikian, beberapa
kalangan perbankan menilai peningkatan BI
rate kali ini tidak akan berpengaruh secara
signikan
terhadap
suku
bunga
kredit
dan

simpanan karena kedua suku bunga tersebut
telah
mengalami
penyesuaian
yang
signikan

sepanjang tahun ini. Namun demikian, jika
kita melihat pengalaman kenaikan BI rate di
awal bulan November 2013, beberapa bank
langsung merespon kenaikan BI rate terhadap
suku bunga dasar kreditnya, khususnya pada
kredit modal kerja (lihat Gambar 2).

Gambar 1. Pergerakan BI Rate Tahun 2013-2014


9, 00
8, 00
7, 00
6, 00
5, 00
4, 00
3, 00
2, 00
1, 00
18 Nov 14

12 Nov 13 - 17 Nov 14

12 Sep - 11 Nov 13

29 Ags - 11 Sept\ 13

11 Jul - 28 Ags 13

13 Jun - 10 Jul 13

10 Jan - 12 Jun 13

0, 00

Sumber: Bank Indonesia (diolah)

Gambar 2. Suku Bunga Dasar Kredit Beberapa Bank Periode Oktober 2013 Januari 2014
Suku Bunga Dasar Kredit (%)
Nama Bank

Kredit Modal Kerja

Kredit Konsumsi

Okt 13

Nov 13

Des 13

Jan 14

Okt 13

Nov 13

Des 13

Jan 14

BANK
MANDIRI

14.92

14.92

14.92

14.92

11.63

11.62

11.63

11.63

BRI

13.67

13.83

13.83

13.83

11.13

11.13

11.13

11.25

BCA

10.50

10.88

11.00

11.00

9.34

9.34

9.34

10.11

DANAMON

14.23

14.23

14.50

14.51

12.23

12.25

12.25

12.25

CITIBANK

8.65

9.15

9.15

9.15

11.50

11.50

11.50

11.50

BPD
JATIM

10.57

10.22

11.46

9.67

9.85

9.53

10.60

8.97

Sumber: Bank Indonesia (diolah)

- 14 -

Namun demikian, beberapa kalangan


menilai kebijakan moneter kali ini dinilai
terlalu ketat mengingat proyeksi pertambahan
inasi
hanya
sekitar
2
persen,
jauh
lebih

rendah
jika
dibandingkan
dengan
inasi

pada 2013 yang mencapai 8,28 persen
pasca-kenaikan
BBM
pada
bulan
Juni
2013.

Selain itu, kenaikan suku bunga acuan
akan memberikan tekanan yang lebih besar
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
yang telah menunjukkan tren perlambatan.
Pada kuartal III/2014 tercatat bahwa
pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh
5,01 persen atau menurun dibandingkan
kuartal I dan II yang masing-masing sebesar
5,21 persen dan 5,12 persen. Diperkirakan
pertumbuhan akan tertekan sebesar 0,5
persen akibat kebijakan tersebut.
Dampak lain yang mungkin ditimbulkan
dari kebijakan ini adalah kekhawatiran
terhadap terdorongnya kecenderungan para
pengusaha untuk memilih pinjaman dari
luar negeri dengan tingkat suku bunga yang
lebih rendah. Hal ini akan mengakibatkan
utang luar negeri akan semakin membesar.
Berdasarkan data BI, posisi utang luar negeri
Indonesia pada akhir September 2014 tercatat
sebesar USD 292,3 miliar, meningkat USD 6,1
miliar atau 2,1 persen dibandingkan dengan
posisi akhir triwulan II/2014 senilai USD
286,2 miliar.
Selain itu, naiknya BI rate dinilai
akan melemahkan industri di dalam negeri.
Kebijakan ini akan menambah beban
lebih berat, khususnya bagi industri padat
karya, karena saat ini pelaku usaha sedang
mengalami tekanan yang sangat besar setelah
kenaikan
harga
BBM
naik,
upah
buruh,
dan

tarif listrik. Kenaikan BI rate akan berpotensi
menimbulkan kredit macet, terutama di
sektor kecil karena kenaikan BI rate ini akan
berpengaruh pada meningkatnya suku bunga
bank pada umumnya.
Tekanan yang dialami oleh industri
yang bertubi-tubi ini dikhawatirkan akan
menyebabkan sejumlah usaha pada beberapa
sektor
usaha
mengalami
kepailitan.
Meskipun

shock yang disebabkan oleh kenaikan
BI rate ini hanya dalam jangka pendek,
namun beberapa usaha yang tidak memiliki
ketahanan terhadap tekanan eksternal,
khususnya
UMKM,
akan
mendapat
kesulitan

dari kebijakan ini. Perlambatan pertumbuhan
ekonomi juga akan berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan

Sementara itu pada pasar saham,


kenaikan BI rate ini dinilai akan menekan
pasar
saham
secara
jangka
pendek.
Margin

laba emiten pada kuartal IV/2014 hingga
kuartal I/2015 diperkirakan akan tertahan.
Pendanaan emiten akan tertahan akibat
biaya (cost of fund) penerbitan surat utang
tinggi. Kenaikan BI rate ini juga dinilai tidak
berdampak baik pada pasar saham karena
investor cenderung beralih ke deposito
perbankan dibandingkan saham yang berisiko.
Namun demikian, dalam jangka panjang,
peningkatan BI rate ini akan menstabilkan
ekonomi.
Meskipun
akan
memberikan
sedikit

tekanan pada margin laba emiten, namun
perubahan BI rate tidak akan memberikan
pengaruh
yang
signikan
terhadap
perubahan

IHSG keseluruhan mengingat pada dasarnya
investor akan termotivasi untuk membeli
saham perusahaan yang memiliki kinerja baik
dan memiliki prospek usaha yang baik.

Dampaknya Terhadap
Perekonomian Indonesia
Secara
teoritis,
bank
sentral
menggunakan instrumen suku bunga acuan
untuk
menstabilkan
(menahan)
laju
inasi.

Kebijakan yang ditempuh otoritas moneter
menaikkan suku bunga acuan secara tidak
langsung akan mengurangi jumlah uang
beredar di pasar melalui dua mekanisme.
Pertama,
pemberian
insentif
kepada
masyarakat untuk menabung dan mengurangi
permintaan masyarakat untuk mengambil
kredit. Kedua, karena jumlah uang yang
beredar berkurang, maka secara otomatis nilai
uang akan bertambah sehingga nilai barang
dan jasa relatif menurun. Pada akhirnya,
harga barang dan jasa juga akan mengalami
penurunan
sehingga
laju
inasi
dapat
ditahan.

Namun demikian, dampak kenaikan BI rate
terhadap
inasi
tidak
akan
secara
langsung

terjadi, setidak-tidaknya tidak baru akan
terasa dua bulan setelah kebijakan tersebut
dilakukan.
Selain
meredam
laju
inasi,
kenaikan
BI

rate ini juga diharapkan mampu menciptakan
stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran
yang sehat. Naiknya BI rate akan memicu
naiknya suku bunga di dalam negeri yang
diharapkan mampu menahan capital
outow
dan menarik capital
inow yang pada
akhirnya
akan
memperbaiki
desit
neraca

transaksi berjalan dan menguatkan nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar AS.

- 15 -

angkatan kerja yang tinggi tidak dapat diserap


sepenuhnya oleh dunia usaha akibat dari
berkurangnya kegiatan ekonomi masyarakat.
Salah satu sektor yang akan terkena
dampak secara langsung akibat naiknya BI
rate ini adalah sektor otomotif. Kenaikan BI
rate ini dikhawatirkan akan mempengaruhi
acuan kredit kepemilikan mobil ke pelanggan.
Selain itu juga akan mempengaruhi suku
bunga kredit untuk pendanaan perbankan
ke sektor otomotif. Sektor properti juga
merupakan sektor yang menghadapi tekanan
berat terhadap kenaikan BI rate. Diperkirakan
setiap kenaikan satu persen suku bunga akan
menurunkan daya beli masyarakat sebesar 4-5
persen terhadap sektor properti.
Untuk itu, agar pelaku usaha tidak
terlalu lama menanggung beban akibat
melonjaknya ongkos produksi karena kenaikan
BI rate,
BBM
bersubsidi,
dan
tarif
dasar

