Abstrak
Putusan praperadilan yang mengabulkan sebagian permohonan Budi Gunawan
menimbulkan berbagai pendapat di kalangan para ahli hukum. Putusan tersebut
juga membawa implikasi hukum, baik atas praktek hukum di Indonesia karena dapat
menjadi preseden buruk bagi perkara sejenis, maupun atas status perkara yang
disangkakan atas Budi Gunawan yang saat ini masih berada di tangan KPK. KPK
dapat mengambil langkah untuk melakukan perbaikan dan membawa perkara ini ke
proses pengadilan sehingga dapat dibuktikan melalui persidangan yang adil.
Pendahuluan
*) Peneliti Madya Hukum Internasional pada Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
DPR RI. Email: novi_dpr@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-1-
kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian
penyidikan
atau
penghentian
penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian, atau
rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
KPK
sebagaimana
ditegaskan
bahwa
salah satu kewenangan KPK yang diatur
dalam Undang-Undang antara lain adalah
penyelenggara negara atau penegak hukum.
Berdasarkan
dalil
pertimbangan
tersebut, Hakim Sarpin menyatakan bahwa,
Surat
perintah
penyidikan
(Sprindik
03/01/01/2015) yang menjadi dasar dalam
penyidikan terhadap BG tidak sah dan tidak
berdasar hukum dan tidak mempunyai
kekuatan
mengikat,
oleh
karenanya
penyidikan atas kasus yang disangkakan
terhadap BG juga dinyatakan tidak sah
dan tidak berdasar hukum sehingga tidak
mempunyai kekuatan mengikat.
Lebih lanjut, karena Sprindik sebagai
legalitas dianggap tidak sah, maka segala
tindakan
yang
dilakukan
berdasarkan
Sprindik 03/01/01/2015 termasuk penyidikan
dan penetapan tersangka atas BG tersebut
dinyatakan tidak sah. Selain membatalkan
penetapan status tersangka atas BG, Hakim
Sarpin juga menyatakan bahwa keputusan
atau penetapan yang merupakan tindak
lanjut yang dikeluarkan KPK sepanjang masih
berkaitan dengan permasalahan penetapan
BG selaku tersangka akan dianggap tidak sah.
Dalam putusan praperadilan tersebut,
Hakim Sarpin tidak mengabulkan seluruh
gugatan yang diajukan BG selaku pemohon.
Gugatan BG untuk mendapatkan Ganti Rugi
secara materiil dari KPK ditolak oleh Hakim
Sarpin. Selain itu, dalam putusannya Hakim
Sarpin juga menghapuskan biaya perkara
yang harus ditanggung negara.
Menanggapi
putusan
praperadilan
tersebut, Peneliti dari Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Mas
Miko,
menyatakan
terdapat
beberapa
kelemahan dalam putusan praperadilan
tersebut. Pertama, Hakim Sarpin telah
melampaui kewenangannya dalam memutus
perkara praperadilan tersebut. Dalil-dalil
yang dipertimbangkan oleh Sarpin seperti
Putusan Praperadilan
Hakim tunggal praperadilan Sarpin
Rizaldi
mengabulkan
permohonan
praperadilan BG, karena menganggap
objek permohonan praperadilan yang
diajukan pemohon termasuk dalam objek
praperadilan. Dengan demikian, Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan berhak memeriksa
sah atau tidaknya penetapan status
tersangka terhadap pemohon.
Dalam
pertimbangannya,
Hakim
Sarpin mengatakan, berdasarkan Surat
Perintah Penyidikan nomor 03/01/01/2015
pada 12 Januari 2015, BG ditetapkan sebagai
tersangka dalam kapasitasnya sebagai kepala
biro pengembangan karir (Karo Binkar)
Deputi SSDM Polri. Peristiwa pidana itu
dilakukan dalam rentang tahun 2003-2006.
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri,
jabatan Karobinkar merupakan jabatan
administrasi atau pelaksana staf yang berada
di bawah deputi Kapolri. Jabatan Karobinkar
setingkat dibawah pejabat eselon II dan
bukan penegak hukum dan tidak termasuk
dalam golongan penyelengggara negara
karena tidak masuk eselon. Menurut Hakim,
peristiwa pidana yang dilakukan BG saat itu
tidak termasuk dalam subjek kewenangan
hukum adalah pembuktian terhadap unsurunsur tindak pidana. Hal tersebut seharusnya
diperiksa pada persidangan pokok perkara
bukan praperadilan. Kedua, Hakim Sarpin
juga tidak konsisten dalam melakukan
penafsiran hukum. Di satu sisi, hakim
memperluas penafsiran terhadap objek
praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur
dalam KUHAP. Namun, di sisi lain, penafsiran
yang diperluas itu tidak dilakukan dalam
-2-
Rujukan
Putusan Hakim Preseden Buruk, Harian
Kompas, 17 Februari 2015.
Sudahi
Kegaduhan,
Harian
Media
Indonesia, 17 Februari 2015..
Supremasi Hukum bukan Supremasi
Opini, Harian Media Indonesia, 17
Februari 2015.
"Isi Lengkap Putusan Hakim Paraperadilan
Budi
Gunawan",
http://wartaspot.
net/2015/02/16/, diakses Tanggal 18
Februari 2015.
"Kontroversi Putusan Praperadilan Budi
Gunawan Ini Kelemahannya", http://
www.cybicrew.com/, diakses Tanggal 18
Februari 2015.
"Meluruskan Soal Praperadilan Tersangka
Komjen Pol Budi Gunawan", . http://
hukum.kompasiana.com/2015/02/09/,
diakses Tanggal 19 Februari 2015.
"Jimly: Ucapkan Selamat ke Budi Gunawan
Tak Jadi Masalah", www.tempo.co.id,
diakses tanggal 18 Februari 2015
H.M.A
Kuffal,
Penerapan
KUHAP
dalam Praktik Hukum, Universitas
Muhammadiyah Malang, 2004.
Faisal Salam, Moch, Hukum Acara Pidana
Dalam Teori dan Praktek, CV.Mandar
Maju, Bandung, 2001.
Penutup
Putusan
praperadilan
yang
mengabulkan permohonan BG walaupun
menimbulkan berbagai kontroversi, harus
dihormati. Namun demikian, pelajaran
yang bisa dipetik dari polemik ini adalah
penyidik dan penuntut umum diharapkan
lebih bersikap hati-hati dalam penanganan
setiap perkara. Selain itu dapat ditempuh
jalan lain, yaitu melakukan perbaikan atas
proses penyelidikan dan penyidikan atas
perkara yang disangkakan terhadap BG
sehingga perkara tersebut dapat dibuktikan
kebenaran atau ketidak-benarannya.
Dengan
adanya
kekhawatiran
-4-
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Abstrak
Presiden Jokowi menolak permohonan grasi dua terpidana mati berkewarganegarakan
Australia atas kasus narkoba. Sebagai bentuk upaya melindungi warga negaranya di
luar negeri, Pemerintah Australia masih berupaya mencegah eskekusi mati tersebut.
Indonesia menghargai usaha Australia itu namun supremasi hukum Indonesia harus
tetap dihormati. Jika nantinya eksekusi mati dilaksanakan, hubungan Indonesia
dan Australia tidak akan menjadi keruh mengingat hubungan baik yang sudah
terjalin antara kedua negara. Indonesia dan Australia dianggap sama-sama saling
membutuhkan mengingat banyaknya kepentingan dan persoalan yang harus dihadapi
secara bersama. Pasang surut yang dialami menjadi hal biasa dalam hubungan kedua
negara.
Pendahuluan
*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: sita.hidriyah@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-5-
Referensi
Penutup
Pemerintah
Australia
hendaknya
menghormati penegakan hukum di Indonesia.
Indonesia memahami posisi pemerintah
Australia
yang
berupaya
melindungi
warga negaranya, namun Australia juga
harus memahami bahwa ini merupakan
isu penegakan hukum semata, bukan isu
diplomatik. Penegakan hukum melawan
kejahatan luar biasa, penegakan hukum yang
dijalankan oleh negara berdaulat. Pemerintah
tidak perlu khawatir menerapkan hukuman
itu selama masyarakat masih mendukungnya.
Permasalahan jika nantinya ada gesekan
diplomatik dengan negara sahabat, menjadi
tugas pemerintah khususnya Kementerian
Luar Negeri. Bagaimana pemerintah lewat
kemahirannya memberi pengertian kepada
negara sahabat bahwa hukuman mati tidak
dilarang di Indonesia.
Penolakan grasi terpidana mati hanya
menjadi gejolak kecil dalam pasang surut
hubungan Indonesia dan Australia. Sikap
pemerintah Australia dalam menilai Indonesia
tidak akan mempengaruhi kerja sama
Indonesia Australia. Sikap yang ditunjukkan
bukanlah mewakili sikap Australia secara
keseluruhan sehingga komitmen untuk
eksekuti mati tetap harus dilaksanakan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat
mendorong pemerintah untuk menjaga
hubungan baik mengingat kedua negara
sudah lama menjadi teman baik. Selain itu,
-8-
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Abstrak
Salah satu masalah dalam penanggulangan kemiskinan bermuara pada rendahnya
validitas data dan kurang jelasnya kriteria masyarakat miskin. Padahal untuk
menghasilkan perencanaan penanggulangan kemiskinan yang baik, terukur, dan
terencana memerlukan kualitas data yang baik. Rendahnya validitas data berpengaruh
terhadap ketepatan program pemberantasan kemiskinan. Untuk itu, pemerintah perlu
melakukan kajian dan mengevaluasi kriteria itu serta memperbarui jumlah angka
kemiskinan sehingga upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih mudah dipetakan.
Pendahuluan
*) Peneliti Madya Sosiologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
Jenderal DPR RI, Email: mohammadmulyadi@yahoo.co.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
-9-
Ada
ungkapan
terkenal
yang
menyatakan: there are three kinds of lies:
lies, damned lies, and statistics. Ungkapan
ini mungkin saja menemukan kebenarannya
di Indonesia, jika kita menghubungkannya
dengan praktek yang dilakukan Badan
Pusat Statistik (BPS) dalam menyajikan
angka statistik, terutama dalam beberapa
tahun terakhir ini. Salah satu yang paling
kontroversial adalah angka kemiskinan yang
realitas sosialnya tidak sesuai dengan data
sebagaimana ditampilkan.
Kalau
angka
kemiskinan
tidak
jujur, maka segala bentuk program
penanggulangan kemiskinan niscaya akan
menemui kegagalan. Namun demikian, kita
harus mengakui bahwa di mata pemerintah,
angka kemiskinan yang tinggi perlu
disembunyikan karena dapat melahirkan
penilaian negatif dari publik. Akibatnya,
pemerintah sering mempergunakan angka
statistik sebagai pencitraan belaka.
Di sinilah letak masalahnya. Angka
kemiskinan versi BPS bertentangan dengan
realitas di lapangan. Ketika krisis ekonomi
terbukti telah mendorong lonjakan PHK,
data BPS tentang Jumlah Penduduk Miskin,
Persentase Penduduk Miskin, dan Garis
Kemiskinan pada rentang waktu 19702013 malah menyatakan bahwa kemiskinan
telah menurun secara drastis. Oleh karena
itu, tidak salah jika sebagian ekonom yang
tergabung dalam Tim Indonesia Bangkit,
antara lain Hendri Saparini, Fadhil Hasan,
Ichsanuddin Noorsy, dan Iman Sugema,
mengatakan angka statistik BPS dijuluki
sebagai statistik akrobatik.
Untuk
diketahui,
data
statistik
sangatlah penting bagi pembangunan
nasional. Tanpa memegang data statistik
yang benar, sebuah bangsa mustahil untuk
mencapai
kemajuan.
Pertanyaannya
sederhana.
Bukankah
penghilangan
sebagian orang miskin dalam data
statistik akan berdampak pada strategi
penanggulangan kemiskinan yang meleset?
Keakurasian angka kemiskinan di
tanah air menjadi salah satu masalah dalam
implementasi pengentasan kemiskinan,
misalnya terkait program Kartu Indonesia
Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP),
- 10 -
- 11 -
Referensi
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan
Pembangunan Daerah, Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang.
Jakarta : Erlangga.
Mulyadi, Mohammad. 2014. Kemiskinan.
Penutup
Sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap kinerja Pemerintah,
DPR RI setidaknya dapat mempertanyakan
kinerja BPS dalam menyediakan data
statistik kemiskinan selama ini. Kebutuhan
akan data yang akurat dan valid bukan
hanya berkaitan dengan isu pengentasan
kemiskinan saja, tetapi juga bidang-bidang
lain, seperti ekonomi, perdagangan, atau
industri. Untuk itu, BPS dituntut agar dapat
mewujudkan organisasi yang profesional dan
independen.
Beberapa
arahan
yang
dapat
dilayangkan kepada BPS, antara lain
pertama, BPS harus dilepaskan dari
naungan
pemerintah
dan
diletakkan
sebagai lembaga independen yang dikontrol
rakyat. Kedua, BPS harus selalu mengupdate perkembangan statisitik terkini,
terutama dalam hal metodologi. Ketiga,
BPS harus melepaskan kegiatan sensusnya
dari lembaga-lembaga pemerintah seperti
kelurahan,
RT/RW,
dan
sebagainya,
karena sangat rawan akan manipulasi
data.
Dan
keempat,
dalam
rangka
mewujudkan organisasi yang profesional
BPS harus dikelola secara profesional pula,
menggunakan sumber daya manusia yang
handal, serta melakukan proses pembinaan
dan rekruitmen yang bersih dan transparan.
Berkaitan dengan evaluasi kriteria
miskin,
kementerian
dan
lembaga
pemerintah
perlu
bersinergi
dalam
memformulasikan
kembali
kriteria
seseorang
yang
digolongkan
miskin.
Simpang siur kriteria miskin harus sesegera
mungkin diselesaikan. Kriteria tersebut
harus mampu mengakomodasi perubahan
terkini, tidak hanya mempertimbangkan
mempertimbangkan
aspek
kebutuhan
lain yang relevan sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam penetapannya. Ke depan,
kriteria yang ditetapkan tersebut haruslah
- 12 -
Abstrak
Keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat acuan suku bunga (BI Rate)
mendapat reaksi positif dari berbagai pihak. Dengan penurunan BI Rate sebesar 25
basis poin, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan dana pihak ketiga
akan mengalami kenaikan menjadi 14%-16%, dan laju peningkatan ekspansi kredit
perbankan yang sempat melemah pada tahun lalu akan kembali membaik ke posisi
15%-17% pada tahun ini. BI memroyeksikan kalangan perbankan akan menurunkan
tingkat suku bunga kredit dalam 3-6 bulan yang akan datang. Penurunan BI Rate ini
juga berdampak positif pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan likuditas
keuangan. Hal ini diharapkan juga akan menurunkan suku bunga KPR agar lebih
menarik bagi pasar dan konsumen. Bagaimana pun, penurunan BI Rate ini juga
memiliki dampak negatif, yaitu kemungkinan meningkatnya impor.
Pendahuluan
Rate
*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: venti.eka@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 13 -
ditingkatkan.
Dengan turunnya BI Rate, diperkirakan
suku bunga kredit mikro akan turun lebih cepat
dibandingkan jenis kredit lain. Selama ini, suku
bunga kredit mikro relatif tinggi karena risiko
yang dihadapi perbankan juga tinggi. Data suku
bunga dasar kredit yang diterbitkan secara
periodik oleh BI menunjukkan, ada bank yang
menetapkan suku bunga kredit mikro mencapai
22,5% per tahun pada akhir Desember 2014.
Referensi
Penutup
Pada tanggal 17 Pebruari 2015, BI
menurunkan suku bunga acuannya. Pelaku
pasar keuangan menyambut baik penurunan
BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, yang
pertama sejak 9 Februari 2012. Penurunan
BI Rate kali ini merupakan upaya BI untuk
mendorong pertumbuhan kredit perbankan
guna mengakselerasi perekonomian nasional.
Dengan penurunan tingkat suku bunga acuan
seperti saat ini, BI memproyeksikan kalangan
perbankan akan menurunkan tingkat suku
bunga kredit dalam 3-6 bulan yang akan datang.
Langkah yang diambil BI sudah tepat.
Bank sentral di sejumlah negara juga telah
memangkas suku bunga acuannya. Langkah
menurunkan BI Rate ini dilakukan guna
mendorong perekonomian nasional dan sebagai
Rate ini juga berdampak positif pada IHSG dan
diharapkan akan menurunkan suku bunga KPR
agar lebih menarik bagi pasar dan konsumen.
Akan tetapi ada dampak negatif yang mungkin
timbul akibat turunnya BI Rate, di antaranya
meningkatnya impor. Untuk itu perlu ada
strategi untuk menekan impor agar tidak terjadi
- 16 -
Abstrak
Tidak dimuatnya Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dalam
daftar prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2015 telah mengecewakan
Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Pemerintah Pusat dinilai tidak memperhatikan
tuntutan masyarakat Papua meskipun dalam pandangan Pemerintah Pusat,
kesejahteraan masyarakat Papua merupakan prioritas. Oleh karena itu, kebijakan
dengan menggunakan model kebijakan yang demokratis, kebijakan Pemerintah
Pusat terhadap Papua selama ini yang dianggap kurang mendengarkan keinginan
masyarakat Papua akan tidak efektif dalam pelaksanaannya.
Pendahuluan
Tidak dimuatnya Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Perubahan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus
Plus) dalam daftar prioritas Program Legislasi
Nasional Tahun 2015 (Prolegnas Tahun 2015)
telah mengecewakan Pemerintah Provinsi
Papua. Pemerintah Pusat dinilai tidak
mendukung kehendak rakyat Papua. Padahal,
RUU tersebut sudah sempat diagendakan
pembahasannya oleh DPR Periode 2009-2014
di Badan Legislasi DPR. Bahkan, DPR Periode
2014-2019 - lewat sebagian besar fraksifraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
sudah menyatakan persetujuannya untuk
mendukung RUU tersebut dalam Prolegnas
Tahun 2015. Meskipun demikian, justru
*) Peneliti Madya Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI. Email:riris.katharina@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
- 17 -
Dana
Tambahan
Infrastruktur Papua
1.000
0.33
0.80
0.80
0.80
0.571
0.571
2.000
5.072
Penutup
Referensi
Draft RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, draft
ke-13.
Jakarta Tidak Serius Tangani Papua, Media
Indonesia, 20 Juni 2010.
Neles Tebay, Rakyat Mengevaluasi Otsus
Papua, Suara Pembaruan, 29 Juni 2010.
Nugroho, Riant D. Kebijakan Publik: Formulasi,
Implementasi,
dan
Evaluasi.Jakarta:
Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2003.
OPM Dirikan Kantor Perwakilan Parlemen
di Inggris, http://www. tempo.co/read/
news/2013/05/04/058477919/OPMDirikan-Kantor-Perwakilan-Parlemen-diInggris, 4 Mei 2013, diakses 20 Februari
2015.
Otonomi Daerah Teramputasi: Pemerintah
Masih Kaji RUU Otsus Papua, Suara
Pembaruan, 13 Februari 2015
Pembahasan Draft RUU Otsus Ditunda,
Lukas Enembe Kecewa: Gubernur Papua:
Sayonara Jakarta, Rakyat Merdeka, 13
Februari 2015
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
- 20 -