Anda di halaman 1dari 94

Tugas Referat

Urologi

Disusun oleh:
Agung Priyanto Setyo
Nim: 030.05.008
Pembimbing:
Dr. Metra Syahar, Sp. U
Kepaniteraan Klinik ilmu bedah
Rumah sakit Pusat Angkatan Udara
September 2009
Fakultas kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta

Daftar Isi

1. Daftar Isi...............................................................................................1
2. infeksi saluran kemih............................................................................5
3. batu saluran kemih................................................................................14
4. Benign Prostat Hipertrofi......................................................................33
5. Trauma Urogenital................................................................................38
6. Hidrokel................................................................................................45
7. Varikokel...............................................................................................48
8. Torsio Testis..........................................................................................56
9. Strikture Uretra.....................................................................................59
10. Tumor Urogenital..................................................................................68
11. Hematuria..............................................................................................82
12. Retensi Urin Akut.................................................................................85
13. Infertilitas..............................................................................................91

INFEKSI SALURAN KEMIH


ISK adalah merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi saluran
kemih.
Cara penanggulangannya kadang-kadang cukup dengan pemberian antibiotika
yang sederhana, atau bahkan tidak perlu diberi antibiotika. Namun pada infeksi yang
berat dan sudah menimbulkan kerusakan pada berbagai macam organ, membutuhkan
terapi suportif dan antibiotika yang cukup adekuat. Tujuan terapi pada infeksi organ
urogenitalia adalah mencegah atau menghentikan diseminasi kuman dan produk yang
dihasilkan oleh kuman pada sirkulasi sistemik dan mencegah kerusakan terjadinya
kerusakan organ urogenitalia.
Insiden
Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria; hal
ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.
Patogenesis
ISK terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan
berbiak di dalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui
cara : (1) ascending, (2) hematogen seperti pada penularan M tuberculosis atau S
aureus, (3) limfogen, dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya teah
terinfeksi.
Kuman penyebab ISK pada umnya berasal dari flora normal usus dan hidup
secara komensal didalam intoitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan
disekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostat
vas deferns testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal.
Terjadinya

ISK

karena

adanya

gangguan

keseimbangan

antara

mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran


kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan
tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat.
Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk kedalam saluran


kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah ; (1) pertahanan lokal dari
host, dan (2) peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral
maupun imunitas seluler.
Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash out urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di
dalam urine. Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out
adalah jika (1) jimlah urin cukup dan (2) tidak ada hambatan di dalam saluran kemih.
Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urin dan menghalangi
mekanisme wash out adalah adanya (1) stagnasi atau stasis urine dan (2)
didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat
persembunyian oleh kuman.
Stagnasi urin bisa terjadi pada keadaan (1) miksi yang tidak teratur atau sering
menahan kencing, (2) obstruksi saluran kemih seperti pada BPH, striktura uretra, batu
saluran kemih, atau obstruksi karena sebab lain, (3) adanya kantong-kantong didalam
saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik, dan (4) adanya dilatasi atau
refluks sistem urinaria.
Faktor dari mikroorganisme
Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat dipermukaannya.
Pili berfungsi untuk menemel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan
urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai
virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak menimbulkan infeksi pada
sistitis) dan tipe pili P (yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut).
Diagnosis
Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat,
epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organorgan berongga (buli-buli, ureter, dan pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan.
Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan
pemeriksaan kultur urin.
3

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk mengungkapkan adanya proses
inflamasi atau infeksi.
Pencitraan
Pada ISK uncomplicated

(sederhana)

tidak diperlukan pemeriksaan

pencitraan, tetapi pada ISK complicated (yang rumit) perlu dilakukan pemeriksaan
pencitraan untuk mencari penyeab/sumber terjadinya infeksi.
Foto polos abdomen berguna untuk mengetahui adanya batu radio-opak pada
saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis akuta.
PIV adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang menderita ISK
compilcated.
Voiding sistouretrografi diperlukan untuk mengungkapkan adanya refluks
vesiko ureter, buli-buli neurogenik, atau divertikulum uretra pada wanita yang sering
menyebabkan infeksi yang sering kambuh.
USG untuk mengungkapkan adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses
pada perirenal/ginjal terutama pada gagal ginjal.
CT scan lebih sensitif dalam mendeteksi penyebab ISK daripada PIV atau
USG.
Penyulit
1. Gagal ginjal akut,
2. Urosepsis,
3. Nekrosis papilla ginjal,
4. Terbentuknya batu saluran kemih,
5. Supurasi atau pembentukan abses, dan
6. Granuloma.

Batu Saluran Kemih


Latar belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman babilonia dan zaman
mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung
kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di Negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih
atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di
seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi
saluran kemih dan pembesaran prostate benigna.
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Factor-faktor itu adalah factor intrinsic yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik yang berasal dari
lingkungan disekitarnya.
Factor intrinsic itu antara lain adalah:
1. herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. umur: penyakit inipaling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lipat lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Beberapa factor ekstrinsik adalah:
1. geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah bantu di Afrika Selatan hamper
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. iklim dan temperature


3. asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. diet: diet banyak purin, oksalat, dankalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Komposisi dan pembentukan batu
Komposisi batu diketemukan pada seseorang perlu ditentukan karena
komposisi batu dipakai sebagai landasan untuk menyelusuri etiologi penyakit batu
saluran kemih. Analisa batu dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan cara
kualitatif dan cara kuantitatif dengan metode kromatografik dan autoanalisis. Cara
lain ialah cara optic dengan diseksi mikroskopik binokuler dengan mikroskop
petrografik, spektroskopi inframerah, termoanalitik, dan mikroskop electron.
Kristalografi radiografik merupakan cara yang dianggap paling baik ditinjau dari segi
kesederhanaan dan ketepatannya.
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah jenis urat, asam
urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan
batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik;
diantaranya berkaitan dengan sindroma alkali atau kelebihan vitamin D. batu fosfat
dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia).
Batu fosfat ammonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang
disebabkanoleh bacteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali
karena pemecahan ureum. Batu asam urat disebabkan oleh hiperuremia pada arthritis
urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah.
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.
Factor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, statis, dan litiasis
merupakan factor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau
circulus visiosus.
Jaringan abnormal atau mati pada nefrosis papilla di ginjal dan benda asing
mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistoma kadang merupakan
nidus batu.

Batu idiopatik disebabkan oleh pengaruh berbagai factor. Misalnya batu urat
pada anak di Negara yang sedang berkembang. Factor yang memegang peranan
kausal adalah dehidrasi dan gastroenteritis. Factor ini mengakibatkan oliguria dengan
urinyang mengandung asam tinggi urin dan ikatan kimia lain. Factor lain adalah
imobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktur multiple atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsifikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan statis
sehingga presipitasi batu mudah terjadi. Pada sebagian kecil penderita batu
didapatkan kelainan kausal yang menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu
seperti pada hiperparatiroidisme, hiperoksaluria, arthritis urika, dan sistinuria.
Tanda dan Gejala Klinis
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda
umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu bila
disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan endapan urin, bahkan mungkin
demam atau tanda sistemik lain.
Batu saluran kemih dapat mengakibatkan kelainan

patologik yang

menunjukkan gejala dan tanda akut, kronik, atau sama sekali tidak ada keluhan dan
gejala.
Batu pelvis ginjal
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya
menempati bagian pelvis, tetapi dapat tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks
sehingga bercabang seperti tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat pada suatu
kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai gejala yang berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan ostruksi aliran kemih dan infeksi.
Nyeri di pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus-menerus dan hebat karena adanya pielonefrosis.
Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi
ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di
pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada
umumnya tidak memberikan kelainan fisik.

Batu ureter
Anatomi

ureter

mempunyai

beberapa

tempat

penyempitan

yang

memungkinkanbatu ureter terhenti. Karena peristaltic, akan terjadi gejala kolik, yakni
nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan
nyeri alih. Selama batu bertahan di tempat menyumbat, selama itu kolik akan
berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk
lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa
nidus menjadi batu kandung kemih besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Bila
keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa
hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi
umum.
Batu kandung kemih
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, aliran
yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan
nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya
sehingga tidak jarang dilihat penis yang panjang. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu
yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri, sewaktu
miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.
Batu prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde terdorong
kedalam saluran prostat dan mengendap, yang akhirnya menjadi batu yang kecil. Pada
umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali karena tidak menyebabkan
gangguan pasase kemih.
Batu uretra
8

Batu uretra merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih yang oleh
aliran kemih sewaktu miksi terbawa uretra, tetapi menyangkut di tempat yang agak
lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini adalah di pars prostatika, bagian permulaan
pars bulbosa, dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan di tempat
lain.
Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes
dan nyeri.
Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum, abses, fistel proksimal, dan uremia
karena obstruksi urin
Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologic, laboratorium, dan
penunjang lain untuk menetukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi, dan gangguan faal ginjal.
Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang
dihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni.
Pada radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga
adanya batu saluran kemih bila diambil foto 2 arah. Pada keadaan istimewa tidak
jarang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari pengamatan.
Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan filing
defek pada tempat batu sehingga memberikan gambaran pada daerah yang kosong.
Yang menyulitkan adalah bila ginjal mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal seperti ini, perlu dilanjutkan dengan
pielografi retrograde yang dilaksanakan pemasangan kateter ureter melalui sistikop
pada ureter ginjal yang tidak dapat berfungsi untuk memasukkan kontras.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menetukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menetukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai
untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar
untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan USG dapat untuk
9

melihat semua jenis batu, baik radiolusen maupun radiopak. Selain itu dapat
ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk
menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingganya batu.
Diagnosis banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pielonefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau appendicitis akut. Selain itu
perempuan juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, juga diingat bahwa batu saluran kemih
yang terjadi bertahun-tahun dapat menyebabkan tumor umunya karsinoma
epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi.
Khusus batu ginjal dengan hidronefrosis peril dipertimbangkan kemungkinan
tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.
Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusen, apalagi bila disertai dengan
hematuria yang tidak disertai kolik, perlu dipertmbangkan tumor ureter walaupun
tumor ini jarang ditemukan.
Dugaan batu kandung kemih jga perlu dipertimbangkan tumor kandung kemih
terutama jenis batu radiolusen.
Batu prostat biasanya tidak sukar terdiagnosis karena gambaran radiologic
yang khas, yang kecil seperti kumpulan pasir di daerah prostate. Akan tetapi,
pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan adanya keganasan, teritama bila
terdapat batu cukup banyak sehingga teraba seperti karsinoma prostat. Dalam keadaan
yang tidak pasti seperti itu dilakukan biopsy prostat.
Tata laksana
Piatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan
batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling
sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya
merupakan gejala penyakit batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun
bukanlah merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya perlu juga diketahui bahwa
pengerluaran batu menyebabkan gangguan pada slauran kemih. Bila batu tersebut
10

tidak memberi gangguan fungsi ginjal makabatu tersebut tidak perlu diangkat
diharapkan batu tersebut keluar dengan sendirinya.
Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan bahan
pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau dengan tindakan yang kurang invasive
misalnya nefrostomi perkutan.
Terapi medis dan simptomatik
Pengelolaan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik yang terjadi
menghilang dengan pemberian simpatolitik. Selain itu terutama untuk batu ureter
yang dapat diharapkan keluar dengan sendirinya, dapat diberikan minum berlebihan
disertai diuretic. Dengan produksi air kemih yang banyak diharapkan dapat
mendorong batu. Batu ureter ini adalah batu yang tidak menganggu saluran kemih
termasuk ginjal dan ukurannya kurang dari setengah centimeter.
Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarutkan adalah dari batu asam urat. Batu ini terjadi
bila pH urin asam (pH: 6,2) sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai
makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Hasil lebih baik dilaporkan dengan
pemberian alopurinol dan usaha menurunkan kadar asam urat.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah dengan pengasaman urin dan
pemberian antiurease. Bila terdapat kuman harus dibasmi. Akan tetapi pemberian
antibiotic sukar membasmi kuman karena kuman didalam batu susah dicapai oleh
antibiotic.
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWl adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli
tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu pun dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak
jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik
dan menyebabkan hematuria.

11

Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkanya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat
itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Probe
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hiraulik,
energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu
adalah:
1. PNL( Percutaneus Nephro Litholapaxy): yaitu mengeluarkan batu yang berada
didalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke system
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. litotripsi: yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
3. uretroskopi atau uretro-renoskopi: yaitu memasukkan alat uretroskopi
peruretram guna melihat keadaan ureter atau system pielo-kalises ginjal.
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada didalam ureter maupun
system

pelvikalises

dapat

dipecah

melalui

tuntunan

uretroskopi/uretreorenoskopi ini.

12

4. ekstraksi Dormia: yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya


melalui alat keranjang dormia.
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakantindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain:
pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
uretrolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani nefrektomi
atau pemgambilan ginjal karena ginjalnya tidak berfungsi lagi dan berisi nanak
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalamu pengkerutan akibat batu
yang menimbulkan obstruksi dan infeksi menahun.
Pencegahan
Setelah batu

dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang penting

adalah upaya mengindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu rata-rata


7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pada umumnya pencegahan itu berupa menghindari dehidrasi dengan minum air 2-3
liter per hari, diet mengurangi kadar zat-zat pembentuk batu, aktivitas harian yang
cukup, pemberian medikamentosa.
Diet yang dianjurkan adalah diet rendah protein karena protein memacu ekskresi
kalsium urine yang dapat membuat urine menjadi asam, rendah oksalat, rendah garam
karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, rendah purin. Diet rendah
kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperalsiuri absortif tipe
II.

Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 756-764
2. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV.
Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 57-67
3. Healthy wise. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). Available at:
http://myhealth.centrahealth.com. Last update: May 30, 2007.

13

BENIGN PROSTAT HIPERPLASI


(BPH)
DEFINISI
BPH adalah hiperplasi kelenjar periuretral (sel-sel glanduler dan intersisial)
dari prostat. BPH merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki
dan berhubungan dengan usia, jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.

INSIDENSI
Pada usia 55 tahun 25% dari pria ditemukan gejala obstruktif. Pada usia 75
tahun 50% pada pria mengeluhkan gejala pancaran urin yang lemah pada waktu
miksi. Faktor resiko BPH masih belum jelas. Menurut penelitian diketahui pula
karena perbedaan ras. 50% pada pria dibawah 60 tahun terkena BPH karena
mempunyai sifat diturunkan. Sifat ini diturunkan secara dominan autosomal.
ANATOMI
Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bila pengalami pembesaran, organ
ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli. Bentuknya seperti buah kenari dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm
dan beratnya 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular
yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona

14

transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra.

Sebagian besar

hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan


karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Secara histopatologik kelenjar prostat

terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot
polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian di keluarkan bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi.
Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus.

Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut

parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat,
dan leher buli-buli. Ditempat itu banyak terdapat reseptor adrenegika. Rangsangan
simpatik menyebabkan dipertahankannya tonus otot polos tersebut.

15

ETIOLOGI
Etiologi BPH belum pasti, tetapi kemungkinan berhubungan dengan
multifaktor dan endokrin. Kelenjar prostat terdiri atas elemen stromal dan epitel.
Masing-masing atau bahkan keduanya dapat berkembang menjadi nodul-nodul
hiperplastik dan gejala-gejala yang ada dapat diartikan sebagai suatu BPH.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori dihidrotestosteron
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron yang sangat penting pada pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada BPH kadar DHT tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal.
Hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak.

Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak dibandingkan dengan prostat
normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua kadar testosteron samakin menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: testostron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah sel-sel prostat (apoptosis).

Jadi meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tapi sel-sel


prostat yang telah ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi
lebih besar.

16

3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma sehingga
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel-sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Estrogen di duga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGFB berperan pada proses apoptosis.
5. Teori sel stem
Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi secara ekstensif.
Terjadinya BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun epitel.
PATOFISIOLOGI
Suatu hubungan gejala dapat dikaitkan antara BPH dengan obstruksi dari
prostat atau terjadinya respon sekunder pada kandung kencing saat berkemih.
Komponen obstruksi dapat menjadi komponen obstruksi dinamis atau komponen
mekanis.
Saat pembesaran prostat timbul, obstruksi mekanis terjadi dari adanya
gangguan didalam lumen uretra atau leher kandung kencing, menyebabkan kesulitan
yang tinggi dalam berkemih.

Saat prostat membesar terjadi proses penyempitan

lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat
seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli). Mukosa dapat menerobos keluar
di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan
yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi
otot dinding.

Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan

sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS).
Komponen dinamis dalam obstruksi prostat menerangkan variasi natural
dalam gejala yang terjadi pada pasien. Stroma prostat, yang terdiri dari otot polos dan
17

kolagen, kaya akan suplai persarafan adrenergik. Tingkat stimulasi otonom diatur
oleh uretra prostatika. Penggunaan terapi -blocker menurunkan tonus, sehingga
resitensi saat berkemih berkurang.
Keluhan iritatif berkemih yang kosong pada BPH berasal dari respon sekunder
dari kandung kencing untuk meningkatkan pengeluaran isi kandung kencing.
Pengeluaran ini terhambat karena otot detrusor hipertrofi dan hyperplasia dikarenakan
terjadinya deposisi kolagen. Meskipun selanjutnya keluhan ini akan berkurang tidak
stabilnya otot detrusor juga menjadi factor. Pada pemeriksaan inspeksi, penebalan otot
detrusor pada serabut otot terlihat sebagai trabekula pada pemeriksaan cystocospic.
Jika terlewat pada pemeriksaan, herniasi mucosal antara otot detrusor terjadi
divertikula (disebut juga Divertikula vera yang hanya terdiri mukosa dan serosa)
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh buli-buli tidak
terkecuali pada kedua ureter.

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan
otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau
pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH,
rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan
tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa
prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos
yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
GEJALA KLINIS
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Gejala-gejala pada BPH dapat dibagi menjadi 2, yaitu : gejala obstruksi dan gejala
iritasi. Gejala obstruksi dapat berupa hesitansi (menunggu lama pada permulaan
buang air kecil), pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang

18

puas, double voiding (miksi untuk kedua kalinya dalam 2 jam dari yang
sebelumnya, nyeri bila miksi, air kencing menetes), mengedan bila miksi.
Gejala iritatif berupa urgensi (tergesa-gesa buang air kecil), frekuensi (sering
buang air kecil), disuria, dan nokturia (buang air kecil malam hari lebih dari 1
kali).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda dari infeksi/ urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Hernia inguinalis, hemoroid karena peningkatan tekanan intraabdominal. Urin
yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan tanda
inkontinensia paradoksa.
MENEGAKKAN DIAGNOSA
1. ANAMNESIS
American Urological Association (AUA) telah mengembangkan suatu standar
daftar pertanyaan yang berlaku dan dapat dipercaya dalam identifikasi kebutuhan
akan perawatan terhadap pasien-pasien dan dalam memonitoring terhadap terapi
yang dilakukan. Penilaian ini terfokus pada 7 pertanyaan yang di ajukan terhadap
pasien-pasien untuk mengetahui seberapa sering timbul gejala iritasi dan
obstruksi. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai
0-5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7.
Dimana score 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.
SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)
Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai
berikut:
0 = Tidak pemah
1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian
2 = Kurang dari separuh kejadian
3 = Kurang lebih separuh dari kejadian
4 = Lebih dari separuh dari kejadian
5 = Hampir selalu
Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda:
19

1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ?


2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja
kencing ?
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini
dilakukan berkali-kali?
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ?
5. Merasakan pancaran urine yang lemah ?
6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?
Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor seperti di bawah ini:
0 = Tidak pernah 3 = Tiga kali
1 = Satu kali

4 = Empat kali

2 - Dua kali

5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam
untuk kencing ?
Total Skor (S) = ............
Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di
atas; jawablah dengan:
1. Sangat senang

2. Senang

3. Puas

4. Campuran antara puas dan tidak puas

5. Sangat tidak puas

6. Tidak bahagia

7. Buruk sekali
8. Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati hidup ini?
Kesimpulan: S__, L_I , Q_, R _ ,V_I
(S:Skor I-PSS, L:Kualitas hidup, Q: pancara urine dalam ml/detik, R: sisa
urine, V: volume prostat)
2. PEMERIKSAAN FISIK
Untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan pancaran aliran urin, pemeriksa
harus menilai proses pengosongan urin pasien sebagai hal utama dalam
pemeriksaan. Dalam hal ini dapat ditemukan adanya suatu gejala obstrutif: (1)
adanya penurunan berat badan atau udem pada wajah dan kedua tangan, (2) pucat
atau anemia, (3) kardiomegali atau udem pulmonal, (4) ada massa yang teraba di
abdomen bagian bawah.

20

Pada pemeriksaan rectal toucher kelenjar prostat diperiksa dengan memperhatikan


dari segi bentuk dan ukuran serta konsistensi. Pada suatu keadaan hiperplasia
biasanya di dapatkan suatu prostat dengan keadaan licin, keras dan elastis. Pasien
dengan pembesaran prostat mungkin tidak ditemukan gejala obstruksi traktus
urinarius, sedangkan pada pasien dengan pembesaran lobus medial dapat
ditemukan dengan jelas suatu adanya gejala obstruktif dan retensi urin tanpa
adanya suatu pembesaran prostat yang teraba.
Sebagai tambahan dalam menilai kelenjar prostat, pada pemeriksaan rectal toucher
dapat memberikan keuntungan bagi pemeriksa dalam menilai kekuatan tonus dari
spingter ani, yang secara tidak langsung juga memberikan gambaran keadaan dari
persarafan vesika urinaria.
a. Pemeriksaan Bimanual
Dengan melakukan Rectal-toucher dan penekanan pada supra-pubik. Jika
teraba pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 50 gram.
b. Rectal Grading
Dengan Rectal-toucher:
Stage 0

: prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram

Stage 1

: prostat teraba 1-2 cm, berat 20-25 gram

Stage 2

: prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram

Stage 3

: prostat teraba 3-4 cm, barat 60-100 gram

Stage 4

: prostate teraba > 4 cm, berat > 100 gram

Pada BPH Rectal-toucher menunjukan konsistensi prostat kenyal, lobus kanan


dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul-nodul.
c. Clinical Grading
Pada pagi hari atau setelah diberi minum yang banyak, pasien disuruh BAK
sampai habis. Dengan kateter di ukur sisa urin dalam buli-buli.
Normal

: sisa urin tidak ada

Grade 1

: sisa urin 0-50cc

Grade 2

: sisa urin 50-150 cc

Grade 3

: sisa urin > 150 cc

Grade 4

: retentio urin total

d. Intra-Uretral Grading
Dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat seberapa penonjolan
kedalam lumen uretra.
21

e. Intra-Vesikal Grading
Dengan pemeriksaan Cystogram
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk menandakan infeksi/hematuri.
Kultur urine untuk mencari jenis kuman dan menentukan sensitifitas.
Faal ginjal, ureum kreatinin, mengetahui adanya penyulit pada saluran kemih
bagian atas.
Pemeriksaan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya
diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli
(buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu di
periksa kadar penanda tumor PSA.
b. Gambaran Radiologis
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urine.
Ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk mengetahui
besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat
maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat,
menentukan

jumlah

residual

urine.

Disamping

itu

ultrasonografi

transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun


kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Pembesaran prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi
suprapubik.
Pemeriksaan sistografi dilakukan bila pada anamnesis ditemukan
hematuria

atau

pada

pemeriksaan

urin

ditemukan

mikrohematuria.

pemeriksaan ini untuk mengetahui asal dari perdarahan yang ada, selain itu
untuk mengetahui besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars
prostatika dan penonjolan prostat ke dalam uretra.
c. Uroflowmetri
Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal
(maximal flow rate-Qmax); (2) volume urin yang keluar (voided volume); (3)
22

lama waktu miksi.

Pengukuran sisa urin yang tertinggal dalam buli-buli

setelah buang air kecil diukur dengan memasang kateter setelah buang air
kecil.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/ detik dan pancaran
maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan pancaran

menurun antara 6-8 ml/detik, sedang pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik


atau kurang.
DIAGNOSA BANDING
Kondisi obstruksi lainnya dari traktus urinarius bagian bawah adalah striktur
uretra, kontraktur leher buli-buli, batu buli-buli atau ca prostat.
Yang harus diketahui dalam menilai pria dengan dugaan BPH yaitu adanya
riwayat urethritis atau trauma untuk menyingkirkan adanya striktur uretra atau
kontraktur leher buli-buli.
Hematuri dan nyeri biasanya merupakan gejala adanya batu buli-buli.ca
prostat dapat diketahui pada DRE atau kenaikan serum PSA.
Suatu infeksi pada traktus urinarius dapat memberikan gambaran gejala iritasi
BPH, untuk mengetahui adanya infeksi maka dilakukan kultur urine dan urinalisis.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dibiarkan tanpa pengobatan:
Pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra
vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa
buli-buli menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, bila sakulasi menjadi besar
dapat menjadi divertikel.
Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa
urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra
vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi
hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
TERAPI
Untuk BPH dengan gejala ringan (score 0-7) terapi hanya berupa Watchful
Waiting. Disamping itu terapi spesifik lainnya berupa adanya indikasi untuk tindakan
operasi termasuk retensio urine kronik (sedikitnya 1 kali percobaan menggunakan
23

kateter yang gagal), infeksi traktus urinarius berulang, gross hematuri berulang, batu
buli-buli,insufisiensi ginjal dari buli-buli atau divertikula buli-buli yang besar.
1. Watchful Waiting
Pilihan terapi ini hanya untuk pasien BPH dengan gejala ringan(score 0-7). Pasien
dengan gejala sedang dapat dilakukan terapi ini jika pasien menginginkan.
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti:

Jangan mengkonsumsi alkohol atau rokok setelah makan malam

Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli

Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

Kurangi makanan pedas atau asin

Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Terapi Medis
I. Alpha Bloker
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alpha sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alpha yang tidak selektif yang ternyata
mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.
Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan
komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi
postural dan kelainan kardiovaskuler lain.
Ditemukannya obat penghambat adrenegik-a1 adalah : Prazosin dua kali sehari,
terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sehari sekali. Obat-obat
ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenegik-a 1A,
yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan
bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek
terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.
II. Inhibitor 5 alpha-reduktase
Finasteride adalah merupakan inhibitor 5 alpha-reduktase yang memblok
perubahan

hormon

testosteron

menjadi

dihydrotestosteron.

Obat

ini

24

mempengaruhi komponen epitel dari kelenjar prostat yang mengakibatkan


pengurangan ukuran dari kelenjar dan memberikan perbaikan gejala. 6 bulan
terapi diperlukan untuk mengetahui efek maximum dari ukuran prostat.
III. Fitofarmaka
Beberapa

ekstrak

tumbuhan-tumbuhan

tertentu

dapat

dipakai

untuk

memperbaiki gejala-gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmologik


tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi
sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja
sebagai : anti-androgen, menurunkan kadar sex hormon binding globulin
(SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan epidermal growth
factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi,
menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.
Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum,
serena repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
3. Terapi Operasi Konvesional
I. Transurethral Resection Of The Prostat (TURP)
95% dari simple prostatektomi dapat dilakukan secara endoskopi yang di
masukan melalui penis atau uretra. Kebanyakan dari prosedur ini memerlukan
pemakaian anestesi spinal serta membutuhkan 1-2 hari perawatan di RS.
Keuntungan dari TURP tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi
terjadinya infeksi.Resiko pada TURP termasuk didalamnya berupa ejakulasi
retrograd, impoten, dan inkontinensia.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak
tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non
ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.
Cairan yang sering dipakai yaitu H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari
aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke
saluran sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi,
yang jika berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau
gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,
tekanan darah meningkat , dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
25

pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh kedalam koma dan
meninggal.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP, dipakai cairan isotonik
yaitu glisin dan harus membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari satu
jam. Terapi standar sindrom ini terdiri dari pemberian diuretik dan penggunaan
salin hipotonik intravena

II. Transurethral Inscision Of The Prostat (TUIP)


Sering pada pria dengan gejala BPH sedang sampai berat serta kelenjar prostat
yang kecil, sering mempunyai hyperplasia pada komisura posterior (leher bulibuli terangkat). Pada pasien-pasien ini akan sangat bermanfaat, cara ini lebih
cepat dan sedikit mengalami kesalahan daripada TURP.
Pada cara ini melibatkan 2 potongan menggunakan pisau Colinns pada arah
jam 5 dan jam 7. kedua potongan ini dimulai dari arah distal sampai mulut
uretra dan meluas keluar sampai ke verumontirium.
Sebelum melakukan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya Ca prostate
dengan melakukan colok dubur, melakukan USG Transrektal, dan pengukuran
kadar PSA.
Komplikasi yang terjadi perdarahan, infeksi, penyempitan uretra, dan
impontensi.

26

III. Open Simple Prostatektomi


Jika ukuran prostat terlalu besar untuk dipindahkan secara endoskopi, maka
diperlukan suatu enukleasi terbuka. Kelenjar prostate lebih dari 100 g biasanya
dilakukan suatu enukleasi terbuka. Open prostatektomi mungkin dapat pula
berguna, yaitu dengan seiring adanya divertikula buli-buli atau batu buli-buli
atau jika posisi litotomi tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi.
Indikasi absolut prostatektomi :
1. kronik obstruktif dengan azotemia
2. obstruksi kronik dengan eksaserbasi akut
3. batu buli-buli dengan obstruksi kronik
4. kerusakan pada buli-buli dan traktus urinarius bagian atas dari obstruksi
5. infeksi traktus urinarius berulang dari obstruksi
6. perdarahan dari hipertrofi benigna
Indikasi relatif prostatektomi :
1. retensi akut
2. frekuensi BAK yang mengganggu tidur atau kerja perubahan obstruksi
awal pada buli-buli serta traktus urinarius bagian atas
3. residual urin
4. batu buli-buli
5. prostatitis berulang
6. BPH dengan komplikasi
Pembesaran kelenjar prostat bukan indikasi prostatektomi.

Pada open

prostatektomi dapat dilakukan 2 cara yaitu: suprapubik dan retropubik. Simple


suprapubik prostatektomi dilakukan secara transvesical dan merupakan
operasi pilihan dalam menangani masalah kelainan dalam buli-buli. Setelah

27

buli-buli di buka kemudian dibuat satu potongan semisirkuler pada mukosa


buli-buli, distal dari trigonum. Pemotongan pada bidang datar harus sangat
tajam, kemudian pada potongan tumpul dengan menggunakan jari dibuat
untuk memindahkan adenoma. Pada potongan apical juga dibuat setajam
mungkin untuk menghindari injuri terhadap distal spingter mekanisme.
Setelah adenoma di angkat, setelah hemostasis dicapai dengan melakukan
penjahitan, dimana sebelumnya telah dipasang kateter uretra dan suprapubik
sebelum di lakukan penutupan.

Pada simple retropubik prostatektomi buli-buli tidak di masuki. Kemudian


insisi pada daerah kapsul prostate yang akan di operasi, lalu adenomanya di
enukleasi. Pada simple retropubik hanya digunakan 1 kateter.
4. Terapi Invasif Minimal
I. Terapi Laser
Ada 4 sumber tenaga yang digunakan pada terapi ini yaitu : Nd YAG,
Holmium YAG, KTP YAG, dan diode yang dipancarkan melalui bare fibre,
right angle fibre, interstitial fibre.
Beberapa perbedaan tehnik Necro coagulation telah diketahui :

Transurethral Laser Induced Prostatectomy (TULIP)


Dilakukan

dengan

cara

menggunakan

panduan

memakai

USG

Transurethral. Alat-alat pada TULIP diletakkan di dalam uretra dan USG


Transurethral digunakan untuk menuntun alat TULIP, perlahan mungkin
ditarik dari leher buli-buli sampai ke apex. Untuk mengetahui
kedalamannya dapat dilihat melalui USG.
28

Visual Contact Ablative


Cara ini merupakan cara yang membutuhkan waktu yang lama, karena di
lakukan dengan cara meletakkan serat dari lasernya langsung berada
didalam jaringan prostat yang dapat menguap.

Terapi Laser Intersitiel


Pada cara ini seratnya diletakkan langsung pada prostat, dan biasanya
dibawah kendali cytoskopi. Pada setiap penusukan, lasernya ditembakan
langsung, sehingga mengakibatkan lapisan submukosanya mengalami
nekrosis koagulasi. Penggunaan cara ini hanya dapat mengurangi sedikit
gejala iritasinya saja, karena mukosa dari uretera berbeda dan sisa dari
jaringan prostatnya dipisahkan serta jaringan dari prostatnya diresobpsi.

Keuntungan dari penggunaan bedah laser adalah (1) perdarahannya minimal,


(2) gejalanya jarang timbul lagi, (3) berguna pada pasien pasien yang
menggunakan terapi antikoagulan, (4) dapat dilakukan pada pasien- pasien
rawat jalan.
Kerugiannya adalah : (1) kurangnya jaringan patologik yang tersedia, (2)
membutuhkan waktu saat kateterisasi post operasi, (3) bertambahnya gejala
iritasi.
II. Elektrovaporasi Prostat
Sama dengan TURP, hanya teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan
dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi
kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, perdarahan minimal, masa rawat di
RS lebih singkat. Namun hanya dapat dilakukan pada prostat yang tidak
terlalu besar (<50 gram) dan butuh waktu operasi lebih lama.
III. Termoterapi

29

Energi panas bersamaan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter


transuretra. Besar dan arah pancaran energi diatur sehingga dapat melunakkan
jaringan prostat yang membuntu uretra. Morbiditas rendah, dapat dilakukan
tanpa anestesi, dapat dijalani oleh pasien dengan kondisi kurang baik jika
menjalani pembedahan. Direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil.
IV. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)
Metode ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas
sampai 100o, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini
terdiri dari kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator. Metode ini
tidak dapat digunakan pada terapi pembesaran lobus medial dan leher buli
buli . pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang retensi
urine dan epididimo-orkitis.

V. High intensity focused ultrasound (HIFU)


Metode ini merupakan bentuk lain dari ablasi thermal jaringan. Alat ini
didesain khusus sebagai USG dengan dual fungsi yang diletakkan direktum.
Probenya dapat digunakan untuk memberikan gambaran prostat dan juga
dapat menghantarkan ledakan kecil dari energi USG yang terfokus dengan
kekuatan tinggi yang mana dapat mengakibatkan panasnya jaringan prostat
dan dapat mengakibatkan suatu nekrosis koagulasi. Pada pembesaran lobus
medial dan leher buli buli tidak dapat menggunakan metode ini. Metode ini
memerlukan anestesi umum.

30

VI. Intrauretrhal stenting


Intrauretrhal stenting merupakan suatu alat yang secara endoskopi diletakkan
didalam fossa prostatika dan dibuat untuk menahan bentuk dari uretrha pars
prostatika. Alat ini dibuat secara khusus digunakan pada pasien pasien dengan
angka harapan hidup terbatas dan bukan pada pasien pasien dengan indikasi
operasi.

Namun setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan

keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, rasa tidak enak di
daerah penis.

VII.Transurethral balloon dilatation of the prostate


Dilatasi balon dari kelenjar prostat dibentuk secara khusus dengan suatu
kateter yang mampu mendilatasi fossa prostatika saja atau fossa prosatika dan
leher buli buli. Metode ini sangat efektif pada prostat prostat dengan
ukuran kecil ( < 40 cm3 ).

31

Keuntungannya : mudah digunakan, aman, hospitalisasi yang minimal, sejauh


ini tidak menimbulkan impotent.

DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B. Purnomo. Dasar-dasar Urologi. 2003
2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2: (Sabistons Essentials Surgery);
alih bahasa, Petrus Andrianto; editor, Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC.1994
3. De Jong, Wim, R Sjamsihidajat (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta:
EGC. 2004
4. www.prostata-therapie.de.co.uk
www.prostateinformation.co.uk

32

TRAUMA UROGENITALIA
Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga
ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organorgan lain.
Cedera yang mengenai organ urogenitalia bias merupakan cedera dari luar
berupa trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenic.

TRAUMA GINJAL
Ginjal terletak dirongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot
punggung sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anteriornya; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang
mengitarinya.
Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggan atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi
akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba didalam rongga retroperitoneum.
Goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan
pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan
ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat
menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
Penderajatan Trauma Ginjal
Menurut derajat berat ringannya kerusakan ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi :
Table 1. penderajatan Trauma Ginjal
Derajat

Jenis kerusakan

Derajat I
Derajat II
Derajat III

Kontusio ginjal/hematoma perirenal


Laserasi ginjal terbatas pada korteks
Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat thrombosis arteri

Derajat IV
Derajat V

segmentalis
Laserasi sampai mengenai system kalises ginjal
o Avulse pedikel ginjal, mungkin terjadi thrombosis arteri renalis
o Ginjal terbelah (shatered)

33

Diagnosis
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat :
1. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian
2.
3.
4.
5.

atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
Hematuria
Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra
Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas.
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri didaerah

pinggang
terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun
mikroskopik. Pada trauma major atau rupture pedikel seringkali pasien dating dalam
keadaan syok berat dan terdapat hematoma didaerah pinggang yang makin lama
makin membesar.
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan dimulai dari PIV guna menilai tingkat kerusakan
ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral.
Pembuatan PIV dikerjakan jika diduga ada (1) luka tusuk atau luka tembak
yang mengenai ginjal, (2) cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria makroskopik, dan (3) cedera tumpul ginjal yang menberikan tanda-tanda
hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
Jika PIV belum dapat menerangkan keadaan ginjal perlu dilakukan
pemeriksaan CT scan atau arteriografi. Pemeriksaan PIV pada kontusio renis sering
menunjukkan gambaran system pelvikalises normal. Dalam keadaan ini pemeriksaan
ultrasonografi abdomen dapat menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang
terbatas pada subkapsuler dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh. Kadang kala
kontusio renis yang cukup luas menyebabkan hematoma dan edema yang hebat
sehingga memberikan gambaran system pelvikalises yang spstik atau bahkan tak
tampak (non visualized). System pelvikalises yang tak nampak pada PIV dapat pula

34

terjadi pada rupture pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat pada
saat menjalani pemeriksaan PIV.
Pada derajat PIV tampak adanya ekstravasasi kontras, hal ini karena
terobeknya system pelvikalises ginjal. Ekstravasasi ini akan tampak semakin luas
pada ginjal yang mengalami fragmentasi (terbelah) pada cedera derajat V.
Pengelolaan
Terapi yang dikaerjakan pada trauma ginjal adalah :

1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi dan suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan massa dipinggang, adanya pembesaran
lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna
urine pada pemeriksaan urine serial.
2. Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk
segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement,
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus
dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang
sangat berat.
Penyulit
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan
trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urin
hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan

35

fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit
berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis atau pielonefritis kronis.

TRAUMA URETER
Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun
trauma tajam, atau trauma iatrogenic. Operasi endourologi transureter (ureteroskopi
atau uterorenoskopi, ekstraksi batu dengan Dormia, atau litotripsi batu ureter) dan
perasi didaerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi, bedah digestif, atau
bedah vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya cedera ureter iatrogenic.
Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa:
ureter terikat, crushing karena terjepit oleh klem, putus (robek), atau devaskularisasi
karena banyak jaringan vaskuler yang dibersihkan.
Diagnosis
Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adalah hematuria pasca
trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenic bias diketemukan pada
saat operasi atau setelah pembedahan (lihat table 2).
Table 2. kecurigaan Cedera Ureter Iatrogenik

36

Saat operasi

Lapangan operasi banyak cairan

Pasca bedah

Hematuria
Anuri/oliguri jika cedera bilateral
Demam
Ileus
Nyeri pinggang akibat obstrusi
Luka operasi selalu basah
Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak
Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen
Fistula uterokutan/fistula uterovagina

Tindakan
Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera
ureter terdiagnosis, keadaan umum pasien, dan letak serta derajat lesi ureter. Tindakan
yang dikerjakan mungkin :
1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end)
2. Inplantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap Boari,
atau Psoas hitch)
3. Uretero-kutaneostomi
4. Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang
lain)
5. Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.

37

TRAUMA BULI-BULI
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen.
Namun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum
pelvis; sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi.
Etiologi
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis.
Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat
kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah
berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli
karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek
dindingnya.
Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jiak
mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli
akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga
intraperitoneum.
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara
lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian
pula partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma
iatrogenic pada buli-buli.
Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera
buli-buli ekstraperitoneal, cedera intraperitoneal.
Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh
nyeri didaerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat
miksi. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli
yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang
38

mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin
didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tanpa tanda sepsis
dari suatu peritonitis atau abses perivesika.
Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras
kedalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui
kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-buli
terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash
out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.
Terapi
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan
untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli
sembuh setelah 7-10 hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk
mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak
dioperasi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis.
Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian
dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi.
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain
menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli denagn pemasangan kateter
sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan
luka 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika
sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan rupture buli-buli terdapat cedera
organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan
pemasangan kateter sistostomi.
Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter
uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna
melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke
10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan
sampai 3 minggu.

39

Penyulit
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang
dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih
berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi,
dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga
intraperitoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat
mengancam jiwa.

TRAUMA URETRA
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan
trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal
etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.
Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan
cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul tang menimbulkan
fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture uretra pars membranasea, sedangkan
trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan rupture
uretra pars bulbosa.
Gambaran klinis
Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan peruretram yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah
mengalami trauma. Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami
retensi urin. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan pemasangan
kateter, karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.
Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras
melalui uretra, guna mengetahui adanya rupture uretra.

40

Ruptura Uretra Posterior


Rupture uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada
cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea.
Klasifikasi
Colapinto dan McCollum (1976) membagi derjat cedera uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, selanjutnya
diafragma urogenitalia masih utuh.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimal ikut rusak.
Diagnosis
Rupture uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa:
(1) perdarahan per-uretram, (2) retensi urin, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada
pemeriksaan uretrografi retrigrad mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi
kontra pada pars prostate-membranasea.
Tindakan
Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi
untuk diversi urin. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary
endoscopic realignment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint
melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang
terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca
rupture dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.
Penyulit
Penyulit yang terjadi pada rupture uretra adalah striktura uretra yang seringkali
kambuh, disfungsi ereksi, dan inkontinensia urin.
41

Rupture Uretra Anterior


Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah
straddle injury (cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan
benda tumpul. Jenis kerusakan urerta yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra,
rupture parsial, atau rupture total dinding uretra.
Patologi
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar
dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma
yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan
darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum
atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti
kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.
Diagnosis
Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau
hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom
pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat
miksi.

Tindakan
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini
dapat menimbulkan penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4 6
bulan perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada rupture uretra parsial
dengan ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran
urin. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah
diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi

bahwa sudah tidak ada ekstravasasi

kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra,
dilakukan reparasi uretra atau stachse.

42

TRAUMA PENIS
Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, truma tajam,
terkena mesin pabrik, rupture tunika albuginea, atau strangulasi penis.
Pada trauma tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis
cukup dibersihkan dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total
dan bagian distal dapat diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutan faram
fisiologis kemudian disimpan didalam kantung es, dan dikirim ke pusat rujukan. Jika
masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik.
Fraktur Penis
Fraktur penis adalah rupture tunika albuenia korpus kavernosum penis yang
terjadi pada saat penis dalam keadan ereksi. Rupture ini dapat disebabkan karena
dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh
pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat
tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis
dengan disertai nyeri.
Untuk mengetahui letak rupture, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto
kavernosografi yaitu memasukkan kontras kedalam korpus kavernosum dan
kemudian diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albugenia.
Tindakan
Eksplorasi rupture dengan sayatan sirkuminisi, kemudian dilakukan evakuasi
hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albugenia.
Strangulasi Penis
Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan
gangguan aliran darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis
menjadi iskemia dan edema yang jika dibiarkan akan menjadi nekrosis. Jeratan pada
penis harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang
melingkar pada penis.

43

Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah (1)
memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, (2) melingkarkan tali pada
penis pada sebelah distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan, atau
(3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan
membuang cairan (edema0 sehingga logam dapat dikeluarkan.
Trauma genitalia eksterna
Trauma yang dapat terjadi pada trauma genitalia eksterna adalah avulsi,
crushing, luka tajam, luka tumpul, atau luka bakar.
Avulsi
Avulse adalah kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum.
Pertolongan

pertama

adalah

memberikan

analgetika,

sedative,

serta

transquiliser untuk menenangkan pasien. Kemudian dilakukan pencucian luka dari


debris dan rambut yang menempel dengan melakukan irigasi memakai air bersi dan
kalau tersedia dengan garam fisiologis. Dilakukan debridement jaringan yang
mengalami nekrosis, tetapi diusahakan sedapat mungkin jangan terlalu banyak
membuang kulit skrotum yang masih hidup karena skrotum penting untuk
membungkus testis.
Jika kulit skrotum yang tersisa tidak cukup untuk membungkus testis,
dianjrkan membuat kantong dip aha atau di inguinal guna meletakkan testis.

44

Hidrokel Testis
Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorpsi oleh system limfatik disekitarnya.
Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
1. belum sempurnanya prosesus vaginalis
2. belum sempurnanya system limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Peyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimitis
yang menyebabkan terganggunya system sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong
hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trama pada
tstis/epididimis.
Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi
kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
Pada hirokel yang terinfeksi atau kulit skrotm yang sangat tebal kadang-kadang sulit
melakukan

pemeriksaan

ini,

sehingga

harus

dibantu

dengan

pemeriksaan

ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis


dibedakan beberapa macam hidrokel yaitu:
1. hidrokel testis
2. hidrokel funikulus
3. hidrokel komunikan
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kanting hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.

45

Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah
cranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar
kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hirokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar
pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen.

Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 2 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan
koreksi.
Tindakan untuk megatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi
cairan hidrokel tidak dianjurkan karena angka kekambuhan tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:
1. hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2. indikasi kosmetik
3. hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan menganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Pada hidrokel congenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus
46

melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan tindakan pendekatan


scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel dengan cara
Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai dengan cara Lord. Pada hidrokel
funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.
Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.

Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 797
2. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV.
Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 140-142

47

VARIKOKEL
PENDAHULUAN
Varikokel dapat menyebabkan keluhan testis terasa berat, dan ini terjadi akibat
tekanan meninggi di dalam vena testis yang tidak berkatup dari muara di vena kava
inferior atau vena renalis sampai di testis. Kadang varikokel merupakan faktor kausal
gangguan fertilitas sehingga merupakan indikasi ligasi v.testis. varikokel merupakan
penyebab penting rendahnya produksi sperma dan menurunnya kualitas sperma,
walaupun tidak semua varikokel mempengaruhi produksi sperma.
Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba sebagai
struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan kesan raba
seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan dan konsistensi
elastis.

DEFINISI
Varikokel adalah dilatasi abnormal vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Normalnya aliran balik vena
memiliki satu arah katup yang berfungsi mencegah terjadinya turbulensi. Diameter
normal pleksus pampiniformis > 2 mm.

48

INSIDENS
Varikokel merupakan salah satu penyebab yang menyebabkan buruknya
produksi sperma dan berkurangnya kualitas semen. Kelainan ini terdapat pada 15 %
pria dan didapatkan 21-41 % pria yang mandul menderita varikokel. Varikokel sering
ditemukan pada usia 15-25 tahun dan jarang ditemukan pada pria diatas 40 tahun.
Banyak kasus varikokel yang berlangsung asimptomatis atau tanpa gejala.
ETIOLOGI DAN ANATOMI
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai ( 70-93
% ). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena
renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedang yang kanan bermuara pada vena kava
dengan arah miring. Disamping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang
daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya :
Kelainan rongga retroperitoneal ( obstruksi vena karena tumor )
Muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan
Adanya situs inversus.

KLASIFIKASI

49

Untuk keseragaman klinis, besar varikokel dibagi 4 derajat sesuai anjuran


Glezerman :
Derajat 1 : varikokel teraba saat pasien berdiri dan lakukan maneuver valsava
berulang kali
Derajat 2 : varikokel terlihat saat pasien berdiri dan maneuver valsava sekali,
saat baring varikokel tidak nampak
Derajat 3 : varikokel teraba dan terlihat jelas saat pasien berdiri tanpa
maneuver valsava. Saat berbaring varikokel tidak terlihat jelas
Derajat 4 : varikokel terlihat jelas baik pasien berdiri maupun duduk,
seringkali disertai nyeri

PATOGENESIS
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain :
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal ( katekolamin dan prostaglandin )
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit dialirkan dari testis kiri ke testis kanan
sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan, pada akhirnya
terjadi infertilitas.
GAMBARAN KLINIS
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum : mempunyai anak setelah
beberapa tahun menikah atau kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang
terasa nyeri.
Gejala klinis varikokel ditandai :
Rasa tidak enak/berat di daerah testis. Semakin terasa bila penderita banyak
berdiri dan cenderung lebih berat sore hari
Benjolan diatas testis
Nyeri daerah inguino-skrotalis ketika berdiri atau duduk lama
Mengecilnya bentuk testis ( atropi testis )
DIAGNOSIS

50

Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan


skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk
melakukan maneuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi
dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing dalam kantung sebelah cranial
testis.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis
meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya :
a. Stetoskop Doppler
Pemeriksaan dengan auskultasi, alat ini untuk mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis.
b. Orkidometer
Supaya lebih objektif menetukan besar/volume

testis

dilakukan

pengapuran dengan alat ini.


c. Pemeriksaan analisis semen
Untuk menentukan seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan
pada tubuli seminiferi.
d. USG atau CT scan
USG dan CT scan bukanlah standard evaluasi kecuali pemeriksaan fisis
tidak menemukan kesimpulan yang memuaskan.

DIAGNOSIS BANDING
Hernia inguinalis
Hidrokel
Kista epididimis
KOMPLIKASI

Atrofi testis

51

Infertilitas

TERAPI
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan operasi. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa varikokel yang
telah menimbulkan gangguan infertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan
indikasi mendapatkan suatu terapi. Setelah diketahui adanya hubungan varikokel
dengan infertilitas, tindakan operasi lebih dititikbertakan pada koreksi gangguan
fertilitas tersebut.
Tindakan yang dikerjakan adalah :
Ligasi tinggi vena spermatika interna secara palomo melalui operasi
terbuka/bedah laparoskopi.
Varikokelektomi cara ivanisevich.
Perkutan dengan memasukan bahan sklerosing dalam vena spermatika
interna.

52

53

EVALUSI
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat
beberapa indikator antara lain :
Bertambahnya volume testis
Perbaikan hasil analisis semen ( tiap 3 bulan )
Pasangan menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
palomo didapatkan :

80 % terjadi perbaikan volume testis


60-80 % terjadi perbaikan analisis semen
50 % pasangan menjadi hamil

KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Belum diketahui secara pasti
penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel kiri lebih
sering dijumpai ( 70-93 % ). Varikokel sering ditemukan pada usia 15-25 tahun dan
jarang ditemukan pada pria diatas 40 tahun. Merupakan slah satu penyebab yang
menyebabkan buruknya produksi sperma dan berkurangnya kualitas semen. Setelah

54

diketahui adanya hubungan varikokel dengan infertilitas, tindakan operasi lebih dititik
beratkan pada koreksi gangguan fertilitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV.
Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 142-145
2. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 797
3. Varicocele,available
from

http://www.mayoclinic.com/health/Varicocele/DS00618 accessed on januari


20,2008

TORSIO TESTIS

55

Torsio testis adalah terpluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya


gangguan aliran darah pada testis.
Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan
lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis,
yaitu lapisan viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya
adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.
Pada masa janin dan neonates lapisan parietal yang menempel pada muskulus
dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididmis, tunika
vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu
funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis
ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan
system penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian
dari testis pada permukaan anterior dan lateral dari testis, pada kelainan ini tunika
mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke
dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya
bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus.
Kelainan ini dikenal sebagai anomaly bell-clapper. Keadaan ini akan memudahkan
testis mengalami torsio intravaginal.

Pathogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan
menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya
kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat,
defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstrusi aliran darah testis
sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis
akan mengalami nekrosis.
56

Gambaran klinis dan diagnosis


Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan
diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikena sebagai akut skrotum. Pada
bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui.
Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang
baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus.
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya tanda inflamasi, kecuali pada torsio
testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril.
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio tesris dengan
keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler, dan sitigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya
aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis
sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.

Epididimis akut
Hernia skrotalis inkarserata
Hidrokel terinfeksi
Tumor testis
Edema skrotum.

Terapi
Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis keasalnya, yaitu dengan
jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio.
Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada
arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis.
Jika testis masih hidup dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika
dartos kemudian disusul orkodopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap
pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada

57

testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi)


dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.

STRIKTUR URETRA

58

Pendahuluan
Penyakit striktur uretra telah ditemukan sejak dahulu, sejak Yunani Kuno menulis
tentang pembuatan drainase vesica urinaria dengan berbagai kateter.
Striktur uretra adalah penyempitan uretra karena berkurangnya diameter dan atau
elastisitas uretra akibat digantinya jaringan uretra dengan jaringan ikat yang kemudian
mengerut.
Striktura uretra sering terjadi di pars bulbaris karena sebagian besar striktur uretra
terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury.
Striktur uretra dapat berasal dari berbagai sebab, dan dapat tanpa gejala atau muncul
dengan ketidaknyamanan yang berat sebagai efek sekunder dari retensi urin.
Anatomi
Traktus urinarius terdiri atas kaliks mayor dan minor, pelvis renalis, ureter, vesica
urinaria dan uretra.
Uretra merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urin yang mengalir
keluar

dari

vesica

urinaria.

Saluran

ini

menutup

apabila

kosong.

Uretra pada wanita adalah suatu saluran yang pendek dari vesica urinaria ke ostium
uretra eksternum. Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut
ostium uretra eksternum, berada dalam vestibulum vagina, di ventralis dari ostium
vagina, di antara kedua ujung anterior labia minora. Berjalan melalui diafragma pelvis
dan diafragma urogenital.
Uretra pada pria termasuk kelenjar prostat, diafragma urogenital, korpus kavernosum
uretra sampai bagian akhir glans penis. Mempunyai ukuran sepanjang 20 cm, terbagi
atas uretra anterior dan uretra posterior.
Uretra anterior merupakan bagian uretra pria yang memanjang dari bulbus ke meatus
di puncak glans penis, menembus korpus kavernosum. Bagian ini terdiri dari tiga
bagian yaitu bagian bulbus, pendulous, dan paling distal, bagian glandular.
1. Pars bulbaris: terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati
bulbus penis.
2. Pars pendulan/cavernosa/spongiosa: bagian uretra yang melewati corpus
spongiosum penis.
3. Pars glandis: bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya
sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks noncornificatum).
59

Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel kolumner berlapis.
Uretra posterior merupakan bagian uretra yang berjalan dari vesica urinaria ke bulbus,
dan terdiri dari:
1. Pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai apeks
prostat dengan panjang kira-kira 3 cm. Bagian distal dari uretra pars prostatika
sedikit lebih lebar daripada proksimal.
2. Pars membranous berada di antara lapisan diafragma urogenital. Merupakan
bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Memiliki
panjang kira-kira 1-2 cm.
3. Pars kavernous berada di dalam korpus kavernosum penis, berjalan di dalam
bulbus penis, korpus penis sampai ke glans penis panjang kira-kira 15 cm.

Etiologi
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan striktur uretra :
1. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya:
a. Meatus

kecil

pada

meatus

ektopik

pada

pasien

hipospodia.

b. Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra.


2. Trauma
Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior,
tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi).

60

a. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury,
perineal terkena benda keras, misalnya sadle sepeda, sehingga menimbulkan
trauma uretra pars bulbaris.
b. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior.
Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh lig.
puboprostaticum.

Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik,

uretra posterior bisa sobek.

Jadi memang sebagian besar striktura uretra

terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat.

Di pars

pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile.

Trauma

merupakan penyebab tersering striktur uretra.


3. Infeksi
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC). Infeksi gonorrhea
pada uretra biasa menjadi penyebab utama striktur uretra. Namun kini
perkembangan antibiotik telah menyebabkan penurunan komplikasi infeksi
gonorrhea.
Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien harus diberi tahu
bahwa pengobatannya harus sempurna. Kalau pengobatannya tidak tuntas,
uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous,
jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah
penyembuhan, jaringan penggantinya adalah
lumen

uretra

menjadi

sempit,

jarinqan

fibrous.

Akibatnya

dan elastisitas ureter menghilang.

Itulah

sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di


dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur.
4. Tumor
Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan
tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang
mengakibatkan sumbatan uretra
5. Pembedahan terbuka atau endoskopik
Prosedur bedah yang melibatkan uretra dapat menghasilkan striktur. Walaupun
jarang, pemasangan kateter juga dapat menyebabkan striktur.
Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya
61

jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen menimbulkan hambatan
aliran urine sehingga terjadi retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan
keluar di tempat lain (proksimal dari striktur) dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra. Jika terinfeksi dapat terjadi abses periuretra, yang akan pecah membentuk
fistula uretrokutan.

Bila terjadi abses multiple atau berulang sehingga terbentuk

beberapa fistel yang disebut fistel seruling.


Striktur uretra terjadi setelah perlukaan pada urotelium atau korpus spongiosum yang
menyebabkan pembentukan jaringan parut.
Fase dekompensasi yang timbul pada saat vesica urinaria berkontraksi menimbulkan
residu urin yang memudahkan terjadinya infeksi.
Derajat Penyempitan Uretra
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai diameter lumen uretra.
3. Berat

: jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Gejala Klinis
Gejala striktur uretra meliputi :
1. Pancaran air kencing lemah, yang merupakan keluhan paling sering.
2. Pancaran air kencing bercabang
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya.
Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi
penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti
pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian.
3. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh
kali. Apabila sering kencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia
apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu
sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya.
4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin

yang

terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra.
62

Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya
perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow
incontinentia.

Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus

sphincter uretra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada
overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh),
namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia
paradoxal.
5. Dysuria dan hematuria
6. Keadaan umum pasien baik
7. Keadaan umum pasien jelek bila telah lama akibat adanya perubahan

pada

faal ginjal (infeksi -> striktur -> refluks -> hidroureter -> hidronefrosis -> faal
ginjal turun).
Pemeriksaan
1. Fisik :
a.

Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula
uretrocutaneus.

b. Meatus kecil
c. Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesika terlihat
menonjol di atas simfisis pubis.
2. Radiologi
a. Uretrosistografi
Pemeriksaan urethrocystography ini diindikasikan setelah terjadi trauma, bila
terdapat darah dalam urin serta dicurigai terjadi fraktur pelvis. Pemeriksaan
tidak dilakukan bila terdapat infeksi uretra yang akut.
Pada urethrocystography bahan kontras dimasukkan dengan semprit yang
ujungnya sesuai dengan meatus uretra eksterna, diisi sampai kontras masuk ke
vesica urinaria.
Selain itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan klem
atau dengan cara memasukkan kateter kecil ke distal penis.
Pemeriksaan

dengan

cara

memasukkan

kateter,

sebelumnya

harus

memasukkan anestetik lokal ke dalam uretra, dan setelah beberapa menit


kateter Foley dimasukkan sampai balonnya terletak lebih kurang 1 cm dari
lubang

uretra.

Kontras

dimasukkan

setelah

balon

dikembangkan.
63

Foto diambil pada waktu pengisian kontras dengan posisi antero-posterior,


oblik kanan dan kiri. Oleh karena itu, si pemeriksa harus memakai apron dan
sarung tangan Pb.
Pada gambaran urethrocystography, striktur uretra menyebabkan dilatasi uretra
bagian distal dari obstruksi. Biasanya juga terlihat ekstravasasi kontras.
b. Uretrosistografi bipolar (untuk mengetahui panjang, serta total tidaknya
striktur). Kontras bisa di atas (pool atas lewat vesika urinaria) ataupun di
bawah (pool bawah lewat uretra), sehingga panjang dan juga ketebalan striktur
dapat diketahui. Dikatakan striktur total bila sampai tidak ada kontras yang
tersisa pada striktur.
Keuntungan Uretrosistografi bipolar :
-

Mengetahui persis panjang striktur

Mengetahui total penyempitan

Mengetahui persis lokasinya

c. Micturating Cystourethrography
Pemeriksaan radiografi vesica urinaria dan uretra setelah pengisian medium
kontras dan selama miksi. Vesica urinaria diisi melalui kateter (alternatif lain
melalui pungsi vesica suprapubik) dengan medium kontras yang dapat larut
dalam air dan telah dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh sebanyak 200 ml.
Vesica urinaria perlu diperiksa dari posisi anterior, lateral dan oblik untuk
menemukan adanya fistula, divertikel atau ruptur.
Pemasukan

medium

kontras

diatur

dengan

fluoroskopi

intermitten.

Pada orang dewasa, vesica urinaria diisi dari botol yang diangkat setinggi 1 m
di atas meja pemeriksaan dan pengisian dilanjutkan sampai penderita
merasakan keinginan kuat untuk miksi. Jika mungkin, posisi miksi pada pasien
pria yang paling mudah adalah posisi berdiri. Pasien wanita dapat duduk.
Pengambilan foto radiografi selama miksi termasuk posisi oblik ureter distal,
vesica urinaria dan uretra.
Selama micturating cystourethrography, uretra posterior terlihat dilatasi.
Kadang tidak terlihat, tetapi karakteristik uretra posterior adalah gambaran
suatu balon.
3. IVP
IVP dilakukan untuk:
a. Melihat anatomi saluran kencing bagian atas .
64

b. Melihat sisa urin (Post Voiding/ PV) pada striktur parsial yang biasanya
disertai BPH (Benign Prostate Hyperplasy).
c. Melihat tulang pelvis (post trauma), dengan melihat ada tidaknya tulang pelvis
yang retak.
Laboratorium
Pemeriksaan darah menilai faal ginjal, dimana kadar ureum/kreatinin naik
menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
darah rutin, Hb.
Diagnosis
Diagnosis pertama kali ditegakkan ketika pemasangan kateter melalui uretra tidak
dapat dilakukan. Striktur dapat juga dicurigai berdasarkan gejala dan riwayat medik
seseorang.
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan yang dikenal dengan uretrografi
retrograde atau urethrocystography.
Diagnosis pasti pada wanita adalah dengan bougie a boule, dengan tanda khas berupa
hambatan pada waktu lepas.
Diagnosa Banding
Ruptura Uretra
Gambaran ekstravasasi kontras.
BPH
Terapi
1. Konservatif: bouginasi (logam, plastik)
Yaitu dengan memasukkan bahan dari logam atau plastik untuk memperlebar
saluran yang mengalami penyempitan tadi.
Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena yang melakukan harus tahu betul
bentuk uretra. Bentuk uretra seperti huruf S. Dapat terjadi cedera di bagian
belokan. Terutama sekali di daerah pars bulbaris, sehingga bahan tadi bisa tembus
ke rektum. Oleh karena itulah sewaktu dilakukan tindakan, bentuk uretra diubah
dulu menjadi bentuk huruf L atau U. Itulah sebabnya pada pemasangan kateter,
fiksasi dilakukan di bagian depan paha atau di abdomen bagian bawah.
65

Maksudnya untuk membuat uretra menjadi berbentuk L atau U itu tadi. Tindakan
ini dapat dilakukan untuk pasien pasca prostatektomi dan striktura yang parsial.
2. Operatif
a. Tertutup (uretrotomi interna), dapat berupa otis (tanpa lensa) dan dengan sache
(dengan lensa).
Prosedur sache ini yang paling sering digunakan.
Indikasi Sache adalah:
-

Struktur lumen masih berlubang (incomplete)

Striktur pendek. Panjangnya < 0,5 cm. tapi di Indonesia teknik ini
dilakukan juga pada striktura yang panjangnya 1-2 cm (asal partial), akibat
tingkat residifnya tinggi.

b.

Terbuka, ada 2 cara, yaitu:


-

Jika pendek (0,5-1 cm) -> reseksi anastomose end to end.

Jika panjang, maka tidak dianastomose lagi karena bentuknya bisa seperti
belut ketika ereksi. Untuk striktur yang panjang ini operasi dilakukan
dalam

dua

tahap

menurut

Johansen,

yaitu:

Tahap I, yaitu hipospodia artifisial, dibuat hipospodia (muara uretra


terletak di ventral proksimal dari penis)
-

Tahap II, yaitu uretroplasti berupa menutup uretra yang terbuka dengan
mengambil dari preputium, mukosa buccal, atau dari belakang daun
telinga.

Komplikasi
1. Infeksi traktus urinarius
2. Fistula uretrokutan
3. Striktur uretra rekuren
4. Terbentuknya divertikel uretra/ buli-buli
5. Abses periuretra
6. Batu uretra
7. Karsinoma uretra
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah berhati-hati terutama dalam
pemasangan kateter.
66

DAFTAR PUSTAKA

http://medika.blogspot.com/2005/11/striktur-uretra.html
http://agusjati.blogspot.com/2006/05/striktura-uretra.html
http://www.medicastore.com
http://www.kalbefarma.com

TUMOR UROGENITAL
Pendahuluan
Tumor traktus urogenitalia merupakan keganasan yang sering ditemukan pada
tempat praktek sehari hari yang mungkin terlewatkan karena kurang kewaspadaan

67

dokter mengenali penyakit ini. Gejala yang penting dan sering dianggap remeh adalah
adanya hematuri yang berulang. Hematuri ini sering sembuh sendiri sehingga pasien
tidak datang untuk berobat dan tumor tetap tumbuh dan membesar serta mengadakan
penyebaran terus sehingga pasien biasanya datang dengan stadium yang sudah lanjut.
Keganasan urogenital dapat terjadi mulai dari ginjal, ureter, buli-buli, prostat,
uretra, testis dan penis. Manifestasi klinis tergantung dari letak tumor, stadium dan
penyulit yang disebabkan oleh tumor tersebut. Metastasis pada organ lain juga dapat
terjadi dan dapat mengakibatkan gangguan organ tersebut dan memberikan
manifestasi klinis pada organ yang terkena.
Stadium
Pengukuran derajat penyebaran tumor diukur dalam stadium tumor menurut
UICC ( union International Centre Le Cancere ) atau perhimpunan kanker
internasional, tingkat tumor dinyatakan dengan system TNM atau Tomor Nodul
Metastasis.
T adalah tingkat pertumbuhan tumor di dalam organ atau tingkat penyebaran tumor
ke organ sekitarnya. T diberi tanda T0 - T4.
N adalah penyebaran tumor secara limfogen, dinilai dengan adanya pembesaran
limfonoduli yang mengandung sel-sel ganas. N diberi tanda N0 N3.
M adalah penyebaran secara hematogen ke organ-organ lain yang letaknya berjauhan
dari tumor primer. Diberi tanda M0 - M1.
Sedangkan penulisan derajat diferensiasi sel berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologi dengan :
G1 : diferensiasi baik
G2 : diferensiasi sedang
G3 : diferensiasi buruk
Untuk mengetahui apakah sel-sel telah menjadi ganas dpat dilakukan
pemeriksaan patologi yaitu sitopatologi melalui pemeriksaan sitologi urine dan
sitologi yang diperoleh dari FNAB ( Fine Nedlee Aspiration Biopsy ) atau BJAH
( Biopsi Aspirasi Jarum Halus ).
Untuk mengetahui ganas tidaknya suatu jaringan yang diperiksa, jenis
histopatologinya, stadium patologi dan derajat diferensiasi tumor untuk menegakkan
diagnosis suatu keganasan menggunakan suatu pemeriksaan histopatologis dengan
bahan pemeriksaan yang didapat dari biopsy jaringan atau specimen lengkap hasil
operasi.
68

TUMOR GINJAL
Di rumah sakit merupakan tumor saluran kemih ketiga terbanyak yang
ditemukan setelah tumor prostat dan tumor buli-buli. Tumor ginjal jinak lebih jarang
ditemukan daripada tumor ganas. Namun sering banyaknya penggunaan USG
abdomen sebagai screening di klinik-klinik rawat jalan makin banyak ditemukan
tumor ginjal yang masih dalam stadium jinak.
Tumor ginjal berdasarkan letak dibagi menjadi dua : tumor pada kortex ginjal
dan tumor pada system saluran ginjal. Tumor pada kortex ginjal dibagi menjadi jinak
dan ganas. Tumor jinak kortex adalah adenoma, lipoma, hamartoma, onkositoma.
Tumor ganas kortex adalah adenokarsinoma dan nefroblastoma.
Tumor pada saluran ginjal juga dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor saluran
ginjal jinak adalah pailoma. Sedangkan tumor ganas saluran ginjal adalah tumor
pelvis renalis.

Hamartoma ginjal
Hamartoma atau angiomiolipoma merupakan tumor yang terdiri dari
komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor ini sering terjadi pada
pasien dengan tuberous sklerosis atau penyakit boumeville yaitu kelainan bawaan
yang ditandai dengan retardasi mental, epilepsy, adenoma sebaseum dan hamartoma.
Tumor ini banyak menyerang wanita dewasa daripada pria dengan ratio 4 : 1.
Gambaran klinis
Pada hamartoma sering tanpa gejala biasanya ditemukan tidak sengaja pada
pemeriksaan USG. Gejala klinisyang mungkin dikeluhkan adalah nyeri pinggang,
hematuri,gejal obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang terdapat perdarahan
retroperitoneal. Atau dapat pula bersamaan dengan penyakit tuberous sklerosis.
Diagnosis
Hamartoma dapat ditentukan dengan USG yang memberikan gambaran
hiperekoik dan dapat pula dikonfirmasi dengan CT scan ampak area dengan densitas
negative. Gambaran ini patognomonis untuk hamartoma.
Penatalaksanaan

69

Jika tumor kecil dan tidak mengganggu tidak perlu diobati tetapi jika tumor
besar dan mengganggu dilakukan nefrektomi.
Nefroblastoma
Tumor ini dikenal dengan tumor Wilms yang berasal blastema metanefrik dan
terdiri dari blastema, struma dan epitel. Biasanya terjadi pada anak-anak dibawah
umur 10 tahun dan paling sering terjadi pada anak umur 3,5 tahun. Biasanya terjadi
unilateral tetapi dapat juga terjadi bilateral. Penyebaran tumor ini dapat terajdi secara
ekspansi lokal dengan simpai, hematogen, melalui vena kava atau vena renalis atau
secara limfogen.
Gambaran klinis
Biasanya tumor tidak bergejala atau biasanya pasien dibawa ke dokter karena
perutnya membuncit karena teraba adanya massa. Kadang juga ditemukan hematuri
dan hipertensi.

Stadium
NWTS ( Natinal Wilms Tumor Study ) membagi tingkat penyebaran tumor
( setelah dilakukan nefrektomi ) dalam 5 stadium :
I.
II.

Tumor terdapat pada ginjal dan dapat di eksisi dengan sempurna


Tumor meluas keluar ginkal dan dapat dieksisi sempurna, mungkin telah
mengadakan penetrasi ke jaringan lemak perirenal, limfonoduli para aorta

III.

atau vasa renalis.


Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari : biopsy atau

IV.
V.

rupture yang terjadi sebelum atau selama operasi


Metastasis hematogen
Tumor bilateral

Diagnosis
Dengan USG ditemukan massa padat pada perut ( retroperitoneal ) sebelah
atas. Pada pemeriksaan dengan IVP tampak adanya gambaran distorsi system

70

pelvikokalises atau mungkin terdapat ginjal non-visualized. CT scan juga dapat


memberi gambaran pembesaran ginjal dan sekaligus menunjukkan pembesaran
kelenjar regional atau infiltrasi tumor ke jaringan sekitarnya. Atau dapat juga foto
thoraks untuk mengetahui adanya metastasis karena 85 % metastasis ke paru. Dan
dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik.
Diagnosis banding
Hidronefrosis atau kista ginjal yang merupakan benjolan dengan konsistensi
kistik. Pada neuroblastoma biasanya keadaan pasien lebih buruk dan pada
pemeriksaan IVP terjadi pendesakan system kaliks gnjal ke kaudolateral serta kadar
VMA dalam urin meningkat sedangkan pada tumor Wilms kadar VMA normal. Dan
teratoma peritoneum.
Penatalaksanaan
Bila tumor masih dalam stadium dini dan ginjal di sebelah kontralateral masih
normal dapat dilakukan nefrektomi radikal. Kadang kala diawali dengan pemberian
sitostatika dengan kombinasi Actinomycin D dengan Vincristine dan radiasi eksterna
karena tumor Wilms bersifat radiosensitive.
Adenokarsinoma ginjal
Tumor ini dikenal dengan nama tumor grawitz dan merupakan tumor ganas
parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimal ginjal. Tumor ini banyak
didapatkan pada pria daripada wanita dengan ratio 2 : 1 dan juga banyak didapatkan
pada usia diatas 40 tahun. Biasanya terjadi unilateral. Factor resiko yang paling dekat
menyebabkan tumor ini adalah merokok.
Biasanya tumor ini disertai dengan pseudo kapsul yang terdiri atas parenkim
ginjal yang tertekan oleh jaringan tumor dan jaringan fibrosa. Fasia gerota merupakan
barier yang menahan penyebaran tumor ke organ sekitarnya. Penyebaran tumor ini
bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnay dan melalui
pembuuh limfe atau v.renalis.
Gambaran klinis
Didapatkan trias klasik yaitu hematuri makroskopik, nyeri pinggang dan
massa di daerah ginjal merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Gejala lain yang
Nampak adalah febris, hipertensi, anemia karena perdarahan intratumoral. Kadang
ditemukan juga tanda sindroma paraneoplastik seperti polisitemia, hiperkalsemia dan
gangguan fungsi hati yang non metastatic.
71

Stadium
Stadium I

: Tumor masih terbatas dalam ginjal dengan fasia Gerota masih

utuh.
Stadium II : Tumor ke jaringan lemak perirenal dengan fasia Gerota masih
utuh.
Stadium III : tumor invasi ke vasa renalis/ v. kava atau limfonoduli regional.
Stadium IV : tumor menjalar ke organ sekitarnya / metastasis jauh.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkkan dengan ditemukannya gejala klinis, pencitraan dengan
USG hanya untuk mengetahui massa solid atau tidak, CT scan merupakan
pemeriksaan yang mempunyai akurasi tinggi pada karsinoma ginjal dan juga untuk
mengetahui penyebaran tumor. MRI dan arteriografi selektif juga merupakan pilihan
untuk menegakkan diagnosis. dan dengan pemerikasaan histopatologis.
Diagnosis banding
Hidronefrosis, polikistik ginjal dan tuberculosis ginjal.
Penatalaksanaan
Nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal dengan kapsula Gerota. Hormonal
dengan memberikan progestagen tetapi efeknya belum diketahui. Imunoterapi dengan
mengguankan Interferon atau dikombinasi dengan interleukin tetapi hasilnya juga
belum diketahui. Radiasi eksterna, hasilnya tidak memuaskan hanya untuk mencegah
metastasis karena tumor ini bersifat radioresisten. Sitostatika juga tidak banyak
memberikan manfaat.
Tumor pelvis renalis
Tumor ini sangat jarang ditemukan. Menurut jenis histopatologisnya tumor ini
dibedakan menjadi dua jenis :
1. Karsinoma sel trantitional, yang juga dapat menyerang ureter, buli-buli, uretra
proksimal karena pada organ tersebut juga terdapat sel transtitional.
2. Karsinoma sel skuamosa, biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis
karena adanya batu yang menahun pada pelvis.

Gambaran klinis

72

Yang sering dikeluhkan pasien adalah kencing darah ( 80 % ). Kadang disertai


juga nyeri pinggang dan teraba massa di pinggang. Keadaan tersebut akibat adanya
bendungan akibat tumor sehingga menjadi hidronefrosis.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkkan dengan ditemukannya gejala klinis, IVP berguna
untuk menemukan tumor ini dengan terlihat adanya filling defect dan tampak
gambaran massa radiolusen, lalu dapat menggunakan USG dan CT scan untuk dapat
membedakan apakah massa tersebut batu, tuberkuloma atau hemangioma pada pielum
ginjal. Pemeriksaan sitologi urin dengan mengambil urin melalui kateter ureter.
Melalui alat uretrorenografi dapat dilihat langsung keadaan pielum. Jika dicurigai ada
massa maka dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan
Nefrouretrektomi dilakukan dengan mengangkat sebagian dinding buli-buli
sekitar muara ureter yang bersnagkutan. Tumor ini kurang memberikan respon dengan
pemberian sitostatika dan dengan radiasi eksterna. Untuk tumor yang sudah
menyebar, kemoterapi dengan cisplastin merupakan cara pengobatan yang dianjurkan.

TUMOR URETER
Hampir semua tumor ureter adalah karsinoma sel transtitional. Angka kejadian
tumor ini sangat jarang sekitar 1 % dari seluruh tumor urogenitalia. Tumor ini
biasanya terdapat pada ureter distal.
Gambaran klinis
Gejala yang sering dikeluhkan adalah nyeri pinggang, hematuri kambuhan
atau gejala dari obstruksi oleh tumor. Lebih dari 10 % pasien ini tidak pernah
mengeluh dan tumor diketemukan secara tidak sengaja pada saat screening dengan
USG atau pada pemeriksaan IVP.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya gejala klinis, IVP berguna
untuk menemukan tumor ini dengan terlihat adanya filling defect di dalam lumen
ureter, kadang terdapat hidronefrosis atau ginjal non visualized dan dalam keadaan
ini dilakukan pemeriksaan pielografi retrograde. Sitologi urin diambil urine dengan
memakai kateter uretre dan kadang dilakukan biopsy dengan alat brush biopsy.
Pemakaian uretroskopi lebih dianjurkan untuk melihat langsung tumor dan sekaligus
melakukan biopsy.

73

Penatalaksanaan
Nefroureterektomi dengan mengangkat ginjal, ureter berada di cuff buli-buli
sebanyak 2 cm di sekeliling muara ureter. Untuk tumor yang terdapt pada distal ureter
dapat dilakukan reseksi parsial ureter dan muaranya di kandung kemih serta
neoureterovesikostomi.

TUMOR BULI-BULI
Tumor ini merupakan keganasan kedua terbanayk pada system urogenital
setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih banyak pada pria daripada wanita.
Pada daerah industry tingkat kejadian meningkat tajam. Fktor resiko yang
mempermudah terjadinya karsinoma buli-buli adalah : pekerjaan ( pekerja di pabrik
kimia, laboratorium, tekstil, pabrik kulit, salon sering terpapar bahan karsinogen
berupa senyawa amin aromatic ), perokok, ( resiko meningkat 2-6 kali dari yang tidak
merokok ), ISK ( E.coli dan proteus sp. Menghasilkan zat nitrosamine yang
karsinogenik ), makanan dan obat-obatan ( kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis
buatan, penggunaan obat seperti siklofosfamid, fenasetin, opium dan INH dalam
jangka lama juga meningkatkan resiko ).
Bentuk tumor buli-buli : papiller, non-invasive ( in-situ ), noduler
( infiltrative ) atau campuran ( papiller dan infiltrative ).tumor ganas ini berkembang
dari epitel yang atipik atau dysplasia yang berupa lesi yang mengalami proliferasi dan
mengalamai infiltrasi ke lamina propria, otot, lemak perivesika lalu kemudian
menyebar langsung ke jaringan sekitar dengan limfogen atau hematogen. Pada
kelainan jinak sel epitel atipik atau dysplasia mengalami hiperplasi tanpa perubahan
sel atau inti. Secara histopatologis sebagian besar tumor ini adalah karsinoma sel
transisional ( 90 % ), sedangkan jenis lainnya karsinoma sel skuamosa ( 10 % ) dan
adenokarsinoma ( 2 % ).
Gambaran klinis
Perlu diwaspadai jika pasien datang dengan mengeluh hematuri yang bersifat
tanpa rasa nyeri ( painless ), kambuhan ( intermiten ) dan terjadi pada seluruh miksi
( hematuri total ). Kadang terdapat gejala iritasi seperti disuria, tidak dapat menahan
kemih dan polakisuri pada karsinoma in situ yang sudah mengadakan infiltrasi luas.
Keluhan akibat penyakit yang lanjut seperti obstruksi saluran kemih karena retensi

74

bekuan darah atau edema tungkai karena adanya penekanan kelenjat limfe oleh massa
tumor.
Diagnosis
Selain melihat dari gambaran klinisnya pemeriksaan bimanual sangat berguna
untuk menentukan infiltrasi. Pemeriksaan sitologi urin untuk memeriksa sel-sel
urotelium yang terlepas bersama urin. Pemeriksaan antigen permukaan sel dan flow
cytometri berguna untuk mendeteksi adanya kelainan kromoso sel-sel uretelium.
Pada sistography dan IVP tampak filling defect dalam kandung kemih. Jika
didapatkan hidroureter dan hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi
tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan dan MRI berguna untuk menentukan
ekstensi tumor ke organ sekitarnay dan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi
untuk jaringan tumor.
Penatalaksanaan
Tindakan endoskopik merupakan terapi baku karsinoma bili-buli melalui
reseksi transurethral ( TUR buli-buli ). Lalu dilakukan kemoterapi secara intravesikal
dengan memberikan obat-obat Mitomisin C, BCG, 5 FU, Siklofosfamid,
Doksorubisin atau dengan interferon. Dilakukan pembedahan dengan cara sistektomi
radikal, parsial atau total bila penyebaran karsinoma telah sampai otot vesika. Radiasi
eksterna dilakukan setelah TUR buli-buli atau setelah sistektomi. Dilakukan juga
terapi adjuvant dengan kemoterapi sistemik.
Jika dilakukan sistektomi radikal maka selanjutnya aliran urin dari ureter
dilakukan melalui beberapa cara diversi urin, antara lain :
1. Uretrosigmoidostomi, membuat anastomosis kedua ureter kedalam sigmoid.
Cara ini tidak banyak dipakai lagi karena menimbulkan bnayak penyulit.
2. Conduit usus, mengganti buli-buli dengan ileum sebagai penampang urin,
sedangkan untuk mengeluarkan urin dipasang kateter menetap melalui sebuah
stoma. Cara ini kurang praktis jadi saat ini jarang digunakan.
3. Diversi urin kontinen, mengganti buli-buli dengan segmen ileum dengan
membuat stoma yang kontinen ( dapt menahan urin pada volume tertentu ),
urin lalu dikeluarkan dengan melakukan kateterisasi mandiri melalui stoma
secara berkala.
4. Diversi urin orthotopic, membuat neoblader dari segmen usus halus yang
kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih

75

fisiologis untuk pasien, karena berkemih tetap melalui uretra dan tidak
melalyui stoma yang dipasang di abdomen.
Semua pasien buli-buli harus melakukan pemeriksaan secara berkala dan secara
rutin dilakukan pemeriksaan klinis, sitologi urin dan sistoskopi.

TUMOR PROSTAT
Merupakan keganasan urogenital yang terbanyak. Tumor ini menyerang pada
usiadiatas usia 50 tahun. Kanker ini jarang menyerang pada usia dibawah 45 tahun.
Insidens ini akhir-akhir ini meningkat karena meningkatnya umur harapan hidup,
penegakkan diagnosis yang lebih baik dan kewaspadaan tiap-tiap individu mengenai
keganasan ini menjadi meningkat karena adanya informasi mengenai di berbagai
media.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya karsinoma prostat
adalah predisposisis genetika, hormonal, diet, pengaruh kebiasaan hidup sehari hari,
lingkungan dan infeksi. Kemungkinan menderita karsinoma prostat meningkat jika
dalam keluarganya ada yang menderita tumor ini. Diet yang mengandung banyak
lemak, susu binatang, daging merah dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker
prostat. Sedangkan vitamin A, betakaroten, isoflavon atau fitosterol pada kedelai,
likofen pada tomat, selenium ( yang terdapat pada ikan laut, daging dan biji-bijian )
dan vitamin E di duga dapat menurunkan insidens kanker prostat.
Keganasan prostat ini biasanya merupakan adenokarsinoma yang berasal dari
kelenjar prostat yang hipotrofik pada usia decade kelima sampai ketujuh. Karsinoma
prostat sering terjadi pada zona perifer ( 75 % ) dan pada zona sentral dan transtitional
( 20 % ). Biasanya karsinoma ini berupa lesi multisentrik. Derajat keganasan pada
tumor ini berdasarkan atas diferensiasi sel, atipik sel dan kelainan inti sel. Derajat G I
yaitu berdiferensiasi baik, G II yang berdiferensiasi sedang dan G III yang
berdiferensiasi buruk. Pembagian derajat keganasan ini merupakan indicator
pertumbuhan daan progesifitas tumor.
Tumor yang berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat
dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya. Penyebaran secara limfogen melalui
kelenjar limfe melalui kelnjar limfe daerah pelvis menuju kelenjar limfe
retroperitoneal, v.lumbalis, kosta, paru, hepar, dan otak. Metastasis ke tulang
umumnya bersifat osteoblastik.

76

Gambaran klinis
Pada kanker prostat dini biasanya belum menunjukkan gejala apa-apa.
Kebanyakan penderita datang pada stadium lamjut dengan tanda obstruksi atau tanda
metastasis ke organ lain. Kanker pada stadium dini biasanya diketahui pada saat colok
dubur berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan diketemukan adanya
peningkatan PSA ( Prostate Specific Antigen ) pada saat pemeriksaan laboratorium.
Lebih dari 10 % pasien mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan
miksi, disuri atau hematuri yang menunjukkan bahwa kankaer telah menekan uretra.
Walaupun jarng, kanker juga dapat menekan rectum sehingga mengeluh kesulitan
BAB. Kanker prostat yang sudah metastasis ke tulang menyebabkan nyeri pada
tulang, fraktur pada tempat metastasis atau kelainan neurologic jika metastasis ke
tulang vertebra.
Diagnosis
Selain melihat dari gejala klinisnya, pemeriksan fisik yang penting adalah
colok dubur. Pada stadium dini sulit dideteksi sengan colok dubur sehingga untuk
mendiagnosa dibantu dengan ultrasonography transrectal ( TRUS ). Jika dicurigai ada
daerah hipoekoik selanjutnya dilakukan biopsy transrectal pada area tersebut dengan
bimbingan TRUS. CT scan dapat untuk mengetahui adanya metastasis. MRI lebih
akurat dalam menentukan ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesikula
seminalis. Diagnosis pasti hanya dengan pemeriksaan patologik. Sediaan biopsy dapat
diperoleh dengan menggunakan jarum biopsy besar secara transrectal atau
transperineal. Cara lain untuk mendapatkan bahan pemeriksaan adalah dengan
aspirasi jarum halus ( fine needle aspiration = FNA ).
Untuk keganasan prostat dikenal dengan petanda tumor fosfatase asam prostat
( PAP ) dan Antigen khas prostat ( Prostate Spesific Antigen ) yang sensitivitasnya
tinggi dan spesifisitasnya tidak terlalu tinggi, tetap lebih tinggi dibandingkan PAP.
PSA kadang juga meninggi pada hipertrofi prostat dan peninggian ini proporsional
dengan berat jaringan prostat. Selain untuk keperluan diagnosis, PSA dapat digunakan
untuk mengikuti perkembangan penyakit atau hasil pengobatan. Pada metastasis
tulang kadar PSA darah meningkat.
Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan tergantung daripada stsium, derajat diferensiasinya
dan umur harapan hidup. Pada stadium yang masih dini dilakukan observasi seumur
hidup. Prostatektomi radikal dilakukan pada stadium T1-2N0M0 dengan mengangkat
77

seluruh prostat dan vesikula seminalis, hanya pada operasi ini dapat terjadi penyulit
seperti perdarahan, disfungsi ereksi dan inkontinensia. Tetapi dengan tekhnik nerve
sparring dapat dicegah terjadinya penyulit. Radiasi dilakukan untuk pasien tua dan
tumor yang telah mengadakan metastasis. Pemberian radiasi biasanya didahului
dengan limfadektomi dan dengan cara terapi hormonal, tetapi berdasarkan teori dari
hugins yaitu : sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen
ditiadakan. Jadi pada terapi ini dilakukan dengan pemberian obat untuk melakukan
blockade androgen total.

TUMOR TESTIS
Tumor ini merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia 15-35
tahun dan merupakan 1-2 % semua neoplasma pada pria. Perbaikan pada pasien ini
sekarang menjadi lebih baik karena etrdapat sarana diagnosis yang lebih baik karena
terdapat sarana diagmosis yang lebih baik dan diketemukan patanda tumor serta
tekhnik pembedahan yang lebih baik.
Penyebab tumor belum diketahui pasti, tetapi terdapat beberapa factor yang
meningkatkan insidens terjadinya tumor ini, yaitu : maldesensus testis, trauma testis,
atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormone.
Sebagian bear tumor ini berasal dari sel germinal ( 95 % ) yang terdiri atas
seminoma dan non seminoma sedangkan isinya berasal dari non germinal. Sifat
seminoma berbeda dengan non seminoma antara lain derajat keganasannya, respons
terhadap radiasi dan prognosisnya. Tumor non germinal diantaranya adalah tumor sel
leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma.
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikular yang akhirnya mengenai
seluruh parenkim testis dan kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus
spermatikus atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albugenia merupakan barier bagi
perjalanan tumor ke organ lain. Sehingga jika tunika ini rusak peluang sel-sel tumor
untuk menyebar lebih besar.
Gambaran klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran pada testis yang biasanya tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan keras, padat, tidak nyeri pada
palpasi dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Perhatikan adnya infiltrasi tumor
pada funikulus atau epididimis.

78

Diagnosis
USG dapat membedakan lesi intra testikular atau ekstra testikuler dan massa
padat atau kistik. MRI digunakan untuk mnegetahui luas ekstensi tumor testis. CT
scan digunakan untuk menentukan ada tidaknya metastase pada retroperitoneum.
Penanda tumor juga berguna untuk membantu diagnosis, penentuan stadium
tumor, monitoring respon pengobatan dan sebagai indicator prognosis tumor testis.
Penanda yang paling sering diperiksa adalah AFP ( alfa feto protein ) biasa meningkat
pada karsinoma embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sack tetapi tidak pada
tumor karsinoma murni dan seminoma murni. HCG ( Hman Chorionic
Gonadotropin ) biasa meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pasien
karsinoma embrional dan seminoma murni.
penatalaksanaan
pada dugaan tumor testis tidak boleh dilakukan biopsy testis, karena itu bahan
untuk pemeriksaan di ambil dengan orkidektomi dengan pendekatan inguinal. Biopsy
atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena bisa sel-sel tumor bisa
menyebar. Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dibedakan jenis seminoma atau nonseminoma. Pada jenis seminoma responnya sangat baik terhadap radiasi sedangkan
jenis non-seminoma tidak sensitive sehingga dilakukan pembersihan kelenjar
retroperitoneal atau retroperitoneal lymphonode dissection ( RPLND ). Pemberian
sitostatika terlebih dahulu diharapkan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan
mengecil.

TUMOR PENIS
Tumor ganas ini terdiri dari karsinoma sel basal, melanoma, tumor mesenkim
dan yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa ini
berasal dari kulit preputium, glans dan batang penis.
FaKtor penyebab utama adalah rangsangan lama seperti balanoprostitis kronik
pada fimosis. Sirkumsisi pada masa anak dapat memperkecil terjadinya karsinoma
pada kemudian hari. Karsinoma penis pada stadium awal berupa bentukan tumor
papiler, lesi eksofitik, lesi datar atau lesi ulseratif. Tumor kemudian mengadakan
invasi limfogen ke kelenjar limfe inguinal dan selanjutnya menyebar ke kelenjar limfe
di daerah pelvis hingga subklavia. Fasia Buck berfungsi sebagai barier dan jika fasia

79

ini telah terinfiltrasi oleh tumor sel kanker menjadi lebih mudah mengadakan invasi
hematogen.
Gambaran klinis
Biasanya pasien datng terlambat karena malu, takut dan merasa berdosa
karena mengalami penyakit seperti itu. Lesi primer berupa tumor yang kotor, berbau
dan serimg mengalami infeksi, ulserasi serta perdarahan. Kadang didapatkan
pembesaran kelenjat limfe inguinal yang nyeri karena infeksi atau pembesaran
kelenjar limfe subklavia.
Diagnosis
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas. Diagnosis ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi dan biopsy pada lesi primer, pemeriksaan pencitraan dibutuhkan
untuk menentukan penyebaran ke organ lain.
Penatalaksanaan
Pengelolaan tumor ini dibagi menjadi dua tahap, yang pertama ditujukan pada
tumor primer yang bertujuan menghilangkan tumor secara paripurna, mencegah
kekambuhan dan mempertahankan penis agar dapat miksi dengan berdiri atau dapat
melakukan senggama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah sirkumsisi ( jika tomor
terbatas pad preputium ), penektomi parsial ( jika tumor terbatas pada glans atau
batang sebelah distal ), penektomi total dan uretrostoi perineal ( untuk tumor batang
sebelah proksimal ), terapi laser dengan Nd : YAG, dengan kemoterapi dengan krim 5
FU ( untuk tumor in-situ atau eritroplasia Queryat ) dan dengan radiasi eksterna.
Tahap yang kedua ditujukan terhadap metastasis pada kelenjar limfe inguinal dengan
cara pemberian antibiotic setelah operasi pada lesi primer jika klenjar masih tetap ada
dilakukan diseksi kelenjar. Bila kelenjar terlalu besar sehingga inoperable ( tidak bisa
diangkat ) maka dapat dicoba pemberia sitostatika atau radiasi paliatif dengan harapan
ukurannya mengecil.

80

DAFTAR PUSTAKA
4. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV.
Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 161 - 186
5. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 774 790

HEMATURIA

Hematuria adalah suatu keadaan dimana terdapat sel darah merah pada urine.
Hematuria dapat dibagi menjadi dua yaitu gross ( dimana jumlah sel darah merah
yang terdapat di urine berjumlah banyak dan dapat terlihat dengan mata telanjang)
dan microscopic ( dimana jumlah sel darah merah yang terdapat di urine sedikit dan
hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Microscopic hematuria biasanya secara tidak
sengaja ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan urim rutin sedangkan gross
hematuri biasanya membawa pasien datang berobat.

81

Hematuria dapat berasal dari bagian manapun di sepanjang traktus uriarius,


termasuk ginjal, ureter, kandung kencing, prostat, dan urethra. Diperkirakan
hematuria timbul pada 2,5% sampai dengan 21% dari populasi. Pada banyak pasien
tidak ditemukan penyebab hematuria yang spesifik; walaupun begitu, hematuria dapat
menjadi tanda untuk infeksi, batu, ataupun keganasan pada traktus urinarius. Faktorfaktor resiko yang dapat meyebabkan timbulnya penyakit- tersebut

termasuk

merokok, radiasi, pemakaian obat-obat penghilang rasa sakit secara berlebihan, dan
terpapar dengan zat kimia tertentu.
Etiologi
Adanya sel darah merah dala urine tidak selalu merupakan tanda dari adanya
penyakit yang serius. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 9% sampai 18% dari
individu normal dapat mempunyai gejala hematuria dalam tingkat tertentu. Tetapi
hematuria dapat menjadi tanda dari kondisi medis yang sangat penting yang
memerlukan penaganan segera. Dibawah ini adalah beberapa penyebab hematuria
yang tersering:
Kanker kandung kemih
Kanker ginjal
Kanker prostat
Kanker ureter
Kanker urethra
Batu traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius
Pielonefritis
Benign Prostatic Hypertrophy
Penyakit ginjal
Radiasi atau cystitis yang di induksi oleh zat kimia
Trauma traktus urinarius
Prostatitis
Diagnosis
Setiap pasien dengan gross hematuria atau mikroskopik hematuria yang
bermakna harus di evaluasi lebih lanjut. Langkah pertama dalah anannesa riwayat
perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan laboratorium yang
82

dianjurkan adalah urinalisa dan pemeriksaan sedimen urin. Harus dicari tanda-tanda
penyakit ginjal (salah satunya proteinuria)
Dan tanda-tanda infeksi saluran kemih. Jumlah sel darah merah dalam lapang
pandang besar dan bentuk sel darah merah harus diperhatikan. Hal ini dapat
membantu untuk memperkirakan asal perdarahan. Untuk pasien dengan lekosit pada
urine nya harus dilakukan kultur urin. Pemeriksaan sitologi pada urine juga perlu
dilakukan untuk mencari adanya sel-sel abnormal pada urine. Pemeriksaan ureum
kreatinin darah juga perlu dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
Pasien-pasien dengan jumlah protein yang bermakna dalam urine, bentuk sel darah
merah yang abnormal, atau hasil pemeriksaan kreatinin yang tidak normal harus
menjalani pemeriksaan penyakit ginjal yang lebih lanjut.
Pemeriksaan radiologi ginjal dan ureter perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya massa pada ginjal, tumor ureter dan batu pada traktus urinarius. Pemeriksaan
radiologi yang paling sering dilakukan adalh IVP. Yang dilakukan dengan
menyuntikkan kontras pada pembuluh darah kemudian dilakukan beberapa kali foto
Rontgen selama ginjal mengeksresikan kontras tersebut. Kelemahan IVP adalah
sering tidak dapat mendeteksi massa ginjal yang kecil. Pemeriksaan ini biasanya
digabung dengan USG ginjal.
Cara lain yang lebih baik untuk mendeteksi massa pada ginjal atau batu pada
traktus urinarius adalah menggunakan CT scan. Untuk pasien dengan peningkatan
kadar kreatinin dalam darah atau pasien yang alergi terhadap kontras dapat dilakukan
pemeriksaan MRI atau pielografi retrograd untuk menilai traktus urinarius bagian
atas.
Kelemahan dari pemerikasaan-pemeriksaan di atas adalah ketidakmampuan
untuk secara teliti memeriksa kandung kencing. Dalam ha ini perlu dilakukan
cytoscopy. Melalui cytoscopy dokter dapat memeriksa keadaan bagian dalam urethra
dan kandung kencing.

83

RETENSI URIN
Definisi
Retensio urine adalah suatu sindroma klinis urologi dimana trejadi
penumpukan urine didalam kandung kemih karena tidak dapat berkemih sehingga
kapasitas maksimal buli terlampaui.Sehingga menimbulkan keadaan yang tidak
nyaman dari pasien dan ini merupakan suatu kegawat daruratan yang sering
terjadi.Retensi urin bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab sehingga ini
bukan merupakan suatu diagnosa pasti melaikan hanya gejala.Pertolongan diberikan

84

hanya bersifat sementara,kesembuhan hanya bisa didapat dengan menghilangkan


penyebab utamanya.
Anatomi Saluran kemih
Pada wanita

Pada Pria

Anatomi dan Fisiologi Kantung kemih.

85

Urin diproduksi pada ginjal dan dialirkan melalui ureter kedalam kantung
kemih sebagai tempat penampungan sementara sebelum diekskresi keluar tubuh.
Kantung kemih merupakan kantung berselimut otot-otot yang terdapat pada
rongga pelvis dibelakang simpisis pubis.Disebelah depan dari rectum,pada wanita
terdapat didepan dari vagina dan dibelakang dari uterus.Kantung kemih meregang jika
telah terisi urin dari ginjal,kapasitasnya 300-400ml.Sedangkan produksi urin oleh
ginjal sekitar 0,5-1ml/KgBB/Jam sehingga jika berat badan orang dewasa 70 diakan
menghasilkan urin minimal 840-1680ml dan mengakibakan dalam keadaan normal
miksi sekitar 3 s/d 4 x/hari.Pengosongan terjadi melalui kontraksi otot-otot ding-ding
kantung kemih yang terjadi melalui refleks berkemih.Pertama-tama tekanan yang
dihasilkan oleh urin menyebabkan aktivasi reseptor regangan pada ding-ding dalam
kantung kemih ,rangsang ini dikirim sebagai impuls saraf kesaraf sepinal dan
mencapai pusat dari miksi yang terdapat pada segmen S2 dan S3 ,hal ini memicu
refleks spinal (refleks miksi )yang berkerja secara parasimpatis.Impuls yang
dihasilkan menghantarkan balik respon kepada otot-otot dingding luar yang
membungkus kantung kemih sehingga berkontraksi untuk mengosongkan kantung
kemih.Impuls ini juga menuju otot-otot dingding luar uretra sehingga relaksasi agar
urin dapat keluar.Ketika rangsang regang telah menurun otot-otot mengalami relaksasi
kembali
Pada wanita urin langsung dikeluarkan melalui uretra menuju orificium uretra
eksternum .Sedangkan pada pria uretra sendiri terbagi atas uretra pars prostatika ,pars
membrabnasea,pars spongiosa baru mencapai orificium uretra eksternum.
Etiologi Retensi urin
Dari mekanisme kerja kantung kemih serta perjalanan system ekskresi baik
pada wanita maupun pria ini dapat menimbulkan kelainan/sumbatan yang
menghambat terjadinya pengeluaran urin.Sehingga menyebabkan keadaan yang
disebut retensi urin.
Pada wanita bisa disebabkan karena :
Kelainan Intra Vesika

Sumbatan akibat batu intra vesika


Sumbatan akibat tumor intra vesika
Sumbatan akibat gumpalan darah
Kontraktur bladder neck
86

Kelainan Neurogenik

Hipertrofi bladder neck


Kerusakan pusat miksi S2-S4 setinggi T12-L1
Kelainan jaras serabut sensoris parasimpatis kepusat miksi

Kelainan Miogenik

dan penghantaran serpon impuls ke otot detunsor


Kelemahan otot-otot detunsor sehingga kontraksi tidak
adekuat.
Inkoordinasi antara otot detunsor dengan otot uretra pada

Kelainan Uretra

pasien cidera kauda ekuina


Striktura

Fibrosis

Trauma.

Infeksi saluran kemih

Fistula.
Ruptura.
Pada pria bisa disebabkan karena :
Kelaina Intra Vesika

Sumbatan akibat batu intra vesika


Sumbatan akibat tumor intra vesika
Sumbatan akibat gumpalan darah
Kontraktur bladder neck

Kelainan

Hipertrofi bladder neck


Kerusakan pusat miksi S2-S4 setinggi T12-L1

Neurogenik

Kelainan jaras serabut sensoris parasimpatis kepusat miksi dan

Kelainan Miogenik

penghantaran serpon impuls ke otot detunsor


Kelemahan otot-otot detunsor sehingga kontraksi tidak
adekuat.
Inkoordinasi antara otot detunsor dengan otot uretra pada

Kelainan Uretra

pasien cidera kauda ekuina


Pembesaran portat sehingga menghambat aliran diuretra pars
prosstatika (BPH/Ca-prostat/Kista)
Striktura

Batu uretra

Trauma.

Divertikulum

Fistula.

Fimosis/Parafimosis

Ruptura.

Kelainan muara uretra

Infeksi saluran kemih

Ulkus/Tumor penis

Patogenesa dan Komplikasi


1. Perubahan urethra karena adanya lesi proximal yang menyebabkan dilatasi.

87

2. Perubahan vesica, dapat terjadi kompensasi dan dekompensasi. Pada


kompensasi akan menyebabkan hipertrofi otot detrusor dan hipertofi otot
trigonum. Pada dekompensasi terjadi melemahnya otot detrusor yang akan
menjadi atoni sehingga terjadi retensio urine ( parsial atau total ). Pada
hipertrofi trigonum terjadi obstruksi sekunder ureter intravesical, dan terjadi
peregangan

yang

menyebab

kan

retensio

urine.

Keadaan

tersebut

menyebabkan mekanisme back pressure terhadap kedua ginjal. Jika retensio


tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi
dekompensasi U-V junction dan menyebabkan reflux. Back pressure berserta
relux menyebabkan kerusakan ginjal menjadi lebih cepat.
3. Perubahan ureter, pada mulanya ureter masih dapat mengadakan kompensasi,
namun nantinya akan terjadi dekompensasi, ureter akan melebar dan
memanjang, yang nantinya akan manjadi atonia.
4. Perubahan pelviocalices, keadaan diatas akan berlanjut menjadi hidronefrosis.
Hidronefrosis ada tiga tingkat, yaitu dilatasi pelviocalices, papilae mendatar,
calices minor melembung.
5. Perubahan parenkim ginjal. Merupakan akibat dari distensi peliviocalices,
sehingga vasa arcuata terjepit dan akan menjadi atrofi iskemik, yang akan
menyebabkan fungsi ginjal berkurang.
Gejala Klinis Retensi Totalis
Sama sekali tidak dapat miksi
Gelisah
Sakit suprasimfisis
Mengejan
Overflow inkontinentia- incontinentia paradoxal
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik : VU mengembang (dengan palpasi disekitar pubikum)
Balottemen positif pada VU
Dapat dilakukan Rektal Taucher untuk menggetahui apakah ada pembesara
prostat
Pemeriksaan penujang

88

Rontgen:Photo BNO-IVU
USG buli-buli
USG Prostat
Sistografi
Uretrografi
Terapi
Untuk penanganan setelah diagnosa retensio urine total maka harus dilakukan
drainage dengan pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih dan
mencari causanya secara pasti.Pengosongan dilakukan dengan pemasangan kateter
sebagai pertolongan pertama kepada pasien agar tidak menimbulkan gejala
komplikasi lainya.Jika kateter tidak berhasil dapat dilakukan cystostomia dengan
abocath sampai vesica kosong.Penyebab harus diketahui dengan cepat agar
keadaan cepat ditangan,musti melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

Gambar diatas menunjukkan berbagai macam kateter. A. Kateter Malecot, B.


Kateter de Pezzer, C. Kateter Tienmann, D. Kateter Foley, 1. Lumen. 2. Saluran
untuk mengisi balon. 3. Balon, E. Ukuran Cahrriere

89

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,


Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.

2.

Purnomo.BB. Dasar dasar Urologi. Edisi Kedua, Pererbit CV Sagung Seto;


Jakarta 2003. 69-85.

3.

Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah
Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.1994. 479-481.

4.

Retensio Urin,emedicine.com

Infertilitas pada Pria


Etiologi
Pre Testikuler

Kelainan pada hipotalamus


o Defisiensi hormon gondotropin yaitu LH, dan FSH
Kelainan pada hipofisis
o Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi atau
operasi
o Hiperprolaktinemia
o Hemokromatosis

Testikuler

o Substitusi/terapi hormone yang berlebihan


o Anomaly kromososm

90

o Anorkhismus bilateral
o Gonadoktosin : obat-obatan, radiasi
o Orkitis
o Trauma testis
o Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan
sabit
o Kriptorkismus

Pasca Testikuler

o varikokel
Gangguan transportasi sperma
o congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD)
o obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau
vasektomi
o disfungsi ereksi, gangguan emisi dan gangguan ejakulasi
kelainan fungsi dan motilitas sperma
o kelainan bawaan ekor sperma
o gangguan maturasi sperma
o kelainan imunologik
o infeksi

Evaluasi dan Diagnosis


Evaluasi dari pihak pria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
1. riwayat seksual

libido/potensi seksual, frekuensi senggama, penggunaan lubrikan pada


saat senggama

2. riwayat penyakit dahulu


a. penyakit sistemik (DM, gangguan faal ginjal, faal liver, fungsi tiroid),
ISK, mump, sering menderita episode febris, trauma, torsio testis

91

b. riwayat pemakaian obat-obatan jangka lama: marijuana dan steroid


c. riwayat operasi: pasca herniorafi, orkidopeksi, pembedahan pada
retroperitoneal
d. pekerjaan dan kebiasaan: perokok, alkohol, terpapar oleh radiasi,
pestisida
3. riwayat reproduksi pasangannya (fertil)
Pemeriksaan fisik
1. pemeriksaan fisik umum:
fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, penyempitan lapang
pandang (visual field)
2. pemeriksaan genitalia
jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi/orkidodektomi),
keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensi), varikokel, epididimitis, vas
deferens menebal atau tak teraba, hipospadi atau pemnyempitan muara uretra
3. colok dubur: menilai pembesaran/nyeri prostat, keadaan versikula seminalis,
dan reflex bulbokavernosus
Pemeriksaan penunjang:
1. analisis semen
2. pemeriksaan hormon
3. pemeriksaan imunologik
4. biopsi testis
5. uji fungsi sperma
Terapi
Medikamentosa
Kelainan-kelainan

yang

mungkin

masih

dapat

dikoreksi

secara

medikamentosa adalah : defisiensi hormone, reaksi imunologik antibody antisperma,


infeksi, dan ejakulasi retrograde.
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat
dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron;
kemudian diberikan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
Adanya antibodi antisperma yag didapatkan pada pemeriksaan imunologik
dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrograd dapat diberikan
92

golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan (imipramin) yang dapat


menyebabkan kontraksi leher ke buli pada saat emisi sperma pada uretra posterior.
Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat kelainan penyebab
infertilitas yaitu operasi pada organ pre testikulaer, koreksi terhadap penyebab
kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu penyaluran sperma. Tindakan
itu dapat berupa:
1. adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis
2. varikokel

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

kerusakan

pada

spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi


3. jika terdapat pembutuan pada vas deferens karena infeksi atau setelah
menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso
vasostomi. Sedangkan pada pembuntuan yang lebih proximal yaitu pada
epididimis

dilakukan

penyambungan

epididimo-vasostomi

yaitu

penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik bedah


mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang ditandai
dengan terdapatnya sperna pada ejakulat) 80-90 % sedangkan angka
keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) 50-60%
4. pembuntuan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transuretral.

93

Anda mungkin juga menyukai