LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. M
Jenis
: Perempuan
Usia
: 11 bulan
Nama ayah
: Tn. S
Umur ayah
: 24 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama ibu
: Ny. S
Umur ayah
: 22 tahun
Pendidikan
:SMA
Alamat
Masuk RS tanggal
: 10 Juni 2014
ALLOANAMNESIS
Keluhan Utama
2 jam sebelum masuk rumah sakit OS demam dengan suhu 400C, demam terus
menerus. Setelah 1 jam demam pasien mengalami kejang. Kejang berlangsung selama < 5
menit, kejang seluruh tubuh, kejang hanya 1x tidak berulang. Pasien dibawa kebidan dekat
rumah lalu diberikan stesolid supositoria, setelah kejang pasien langsung menangis. Os masih
terdapat pilek dengan cairan berwarna putih bening, kemudian Os dirujuk ke RSIJ Sukapura
Saat ini tidak ada keluarga dengan riwayat keluhan yang sama dengan Os
Epilepsi (-)
Asma (-)
TB paru (-)
Riwayat psikososial
Os tinggal di daerah semper, dalam satu rumah dihuni oleh 3 orang. Os merupakan anak
pertama, disekitar lingkungan Os baik, ayah Os merokok tetapi tidak pernah di dalam rumah,
Os jarang jajan sembarangan.
Riwayat pengobatan
Os sudah pernah dibawa ke klinik, diberi obat puyer dan sirup, ibu Os lupa nama obatnya.
Ada perubahan pada mencret nya, tetapi demam masih ada.
Os merupakan anak tunggal, selama kehamilan ibu sehat, kontrol teratur ke dokter atau bidan
setiap bulan, ibu Os tidak ada riwayat minum jamu, dan merokok selama kehamilan,
mengkonsumsi obat-obatan.
Riwayat kelahiran
Pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong oleh bidan, Os langsung menangi, dengan berat
badan lahir 2800 gram, panjang badan 46 cm, pasien saat lahir tidak terlihat sesak, tidak
terlihat sianosis.
Riwayat makanan
Riwayat perkembangan
Motorik kasar :
Motorik halus :
Bicara
Sosial
Riwayat imunisasi
DASAR
BCG : 1x, saat usia 1 bulan
DPT : 3x, saat usia 2, 4, 6 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Vital sign
Antropometri
Tinggi badan
: 70 cm
Berat badan
: 7 kg
Lingkar kepala
: 46 cam
BB/U = 7/8,6 X 100% = 81% (Gizi baik)
TB/U =70/ 73 X 100% = 95% (tinggi baik)
BB/TB = 7/7 X 100% = 100% (Gizi normal)
Status Generalis
Kulit
: Kulit warna sawo matang, ikterus pada kulit (-),pucat telapak tangan dan kaki (-), sianosis (-)
ruam-ruam kemerahan di kulit (-), edema (-).
Kelenjar limfe:
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan (-), hidung bagian luar
tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-).
Mulut : Mukosa bibir kering (-), stomatitis (-),coated tongue(-), lidah hiperemis (-)
Gigi
Paru
Inspeksi
: simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas,
retraksi dinding dada (-), scar (-), otot bantu pernapasan (-)
Palpasi
: simetris, vocal fremitus sama dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang
tertinggal saat bernapas, nyeri tekan (-)
Perkusi
: sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea
midclavicularis dextra
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), lendir (-/-), ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: hepatomegali (-), splenomegali (-), massa (-), turgor kembali agak lambat.
Perkusi
Extremitas
Atas
Bawah :akral dingin, peteki(-/-), udem (-/-), pucat (-), RCT < 2 detik
Otot
Tulang
Sendi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboraturium tanggal 10 Juni 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hematologi rutin
Hb
10.9
1
2,0 14,0
Leukosit
14,51
5,00 10,00
Hematokrit
31,6
37,0 43,0
Trombosit
265
1500 - 400
Mcv
77
82-92
Mch
27
27-31
Mchc
35
32 36
Rdw sd
35,6 %
150 400
Na
134,58
13537 145,00
4,00
3,48 -5.50
Cl
99,98
96,00 106,00
Elektrolit
RESUME
Seorang bayi perempuan umur 11 bulan dibawa ke RS dengan keluhan kejang 1x < 15
menit seluruh tubuh bergerak. Demam 2 hari , terus menerus. Diare 2x dalam 1 hari cair,
tidak ada ampas, tidak berbau, tidak ada lendir, tidak ada darah, Warna feses kuning diare
sudah teratasi sebelum ke RS. Os pilek, warna cairan bening Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan os terlihat sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 100x/menit, suhu 380C,
pernapasan 32x/menit. Dari hasil laboraturium hemoglobin menurun 10,9, hematokrit
menurun 31,6, leukosit meningkat 14,51.
ASSESSMENT
1. Demam disertai kejang
- Demam
- Pilek
Diferensial Diagnosis : Kejang demam sederhana
ISPA
Working Diagnosis : kejang demam sederhana
Rencana Terapi
Follow up
Tangga
S
O
l/jam
11 juni Demam (+), pilek(+) Nadi: 96x/menit
2014
kejang(-)
07.00
07.00
Kejang demam
Suhu: 37,5 C
P
Infus Kaen 3B
Antibiotik
Pernapasan:
28x/menit
12 juni Demam (-), pilek (+), Nadi: 92x/menit
2014
kejang (-)
Suhu: 36,8 C
Pernapasan:
30x/menit
Kejang demam
Infus Kaen 3B
Antibiotik
BAB 1
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.1 Anatomi
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dan semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak yang
dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Bagian bagian otak :
1. Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diensefalon yang terletak dibawah
sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam
berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom dan juga bekerja dengan hipofisis
untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu
tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjarhipofisis, juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat
badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilau agresif, seksual dan pusat respon
emosional.
2. Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya
sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua implus memori, sensasi
dan nyeri melalui bagian ini
3. Traktus spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan dan
masuk medula spinalis). Bagian ini bertugas mengirim implus nyeri dan tempratur ke
talamus dan korteks serebri.
4. Kelenjar hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah hormon
hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang
tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.
5. Hipofisis termostatik : memberikan sinyal bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan
menghambat nafsu makan
6. Mekanisme aferen : empat hipofisis utama tentang mekanisme aferen yang terlibat
dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan dan keempat hipotesis itu tidak
ada hubungannya satu dengan yang lain.
1.2 Fisiologi
Hipotalamus
mempunyai
fungsi
sebagai
pengaturan
suhu
tubuh
dan
untuk
kecepatan reaksi - reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dan arena didtem
enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit, agar berfungsi
optimal, fungsi suhu tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan
(Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 oC
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada nak berusia
diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya. (IDAI, 2009)
2.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis
akut, bronchitis dan infeksi saluran kemih (Soetomengolo,2000)
2.3 Faktor resiko
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah : riwayat kejang demam dalam
keluarga, usia kurang dari 18 bulan, tempratur tubuh saat kejang, makin rendah tempratur
tubuh saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam . adapun faktor terjadinya
epilepsi dikemudian hari adalah adanya gangguan perkembangan neurologis, kejang demam
kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, dan lamanya demam. (IDAI,2009)
2.4 Klasifikasi kejang demam
bulan sampai dengan 5 tahun. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia
termuda bangkitan kejang demam 6 bulan.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar 2%-5%
anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90%
penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan
kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di berbagai negara insiden dan
prevalensi kejang demam berbeda. Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam
berkisar 2-5%. Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan
di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9% Bahkan di
kepulauan Mariana (Guam), telah dilaporkan insidensi kejang demam yang lebih besar,
mencapai 14%Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kernatian hanya 0,64 % - 0,75 %. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,
sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7% Empat persen penderita kejang
demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat
intelegensi. (Sari Pediatri Vol. 4, 2002)
2.7 Patofisiologi
Proses Perjalanan Penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksis yang di hasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam
bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai
pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia
ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah
yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke
dalam sel. peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan
cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak
beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme
bronkus. (Riyadi dan sujono, 2009).
2.8 Manifestasi klinik
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila
suhu tubuh (dalam) mencapai 30oC atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-tonik lama
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang.
Kejang demam yang menetap lebih lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Jika mengarah
kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis
(CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut
adalah penyebab kejang demam yang paling sering. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan
neurologi.
2.9 Diagnosis
Anamnesis
1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
2. Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang. Penyebab demam diluar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, ISK)
3. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam, dan epilepsi dalam keluarga,
4. Singkirkan
penyebab
kejang
yang
lain,
misalnya
diare/muntah
yang
2.11 Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orangtua,
sebagian kejang demam yang mempengaruhi keehatan jangka panjang, kejang demam tiak
mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau keulitan belajar atau pun epiksi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil
kemungkinan epilepsi timbulsetelah kejang demam . sekitar 2-4 anak kejang demam dapat
menimbulkan epilepsi, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang
dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara
95-98% anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsi.
Komplikasi yang paling umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam
berulang, sekitar 33% anak akan mengalami kejang demam berulang semua, jika mereka
demam kembali.
2.12 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan
jelas. Bila yakin bukan meningitis, tidak perlu di periksa fungsi lumbal
Pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan, EEG masih dapat dilakukan pada kejang
demam yang tidak khas misalnya : kejang demam kompleks, pada anak berusia > 6
Antipiretik
Parasetamol 10- 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali
Ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 x sehari
Antikejang
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal 0,5 mg/kgBB
setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,5oC
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara
kandung.
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara
atau menetap.
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Pemberian profilaksis
terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak
dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB
perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna
untuk mencegah berulangnya kejang demam.
2.16 Mencegah dan menghadapi kejang demam.
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan demam
dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg BB
perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat diberikan
profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya dibatasi
sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau
tiap 6 minggu 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
DAFTAR PUSTAKA
Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri Vol. 4, No. 02.
59-62
Sylvia A.prince, dkk, Anatomi dan fisiologi otak Edisi 4, EGC, jakarta
Pedoman pelayanan medis, IDAI 2010
Konsesus penatalaksanaan kejang demam UKK, Neurologi IDAI 2006.