listrik, pemerintah perlu melakukan akselerasi
percepatan pembangunan infrastruktur agar
alur distribusi barang dan jasa dapat lebih
lancar, sehingga dapat mengurangi biaya bagi
pelaku usaha. Dengan demikian, kegiatan
ekonomi dapat tumbuh dan berkembang yang
pada akhirnya akan berkontribusi terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Penutup
Kenaikan
harga
BBM
bersubsidi

pertengahan bulan ini segera direspons oleh
otoritas moneter dengan menaikkan BI rate
sebesar 25 bps menjadi 7,75 persen. Kenaikan
ini ditempuh dalam rangka menjangkar
ekspektasi
inasi
dan
memastikan
bahwa

tekanan
inasi
pasca
kenaikan
harga
BBM

bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan
dapat segera kembali pada lintasan sasaran
yaitu 41 persen pada tahun 2015. Kenaikan
BI rate juga bertujuan untuk memastikan
bahwa
desit
neraca
transaksi
berjalan
tetap

terkendali di sekitar 2,5 3 persen dari PDB.
Terhitung sejak awal tahun 2013 sampai saat
ini, otoritas moneter telah menaikkan BI rate
sebesar 2 persen.
Kenaikan BI rate ini akan berpengaruh
secara
signikan
terhadap
perubahan
suku

bunga kredit perbankan. Sementara itu di
pasar saham, secara jangka pendek margin
laba emiten akan tertahan akibat biaya
penerbitan surat utang tinggi. Namun,
kenaikan BI rate ini juga memberikan tekanan
bagi perekonomian yang akan mengurangi
penyerapan tenaga kerja. Selain itu juga
dikhawatirkan akan meningkatkan hutang

luar negeri sebagai akibat beralihnya para


pengusaha dalam mengakses pembiayaan ke
luar negeri karena tingkat suku bunga di luar
negeri lebih rendah. Bagi industri, kenaikan
BI rate ini akan semakin memberikan pukulan
pasca mendapatkan tekanan yang sangat besar
setelah
harga
BBM
naik,
upah
buruh
naik,
dan

kenaikan tarif listrik.
DPR RI perlu melakukan pengawasan
lebih ketat terhadap kinerja pemerintah
khususnya dalam pengelolaan anggaran
negara. DPR RI juga perlu mendorong
pemerintah untuk segera merealisasikan
proyek-proyek pembangunan infrastruktur
agar menjadi insentif bagi pengusaha dalam
melakukan kegiatan usahanya pascakenaikan
tersebut.
Momentum
ini
perlu
diupayakan

sehingga kegiatan ekonomi dapat bertumbuh
dengan baik yang pada akhirnya berkontribusi
bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Referensi
"Bank Indonesia, Bauran Kebijakan Bank
Indonesia
Merespon
Kebijakan
Reformasi

Subsidi
BBM
Pemerintah",
18
November

2014,
http://www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaran-pers/Pages/sp_169214.
aspx, diakses tanggal 20 November 2014
"BI Rate Lemahkan Industri", Kompas, 20
November 2014
BI Rate Naik, Kadin Indonesia: waktunya
Salah,
20
November
2014,
http://nansial.
bisnis.com/read/20141120/9/274205/
bi-rate-naik-kadin-indonesia-waktunyasalah, diakses tanggal 20 November 2014
"Bankir: Tidak Pengaruhi Suku Bunga Bank.
Kendalikan
Inasi,
BI
Rate
Naik
ke
7,75

persen", Suara Pembaruan, 19 November
2014
Umar
Juoro,
"Model
Kebijakan
Moneter
Dalam

Perekonomian Terbuka Untuk Indonesia",
Buletin
Ekonomi,
Moneter
dan
Perbankan

Volume 16 Nomor 1 Juli 2013, Jakarta:
Bank Indonesia, 2013.
"Kenaikan BI Rate: Bank Indonesia Overdosis",
Bisnis Indonesia, 19 November 2014.
"Dampak BI rate | BEI Yakin Likuiditas Saham
Tidak Akan Berkurang. Laba Emiten Akan
Tergerus", Koran Jakarta, 20 November
2014.
"Kebijakan
BBM
dan
Kenaikan
BI
Rate

Akan Redam Pertumbuhan Ekonomi",
19 November 2014, http://katadata.
co.id/berita/2014/11/19/kebijakanbbm-dan-kenaikan-bi-rate-akan-redampertumbuhan-ekonomi#sthash.aU2g2p7n.
dpuf, diakses tanggal 20 November 2014.
- 16 -

