PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar
1.
Tonsil
ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian
terbentuklah massa jaringan tonsil.5
2.3. ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran
pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada
cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada
umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa
pubertas. 4
Gambar 2.
Waldeyer 4
Cincin
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah
mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil
Gerlachs). 5
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan
medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubanglubang kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20
kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil
dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut
Capsula tonsilla palatina.5
4
3
4
Penentuan besar tonsil perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pembesaran. Pengukuran ini menggunakan batas dari struktur anatomi di sekitar tonsil
sebagai acuan.4
T0
: post tonsilektomi.
T1
T2
T3
T4
Adenoid6
Fossa
sinus tonsil
Gambar 5.
tonsil atau
dibatasi
oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral
atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa
6
tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena
tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.5
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan
ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang
kemudian membentuk septum. 5
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.
palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.
lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden. 5
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri
faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.
palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring.5
servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening
selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus. 5
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui
ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus
(N. IX). 5
14
15
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal
profunda
(deep
jugular
node)
bagian
superior
di
bawah
anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun.
Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil
yang disertai proses involusi. Tonsil memegang peranan baik dalam mekanisme
pertahanan spesifik maupun non-spesifik. Pada mekanispesifik berupa lapisan mukosa
tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam
pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk
ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit.
Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan
bakteri terhadap fagosit.8
2.5. TONSILITIS
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiriatas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
faring/Gerlachs tonsil).Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.9
penyebab tonsislitis akut supuratif. Bila terjadi infeski virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeri akan dirasakan oleh pasien.9
Terapi
Istirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala cukup
berat.9
B.
Tonsilitis Bakterial
Radang akut pada tonsil juga dapat disebabkan oleh bakteri, anatara lain kuman
10
Komplikasi tonsilitis akut adalah otitis media akut, terutama pada anak anak,
abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut,
miokarditis dan arthritis.9
2.5.2. Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah tonsilitis
difteri, tonsilitis septik, angina plaut vincent, penyakit kelainan darah, proses spesifik
lues dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, infeksi virus morbili.9
A.
Tonsilitis Difteri
Tonsilitis difteri disebabkan oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas begian atas yaitu hidung,
faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi
sakit. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2 5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini.9
Gejala dan tanda
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan
gejala akibat eksotoksin.9
1.
2.
3.
kerusakan
jaringan
tubuh,
yaitu
miokarditis
dan
decompensatio cordis.3
11
Gambar 9.
Tonsilitis
Difteri9
Terapi
Pemberian anti difteri serum (ADS) dapat diberikan segera tanpa menunggu
hasil kultur, dengan dosis 20.000 100.000 unit tergantung umur dan beratnya
penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis
selama 14 hari. Selain itu, diberikan kortikosteroid 1,2 mg/kgBB per hari. Karena
penyakit ini menular, pasien harus diisolasi dan harus istirahat di tempat tidurselama 2
3 minggu.9
B.
Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi, namun jarang ditemukan di
Indonesia.9
C.
12
Manifestasi klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut
yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal
dikerongkongan. 9
Pada pemeriksaaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari tonsilitis kronik
yang mungkin tampak, yaitu :
Terapi
Terapi local tonsillitis kronis ditujukan kepada hygiene mulut, dengan berkumur
atau obat hisap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.9
Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa sinusitis kronis, sinusitis atau otitis media secara per kontinuitatum.
Komplikasi yang jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.9
2.6. HIPERTROFI ADENOID
Adenoid ialah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldayer. Secara
fisiologik adenoid ini membesar pada anak usis 3 tahun dan kemudian akan mengecil
dan hilang pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran nafasbagian atas
maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan
koana dan sumbatan tuba Eustachius.9
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi
(a)fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus
faring tinggi yang menyebabkan wajah pasien tampak seperti orang bodoh, (b)
faringitis dan bronkitis, (c) gangguan ventilasi an dreinase sinus paranasal sehingga
menimbulkan sinusitis kronik.9
Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis
media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.9
Akibat hipertofi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok,
retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang.9
14
Gambar
10.
Hipertrofi Tonsil9
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan
risnoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada
waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit),
pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan
membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada anak).9
Terapi
Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara
kuretase memakai adenotom.9
Indikasi adenoidektomi
1. Sumbatan
a. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut
b. Sleep apnea
c. Gangguan menelan
d. Gangguan berbicara
e. Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adeoid face)
2. Infeksi
a. Adnoiditis kronik / berulang
b. Otitis media efusi kronik / berulang
c. Otitis media akut berulang
3. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas
15
Komplikasi
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan
adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding
posterior faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan
dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.9
Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering
terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka
yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas
yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara lakilaki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan
multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada
orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. 10
Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi
yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih
sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.10
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler
adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus
aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan
adalah
Fusobacterium.
Prevotella,
Porphyromonas,
Fusobacterium,
dan
16
sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di
bagian inferior, namun jarang.10
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga
permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.10
Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat
pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.10
Gejala Klinis
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau
(rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan
kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.10
Komplikasi
a.
b.
c.
2. 8. TUMOR TONSIL
Etiologi
Penyebab pasti karsinoma tonsil sampai aat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa faktor predisposisi dilaporkan memengaruhi terjadinya tumor ini, antara lain
perokok berat, peminum alcohol, hygiene, mulut yang kurang baik, dan orang ynag
suka mnyusur tembakau.11
17
indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein
Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human
Papilloma Virus (HPV) telah terbukti sebagai ancaman.12
HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel sel basal epitel dan
dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring.
Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 paling sering
dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6 dan E7, yang
telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik. Oncoprotein E6
menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7 merupakan tumor
suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya Rb menyebakan akumulasi p16, yang
biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 /
CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda aktivitas HPV.12
Patologi
Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi
perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya
menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu,
penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi oleh
otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma.12
Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor untuk
mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot otot pterigoid atau mandibular.
Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan dasar tengkorak
dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian lateral. Akhirnya
keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin melibatkan arteri karotis.12
Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak kurang
lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke kelenjar getah
bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa tonsil terjadi sekitar
15 30%. Lokasi yang paling umum adalah paru paru, diikuti oleh hati dan
kemudian tulang.12
Klasifikasi Tumor Tonsil
18
19
Gambar 12. Kista Tonsil pada dinding faring sisi lateral kanan13
Papiloma Tonsil
Papilloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil
ataupilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian
posteriornya.13
Polip Tonsil
Massa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan
histologi.13
20
Limfoma Maligna
Limfoma sulit dibedakan dengan undifferentiated karsinoma dan limfoma
marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan sejumlah
besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar (dalam normal saline, bukan dalam
larutan formaldehida) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan mengapa setelah
tonsilektomi lebih baik di periksa jaringannya.Limfoma merupakan jenis yang paling
umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa
submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat
limfadenopati , maka pembesaran kelenjar getah bening
sama.13
Definisi
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna / ganas yang muncul
dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstra nodal yang ditandai dengan
proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan prasel dan derivatnya).13
Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang
ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma
Hodgkin
dan
non-Hodgkin
pada
kelompok
penderita
AIDS
(Acquired
Diagnosis
Diagnosis keganasan tonsil dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, makroskopik dan perabaan, juga pemeriksaan radiologi seperti CT
Scan atau MRI dan biopsy jaringan tumor. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi dari hasil biopsy jaringan tonsil. Biopsi dapat
dilakukan dnegan cara eksisional biopsy.Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk
melihat perluasan tumor ganas tonsil tersebut. Pemeriksaan CT Scan lebih baik dalam
hal melihat metastasis ke jaringan tulang dan destruksi tulang juga melihat metastasis
ke kelenjar getahbeningservikal, sedangkan pemeriksaan MRI lebih baik dalam
melihat ada atau tidaknya perluasasn ke jaringan luanak sekitarnya.11
2.8.3. Penentuan stadium
Sub bagian Onkologi THT FKUI RSCM dalam memnentukan stadium dan
pengobatan tumor ganas tonsil merujuk pada guidelines yang dikeluarkan oleh
National Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun 2011: 14,15,16
T
Tis
T0
T1
T2
T3
T4a
T4b
Nx
N0
N1
N2a
N2b
dari 6cm
:metastasis ipsilateral dengan dimensi terbesar kelenjar getah bening
kurnag dari 6 cm
22
N3
MX
M0
M1
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IVa
Stadium IVb
Stadium IVc
Pengobatan
: Tis N0 M0
: T1N0M0
: T2 N0M0
: T3 N0M0
: T4a N0M0; T4a N1 M0; T1-4 N2 M0
: Tab AnyN0M0; AnyT N3M0
: AnyT AnyNM1
2.9.1.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu
tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini
indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the
23
Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia berat,
gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.
Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,
kecuali jika dilakukan fase akut.
Indikasi relatif
Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun diberikan pengobatan
medik yang adekuat.
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan
medik.
Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase.
2.9.2.
Kontraindikasi Tonsilektomi
Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi adalah sebagai berikut:17
Riwayat penyakit perdarahan
Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol
Anemia
Infeksi akut
2.9.3.
Teknik Operasi
Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang
jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif
dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan
baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.17
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah
teknik Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya :17
1) Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan
praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas
tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil
karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.
2) Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode
pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam
anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik
kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan
menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.
3) Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai
kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi
berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan.
Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar
pada 0,1 hingga 4 Mhz.
4) Radiofrekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan.
Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka
kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6
minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan
berkurang.
5) Skapel harmonik
Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan
mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
6) Teknik Coblation
25
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena
dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk
mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan
energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media
perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar
elektroda. Kelompok plasma tersebut akan mengandung suatu partikel yang
terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan
memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler
pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu
40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
7) Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan
dengan
2.9.4.
Komplikasi Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal
Laringosspasme
Mual muntah
Komplikasi Bedah
Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).
Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau
dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.
sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah
yang sama membutuhkan transfusi darah.
Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang
menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi
kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi17
Komplikasi lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000),
aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring,
lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.17
BAB III
KESIMPULAN
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Dilihat dari letak anatomis tonsil, yang
terdapat di rongga mulut, faring dan nasofaring yang merupakan port deentry dari
27
bakteri dan virus, maka fungsi sebagai organ lymphoid sekunder tersebut sangatlah
bermanfaat karena menjadikannya kelenjar lymphoid terdekat.
Berbagai keadaan patologis dapat terjadi pada tonsil, seperti peradangan tonsil
baik akut maupun kronis, hipertrofi tonsil, abses peritonsil sampai dengan
terbentuknya tumor yang dapat berupa tumor ganas maupun jinak. Keadaan patologis
tersebut terkadang memberikangejala yang hampir serupa. Namun, dengan
dilakukannya anmanesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan ditunjang dengan
pemeriksaan penunjang yang adekuat, maka akan muncullah suatu diagnosis yang
tepat. Diagnosis yang tepat untuk menuju tatalaksana yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Highler. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; p. 327,327-40.
Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan
Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin
Dunia
Kedokteran
No.
155,
2007
87.
Available
at:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKe
las.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf.
28
3.
4.
exams/squamous-cell-carcinoma-of-the-tonsil.html
Hermani B, Rusmajono. Odinofagia. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam
: Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p.
5.
190-4.
Meyers AD, Viswanatha B. Tonsil and Adenoid Anatomy. 2009. Available at:
6.
www.emedicine.medsscape.com/article/1899367-overview.
Dell'Aringa AR, Juares AJC; de Melo C, Nard JCi, Kobari K, Filho RMP. 2005.
Histological analysis of tonsillectomy Otorrinolaringol. Available at :
http://dx.doi.org/10.1590/S0034-7299200500010000.andadenoidectomy
7.
8.
154,171-2.
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem : Pertahanan Tuubuh. 6th ed.
9.
29
of
tonsillar
squamous
cell
carcinoma. Laryngoscope.
Mar
2009;119(3):508-15
17. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head
and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher.
Philadelphia. P :1224, 1233-34.
30