Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Atritis reumatoid (AR) merupakan penyakit inflamasi sistemik yang
menyebabkan kerusakan pada kartilago dan tulang sendi yang dihubungkan
dengan suatu reaksi autoimun yang belum diketahui penyebabnya.1
Beberapa faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan kejadia AR
yaitu genetik, infeksi, hormonal, dan imunitas. Faktor-faktor ini diduga memicu
munculnya reaksi autoimun terbentuknya antigen mimmicry yang menyebabkan
sel-sel imunitas menyerang sel tubuh sendiri.2
Di dunia, insidens artritis reumatoid sekitar 3 kasus per 10.000 populasi,
prevalensinya sekitar 1% yang terus bertambah seiring bertambahnya usia dan
memuncak pada usia 35 50 tahun.2
Penyakit ini 2 kali lebih banyak menyerang perempuan daripada laki-laki.
Insidens meningkat seiring dengan pertambahan usia. Insidens puncak antara usia
35-50 tahun.2, 3

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang
menyerang sebagian besar organ akibat suatu reaksi autoimun yang belum
diketahui penyebabnya. Faktor pemicu eksternal (asap rokok, infeksi, dan
trauma) yang dapat memicu reaksi autoimun menyebabkan hipertrofi
sinovium dan inflamasi sendi kronik.2, 3
Tanda dari kondisi ini yaitu poliartritis persisten yang simetris (synovitis)
yang mengenai tangan dan kaki, utamanya permukaan sendi yang melibatkan
membran sinovial.2
2. Epidemiologi
Di dunia, insidens artritis reumatoid sekitar 3 kasus per 10.000 populasi,
prevalensinya sekitar 1% yang terus bertambah seiring bertambahnya usia
dan memuncak pada usia 35 50 tahun.2
Penyakit ini 2 kali lebih banyak menyerang perempuan daripada lakilaki. Insidens meningkat seiring dengan pertambahan usia. Insidens puncak
antara usia 35-50 tahun.2, 3
3. Anatomi Persendian
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang
ini disatukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendinya, lamina
fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi, yaitu
sebagai berikut:2
- Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat
-

bergerak.
Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat

sedikit bergerak.
Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan

dengan bebas.
Pada kasus artritis reumatoid, sendi yang terlibat yaitu sendi sinovial
(gambar 1). Sendi sinovial memiliki rongga dan permukaannya dilapisi oleh
kartilago hyalin.2

Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang banyak,
dan sinovium, yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi,
dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.3
Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat
sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa
di seluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati
kapsul sendi. Normalnya sinovium menghasilkan cairan sendi yang sangat
kental untuk membasahi permukaan sendi. Cairan sendi normal berwarna
bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau kekuningan. Jumlahnya
relatif kecil (1-3 ml). Hitung sel darah putih normalnya <200 sel/ml dan
terutama adalah sel mononuklear.3

Gambar 1
Artikulasio genu dengan pembentuknya
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Asam hyaluronidase adalah senyawa yang bertanggungjawab atas


viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel yang membungkus sinovial.
Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari eksudat plasma.
Selain itu, cairan sinovial juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan
sendi.3

Kartilago hyalin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh


pada sendi sinovial. Kartilago ini memegang peranan penting dalam membagi
beban tubuh, tersusun dari sedikit jumlah sel dan zat-zat tertentu, diantaranya
kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel kartilago
(gambar2). Proteoglikan yang ditemukan di sini sangat hidrofilik sehingga
memungkinkan untuk menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban
berat.3

Gambar 2
Struktur matriks ekstraseluler
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Kartilago sendi pada dewasa tidak mendapatkan aliran darah, limfe, dan
persarafan. Oleh sebab itu, nutrisinya dihantarkan langsung oleh cairan
sendinya yang membasahinya. Seiring dengan pertambahan usia maka akan
terjadi perubahan susunan kolagen dan

pembentukan proteoglikan. Pada

keadaan ini, kolagen akan membentuk kolagen tipe I yang lebih fibrosa dan
proteoglikan

akan

kehilangan

kemampuan

hidrofiliknya.

Hal

ini

menyebabkan kartilago tidak mampu menahan kerusakan bila diberikan


beban berat.3
Pada sendi ditemukan jaringan ikat yang tersusun atas sel-sel dan
substansi dasar. Ada dua jenis sel yang ditemukan, yaitu sel-sel imunitas (sel
mast, sel plasma, limfosit, monosit, leukosit polimorfonuklear sel-sel
imunitas berperan penting pada reaksi-reaksi imunitas, terutama pada
penyakit reumatik yang diperantarai imunitas, seperti artritis reumatoid) dan

fibroblas, kondrosit, dan osteoblas yang mensintesis serat dan proteoglikan


substansi dasar.3
Serat yang ditemukan dalam substansi dasar terdiri atas elastin dan
kolagen. Serat elastin bersifat elastis, terdapat di dalam ligamen. Elastin
dipecahkan oleh enzim elastase. Bila terjadi pemecahan yang berlebihan
maka elastisitas secara otomatis akan berkurang.3
Serat kolagen dapat dipecahkan oleh enzim kolagenase. Enzim
proetolititk ini menyebabkan perubahan molekul stabil menjadi tidak stabil
pada suhu fisiologik dan selanjutnya dihidrolisis oleh protease lain.
Perubahan sintesis kolagen terjadi pada usia yang makin tua. Peningkatan
aktivitas kolagenase terlihat pada penyakit reumatik yang diperantarai
imunitas.3
Selain serat, proteoglikan merupakan molekul penting yang ditemukan
dalam substansi dasar. Proteoglikan pada kartilago sendi berperan sebagai
bantalan sehingga dapat menahan beban fisik sendi. Proteoglikan dapat
menjadi target utama autoimun pada gangguan seperti artritis reumatoid.
Limfokin dapat menginduksi jaringan ikat untuk memproduksi proteoglikan
baru, menghambat produksi, atau meningkatkan pemecahan.3
4. Faktor resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya artritis reumatoid
berdasarkan data penelitian yaitu, usia tua, adanya riwayat keluarga,
merokok, jenis kelamin perempuan, kehamilan (paling sering menyebabkan
remisi), paritas (lebih sering terjadi pada nullipara dibanding), menyusui
(menurunkan

risiko

reumatoid

artritis),

usia

menarke

<10

tahun

(meningkatkan risiko artritis reumatoid), dan periode menstruasi yang tidak


teratur.5, 6
5. Etiopatogenesis
Penyebab artritis reumatoid belum diketahui. Faktor yang diduga
berperan dalam kejadian artritis reumatoid yaitu genetik, lingkungan
(sosioekonomi, psikologis, dan gaya hidup rokok, risiko utama), hormonal,
imunologis, dan infeksi.2
a. Genetik
5

Faktor genetik berperan dalam 50% risiko terjadinya artritis reumatoid.


Sekitar 60% kasus di Amerika Serikat ditemukan cluster HLA-DR4 dan
HLA-DR1 dengan

binding-site dengan molekul HLA-DR yang

berhubungan dengan artritis reumatoid (HLA-DR beta).2


Selain itu, MHC (major hystocompatibilty complex) juga berperan, dan
menyebabkan sequens gen menghasilkan resistensi maupun kerentanan,
termasuk PTPN22 dan TRAF5.2
b. Infeksi
Selama beberapa dekade, sejumlah agen infeksius dianggap sebagai
penyebab potensial artritis reumatoid, termasuk organisme Mycoplasma,
Epstein-Barr virus (EBV), dan virus rubella. Hal ini didukung oleh bukti
berikut:2
- Adanya laporan flulike-syndrome mendahului kejadian artritis
- Artritis dapat terinduksi oleh infeksi beberapa bakteri atau produk
-

bakteri (dinding sel streptokokkus) pada kelinci percobaan


Adanya produk bakteri, termasuk RNA yang diisolasi dari sendi
penderita

c. Hormonal
Hormon seks diduga berperan dalam kejadian artritis reumatoid, buktinya
yaitu dengan ditemukannya disproporsi perempuan pada penyakit ini (dari
1,3 juta kasus artritis reumatoid 75% adalah perempuan), yang membaik
selama kehamilan, berulang pada awal periode postpartum, dan
penurunan insidens pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral.
2, 6

d. Imunologis
Artritis reumatoid

dihubungkan

dengan

jalur

inflamasi

yang

menyebabkan proliferasi sel-sel synovial sendi. Pembentukan sequens


panus yang merupakan dasar penyebab destruksi kartilago dan erosi
tulang. Terjadi produksi sitokin proinflamasi (TNF dan IL-6) dan sel-sel

(sel T, sel B, antigen-presenting cell sel B, makrofag, dan sel dendritik)


yang berlebihan yang berperan dalam proses destruksi. 5
6. Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita artritis reumatoid memiliki onset yang
insidious (tersembunyi), paling sering diawali dengan demam, malaise,
artralgia, dan kelemahan sebelum berkembang menjadi inflamasi dan
pembengkakan sendi.2
Gejala dan tanda yang ditemukan:
- Poliartritis simetris persisten (synovitis) pada tangan dan kaki (tanda
-

utama)
Kemunduran fungsi persendian
Kesulitan dalam aktivitas keseharian (ADL activities of daily

living)
Gejala konstitusional

Pada pemeriksaan fisik, sendi yang harus diperiksa yaitu:


-

Ekstremitas atas (artikulasio metakarpofalangeal, metakarporadialis,

kubiti, shoulder joint)


- Ekstremitas bawah (ankles, feet, knees, hips)
- Vertebra cervicalis
Selama pemeriksaan dapat ditemukan:
- Kekakuan
- Nyeri pada pergerakan
- Pembengkakan
- Deformitas (gambar 2-3)
- Keterbatasan pergerakan
- Manifestasi ekstra-artikular
- Nodul reumatoid

Gambar 3
Deformitas Boutonniere tampak fleksi pada sendi PIP dan hiperrekstensi sendi DIP
(Dikutip dari kepustakaan 2)

7. Diagnosis
Tidak ada pemeriksaan yang patognomonik untuk artritis reumatoid; oleh
sebab itu, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang sesuai, pemeriksaan
fisik yang tepat, dan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan
pemeriksaan radiologi.2

Gambar 4
Deformitas swan-neck tampak hiperekstensi sendi PIP dan fleksi DIP

(Dikutip dari kepustakaan 2)


Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
- Laju endap darah
- Level C-reactive protein
- Darah lengkap
- Faktor reumatoid
- Antibodi antinuklear
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu:
- Foto x-ray (pilihan utama): tangan, pergelangan, lutut, siku, bahu,
-

panggul, vertebra servikal, dan sendi lain.


MRI: vertebra servikal.
USG sendi: akan tampak perubahan vaskularisai membran sinovium
dan erosi.

Kriteria diagnosis reumatoid artritis berdasarkan American College of


Rheumatology yaitu:3, 7, 8
1. Kekakuan di pagi hari (minimal 1 jam)
2. Artritis pada 3 atau lebih sendi
3. Artritis sendi-sendi jari tangan
4. Artritis yang simetris

5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid dalam serum
7. Perubahan radiologi (gambar 5, 6, 7)

Gambar 5
Tampak erosi pada sendi PIP dan pembengkakan jaringan lunak
(Dikutip dari kepustakaan 1)

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 4 dari 7 kriteria dan harus


berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.1, 9

Gambar 6
Tampak erosi pada tulang-tulang karpal
(Dikutip dari kepustakaan 1)

Gambar 7
Tampak subluksasi pada sendi MCP dengan deviasi ulnaris
(Dikutip dari kepustakaan 1)

8. Tata Laksana
Pemberian terapi yang lebih intensif pada penyakit RA dini berguna
untuk meminimalkan kerusakan struktural sendi. Tujuan utama terapi RA
yang lain adalah meniadakan atau mengurangi rasa nyeri dan bengkak pada
sendi. Beberapa golongan obat yang digunakan dalam penatalaksanaan RA,
antara lain: Disease-Modifying Antirheumatic Drug (DMARD), obat AntiInflamasi Non-Steroid (AINS), imunisupresan dan kortikosteroid.2, 5, 6, 10
9. Diagnosis Banding
Penyakit AR memang sedikit sulit untuk dibedakan dengan penyakit
jaringan ikat lain, diantaranya osteoartritis, gout, artritis psoriatik, artritis
pyogenik, reumatik polimialgia, polikondritis, dan masih banyak lainnya.11
a. Osteoartritis (OA)
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif akibat penghancuran
struktur biokimia kartilago (hyalin) pada sinovial sendi. OA adalah
penyakit sendi yang paling banyak ditemukan, lebih dari 20 juta orang di
Amerika menderita OA.12
OA lebih dominan mengenai sendi yang menopang berat badan tubuh,
termasuk sendi lutut, pinggul, servikal, lumbosakral, dan kaki. Sendi lain
yang juga terkena yaitu distal interphalangeal (DIP), proximal
interphalangeal (PIP), dan carpometacarpal (CMC).12
Hal yang membedakan antara OA dan AR yaitu:13

10

Sifat nyeri: nyeri pada OA terjadi pada saat beraktivitas sedangkan

sedangkan AR dapat terjadi pada saat istrihat maupun aktivitas


Pembengkakan sendi: pada OA terjadi di tulang sedangkan pada AR

terjadi pada jaringan lunak


Eritema lokal: tidak pernah terjadi pada OA sedangkan pada AR

kadang terjadi
Kalor (panas pada perabaan) lokal: tidak pernah terjadi pada OA

sedangkan pada AR sering terjadi


Kaku pagi hari: pada OA terjadi <30 menit sedangkan pada AR >30

menit
Gejala sistemik: pada OA tidak ada gejala sistemik sedangkan AR
ditemukan gejala sistemik yang dapat berupa fatigue

Gambar 8
Osteoartritis genu bilateral
(Dikutip dari kepustakaan 14)

Diagnosis OA ditegakkan dengan ditemukanna klinis dan perubahan


gambaran radiologi. Gambaran radiologi yang dapat ditemukan pada
sendi penderita OA (gambar 8) yaitu sebagai berikut:15
- Penyempitan celah sendi (JSN joints space narrowing)
- Formasi osteofit
b. Gout
Gout merupakan gangguan metabolik yang berefek pada sendi yang terjadi
akibat kristal-kristal monohidrat monosodium urat, oleh sebab itu

11

gangguan ini behubungan dengan peningkatan kadar asam urat darah


(kadar asam urat normal <6 mg/dl). Desposisi krital dapat asimtomatik,
tetapi dapat berkembang menjadi penyakit sendi yang ditandai nyeri yang
bersifat episodik dan inflamasi sendi yang disebabkan oleh formasi kristal
di celah sendi dan deposisi kristal pada jaringan lunak. Bila tidak
ditangani, akan menyebabkan kerusakan sendi dan ginjal.16, 17
Semua individu yang menderita gout menderita hiperurisemia, namun
tidak semua hiperurisemia menyebabkan gout. Hiperurisemia dapat pula
ditemukan pada penderita yang mengkonsumsi diuretik, niasin, atau
aspirin.16
Manifekstasi klinik yang dapat ditemukan yaitu:16
- Podagra (nyeri, edema, eritema inflamasi sendi MTP pada
peningkatan kadar asam urat akut)

Gambar 9. Podagra akut


(Dikutip dari kepustakaan 16 dan 17)

Serangan gout akut dapat terjadi selama 8-12 jam yang memberikan

manifestasi inflamasi akut dengan intensitas nyeri yang kuat.


Selain itu, sendi lain yang dapat terkena yaitu sendi lutut, kaki,
pergelangan tangan, dan jari-jari tangan. Pada awalnya hanya

mengenai 1-2 sendi monoartikular.


Gambaran radiologi yang dapat ditemukan yaitu:18
- Erosi tulang: deposit kristal urat terbentuk di sepanjang tepi sendi
menyebabkan erosi pada tulang yang nondemineralisasi, margin yang
tajam, dan punch-out lesion. Erosi tampak seperti lesi kistik dengan
sklerotik tipis. Erosi dapat terjadi di intra-artikuler, para-artikuler,
atau celah sendi.

12

Abnormalitas jaringan lunak: tampak pembengkakan jaringan lunak


yang dapat berbentuk nodul maupun kalsifikasi (bila terjadi deposit

kalsium)
Abnormalitas sendi: abnormalitas pada sendi hanya terjadi pada gout
yang lama.

Gambar 10
Radiografi manus proyeksi oblique tampak erosi tulang pada sendi MTP, PIP, dan DIP
(a) radiografi pedis proyeksi dorsoplantar tampak erosi tulang ekstensif pada sendi MTP
jari I dan IV. Kalsifikasi intratofus tampak pada tofus intraosseus dan tofus periartikuler
(b) radiografi tulang tarsal proyeksi oblique tampak erosi pada tulang skafoid tulang
metatarsal I, dengan tepi overhanging. Massa pada jaringan lunak akibat deposisi tofus
(c)
(Dikutip dari kepustakaan 19)

DAFTAR PUSTAKA
1. Tsou IY. Rheumatoid arthrtis hend imaging [serial online]. 2013. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/401271-overview
2. Temprano KK. Rheumatoid arthritis [serial online]. 2013. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/331715-overview#showall
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
6th ed. Jakarta: EGC; 2005. P1385-1390.
4. WebMD. Osteoarthritis health center [serial online]. 2014. Available from:
http://www.webmd.com/osteoarthritis/guide/nutritional-supplementsosteoarthritis

13

5. Wasserman AM. Diagnosis and management of rheumatoid arthritis.


American Academy of Family Physician: 2011.
6. CDC. Rheumatoid arthritis [serial online]. CDC: Atlanta; 2012. Available
on: http://www.cdc.gov/arthritis/basics/rheumatoid.htm
7. Shu A, Lieberman G. Imaging rheumatoid arthritis. Harvard Medical
School: 2002.
8. Howlett D, Ayers B. The hands-on guide to imaging. Massachusets:
Blackwell Publishing;2004. P139-140.
9. Ruderman E, Tambar S. Rheumatoid arthritis. American College of
Rheumatolgy: 2012.
10. Saag KG, Teng GG, at al. American College of Rheumatology 2008
Recommendations for the Use of Nonbiologic and Biologic DiseaseModifying Antirheumatic Drugs in Rheumatoid Arthritis. ARA: 2008.
P762.
11. Temprano KK. Rheumatoid arthritis [serial online]. 2013. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/331715-differential
12. Lozada CJ. Osteorathritis [serial online]. 2014. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview#showall
13. BcGuidline. Rheumatoid arthritis: diagnosis, management and monitoring.
British Columbia Medical Association: 2012. P1-2.
14. Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: Imaging. Stanford:
Elsevier; 2011. P2.
15. Stacy GS. Primary osteoarthritis imaging [serial online]. 2013. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/392096-overview
16. Rothschild BM. Gout and pseudogout [serial online]. 2014. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/329958-overview#showall
17. Schumacher HR. Gout. Atlanta: American College of Rheumatology;
2012. P1.
18. Zayas VM, Calimano MT, et al. Gout: the radiology and clinical
manifestations

[serial

online].

2001.

Available

from:

http://www.appliedradiology.com/Issues/2001/11/Articles/Gout--Theradiology-and-clinical-manifestations.aspx
19. Perez-Ruiz F, Dalbeth N, et al. Gout: Imaging of gout: findings and utility
[serial online]. Arthritis research and therapy: 2009. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2714107/figure/F1/

14

15

Anda mungkin juga menyukai