Vol. VI, No. 22/II/P3DI/November/2014

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini

PROBLEMATIKA
TENAGA AHLI DI DPR RI
Riris Katharina*)

Abstrak
Tuntutan DPR RI akan dukungan keahlian yang semakin baik telah menimbulkan
munculnya problematika terhadap keberadaan Tenaga Ahli (TA) di parlemen. Ada
empat problematika besar yang dihadapi, yaitu soal jumlah, rekrutmen, manajemen
kerja, dan kapasitas. Tulisan ini membahas satu per satu problematika tersebut. Agar
tujuan dari hadirnya para TA DPR RI tercapai, yaitu membantu anggota DPR bekerja
efektif, tulisan ini merekomendasikan agar pengaturan mengenai TA mengikuti UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dengan demikian, TA DPR RI
merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yang jumlah kebutuhannya
harus didasarkan kepada analisis beban kerja; rekrutmennya didasarkan pada
objektivitas; manajemen kerja menjadi jelas; dan peningkatan kapasitas dapat terus
dilakukan.

Pendahuluan

akademis, bahkan sampai pada perancangan


undang-undang.
Dalam perjalanan panjang DPR RI
berikutnya, tuntutan akan dibutuhkannya
dukungan keahlian kembali hadir dengan
diaturnya mengenai keberadaan Tenaga
Ahli (TA) yang semula diperuntukkan untuk
alat kelengkapan dan fraksi pada tahun
1999. Tuntutan itu kemudian berkembang
menjadi kebutuhan para anggota DPR RI
yang direalisasikan dengan menyediakan
TA bagi para anggota DPR RI sejak tahun
2004. Semula berjumlah 1 (satu) orang dan
kemudian bertambah menjadi 2 (dua) orang
untuk 1 (satu) anggota DPR RI pada tahun
2014. Jumlah TA di DPR RI periode 2009-

Dalam perkembangan DPR RI dari


masa ke masa terlihat adanya tuntutan
kebutuhan dukungan keahlian dalam
melaksanakan
tugas
konstitusionalnya.
Kesadaran akan pentingnya peran dukungan
keahlian sesungguhnya sudah diawali
pada masa DPR RI kepemimpinan Kharis
Suhud pada tahun 1990-an. Hadirnya
Bidang Pengkajian dan Analisis di bawah
Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi
(P3I) yang berisikan para peneliti lulusan
perguruan tinggi dari berbagai macam
jurusan merupakan bukti adanya tuntutan
kebutuhan DPR RI pada masa itu. Para
peneliti ini memberikan dukungan keahlian
kepada para anggota DPR RI melalui hasil
riset, analisis, kajian, penyusunan naskah

*)
Peneliti
Madya
Bidang
Administrasi
Negara
pada
Bidang
Politi
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
Sekretariat

Jenderal DPR RI. E-mail: riris.katharina@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Keempat, kapasitas. Rekrutmen yang


kurang baik berakibat pada munculnya
masalah
dalam
hal
kapasitas
TA.
Celakanya,

karena sebutan TA sehingga dianggap
sudah ahli, tidak ada perencanaan pelatihan
pengembangan keahlian oleh pihak Setjen
DPR RI dalam rangka peningkatan kapasitas
mereka .

Tabel 1 Jumlah TA di DPR RI


Periode 2009-2014
Penempatan TA
Pimpinan DPR
Komisi (11 Komisi)
Badan-Badan (7 Badan)
Fraksi ( 9 Fraksi)
Anggota DPR
Total

Jumlah
21
77
57
77
1.110
1.342

Posisi TA DPR

Sumber: Bagian Sekretariat tenaga ahli Sekretariat


Jenderal DPR, 2014.

Seiring dengan perkembangan waktu,


beberapa masalah muncul terkait dengan
keberadaan TA. Riset UNDP pada tahun
2008 misalnya, memperlihatkan beberapa
permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut
antara lain soal alokasi staf, rekrutmen,
manajemen, dan kapasitas. Dari sisi internal
Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI, sebagai
unit sistem pendukung DPR RI, permasalahan
yang muncul selain beberapa hal yang menjadi
temuan UNDP juga menyangkut nomenklatur
TA (padahal para peneliti juga memberikan
dukungan keahlian), disiplin kerja, dan
mekanisme kerja antara TA dengan sistem
pendukung di Setjen DPR RI.

Problematika TA DPR RI
Beberapa problematika terkait dengan
keberadaan TA DPR RI, yaitu: pertama, alokasi
TA. Jumlah TA yang disediakan selalu dirasa
kurang dari yang dibutuhkan. Jumlah ini diukur
dari beban kerja yang terdapat di masing-masing
alat kelengkapan, fraksi, dan anggota. Akan
tetapi, belum pernah ada pengukuran yang jelas
mengenai ini.
Kedua, rekrutmen. Praktek perekrutan
untuk TA yang berkualitas dan bisa bekerja
dengan
esien
dan
memenuhi
syarat
serta

transparan belum diterapkan. Perekrutan TA
belum sepenuhnya dilakukan secara terbuka bagi
semua pelamar yang memenuhi syarat, bahkan
lebih banyak yang berasal dari para aktivis partai.
Prinsip profesionalitas sangat jauh diterapkan.
Ketiga, manajemen kerja. Hingga saat ini
belum ada struktur organisasi yang jelas untuk
dapat mengelompokkan TA tersebut. Rantai
komando untuk memperlancar jalur komunikasi
dan alur informasi antara anggota dengan TA
dan para pendukung keahlian di Setjen DPR RI
tidak ada sehingga selalu menimbulkan salah
paham.
- 18 -

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2014


tentang
MPR,
DPR,
DPD,
dan
DPRD

(UU
MD3)
ketentuan
mengenai
sistem

pendukung diatur dalam Bab VII. Dalam
Pasal 413 disebutkan bahwa organisasi
sistem pendukung di DPR RI yaitu Setjen
DPR RI dan Badan Keahlian DPR. Pasal 415
menegaskan bahwa pegawai Setjen DPR
RI dan Badan Keahlian DPR RI terdiri atas
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai
tidak tetap. Tidak berhenti sampai di sini,
pengaturan mengenai sistem pendukung
juga mengatur kelompok pakar atau tim ahli
di dalam Pasal 416 dan TA di dalam Paragraf
5 Pasal 417.
Dalam Pasal 417 disebutkan bahwa
TA alat kelengkapan DPR, TA anggota
DPR, dan TA fraksi adalah tenaga yang
memiliki keahlian tertentu yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi alat
kelengkapan DPR, anggota dan fraksi.
Rekrutmen TA dilakukan oleh alat
kelengkapan DPR, anggota, dan fraksi
yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Sekretaris Jenderal DPR.
Merujuk
kepada
UU
MD3
kita

dapat mengatakan bahwa TA merupakan
bagian dari sistem pendukung yang secara
organisasi berada di luar Setjen DPR
RIdan Badan Keahlian DPR RI, mengingat
pengaturannya berbeda paragraf. Organisasi
diatur di Paragraf 1 sedangkan TA diatur
dalam Paragraf 5. Bahkan, para perancang
UU
MD3
membuat
pemisahan
antara

pegawai DPR RI yang tercantum dalam
Paragraf 3 dengan TA. Seolah-olah mereka
hendak mengatakan bahwa TA bukan bagian
dari pegawai DPR RI. Pertanyaan yang
kemudian muncul adalah kalau TA bukan
bagian dari pegawai DPR RI, lalu bagaimana
posisinya? Bagaimana mengatasi masalah
yang dihadapi selama ini?
Sebagai orang yang bekerja di lembaga
DPR RI, yang notabene bukan merupakan
instansi swasta, maka kedudukan TA di

DPR RI tidak bisa terlepas dari pengaturan


UU UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam
Penjelasan Umum disebutkan bahwa yang
melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan
tertentu diserahkan kepada Pegawai Aparatur
Sipil Negara. Adapun yang dimaksud dengan
tugas pelayanan publik, yaitu memberikan
pelayanan atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif. Tugas pemerintahan
dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan
fungsi umum pemerintahan yang meliputi
pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian,
dan ketatalaksanaan. Sedangkan (dalam
rangka) pelaksanaan tugas pembangunan
tertentu dilakukan melalui pembangunan
bangsa (cultural and political development)
serta
melalui
pembangunan
ekonomi
dan sosial yang diarahkan meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, kita
dapat mengatakan bahwa TA DPR RI juga
merupakan pegawai ASN karena mereka
melaksanakan tugas pembangunan tertentu.
Tugas pembangunan tertentu setidak-tidaknya
dapat dimaknai bahwa para TA tersebut
mendukung
tugas-tugas
konstitusional
anggota DPR RI dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh
masyarakat. Sebagai pegawai ASN, menurut
Pasal 6 UU ASN, TA masuk ke dalam kategori
PPPK, yaitu Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja. Dikatakan demikian, karena
mereka diangkat berdasarkan perjanjian kerja
untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan. Hal ini
sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 415,
di mana Setjen DPR juga memiliki pegawai
tidak tetap.
Dengan demikian, jika TA di DPR RI
merupakan PPPK, beberapa problematika
yang dihadapi oleh TA selama ini sudah
terjawab. Pertama, alokasi TA. Pasal 94 UU
ASN jelas menyatakan bahwa Setiap Instansi
Pemerintah wajib menyusun kebutuhan
jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan
analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Penyusunan
kebutuhan
jumlah
PPPK
dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan. Itu artinya, tidak akan
terjadi kekurangan TA di DPR RI, baik yang
di alat kelengkapan, fraksi, ataupun yang

melekat pada anggota DPR RI. Analisis


jabatan dan analisis beban kerja tentu akan
memperhatikan juga beban kerja yang
sudah dibagi dengan PNS yang bekerja di
lingkungan DPR RI dengan sektor pekerjaan
yang
sama.
Misalnya,
yang
mendukung

fungsi keahlian di bawah Setjen DPR RI
antara lain peneliti, perancang undangundang, dan analis APBN.
Jumlah
orang
tentu
akan
mempengaruhi bentuk organisasi. Dengan
demikian kiranya menjadi hal yang aneh
seandainya jumlah TA besar namun
tidak ada organisasi yang mengaturnya.
Penambahan jumlah pegawai akan membuat
ukuran organisasi menjadi lebih besar, yang
menunjukkan adanya hubungan antara
kompleksitas horisontal dengan ukuran
organisasi. Oleh karena itu, perlu dipahami
bahwa dalam banyak parlemen, kebutuhan
akan pegawai harus memperhatikan tujuan
akhir yaitu agar para anggota DPR bekerja
dengan efektif dalam mewujudkan tanggung
jawabnya.
Kedua, rekrutmen. Pasal 96 ayat (2)
UU ASN menyatakan bahwa Pengadaan
calon PPPK dilakukan melalui tahapan
perencanaan,
pengumuman
lowongan,
pelamaran,
seleksi,
pengumuman
hasil seleksi, dan pengangkatan. Pasal
97
menyatakan
bahwa
Penerimaan
calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah melalui penilaian secara objektif
berdasarkan

kompetensi,

kualikasi,

kebutuhan
Instansi
Pemerintah,
dan
persyaratan lain yang dibutuhkan dalam
jabatan. Ketentuan ini sudah jelas
mengatur mengenai proses rektrutmen
bagi PPPK. Apabila TA merupakan PPPK,
rekrutmennya harus jelas didasarkan pada
penilaian objektif, mempunyai kompetensi
tertentu,
kualikasi,
kebutuhan,
dan
yang

paling penting persyaratan tambahan
yang bagi anggota serta fraksi yang sangat
kental nuansa politiknya akan mempunyai
kriteria
tambahan.
Misalnya,
sesuai

dengan garis partai atau dapat bekerja
sama dengan penggunanya. Di parlemen
Jerman, Bundestag, para anggotanya
merekrut TA sesuai dengan peraturan yang
pelaksanaannya diawasi oleh pihak Setjen.
Menurut
anggota
Bundestag,
hal
tersebut

bukan menghambat mereka, namun menjaga
mereka agar tidak melanggar hukum.
Ketiga, manajemen kerja. Selama ini
- 19 -

belum ada peraturan yang mengatur mengenai


manajemen kerja TA. Itu sebabnya, hingga
saat ini tidak ada hubungan kerja antara
PNS yang memberikan pelayanan keahlian di
DPR seperti peneliti dan perancang undangundang dengan para TA sehingga mekanisme
kerjanya tidak sinergis dan bahkan terkesan
tidak saling terkait.
TA juga tidak dikenakan penilaian
kinerja atau aturan disiplin sebagaimana
PNS, di mana ada penilaian kinerja yang
dievaluasi setiap tahun dan disiplin berupa
ketentuan untuk masuk jam kerja tepat
waktu. Namun demikian, di sisi lain, TA juga
tidak mendapatkan penghargaan, ketentuan
yang tegas mengenai pemutusan hubungan
perjanjian kerja, atau perlindungan. Dalam
UU ASN sudah jelas mengatur mengenai hak
dan kewajibannya. Dalam UU ASN disebutkan
bahwa PPPK berhak atas gaji dan tunjangan;
cuti; perlindungan; dan pengembangan
kompetensi.
Keempat, kompetensi. Dalam Pasal
102 UU ASN disebutkan bahwa PPPK
diberikan kesempatan untuk pengembangan
kompetensi.
Kesempatan
untuk
pengembangan kompetensi direncanakan
setiap tahun oleh Instansi Pemerintah.
Pengembangan kompetensi tersebut harus
dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang
dan dipergunakan sebagai salah satu dasar
untuk perjanjian kerja selanjutnya. Dengan
demikian, tidak ada lagi permasalahan
bahwa TA tidak diberikan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensinya seperti yang
selama ini dirasakan.

Tulisan
ini
merekomendasikan
agar pengaturan mengenai TA untuk
memperhatikan UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN. Dengan demikian, segala
problematika yang ada diharapkan akan
dapat diselesaikan. TA dapat bekerja dengan
tenang dan tentunya dapat memberikan
dukungan maksimal kepada para anggota
DPR karena terdapat kepastian hukum
atas kerjanya. Di lain pihak, DPR RI juga
akan mendapat kontribusi positif dari hal
tersebut sehingga diharapkan para anggota
DPR RI menjadi lebih mampu bekerja secara
efektif, situasi yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas kerja DPR RI
dan menimbulkan efek hadirnya tanggung
jawab anggota DPR RI akan kewajibannya ke
depan.

Referensi
A.F
Leemans,
The
Management
of
Change

in
Government,
Martinus
Nijho,
The

Hague, 1976.
David Beetham, Parliament and Democracy
in
the
Twenty-First
Century:
a
Guide

to Good Practice, Inter Parliamentary
Union, Switzerland, 2006.
Laporan
Studi
Banding
Pansus
RUU
MPR,

DPR, DPD, dan DPRD ke Jerman,
Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta,
2008.
Patrick
R
Cadle,
Staf
Fraksi:
Wilayah
Kerja

dan Praktek-Praktek Terbaik (Best
Practices), UNDP, Jakarta, 2008.
Ribuan Staf Ahli DPR RI Goblok?, http:/
/endibiaro. blogdetik. com/ index.
php/2013/03/19/staf-ahli/commentpage-1/, diakses tanggal 20 November
2014.
S.B
Hari
Lubis,
Martani
Husein,
Pengantar

Teori Organisasi: Suatu Pendekatan
Makro,
Departemen
Ilmu
Administrasi

FISIP UI, Depok, 2009.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang
MPR,
DPR,
DPD,
dan
DPRD.

Penutup
Tuntutan DPR RI untuk meningkatkan
kinerjanya dengan menaikkan jumlah TA
tidak akan dapat berjalan sinergi, apabila
pengaturan mengenai TA tidak dipandang
dari penyelesaian atas problematika yang
dihadapi selama ini. Posisi TA menurut
UU
MD3
terlihat
tidak
mampu
menjawab

permasalahan yang ada selama ini.
Dengan
pengaturan
TA
menurut
UU
MD3,

problematika yang dihadapi oleh TA akan
terus terjadi tanpa solusi yang baik. Saat ini
DPR RI baru saja menetapkan Peraturan
DPR RI tentang Pengelolaan TA dan Staf
Adminstrasi Anggota DPR RI. Namun
demikian, berbagai problematika TA di DPR
RI sebagaimana dikemukakan dalam tulisan
ini perlu kiranya diperhatikan.
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai