Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VII, No. 19/I/P3DI/Oktober/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

IMPLIKASI HUKUM PUTUSAN MK


TERKAIT IZIN PRESIDEN DALAM
PENYIDIKAN ANGGOTA DPR
Novianti*)

Abstrak
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penyidikan anggota DPR dengan
mengganti izin MKD dengan izin Presiden menimbulkan berbagai pendapat di
kalangan para ahli hukum. MK dinilai telah merumuskan sebuah putusan yang tidak
diminta oleh pemohonnya, karena yang dimohonkan adalah agar persetujuan tertulis
MKD terkait dengan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 dinyatakan bertentangan dengan
UUD 1945. MK menyatakan pasal tersebut bertentangan namun dengan tambahan
sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden. Putusan MK yang
bersifat ultra petita menimbulkan kesan bahwa MK sudah bukan lagi merupakan
negative legislator melainkan positive legislator. Di sisi lain, karena putusan MK
bersifat final dan mengikat, bagaimana pun keputusan itu harus ditaati oleh semua
pihak.

Pendahuluan
Putusan Mahkamah Konstit u s i
(MK) terkait pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan tindak
pidana, menimbulkan perdebatan. Dalam
perkara pengujian Pasal 245 ayat (1) UU
No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD (UU MD3) terhadap UUD
1945, MK memutuskan bahwa penegak
hukum harus mendapat persetujuan tertulis
dari Presiden, jika ingin memanggil dan
meminta keterangan terhadap anggota DPR
dalam proses penyidikan. Permohonan

pengujian Pasal 245 ayat (1) diajukan


Supriyadi sebagai pemohon perseorangan
dan Institute for Criminal Justice Reform
(ICJR) sebagai pemohon Badan Hukum
Privat. Menurut para pemohon, Pasal 245
UU tersebut terkait dengan pemanggilan
dan permintaan keterangan kepada anggota
DPR yang diduga melakukan tindak pidana
sehubungan pelaksanaan tugas harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari
Majelis Kehormatan Dewan (MKD) harus
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum

*) Peneliti Madya Hukum Internasional pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat
Jenderal DPR RI. E-mail: novi_dpr@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

mengikat karena
bertentangan dengan
prinsip persamaan di hadapan hukum dan
prinsip nondiskriminasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945.
Terhadap
permohonan
pengujian
Pasal 245 UU MD3 tersebut, MK
memutuskan pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan
tindak pidana harus mendapat persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Presiden, bukan
persetujuan tertulis dari MKD sebagaimana
diatur dalam UU MD3. Pemberian
persetujuan tertulis dari Presiden kepada
pejabat negara yang sedang mengalami
proses hukum bukan hal baru, karena hal ini
telah diatur dalam beberapa undang-undang
sebelumnya, seperti Undang-Undang No.8
Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi,
Undang-Undang No.15 Tahun 20 0 6
tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Undang-Undang No.3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung.

syarat persetujuan tertulis dari MKD untuk


penyidikan terhadap anggota DPR dianggap
bertentangan dengan prinsip persamaan
kedudukan di hadapan hukum dan
pemerintahan.
Dalam
konteks
anggota
DPR
sebagai pe j a b a t n e g a r a , M K m en i l a i
a n g g o t a DPR seharusnya diperlakukan
b e r b e d a dengan dari warga negara
yang bukan pejabat negara. Pejabat negara
bertugas menjalankan fungsi dan tugasnya
yang memiliki risiko berbeda dengan
warga negara lainnya. Meskipun begitu,
pembedaan perlakuan terhadap pejabat
negara memang harus berdasarkan prinsip
logika hukum yang wajar dan proporsional
sehingga tidak menimbulkan penilaian
sebagai sebuah suatu keistimewaan.
Selanjutnya MK juga menegaskan
bahwa pengaturan persetujuan tertulis
dari MKD pada anggota DPR yang sedang
dilakukan penyidikan dianggap tidak tepat.
Sebab MKD hanya alat kelengkapan DPR
dan lembaga etik yang tidak memiliki
hubungan langsung dengan sistem peradilan
pidana. Anggota MKD juga terdiri dari
anggota DPR sehingga kalau penyidikan
harus mendapatkan persetujuan dari
MKD, tentunya akan menimbulkan konflik
kepentingan. Atas dasar argumen itu,
persetujuan tertulis seharusnya dikeluarkan
Presiden dalam kedudukannya sebagai
kepala negara.
Amar Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014
terkait pengujian UU MD3 menyatakan
bahwa, frasa persetujuan tertulis dari
MKD dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat,
sepanjang tidak dimaknai persetujuan
tertulis dari Presiden. Selanjutnya Pasal 245
ayat (1) UU MD3 selengkapnya menjadi,
Pemanggilan dan permintaan keterangan
untuk penyidikan terhadap anggota DPR
yang diduga melakukan tindak pidana harus
mendapat persetujuan tertulis dari Presiden
Selain putusan tersebut MK juga
memutuskan bahwa frasa persetujuan
tertulis dari Mahkamah Kehormatan
Dewan dalam Pasal 224 ayat (5) UU MD3
bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang
tidak dimaknai persetujuan tertulis dari
Presiden. Putusan terhadap Pasal 224 ayat
(5) UU MD3 ini merupakan putusan yang
tidak dimohonkan untuk dilakukan judicial
review.

