Vol. VI No.22 II P3DI November 2014
Vol. VI No.22 II P3DI November 2014
KESEPAKATAN KMP-KIH
DAN REVISI UU MD3
Shanti Dwi Kartika*)
Abstrak
Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat telah mencapai titik temu untuk
mengakhiri pertikaian setelah ditandatanganinya kesepakatan damai oleh mereka.
Kesepakatan itu bersifat keperdataan. Namun demikian, ia mempunyai implikasi pada
penyelengaraan negara oleh lembaga legislatif. Salah satu isi kesepakatan itu adalah
perubahan atas UU MD3. Ini berarti telah terjadi politik hukum di lembaga legislatif
dengan adanya perubahan ius constitutum dari undang-undang yang mengatur
lembaga legislatif di Indonesia melalui revisi UU MD3. Revisi UU MD3 ini harus
memperhatikan prosedur dan ketentuan yang diatur dalam UU P3 dan Tata Tertib
DPR RI. Seharusnya, proses perubahan UU MD3 ini dilakukan melalui Prolegnas.
UU P3 dan Tata Tertib DPR RI memang memberikan kemungkinan suatu RUU di
luar Prolegnas sehingga hal ini tidak bertentangan dengan Konstitusi. Diperlukan
komitmen kuat anggota DPR RI dan pemerintah untuk melakukan pembahasan Revisi
UU MD3 mengingat kendala waktu yang dibatasi penyelesaian revisi itu paling lambat
tanggal 5 Desember 2014.
Pendahuluan
Konik
antara
Koalisi
Merah
Putih
(KMP)
dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di
parlemen telah mencapai titik temu. Ini terjadi
setelah ada kesepakatan di antara keduanya
yang ditandatangani pada tanggal 17 November
2014.
KMP
dan
KIH
telah
menyepakati
adanya
perubahan sejumlah pasal yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat,
Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU
MD3).
Kesepakatan
tersebut
mempunyai
prinsip
bahwa hak anggota dewan yang melekat tidak
dihilangkan. Kedua pihak tersebut menyerahkan
wewenang
pembahasan
revisi
UU
MD3
untuk
segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg).
Revisi
UU
MD3
yang
disepakati
hanya
dilakukan pada Pasal 74, Pasal 84, dan Pasal 98,
khususnya yang mengatur mengenai pimpinan
alat kelengkapan dewan (AKD) dan penggunaan
hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat.
Adapun
lima
butir
kesepakatan
KMPKIH, yaitu:
a. segera mengisi anggota fraksi pada AKD
sehingga DPR RI dapat segera bekerja sesuai
fungsinya secara optimal;
b. menambah satu wakil ketua pada 16 AKD
melalui
perubahan
UU
MD3
dan
perubahan
Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang
*)
Peneliti
Muda
Hukum
pada
Bidang
Hukum
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Sekretariat
Jenderal
DPR
RI. E-mail: shanti.dk@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-1-
RI.
Rey
Harun
menilai
bahwa
Pasal
74
dan
Pasal 98 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) memang
mengancam
sistem
presidensial,
karena
menjadikan DPR RI mempunyai kuasa untuk
menekan para menteri, pejabat eksekutif, dan
bisa menjebak presiden. Namun, jika tujuannya
hanya untuk mengakomodasi isi kesepakatan
KMP-KIH
dan
untuk
penyempurnaan
UU
MD3,
sebaiknya
tidak
perlu
dilakukan
revisi
UU
MD3.
Lebih
lanjut
Rey
Harun
mengatakan
bahwa
perubahan
UU
MD3
seharusnya
dilakukan
secara
total dengan proses legislasi yang benar karena
sejak
UU
MD3
diundangkan,
undang-undang
ini
sudah bermasalah dari sisi demokrasi. Adapun
ketentuan
dalam
UU
MD3
yang
akan
dilakukan
perubahan, yaitu:
a. Pasal 84 ayat (1) tentang pimpinan alat
kelengkapan dewan. Ketentuan ini diubah
dengan menambahkan satu orang wakil
ketua pada setiap alat kelengkapan dewan;
dan
b. Pasal 74 ayat (3) sampai dengan ayat (6) serta
Pasal 98 ayat (7) sampai dengan ayat (9)
tentang hak-hak DPR RI. Ketujuh ketentuan
ini akan dihapus sehingga diharapkan sistem
pemerintahan presidensial akan berjalan
semakin kuat, efektif, dan stabil.
Ketentuan tentang hak DPR RI yang diatur
dalam Pasal 74 dan Pasal 98 dapat ditafsirkan
bahwa akan ada intervensi dari legislatif
kepada domein eksekutif dan masyarakat
karena parlemen dapat memberikan sanksi
instansi, pejabat pemerintah, dan pejabat
negara. Pemberian sanksi kepada pejabat
negara, pejabat pemerintah, dan instansi, yang
melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan
negara secara eksekutif merupakan hak presiden,
sedangkan DPR RI hanya melaksanakan fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Selain itu,
pengaturan hak DPR RI ini dilakukan secara
berulang dengan Pasal 79 dan Pasal 194 sampai
dengan
Pasal
227
UU
MD3
sehingga
dinilai
redundant oleh
KMP-KIH.
Oleh
karena
itu
ketentuan tersebut disepakati untuk dihapus
dari
UU
MD3.
Namun,
ketiga
hak
DPR
RI
ini
perlu diatur lebih lanjut tentang pembatasan
jangkauan haknya dan pembatasan obyek
hak atau isu agar ketiga hak tersebut dapat
digunakan. Jika pembatasan ini tidak dilakukan
dapat mengancam berlangsungnya sistem
pemerintahan presidensial di negeri ini.
Pengaturan hak interpelasi, hak angket,
dan
hak
menyatakan
pendapat
dalam
UU
MD3
merupakan hak konstitusional yang diberikan
pada DPR RI yang diamanat untuk diatur lebih
lanjut
dengan
UU
MD3,
sebagaimana
diatur
-3-
MD3
dilakukan
untuk
mengatasi
permasalahan
di lembaga legislatif agar dapat segera bekerja
sesuai dengan amanat konstitusi. Pembentukan
atau perubahan undang-undang di luar prolegnas
dimungkinkan untuk dilakukan. Ini didasarkan
pada ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU P3 serta
Pasal 104 ayat (2) dan Pasal 111 ayat (3) Tata
Tertib DPR. Berdasarkan ketentuan tersebut,
dalam keadaan tertentu DPR RI dan Presiden
dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas,
yaitu (a) untuk mengatasi keadaan luar biasa,
keadaan
konik,
atau
bencana
alam;
dan
(b)
keadaan tertentu lainnya yang memastikan
adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang
dapat disetujui bersama oleh AKD DPR RI yang
khusus menangani bidang legislasi dan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.
Keadaan
tertentu,
terkait
dengan
kondisi parlemen saat ini yang belum mampu
bekerja
secara
optimal
karena
adanya
konik
kepentingan
antara
KMP
dengan
KIH
dan
keduanya telah menyepakati dilakukannya
perubahan terhadap sejumlah ketentuan dalam
UU
MD3.
Ini
merupakan
urgensi
nasional
agar
lembaga legislatif dapat menjalankan fungsi
dan program kerja yang diberikan padanya
secara representatif. Artinya perubahan atas
UU
MD3
tidak
bertentangan
dengan
konstitusi
dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
karena prinsip membentuk dan membahas RUU
berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUD Tahun 1945
adalah adanya persetujuan bersama antara DPR
RI dengan Presiden serta ketentuan dalam UU P3
dan Tata Tertib DPR RI yang mengatur mengenai
RUU di luar Prolegnas.
Penutup
KMP
dan
KIH
telah
mencapai
kesepakatan
untuk mengakhiri pertikaian diantara keduanya,
agar DPR RI dapat kembali menjalankan
kewajiban konstitusional. Kesepakatan ini
berdampak pada penyelenggaraan negara oleh
legislatif meskipun pada dasarnya kesepakatan
bersifat keperdataan. Salah satu isi kesepakatan,
yaitu
melakukan
revisi
terhadap
UU
MD3
tentang
pimpinan dan hak-hak DPR yang diatur Pasal
74, Pasal 84, dan Pasal 98. Penghapusan tujuh
ketentuan
dalam
Pasal
74
dan
Pasal
98
UU
MD3
tentang hak-hak DPR tidak bertentangan dengan
konstitusi,
karena
UU
MD3
tetap
menjalankan
amanat konstitusi dan mengatur lebih lanjut hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat. Ini merupakan politik hukum di
lembaga legislatif karena akan ada perubahan
ius constitutum menjadi ius constituendum
dari
UU
MD3
di
luar
Prolegnas
yang
telah
-4-
Referensi
KMP-KIH
Capai
Titik
Temu,
Kompas, 16
November 2014.
Mendekat,
Polarisasi
di
DPR:
KMP
Siap
Bahas
Usulan KIH Soal Perubahan Tiga Pasal UU
MD3,
Kompas, 15 November 2014.
Dinamika
Parlemen:
KIH-KMP
di
DPR
Sepakat
Melebur,
Kompas, 18 November 2014.
Penyatuan di DPR: Sistem Presidensial akan
Semakin Kuat, Kompas, 17 November 2014.
Islah
di
DPR
Libatkan
Revisi
UU
MD3,
diakses
melalui
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
berita_indonesia/2014/11/141116_
indonesia_islah_dpr, 17 November 2014.
Pakar
Menilai
UU
MD3
Benar-Benar
Ancam
Sistem Presidensial, diakses melalui http://
www.gresnews.com/berita/politik/1201711pakar-nilai-uu-md3-benar-benar-ancamsistem-presidensial/, 18 November 2014.
Pakar:
Tidak
Gampang
Mengubah
UU,
diakses
melalui http://www.medanbisnisdaily.com/
news/read/2014/11/17/129955/pakar-tidakgampang-mengubah-uu/#.VGsMJsmbDNE,
18 November 2014.
Isi
Lengkap
Draf
Kesepakatan
Damai
KMP
dan KIH, diakses melalui http://www.
tribunnews.com/nasional/2014/11/17/isilengkap-draf-kesepakatan-damai-kmp-dankih, 18 November 2014.
KMP-KIH
Sepakat
Damai,
Hatta:
Demi
Kepentingan Bangsa, diakses melalui
http://news.detik.com/read/2014/11/17
/141504/2750339/10/kmp-kih-sepakatdamai-hatta-ini-solusi-demi-kepentinganbangsa?nd771104bcj, 18 November 2014.
HUBUNGAN INTERNASIONAL
PENGAWASAN WILAYAH
UDARA INDONESIA
Rizki Roza*)
Abstrak
Sejumlah pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat asing kembali terjadi
dalam beberapa waktu lalu. Insiden tersebut mengingatkan pemerintahan Jokowi
bahwa kemampuan TNI AU dalam melakukan pengawasan wilayah udara perlu
mendapat perhatian serius. Di sisi lain, Doktrin Poros Maritim pemerintahan Jokowi
menempatkan pembangunan kekuatan pertahanan maritim sebagai prioritas. Dengan
kondisi demikian, pemerintahan Jokowi harus memastikan bahwa pembangunan
kekuatan pertahanan maritim dijalankan tanpa mengabaikan kebutuhan peningkatan
kemampuan TNI AU dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia.
Pendahuluan
Pada 3 November 2014 lalu, radar TNI
AU mendeteksi sebuat pesawat asing yang
memasuki wilayah udara Indonesia tanpa izin.
Merespon
hal
tersebut,
TNI
AU
mengirimkan
dua
pesawat Sukhoi untuk melakukan penyergapan
dan akhirnya berhasil memaksa pesawat
asing tersebut untuk mendarat di Lanud El
Tari. Pelanggaran wilayah udara semacam ini
bukanlah sesuatu yang baru tetapi telah terjadi
berulang-ulang. Keterbatasan radar militer
TNI AU dan keterbatasan dukungan anggaran
untuk melakukan penindakan, menyebabkan
pesawat-pesawat asing dapat melintasi wilayah
udara Indonesia tanpa izin. Insiden ini menjadi
peringatan bagi pemerintahan Jokowi mengenai
pentingnya peningkatan kemampuan pengawasan
wilayah udara Indonesia yang sangat luas.
Sementara itu di sisi lain, pemerintahan Jokowi
dengan
Doktrin
Poros
Maritim-nya
menempatkan
pembangunan kekuatan pertahanan maritim
sebagai prioritas.
*)
Peneliti
Muda
Masalah-masalah
Hubungan
Internasional
pada
Bidang
Hubungan
Internasional,
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, E-mail: rizki.roza@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-5-
-6-
pada
Konvensi
Chicago
1944
dan
UNCLOS
1982.
Penerbangan sipil internasional diatur
terutama
melalui
Konvensi
Chicago
1944.
Menurut
Konvensi ini, setiap pesawat udara sipil memiliki
hak untuk melakukan terbang lintas damai
(the right of innocent passage), yaitu berhak
untuk terbang melintasi ruang udara negara lain,
tanpa mengadakan pendaratan asalkan negara
yang dilintas terbangi itu sebelumnya diberitahu
dan memberikan izin. Sementara itu, Konvensi
Hukum Laut Internasional tahun 1982 yang
telah
Indonesia
ratikasi
dengan
UU
Nomor
17
Tahun
1985
tentang
Pengesahan
UNCLOS
telah mengatur mengenai wilayah udara yang
menjadi kedaulatan Indonesia. Dan merujuk pada
kedua rezim internasional tersebut, Indonesia
telah memiliki UU No. 1 tahun 2009 tentang
Penerbangan. UU ini menegaskan mengenai
kewenangan dan tanggung jawab negara untuk
mengatur penggunaan wilayah udara Indonesia,
di mana salah satu pasalnya menyebutkan bahwa
setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara
asing di wilayah NKRI tanpa izin dapat dikenakan
pidana penjara atau sejumlah denda. UU ini
lah yang menjadi dasar penetapan denda yang
dikenakan terhadap pesawat-pesawat sipil asing
yang melanggar wilayah udara Indonesia.
