Anda di halaman 1dari 25

H

Vol. VII, No. 04/II/P3DI/Februari 2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

IMPLIKASI HUKUM PUTUSAN PRAPERADILAN


PENETAPAN TERSANGKA BUDI GUNAWAN
Novianti*)

Abstrak
Putusan praperadilan yang mengabulkan sebagian permohonan Budi Gunawan
menimbulkan berbagai pendapat di kalangan para ahli hukum. Putusan tersebut
juga membawa implikasi hukum, baik atas praktek hukum di Indonesia karena dapat
menjadi preseden buruk bagi perkara sejenis, maupun atas status perkara yang
disangkakan atas Budi Gunawan yang saat ini masih berada di tangan KPK. KPK
dapat mengambil langkah untuk melakukan perbaikan dan membawa perkara ini ke
proses pengadilan sehingga dapat dibuktikan melalui persidangan yang adil.

Pendahuluan

lain yang ada kaitannya dengan tindak


pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara.
Praperadilan merupakan suatu sidang
pengadilan yang diselenggarakan untuk
menguji keabsahan suatu tindakan paksa
yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang
selaku penegak hukum. Terkait dengan
dasar hukum praperadilan diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan Undang-Undang Mahkamah
Agung. Dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP,
dinyatakan bahwa:
Praperadilan adalah wewenang
pengadilan negeri untuk memeriksa dan
memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, tentang:
a. Sah
atau
tidaknya
suatu
penangkapan dan atau penahanan
atas permintaan tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas

Putusan hakim Pengadilan Negeri


Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi yang
mengabulkan
gugatan
praperadilan
penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan
(BG) telah menimbulkan kontroversi. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
BG sebagai tersangka dalam kasus dugaan
korupsi berupa penerimaan hadiah atau
janji selama menjabat sebagai Kepala Biro
Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi
Sumber Daya Manusia Polri periode 20032006 dan jabatan lainnya di Kepolisian.
Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi mengatur sejumlah hal yang
menjadi kewenangan KPK.
Disebutkan,
KPK berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi yang melibatkan aparat penegak
hukum, penyelenggara negara, dan orang

*) Peneliti Madya Hukum Internasional pada Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
DPR RI. Email: novi_dpr@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian
penyidikan
atau
penghentian
penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian, atau
rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.

KPK
sebagaimana
ditegaskan
bahwa
salah satu kewenangan KPK yang diatur
dalam Undang-Undang antara lain adalah
penyelenggara negara atau penegak hukum.
Berdasarkan
dalil
pertimbangan
tersebut, Hakim Sarpin menyatakan bahwa,
Surat
perintah
penyidikan
(Sprindik
03/01/01/2015) yang menjadi dasar dalam
penyidikan terhadap BG tidak sah dan tidak
berdasar hukum dan tidak mempunyai
kekuatan
mengikat,
oleh
karenanya
penyidikan atas kasus yang disangkakan
terhadap BG juga dinyatakan tidak sah
dan tidak berdasar hukum sehingga tidak
mempunyai kekuatan mengikat.
Lebih lanjut, karena Sprindik sebagai
legalitas dianggap tidak sah, maka segala
tindakan
yang
dilakukan
berdasarkan
Sprindik 03/01/01/2015 termasuk penyidikan
dan penetapan tersangka atas BG tersebut
dinyatakan tidak sah. Selain membatalkan
penetapan status tersangka atas BG, Hakim
Sarpin juga menyatakan bahwa keputusan
atau penetapan yang merupakan tindak
lanjut yang dikeluarkan KPK sepanjang masih
berkaitan dengan permasalahan penetapan
BG selaku tersangka akan dianggap tidak sah.
Dalam putusan praperadilan tersebut,
Hakim Sarpin tidak mengabulkan seluruh
gugatan yang diajukan BG selaku pemohon.
Gugatan BG untuk mendapatkan Ganti Rugi
secara materiil dari KPK ditolak oleh Hakim
Sarpin. Selain itu, dalam putusannya Hakim
Sarpin juga menghapuskan biaya perkara
yang harus ditanggung negara.
Menanggapi
putusan
praperadilan
tersebut, Peneliti dari Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Mas
Miko,
menyatakan
terdapat
beberapa
kelemahan dalam putusan praperadilan
tersebut. Pertama, Hakim Sarpin telah
melampaui kewenangannya dalam memutus
perkara praperadilan tersebut. Dalil-dalil
yang dipertimbangkan oleh Sarpin seperti

Kemudian dalam Pasal 77 KUHAP


ditegaskan kembali mengenai tujuan
diadakannya
praperadilan
dan
batas
wewenang
hakim
yang
menyatakan:
Pengadilan negeri berwenang untuk
memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undangundang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan
atau
penghentian
penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi
bagi
seorang
yang
perkara
pidananya dihentikan pada tingkat
penyidikan
atau
penuntutan.

Putusan Praperadilan
Hakim tunggal praperadilan Sarpin
Rizaldi
mengabulkan
permohonan
praperadilan BG, karena menganggap
objek permohonan praperadilan yang
diajukan pemohon termasuk dalam objek
praperadilan. Dengan demikian, Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan berhak memeriksa
sah atau tidaknya penetapan status
tersangka terhadap pemohon.
Dalam
pertimbangannya,
Hakim
Sarpin mengatakan, berdasarkan Surat
Perintah Penyidikan nomor 03/01/01/2015
pada 12 Januari 2015, BG ditetapkan sebagai
tersangka dalam kapasitasnya sebagai kepala
biro pengembangan karir (Karo Binkar)
Deputi SSDM Polri. Peristiwa pidana itu
dilakukan dalam rentang tahun 2003-2006.
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri,
jabatan Karobinkar merupakan jabatan
administrasi atau pelaksana staf yang berada
di bawah deputi Kapolri. Jabatan Karobinkar
setingkat dibawah pejabat eselon II dan
bukan penegak hukum dan tidak termasuk
dalam golongan penyelengggara negara
karena tidak masuk eselon. Menurut Hakim,
peristiwa pidana yang dilakukan BG saat itu
tidak termasuk dalam subjek kewenangan

hukum adalah pembuktian terhadap unsurunsur tindak pidana. Hal tersebut seharusnya
diperiksa pada persidangan pokok perkara
bukan praperadilan. Kedua, Hakim Sarpin
juga tidak konsisten dalam melakukan
penafsiran hukum. Di satu sisi, hakim
memperluas penafsiran terhadap objek
praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur
dalam KUHAP. Namun, di sisi lain, penafsiran
yang diperluas itu tidak dilakukan dalam
-2-

konteks pemaknaan terhadap penyelenggara


negara/penegak hukum.
Hal senada juga diungkapkan oleh
Mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas,
menyatakan seharusnya hakim Sarpin
Rizaldi menggunakan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai
landasan putusan. Secara fundamental
setiap hakim wajib mengadili berdasarkan
Undang-undang.
Undang-undang
jelas
isinya tidak boleh ditafsirkan melainkan
sesuai dengan tafsir gramatikal dalam spirit
asas kepastian hukum.
Terlepas dari kontroversi putusan
praperdilan tersebut, Pasal 20 Algemene
Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie
(AB) yang menyatakan: Hakim harus
mengadili berdasarkan Undang-Undang.
sampai saat ini, AB masih berlaku sepanjang
belum dicabut secara tegas oleh UndangUndang berdasarkan Aturan Peralihan UUD
1945. Hal ini berarti, bahwa dalam hukum
yang berlaku di Indonesia, hakim dilarang
menafsirkan lebih dari yang seharusnya
jika sudah jelas pengaturannya. Namun
demikian, hal ini bukan berarti hakim
menjadi tidak bebas dalam menjalankan
kewenangannya sepanjang tidak melanggar
ketentuan yang ada. Hakim diperkenankan
untuk menafsirkan lebih luas suatu
peraturan di kala peraturan tersebut tidak
jelas maksudnya atau hakim diperkenankan
untuk membuat suatu kaidah hukum di
saat terjadi kekosongan hukum, karena
pada hakekatnya, hakim dilarang menolak
perkara dengan alasan tidak ada hukumnya.
Hal itu tentunya bertolak belakang
dengan sistem hukum Anglo-Saxon yang
menganut aliran freie rechtslehre, yang
memperbolehkan hakim untuk menciptakan
hukum (judge made law) (H.M.A Kuffal,
Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum,
2004).
Oleh karenanya, dalam perkara
praperadilan yang diajukan oleh BG,
pendapat
hakim
praperadilan
yang
menyatakan bahwa mengenai permohonan
yang diajukan oleh BG mengenai penetapan
tersangka tidak diatur dalam KUHAP,
sehingga
terjadi
kekosongan
hukum
adalah pertimbangan yang patut untuk
dipertanyakan.
Dengan
menyebutkan
klausa penyidikan yang dilakukan oleh
termohon dalam amar putusannya,
artinya hakim mengakui bahwa yang

dimohonkan untuk diuji keabsahannya adalah


sah atau tidaknya penyidikan, sehingga
seharusnya hakim tidak memiliki alasan
untuk menyatakan permohonan tersebut
belum diatur, karena mengenai praperadilan
yang berkaitan dengan penyidikan telah
diatur dalam Pasal 77 KUHAP, yaitu
mengatur hanya tentang sah atau tidaknya
penghentian penyidikan, maka seharusnya
hakim tidak menafsirkan lebih dari yang
diatur dalam Pasal 77 KUHAP ini, sebab
ketentuan tersebut bukan aturan yang multi
tafsir, oleh karenanya, dapat dipahami, disaat
para ahli hukum menyatakan bahwa obyek
atau alasan praperadilan berdasarkan Pasal
77 KUHAP bersifat limitative.

Implikasi Putusan Praperadilan


Putusan
praperadilan
yang
mengabulkan sebagian permohonan BG
tersebut menimbulkan berbagai pendapat
dikalangan para ahli hukum, Jaksa Agung
AM Prasetyo menegaskan bahwa, untuk
saat ini putusan hakim Sarpin itu tidak bisa
dijadikan sebagai sumber acuan hukum
atau yurisprudensi karna baru satu putusan
pengadilan. Selain itu, pendapat lain juga
diungkapkan oleh Ketua Komisi Yudisial,
Suparman Marzuki mengingatkan, putusan
Praperadilan yang dikeluarkan oleh Hakim
Sarpin Rizaldi berimplikasi luas pada sistem
penegakan hukum pidana khususnya tugas
penyidik.
Selain itu, Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi, Mahfud MD juga menambahkan,
dengan putusan praperadilan tersebut, ke
depan setiap penetapan tersangka berpotensi
akan di praperadilankan. Pengadilan negeri
dapat dibanjiri permohonan praperadilan
terkait penetapan tersangka oleh KPK,
Kepolisian, dan Kejaksaan. Hal senada
juga
diungkapkan
oleh
Nursyahbani
Katjasungkana, yang menyatakan bahwa
putusan praperadilan tersebut menjadi
preseden yang sangat buruk. Penetapan
tersangka dalam dua tahun ke belakang dapat
dibatalkan semua. Bahkan, mereka yang
sudah dijadikan tersangka dan ditahan KPK
pun bisa mengajukan praperadilan.
Bahkan,
segera
setelah
putusan
praperadilan tersebut dikeluarkan, Surya
Dharma Ali, tersangka kasus korupsi dana
haji mengajukan permohonan Praperadilan
atas penetapan dirinya sebagai tersangka
dalam pengelolaan dana haji. Hal ini dapat
-3-

menjadi bukti bahwa putusan praperadilan


yang diajukan oleh BG dan dikabulkan
sebagian oleh Hakim Sarpin Rizaldi
memberi peluang bagi para tersangka,
khususnya yang penetapan statusnya oleh
KPK mengajukan gugatan karena sudah
pernah ada permohonan praperadilan yang
mengabulkan
permohonan
pembatalan
status tersangka.
Selain membawa preseden tentang
pembatalan status tersangka, melalui sidang
praperadilan. Putusan yang dikeluarkan oleh
Hakim Sarpin Rizaldi membawa implikasi
yang lain, yaitu bagaimana status perkara
yang disangkakan terhadap BG dengan
adanya putusan tersebut. sedangkan seperti
kita ketahui bersama KPK tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan penghentian
perkara.
Sekretaris Tim 9 atau Tim Independen,
Jimly
Assidiqque
menyatakan
status
tersangka BG memang gugur dengan
sendirinya karena materi praperadilan
yang diajukan oleh BG hanya membahas
prosedur penetapannya sebagai tersangka.
Belum masuk pada materi substansi.
Dengan demikian unsur kejahatan yang ada
dalam perkara tersebut tidak hilang (Jimly:
Ucapkan Selamat ke Budi Gunawan Tak Jadi
Masalah, www.tempo.co.id).
Dengan
tidak
hilangnya
unsur
kejahatan dalam perkara yang disangkakan
kepada BG, maka KPK dapat melakukan
perbaikan dalam proses penyelidikan dan
penyidikan. Serta memperkuat data dan
bukti yang dibutuhkan. Dengan demikian
substansi kejahatan yang menjadi pokok
perkara dapat dibuktikan di pengadilan yang
adil.

putusan praperadilan tersebut membawa


implikasi buruk dalam penegakan hukum di
Indonesia, pembuat undang-undang, yaitu
legislatif dan eksekutif diharapkan segera
melakukan Pembahasan dan mengesahkan
RUU KUHAP yang di dalamnya terdapat
ketentuan
terkait
dengan
Hakim
Pemeriksa Pendahuluan yang merupakan
kemutakhiran dari sistem praperadilan.
Dengan
upaya
ini,
permasalahanpermasalahan hukum yang mungkin timbul
dikemudian hari akibat dari penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat penegak hukum
dalam sistem peradilan pidana, dapat
diatur
mekanisme
hukum
acaranya
secara lebih detail. Selain itu, perdebatanperdebatan yang penuh dengan berbagai
macam interpretasi dapat dihindarkan dan
kepastian hukum akan lebih terjamin yang
akan berdampak pula kepada kepercayaan
warga Negara terhadap penegak hukum.

Rujukan
Putusan Hakim Preseden Buruk, Harian
Kompas, 17 Februari 2015.
Sudahi
Kegaduhan,
Harian
Media
Indonesia, 17 Februari 2015..
Supremasi Hukum bukan Supremasi
Opini, Harian Media Indonesia, 17
Februari 2015.
"Isi Lengkap Putusan Hakim Paraperadilan
Budi
Gunawan",
http://wartaspot.
net/2015/02/16/, diakses Tanggal 18
Februari 2015.
"Kontroversi Putusan Praperadilan Budi
Gunawan Ini Kelemahannya", http://
www.cybicrew.com/, diakses Tanggal 18
Februari 2015.
"Meluruskan Soal Praperadilan Tersangka
Komjen Pol Budi Gunawan", . http://
hukum.kompasiana.com/2015/02/09/,
diakses Tanggal 19 Februari 2015.
"Jimly: Ucapkan Selamat ke Budi Gunawan
Tak Jadi Masalah", www.tempo.co.id,
diakses tanggal 18 Februari 2015
H.M.A
Kuffal,
Penerapan
KUHAP
dalam Praktik Hukum, Universitas
Muhammadiyah Malang, 2004.
Faisal Salam, Moch, Hukum Acara Pidana
Dalam Teori dan Praktek, CV.Mandar
Maju, Bandung, 2001.

Penutup
Putusan
praperadilan
yang
mengabulkan permohonan BG walaupun
menimbulkan berbagai kontroversi, harus
dihormati. Namun demikian, pelajaran
yang bisa dipetik dari polemik ini adalah
penyidik dan penuntut umum diharapkan
lebih bersikap hati-hati dalam penanganan
setiap perkara. Selain itu dapat ditempuh
jalan lain, yaitu melakukan perbaikan atas
proses penyelidikan dan penyidikan atas
perkara yang disangkakan terhadap BG
sehingga perkara tersebut dapat dibuktikan
kebenaran atau ketidak-benarannya.
Dengan
adanya
kekhawatiran
-4-

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VII, No. 04/II/P3DI/Februari 2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

IMPLIKASI KEBIJAKAN HUKUMAN MATI TERHADAP


HUBUNGAN INDONESIA-AUSTRALIA
Sita Hidriyah*)

Abstrak
Presiden Jokowi menolak permohonan grasi dua terpidana mati berkewarganegarakan
Australia atas kasus narkoba. Sebagai bentuk upaya melindungi warga negaranya di
luar negeri, Pemerintah Australia masih berupaya mencegah eskekusi mati tersebut.
Indonesia menghargai usaha Australia itu namun supremasi hukum Indonesia harus
tetap dihormati. Jika nantinya eksekusi mati dilaksanakan, hubungan Indonesia
dan Australia tidak akan menjadi keruh mengingat hubungan baik yang sudah
terjalin antara kedua negara. Indonesia dan Australia dianggap sama-sama saling
membutuhkan mengingat banyaknya kepentingan dan persoalan yang harus dihadapi
secara bersama. Pasang surut yang dialami menjadi hal biasa dalam hubungan kedua
negara.

Pendahuluan

itu, perdana menteri dan warga Australia terus


mengajukan banding dan pembelaan untuk
membatalkan hukuman dikarenakan terpidana
telah menjalani rehabilitasi dengan baik,
sekaligus memohon pemerintah Indonesia
mempertimbangkan kembali keputusannya
untuk menghukum mati mereka. Dalam
persidangan, Andrew Chan dan Myuran
Sukumaran bersikeras tidak terlibat dalam
penyelundupan dan bahkan mengatakan
mereka dijebak. Sayangnya hasil rekaman
kamera pengintai menunjukkan hal yang
lain. Hasil rekaman, catatan telpon dan
juga pengakuan para kurir yang diaturnya
menunjukkan hal sebaliknya dan menguatkan
bahwa merekalah otak dari penyelundupan
narkoba. Pada tahun 2006 mereka berdua
dijatuhi hukuman mati.

Dua Warga Negara (WN) Australia,


yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran
selaku gembong narkoba yang ditangkap
pada April 2005 akan menghadapi eksekusi
mati. Presiden Jokowi menolak permohonan
grasi yang diajukan dan telah diterima oleh
Pengadilan Negeri Denpasar pada 22 Januari
2015. Putusan hukuman mati tersebut
dijatuhkan oleh pengadilan independen tanpa
campur tangan pemerintah. Jadwal eksekusi
sendiri belum ditetapkan sebab kejaksaan
masih berupaya memindahkan beberapa
terpidana mati dari lembaga permasyarakatan
mereka ke Nusakambangan yang menjadi
lokasi eksekusi.
Upaya peninjauan kembali tengah
diupayakan kuasa hukum kedua terpidana
agar eksekusi tidak jadi dilakukan. Sementara

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: sita.hidriyah@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

kondisi darurat narkoba itu. Salah satu


bentuk komitmen dan keseriusan tersebut
adalah dengan menolak grasi bagi pengedar
yang dijatuhi hukuman mati. Saat ini sudah
ada 64 kasus yang sudah diputuskan untuk
hukuman mati dan mengajukan grasi,
namun Jokowi memastikan semua grasi
akan ditolak. Jokowi menyatakan akan tetap
konsisten meskipun mengaku mendapatkan
tekanan dari berbagai pihak termasuk PBB,
NGO, hingga mendapatkan surat amnesti
internasional. Sekretaris Jenderal (Sekjen)
PBB Ban Ki-moon juga telah mendesak
pemerintah Indonesia untuk menghentikan
hukuman mati. Menghadapi berbagai tekanan
internasional, Jokowi menyatakan, Indonesia
harus tegas dalam penegakan hukum terkait
narkoba karena jika dibiarkan dan ada
pengampunan, Indonesia dapat menjadi
negara yang hancur padahal Indonesia dalam
keadaan darurat narkoba. Presiden juga
menyayangkan eksekusi mati yang dijatuhkan
kepada terpidana kasus narkoba sering kali
tidak segera dilaksanakan sehingga efek
jera tidak segera dirasakan. Yang terjadi
justru yang di dalam tahanan tetap dapat
mengatur peredaran narkoba. Hal tersebut
tidak bisa terus-menerus dibiarkan karena
menyangkut moralitas dan mentalitas dimana
selain belasan ribu orang meninggal karena
narkoba tapi juga jutaan lainnya yang harus
direhabilitasi selain ada 1,2 juta orang yang
sudah tidak bisa direhabilitasi. Menteri
Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan
bahwa eksekusi mati terhadap bandar
narkoba adalah perang terhadap kejahatan
narkoba sehingga pemerintah akan konsisten
menerapkan kebijakan tersebut.

Ketegasan Presiden Jokowi


Terhadap Hukuman Mati
Jokowi menegaskan akan komitmennya
untuk terus memerangi penyalahgunaan
narkoba
di
Indonesia.
Presiden
menginstruksikan kepada jajaran Badan
Narkotika Nasional (BNN) dan seluruh lapisan
masyarakat Indonesia untuk bekerja sama
dalam memerangi penyalahgunaan narkoba
di tanah air. Kejaksaan Agung sendiri telah
mengeksekusi mati 6 terpidana pada 18
Januari 2015 lalu. Ketegasan Jokowi pada
hukuman mati menunjukkan bahwa dirinya
tidak memberikan ruang pengampunan
dalam persoalan narkoba. Jokowi beralasan,
penolakan ini untuk memberikan shock
therapy kepada para pelaku kejahatan narkoba.
Ia mengatakan, bahwa terpidana mati narkoba
yang ditolak permohonan grasinya sebagian
besar adalah bandar yang atas perbuatannya
dan kelompoknya dianggap merusak generasi
penerus bangsa. Tidak hanya pada kasus
narkoba, Jokowi juga diharapkan dapat tegas
dalam persoalan hukum lainnya.
Pemerintah
akan
tetap
konsisten
dalam mengeksekusi terpidana mati kasus
narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya termasuk dari kalangan Warga Negara
Asing (WNA). Pemerintah yakin tidak satu
pun ketentuan hukum yang dilanggar terkait
kebijakan itu sehingga konsistensi pada
pelaksanaan hukuman tetap dilakukan dalam
setiap komunikasi baik via telpon maupun
surat. Presiden Jokowi menjelaskan bahwa
Indonesia harus tegas dalam penegakan
hukum terkait narkoba. Setiap tahunnya,
BNN mencatat warga yang tewas akibat
penyalahgunaan narkoba mencapai 12 ribu
jiwa lebih atau berkisar 37 orang per hari.
Kematian akibat penyalahgunaan narkoba
tersebut bukan hanya disebabkan over dosis,
melainkan faktor lain seperti penularan HIV/
AIDS dan hepatitis yang ditularkan melalui
penggunaan jarum suntik. BNN Provinsi DKI
Jakarta memperkirakan, terdapat sekitar
500 ribu warga Ibu Kota yang masih menjadi
pecandu narkoba. Jumlah ini adalah hasil
perbandingan survei yang dilakukan oleh
BNN dengan Pusat Pendidikan Kesehatan
(Pusdikkes) Universitas Indonesia di tahun
2013 dan 2014. Dari penelitian akhir 2014,
5,5 persen, atau sekitar 500 ribuan jiwa masih
ketergantungan narkoba.
Presiden Jokowi mulai menunjukkan
komitmen dan keseriusannya untuk mengatasi

Hubungan Indonesia - Australia


Pascapenolakan Grasi
Berbagai aksi dan reaksi muncul
atas ditolaknya grasi terpidana mati kasus
narkoba WN Australia. Masyarakat Australia
merasa kecewa atas apa yang akan dilakukan
pemerintah Indonesia kepada WN Australia.
Perdana Menteri (PM) Australia Tony
Abbott mengatakan masyarakat Australia
akan mencari cara untuk memperlihatkan
rasa tidak senangnya kepada Indonesia dan
menjadi wajar apabila sebuah negara mencoba
menyelamatkan warganya yang akan dihukum
mati di negara lain. Pada 18 Februari 2015,
para praktisi hukum, mulai dari hakim, jaksa,
hingga pengacara, turun ke jalan melakukan
-6-

aksi damai mendukung pembatalan eksekusi


terpidana mati Bali Nine. Aksi di pusat kota
Melbourne ini antara lain dihadiri Hakim
Agung Negara Bagian Victoria, Lex Lasry
yang mengatakan, mengeksekusi kedua orang
ini setelah 9 tahun rehabilitasi akan menjadi
tragedi.
Bentuk kekecewaan Australia pada
Indonesia dilakukan oleh berbagai kalangan
Australia. Bukan hanya masyarakat sipil,
namun enam mantan perdana menteri
Australia mengajukan banding dan pembelaan
untuk dua terpidana mati Bali Nine. Mereka
mendukung Australia untuk melobi Indonesia
menghentikan rencana eksekusi. Ditambah
lagi Menlu Australia Julie Bishop yang
mengatakan, pihaknya menerima banyak surat
dari warganya yang berisi protes terhadap
eksekusi mati Myuran Sukuraman dan
Andrew Chan. Dia juga mengatakan pihaknya
bisa memboikot pariwisata Indonesia jika
memang eksekusi tersebut tetap dilakukan.
PM Abbott baru-baru ini mengajukan
permohonan kepada Jokowi agar lebih
responsif dengan desakan yang dilakukan
pihaknya. Dia mengingatkan Pemerintah
Indonesia untuk memahami posisi bila
warga negaranya terancam dieksekusi mati
di negara lain. Yang terakhir bahkan disebutsebut Abbott menginginkan politik balas
budi mengaitkan bantuan kemanusiaan pada
tsunami 2004 untuk pembatalan eksekusi
yang secara jelas bertolak belakang dengan
penegakan hukum di Indonesia. Pernyataan
yang
disampaikannya
tersebut
tidak
mencerminkan Australia. Untuk mencegah
timbulnya
ketersinggungan,
pernyataan
yang dimaksud kemungkinan adalah untuk
menunjukkan akan betapa eratnya hubungan
kedua negara selama ini.
Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) telah menerima ribuan surat
elektronik yang memprotes dan mengecam
KBRI. Isu gangguan keamanan dihembuskan
media Australia demi pembatalan hukuman
mati bagi dua warganya, namun kehidupan
tetap berjalan normal di Australia. Meskipun
berkembang kekecewaan terhadap pemerintah
Indonesia,
Kepolisian
Australia
tetap
menjamin adanya keamanan bagi Warga
Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di
Australia. Misalnya Kepolisian negara bagian
Queensland, Petugas Khusus Kepolisian
Queensland menyebutkan agar WNI segera
melapor ke polisi setempat apabila ada

gangguan keamanan yang menimpa mereka.


KBRI Canberra bahkan telah berkoordinasi
dengan kepolisian Australia apabila ada
gangguan menimpa WNI dan menghimbau
untuk lebih berhati-hati dalam melakukan
kegiatan
sehari-hari.
Sementara
itu,
permasalahan eksekusi dua WN Australia
tidak akan mengancam neraca perdagangan
Indonesia. Pasalnya ketergantungan Australia
terhadap pasar Indonesia sebanding dengan
ketergantungan Indonesia terhadap produk
sapi seperti daging Australia.

Pemanfaatan Isu Hukuman Mati


Hubungan Indonesia Australia tidak
akan berdampak buruk dengan terlaksananya
hukuman mati, mengingat hubungan kedua
negara selalu mengalami pasang surut. Pasang
surut inilah yang terjadi pula saat Abbott
menjabat sebagai Perdana Menteri. Meskipun
wilayah negara saling berdekatan, budaya
dan ideologi adalah berbeda. Tidak semua
warga Australia mendukung dan sepakat akan
sikap yang ditunjukkan Abbott dan manuvermanuver yang diberikannya dalam banyak
permasalahan. Ia hanya memanfaatkan isu
eksekusi mati dikarenakan popularitasnya
yang semakin menurun di mata warga
negaranya. Sama halnya dengan yang
dilakukan Presiden Brasil dalam melakukan
pembelaan berlebihan pada warga negaranya
yang kemudian menunda penerimaan surat
kepercayaan Dubes Indonesia untuk Brasil.
Pemerintah Indonesia harus berpikir secara
jernih dan tidak perlu mengikuti sikap Brasil.
Hal ini pula yang tentunya tidak diharapkan
akan hubungan Indonesia dan Australia.
Penolakan hukuman mati juga muncul
dari dalam negeri Indonesia sendiri. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) beserta organisasi HAM di Indonesia
turut menyatakan sikap terkait eksekusi
mati terhadap enam orang terpidana
narkotika. Menurut mereka, Indonesia harus
siap apabila negara lain memberlakukan
hukuman yang sama terhadap WNI yang
terlibat kejahatan narkoba di luar negeri.
Hal ini menimbulkan adanya pertentangan
antara kebijakan domestik dan luar negeri
Indonesia dimana Indonesia selalu berupaya
untuk menyelamatkan warga negaranya dari
hukuman mati, sementara di dalam negeri,
hukuman mati diberlakukan terhadap para
terpidana narkotika.
Presiden Jokowi diharapkan untuk
-7-

dapat konsisten mengenai hukuman mati.


Indonesia juga punya kedaulatan hukum yang
harus ditegakkan. Setelah pada bulan Januari
lalu mengeksekusi WN Brasil, Pemerintah
Brasil telah menolak keberadaan Dubes
Indonesia sehingga pemerintah menarik
dubesnya dari Brasil. Ketegasan Jokowi
kembali dilakukan atas penarikan ini. Kendati
demikian, pemerintah menjelaskan jika
putusan tersebut merupakan hukum yang
berlaku di Indonesia. Penundaan eksekusi
masih terjadi tetapi penerapan hukuman
juga diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Penundaan ini sama misalnya dengan kasus
WNI yang akan mendapatkan eksekusi di Arab
Saudi dimana Indonesia juga berusaha dengan
berbagai cara mencegahnya entah dengan
mengirimkan utusan atau membayar jaminan.
Tetapi hal yang sering terjadi pada Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) tentulah berbeda
terlebih kepada alasan hukuman.

DPR harus mendukung serta meyakinkan


pemerintah bahwa tindakan yang dilakukan
tidak bertentangan dengan konstitusi. Solusi
yang dapat memberikan efek positif bagi kedua
negara sangat diharapkan sehingga tidak ada
diskriminasi di masyarakat. DPR meminta
pemerintah untuk bersikap diplomatis pada
kasus eksekusi WN Australia mengingat
dengan dasar bahwa Indonesia sedang
menghadapi krisis soal narkoba dan percaya
bahwa hukuman mati mesti diterapkan. Di
lain sisi, Indonesia juga harus siap dalam
menerima resiko. Jika ada warga Indonesia
di luar negeri yang terlibat dalam kejahatan
narkoba dan dihukum mati, Indonesia harus
dapat menerima keputusan tersebut.

Referensi

Kisah Lain dari Pemimpin Bali Nine, Kompas


16 Februari 2015.
Polisi Australia Jamin Keamanan WNI, Media
Indonesia 16 Februari 2015.
Eksekusi Mati: RI Tak Gentar Hadapi Tekanan
Pihak Luar, Kompas 17 Februari 2015.
Pernyataan Abbott Dinilai Intervensi Hukum
RI, Media Indonesia 20 Februari 2015.
Wapres Jusuf Kalla Sangkal Ada Ancaman,
Kompas 20 Februari 2015.
Jokowi Tolak Grasi Terpidana Anggota Bali
Nine, Andrew Chan, http://www.tempo.co/
read/news/2015/01/22/058636815/JokowiTolak-Grasi-Terpidana-Bali-Nine-AndrewChan, diakses 28 Januari 2015.
Presiden Jokowi Pastikan Tolak Semua Grasi
Kasus Narkoba, http://www.antaranews.
com/berita/480011/presiden-jokowipastikan-tolak-semua-grasi-kasus-narkoba,
diakses 16 Februari 2015.
Polisi Australia Makin Disalahkan Atas
Penangkapan Geng Bali Nine di Indonesia,
http://www.radioaustralia.net.au/
indonesian/2015-02-17/polisi-australiamakin-disalahkan-atas-penangkapan-gengbali-nine-di-indonesia/1416219, diakses 19
Februari 2015.
ksekusi Tak Selesaikan Masalah Narkoba,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_
indonesia/2015/01/150119_menlu_aussie_
hkmn_mati, diakses 20 Februari 2015.
Rakyat Australia Malu Dengan Abbott, http://
www.republika.co.id/berita/nasional/
umum/15/02/24/nk8jim-rakyat-australiamalu-dengan-abbott, diakses tanggal 24
Februari 2015.

Penutup
Pemerintah
Australia
hendaknya
menghormati penegakan hukum di Indonesia.
Indonesia memahami posisi pemerintah
Australia
yang
berupaya
melindungi
warga negaranya, namun Australia juga
harus memahami bahwa ini merupakan
isu penegakan hukum semata, bukan isu
diplomatik. Penegakan hukum melawan
kejahatan luar biasa, penegakan hukum yang
dijalankan oleh negara berdaulat. Pemerintah
tidak perlu khawatir menerapkan hukuman
itu selama masyarakat masih mendukungnya.
Permasalahan jika nantinya ada gesekan
diplomatik dengan negara sahabat, menjadi
tugas pemerintah khususnya Kementerian
Luar Negeri. Bagaimana pemerintah lewat
kemahirannya memberi pengertian kepada
negara sahabat bahwa hukuman mati tidak
dilarang di Indonesia.
Penolakan grasi terpidana mati hanya
menjadi gejolak kecil dalam pasang surut
hubungan Indonesia dan Australia. Sikap
pemerintah Australia dalam menilai Indonesia
tidak akan mempengaruhi kerja sama
Indonesia Australia. Sikap yang ditunjukkan
bukanlah mewakili sikap Australia secara
keseluruhan sehingga komitmen untuk
eksekuti mati tetap harus dilaksanakan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat
mendorong pemerintah untuk menjaga
hubungan baik mengingat kedua negara
sudah lama menjadi teman baik. Selain itu,
-8-

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VII, No. 04/II/P3DI/Februari 2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

AKURASI DATA DAN KRITERIA KEMISKINAN


DALAM UPAYA PENANGGULANGANNYA
Mohammad Mulyadi*)

Abstrak
Salah satu masalah dalam penanggulangan kemiskinan bermuara pada rendahnya
validitas data dan kurang jelasnya kriteria masyarakat miskin. Padahal untuk
menghasilkan perencanaan penanggulangan kemiskinan yang baik, terukur, dan
terencana memerlukan kualitas data yang baik. Rendahnya validitas data berpengaruh
terhadap ketepatan program pemberantasan kemiskinan. Untuk itu, pemerintah perlu
melakukan kajian dan mengevaluasi kriteria itu serta memperbarui jumlah angka
kemiskinan sehingga upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih mudah dipetakan.

Pendahuluan

solusinya. Ini bukan saja karena masalah


kemiskinan telah ada sejak lama dan
menjadi persoalan masyarakat, hal ini juga
karena gejala kemiskinan semakin sulit
ditanggulangi.
Salah
satu
penyebab
sulitnya
penanganan masalah kemiskinan adalah
data yang dimiliki oleh institusi yang
diberi kewenangan oleh negara untuk
berkonsentrasi
menangani
masalah
kemiskinan ini tidak valid atau akurat.
Padahal untuk menghasilkan perencanaan
penanggulangan kemiskinan yang baik,
terukur,
dan
terencana
diperlukan
kualitas
data
yang
baik.
Dengan
demikian, keakuratan dan kevalidan data
sangat penting sebagai dasar kegiatan
penanggulangan kemiskinan.

Bangsa yang rakyatnya makmur tentu


memiliki martabat dan konsekuensinya akan
disegani oleh bangsa-bangsa lain. Singapura
bukanlah negara besar, tetapi karena
kehidupan rakyatnya sejahtera, negara ini
disegani dan diperhitungkan dalam kancah
internasional. Sebaliknya, negara kita yang
negara besar, karena banyaknya jumlah
penduduk miskin seperti ditunjukkan
dengan rendahnya pendapatan per kapita
mereka, Indonesia menjadi negara yang
mudah dilecehkan dan didikte oleh negara
lain.
Masalah kemiskinan di Indonesia
merupakan masalah sosial yang relevan
untuk
dikaji
terus-menerus
berikut

*) Peneliti Madya Sosiologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
Jenderal DPR RI, Email: mohammadmulyadi@yahoo.co.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Urgensi Validitas Angka


Kemiskinan

dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang


dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko
Widodo. Ketiga kartu yang tergabung dalam
program Government to Person (G2P)
tersebut adalah bantuan yang ditujukan
kepada keluarga kurang mampu, sama
halnya dengan Program Keluarga Harapan
(PKH) atau Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) yang pernah diberikan
melalui kantor pos pada masa pemerintahan
sebelumnya.
Dari ketiga program jaminan sosial
yang baru diluncurkan tersebut, KKS yang
bersifat langsung nontunai dan diberikan
dalam bentuk rekening simpanan melalui
layanan keuangan digital merupakan sebuah
terobosan baru. Selain mempermudah
masyarakat
kurang
mampu
dalam
mendapatkan bantuan, cara tersebut
dinilai dapat membuka akses mereka
terhadap sistem perbankan sehingga dapat
mendorong masyarakat miskin untuk
menabung, sekaligus membuka akses
mendapatkan pinjaman dari bank yang bisa
digunakan untuk kegiatan produktif.
Di Brasil, program sejenis dengan
nama Bolsa Familia (tabungan keluarga)
terbukti ampuh dalam mereduksi tingkat
kesenjangan hingga 17% dalam lima tahun
dan dapat menekan angka kemiskinan dari
42,7% menjadi 28,8% (Kompas, 5/11/2014).
Salah satu penentu keberhasilan program
Bolsa Familia adalah dukungan keakurasian
data yang tentu saja merupakan output
dari sistem pendataan yang dilakukan
secara teliti. Dalam soal ini, pemerintah
terkesan terburu-buru. Meskipun sulit dan
membutuhkan waktu, data rumah tangga
sasaran semestinya dimutakhirkan dan

Ada
ungkapan
terkenal
yang
menyatakan: there are three kinds of lies:
lies, damned lies, and statistics. Ungkapan
ini mungkin saja menemukan kebenarannya
di Indonesia, jika kita menghubungkannya
dengan praktek yang dilakukan Badan
Pusat Statistik (BPS) dalam menyajikan
angka statistik, terutama dalam beberapa
tahun terakhir ini. Salah satu yang paling
kontroversial adalah angka kemiskinan yang
realitas sosialnya tidak sesuai dengan data
sebagaimana ditampilkan.
Kalau
angka
kemiskinan
tidak
jujur, maka segala bentuk program
penanggulangan kemiskinan niscaya akan
menemui kegagalan. Namun demikian, kita
harus mengakui bahwa di mata pemerintah,
angka kemiskinan yang tinggi perlu
disembunyikan karena dapat melahirkan
penilaian negatif dari publik. Akibatnya,
pemerintah sering mempergunakan angka
statistik sebagai pencitraan belaka.
Di sinilah letak masalahnya. Angka
kemiskinan versi BPS bertentangan dengan
realitas di lapangan. Ketika krisis ekonomi
terbukti telah mendorong lonjakan PHK,
data BPS tentang Jumlah Penduduk Miskin,
Persentase Penduduk Miskin, dan Garis
Kemiskinan pada rentang waktu 19702013 malah menyatakan bahwa kemiskinan
telah menurun secara drastis. Oleh karena
itu, tidak salah jika sebagian ekonom yang
tergabung dalam Tim Indonesia Bangkit,
antara lain Hendri Saparini, Fadhil Hasan,
Ichsanuddin Noorsy, dan Iman Sugema,
mengatakan angka statistik BPS dijuluki
sebagai statistik akrobatik.
Untuk
diketahui,
data
statistik
sangatlah penting bagi pembangunan
nasional. Tanpa memegang data statistik
yang benar, sebuah bangsa mustahil untuk
mencapai
kemajuan.
Pertanyaannya
sederhana.
Bukankah
penghilangan
sebagian orang miskin dalam data
statistik akan berdampak pada strategi
penanggulangan kemiskinan yang meleset?
Keakurasian angka kemiskinan di
tanah air menjadi salah satu masalah dalam
implementasi pengentasan kemiskinan,
misalnya terkait program Kartu Indonesia
Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP),

Bagaimana pun, Indonesia kiranya


masih
menghadapi
kesulitan
untuk
mencapai prestasi Brasil tersebut. Sedikitnya
ada dua kendala yang kemungkinan
besar akan terjadi di lapangan. Pertama,
program berpeluang tidak tepat sasaran.
Hal itu terjadi ketika program menyasar
rumah tangga yang seharusnya tidak
menerima bantuan (inclusion error) dan/
atau mengabaikan rumah tangga kurang
mampu (exclusion error). Saat ini, data
yang dijadikan acuan penerima manfaat
program adalah data lama, yakni hasil

- 10 -

Pendataan Program Perlindungan Sosial


(PPLS) 2011 yang dilaksanakan BPS. Data
inilah yang menjadi basis data Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Persoalannya, kondisi kemiskinan
sangatlah dinamis karena status kemiskinan
rumah tangga bisa berubah dalam rentang
waktu yang sangat pendek, taruhlah
dalam hitungan enam bulan. Kedua, ada

mengembangkan kegiatan perekonomian


dalam
upaya
meningkatkan
taraf
kehidupannya (Soetrisno, 2001: 78) .
Kuncoro (2004: 5) menyebutkan
konsep kemiskinan sebagai perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan
kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan
pokok atau kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang untuk dapat
hidup secara layak. Bila pendapatan tidak
dapat memenuhi kebutuhan minimum,
maka orang dapat dikatakan miskin.
Sementara itu, kemiskinan menurut BPS
adalah kondisi seseorang yang hanya dapat
memenuhi kebutuhan makan kurang dari
2100 kalori per kapita per hari. Selain itu,
Bank Dunia (World Bank) mengartikan
kemiskinan sebagai kondisi di mana tidak
tercapainya kehidupan yang layak dengan
penghasilan US$ 1 per hari.
Dengan
demikian,
pemerintah
sebaiknya mengevaluasi dan mengkaji
kembali apa saja yang menjadi kriteria
seseorang
digolongkan
miskin.
Pada
prakteknya banyak warga miskin yang
belum mendapatkan kartu-kartu tersebut.
Kriteria miskin tentunya berkembang
sehingga
pemerintah
perlu
mengkaji
dan
mengevaluasi
kriteria
itu
dan
memperbaharui jumlah angka kemiskinan.
Misalnya saja, hingga saat ini BPS
membuat kriteria seseorang miskin jika
tempat tinggalnya menggunakan lantai
tanah, dinding bilik dan beratap rumbia,
hanya membeli satu stel pakaian dalam
setahun, hanya makan sekali dalam sehari,
dan lain sebagainya. Persoalannya ketika
di sebuah desa ada warga dengan kriteria
rumah seperti itu namun memiliki tanah
luas dan banyak ternak. Selain itu, terdapat
beberapa kriteria yang sudah tidak relevan
lagi, yakni menggunakan kayu bakar/arang/
minyak tanah sebagai bahan bakar untuk
memasak sehari-hari, sementara harga
minyak tanah sekarang jauh lebih mahal
daripada harga LPG.
Sampai bulan September 2014,
jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai
27,73 juta orang (10,96 persen), berkurang
sebesar 0,55 juta orang dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2014

bisa terjadi antara penerima dan yang


tidak, serta antara masyarakat dan aparat
pemerintah yang dianggap bertanggung
jawab
terhadap
penetapan
penerima
manfaat program.
Oleh karena itu, data dan informasi
kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran
sangat diperlukan. Data yang akurat
dan tepat tersebut secara periodik harus
dimutakhirkan
mengikuti
perubahan
penduduk yang dinamis. Hal ini dilakukan
untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan
serta pencapaian tujuan atau sasaran dari
kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan, baik di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, maupun di tingkat
komunitas.

Urgensi Kriteria Masyarakat Miskin


Kriteria
masyarakat
miskin
sangat beragam, mulai dari sekedar
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan,
kurangnya
kesempatan
memperoleh
pekerjaan, hingga pengertian yang lebih luas
yang memasukkan aspek sosial dan moral.
Di mata sebagian ahli, terutama para
semata-mata sebagai fenomena ekonomi,
dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak
dimilikinya mata pencaharian yang cukup
untuk tempat bergantung hidup. Sebagian
pendapat ini mungkin benar, tetapi kurang
mencerminkan kondisi riil yang sebenarnya
dihadapi masyarakat miskin. Kemiskinan
sesungguhnya
bukan
semata-mata
kurangnya pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok atau standar hidup
yang layak. Yang lebih esensial, kemiskinan
juga menyangkut kemungkinan orang atau
keluarga miskin untuk melangsungkan dan

- 11 -

yang sebesar 28,28 juta orang (11,25 persen),


dan berkurang sebesar 0,87 juta orang
dibandingkan dengan penduduk miskin
pada September 2013 yang sebesar 28,60
juta orang atau 11,46 persen (Berita Resmi
Statistik BPS, 2/1/2015).

menjadi dasar tunggal dalam menghitung


angka kemiskinan di Indonesia.

Referensi
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan
Pembangunan Daerah, Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang.
Jakarta : Erlangga.
Mulyadi, Mohammad. 2014. Kemiskinan.

Penutup
Sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap kinerja Pemerintah,
DPR RI setidaknya dapat mempertanyakan
kinerja BPS dalam menyediakan data
statistik kemiskinan selama ini. Kebutuhan
akan data yang akurat dan valid bukan
hanya berkaitan dengan isu pengentasan
kemiskinan saja, tetapi juga bidang-bidang
lain, seperti ekonomi, perdagangan, atau
industri. Untuk itu, BPS dituntut agar dapat
mewujudkan organisasi yang profesional dan
independen.
Beberapa
arahan
yang
dapat
dilayangkan kepada BPS, antara lain
pertama, BPS harus dilepaskan dari
naungan
pemerintah
dan
diletakkan
sebagai lembaga independen yang dikontrol
rakyat. Kedua, BPS harus selalu mengupdate perkembangan statisitik terkini,
terutama dalam hal metodologi. Ketiga,
BPS harus melepaskan kegiatan sensusnya
dari lembaga-lembaga pemerintah seperti
kelurahan,
RT/RW,
dan
sebagainya,
karena sangat rawan akan manipulasi
data.
Dan
keempat,
dalam
rangka
mewujudkan organisasi yang profesional
BPS harus dikelola secara profesional pula,
menggunakan sumber daya manusia yang
handal, serta melakukan proses pembinaan
dan rekruitmen yang bersih dan transparan.
Berkaitan dengan evaluasi kriteria
miskin,
kementerian
dan
lembaga
pemerintah
perlu
bersinergi
dalam
memformulasikan
kembali
kriteria
seseorang
yang
digolongkan
miskin.
Simpang siur kriteria miskin harus sesegera
mungkin diselesaikan. Kriteria tersebut
harus mampu mengakomodasi perubahan
terkini, tidak hanya mempertimbangkan

Penanggulangannya. Jakarta: P3DI


Setjen DPR RI bekerjasama dengan
Publica Press.
Sriharini. 2007. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat Miskin. Yogyakarta : PT.
LkiS Pelangi Aksara.
Supriatna,
Tjahya.
1997.
Birokrasi,
Pemberdayaan
dan
Pengentasan
Kemiskinan. Bandung : Humaniora
Utama Press.
Sutrisno,
R.
2001.
Pemberdayaan
Masyarakat dan Upaya Pembebasan
Kemiskinan. Yogyakarta: Philosophy
UGM.
http://www.bps.go.id/menutab.
php?tabel=1&kat=1&id_subyek=23,
diakses tanggal 18 Februari 2015
http://www.tnp2k.go.id/id/data-indikator/
mengenai-data-indikator/,
diakses
tanggal 20 Februari 2015

mempertimbangkan
aspek
kebutuhan
lain yang relevan sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam penetapannya. Ke depan,
kriteria yang ditetapkan tersebut haruslah

- 12 -

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VII, No. 04/II/P3DI/Februari 2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

DAMPAK PENURUNAN BI RATE TERHADAP


PEREKONOMIAN NASIONAL
Venti Eka Satya*)

Abstrak
Keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat acuan suku bunga (BI Rate)
mendapat reaksi positif dari berbagai pihak. Dengan penurunan BI Rate sebesar 25
basis poin, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan dana pihak ketiga
akan mengalami kenaikan menjadi 14%-16%, dan laju peningkatan ekspansi kredit
perbankan yang sempat melemah pada tahun lalu akan kembali membaik ke posisi
15%-17% pada tahun ini. BI memroyeksikan kalangan perbankan akan menurunkan
tingkat suku bunga kredit dalam 3-6 bulan yang akan datang. Penurunan BI Rate ini
juga berdampak positif pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan likuditas
keuangan. Hal ini diharapkan juga akan menurunkan suku bunga KPR agar lebih
menarik bagi pasar dan konsumen. Bagaimana pun, penurunan BI Rate ini juga
memiliki dampak negatif, yaitu kemungkinan meningkatnya impor.

Pendahuluan

Rate

Pelaku pasar keuangan menyambut


baik penurunan tingkat suku bunga acuan (BI
Rate) dari 7,75% menjadi 7,5%. Penurunan itu
merupakan yang pertama kali sejak 9 Februari
2012, dan di luar dugaan ekonom. Pada
saat itu, BI Rate turun sebesar 25 basis poin
menjadi 5,75%. Sejak November 2014 sampai
Januari 2015, BI Rate bertahan di angka 7,75%
(BI), penurunan BI Rate sebesar 25 basis poin,
maka pertumbuhan dana pihak ketiga akan
mengalami kenaikan menjadi 14%-16%, dan
laju peningkatan ekspansi kredit perbankan
yang sempat melemah pada tahun lalu, akan
kembali membaik ke posisi 15%-17% pada
tahun ini.

Sumber: BPS, 2015

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: venti.eka@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Kebijakan penurunan suku bunga ini


dilakukan karena BI menilai kondisi industri
perbankan nasional saat ini cukup baik karena

terjadi melalui interaksi antara BI, perbankan


dan sektor keuangan, serta sektor riil.
Perubahan BI Rate
berbagai jalur, di antaranya jalur suku bunga,
kredit, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI
Rate memengaruhi suku bunga deposito
dan suku bunga kredit perbankan. Apabila
perekonomian sedang mengalami kelesuan, BI
dapat menggunakan kebijakan moneter yang
ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk
mendorong aktivitas ekonomi. Penurunan BI
Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga
permintaan akan kredit dari perusahaan dan
rumah tangga akan meningkat. Penurunan
suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya
modal perusahaan untuk melakukan investasi.
Ini akan meningkatkan aktivitas konsumsi
dan investasi sehingga aktivitas perekonomian
semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan

cukup terjaga, serta tingkat permodalan masih


cukup kuat. Sampai akhir tahun 2014, capital
adequacy ratio (CAR) perbankan tercatat
19,4% atau jauh di atas ketentuan minimum,
yaitu 8%. Adapun non-performing loan
(NPL) tetap stabil di kisaran angka 2%. Deputi
Gubernur BI, Halim Alamsyah, menyatakan
bahwa penurunan BI Rate ini merupakan upaya
bank sentral mendorong pertumbuhan kredit
perbankan guna mengakselerasi perekonomian
nasional.

Suku Bunga Acuan


Kebijakan
moneter
pada
dasarnya
merupakan suatu kebijakan yang bertujuan
untuk
mencapai
keseimbangan
internal
(pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga,
pemerataan
pembangunan)
dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha
mengatur keseimbangan antara persediaan uang

dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk


mengerem aktivitas perekonomian yang terlalu

Penurunan BI Rate Sebagai Stimulus


untuk Perekonomian Indonesia

terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh,


dan kelancaran pasokan/distribusi barang.
Kebijakan moneter dilakukan antara lain
dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut, yaitu suku bunga,
giro wajib minimum, intervensi di pasar valuta
asing dan sebagai tempat terakhir bagi bankbank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh BI dan diumumkan kepada
publik. Secara operasional, sikap kebijakan
moneter ini dicerminkan oleh penetapan BI
Rate yang diharapkan akan memengaruhi suku
bunga pasar uang, suku bunga deposito, dan
suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor


dalam perekonomian, BI akan menaikkan BI
melampaui sasaran yang telah ditetapkan.
Sebaliknya, BI akan menurunkan BI Rate
di bawah sasaran yang telah ditetapkan. BI
Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur BI
pada setiap Rapat Dewan Gubernur (RDG)
bulanan dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan BI melalui pengelolaan
likuiditas (liquidity management) di pasar uang
untuk mencapai sasaran operasional kebijakan
moneter.
Penurunan BI Rate kali ini merupakan
upaya BI untuk mendorong pertumbuhan kredit
perbankan guna mengakselerasi perekonomian
nasional. Gubernur BI, Agus Martowardojo,
menegaskan bahwa penurunan BI Rate bukan
dikarenakan tekanan politik dari pemerintah.
Seperti diketahui selama BI Rate dipatok
di level 7,75 persen, banyak keluhan dari
pengusaha mengalir ke pemerintah. Padahal
BI membuat keputusan tersebut setelah
melakukan kajian dengan berdasarkan fakta
dan data perekonomian yang ada. Dengan
penurunan tingkat suku bunga acuan saat ini,
BI memproyeksikan kalangan perbankan akan

modal, dan investasi


Mekanisme bekerjanya perubahan BI
Rate
disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan
moneter. Mekanisme ini menggambarkan
tindakan BI melalui perubahan-perubahan
instrumen moneter dan target operasionalnya
yang memengaruhi berbagai variabel ekonomi
dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke
- 14 -

menurunkan tingkat suku bunga kredit dalam


3-6 bulan yang akan datang.
Menteri Keuangan menilai langkah yang
diambil BI sudah tepat. Apalagi bank sentral di
sejumlah negara juga telah memangkas suku
bunga acuannya. BI mungkin melihat trend
tersebut sebagai langkah yang harus dijalankan
di Indonesia, tentunya dengan tetap menjaga
stabilitas makro. Sebenarnya suku bunga acuan
kali ini masih terlalu tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara lain, khususnya negara
ASEAN. Saat ini, suku bunga acuan di Amerika
Serikat hanya 0,25%, Eropa 0,05%, serta
Jepang sebesar 0,1%. Di lingkup ASEAN,
suku bunga acuan di Singapura ditetapkan
sebesar 0,39%, Thailand 2%, dan Malaysia
3,25%. Sedangkan untuk suku bunga kredit
perbankan nasional, berdasarkan data BI, ratarata suku bunga kredit investasi sepanjang
2014 mencapai 12,21% dan kredit modal kerja
sebesar 12,61%. Tetapi setidak-tidaknya dengan
kondisi sekarang, hal ini memberi harapan
akan membaiknya iklim usaha karena tentunya
akan diikuti oleh penurunan suku bunga
kredit perbankan. Dengan demikian sangat
membantu perekonomian mengingat banyak
proyek yang membutuhkan pembiayaan bank.
Turunnya suku bunga acuan akan
meningkatkan likuiditas sehingga spending
pemerintah
bisa
on
time,
mengingat
pemerintah
menargetkan
pembangunan
infrastruktur yang cukup masif tahun
ini. Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) menyambut positif penurunan BI
Rate. Penurunan tersebut, yang diikuti oleh
penurunan bunga kredit perbankan, akan
menyulut gairah investor. Sehingga, pencapaian
target investasi 14% yang dicanangkan BKPM
lebih mudah tercapai.
BKPM menargetkan investasi pada tahun
2015 sebesar Rp519,5 triliun atau tumbuh
sekitar 14% dari pencapaian tahun sebelumnya
yakni Rp463,1 triliun di tahun 2014. Dengan
upaya-upaya penurunan BI Rate, pembenahan
infrastruktur, meningkatnya pasokan listrik,
bunga bank turun, maka high cost economic

Division Head Consumer Lending Bank


Victoria, Franklin Th. Semen, menjelaskan,
ada peluang besar suku bunga kredit mikro
turun karena berhubungan langsung dengan
perekonomian masyarakat luas. Ketika suku
bunga kredit mikro turun, dampaknya akan
langsung terasa di masyarakat. Kegiatan
ekonomi masyarakat akan makin menggeliat.
Apalagi, suku bunga kredit mikro yang
ditetapkan oleh bank selama ini memang sudah
tinggi. Ini berbeda dengan kredit ritel dan kredit
korporasi. Bahkan, Franklin menyebutkan,
suku bunga kredit korporasi diperkirakan akan
sulit turun. Penyebabnya, sebagian besar kredit
korporasi dikucurkan oleh bank berdasarkan
negosiasi.
Pertumbuhan ekonomi yang tecermin dari
pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
tahun 2014 melambat menjadi 5,02% dari
sebelumnya 5,78% pada 2013. Keputusan BI itu
0,24% pada Januari 2015. Jika harga minyak
mentah dunia masih bertahan rendah hingga
pada 2015. Neraca perdagangan juga membaik
dengan mencatatkan surplus 709,3 juta dollar
AS kendati juga ditopang oleh anjloknya harga
minyak mentah dunia.
Ekonom Bank Danamon, Dian Ayu
Yustina, mengatakan penurunan BI Rate
memberi sinyal bahwa data ekonomi makro
terkini sangat positif. Langkah menurunkan
BI Rate ini dilakukan guna mendorong
perekonomian nasional dan sebagai dampak
Penurunan BI Rate ini juga berdampak
positif pada Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Sebagai contoh, IHSG tampak
meningkat tajam pada perdagangan Rabu pagi
(18 Februari 2015). Pada pukul 10.23, IHSG
naik sebesar 47 poin atau 0,9% menjadi 5.385.
Volume transaksi pagi ini melibatkan 1,486
miliar saham dengan nilai transaksi Rp 2,236
triliun. IHSG akhirnya ditutup menguat pada
perdagangan hari itu. Penguatan IHSG tidak
lepas dari sentimen positif pengumuman BI
Rate yang diturunkan.
PT Bank Tabungan Negara, Tbk. (BTN)

ditingkatkan.
Dengan turunnya BI Rate, diperkirakan
suku bunga kredit mikro akan turun lebih cepat
dibandingkan jenis kredit lain. Selama ini, suku
bunga kredit mikro relatif tinggi karena risiko
yang dihadapi perbankan juga tinggi. Data suku
bunga dasar kredit yang diterbitkan secara
periodik oleh BI menunjukkan, ada bank yang
menetapkan suku bunga kredit mikro mencapai
22,5% per tahun pada akhir Desember 2014.

yang terjadi akibat turunnya BI Rate. Hal itu,


karena belum ada informasi yang diterima oleh
pihak BTN. Coordinator Manager Marketing
BTN Kanwil I Jabodetabek, Romeo Van Enst,
mengatakan bahwa sampai saat ini, BTN masih
menggunakan suku bunga kredit pemilikan
rumah (KPR) promo yang seperti biasa, yaitu
9,25 persen. Jika nanti ada penurunan suku
- 15 -

bunga, tentu akan lebih menarik lagi bagi


pasar dan konsumen. Jika BI Rate turun,
beliau yakin tim treasury BTN, yang berfungsi
sebagai pengatur suku bunga, juga akan segera
menurunkan suku bunga KPR.
Disisi
lain,
banyak
pihak
mengkhawatirkan peningkatan impor sebagai
imbas dari turunnya BI Rate. Deputi Bidang
Pengendalian
Pelaksanaan
Penanaman
Modal BKPM, Azhar Lubis, memiliki strategi
tersendiri. Strategi tersebut antara lain dengan
memfokuskan investasi barang substitusi
impor dan penambahan nilai pada produk yang
diekspor. Untuk itu,
pemerintah melarang
ekspor raw material mineral, agar diolah di
dalam negeri sehingga memiliki nilai tambah.
Antara raw material dengan yang sudah
diolah, selisih harganya bisa 10-20 kali lipat.

Meskipun penurunan BI Rate dapat


memacu pertumbuhan ekonomi, akan tetapi

transaksi berjalan, terlebih setelah penurunan


harga minyak dunia. Akan tetapi, beberapa
komoditas impor seperti mesin produksi belum
dapat diproduksi sendiri, sehingga terpaksa
harus mengimpor dari negara lain. BKPM akan
mengarahkan investasi lebih banyak kepada
produksi substitusi impor supaya lambat laun
Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan
impor barang produksi.

Referensi

Penutup
Pada tanggal 17 Pebruari 2015, BI
menurunkan suku bunga acuannya. Pelaku
pasar keuangan menyambut baik penurunan
BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, yang
pertama sejak 9 Februari 2012. Penurunan
BI Rate kali ini merupakan upaya BI untuk
mendorong pertumbuhan kredit perbankan
guna mengakselerasi perekonomian nasional.
Dengan penurunan tingkat suku bunga acuan
seperti saat ini, BI memproyeksikan kalangan
perbankan akan menurunkan tingkat suku
bunga kredit dalam 3-6 bulan yang akan datang.
Langkah yang diambil BI sudah tepat.
Bank sentral di sejumlah negara juga telah
memangkas suku bunga acuannya. Langkah
menurunkan BI Rate ini dilakukan guna
mendorong perekonomian nasional dan sebagai
Rate ini juga berdampak positif pada IHSG dan
diharapkan akan menurunkan suku bunga KPR
agar lebih menarik bagi pasar dan konsumen.
Akan tetapi ada dampak negatif yang mungkin
timbul akibat turunnya BI Rate, di antaranya
meningkatnya impor. Untuk itu perlu ada
strategi untuk menekan impor agar tidak terjadi

itu, kebijakan moneter yang dikeluarkan BI


seharusnya memang diimbangi oleh kebijakan
Harapannya, kondisi pasar akan stabil sesuai
yang diharapkan oleh pemerintah. Kondisi
stabilitas perekonomian bisa dilihat dari
USD ataupun indikator perekonomian lainnya.
DPR RI sebaiknya mengawasi dan memastikan
bahwa penurunan BI Rate ini benar-benar
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan konsumsi dan investasinya yang
pada akhirnya akan mempercepat laju roda
perekonomian nasional.
Transmisi Kebijakan Moneter, http://www.
bi.go.id/id/moneter/transmisi-kebijakan/
Contents/Default.aspx
Bagya, Martin, Penurunan BI Rate Akan Jadi
Tenaga IHSG, http://economy.okezone.com/
read/2015/02/17/278/1107244/penurunanbi-Rate-akan-jadi-tenaga-ihsg, diakses 20
Februari 2015.
Nuraisyah, Siti dan Fikri Halim, Penurunan
BI Rate Belum Pengaruhi Suku Bunga KPRBTN masih mengacu pada suku bunga yang
sedang berjalan, http://bisnis.news.viva.
co.id/news/read/591757-penurunan-bi-Ratebelum-pengaruhi-suku-bunga-kpr,
diakses
20 Februari 2015.
Nurul,
Fathia,
Penurunan
BI
Rate
Sulut Gairah Investor Berinvestasi ,
http://ekonomi.metrotvnews.com/
read/2015/02/19/360387/penurunan-biRate-sulut-gairah-investor-berinvestasi,
diakses 20 Februari 2015.
Nurul, Fathia , Strategi BKPM Tangkal Impor
Besar-besaran Imbas Turunnya BI Rate,
http://ekonomi.metrotvnews.com,
diakses
20 Februari 2015, diakses 20 Februari 2015.
Petriela, Yanita dkk, BI Rate Turun Jadi 7,50%
Ekspansi Kredit Berpotensi Naik, Bisnis
Indonesia, 18 Februari 2015.
Santi,
Joice
dan
Handoko,
Agustinus
Pasar
Sambut
Penurunan
BI
Rate,
http://print.kompas.com/KOMPAS_
ART0000000000000000012080830,
diakses 20 Februari 2015.
Sutaryono, Paul, Kejar Pertumbuhan Kredit
17%, Bisnis Indonesia, 18 Februari 2015.

- 16 -

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VII, No. 04/II/P3DI/Februari 2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PAPUA


DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK
Riris Katharina*)

Abstrak
Tidak dimuatnya Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dalam
daftar prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2015 telah mengecewakan
Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Pemerintah Pusat dinilai tidak memperhatikan
tuntutan masyarakat Papua meskipun dalam pandangan Pemerintah Pusat,
kesejahteraan masyarakat Papua merupakan prioritas. Oleh karena itu, kebijakan
dengan menggunakan model kebijakan yang demokratis, kebijakan Pemerintah
Pusat terhadap Papua selama ini yang dianggap kurang mendengarkan keinginan
masyarakat Papua akan tidak efektif dalam pelaksanaannya.

Pendahuluan

Presiden lewat Kementerian Hukum dan


HAM serta Kementerian Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan malah menolaknya.
Dua fraksi di DPR yang menyatakan secara
tegas menolak untuk memasukkan RUU ini
sebagai Prolegnas Tahun 2015, yaitu Fraksi
PAN dan Fraksi Nasdem.
Pemerintah Pusat lewat Kementerian
Hukum dan HAM menegaskan bahwa
Pemerintah Pusat bukan tidak setuju dengan
revisi UU Otsus. Namun demikian, saat ini
kebijakan pemerintahan Jokowi-JK
lebih
mendahulukan kebijakan
untuk Papua. Pertimbangan lain Pemerintah
Pusat, seandainya UU Otsus Papua direvisi,
UU hasil revisi tidak akan berguna apabila
dalam prakteknya belum bisa berjalan
sempurna. Oleh karena itu, kebijakan

Tidak dimuatnya Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Perubahan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus
Plus) dalam daftar prioritas Program Legislasi
Nasional Tahun 2015 (Prolegnas Tahun 2015)
telah mengecewakan Pemerintah Provinsi
Papua. Pemerintah Pusat dinilai tidak
mendukung kehendak rakyat Papua. Padahal,
RUU tersebut sudah sempat diagendakan
pembahasannya oleh DPR Periode 2009-2014
di Badan Legislasi DPR. Bahkan, DPR Periode
2014-2019 - lewat sebagian besar fraksifraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
sudah menyatakan persetujuannya untuk
mendukung RUU tersebut dalam Prolegnas
Tahun 2015. Meskipun demikian, justru

*) Peneliti Madya Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI. Email:riris.katharina@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

menciptakan kesejahteraan masyarakat Papua


melalui penambahan dana infrastruktur untuk
Papua dianggap lebih tepat.
Selama ini, selain menerima anggaran
dana Otsus yang hingga tahun 2014 telah
mencapai Rp37,545 triliun, Provinsi Papua
juga mendapatkan anggaran infrastruktur
sebesar Rp5,072 triliun. Dana anggaran
infrastruktur ini yang rencananya akan
ditambahkan mulai tahun 2015. Menurut
Pemerintah Pusat, dengan ditambahnya dana
infrastruktur, pembangunan di Papua akan
menjadi lebih cepat, kemiskinan dapat segera
diatasi, dan kesejahteraan masyarakat Papua
akan semakin lebih cepat dicapai.

tahun 2010 pada saat Musyawarah Besar


(Mubes) Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama
perwakilan 7 (tujuh) suku besar di Papua
pada tanggal 9-10 Juni 2010. Mubes tersebut
menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua selama sembilan tahun
telah gagal. Mubes tersebut mengeluarkan 11
butir rekomendasi, di antaranya mengenai
tuntutan referendum. Melihat betapa besarnya
kekecewaan masyarakat Papua terhadap
Otsus, calon Gubernur Lukas Enembe
pada waktu itu mengajukan janji program
berupa revisi UU Otsus apabila menang
dalam Pilkada 2013. Oleh sebab itu, setelah
menang Gubernur Lukas Enembe sangat gigih
memperjuangkan program ini.
Dalam Penjelasan Umum draf RUU
tentang Otsus Plus dinyatakan bahwa
pemberian
otonomi
khusus
Provinsi
Papua melalui Undang-undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua semestinya dipandang
sebagai kebijakan strategis dan elementer
dalam penyelesaian masalah Papua. Namun
demikian, Undang-Undang tersebut belum
sepenuhnya mampu mewujudkan harapan dan
cita-cita kesejahteraan rakyat di tanah Papua
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini dikarenakan
belum adanya konsistensi baik dalam tataran
kebijakan legislatif (legislative policy) maupun
kebijakan aplikatif (applicatory policy).
Pada
tataran
kebijakan
legislatif,
tumpang-tindih kebijakan masih saja terjadi
sehingga pelaksanaan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua menjadi kurang efektif. Di
samping itu, belum ditetapkannya Perdasi atau
Perdasus sebagai peraturan pelaksana dari
Undang-Undang tersebut menyebabkan tidak
optimalnya implementasi otonomi khusus di
Papua.
Draf RUU Otsus Plus mengandung
harapan kuat bagi terwujudnya penghormatan,
pengakuan, pelindungan, pemberdayaan, dan
kesejahteraan terhadap penduduk di Tanah
Papua khususnya Orang Asli Papua, baik
dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
hak asasi manusia maupun dalam sektor
kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.
Kondisi faktual kekinian masyarakat di
Tanah Papua menginginkan ruang yang lebih
luas dan proporsional untuk peningkatan

Tabel Rekapitulasi Penerimaan Dana


Otonomi Khusus Provinsi Papua
Tahun Dana
Otsus
2002
1.382
2003
1.530
2004
1.642
2005
1.775
2006
2.913
2007
3.296
2008
3.590
2009
2.609
2010
2.694
2011
3.157
2012
3.833
2013
4.355
2014
4.777
TOTAL 37.545

Dana
Tambahan
Infrastruktur Papua
1.000
0.33
0.80
0.80
0.80
0.571
0.571
2.000
5.072

Sumber: Diolah dari berbagai sumber.


*) angka dalam miliar rupiah

RUU Otsus Plus


RUU Otsus Plus merupakan RUU
yang dirancang oleh Pemerintah Provinsi
Papua pada masa pemerintahan Gubernur
Lukas Enembe sekarang ini. RUU Otsus Plus
dirancang setelah melihat perkembangan
situasi politik, sosial, dan ekonomi di Papua
terkait dengan pelaksanaan UU No. 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua. Pemerintah daerah dan masyarakat
menilai bahwa UU tersebut tidak berjalan
dengan baik. Beberapa kali, demonstrasi
besar-besaran untuk mengembalikan Otsus
kepada Pemerintah Pusat telah terjadi di
Papua. Salah satu kejadian itu terjadi pada
- 18 -

taraf hidup dan tingkat kesejahteraan


dengan
memberikan
kewenangan
dan
dukungan keuangan yang memadai untuk
mendanai kegiatan pembangunan di berbagai
aspek kehidupan masyarakat di Papua.
Pertimbangan tersebut menjadi motivasi
yang bersifat fundamental yang melandasi
penyusunan materi muatan draf RUU Otsus
Plus tersebut.
RUU
tersebut
ditujukan
untuk
memperbaiki
pengelolaan
pembangunan
untuk kesejahteraan di Tanah Papua;
menghormati tata kemasyarakatan di Tanah
Papua; menghormati dan mengembangkan
identitas dan hak dasar masyarakat Papua;
menghormati dan meningkatkan harkat dan
martabat serta jati diri Orang Asli Papua; dan
sebagai pengimplementasian desentralisasi
asimetris sebagai pengejawantahan dari
ketentuan Pasal 18 dan Pasal 18B UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Materi pokok yang diatur dalam RUU
ini dan sekaligus sebagai bentuk penguatan
terhadap pelaksanaan otonomi khusus di
Tanah Papua, meliputi:
a. kewenangan yang lebih luas kepada
Pemerintah Provinsi di Tanah Papua;
b. politik, hukum, keamanan, dan hak asasi
manusia yang rekonsiliatif dan damai;
c. keuangan yang adil dan proporsional; dan
d. sektor pembangunan strategis, antara
lain sektor pembangunan pariwisata,
telekomunikasi
dan
informatika,
energi dan sumber daya mineral,
kehutanan,
kelautan,
perekonomian,
koperasi, pertanian, ketenagakerjaan,
pendidikan, perdagangan, perhubungan
dan transportasi, lingkungan hidup,
kepemudaan
dan
keolahragaan,
perumahan rakyat, pertanahan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kebudayaan,
kesehatan, sosial, pertanian dan ketahanan
pangan, dan hak kekayaan intelektual.

mengenai Majelis Rakyat Papua (MRP) yang


berkedudukan di ibukota Provinsi Papua;
pemilihan gubernur dan wakil gubernur
diselenggarakan oleh KPU Provinsi dan
DPRP Provinsi; pengaturan mengenai jumlah
keanggotaan DPRP Provinsi sejumlah 35
sampai 75 orang dan keanggotaan DPR
Kabupaten/Kota sejumlah 20 sampai 35
orang; pengaturan kembali pembentukan
Komisi
Kebenaran
dan
Rekonsiliasi;
pengaturan lebih rinci mengenai pembentukan
partai politik lokal; dan terkait dengan
keuangan daerah, RUU ini mengatur bahwa
Pemerintah Pusat dan DPR RI dalam
merencanakan dan menetapkan APBN wajib
mempertimbangkan karakter kekhususan di
Tanah Papua dan wajib membuat daftar indeks
kemahalan harga. Selain itu, RUU ini juga
sudah mengatur pembagian penggunaan dana
dalam rangka Otsus secara detail.
Terkait dengan materi RUU Otsus Plus
diakui dalam pertemuan tanggal 29 Agustus
2014 antara Ketua Tim Pemantau Otsus
Papua di DPR RI dengan Gubernur Papua
bahwa saat itu draf sudah ada di Kemendagri
dan beberapa pasal krusial masih harus
dibawa ke Rapat Terbatas Kabinet. Menurut
Pemerintah Pusat beberapa materi yang perlu
mendapat pendalaman, yaitu: (1) Masalah
MRP, dimana Papua Barat menginginkan 2
MRP, sedangkan Papua menginginkan 1 MRP
dengan alasan Papua merasa ini urusannya
budaya; (2) Masalah Partai Politik Lokal, UU
Nomor 21 Tahun 2001 sudah jelas mengatur,
tetapi tidak pernah ada Peraturan Pemerintah
untuk
pelaksanaannya.
Konsep
dasar
Pemerintah Papua harus ada pengangkatan
meskipun dengan kondisi saat ini, potensi
menginginkan kursi yang hanya tersedia 14
kursi; (3) Masalah Moneter dimana Gubernur
mengajukan 10% dari DAU Nasional,
sedangkan infrastrukturnya diajukan 2% dari
APBN. Sampai saat ini Kementerian Keuangan
tidak memberikan pendapat sehingga dibawa
ke Rapat Kabinet terbatas.

Beberapa ketentuan draf RUU yang


berbeda dengan UU Otsus antara lain:
pengaturan mengenai pemerintah kabupaten/
kota yang berwenang mengatur dan mengurus
seluruh urusan pemerintahan, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat; penggaturan mengenai
TNI yang bertugas di Papua; pengaturan
mengenai peradilan adat sebagai wujud
pengakuan Pemerintah Pusat; pengaturan

Analisa Kebijakan Papua dalam


Perspektif Kebijakan Publik
Tuntutan masyarakat Papua untuk
mengembalikan
Otsus
yang
terdengar
jelas pada tahun 2010, berdirinya kantor
perwakilan
Organisasi
Papua
Merdeka
(OPM) di Oxford, Inggris pada tahun 2013,
dan beberapa kasus penembakan telah
- 19 -

Penutup

memperlihatan masih banyaknya pihak di


Papua yang tidak puas berada dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan
Pemerintah
Pusat
pasca-lahirnya
UU
Otsus seperti pembentukan Desk Papua
di setiap kementerian; pembentukan Unit
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua
Barat (UP4B), dan penambahan anggaran
infrastruktur,
masih
dinilai
kebijakan
yang top-down. Kebijakan tersebut dinilai
merupakan kebijakan yang berasal dari
Pemerintah Pusat, tanpa mendengarkan
kebutuhan
masyarakat
Papua
yang
sesungguhnya.
Oleh karena itu, dalam perspektif
kebijakan publik saat ini, sebuah model
kebijakan demokratis dapat ditawarkan,
yakni sebuah model yang berintikan bahwa
pengambilan keputusan dalam menyusun
sebuah kebijakan harus sebanyak mungkin
mengelaborasi suara dari stakeholders.
Dalam kenyataannya, Pemerintah Pusat
khususnya pihak eksekutif memperlihatkan
mengeluarkan
kebijakan
yang
kurang
mendengarkan suara rakyat Papua. Hal ini
terlihat dari rekomendasi berupa kebijakan
yang dikeluarkan hanyalah memperbesar
anggaran infrastruktur. Dengan demikian,
kebijakan ini dapat dipastikan tidak akan
berjalan dengan baik. Mengapa demikian?
Selama ini anggaran infrastruktur dikelola
oleh Pemerintah Pusat lewat Balai dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang seringkali tidak
melihat kebutuhan rakyat Papua. Lembaga
tersebut dinilai menghambat dan membatasi
kepala daerah untuk mengelola daerahnya.
Akibatnya bisa dipastikan akan kurang
dukungan terhadap implementasi kebijakan
semacam ini.
Usulan yang diajukan dalam draf
RUU Otsus Plus sesungguhnya merupakan
tuntutan masyarakat Papua yang seharusnya
dibahas bersama dengan Pemerintah Pusat.
Dalam konteks kebijakan publik, keinginan
Pemerintah Pusat untuk mempelajari masalah
Papua terlebih dahulu tanpa melibatkan pihak
masyarakat maupun pemerintah daerah
merupakan tindakan yang tidak tepat. Dengan
demikian, kebijakan yang akan diambil pun
juga akan tidak mengenai sasaran.

Kebijakan Pemerintah Pusat untuk


menunda pembahasan draf RUU tentang
Otsus Plus dan memilih memperbesar
anggaran dalam konteks kebijakan publik
dapat dinilai sebagai keputusan yang tidak
tepat. Oleh karena itu, kebijakan tersebut
dapat dipastikan akan menemui kegagalan
atau berjalan tidak efektif, minimal mendapat
penentangan dari Pemerintah Daerah.
Tulisan ini merekomendasikan agar
DPR RI sebagai lembaga pemegang kekuasaan
pembentuk
undang-undang
kembali
mendorong agar pembahasan RUU tentang
Otsus Plus dapat dilakukan segera dengan
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat
Papua. Jika Pemerintah Pusat membutuhkan
waktu untuk mengevaluasi, dalam tahap
pembahasan evaluasi justru dapat terus
dilakukan, bahkan dengan mendengarkan
secara langsung dari para pemangku
kepentingan di daerah. Dalam konteks ini, Tim
Pemantau Otsus Papua yang dibentuk oleh
DPR RI pada tahun 2015 dapat mendorong
pembahasan agenda tersebut bersama-sama
dengan Pemerintah.

Referensi

Draft RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, draft
ke-13.
Jakarta Tidak Serius Tangani Papua, Media
Indonesia, 20 Juni 2010.
Neles Tebay, Rakyat Mengevaluasi Otsus
Papua, Suara Pembaruan, 29 Juni 2010.
Nugroho, Riant D. Kebijakan Publik: Formulasi,
Implementasi,
dan
Evaluasi.Jakarta:
Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2003.
OPM Dirikan Kantor Perwakilan Parlemen
di Inggris, http://www. tempo.co/read/
news/2013/05/04/058477919/OPMDirikan-Kantor-Perwakilan-Parlemen-diInggris, 4 Mei 2013, diakses 20 Februari
2015.
Otonomi Daerah Teramputasi: Pemerintah
Masih Kaji RUU Otsus Papua, Suara
Pembaruan, 13 Februari 2015
Pembahasan Draft RUU Otsus Ditunda,
Lukas Enembe Kecewa: Gubernur Papua:
Sayonara Jakarta, Rakyat Merdeka, 13
Februari 2015
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai