Anda di halaman 1dari 6

Ini Kronologi Penyuapan Pajak PT Master

Steel
Sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail/2028011/ini-kronologi-penyuapan-pajak-ptmaster-steel#.VD0oFxb1JZh

Oleh: Firman Qusnul Yakin


nasional - Selasa, 10 September 2013 | 17:30 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Direktur Keuangan PT Master Steel (MS) Diah Soembedi,


Manajer Keuangan Effendy Komala dan pegawai Teddy Muliawan menjadi sidang
tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/9/2013). Ketiganya dituntut
berbeda, 5, 4 dan 3 tahun oleh JPU pada KPK.

Dalam tuntutan dijelaskan bahwa semua berawal dari penemuan bukti permulaan kesalahan
pajak PT MS tahun 2008 oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Timur
dari hasil pemeriksaan tahun 2011.

Ketika itu PT MS diduga sengaja menutupi data pajak berupa transaksi senilai Rp 1,003
triliun yang dicatat sebagai pinjaman dari Angel Sitoh (Warga Negara Singapura), padahal

merupakan transaksi penjualan yang seharusnya dicatat sebagai penerimaan. Sehingga,


diduga data tersebut ditutupi agar pembayaran pajak tahun 2008 menjadi lebih kecil.

Tetapi, antara bulan Juni-Juli 2011, terdakwa Diah mengakui kesalahan dan membayar pajak
terhutang ditambah denda 150 persen, sebesar Rp 165 miliar. Kemudian, oleh Rim Bukti
Permulaan (Buper) dilaporkan ke Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur, Hario Damar.

Namun, pada sekitar bulan Desember 2012 terjadi pergantian Tim Buper menjadi
Mohammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto. Terhadap keduanya, pihak PT MS
menolak memberi keterangan atau data-data perihal transaksi sebesar Rp 1,003 triliun.
Sehingga, Kanwil DJP Jakarta Timur menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)
tertanggal 2 April 2013.

Terkait terbitnya sprindik tersebut, pada tanggal 25 April 2013, terdakwa mengadakan
pertemuan dengan Eko, Dian dan Ruben Hutabarat (konsultan pajak PT MS) di restoran
lantai 3 Hotel Borobudur.

Dalam pertemuan itu, terdakwa Diah meminta bantuan kepada Eko dan Dian agar penyidikan
dihentikan dengan kesepakatan imbalan sebesar Rp 40 miliar. Dan memerintahkan Effendy
untuk mengatur cara penyerahan uang.

Kemudian, pada akhir April 2013, terdakwa Diah menyampaikan kepada Eko bahwa akan
menyerahkan uang Rp 10 miliar sebagai uang muka pada tanggal 7 Mei 2013. Tetapi,
akhinya pemberian baru terealisasi sebanyak 600 ribu dolar Singapura yang dilakukan dalam
dua tahap. Pertama, tanggal 7 Mei 2013 sebesar 300 ribu dolar Singapura daan tanggal 15
Mei 2013 dengan jumlah yang sama.

Penyerahan pertama, dilakukan oleh Effendy di parkiran Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta,
Tangerang. Setelah menerima uang tersebut, Eko sengaja mengirim berkas perkara pajak
milik PT MS yang tidak lengkap ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dengan tujuan, supaya
berkas perkara dikembalikan oleh jaksa.

Sehingga, atas perkara tersebut dapat diterbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian


Penyidikan (SP3). Penyerahan kedua, dilakukan oleh Teddy di parkiran Terminal 3 Bandara
Soekarno Hatta.[bay]

Komentar :
Kasus - kasus pajak yang terjadi di Indonesia saat ini sangat meresahkan banyak pihak, pajak
yang seharusnya menjadi sumber penerimaan negara, tetapi di salah gunakan untuk berbagai
kepentingan sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian. Pemerintah dianggap
kurang tegas dan memberikan banyak peluang dalam menghadapi kasus pajak.
Kontribusi terbesar penerimaan pajak masih berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp
97,37 triliun disusul Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 65,99 triliun, kemudian Pajak
Bumi Bangunan (PBB) sebesar Rp 0,71 triliun, dan Pajak Lainnya sejumlah Rp 0,96 triliun
(Direktorat Jenderal Pajak, 2012). Penerimaan PPh juga berasal dari pajak yang dibayarkan
oleh Wajib Pajak badan usaha. Dengan adanya pembayaran pajak maka akan mengurangi
laba badan usaha. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh badan usaha guna
meminimalkan beban pajak agar mengoptimalkan laba yang diterima bahkan menghindari
pajak karena badan usaha tidak rela untuk membayar pajak yang akan mengurangi laba badan
usaha.
Banyak upaya yang dilakukan oleh badan usaha di Indonesia guna memperkecil jumlah pajak
yang dibayarkan. Di antaranya adalah pembuatan laporankeuangan ganda dimana laporan
keuangan yang sebenarnya akan disimpan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi, sedangkan
laporan keuangan yang fiktif dibuat sedemikian rupa untuk laporan pajak dan bekerja sama
dengan oknum pegawai pajak.
Seperti kasus PT Master Steel yang terjadi September 2013 lalu, yang melibatkan Direktur
Keuangan PT Master Steel (MS) Diah Soembedi, Manajer Keuangan Effendy Komala dan
pegawai Teddy Muliawan. Kasus ini berawal dari penemuan bukti permulaan kesalahan
pajak PT Master Steel tahun 2008. Ketika itu PT Master Steel diduga sengaja menutupi data
pajak berupa transaksi senilai Rp 1,003 triliun yang dicatat sebagai pinjaman dari Angel Sitoh
(Warga Negara Singapura), padahal merupakan transaksi penjualan yang seharusnya dicatat
sebagai penerimaan. Sehingga, diduga data tersebut ditutupi agar pembayaran pajak tahun
2008 menjadi lebih kecil.
Sekitar Juni-Juli 2011 Diah mengakui kesalahannya dan membayar pajak terutang serta
denda 150 persen sebesar 165 miliar. Kemudian, oleh Rim Bukti Permulaan (Buper)
dilaporkan ke Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur. Pada Desember 2012 terjadi pergantian
Tim Buper dan pihak PT Master Steel menolak memberi keterangan atau data-data perihal

transaksi sebesar Rp 1,003 triliun. Sehingga, Kanwil DJP Jakarta Timur menerbitkan Surat
Perintah Penyidikan (Sprindik).
Terkait dengan Sprindik, Diah beserta konsultan pajaknya mengadakan pertemuan dengan
Tim Buper. Singkat kata, Diah berjanji akan memberikan imbalan asalkan penyelidikan
dihentikan. Setelah imbalan di terima, Eko (salah satu tim buper) mengirimkan berkas
perkara pajak milik PT Master Steel yang tidak lengkap ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Dengan tujuan, supaya berkas perkara dikembalikan oleh jaksa. Sehingga, atas perkara
tersebut dapat diterbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).
Modus yang digunakan PT Master Steel dalam melakukan penyuapan tergolong baru.
Mereka tidak menggunakan perantara ataupun makelar seperti kasus gratifikasi lainnya.
Perusahaan ini memanfaatkan dua karyawannya untuk meyerahkan suap dengan cara
meninggalkan uang didalam mobil yang sudah disipakan di parkiran bandara.
Dalam kasus ini kesalahan berawal dari PT Master Steel yang ingin menutupi penjualan
sebesar 1.003 triliun untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan
tersebut. Seharusnya kesalahan ini mungkin tidak akan terjadi jika PT Master Steel
menggunakan strategi perencanaan pajak. Perencanaan pajak merupakan salah satu upaya
legal atau tidak melanggar peraturan perpajakan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan
beban pajak. Perencanaan pajak tidak bertujuan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan
dengan tidak benar, tetapi berusaha untuk memanfaatkan peluang berkaitan dengan peraturan
perpajakan yang menguntungkan perusahaan tetapi tidak merugikan pemerintah. Untuk
meminimalkan beban pajak penghasilan perusahaan misalnya, perusahaan dapat saja
membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk penelitian dan pengembangan, biaya
pendidikan dan biaya training karyawan yang boleh dikurangi dari penghasilan kena pajak.
Akan tetapi, kasus ini berakhir panjang karena perusahaan tersebut menyuap pegawai pajak
untuk menghentikan proses penyelidikannya, sehingga menyebabkan kerugian negara.
Banyaknya pihak yang terlibat dan saling menuding dalam kasus ini semakin memperpanjang
proses penyelidikannya dan PT Master Steel juga di dakwa untuk dua kasus kejahatan, yaitu
kasus suap gratifikasi dan kasus pelanggaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai