Anda di halaman 1dari 19

Bagian Obstetri dan Ginekologi

Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

G2P1A0 gravid 8-9 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum

Disusun Oleh:
Foresta Dipo Nugraha
Radhiyana Putri
Pembimbing:
dr. Achmad Mansyur, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Mual dan muntah merupakan hal yang normal dalam kehamilan. Mual dan muntah sering
terjadi pada kehamilan berusia muda, yaitu dimulai dari minggu ke 6 setelah hari pertama
haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi
pada 50-70% dari seluruh wanita yang hamil. Namun kadang terjadi suatu keadaan dimana
mual dan muntah pada ibu hamilterjadi sangat parah sehingga menyebabkan segala yang
dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga berat badan berkurang, turgor kulit dan
volume buang air
kecil berkurang dan timbul asetonuri, yang disebut sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum muncul pada 1-10% wanita yang hamil.
Hiperemesis gravidarum merupakan penyakit yang cukup berbahaya bagi kesehatan ibu,
yang apabila berlangsung dengan durasi yang cukup lama, dan menimbulkan gejala mual,
muntah yang menyebabkan penurunan berat badan dan juga gangguan metabolisme tubuh
yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kekurangan gizi, lemah dan dehidrasi pada
ibu. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah defisiensi vitamin, terutama vitamin
B1(thiamin) dan vitamin K. Pada defisiensi vitamin B1 (thiamin) dapat menyebabkan
Wernicke encephalopathy yang ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan
nistagmus. Selain dapat juga menyebabkan defisiensi vitamin K yang dapat menyebabkan
koagulopati yang disertai dengan epistaksis4 Hiperemesis ini bila tidak di kelola dengan
baik dapat mengakibatkan dehidrasi berat, ikterik takikardia, suhu meningkat, alkalosis,
dan kelaparan.
Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui, namun beberapa
penelitian menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum seperti kadar hormon korionik gonadotropin, hormon estrogen, infeksi
H.pylori dan juga faktor psikologis.
Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum. Hal tersebut berhubungan
dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Usia gestasi juga merupakan faktor risiko hiperemesis gravidarum, hal
tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen dan
progesteron di dalam darah ibu.
Kadar hormon korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah

mencapai puncaknya pada trimester pertama, oleh karena itu, mual dan muntah lebih
sering terjadi pada trimester pertama. Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal
tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru
pertama kali hamil akan mengalami stres yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah
melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum
mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik gonadotropin, hal tersebut
menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pola
makan, aktifitas dan stres pada ibu, pada ibu hamil.
Hiperemesis gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang beragam
mulai dari 1-3% dari seluruh kehamilan di indonesia, 0,3% dari seluruh kehamilan di
Swedia, 0,5% di California, 0,8% di Canada, 10,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di
Pakistan dan 1,9% di Turki.8,9,10,11 di Amerika Serikat, prevalensi hiperemesis
gravidarum adalah 0,5-2%.1 Literatur juga menyebutkan bahwa perbandingan insidensi
hiperemesis gravidarum secara
umum adalah 4:1000 kehamilan.5 Dari hasil pre survei yang peneliti lakukan di Rumah
Sakit Umum Daerah Ujungberung pada periode 1 Januari 2010-31 Desember 2011
ditemukan sebanyak 200 kasus hiperemesis gravidarum. Dari hasil pre survei juga
menemukan kejadian hiperemesis gravidarum pada trimester 2, biasanya hiperemesis
gravidarum menghilang pada minggu ke 12. Hiperemesis gravidarum menjadi penyebab
kematian maternal yang signifikan pada masa sebelum 1940, sekarang hiperemesis tidak
lagi menjadi penyebab utama mortalitas ibu, tetapi hiperemesis masih menjadi penyebab
morbiditas ibu yang signifikan.
1.2.
1.2.1
1.2.2

Tujuan
Menambah pengetahuan tentang hiperemesis gravidarum
Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan literatur
mengenai hiperemesis gravidarum.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis

2.1.1. Identitas Pasien

Nama

: Ny. J

Usia

: 27 tahun

Alamat

: Jln. Kemakmuran Gg.KNPI Samarinda

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga (IRT)

Pendidikan

: Sekolah Menengah Atas (SMA)

Suku

: Bima

Agama

: Islam
Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

pada 24 Maret 2013 pukul 03.30 WITA dengan diagnosis G2P1A0 gravid 8-9 minggu
dengan hiperemesis gravidarum

2.1.2. Identitas Suami

Nama

: Tn. K

Usia

: 35 tahun

Alamat

: J Jln. Kemakmuran Gg.KNPI Samarinda

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Suku

: Bima

Agama

: Islam

2.1.3. Keluhan Utama

Mual dan Muntah

2.1.4. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami mual dan muntah seak 1 minggu SMRS. Muntah dialami hingga
10 kali/hari. Muntah berisi makanan dan berisi air. Banyaknya setiap kali muntah
gelas aqua. Muntah dapat terjadi sepanjang hari dan membuat pasien tidak nafsu makan.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan tubuhnya lemas dan merasakan pula nyeri pada ulu
hati. Hal ini telah dirasakan seak 5 hari SMRS.

2.1.5. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mengalami hal seperti ini pada kehamilan sebelumnya.

2.1.6. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi maupun asma. Namun ada yang
memiliki riwayat diabetes mellitus, yaitu Ayah pasien.

2.1.7. Riwayat Menstruasi

Menarche
Siklus haid
Lama haid
Jumlah darah haid
Hari pertama haid terakhir
Taksiran persalinan

:
:
:
:
:
:

15 tahun
30 hari / teratur
5-6 hari
2-3 kali ganti pembalut
25- 03-2015
01- 01-2016

2.1.8. Riwayat Pernikahan

Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 24 tahun dengan lama pernikahan
selama 3 tahun.

2.1.9. Riwayat Obstetrik

Tahun

Tempat

Umur

Jenis

Penol

Penyulit

JK/ BB

Keadaan

partus

Partus

kehamilan

Persalinan

ong

anak

Persali

Sekarang

nan
1

2012

BPS

Aterm

Spontan

Bidan

Laki-

Hidup

laki/
3000gr

2015

Hamil
ini

2.1.10.

Kontrasepsi

Tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi.


2.2. Pemeriksaan Fisik

Antropometri

: Berat badan (BB) : 37 kg, Tinggi badan (TB) : 149 cm.

Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: 100/70 mmHg
: 88 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,5 C

2.2.1. Status Generalisata

Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokkan
Leher
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
Inferior

:
:
:
:
:
:
:
:
:

normocephal
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
tidak ditemukan kelainan
tidak ditemukan kelainan
tidak ditemukan kelainan
pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)


suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
:
: cembung, linea (+), striae (+)
: bising usus (+) normal
:
: edema (-/-), akral hangat
: edema (+/+), akral hangat, varises (-/-)

2.2.2. Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi
: membesar arah memanjang(-)
Palpasi
: Tinggi fundus tidak dapat teraba
Vaginal toucher
: tidak dilakukan

2.3. Diagnosis Kerja Sementara


G1P0A1 gravid 8-9 minggu dengan hiperemesis gravidarum
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (23 April 2013)

Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Bleeding Time
Clotting Time

:
:
:
:
:
:

9.900 / mm3
12,0 gr %
36%
201.000 / mm3
3 menit
9 menit

Kimia Darah

GDS
Ureum
Creatinin
HbsAg
112

: 88 mg/dl
: 20,5
: 0,5
: Non reaktif
: Non reaktif

2.5. Follow Up

Tanggal/Jam
24/5/2015
03.30

Follow Up
Menerima pasien baru dari IGD, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik :
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Suhu

: 36,5C

Pernapasan

: 20 x/menit

TFU

: tidak teraba

Diagnosis : G2P1A0 gr.8-9 mgg+ Hiperemesis gravidarum


Lapor dr. Sp.OG

24/5/2015
17.00

Ondancentron inj. 3x1 amp.

Ranitidin inj. 2x1 amp

- Drip Vit. B6 dalam RL 1 kolf 20 tpm


S : Mual dan muntah berkurang
O : cm, TD 100/70, N 78x/menit, RR 20x/menit, T 36,7C
A : G2P1A0 gr.8-9 mgg+ Hiperemesis gravidarum

25/5/2015
06.00

P : - Ondancentron inj. 3x1 amp.

Ranitidin inj. 2x1 amp

S : muntah (-) mual (-)


O : cm, TD 110/70, N 88x/menit, RR 20x/menit, T 36,7C
A : G2P1A0 gr.8-9 mgg+ Hiperemesis gravidarum
P : Ranitidin 2x1 tab
Vit. B6 2x1 tab
Pasien bolah pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.3 Hiperemesis Gravidarum

3.1.3.1 Definisi
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan
muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang terjadi, yaitu
menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat menyebabkan
dehidrasi, kelaparan dengan ketosis bahkan sampai kematian.17
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan segala
apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang,
diuresis berkurang dan timbul asetonuria.2 Sedangkan dari literatur lain menyebutkan
bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan
kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam
hidroklorid saat
muntah dan hipokalemia.
Hiperemesis gravidarum dikarakteristikkan mual dan muntah yang menetap dan
menyebabkan ketosis dan penurunan berat badan lebih dari 5% berat sebelum hamil.18
3.1.3.2 Prevalensi dan Epidemiologi
Hiperemesis gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang beragam
mulai dari 1-3% di Indonesia, 0,3% di Swedia, 0,5% di California, 0,8% di Canada, 10,8%
di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan dan 1,9% di Turki. 9,10,11 Literatur juga
menyebutkan bahwa perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum secara umum adalah
4:1000 kehamilan.5 Dari data yang ada tersebut menegaskan bahwa hiperemesis gravidarum
merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi. Mual dan muntah pada kehamilan adalah
peristiwa normal yang dapat berubah menjadi suatu penyakit yang lebih serius yaitu
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ini banyak terjadi pada orang Asia
dibanding orang Amerika atau Eropa.10
Beberapa faktor resiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia ibu, usia
gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda, kehamilan mola, kodisi
psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor resiko dari
hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur
menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih
sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga
merupakan faktor resiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar
hormon korionik. gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar

hormon korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya
pada trimester pertama, tepatnya sekitar mingu ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah
lebih sering terjadi pada trimester pertama. Faktor resiko lain adalah jumlah gravida. Hal
tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru
pertama kali hamil akan mengalami stres yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah
melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum
mampu beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan
ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit hiperemesis gravidarum. Pekerjaan
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pola makan, aktifitas
dan stres pada ibu hamil.19
3.1.3.3 Manifestasi Klinis
Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan hiperemesis
gravidarum masih belum jelas, akan tetapi muntah yag menyebabkan gangguan kehidupan
sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil tersebut memerlukan
perawatan yang intensif.19
Pada hiperemesis gravidarum, gejala-gejala yang dapat terjadi adalah:
a) Muntah yang hebat
b) Haus, mulut kering
c) Dehidrasi
d) Foetor ex ore(mulut berbau)
e) Berat badan turun
f) Kenaikan suhu
g) Ikterus
h) Gangguan serebral (kesadaran menurun)
i) Laboratorium : hipokalemia dan asidosis. Dalam urin ditemukan protein, aseton,
urobilinogen, porfirin bertambah, dan silinder positif.5
Hiperemesis gravidarum dibagi berdasarka berat ringannya gejala menjadi 3 tingkat, yaitu:
a) Ringan
Ditandai dengan muntah terus menerus yang membuat keadaan umum ibu berubah, ibu
merasa sangat lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, dan nyeri ulu hati. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan denyut nadi sekitar 100 kali permenit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
b) Sedang
Pasien terlihat lebih lemah dan apatis, turgor kulit berkurang, lidah mengering dan tampak
kotor, denyut nadi lemah dan cepat, suhu akan naik dan mata sedikit ikteris, berat badan
turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsetrasi, oliguria(volume buang air kecil
sedikit) dan konstipasi(sulit buang air besar). Bau aseton dapat tercium dari nafas dan dapat
pula ditemukan dalam urin.
c) Berat
Keadaan umum tampak lebih parah, muntah berhenti, penurunan kesadaran, bisa somnolen
sampai koma. Nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun dan suhu meningkat.
Komplikasi pada susunan saraf yang fatal dapat terjadi, dikenal dengan ensefalopati
wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan tersebut
diakibatkan oleh kekurangan zat makanan, terutama vitamin B1 dan B2.20
3.1.3.4 Etiologi
Penyebab utama hiperemesis gravidarum belum diketahui secara jelas, namun telah banyak
yang meneliti tentang teori-teori yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum seperti
peningkatan kadar hormon chorionic gonadotropin dan estrogen, kadar hormon tiroksin,
infeksi Helicobacter pylori, faktor sosial, psikologis, gangguan fungsi hati, kantung
empedu, pancreatitis dan ulkus peptikum.4,5,6,7
3.1.3.5 Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena keluhan ini mucul pada 6 minggu
pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10
minggu. Pengaruh fisiologis hormon ini korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron
ini masih belum jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan ibu hamil, meskipun demikian
mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.18 Selain teori hormon korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih ada beberapa teori lain yang dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum seperti infeksi H. Pylori. Berdasarkan penelitian,
diketahui bahwa infeksi H.pylori dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum. 19 Selain itu
masih ada teori penyebab hiperemesis gravidarum akibat psikologis.

Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual,
muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terusmenerus dapat menyebabkan dehidrasi, tidak imbangnya kadar elektrolit dalam darah,
dengan alkalosis hipokloremik. Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena energi yang didapat
dari makanan tidak
cukup, lalu karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan
tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga
menimbulkan asidosis. Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah
ke jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen
berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik didalam
darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan kekurangan kalium
akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal, yang menambah frekuensi muntah yang lebih
banyak, dan membuat lingkaran setan yang sulit untuk dipatahkan.5,7,18
3.1.3.6 Diagnosis
Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus menerus,
sehingga mempengaruhi keadaan umum. Pemeriksaan fisik pada pasien hiperemesis
gravidarum biasanya tidak memberikan tanda-tanda yang khusus. Lakukan pemeriksaan
tanda vital, keadaan membran mukosa, turgor kulit, nutrisi dan berat badan. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai dehidrasi, turgor kulit yang menurun, perubahan tekanan
darah dan nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain, pemeriksaan
darah lengkap, pemeriksaan kadar
elektrolit, keton urin, tes fungsi hati, dan urinalisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Bila
hyperthyroidism dicurigai, dilakukan pemeriksaan T3 dan T4. Lakukan pemeriksaan
ultrasonografi untuk menyingkirkan kehamilan mola.19
3.1.3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada ibu dengan hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dimulai dengan :
a) informasi
Informasi yang diberikan pada ibu hamil adalah informasi bahwa mual dan muntah dapat
menjadi gejala kehamilan yang fisiologis dan dapat hilang sendiri setelah kehamilan
berlangsung beberapa bulan. Namun tidak ketinggalan diberikan informasi, bahwa apabila
mual dan muntah yang terjadi sudah mengganggu dan menyebabkan dehidrasi, maka ibu
tersebut harus segera melaporkannya ke fasilitas kesehatan terdekat.13

b) Obat-obatan
Yang dapat diberikan kepada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum akibat
stress psikologis adalah obat sedatif seperti phenobarbital. Dapat juga diberikan vitamin
seperti vitamin B1 dan B2 yang berfungsi mempertahankan kesehatan syaraf jantung dan
otot serta
meningkatkan perbaikan dan pertumbuhan sel. Lalu diberikan pula antihistamin atau
antimimetik seperti disiklomin hidrokloride pada keadaan yang lebih berat untuk kondisi
mualnya.13 Lalu untuk mual dan muntahnya dapat diberikan vitamin B6.4
c) Isolasi
Isolasi dilakukan di ruangan yang tenang, cerah dan ventilasi udara yang baik. Lalu dicatat
pula cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum selama 24 jam,
karena kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa
pengobatan.20
d) Terapi psikologik
Pada terapi psikologik, perlu diyakinkan pada pasien bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh kehamilan, dan mengurangi masalah yang dipikirkan7,20
e) Diet
Ciri khas diet hiperemesis adalah lebih diutamakan karbohidrat kompleksterutama pada
pagi hari, menghindari makanan yang berlemak dan berminyak untuk menekan rasa mual
dan muntah, lalu sebaiknya diberi jarak untuk pemberian makan dan minum. Syarat
pemberian makanan pada pasien hiperemesis gravidarum adalah karbohidrat tinggi 75-80%
dari kebutuhan energi total,lemak rendah, yaitu kurang dari 10% dari kebutuhan energi
total, dan protein sedang, yaitu 10- 15% dari kebutuhan energi total. Makanan diberikan
dalam bentuk yang halus, diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi dalam frekuensi yang
sering. Lalu diberikan juga cairan sesuai dengan keadaan pasien, yaitu sekitar 7-10 gelas per
hari.20
3.1.3.8 Komplikasi
Pada mual dan muntah yang parah, lama dan serig dapat menyebabkan tubuh mengalami
defisensi 2 vitamin penting yaitu thiamin dan vitamin K. Pada defisiensi thiamin, dapat
terjadi Wernicke encephalopathy, yaitu suatu keadaan gangguan sistem saraf pusat yang
ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus. Penyakit ini dapat
berkembang semakin parah dan menyebabkan kebutaan, kejang dan koma. 4 Pada defisiensi
vitamin K, terjadi gangguan koagulasi darah dan juga disertai dengan epistaksis

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis

Teori

Kasus

PREEKLAMPSIA
BERAT
adalah a. Tekanan darah sistolik 220 mmHg. Tekanan
preeklamsi dengan salah satu atau lebih
darah diastolik 160 mmHg
gejala dan tanda dibawah ini :
b. Protein urin (+3)
a.
Tekanan sistolik 160 mmHg dan atau c. Nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (+), sesak
tekanan diastolik 110 mmHg
napas (-), pandangan kabur (-). Kesadaran
b.
Proteinuria : 5 gr/ jumlah urin selama
komposmentis
24 jam. Atau dipstick : 2 +
c.
Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran d. Tidak dilakukan pemeriksaan enzim
atas kanan abdomen : disebabkan
transaminase
teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri
dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. e. Tidak dilakukan pemeriksaan HDT

d.

e.
f.
g.

Gangguan otak dan visus : perubahan f. Trombosit : 212.000 / mm3


kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan
g. Gejala muncul pada saat intrapartum dengan
pandangan kabur.
usia kehamilan 39 minggu.
Gangguan fungsi hepar : peningkatan
alanin atau aspartat amino transferase
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3
Preeklampsia terjadi pada umur
kehamilan diatas 20 minggu.

4.2 Faktor Resiko

Teori

Fakta

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya

a.
b.

preeklamsia adalah :

c.

a.

Primigravida

b.

Umur yang ekstrim :

d.
e.
f.

terlalu muda atau terlalu tua untuk


kehamilan

g.

c.

Riwayat

pernah

h.

G3P2A0
Usia 30 tahun
2 kali SC karena tekanan darah tinggi
Jika tidak hamil tekanan darah normal
Penyakit ginjal (-)
BMI : 34,72 kg/m2, BMI > 30 kg/m2
termasuk obesitas
Riwayat DM (-)
Kehamilan tunggal

preeklamsi
d.

Hipertensi kronik

e.

Penyakit ginjal

f.

Obesitas

g.

Diabetes
gestational, diabetes mellitus tipe 1

h.

Mola hidatidosa

i.

Kehamilan ganda

j.

Infeksi

saluran

kencing pada kehamilan


k.

Hydrops fetalis

4.3 Penatalaksanaan

Teori

Fakta

a) Segera masuk rumah sakit


a) Pasien masuk rumah sakit
b) Tirah baring miring ke satu sisi secara b) Tirah baring miring ke satu sisi secara
intermiten
c) Infus Ringer

Laktat

atau

intermiten
Ringer c) Infus Ringer Laktat dan terpasang kateter

Dekstrose 5% dan pasang Foley chateter


d) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai
pencegahan dan terapi kejang.
e) Pemberian antihipertensi
f) Terminasi kehamilan

urin
d) Drip MgSO4 sesuai protap
e) Nifedipin tab 3x10mg

4.4 Prognosis
Teori
Kriteria

prognosis

Fakta

preeklamsia

berat Tidak ada satupun yang memenuhi kriteria.

berdasarkan kriteria Eden:


a)

Koma yang lama.

b)

Nadi > 120x/menit.

c)

Suhu > 40 C

d)

TD

sistolik

>

200

mmHg.
e)

Kejang > 10 kali.

f)

Proteinuria > 10 gr/dl.

g)

Edema (+).

Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu


kriteria di atas

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Pasien Ny. S, usia 30 tahun, datang dengan keluhan sakit kepala. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis pasien ini
yaitu G3P2A0 gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup intrauteri, presentasi kepala, belum
inpartu dengan Preeklampsia Berat. Diputuskan untuk dilakukan seksio sesarea.
Secara

umum,

alur

penegakkan

diagnosis

sudah

tepat.

Penatalaksanaan

medikamentosa dan pemilihan cara terminasi kehamilan dengan seksio sesarea juga sesuai
dengan literature.
5.2. Saran
Sebaiknya pasien yang ingin hamil, harus benar-benar melakukan konseling pra
konsepsi yang baik menyangkut kehamilannya. Konsultasi yang baik kepada dokter berguna
untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit pada ibu sebelumnya yang belum terdeteksi
yang dapat membahayakan baik ibu maupun janinnya kelak bila wanita tersebut hamil.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2009. p. 275

2. Mose JC. Gestosis. Dalam: Sastrawinata S, Maartadisoebrata D,


Wirakusumah FF, editors. Obtetri Patologi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2005. p. 64
3. Macgibbon, K. (n.d.). What Is Hyperemesis Gravidarum ? An Educational
Guide for Patients.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, et al. Williams Obstetrics 23rd
Edition. United States of America : McGraw-Hill Companies, Inc: 2010.
Chapter 34 : p1113 1114
5. Sastrawinata S, Martadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obtetri Patologi.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005. p. 65
6. Rukiyah AY, Yulianti L. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta. Trans Info
Media; 2010.p.118
7. Manuaba IBG,Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta.EGC;2007
8. Hanretty KP. Obstetrics Illustrated. Philadelphia : Churchill Livingstone,
Inc : 2008. Chapter 7 : p.103
9. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: 2002
10. Mullin, P M, Bray, A, Schoenberg F, Macgibbon K W, & Romero, R.
(2011). Prenatal exposure to hyperemesis gravidarum linked to increased
risk of psychological and behavioral disorders in adulthood. Obstetrics &
Gynecology.
11. Zhang Y, Cantor, R. M., MacGibbon, K., Romero, R., Goodwin, T. M.,
Mullin, P. M., & Fejzo, M. S. (2011). Familial aggregation of hyperemesis
gravidarum. American journal of obstetrics and gynecology, 204(3),
230.e1-7.

12. Manuscript, A. (n.d.). NIH Public Access. Midwifery, 1-8.


13. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Lamson L, et
al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th. McGraw-Hill; 2008
14. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: 2009. p. 275
15. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Lamson L, et
al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th. McGraw-Hill; 2008
16. Guyton AC, Hall JE. Texbook of Medical Physiology.11th. Elsevier
Saunders; 2006.p.826

Anda mungkin juga menyukai