Anda di halaman 1dari 22

SKENARIO 2

SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN TINDAKAN MEDIK


Pak Yanto berumur 45 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Polisi segera membawa korban
ke Rumah Sakit. Sesuai standar pelayanan Rumah Sakit, maka dokter segera membuat status medic
korban. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan fraktur terbuka pada ekstremitas inferior dekstra.
Sebelum melakukan tindakan operasi, dokter melakukan informed consent mengenai keadaan penderita
dan meminta persetujuan keluarga. Setelah keluarga setuju, dokter bedah melakukan konsultasi ke
dokter penyakit dalam untuk melihat apakah ada kontraindikasi operasi bagi Pak Yanto. Hal ini perlu
dilakukan mengingat adanya kaidah dasar bioetik autonomy bagi setiap pasien.

Step 1 :
1. Memahami dan menjelaskan kaidah dasar bioetik autonomy
2. Memahami dan menjelaskan rekam medic
3. Memahami dan menjelaskan informed consent
4. Memahami dan menjelaskan konsultasi medis

Step 2 :
mandiri

STEP 3
1. KAIDAH DASAR BIOETIK AUTONOMY
A. Definisi :
Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien ( the
rights to self determination ).
Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
Menghormati martabat manusia ( respect for person / autonomy ), pertama setiap
pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki autonomy ( hak untuk
menentukan nasibnya sendiri ), kedua : setiap pasien atau individu yang hak autonomy
nya hilang atau berkurang perlu mendapatkan perlindungan.
^ menurut J .STUART MILL : autonomy tindakan / pemikiran = autonomy individu,
yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan ( merealisasikan keputusan dan
kemampuan melaksanakannya ), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi
^ menurut KANT : autonomy kehendak = autonomy moral yakni : kebebasan bertindak,
memutuskan dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi
dirinyayang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, ataupun campur tangan
pihak luar, suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip self-legislation dari manusia
B. Isi :

- menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai, martabat pasien


- tidak mengintervasi dalam membuat keputusan
- berterus terang
- menghargai privasi
- menjaga rahasia pasien
- menghargai rasionalitas pasien
- melaksanakan informed consent
- membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
- tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
3

- mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk


keluarga pasien sendiri
- sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
- tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
- menjaga hubungan (kontak)
C. ciri-ciri
- menghargai hak menentukan nasib sendiri
- berterus terang
- menghargai privasi pasien
- menjaga rahasia
- melaksanakan informed consent
( http://raspati.blogspot. Com/2008/05/kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteran.html)
2. REKAM MEDIS
A. Definisi
menurut PERMENKES no. 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud dengan rekam medis
ialah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan-tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi
mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan.
Rekam medis mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu bagian pertama ialah tentang
INDIVIDU : suatu informasi tentang kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan
dan sering disebut dengan PATIENT RECORD, bagian kedua adalah tentang MANAGEMENT:
suatu informasi tentang pertanggung jawaban apakah dari segi manajemen maupun keuangan dari
kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan.
B. Isi Rekam medis
Menurut Permenkes No.749A/MEN.KES/PER/XII/1989 pasal 14 :
Identitas
Anamnesis
Diagnosis
Tindakan/pengobatan
Menurut Permenkes No.749/MEN.KES/PER/XII/1989 pasal 15 :

Identitas pasien
4

Anamnesis
Riwayat penyakit
Hasil pemeriksaan laboratorium
Tindakan/pengobatan
Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi hasil pengobatan

Menurut Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam


medical record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat
darurat. Setiap pelayanan baik rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat dapat membuat rekam medis
dengan data-data berikut :
1. Untuk pasien rawat jalan:

Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain :
Identitas pasien
Tanggal dan waktu
Anamnesa ( sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
Laporan pemeriksaan fisik dan penunjang medis
Diagnosis
Rencana penatalaksanaan
Pengobatan dan atau tindakan
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
Persetujuan tindakan medik ( bila perlu )
2. Untuk pasien rawat inap:
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain :
Identitas pasien
Tanggal dan waktu
Anamnesa ( sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
Diagnosis
Rencana penatalaksanaan
Pengobatan dan atau tindakan
Persetujuan tindakan ( bila perlu )
Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
Ringakasan pulang ( discharge summary )
Nama dan tandatangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu memberikan pelayanan
kesehatan
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu
Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik

3.Untuk pasien ruang gawat darurat :


Data pasien ruang gawat darurat yang harus dimasukkan dalam medical record sekurangkurangnya antara lain :
Identitas pasien
Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
Identitas pengantar pasien
Tanggal dan waktu
Hasil anamnesis ( sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit )
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
Diagnosis
Pengobatan dan atau tindakan
Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana
tindak lanjut
Nama dan tandatangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan
Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahakan ke sarana pelayanan
kesehatan lain ,dan
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu
Isi rekam medik menurut sumber buku kepustakaan
1. untuk pasien rawat jalan:
Identitas dan formulir perizinan
Riwayat penyakit (anamnesa)
Laporan pemeriksaan fisik dan penunjang,
Diagnosis dan diagnosis banding
Instruksi diagnosis dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang berwenang
2. untuk pasien rawat inap:
Sama dengan yang terdapat dalam rawat jalan, dengan tambahan:
Persetujuan tindakan medik
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lain
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan
(hanafiah;1999)
Secara umum isi rekam medis dapat dibagi dalam 2 kelompok data yakni ;
1. Data medis atau data klinis : yang termasuk data medis ialah segala data tentangriwayat penyakit,
hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan, dan hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil
pemeriksaan laboratorium rontgen, dll. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia,
sehingga tidak dapat dibuka kepada pihak ketiga tanpa seizin dari pasien yang bersangkutan
kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa
dibukanya informasi tersebut.

2. Data sosiologis/data non medis : yang termasuk data ini ialah segala data lain yang tidak berkaitan
langsung dengan data medis, seperti data iodentitas, data sosial ekonomi, alamat dll. Data ini oleh
sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian orang lainnya merupakan data
yang bersifat rahasia (confidensial).
C. Kegunaan/fungsi Rekam Medik
Menurut Permenkes No.749a tahun 1989 pasal 13, menyebutkan bahwa rekam medis memiliki 5
manfaat yaitu :
Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara
Bahan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
Menurut kepustakaan hanafiah 1999, kegunaan rekam medik ditinjau dari berbagai aspek :
A. Aspek Medis
Catatan tersebut digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang
harus diberikan kepada pasien ,sebagai contoh :
o Identitas pasien : nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
o Anamnesis : riwayat penyakit, keluhan sekarang
o Diagnosis
o Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
B. Aspek hukum
Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hokum atas dasar keadailan, dalam rangka usaha
menegakkan hokum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan
C. Aspek Administrasi
Menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
D. Aspek keuangan
Untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan, tanpa da bukti catatan tindakan atau pelayanan
maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan
E. Aspek pendidikan
Menyangkut data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medic yang diberikan pada pasien
F. Aspek penelitian
Menyangkut data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian
G. Aspek dokumentasi
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai laporan bahan
pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas
yakni ;
1. Alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lain yang ikut ambil bagian dalam memberi
pelayanan, pengobatan, perawatan pasien,
2. Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan/ perawatan yang harus diberikan kepada pasien,
7

3. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan,perkembangan penyakit dan pengobatan selama
pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit,
4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien,
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan
lainnya,
6. Menyediakan data- data khusus yang sangat beguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan,
7. Sebagai dasar dalam perhitunganbiaya pelayanan medik pasien,
8. Menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggungjawaban
dan laporan.
D. Kalangan yang bertanggung jawab terhadap RM: staf medik, para ahli kesehatan, pimpinan
rumah sakit, paramedik dan pihak pengelola berkas RM.
Keperluan pasien yang akan pindah kota atau karena suatu alasan lain yang memerlukan RM,
maka kebijaksanaan yang ditempuh antara lain: mengizinkan pasien mengcopy RM secara
lengkap, atau membuat ringkasannya saja sesuai dengan kebutuhan pasien.
( Hanafiah, M.Jusuf dan Amin Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. EGC: Jakarta )
Adapun manfaat lain ( biasa disingkat dengan ALFRED ) :

Administrative value : rekam medis merupakan data administrative pelayanan


kesehatan
Legal value : rekam medis dapat dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
Financial value : rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya
pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
Research value : data rekam medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian
dalam lapangan kedokteran, keperawatan, dan kesehatan
Education value : data-data dalam rekam medis dapat bahan pengajaran dan
pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan, serta tenaga kesehatan
lainnya
Documentation value : rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan
berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien

Tujuan adanya rekam medis adalah untuk melindungi petugas kesehatan terutama dokter
dalam kasus-kasus dugaan malpraktek/kelalaian medic, dan untuk menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangak upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Tanpa didukung suatu system
pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak akan berhasil.
Klasifikasi rekam medis ada 2 macam yakni ;

Rekam medis konvensional : dengan menggunakan kertas dalam bendel status rekam medis
Rekam medis elektronik

1. Rekam medis konvensional


A. Kelebihan
- Tidak tergantung listrik
- Operasional mudah
- Tidak memerlukan tenaga yang dapat mengoperasikan computer
B. Kekurangan
- Memerlukan tempat luas jika pasien banyak
- Memerlukan proses pencarian, pengurutan, penyisiran, dan akses cukup lama
- Memerlukan beberapa orang untuk mengakses
- Resiko terhadap rayap, kutu buku, kebakaran, banjir dll
- Banyak kertas yang menumpuk
2. Rekam medis elektronik
A. Kelebihan
- Tidak memerlukan tempat yang luas
- Dalam pelayanan tidak membutuhkan orang banyak
- Tidak banyak kertas yang menumpuk
- Mudah dan cepat diakses
- Tidak memerlukan proses pencarian, penyisiran, dan pengurusan secara manual
B. Kekurangan
- Sangat tergantung pada teknologi informasi ( software dan hardware)
- Membutuhakan operator yang dapat nmengoperasikan computer
- Sangat tergantung listrik karena kalau listrik mati pelayanan terganggu
- Biaya awal tinggi
- Bahaya jika terkena virus computer
Kerahasiaan rekam medis
Terdapat pada UU No.29 tahun 2004 pasal 47(2) : rekam medisharus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, dan pimpinan sarana kesehatan setempat
Permenkes No.29 tahun 2004 pasal13 menyebutkan bahwa sarana kesehatan bertanggung
jawab atas hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan rekam medis dan penggunaan oleh orang atau badan
yang tidak berhak
Permenkes No.749A?MEN.KES/PER/XII/1989 pasal 5 : Bila terjadi kesalahan dalam
pengisian rekam medis, tidak boleh dihapus dengan apapun , dicoret lalu dibubuhi tandatangan
Lama penyimpanan
Permenkes No.749A/MEN.KES/XII/1989 tentang medical record pasal 6 :
-

Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun


terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat
Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus
dapat ditetapkan sendiri

Permenkes No.749A/MEN.KES/XII/1989 tentang medical record pasal 7 :


-

Setelah batas waktu sebagaimana dimaksuddalam pasal 6 dilampaui, rekam medis


dapat dimusnahkan
Tata carapemusnahan sebagaimanadimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh direktur
jendral
Sebelum dimusnahkan maka rekam medis haruslah : diambil informasi utama,
menyimpan berkas anak-anak hingga batas usia tertentu

Kepemilikan rekam medis


Permenkes No.749A/MEN.KES/PER/XII/1989 ; berkasnya milik rumah sakit, dan isinya
milik pasien
Rekam medis dapat diberikan kepada pasien jika :
-

Pasien menerima salinan/ringkasan rekam medis yang akurat


Pasien menerima fotokopi dari rekam medis yang harus dibubuhi stempel, paraf, dan
tanggal disetiap lembar fotokopi tersebut

Pembukaan rekam medis


Dilakukan dengan persetujuan dari pasien, contohnya untuk kepentingan asuransi kesehatan,
ataupun perusahaan
Menurut UU no.29 tahuin 2004
a. Pasal 48 ayat 2
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingankesehatan, memenuhi
permintaan aparatur penegak hokum dalm rangka penegakkan hokum, permintaan
pasiensendiri, atau berdasarkan ketentuan UU.
b. Pasal 12 Permenkes no.749A
Pemaparan isi rekam medis hanya bolehdilakukan oleh dokter yang merawat pasien
dengan izin tertulis pasien. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi
rekam medic tanpa seizing pasien berdasarkan peraturan UU.
3. INFORMED CONSENT
A. Definisi
Dalam Permenkes No. 589 tahun 1989 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan PTM
(Persetujuan Tindakan Medik) adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Dalam pengertian umum, PTM adalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan
pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medic apapun yang akan dilakukan.
Dalam pengertian khusus, PTM yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin tertulis dari
pasien/keluarga pada tindakan operatif atau tindakan invasive lain yang beresiko.
Appelbaum seperti dikutip Guwandi (1993) menyatakan informed consent bukan sekadar
formulir persetujuan yang didapat dari pasien, tetapi merupakan suatu proses komunikasi.
10

Tercapainya kesepakatan antara dokter-pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed
consent. Formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau pendokumentasian dari apa yang telah
disepakati (informed consent is a process, not an event).
Bentuk PTM:
Ada 2 bentuk PTM yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent)
- Keadaan normal (pemeriksaan fisik, darah, lab, suntik)
- Keadaan darurat (bila keluarga tidak di tempat, mendesak)
2. Dinyatakan (Expressed consent) = Pressed consent
- Lisan (rectal toucher, perksa dalam obgyn)
- Tulisan (operasi, tindakan invasive)
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas.
Isyarat persetujuan ini dianggap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter
disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, melakukan penjahitan pada luka
dan lain sebagainya. Sebetulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk informed consent dalam arti
murni karena tidak ada penjelasan sebelumnya.
Implied consent bentuk lain, adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang
dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan
persetujuan dan keluarganya pun tidak di tempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medic
terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 Pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai presumed
consent. Artinya bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter.
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian
sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak
sampai terjadi salah pengertian. Misalnya pemeriksaan dalam rectal atau pemeriksaan dalam vaginal,
mencabut kuku dan lain-lain tindakan yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum.
Disini belum diperlukan pernyataan tertulis. Persetujuan secara lisan sudah mencukupi.
Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko seperti tindakan pembedahan atau
prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasive, sebaiknya didapatkan PTM secara tertulis.
Seperti dikemukakan sebelumnya, oleh kalangan kesehatan atau rumah sakit, surat pernyataan pasien
atau keluarga inilah yang disebut PTM.
B. Isi informed consent
Berisi tentang informasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien. Sesuai UU no. 29 tahun
2004 tentang Praktik kedokteran, pasal 45, ayat 3 mengatakan bahwa penjelasan sekurangkurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternative tindakan lain dan resiko nya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis dari tindakan yang dilakukan

11

Sebaiknya,diberikan juga penjelasan mengenai pembiayaan


Dalam memberikan penjelasan kepada pasien, disarankan dilakukan oleh dokter yang
menangani pasien tersebut, bukan oleh orang lain, perawat. Penjelasan sebaiknya diberikan
dengan bahasa dan kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya dan kematangannya, serta situasi emosionalnya. Dokter harus berusaha
untuk mengecek apakah penjelasannya memang dipahami dan diterima pasien. Jika belum,
dokter harus mengulanginya lagi uraian-uariannya sampai pasien mengerti dan memahami
dengan benar apa yang dimaksud oleh dokter. Dokter tidak boleh berusaha mempengaruhi
atau mengarahakan pasien untuk menerima dan menyetujui tindakan medis yang sebenarnya
diinginkan oleh dokter.

Tujuan Pelaksanaan Informed Consent


Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka
pelaksanaan informed consent, bertujuan :
Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenangwenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak
perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien
yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap
risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti
serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka
tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat
lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
12

6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan


7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan tetapi, urgensi dari
penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus sebagai berikut:
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru yang
sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek samping,
seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan eksperimen
dengan berobjekan pasien.
Tujuan informed concent :
1. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medic
Perlakuan medic tidak diketahui/disadari pasiem/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan
ataupun yang merugikan/membahayakan diri pasien
2. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap
meragukan pihak lain
Tak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan pasien meskipun dengan
sangat hati-hati, sesuai dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa risk of treatment ataupun error
judgement
C. Fungsi Informed consent:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Promosi dari hak otonomi perorangan


Proteksi dari pasien dan subyek
Mencegah penipuan atau paksaan
Rangsangan kepada profesi medis introspeksi terhadap diri sendiri
Promosi keputusan yang rasional
Keterlibatan masyarakat sebagai nilai social dan pengawasan

Tata cara pembuatan PTM secara etik:


Ketentuan PTM berdasarkan SK/Dirjen Pelayanan Medik No. HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April
1999, diantaranya:
1. Persetujuan atau penolakan tindakan medic harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan
ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS
2. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter
3. Informed consent dianggap benar:
13

4.

5.
6.
7.

8.
9.

a. Persetujuan atau penolakan TM diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara
spesifik
b. Persetujuan atau penolakan TM diberikan tanpa paksaan (valuentery)
c. Persetujuan atau penolakan TM diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan
memang berhak memberikan dari segi hokum
d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan
e. Pasien diberikan kesempatan bertanya dan mendapatkan jawaban
Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan:
a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of
medical procedure)
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure)
c. Tentang resiko (risk inherence in sual medical procedure)
d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Tentang alternative tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya (alternative medical
procedure and risk)
f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
g. Diagnosis
Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
- Dokter yang melakukan tindakan medis tanggungjawab
- Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang bersangkutan
Cara menyampaikan informasi (lisan dan tulisan)
Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak:
- Ayah/ibu kandung
- Saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orangtua/berhalangan, urutan hak:
- Ayah/ibu adopsi
- Saudara kandung
- Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak:
- Ayah/ibu kandung
- Wali yang sah
- Saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa di bawah pengampunan (curatelle)
- Wali
- Curator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
- Suami/istri
- Ayah/ibu kandung
- Anak-anak kandung
- Saudara kandung
Cara menyatakan persetujuan:
- Tertulis mutlak pada TM resiko tinggi
- Lisan tindakan tidak beresiko
Jenis TM yang perlu informed consent disusun oleh komite medic ditetapkan pimpinan RS
14

10. Perluasan TM selalu yang telah disetujui, tidak dibenarkan kecuali terpaksa untuk menyelamatkan
jiwa
11. Untuk tindakan medis tertentu tubectomi, vasektomi, program KB, harus merujuk kepada
ketentuan lain
12. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien
13. Format isian IC persetujuan atau penolakan:
- Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi perawat bertindak sebagai salah satu
saksi
- Materai tidak diperlukan
- Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
- Formulir harus ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
- Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan informasi
- Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya
14. Pasien menolak tandatangan surat penolakan, catatan pada rekam medisnya
Pemberian informasi atau penjelasan PTM:
Informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga mengenai apa
(what) yang perlu disampaikan, kapan disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who)
dan informasi yang mana (which) yang perlu disampaikan.
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang PTM dinyatakan bahwa dokter harus
menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta, jadi
informasi harus disampaikan.
Mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani
pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat
memahaminya. Ini mencakup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan
terapi (the nature, purpose, risk, and benefit of any treatment they purpose to perform, as well as
alternative form of treatment that may exist for the patient condition).
Penyampaian informasi haruslah secara lisan. Penyampaian formulir untuk ditandatangani pasien
atau keluarga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan pasien/keluarga tidaklah
memenuhi persyaratan.
Mengenai kapan (when) disampaikan, tergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter
memutuskan akan melakukan tindakan invasive dimaksud. Pasien atau keluarga pasien harus diberi
waktu yang cukup untuk menentukan keputusannya.
Yang menyampaikan (who) informasi, tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Dalam
Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasive lainnya harus diberikan oleh
dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggungjawab. Bila bukan tindakan
bedah atau invasive sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter lain ataupun perawat.
Penyampaian informasi ini memerlukan kebijaksanaan dari dokter yang akan melakukan tindakan
tersebut atau petugas yang ditunjuk untuk itu dan disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kondisi
pasien.
Mengenai informasi mana (which) yang harus disampaikan dalam Permenkes dijelaskan haruslah
selengkap-lengkapnnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. Bila perlu informasi dapat diberikan
kepada keluarga pasien.
15

Pemberian PTM diberikan disetiap pengobatan oleh dokter, akan tetapi, urgensi dari penerapan
prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus tertentu, seperti ;
o Kasus yang menyangkut pembedahan
o Kasus yang menyangkut pengobatan yang memakai teknologi baru yang
sepenuhnya belum dipahami efek sampingnya
o Kasus yang memakai terapiatau obat yang kemungkinan banyak efek samping,
seperti terapi dengan sinar laser
o Kasus penolakan pengobatan oleh klien
o Kasus dimana disamping mengobati pasien ,dokter jugamelakukan riset dan
eksperimen dengan berobjekkan pasien
Persetujuan PTM:
Inti dari persetujuan adalah harus didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat.
Yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang
sudah dewasa (diatas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak PTM yang ada selama ini, penandatanganan persetujuan ini lebih sering dilakukan
oleh keluarga pasien. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien,
sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien atau alasan lainnya.
Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan jiwa yang menandatangani
adalah orangtua/wali/keluarga terdekat atau induk semang. Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar,
atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medic berada dalam keadaan
gawat darurat yang memerlukan tindakan medic segera, maka tidak diperlukan dari siapa pun (pasal
11 bab IV PERMENKES No. 585).
Sama dengan yang diatur dalam Permenkes tentang PTM ini, The Medical Defence Union dalam
bukunya Medicolegal Issues in Clinical Practice menyatakan bahwa ada 5 syarat yang harus dipenuhi
untuk sahnya PTM, yaitu:
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami tindakan
itu perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu hal yang khas
5. Tindakan ini juga dilakukan pada situasi yang sama
Penolakan PTM:
Tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medic yang akan dilakukan dokter.
Dalam situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami
bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang dilakukan. Ini disebut
sebagai informed refusal.
Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternative tindakan yang diperlukan, maka
untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga
menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medic yang diperlukan.
Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan pasien atau
keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan demikian apa yang terjadi di
belakang hari tidak menjadi tanggungjawab dokter atau rumah sakit lagi.
16

D. Sejarah informed consent


Sejak lahirnya manusia dibekali dengan 2 macam hak yang sifatnya mendasar, yaitu hak dasar sosial
dan hak dasar individual. Hak dasar sosial ialah hak atas perawatan kesehatan. Sedang hak dasar
individual merupakan hak atas informasi ( the right to information ), dan hak untuk menentukan nasib
sendiri ( the right of self determination ). Hak dasar individual erat kaitannya dengan otonomi seseorang.
Adanya kelompok profesi dokter berpendapat bahwa untuk menghindari tanggung jawab terhadap resiko
yang mungkin timbul dalam suatu pelayanan medis, sebaiknya dibuat exconeratic clausule (syarat-syarat
pengecualian tanggung jawab baik berupa pembatasan ataupun pembebasan dari suatu tanggung jawab.
E. Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya
menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau
kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya
maupun orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa
seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan
menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada
keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2)
terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari
pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin
akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter
tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka
dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja
dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak
dewasa muda (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat
darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan
menghubungi orang tua pasien atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut.

17

Aspek Hukum Informed Consent


Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak
sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan
medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek
hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang
dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari
ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat
diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan
medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal
ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain
harus memberikan ganti rugi.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan
adalah kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan
tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter)
tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam
keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan
medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien
mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya
pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya
izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana
penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa informed consent
benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas
dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat
dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya
tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter.
Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga
diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan
informed consent ini.

18

4.KONSULTASI MEDIS
A. Definisi
Perembukan 2 dokter atau lebih mengenai suatu kasus tanpa pengambilalihan pasien (dokter
dengan dokter lain)
Bertanya pada dokter mengenai suatu masalah kesehatan untuk mendapatkan suatu solusi (dokter
dengan pasien)
B.Indikasi konsultasi medis:
Pasien > 40 tahun
Ada penyakit penyerta (DM, hipertensi, asma bronchial, gagal jantung, gagal ginjal, perdarahan)
Operasi yang membutuhkan waktu yang lama (operasi besar + 8 jam)
C.Tujuan konsultasi: Untuk mendapatkan solusi masalah kesehatan.
D. Penilaian pra operasi:
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapatkan anestesia sebelumnya (alergi, mualmuntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah).
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin
yang mempengaruhi kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja
silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum.
Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai adanya penyakit hepar.
b. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting
untuk diketahui karena akan menyulitkan tindakan intubasi laringoskopi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum, seperti inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh pasien.
c. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai.
Uji laboratorium rutin (urinalisis dan pemeriksaan darah rutin: Hb, leukosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan).
Pada usia diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
d. Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam
keadaan bugar, sebaiknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.

19

e. Klasifikasi status fisik


Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat
perkiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari
dampak samping pembedahan.
Kelas I
: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II
: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
Kelas III
: Pasien dengan penuakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
Kelas IV
: Pasien dengan penyakit sistemik berat, tak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
Kelas V
: Pasien sekarat yang diperkiraan dengan atau tanpa pembedahan, hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
f. Masukan oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.
Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening,
air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah
terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
g. Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi aneathesia dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan

Penilaian pasca operasi:


Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau
unit perawatan pasca anestesi (RR: Recovery Room atau PACU: Post Anesthesia Care Unit). Idealnya
bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering di jumpai hal-hal
yang tidak menyenangkan akibat stress pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas,
gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang perdarahan.

20

Nilai pulih dari anestesi (nilai Aldrette):


Nilai
Kesadaran
Warna

Aktivitas

Respirasi
Kardiovaskuler

2
Sadar, orientasi
baik

1
Dapat dibangunkan

0
Tak dapat
dibangunkan

Merah muda (pink)


Tanpa O2
SaO2>92%

Pucat atau
kehitaman
Perlu O2
SaO2>90%

Sianosis dengan O2
SaO2>92%

4 ekstremitas
bergerak

2 ekstremitas
bergerak

Tak ada ekstremitas


bergerak

Dapat napas dalam


batuk

Napas dangkal
sesak napas

Tekanan darah
berubah <20%

Tekanan darah
berubah 20-30%

Apnoe atau
obstruksi
Tekanan darah
berubah >50%

Kriteria pindah dari UPPA (Unit Perawatan Pasca Anestesi) jika nilai 9 atau 10.
Kontra indikasi operasi:
Pada prinsipnya kontra indikasi operasi tidak ada terutama pada operasi darurat/cyto. Namun
kontra indikasi operasi memungkinkan pada keadaan tertentu, misalnya:
NYHA (New Cork Herat Association) Kelas IV
Syok
Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa
Pada operasi cito, operasi akan ditunda sampai keadaan umum pasien baik. Pada operasi elektif,
operasi akan ditunda sampai keadaan umum pasien lebih baik.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah, M.Jusuf dan Amin Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. EGC: Jakarta
2. Purwadianto A,(2007).Modul Program Non Gelar Bioetika,Hukum
Kedokteran dan HAM,HWS Dikti dan Departemen Forensik &
Medikolegal FKUI, Jakarta
3. Sampurna B,Syamsu z,Siswaja TD(2005).Bioetik dan Hukum
Kedokteran,Pustaka Dwipar,Jakarta,29-43
4. Soeparto P, dkk. 2006. Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga
University Press, Surabaya

22

Anda mungkin juga menyukai