BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme yang berada di sekitar kita bermacam-macam ada yang
menguntungkan dan ada yang merugikan bagi makhluk hidup, khususnya pada
manusia. Mikroorganisme misalnya bakteri ada yang bersifat patogen dan non patogen.
Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tertentu, sedangkan
bakteri non patogen adalah bakteri yang tidak menyebabkan penyakit. Adanya bakteri
patogen membuat peneliti mulai mengembangkan pengetahuan mengenai resistensi
suatu bakteri dan menemukan zat antimikrobia yang kemudian memudahkan manusia
untuk mengendalikan pertumbuhan suatu bakteri.
Antibiotik merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh
atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Chaidir, 1994). Tiap-tiap
antibiotik memiliki efektivitas yang berbeda-beda terhadap mikroorganisme (bakteri).
Beberapa antibiotik dapat bekerja dengan baik pada bakteri gram negatif dan beberapa
antibiotik lainnya ada yang lebih efektif pada bakteri gram positif.
Cara mmengetahui efektivitas suatu antibiotik dengan mengetahui tingkat
resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat dilakukan dengan uji Kirby-Bauer. Prinsip
dasarnya adalah dengan meletakkan disk yang telah mengandung antibiotik dengan
konsentrasi dan kadar tertentu pada media agar yang telah ditanam bakteri uji. Zona
hambat/ bening yang dihasilkan disekitar disk inilah yang digunakan sebagai dasar
penentuan tingkat resistensi.tingkat resisntensi bakteri dibedakan menjadi 3 yakni:
sensitif, intermediet, dan resisten. Bakteri bersifat sensitif adalah jika terbentuk zona
bening pada saat diuji Kirby-Bauer, resisten adalah jika tidak terbentuk zona bening
pada saat diuji Kirby-Bauer, sedangkan intermediet adalah jika terbentuk zona bening
pada saat diuji Kirby-Bauer dengan diameter yang kecil.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Mikroorganisme dapat ditemukan hampir di setiap lingkungan, termasuk
lingkungan-lingkungan dimana tidak ada kehidupan lain yang dapat bertahan hidup.
Mikroorganisme mampu bertahan hidup di berbagai kondisi lingkungan yang berbedabeda. Mereka juga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan yang
sangat ekstrim. Jenis-jenis mikroorganisme yang ditemukan di suatu lingkungan
mempunyai pertumbuhan yang berbeda-beda pula. Pertumbuhan mikroorganisme
sangat dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimiawi. Selayaknya mahluk hidup,
mikroorganisme juga membutuhkan zat-zat tertentu untuk tumbuh dan juga
memberikan respon terhadap zat-zat yang merusak mereka. Bahan- bahan kimia baik
organik maupun anorganik bersifat racun bagi mikroorganisme. Bahan-bahan ini dapat
menghambat atau mematikan mikroba yang bersifat patogen dan merugikan manusia.
Senyawa yang dapat menghambat mikroba disebut senyawa antiseptik, sedangkan
senyawa yang bisa mematikan mikroba disebut senayawa desinfektan.
Salah satu senyawa antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan salah satu
jenis mikroba misalnya bakteri adalah antibiotik. Antibiotik atau dikenal juga sebagai
obat anti bakteri merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Alexander Fleming pada tahun 1927 menemukan
antibiotika yang pertama yaitu penisilin. Pada tahun 1940, antibiotika dapat dikatakan
merubah dunia pengobatan serta mengurangi angka kesakitan & kematian yang
disebabkan oleh penyakit infeksi secara dramatis (Ganiswarna, 1995).
Pengertian dari antibiotika pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan
oleh jamur atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit
pada hewan & manusia. Saat ini beberapa jenis antibiotika merupakan senyawa sintetis
(tidak dihasilkan dari mikororganisme) tetapi juga dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dapat membunuh bakteri baik berupa
senyawa sintetis atau alami disebut dengan zat antimikroba, akan tetapi banyak orang
yang menyebutnya dengan antibiotika. Antibiotika mempunyai manfaat yang sangat
e. Konsentrasi antibiotik
Semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya..
f. Jenis antibiotik
setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung
sifat antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).
Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika
tertentu,
sehingga
membahayakan
orang
yang
terkena
penyakit
tersebut.
S. pneumonia, enterokokus
penisilinase,
sedangkan
pada
dan
bakteri
stafilokokus yang
gram-negatif,
tidak
diantaranya
2001; Chamber, 2004). Proses Cross linking tersebut digunakan dalam integritas
struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding Protein
(PBP) yang berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP. Aktivasi
tersebut menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et. al., 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Praktikan melaksanakan praktikum uji resitensi bakteri pada hari kamis tanggal 4
april 2013. Praktikan melaksanakan praktikum tersebut di Laboratorium Mikrobiologi
Dasar, Gedung C9, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Surabaya.
3.2 ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
Cawan petri 2 buah
Kertas hisap (paper disc) 12 buah
B.
Bahan
Media taoge agar
Media taoge cair
Bakteri uji 2 ml
Antibiotik amphicillin 500 mg
Dilakukan peremajaan/ sub culture bakteri uji yang akan digunakan pada media taoge cair.
Diinkubasi pada suhu 28-30C selama 24 jam.
Diambil 1 ml kultur bakteri, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril (dilakukan
d.
e.
secara duplo).
Media taoge agar dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian dihomogenkan.
Membuat paper disc dari kertas hisap berbentuk lingkaran dengan diameter kurang dari 1 cm,
kemudian direndam dalam antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml (tiap
f.
g.
h.
uji (langkah no.4), diberi tanda pada bagian luar cawan supaya tidak tertukar.
Diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 28-30C.
Diamati zona hambat/zona bening yang terbentuk, kemudian diukur diameternya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1. Pengamatan Uji Resistensi Pada Cawan Petri
Identifikasi
Gambar
25
mg/ml
50
mg/
ml
5
mg/
ml
Mikroorganisme
Morfologi
Bentuk sel
Susunan sel
Gram positif (+)
atau negatif (-)
Diameter zona
hambat
25
mg/ml
50
mg/
ml
5
mg/
ml
Bakteri
(sampel air selokan depan gedung
Bakteri
(sampel air selokan depan gedung
C3- FMIPA)
Karakteristik optik: Opaque
C3- FMIPA)
Karakteristik optik: Opaque
Bentuk: punctiform
Bentuk: punctiform
Elevasi: raised
Elevasi: raised
Negatif (-)
Negatif (-)
Hasil yang kami dapatkan dari uji resistensi berupa reaksi dari bakteri terhadap
antibiotik, sensitif atau resisten, dapat dilihat dari zona inhibitor yang terbentuk.
Terdapat perbedaan besar zona hambat/ zona bening yang terbentuk sebagai respon
terhadap perbedaan pengenceran antibiotik. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
besarnya pengenceran berbanding lurus dengan besarnya zona hambat/zona yang
terbentuk. Semakin besar pengenceran (50 mg/ml) maka semakin besar diameter zona
hambat/ zona bening yang terbentuk.
4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan uji sensitifitas mikroba
terhadap antibiotik dengan metode Kirby-Bauer dan menentukan mikroba uji termasuk
sensitif atau resisten terhadap antibiotik yang diujikan.
Pada percobaan ini kadar antibiotik ditentukan dengan metode Kirby-Bauer,
yaitu pengukuran sensitifitas antibiotik dengan metode paper disk yang berisi agen
antimikroba pada media yang telah ditanami mikroba dan akan berdifusi pada media
agar. Daerah jernih disekitar paper disk merupakan hambatan mikroba oleh antibiotik
pada permukaan agar. Metode Kirby-Bauer merupakan cara untuk menentukan
sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik
ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya.
Dalam percobaan uji resistensi ini, antibiotik yang digunakan adalah ampicillin
500 gram yang didapatkan zona hambat/zona bening. Hal tersebut menunjukan bahwa
bakteri sensitif terhadap antibiotik ampicilin 500 gram, dapat dilihat dengan adanya
zona jernih/zona hambat yang mengindikasikan bahwa bakteri sensitif terhadap
antibiotik ampicilin. Ampicillin bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel yaitu
dengan menyerang peptidoglikan dan mampu melakukan penetrasi pada bakteri gram
positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin,
sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada
bakteri. Percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona jernih yang
terbentuk (Dwidjoseputro., 2003).
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme
kerja yang secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja
antibiotik tersebut antara lain:
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Bakteri memiliki tingkat resistensi yang berbeda-beda terhadap antibiotik yang
diberikan tergantung dari sifat/karakteristik bakteri uji serta jenis dan konsentrasi
antibiotik. Bakteri bersifat sensitif apabila menghasilkan zona hambat/zona bening
ketika
diuji
dengan
antibiotik. Antibiotik
semakin
efektif
dalam
menghambat
pertumbuhan bakteri apabila semakin luas/lebar zona hambat yang terbentuk yang
terjadi akibat semakin tinggi konsentrasi antibiotik yang digunakan.
5.2. Saran
Agar zona hambat yang dihasilkan membentuk struktur yang bulat sempurna
(diameter tiap sisinya sama atau hampir sama) supaya mudah diamati praktikan harus
berhati-hati ketika meletakkan paper disc (yang telah dicelupkan ke larutan antibiotik)
dalam suspensi bakteri pada cawan petri. Pemilihan kertas yang digunakan sebagai
disc harus dipilih jenis kertas yang dapat menyerap sempurna larutan antibiotik,
misalnya kertas saring.
DAFTAR PUSTAKA
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J. and Jenkins, W.L. 1991. Veterinary Applied
Pharmacology and Therapeutics, 5th ed. The English Language Book Society, Bailliere
Tindal, London.
Chaidir J, Munaf S. 1994. Obat antimikroba. In : Munaf S, eds. Farmakologi Unsri. Jakarta :
EGC.
Chambers, H. F. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th ed. Jakarta: Salemba Medika.
Dwijaseputro. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Brawijaya. Djambatan :
Malang.Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT
Gramedia PustakaUtama : Jakarta
Dzen, Sjoekoer M; Roekistiningsih; Santoso, Sanarto; Winarsih, Sri; Sumarno; Islam,
Samsul, A.S. Noorhamdani; Murwani, Sri; Santosaningsih, Dewi. 2003. Bakteri
Bentuk Batang. Bakteriologi Medik. Malang: Bayumedia. Pp 189
Essack, S.Y., 2001. The Development of Beta-Lactam Antibiotics in Response to the
Evolution of-Lactamases. Pharmaceutical Research. 18(10): 1391-99.
Fleming, Alexander (1980). On the antibacterial action of cultures of a penicillium, with
special reference to their use in the isolation of B. influenza.. Clin Infect Dis 2 (1):12939.
Jawet, Melnik dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Jawet E. 1998. Prinsip kerja obat antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi dasar dan
klinik. Jakarta : EGC.
Wasitaningrum, I. D. A., 2009. Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus Aureus dan Escherichia
Coli Dari Isolat Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa Antibiotik. Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.