Melihat
pada
perkembangan
yang
terjadi akhir-akhir ini, sebagian pihak mulai
mempertimbangkan penambahan besaran denda
yang dikenakan pada pihak pelanggar wilayah
udara Indonesia. Tingginya biaya yang dihabiskan
untuk setiap operasi pengejaran, tidak sebanding
dengan jumlah denda yang dikenakan terhadap
para pelanggar. Denda yang dikenakan pada
pihak pelanggar adalah sebesar 60 juta rupiah,
sementara biaya operasi satu unit pesawat tempur
mencapai 400 juta rupiah. Kondisi ini memicu
sebagian pihak untuk mengusulkan kenaikan
besar denda yang dikenakan kepada pihak
pelanggar guna memperbesar efek jera. Namun,
apakah kebijakan itu dapat membantu menjaga
wilayah udara Indonesia dari berbagai ancaman
keamanan karena ketentuan tersebut hanya dapat
diterapkan terhadap penerbangan sipil?
Detterent
eect yang efektif terhadap
pesawat-pesawat militer asing hanya dapat
dihasilkan oleh sistem pertahanan udara yang
kuat. Hanya kehadiran TNI AU di wilayah udara
Indonesia yang dapat menjaga kedaulatan
Indonesia. Dengan demikian, menjadi tuntutan
pada pemerintah untuk dapat meningkatkan
kemampuan
deteksi,
identikasi
dan
penindakan
TNI AU terhadap pelanggar-pelanggar wilayah
udara Indonesia jika ingin menegakkan
-7-
Penutup
Sejumlah insiden-insiden pelanggaran
wilayah udara Indonesia kembali terjadi dan
mengingatkan bahwa wilayah udara Indonesia
yang begitu luas sangat rentan dimasuki
oleh pesawat asing, dan bahwa kemampuan
Indonesia untuk mengawasi dan menjaga
kedaulatan wilayah udara masih sangat terbatas.
Penambahan besaran denda terhadap pesawat
yang melanggar wilayah udara Indonesia
dapat saja dilakukan guna menimbulkan efek
jera. Perlu pula kiranya pemerintahan Jokowi
mendesak negara-negara dimana pesawat asing
yang melanggar tersebut terdaftar agar bertindak
tegas terhadap mereka yang melanggar wilayah
udara Indonesia demi menjaga hubungan baik
dengan Indonesia. Negara-negara tersebut
harus menghormati kedaulatan wilayah udara
Indonesia dan memastikan operator maskapai
penerbangan yang terdaftar di negaranya
untuk mematuhi ketentuan penerbangan sipil
internasional, terutama yang terkait perizinan
melintasi ruang udara negara lain.
Kebijakan penambahan besaran denda
hanya akan efektif mencegah pelanggaran
oleh pesawat-pesawat sipil, tidak terhadap
pesawat militer. Dengan demikian, dibutuhkan
peningkatan kehadiran TNI AU di wilayah udara
Indonesia demi menjaga kedaulatan Indonesia
di
udara.
Sementara
itu,
Doktrin
Poros
Maritim
pemerintahan Jokowi telah menempatkan
pembangunan pertahanan maritim sebagai
prioritas
pembangunan
kekuatan
militer
Indonesia. Dengan kondisi demikian, menjadi
-8-
Referensi
"Keberadaan
dan
Peran
ICAO
dalam
Penerbangan
Sipil
Internasional",
http://tabloidaviasi.com/safety/
keberadaan-dan-peran-icao-dalam-penerbangan-sipilinternasional/, diakses tanggal 20 November 2014.
"Kedaulatan Udara, Kepentingan Bangsa", Kompas, 15
November 2014.
"Kekuatan Udara Indonesia Kecil untuk Pengawasan", http://
www.tempo.co/read/news/2014/11/04/078619509/
Kekuatan-Udara-Indonesia-Kecil-untuk-Pengawasan,
diakses tanggal 20 November 2014.
"Menjaga
Langit
Indonesia",
http://www.republika.co.id/
berita/koran/teraju/14/11/13/neyls82-menjaga-langitindonesia,diakses tanggal 20 November 2014.
"Paskhas TNI AU Kepung Pesawat Latih Singapura", http://
www.tempo.co/read/news/2014/10/29/078617829/
Paskhas-TNI-AU-Kepung-Pesawat-Latih-Singapura,
diakses tanggal 20 November 2014
"Pesawat Arab Saudi di Kupang Akhirnya dilepas", http://
www.tempo.co/read/news/2014/11/04/078619355/
Pesawat-Arab-Saudi-di-Kupang-Akhirnya-Dilepas-,
diakses tanggal 20 November 2014.
"Pesawat
Australia
Mendarat
karena
Diancam
Ditembak",
http://www.tempo.co/read/
news/2014/10/23/058616573/Pesawat-AustraliaMendarat-karena-Diancam-Ditembak,
diakses
tanggal
15 November 2014.
"Pesawat
Amerika
Langgar
Wilayah,
Panglima
TNI
Protes",
http://www.tempo.co/read/
news/2011/07/20/078347476/Pesawat-AmerikaLanggar-Wilayah-Panglima-TNI-Protes,
diakses
tanggal 15 November 2014.
"Presenting
Maritime
Doctrine",
http://www.thejakartapost.
com/news/2014/11/14/presenting-maritime-doctrine.
html
"Respons Negara lain jika pesawat asing masuk", http://
www.tempo.co/read/news/2014/10/24/078616802/
Respons-Negara-Lain-Jika-Pesawat-AsingMasuk,diakses
tanggal
20
November
2014
"Syarat Agar Pilot Pesawat Australia Bebas", http://www.
tempo.co/read/news/2014/10/24/058616796/SyaratAgar-Pilot-Pesawat-Australia-Bebas, diakses tanggal
20 November 2014
"Sukhoi
Paksa
Pesawat
AS
Mendarat,
http://nasional.
kompas.com/read/2012/10/01/16133041/Sukhoi.
Paksa.Pesawat.AS.Mendarat.
KESEJAHTERAAN SOSIAL
UPACARA BENDERA
DAN NASIONALISME
Lukman Nul Hakim*)
Abstrak
Saran Menko Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan
Maharani agar Kementrian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah kembali
mewajibkan upacara bendera di institusi pendidikan perlu dikaji kembali. Upacara
bendera dianggap dapat membantu menumbuhkan nasionalisme yang mulai luntur
pada generasi sekarang. Sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang meyakinkan hal
tersebut. Melalui wawancara dan kajian kepustakaan, penulis menganalisa pelaksanaan
upacara bendera di sekolah Indonesia selama ini. Sebuah pembelajaran dapat diambil
dari negara yang mendapat rangking teratas di dunia dalam hal nasionalisme dan
patriotisme rakyatnya, yaitu Amerika Serikat (AS). Di AS, aktivitas Pledge of Allegiance
merupakan ikrar personal yang dilakukan setiap hari. DPR RI perlu mendorong
pemerintah
untuk
mengkaji
upaya
yang
efektif
dan
esien
untuk
menanamkan
nasionalisme.
Pendahuluan
*)
Peneliti
Muda
Psikologi
pada
Bidang
Kesejahteraan
Sosial,
Pusat
Pengkajian
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI)
Setjen
DPR
RI,
E-mail: luckey_knap@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-9-
Meskipun
demikian,
kewajiban
ini
tidak seluruhnya dilakukan oleh sebagian
sekolah lainnya yang melaksanakan upacara
hanya dua kali sebulan. Di Tawangmangu,
Jawa Tengah, bahkan ada dua sekolah yang
tidak melaksanakan upacara sama sekali
meskipun setelah dibina oleh Pemerintah
Daerah setempat pada akhirnya mau kembali
melaksanakannya.
Padahal, menurut Nurhayati (2013)
yang
melakukan
penelitian
kuantitatif
terhadap
peserta
didik
SMP
14
Bandung,
upacara bendera berpengaruh positif terhadap
peningkatan sikap nasionalisme peserta didik.
Hal ini diperlihatkan dengan sikap menjaga
dan melindungi negara, rela berkorban,
bersatu, melestarikan budaya Indonesia, cinta
tanah air, bangga berbangsa Indonesia, serta
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Namun
demikian, Nurhayati hanya mampu memotret
nasionalisme mereka yang mengikuti upacara,
ia tidak mengukur faktor lain yang mungkin
melatih
kedisiplinan,
W
peserta
didik
juga
menjadi
terbiasa
dengan
baris berbaris,
melatih
kepercayaan
diri
bagi
yang
menjadi
petugas upacara, dan
kebanyakan
peserta
didik
menjadi
hapal
lagu Indonesia Raya, teks Pancasila, dan teks
Undang-undang Dasar 1945.
Partisipan
tidak
merasa
mendapatkan
manfaat
yang besar dari upacara.
Arahan pembina upacara yang membosankan
karena topiknya tidak banyak berubah dari
satu hari senin ke hari senin lainnya
Upacara
juga
mengurangi
waktu
belajar
Sarana
tidak
memadai:
lapangan
sempit
Kesempatan
bagi
guru
yang
bertugas
sebagai
T
pembina
upacara
untuk
memperbaiki
keterampilan berkomunikasi di depan massa
Memberikan
kesempatan
bagi
petugas
upacara
untuk melatih kemampuan paskibraka
Resistensi
dari
sudut
pandang
keagamaan
Tidak
ada
tempat
yang
dapat
dibangun
untuk
dijadikan lapangan
Menarik
untuk
dikaji
mengapa
warga
AS paling nasionalis di dunia. Apakah peserta
didik di AS melakukan upacara bendera?
Ternyata tidak. Di AS peserta didik diwajibkan
untuk menyebutkan Pledge of Allegiance
atau ikrar kesetiaan, sambil tangan kanan
memegang dada kiri, menyatakan Saya
berjanji setia kepada bendera Amerika Serikat,
dan republik dimana saya berdiri, satu bangsa
di bawah Tuhan, tak terpisahkan, dengan
kebebasan dan keadilan bagi semua. Tradisi
ikrar ini dimulai sejak tahun 1892. Sejak saat
itu ikrar tersebut dilakukan secara rutin tidak
hanya di sekolah-sekolah, bahkan sering juga
dilakukan di perusahaan swasta maupun
instansi pemerintahan sebagai ritual sebelum
dimulainya rapat-rapat.
Ikrar di AS tersebut memiliki beberapa
kelebihan, Secara khusus kelebihan itu terkait
dengan terciptanya hubungan yang lebih
Referensi
Penutup
Belum ada dukungan ilmiah terhadap
tesis pelaksanaan upacara bendera dapat
meningkatkan nasionalisme. Oleh karena itu,
saran
Menko
PMK
masih
perlu
dikaji
lebih
lanjut. Namun demikian, kegiatan tersebut
cukup memberikan dampak positif terhadap
pembentukan sikap terkait nasionalisme.
Upacara bendera yang dilaksanakan secara
efektif
dan
esien
dapat
menjadi
latihan
bagi peserta didik, sehingga terbangun
sikap-sikap positif, seperti peningkatan
kepercayaan diri, tumbuhnya rasa tanggung
jawab, dan menegakkan disiplin. Apalagi jika
semua peserta didik diberikan kesempatan
untuk menjadi petugas upacara, sehingga
dapat melatih kepercayaan diri dan sikap
kepemimpinan. Peran pembina upacara
menjadi vital untuk mengkomunikasikan ideide yang dapat menginspirasikan peserta didik.
Sesuai fungsi pengawasannya DPR RI
perlu mengevaluasi kebijakan pemerintah
terkait upacara bendera. DPR RI dapat
memberikan masukan kepada Kementerian
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
untuk
mengkaji kembali upaya-upaya apa saja yang
efektif
dan
esien
dalam
rangka
menanamkan
nasionalisme kepada peserta didik. Pemerintah
juga perlu mempertimbangkan berbagai
pendekatan, termasuk pendekatan sosial
dan psikologis untuk mengembangkan sikap
nasionalisme generasi muda.
- 12 -
DAMPAK KENAIKAN
SUKU BUNGA ACUAN (BI RATE)
Sony Hendra Permana*)
Abstrak
Pasca-naiknya harga BBM bersubsidi, otoritas moneter juga mengumumkan
kebijakan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) dari sebesar 25 basis poin (bps)
ke level 7,75 persen. Kebijakan ini ditempuh dalam rangka menjangkar ekspektasi
inasi
dan
memastikan
bahwa
tekanan
inasi
pasca-kenaikan
harga
BBM
ini
tetap
terkendali. Namun demikian, kebijakan ini juga akan memberikan sejumlah dampak
lain seperti kredit macet akibat kenaikan suku bunga kredit perbankan, perlambatan
pertumbuhan ekonomi dan potensi menurunnya penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan utang luar negeri. Selain itu, kenaikan BI Rate ini juga akan memukul
industri akibat naiknya harga BBM bersubsidi, upah buruh, dan tarif listrik.
Pendahuluan
*)
Peneliti
Muda
Ekonomi
dan
Kebijakan
Publik,
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
(P3DI),
Sekretariat
Jenderal
DPR
RI, E-mail: sony.hendra@dpr.go.id / sony_hendra@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 13 -
12 Nov 13 - 17 Nov 14
12 Sep - 11 Nov 13
29 Ags - 11 Sept\ 13
11 Jul - 28 Ags 13
13 Jun - 10 Jul 13
10 Jan - 12 Jun 13
0, 00
Gambar 2. Suku Bunga Dasar Kredit Beberapa Bank Periode Oktober 2013 Januari 2014
Suku Bunga Dasar Kredit (%)
Nama Bank
Kredit Konsumsi
Okt 13
Nov 13
Des 13
Jan 14
Okt 13
Nov 13
Des 13
Jan 14
BANK
MANDIRI
14.92
14.92
14.92
14.92
11.63
11.62
11.63
11.63
BRI
13.67
13.83
13.83
13.83
11.13
11.13
11.13
11.25
BCA
10.50
10.88
11.00
11.00
9.34
9.34
9.34
10.11
DANAMON
14.23
14.23
14.50
14.51
12.23
12.25
12.25
12.25
CITIBANK
8.65
9.15
9.15
9.15
11.50
11.50
11.50
11.50
BPD
JATIM
10.57
10.22
11.46
9.67
9.85
9.53
10.60
8.97
- 14 -
Dampaknya Terhadap
Perekonomian Indonesia
Secara
teoritis,
bank
sentral
menggunakan instrumen suku bunga acuan
untuk
menstabilkan
(menahan)
laju
inasi.
Kebijakan yang ditempuh otoritas moneter
menaikkan suku bunga acuan secara tidak
langsung akan mengurangi jumlah uang
beredar di pasar melalui dua mekanisme.
Pertama,
pemberian
insentif
kepada
masyarakat untuk menabung dan mengurangi
permintaan masyarakat untuk mengambil
kredit. Kedua, karena jumlah uang yang
beredar berkurang, maka secara otomatis nilai
uang akan bertambah sehingga nilai barang
dan jasa relatif menurun. Pada akhirnya,
harga barang dan jasa juga akan mengalami
penurunan
sehingga
laju
inasi
dapat
ditahan.
Namun demikian, dampak kenaikan BI rate
terhadap
inasi
tidak
akan
secara
langsung
terjadi, setidak-tidaknya tidak baru akan
terasa dua bulan setelah kebijakan tersebut
dilakukan.
Selain
meredam
laju
inasi,
kenaikan
BI
rate ini juga diharapkan mampu menciptakan
stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran
yang sehat. Naiknya BI rate akan memicu
naiknya suku bunga di dalam negeri yang
diharapkan mampu menahan capital
outow
dan menarik capital
inow yang pada
akhirnya
akan
memperbaiki
desit
neraca
transaksi berjalan dan menguatkan nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar AS.
- 15 -
Penutup
Kenaikan
harga
BBM
bersubsidi
pertengahan bulan ini segera direspons oleh
otoritas moneter dengan menaikkan BI rate
sebesar 25 bps menjadi 7,75 persen. Kenaikan
ini ditempuh dalam rangka menjangkar
ekspektasi
inasi
dan
memastikan
bahwa
tekanan
inasi
pasca
kenaikan
harga
BBM
bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan
dapat segera kembali pada lintasan sasaran
yaitu 41 persen pada tahun 2015. Kenaikan
BI rate juga bertujuan untuk memastikan
bahwa
desit
neraca
transaksi
berjalan
tetap
terkendali di sekitar 2,5 3 persen dari PDB.
Terhitung sejak awal tahun 2013 sampai saat
ini, otoritas moneter telah menaikkan BI rate
sebesar 2 persen.
Kenaikan BI rate ini akan berpengaruh
secara
signikan
terhadap
perubahan
suku
bunga kredit perbankan. Sementara itu di
pasar saham, secara jangka pendek margin
laba emiten akan tertahan akibat biaya
penerbitan surat utang tinggi. Namun,
kenaikan BI rate ini juga memberikan tekanan
bagi perekonomian yang akan mengurangi
penyerapan tenaga kerja. Selain itu juga
dikhawatirkan akan meningkatkan hutang
Referensi
"Bank Indonesia, Bauran Kebijakan Bank
Indonesia
Merespon
Kebijakan
Reformasi
Subsidi
BBM
Pemerintah",
18
November
2014,
http://www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaran-pers/Pages/sp_169214.
aspx, diakses tanggal 20 November 2014
"BI Rate Lemahkan Industri", Kompas, 20
November 2014
BI Rate Naik, Kadin Indonesia: waktunya
Salah,
20
November
2014,
http://nansial.
bisnis.com/read/20141120/9/274205/
bi-rate-naik-kadin-indonesia-waktunyasalah, diakses tanggal 20 November 2014
"Bankir: Tidak Pengaruhi Suku Bunga Bank.
Kendalikan
Inasi,
BI
Rate
Naik
ke
7,75
persen", Suara Pembaruan, 19 November
2014
Umar
Juoro,
"Model
Kebijakan
Moneter
Dalam
Perekonomian Terbuka Untuk Indonesia",
Buletin
Ekonomi,
Moneter
dan
Perbankan
Volume 16 Nomor 1 Juli 2013, Jakarta:
Bank Indonesia, 2013.
"Kenaikan BI Rate: Bank Indonesia Overdosis",
Bisnis Indonesia, 19 November 2014.
"Dampak BI rate | BEI Yakin Likuiditas Saham
Tidak Akan Berkurang. Laba Emiten Akan
Tergerus", Koran Jakarta, 20 November
2014.
"Kebijakan
BBM
dan
Kenaikan
BI
Rate
Akan Redam Pertumbuhan Ekonomi",
19 November 2014, http://katadata.
co.id/berita/2014/11/19/kebijakanbbm-dan-kenaikan-bi-rate-akan-redampertumbuhan-ekonomi#sthash.aU2g2p7n.
dpuf, diakses tanggal 20 November 2014.
- 16 -
PROBLEMATIKA
TENAGA AHLI DI DPR RI
Riris Katharina*)
Abstrak
Tuntutan DPR RI akan dukungan keahlian yang semakin baik telah menimbulkan
munculnya problematika terhadap keberadaan Tenaga Ahli (TA) di parlemen. Ada
empat problematika besar yang dihadapi, yaitu soal jumlah, rekrutmen, manajemen
kerja, dan kapasitas. Tulisan ini membahas satu per satu problematika tersebut. Agar
tujuan dari hadirnya para TA DPR RI tercapai, yaitu membantu anggota DPR bekerja
efektif, tulisan ini merekomendasikan agar pengaturan mengenai TA mengikuti UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dengan demikian, TA DPR RI
merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yang jumlah kebutuhannya
harus didasarkan kepada analisis beban kerja; rekrutmennya didasarkan pada
objektivitas; manajemen kerja menjadi jelas; dan peningkatan kapasitas dapat terus
dilakukan.
Pendahuluan
*)
Peneliti
Madya
Bidang
Administrasi
Negara
pada
Bidang
Politi
Pusat
Pengkajian,
Pengolahan
Data
dan
Informasi
Sekretariat
Jenderal DPR RI. E-mail: riris.katharina@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 17 -
Jumlah
21
77
57
77
1.110
1.342
Posisi TA DPR
Problematika TA DPR RI
Beberapa problematika terkait dengan
keberadaan TA DPR RI, yaitu: pertama, alokasi
TA. Jumlah TA yang disediakan selalu dirasa
kurang dari yang dibutuhkan. Jumlah ini diukur
dari beban kerja yang terdapat di masing-masing
alat kelengkapan, fraksi, dan anggota. Akan
tetapi, belum pernah ada pengukuran yang jelas
mengenai ini.
Kedua, rekrutmen. Praktek perekrutan
untuk TA yang berkualitas dan bisa bekerja
dengan
esien
dan
memenuhi
syarat
serta
transparan belum diterapkan. Perekrutan TA
belum sepenuhnya dilakukan secara terbuka bagi
semua pelamar yang memenuhi syarat, bahkan
lebih banyak yang berasal dari para aktivis partai.
Prinsip profesionalitas sangat jauh diterapkan.
Ketiga, manajemen kerja. Hingga saat ini
belum ada struktur organisasi yang jelas untuk
dapat mengelompokkan TA tersebut. Rantai
komando untuk memperlancar jalur komunikasi
dan alur informasi antara anggota dengan TA
dan para pendukung keahlian di Setjen DPR RI
tidak ada sehingga selalu menimbulkan salah
paham.
- 18 -
Tulisan
ini
merekomendasikan
agar pengaturan mengenai TA untuk
memperhatikan UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN. Dengan demikian, segala
problematika yang ada diharapkan akan
dapat diselesaikan. TA dapat bekerja dengan
tenang dan tentunya dapat memberikan
dukungan maksimal kepada para anggota
DPR karena terdapat kepastian hukum
atas kerjanya. Di lain pihak, DPR RI juga
akan mendapat kontribusi positif dari hal
tersebut sehingga diharapkan para anggota
DPR RI menjadi lebih mampu bekerja secara
efektif, situasi yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas kerja DPR RI
dan menimbulkan efek hadirnya tanggung
jawab anggota DPR RI akan kewajibannya ke
depan.
Referensi
A.F
Leemans,
The
Management
of
Change
in
Government,
Martinus
Nijho,
The
Hague, 1976.
David Beetham, Parliament and Democracy
in
the
Twenty-First
Century:
a
Guide
to Good Practice, Inter Parliamentary
Union, Switzerland, 2006.
Laporan
Studi
Banding
Pansus
RUU
MPR,
DPR, DPD, dan DPRD ke Jerman,
Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta,
2008.
Patrick
R
Cadle,
Staf
Fraksi:
Wilayah
Kerja
dan Praktek-Praktek Terbaik (Best
Practices), UNDP, Jakarta, 2008.
Ribuan Staf Ahli DPR RI Goblok?, http:/
/endibiaro. blogdetik. com/ index.
php/2013/03/19/staf-ahli/commentpage-1/, diakses tanggal 20 November
2014.
S.B
Hari
Lubis,
Martani
Husein,
Pengantar
Teori Organisasi: Suatu Pendekatan
Makro,
Departemen
Ilmu
Administrasi
FISIP UI, Depok, 2009.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang
MPR,
DPR,
DPD,
dan
DPRD.
Penutup
Tuntutan DPR RI untuk meningkatkan
kinerjanya dengan menaikkan jumlah TA
tidak akan dapat berjalan sinergi, apabila
pengaturan mengenai TA tidak dipandang
dari penyelesaian atas problematika yang
dihadapi selama ini. Posisi TA menurut
UU
MD3
terlihat
tidak
mampu
menjawab
permasalahan yang ada selama ini.
Dengan
pengaturan
TA
menurut
UU
MD3,
problematika yang dihadapi oleh TA akan
terus terjadi tanpa solusi yang baik. Saat ini
DPR RI baru saja menetapkan Peraturan
DPR RI tentang Pengelolaan TA dan Staf
Adminstrasi Anggota DPR RI. Namun
demikian, berbagai problematika TA di DPR
RI sebagaimana dikemukakan dalam tulisan
ini perlu kiranya diperhatikan.
- 20 -