Putusan MK
Dalam permohonannya, Pemohon
berpendapat Pasal 245 UU MD3
bertentangan dengan UUD 1945, yakni
Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal
28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD
1945. Pasal 245 UU MD3 juga bertentangan
dengan prinsip negara hukum dan kekuasaan
kehakiman yang merdeka (Independent
judiciary), prinsip persamaan dalam
hukum dan prinsip nondiskriminasi.
Oleh karenanya, menurut pemohon tidak
perlu ada persetujuan tertulis dari MKD dan
meminta Mahkamah menyatakan Pasal 245
UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945
dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat.
Dalam pertimbangan, Majelis Hakim
berpendapat anggota legislatif dipilih melalui
pemilihan umum dan memiliki sejumlah
hak seperti hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat, hak mengajukan
pertanyaan, hak menyampaikan usulan dan
pendapat, serta hak imunitas. Terhadap fungsi
dan hak yang dimiliki anggota legislatif
ini, tentunya juga harus diimbangi dengan
perlindungan hukum yang proporsional.
Tujuannya, anggota DPR tidak mudah
dikriminalisasi pada saat menjalankan
fungsi dan kewenangan konstitusionalnya
sepanjang dilakukan dengan ithikad baik
dan bertanggung jawab. Selanjutnya, adanya
-2-

Persetujuan tertulis dari Presiden


terkait dengan pemeriksaan anggota DPR
sebenarnya sudah pernah diatur dalam Pasal
220 Undang-Undang No. 27 Tahun 1999 tentang
Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(UU MD3 sebelum penggantian). Saat
itu, sempat muncul kekhawatiran proses
penyidikan terhadap anggota dewan akan
membutuhkan waktu yang lama karena
harus menunggu persetujuan tertulis
dari Presiden. Dalam UU MD3 yang baru
ketentuan tersebut dilakukan perubahan,
yakni pemeriksaan anggota DPR yang
diduga melakukan tindak pidana harus
mendapat persetujuan tertulis dari MKD.
Terkait dengan putusan MK tersebut,
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Publik, Ronald Rofiandri yang
menyatakan, bahwa sebenrnya jika MK
berpatokan atau mengkhawatirkan posisi
MKD yang rentan konflik kepentingan,
seharusnya bukan memaknai dan menghadirkan
posisi Presiden sebagai pihak yang
memberikan persetujuan tertulis dalam
hal pemanggilan dan pemeriksaan anggota
DPR. Dengan demikian, MK sebenarnya
cukup membatalkan ketentuan Pasal 245.
Dengan demikian, MKD tidak mempunyai
kewenangan
memberikan
persetujuan
tertulis.
Implikasi hukum putusan MK juga
diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata
Negara Refly Harun, yang menilai bahwa
putusan MK terkait perubahan prosedur
persetujuan tertulis yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum untuk melakukan
pemeriksaan terhadap anggota DPR tidak
akan melemahkan kemampuan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Persetujuan
tertulis tersebut tidak berlaku untuk
tiga hal. Pertama, tindak pidana yang
tertangkap tangan; kedua, tindak pidana
dengan hukuman mati atau hukuman
seumur hidup; dan ketiga, tindak pidana
kejahatan kemanusiaan. KPK memiliki
undang-undang khusus yang membuat
langkah KPK tidak akan terhambat dalam
melakukan penindakan hukum terhadap
para pejabat publik, khususnya anggota
dewan yang terlibat dalam kasus korupsi.
UU tersebut menjelaskan semua persetujuan
tertulis tidak diperlukan dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pejabat publik yang
melakukan tindak pidana korupsi.

Implikasi Hukum Putusan MK


UU No. 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas UU No. 24 Tahun
2003 Tentang MK, Pasal 57 ayat (2a)
menyebutkan bahwa Putusan MK tidak
memuat: (a) amar selain yang menyatakan
materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
undang-undang
bertentangan
dengan
UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/
atau bagian undang-undang tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat,
dan menyatakan bahwa pembentukan
undang-undang dimaksud tidak memenuhi
ketentuan pembentukan undang-undang
berdasarkan UUD 1945, undang-undang
tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat; (b) perintah kepada pembuat
undang-undang; dan (c) rumusan norma
sebagai pengganti norma dari undangundang yang dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945. Ketentuan tersebut
memunculkan pendapat bahwa Putusan MK
Nomor 76/PUU-XII/ 2014 merupakan ultra
petita.
Menanggapi putusan MK tersebut,
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menilai
putusan MK yang mensyaratkan persetujuan
tertulis dari Presiden untuk memeriksa
anggota dewan yang diduga terlibat tindak
pidana bertujuan untuk menciptakan
keseragaman prosedur pemanggilan pejabat
lembaga negara. Namun demikian, kiranya
juga harus diakui bahwa dengan putusan
tersebut ada beberapa persoalan hukum
yang dapat ditimbulkan. Pertama, MK telah
merumuskan sebuah putusan yang tidak
diminta oleh pemohonnya. Yang sebenarnya
diminta adalah persetujuan tertulis dari
MKD dihapuskan, bukan diganti menjadi
persetujuan tertulis dari Presiden. Kedua,
dengan menetapkan persetujuan tertulis dari
Presiden, maka MK melebihi mandatnya
sebagai negative legislature (penghapus/
pembatal norma) dan menjelmakan dirinya
sebagai positive legislature (pembuat
norma). Padahal seharusnya kewenangan
tersebut merupakan kewenangan yang
melekat pada DPR bersama Presiden.
Ketiga, menggeser izin pemeriksaan dari
MKD menjadi persetujuan tertulis Presiden
tidak menjawab persoalan konstitusionalitas
norma
UU
MDG3
terkait
dengan
pemanggilan anggota DPR dalam proses
penyidikan melalui persetujuan tertulis
MKD.
-3-

Refly juga menegaskan bahwa putusan


MK tidak berlaku untuk tindak pidana
khusus seperti korupsi, terorisme, kejahatan
narkotika, kejahatan kemanusiaan, dan
kejahatan perbankan yang memerlukan
penindakan hukum secara cepat. Hal
tersebut juga ditegaskan pakar hukum
pidana, Indriyanto Seno Adji, yang
menyatakan putusan MK tersebut hanya
mengikat pada tindak pidana umum
(tipidum). Sementara, kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana khusus
(tipidsus) seperti korupsi tidak masuk di
dalamnya. Artinya, KPK bisa memintai
keterangan anggota DPR, MPR, dan DPD,
baik saat penyelidikan maupun penyidikan
tanpa harus meminta persetujuan tertulis
dari Presiden.
Terlepas dari kontroversi putusan
MK tersebut, implikasi konkret dari
Putusan MK tersebut yang memerintahkan
penggantian persetujuan tertulis MKD
menjadi persetujuan tertulis Presiden akan
menimbulkan kesan bahwa MK sudah
bukan lagi merupakan negative legislator
melainkan positive legislator. Disisi lain
hal ini dapat dinyatakan sebagai bagian dari
penjagaan konstitusi atau bahkan wewenang
diskresioner MK. Namun demikian, di
pihak lain, hal ini dikhawatirkan akan
memunculkan semacam absolutisme konstitusional
serta merugikan kepentingan hukum pihak
pemohon.
UU MK menegaskan jika materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari
UU inkonstitusional, MK hanya dapat
menyatakan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat (not legally binding). MK
tidak dapat membatalkan berlakunya UU
(vernietigingsrecht) dan begitu juga tidak
dapat merubah rumusan redaksi ayat, pasal
atau bagian UU, apalagi memproduksi
UU. Artinya, putusan MK masih dalam
batas hukum acara MK, karena tidak
memasuki ranah legislatif. Kekuasaan MK
terbatas sesuai kedudukan dan fungsinya.
Hubungannya dengan kekuasaan lain diikat
prinsip checks and balances. Terlepas
dari persoalan tersebut implikasi hukum
putusan MK bersifat final dan mengikat.
Dalam putusan MK-lah dapat diketahui
apakah suatu ketentuan undang-undang
yang dimohonkan bertentangan atau
tidak dengan UUD 1945. Hal ini dengan
sendirinya berimplikasi bahwa putusan
MK memuat bagaimana suatu ketentuan

dalam UUD 1945 ditafsirkan terkait


dengan ketentuan undang-undang yang
dimohonkan tersebut. Di sisi lain, karena
putusan MK bersifat final dan mengikat,
maka putusan MK yang mengabulkan suatu
permohonan pengujian Undang-Undang
terhadap UUD, baik mengabulkan sebagian
maupun seluruhnya, dengan sendirinya telah
mengubah ketentuan suatu undang-undang
dengan menyatakannya bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat. Di samping itu, kekuatan
suatu putusan yang dikeluarkan suatu
institusi peradilan terletak pada kekuatan
mengikatnya. Putusan suatu perkara yang
diajukan judicial review haruslah merupakan
putusan yang mengikat para pihak dan harus
ditaati oleh siapa pun.

Penutup
Munculnya putusan yang bersifat ultra
petita dalam putusan MK terkait dengan
mekanisme pemerikasan anggota DPR telah
mengundang reaksi dari banyak pihak. Hal
ini diakibatkan bahwa putusan yang bersifat
ultra petita MK tidak memiliki dasar hukum
yang jelas. Oleh karena itu, diperlukan
pengaturan lebih tegas mengenai larangan
terhadap putusan yang bersifat ultra
petita, sebab MK fungsinya hanya sebagai
penyeimbang dari kewenangan legislasi aktif
yang dimiliki oleh Pemerintah dan DPR.
Dengan cara ini, peran MK sebagai negative
legislator akan tetap dapat terjaga.

Referensi

-4-

Putusan MK Soal Pemeriksaan Anggota DPR


Dinilai Timbulkan Masalah Baru, Suara
Pembaruan, 30 September 2015.
Istana Sederhanakan Izin Pemeriksaan DPR,
Republika, 1 Oktober 2015.
Semua Pihak Diminta Hormati Putusan MK
Terkait Pemeriksaan Anggota DPR, dalam
http://www.tribunnews.com/, diakses 29
September 2015.
Soal Pemeriksaan DPR Keputusan MK
Timbulkan Kerancuan Hukum, Republika,
25 September 2015.
Presiden
Patuhi
Putusan
MK
Terkait
Pemeriksaan DPR, http://sp.beritasatu.
com/nasional/, diakses 25 September 2015.
Putusan MK soal Pemeriksaan Anggota DPR
Dinilai Tak Lemahkan KPK, Kompas, 23
September 2015.
Putusan MK soal Pemeriksaan Anggota
Dewan Dinilai Diskriminatif, Kompas, 22
September 2015.
Fista Prilia Sambuar, Eksistensi Putusan
Judicial Review Oleh Mahkamah Konstitusi
dalam Lex Administratum, Vol.I/No.2/AprJun/2013.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VII, No. 19/I/P3DI/Oktober/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

TRAGEDI MINA DAN


KERJA SAMA INTERNASIONAL
Sita Hidriyah*)

Abstrak
Tragedi Mina yang menelan korban jiwa lebih dari 1000 jemaah haji telah menjadi
keprihatinan dunia. Di pihak jemaah haji Indonesia tercatat lebih dari 100 orang
menjadi korban meninggal dunia dalam musibah tersebut. Muncul keinginan untuk
penyelidikan independen dengan melibatkan negara-negara yang jemaahnya menjadi
korban untuk mencari kebenaran tentang penyebab kejadian sehingga kejadian serupa
tidak terulang kembali. Sementara itu, pemerintah Arab Saudi menempuh kebijakan
investigasi tertutup. Arab Saudi menolak intervensi investigasi tragedi Mina dan
meminta semua pihak bersabar menunggu hasil investigasi.

Pendahuluan

kecelakaan di Mina lagi-lagi memunculkan


pertanyaan tentang standar keamanan
dan kebijakan Pemerintah Arab Saudi
dalam pelayanan ibadah haji. Akibatnya,
Pemerintah Arab Saudi mendapat tekanan
dari banyak pihak untuk melakukan
investigasi
terbuka
dan
perbaikan
manajemen pengelolaan jemaah haji.
Pemerintah
Arab
Saudi
dinilai
bertindak tertutup soal investigasi. Musibah
yang terjadi menimpa banyak korban dari
banyak negara tersebut menimbulkan
keinginan negara korban untuk
dapat
dilibatkan dalam proses investigasi. Terkait
proses investigasi, Arab Saudi menegaskan

Tragedi
Mina
yang
menelan
korban jiwa lebih dari 1000 jemaah dari
berbagai belahan dunia itu disebut sebagai
tragedi terburuk dalam 25 tahun terakhir
penyelenggaraan haji oleh Pemerintah
Arab Saudi. Selama ini Pemerintah Arab
Saudi terus berusaha untuk meningkatkan
kenyamanan, keamanan dan keselamatan
jemaah.
Perbaikan-perbaikan
telah
dilakukan untuk memaksimalkan pelayanan
bagi anggota jemaah haji, seperti perluasan
Masjidil Haram, pembangunan tujuh lantai
jalur untuk melempar jumrah, hingga
penyiapan kereta cepat Mekkah-JeddahMadinah. Namun demikian, peristiwa

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional, pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: sita.hidriyah@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

haji. Korban terbanyak berasal dari Iran,


diperkirakan lebih dari 150 jemaah Iran
meninggal dalam tragedi itu. Pemimpin
Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
menuntut Pemerintah Arab Saudi meminta
maaf kepada seluruh keluarga korban dan
bertanggung jawab atas tragedi tersebut.
Iran menyerukan negara-negara Islam
membentuk komite investigasi bersama
untuk
menyelidiki
tragedi
tersebut.
Merespons tudingan itu, Negara Arab Saudi
menilai reaksi Iran bermuatan politik akibat
dari perselisihan kedua negara pada krisis
regional Suriah dan Yaman.
Maroko dengan jumlah korban 87
orang meninggal menjadi negara dengan
korban terbanyak kedua setelah Iran,
menggelar aksi demo secara damai dengan
mengecam kesalahan manajemen dan
kecerobohan penyelenggaran manasik haji
Arab Saudi. Sejumlah aktivis politik dan
HAM Maroko menegaskan Arab Saudi
untuk bertanggung-jawab penuh atas
tragedi Mina, menyerukan pembentukan
investigasi internasional yang independen
dan mempublikasikan secara transparan
penyebab insiden itu. Maroko juga menuntut
kerajaan Arab Saudi sebagai penyelenggaran
haji untuk meminta maaf kepada keluarga
korban dan membayar uang diat (denda).
Indonesia yang menjadi negara
dengan jumlah jemaah haji terbesar
bersikap
menunggu
hasil
investigasi
Arab Saudi. Berbeda dengan Iran yang
cenderung
menyalahkan
Arab
saudi,
Indonesia menyikapi terjadinya bencana
dengan lebih rasional dan bijaksana berikut
pemberian saran bagi perbaikan ibadah
haji ke depan. Pemerintah Indonesia juga
meminta Pemerintah Arab Saudi untuk
menerima masukan dari negara-negara
yang warganya menjadi korban dalam
membenahi manajemen haji. Pemerintah
Arab Saudi menerima tawaran bantuan tim
ahli identifikasi jenasah dari Pemerintah
Indonesia.

bahwa mereka tidak ingin diintervensi


oleh pihak manapun. Negara tersebut
tidak mengikutsertakan negara lain di
dalam proses investigasi dan membatasi
keterlibatan negara lain hanya sebatas
pemberian saran. Pemerintah Arab Saudi
mengeluarkan peringatan bahwa mereka
tidak akan mengizinkan pihak mana pun
mengeksploitasi haji untuk kepentingan
politik. Hal ini tentu saja merupakan
tantangan besar bagi Arab Saudi karena
jemaah haji berasal dari 200 negara di
seluruh dunia.

Reaksi Negara-Negara Korban


Menyikapi Tragedi Mina
Muncul usulan untuk melakukan
investigasi independent dengan
mengatasnamakan Organisasi Kerjasama
Islam (OKI). Keterlibatan OKI dinilai
wajar sebagai
perwujudan kepedulian,
profesionalitas dan keterlibatan dunia Islam
dalam pengelolaan rangkaian ibadah haji di
Arab Saudi. Selain agar kinerja Pemerintah
Arab Saudi menjadi lebih ringan, kerja
sama ini adalah bentuk dari tanggung
jawab bersama sebagai persatuan umat
Islam. Apabila OKI dapat melaksanakan
invetigasinya, diharapkan tidak akan ada
pihak yang mengambil keuntungan dari
pelaksanaan haji. Namun demikian, tidak
semua kalangan setuju dengan keterlibatan
OKI pada investigasi tragedi Mina. Tindakan
tersebut dinilai banyak kalangan tidaklah
perlu karena penanganan tragedi tersebut
bukan bersifat politik. Penanganan musibah
harus lebih kepada rasa kemanusiaan
dengan mengatasnamakan negara Islam
yang peduli dengan musibah yang terjadi
dan terhadap perbaikan penyelenggaraan
haji ke depan. Apabila melibatkan OKI
secara organisasi, dikhawatirkan akan
muncul banyak persoalan. Selain politis, juga
adanya perbedaan paham dan pandangan
yang dapat menimbulkan
pertengkaran
dalam proses investigasi. Dengan demikian,
hal itu akan mengganggu proses yang
berlangsung serta pada kesempurnaan haji.
Iran merupakan negara yang bereaksi
paling keras terhadap tragedi Mina dan
menganggap Negara Arab Saudi luput
menangani keselamatan anggota jemaah

Kerja Sama Internasional


Arab
Saudi
telah
melakukan
mitigasi hazard dalam bentuk perbaikan
dan pembangunan infrastruktur ibadah
haji. Meskipun demikian, hal ini tetap

-6-

memberikan tingkat kesulitan tersendiri dan


harus mendapatkan perhatian yang lebih
besar karena pengelolaan haji melibatkan
jutaan jemaah dengan sikap, perilaku,
bahasa, suku bangsa dan adat istiadat yang
beraneka ragam. Koordinasi antar-negara
harus ditingkatkan, dilakukan pembenahan
manajemen
dan
disosialisasikan
ke
berbagai negara muslim. Pemerintah
Arab Saudi harus melakukan investigasi
tragedi Mina dengan membentuk tim
multinasional melibatkan ahli dari berbagai
negara, terutama negara yang warganya
menjadi korban. Tujuan investigasi harus
dititikberatkan pada perbaikan sistem.
Presiden Jokowi meletakkan
perlindungan WNI sebagai prioritas utama
dalam kebijakan luar negerinya. Upaya
perlindungan WNI di luar negeri, termasuk
WNI yang tengah melakukan ibadah
haji. Karena itu, Pemerintah Indonesia
hendaknya terlibat dalam upaya perbaikan
sistem haji yang dilakukan Arab Saudi
karena Indonesia adalah negara pengirim
haji terbesar.
Pemerintah Indonesia
harus memiliki kebijakan antisipasi untuk
melindungi keselamatan jemaah Indonesia.
Hal tersebut akan mudah dilaksanakan bila
mempunyai hubungan bilateral yang baik
dengan Arab Saudi.
Dalam penanganan ibadah haji
selama ini
posisi tawar (bargaining
position) pemerintah Indonesia terhadap
Arab Saudi masih dinilai lemah dan masih
kalah
ketimbang
negara-negara
lain.
Peningkatan posisi tawar terhadap Arab
Saudi perlu dilakukan demi meningkatkan
pelayanan terhadap jemaah haji Indonesia.
Lemahnya posisi tawar terlihat dari masih
ditempatkannya sebagian jemaah berada
jauh di Mina Jadid saat mereka bermalam
di Mina. Dalam konteks ini, Pemerintah
Indonesia harus lebih aktif melakukan
negosiasi secara sejajar dengan pemerintah
Arab Saudi dalam hal permasalahan haji.
Mengapa demikian? Jemaah haji Indonesia
dinilai lebih disiplin dan relatif lebih mudah
diatur dibandingkan dengan jemaah haji
dari negara-negara lain. Hal ini seharusnya
dapat menjadi keunggulan perbandingan
perilaku jemaah Indonesia dengan jemaah
negara lain dalam bernegosiasi dengan Arab
Saudi.

Untuk
mengoptimalkan
upaya
diplomasi seperti ini, Pemerintah Indonesia
misalnya, dapat memanfaatkan tokoh-tokoh
agama Indonesia yang memiliki hubungan
sangat baik dengan pihak Arab Saudi
melalui instrumen second track diplomacy
(diplomasi jalur kedua). Diplomasi yang
bersifat informal ini dapat melengkapi dan
memperkuat negosiasi pemerintah. Dalam
konteks kekiniaan, cara diplomasi seperti
ini bukan hanya menjadi sangat penting dan
strategis melainkan juga memiliki urgensi
yang tinggi.

Penutup
Berbagai kalangan, terutama para
pemangku kepentingan, mendesak agar
tragedi Mina 2015 dijadikan momentum
untuk membenahi penyelenggaraan ibadah
haji. Perbaikan hendaknya dilakukan
oleh semua pihak yang berperan dalam
ibadah itu, yaitu Pemerintah Arab Saudi,
pemerintah
dari
negara-negara
asal
jemaah, termasuk Indonesia, dan para
anggota jemaah itu sendiri. Pemerintah
Indonesia, khususnya Kemlu diminta
untuk memperbaiki posisi tawar Indonesia
terhadap Arab Saudi agar pelayanan kepada
anggota jemaah Indonesia selama menjalani
semua tahapan ibadah semakin baik.
Dalam kerangka ini, DPR RI perlu
memberikan dukungan dan sekaligus
mengawal upaya diplomasi Pemerintah
Indonesia untuk berkontribusi penuh
dalam
mencari
solusi
atas
tragedi
tersebut. Arti pentingnya upaya ini karena
penyelenggaraan ibadah haji tahunan ini
merupakan ritual besar yang memiliki
dampak ekonomi yang tidak sedikit bagi
negara-negara berkembang. Oleh karena itu,
kiranya sudah waktunya negara-negara yang
berkepentingan dalam penyelenggaraan
ibadah haji khususnya negara-negara
dengan penduduk Islam besar agar
permasalahan haji dapat dikelola secara
baik. Dalam jangka pendek, negara-negara
tersebut dapat turut mendesak Pemerintah
Arab
Saudi
untuk
menyelesaikan
penyelidikan secara tuntas sehingga tingkat
kepercayaan kepada Arab Saudi akan dapat
terjaga.

-7-

Referensi

Iran Ancam Balas Saudi jika Jasad


Tragedi
Mina
Tak
Dipulangkan,
http://international.sindonews.com/
read/1049476/43/iran-ancam-balassaudi-jika-jasad-tragedi-mina-takdipulangkan-1443670784,
diakses
tanggal 1 Oktober 2015.
Korban Wafat Terbanyak Tragedi Mina Asal
Iran dan Maroko, http://international.
sindonews.com/read/1048154/43/
korban-wafat-terbanyak-tragedi-minaasal-iran-dan-maroko-1443246298,
diakses tanggal 6 Oktober 2015.
Soal Mina, Arab Saudi Sambut Baik
Bantuan
Indonesia,
http://www.
antaranews.com/berita/520783/soalmina-arab-saudi-sambut-baik-bantuanindonesia, diakses tanggal 30 September
2015.
Tragedi
Mina,
Bisakah
Dicegah?,
http://internasional.kompas.com/
read/2015/09/26/15320501/Tragedi.
Mina.Bisakah.Dicegah, diakses tanggal 1
Oktober 2015.
Tragedi Mina Pelajaran Untuk Semua,
http://nasional.kompas.com/
read/2015/09/30/11382171/Tragedi.
Mina.Pelajaran.untuk.Semua?page=3,
diakses tanggal 30 September 2015.

Safety Manager Pelaksanaan Ibadah Haji,


Republika, 7 Oktober 2015
Arab Saudi Terima Bantuan RI, Kompas, 2
Oktober 2015.
Umat Islam dan Second Track Diplomacy,
Republika, 5 Oktober 2015.
DPR: Perkuat Posisi Tawar dengan Saudi,
Republika, 5 Oktober 2015.
Masih 500 Jenazah Belum Dirilis
Identitasnya, Republika, 1 Oktober
2015.
RI Diminta Tingkatkan Posisi Tawar,
Republika, 1 Oktober 2015.
Arab
Ditekan
untuk
Tingkatkan
Upaya
Keselamatan
Haji,
http://www.tribunnews.com/
internasional/2015/09/25/arabditekan-untuk-tingkatkan-upayakeselamatan-haji, diakses tanggal 2
Oktober 2015.
DPR
Usul
Pemerintah
Investigasi
Tragedi
Mina
Secara
Mandiri,
http://nasional.kompas.com/
read/2015/09/28/14460181/DPR.Usul.
Pemerintah.Investigasi.Tragedi.Mina.
secara.Mandiri, diakses tanggal 30
September 2015.
Khamenei: Dunia Islam Harus Turut
Investigasi Tragedi Mina, http://
international.sindonews.com/
read/1049326/43/khamenei-duniaislam-harus-turut-investigasi-tragedimina-1443613349, diakses tanggal 1
Oktober 2015.

-8-

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VII, No. 19/I/P3DI/Oktober/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

MUSIBAH MINA DAN PENINGKATAN MUTU


PEMBINAAN JEMAAH HAJI
Achmad Muchaddam Fahham*)

Abstrak
Insiden Mina yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436 H/2015 M
dapat disebabkan karena faktor penyelenggara ibadah haji dan jemaah haji itu sendiri.
Penyelenggara ibadah haji dipandang kurang siap dan abai terhadap keselamatan
jemaah haji, sementara jemaah haji terlihat kurang disiplin terhadap waktu dan
jadwal pelaksanaan lontar jumrah. Belajar dari insiden itu, pemerintah dituntut untuk
meningkatkan kompetensi petugas dan kompetensi jemaah haji, terutama kompetensi
mereka tentang fikih haji. Dalam kaitan itu pemerintah seyogyanya menata ulang
perekrutan petugas dan pembimbing haji, di samping upaya perbaikan prosedur
pelaksanaan pembinaan jemaah haji secara umum.

Pendahuluan
Seluruh rangkaian penyelenggaraan
ibadah haji tahun 1436 H/2015 M telah
usai. Sebagian besar jemaah haji saat ini
telah kembali ke tanah air. Berbeda dengan
penyelenggaraan ibadah haji tahun 1435
H/2014 M yang nyaris tanpa insiden,
penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436
H/2015 M diterpa musibah beruntun.
Beberapa di antaranya adalah musibah
jatuhnya mesin derek (crane) di sekitar
Masjidil Haram yang menyebabkan wafatnya
setidak-tidaknya empat jemaah haji asal
Indonesia dan beberapa lainnya lukaluka. Kemudian, terbakarnya pemondokan
jemaah haji Indonesia di Mekkah. Meskipun
tidak ada korban jiwa, musibah itu
membuat pelaksanaan ibadah haji kurang
nyaman karena jemaah yang menempati

pemondokan tersebut harus dipindahkan


ke pemondokan lain. Yang tidak kalah
menyedihkan
adalah
musibah
Mina.
Tercatat hingga saat ini 1000 jemaah haji
wafat dan 863 jemaah haji mengalami lukaluka karena berdesak-desakan di ruas Jalan
204. Dari keseluruhan jumlah jemaah yang
wafat, 120 jemaah di antaranya berasal dari
Indonesia.
Penyelenggaraan
ibadah
haji,
terutama ibadah haji reguler merupakan
kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah melalui Kementerian Agama.
Penyelenggaraan ibadah haji diposisikan
sebagai tugas Kementerian Agama yang
berskala
nasional
karena
melibatkan
jemaah haji dalam jumlah yang besar. Akan
tetapi, meskipun sudah menjadi tugas rutin

*) Peneliti Muda Agama dan Masyarakat , pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: achmad.fahham@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

tahunan, penyelenggaraan ibadah haji


selalu saja dibumbui oleh berbagai masalahmasalah. Kendala yang dihadapi selalu
terulang, misalnya masalah penyediaan
layanan transportasi, akomodasi, dan
katering bagi jemaah haji. Oleh karena
itu tidak heran jika kemudian pemerintah
mengerahkan seluruh perhatiannya kepada
bagaimana penyediaan layanan itu memiliki
mutu dan kualitas
yang baik sehingga
jemaah dapat melaksanakan ibadah haji
dengan lancar, aman, dan nyaman.
Pada umumnya, respons pemerintah
terhadap persoalan di lapangan telah
meningkat dibandingkan yang sebelumnya.
Misalnya, ketika penyedia transportasi darat
bagi jemaah haji di Mekkah memberikan
bus yang tidak layak, pemerintah langsung
meng-upgrade-nya dengan bus-bus yang
layak. Kemudian, ketika terjadi kebakaran
kamar hotel akibat kelalaian jemaah
haji asal Kediri, pemerintah dengan
berkoordinasi dengan otoritas setempat
langsung mengevakuasi dan memindahkan
jemaah ke hotel lain. Pada kasus Mina,
pemerintah dengan cepat meminta kepada
otoritas Arab Saudi untuk ikut menerjunkan
tim ahli untuk melakukan identifikasi
korban. Penyediaan katering yang setiap
tahun mengalami masalah soal cita rasa
dan kualitas makanan juga telah berusaha
memperbaiki layananannya. Tentu kerja
baik pemerintah tersebut patut diapresiasi.
Namun demikian, penyelenggaraan
ibadah haji bukan hanya semata-mata
persoalan penyediaan layanan transportasi,
akomodasi, dan katering yang baik dan
berkualitas saja. Penyelenggaraan haji
juga menyangkut bagaimana jemaah haji
mampu melaksanakan rangkaian ibadah
yang wajib dilaksanakan oleh jemaah haji
sehingga ibadah haji yang ia laksanakan
dapat mencapai predikat maqbul, yakni
diterima Allah sebagai ibadah haji yang
absah karena telah dilaksanakan sesuai
dengan syarat dan rukun yang wajib
dilaksanakan. Oleh karena itu, pembinaan
jemaah haji juga harus menjadi perhatian
pemerintah. Dalam konteks itu, perhatian
pemerintah harus diarahkan pada sistem
dan prosedur bimbingan manasik haji
di tanah air, bimbingan ibadah di Arab
Saudi, pengetahuan petugas haji terutama
pembimbing ibadah, petugas kelompok
terbang (kloter), dan ketua rombongan

tentang manasik haji.


Terjadinya berbagai insiden dalam
penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436
H/2015 M ini sejatinya sangat terkait dengan
pembinaan jemaah yang telah dilakukan
selama ini. Namun demikian, insiden dalam
penyelenggaraannya cenderung tetap terjadi.
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan
penyebab insiden Mina. Selain itu, tulisan ini
diarahkan pula untuk menjelaskan urgensi
peningkatan mutu pembinaan jemaah haji.

Menakar Faktor Penyebab Insiden


Mina
Insiden Mina setidak-tidaknya
disebabkan oleh dua faktor utama, yakni
faktor penyelenggara dan faktor jemaah
haji. Dalam konteks penyelenggaraan ibadah
haji di Arab Saudi, penyelenggara utama
prosesi ibadah haji adalah Pemerintah Arab
Saudi. Tentu saja sebagai penyelenggara
utama Pemerintah Arab Saudi telah
berupaya sekuat tenaga untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi jemaah haji. Akan
tetapi, petugas-petugas yang diterjunkan
dalam penyelenggaraan itu bisa saja lalai
dan kurang sigap dalam memberikan
pelayanan. Jika dikaji lebih jauh terhadap
kronologi insiden Mina, terdapat indikasi
kekurangsigapan petugas dalam mengambil
sikap saat terjadi penumpukan jemaah haji
di ruas jalan 204. Penutupan pintu akses
keluar yang dilakukan petugas Arab Saudi
adalah satu hal yang sangat disayangkan
yang menyebabkan penumpukan jemaah,
desak-desakan,
dan
saling
dorong
merupakan sesuatu yang akhirnya tidak bisa
dihindari. Ditambah lagi dengan teriknya
matahari saat kejadian berlangsung yang
menimbulkan kepanikan jemaah saat ingin
menyelamatkan diri. Akibatnya, banyak
jemaah jatuh dan terinjak-injak.
Selain itu, kekurangsigapan petugas
terlihat pula ketika mengarahkan dan
menggiring para jemaah untuk melewati
jalan 204. Padahal semestinya jemaahjemaah tersebut hendak melewati Jalan King
Fahd. Hal inilah yang membuat Jalan 204
semakin penuh sesak. Saat salah satu jemaah
yang mengetahui buruknya kondisi di jalan
204 tersebut berupaya pindah jalur dengan
cara melompati pagar pembatas, petugas
keamanan malah memukul mereka dengan
tongkat yang membuat perut salah satu
- 10 -

melaksanakan pembinaan jemaah dalam


bentuk bimbingan manasik haji dan
bimbingan teknis lainnya terkait dengan
penyelenggaraan
ibadah
haji.
Hanya
saja, hasil pembinaan itu terlihat belum
maksimal. Akibatnya ada jemaah yang
belum memahami apa saja ritual yang harus
dilakukannya, misalnya bahkan ada jemaah
yang tidak melakukan thawaf sebelum bersai atau ada juga jemaah yang mengelilingi
Kabah sebanyak 16 kali dengan target 20
kali thawaf agar ibadah hajinya sempuna.
Ketidakpahaman terhadap manasik
haji tidak saja dialami oleh jemaah tetapi
juga dialami oleh pembimbing haji. Tidak
semua pembimbing haji yang diterjunkan
untuk
membimbing
ibadah
jemaah
haji paham fikih haji sehingga ketika
pembimbing tersebut melihat ada jemaah
haji yang melanggar larangan ihram dengan
memakai baju berjahit tidak dianjurkan
untuk membayar dam (denda), sang
pembimbing hanya hanya mengingatkan
agar jemaah haji melepas pakain berjahit
dan melanjutkan manasiknya.
Kondisi pelaksanaan ibadah haji
jemaah di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar jemaah haji Indonesia
bergantung pada orang lain lantaran
pemahaman mereka terhadap fikih haji
kurang sempurna. Bahkan ada jemaah haji
yang sama sekali tidak paham fikih haji.
Pemerintah sejatinya sangat memahami
kondisi
pengetahuan
jemaah
haji.
Mengantisipasi hal tersebut, jauh sebelum
penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan
pemerintah telah melaksanakan bimbingan
manasik haji. Bimbingan manasik haji
dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota
dan di tingkat Kantor Urusan Agama (KUA)
kecamatan.
Pada
tingkat
kabupaten/kota
bimbingan manasik haji dilaksanakan
sebanyak tiga kali pertemuan dengan
alokasi waktu 12 jam pelajaran. Materi
dan
kurikulum
manasik
haji
pada
tingkat
kabupaten/kota
antara
lain:
pertama, kebijakan pemerintah tentang
penyelenggaraan ibadah haji dan talimul
hajj (peraturan pemerintah Arab Saudi
tentang haji); kedua, manasik perjalanan
meliputi proses perjalanan haji, keselamatan
penerbangan, pembentukan kloter, Ketua
Regu, dan Ketua Rombongan; ketiga,
manasik ibadah meliputi teori dan praktik/

jemaah memar dan bengkak.


Dari sisi panitia penyelenggara haji
Indonesiamulai dari petugas kloter,
pembimbing ibadah, ketua rombongan dan
unsur petugas lainnyajuga dapat dikatakan
abai terhadap ketentuan dan prosedur
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia. Seperti diketahui bersama,
pemerintah telah menganjurkan bahwa
jadwal lontar jumrah bagi jemaah haji asal
Indonesia adalah tidak pada pukul 8.00
sampai 12.00 waktu Arab Saudi. Aturan dan
prosedur ini mestinya menjadi kesepakatan
bersama. Ketika ada jemaah haji asal
Indonesia yang hendak melontar jumrah di
luar waktu dan jadwal yang telah ditetapkan,
seluruh
unsur
panitia
penyelenggara
seharusnya meminta mereka untuk menaati
kesepakatan tersebut. Akan tetapi pada
kenyataannya, ada ratusan jemaah haji
asal Indonesia yang tidak menaati waktu
dan jadwal yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
Selain
disebkan
oleh
faktor
penyelenggara,
insiden
Mina
juga
disebabkan oleh faktor jemaah haji.
Penyelenggaraan ibadah yang melibatkan
ribuan jemaah, tidak saja menuntut kesiapan
dan kesigapan penyelenggara tetapi juga
menuntut kerja sama jemaah, terkait
dalam hal kedisiplinan, mendahulukan
keselamatan bersama, dan kekhusyukan
beribadah di atas kepentingan sendiri.
Adanya jemaah yang mengabaikan jadwal
dapat disebabkan oleh ketidaktahuannya
tentang ritual lontar jumrah atau karena
didengarnya pandangan jemaah lain bahwa
melontar jumrah lebih utama jika dilakukan
pagi hari. Jika asumsi itu benar, maka hal
itu merupakan indikator bahwa pelayanan
pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah
selama ini belum mampu memberikan
pemahaman manasik haji yang cukup
kepada jemaah.

Peningkatan Mutu Pembinaan


Jemaah
Secara
sosiologis
jemaah
haji
Indonesia berasal dari beragam latar
belakang sosial dan budaya. Pengetahuan
jemaah terhadap manasik haji pun sangat
bervariasi. Oleh karena itu, pembinaan
jemaah harus dilakukan. Selama ini
pemerintah sebenarnya telah berupaya
- 11 -

latihan operasional haji; keempat, kebijakan


pemerintah tentang pelayanan kesehatan
haji; kelima, konsolidasi kloter, ketua
regu, dan ketua rombongan; keenam,
kelengkapan barang bawaan dan rencana
pemberangkatan jemaah haji.
Pada tingkat kecamatan manasik haji
dilaksanakan sebanyak 7 kali pertemuan
dengan alokasi waktu 20 jam pelajaran.
Materi dan kurikulum manasik haji pada
tingkat KUA kecamatan antara lain:
pertama, manasik haji meliputi miqat,
ihram, talbiyah, thawaf, sa'i, wukuf di
Arafah, dan pembayaran dam. Kedua,
manasik ibadah haji meliputi: mabit di
Muzdalifah dan Mina, melontar jumrah
(10 Zulhijjah dan hari Tasyrik 11, 12, dan
13 Zulhijjah) Nafar awal/Tsani. Ketiga,
manasik haji meliputi thawaf umrah,
thawaf ifadah, thawaf sunat, thawaf wada.
Keempat, salat Arbain, ziarah di kota
Madinah dan Mekkah. Kelima, manasik
Kesehatan haji, akhlak/pelestarian haji
mabrur dan praktik manasik haji/latihan
operasional.
Keseluruhan
program
manasik
yang dijadwalkan pemerintah tampaknya
sudah bersifat komprehensif. Namun
demikian, program tersebut belum efektif.
Secara praktis, penyebabnya tidak semua
penyelenggaraan
pembinaan
jemaah
haji diikuti oleh semua calon jemaah.
Ketidakdisiplinan jemaah haji sudah terlihat
dari keikutsertaannya dalam program
pembinaan. Oleh karena itu, sebaiknya
kegiatan ini menjadi salah satu syarat yang
diperhatikan sebelum seorang calon jemaah
dapat diberangkatkan.

oleh seluruh jemaah yang akan berangkat


untuk melaksanakan ibadah haji.
Petugas
pembimbing
haji
yang
diterjunkan
oleh
pemerintah
untuk
melaksanakan pembimbingan ibadah haji di
Arab Saudi mesti diseleksi seketat mungkin
melalui proses sertifikasi pembimbing
haji. Oleh karena itu, proses perekrutan
pembimbing haji tidak bisa dilakukan secara
mendadak tetapi melalui prosedur dan
tahapan yang ketat sehingga menghasilkan
pembimbing haji yang kompeten untuk
membimbing dan mendampingi jemaah haji.

Referensi
Azyumardi Azra, Haji dan Politik, Indonesia
dan Arab Saudi, Kompas, Selasa, 29
September 2015.
Amirul
Hajj,
Penyelenggaraan
Haji
Tahun ini Secara Keseluruhan Sesuai
Harapan, http://kemenag.go.id/index.
php?a=berita&id=294181
diakses
5
Oktober 2015.
Tragedi Mina: Ratusan Jemaah Hilang
Tidak Tahu Rimbanya http://www.
publicapos.com/nasional/14152-tragedimina-ratusan-jemaah-hilang-tidak-tahurimbanya, diakses 5 Oktober 2015.
Kami Berharap Saudi Lebih membuka
Akses, Republika, Senin, 28 September
2015.
Menilik Faktor Penyebab Tragedi Mina
http://www.cnnindonesia.com/intern
asional/20150926131546-120-81061/
menilik-faktor-penyebab-tragedi-mina/
diakses 4 Oktober 2015.
Laporan Pengawasan KPHI terhadap
Penyelenggraan Ibadah Haji Tahun
2013.
Kementerian Agama RI, Kurikulum dan
Silabus Bimbingan Manasik Haji Tahun
2013.
Kantor Urusan Haji Republik IndonesiaKantor Daerah Kerja Makkah. Press
Release Perkembangan Data Jemaah
Haji Korban Peristiwa Mina, 7 Oktober
2015.

Penutup
Belajar dari berbagai insiden yang
menyelimuti penyelenggaraan ibadah haji
tahun 1436 H/2015 M, pemerintah dituntut
untuk meningkatkan mutu pembinaan
jemaah haji. Pembinaan jemaah haji yang
selama ini telah dilaksanakan perlu ditata
ulang terutama dari sisi kehadiran jemaah
untuk mengikuti pembinaan itu. Materi yang
disampaikan perlu dibuat sedemikian rupa
sehingga menarik dan memudahkan jemaah
untuk memahami fikih haji. Pelaksanaan
pembinaan yang dilakukan pada tingkat
KUA kecamatan harus mampu dijangkau

- 12 -

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VII, No. 19/I/P3DI/Oktober/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI DAN


STABILISASI NILAI TUKAR TAHAP II
Hilma Meilani*)

Abstrak
Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) terus melakukan upaya-upaya stabilisasi fiskal
maupun moneter. Untuk mengerek pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah juga
telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II pada tanggal 29 September 2015.
Paket tersebut ditekankan pada upaya meningkatkan investasi, berupa deregulasi dan
debirokratisasi peraturan untuk mempermudah investasi, baik Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Dari sisi moneter, sejalan dengan
paket kebijakan tersebut, BI juga mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas perekonomian dan nilai
tukar.

Pendahuluan

Dalam rangka menciptakan kondisi ekonomi


makro yang kondusif, pemerintah bersama Bank
Indonesia (BI), melakukan upaya-upaya stabilisasi,
baik di sisi fiskal maupun moneter. Untuk terus
mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,
pemerintah pada tanggal 9 September 2015 telah
mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap
I, dilanjutkan dengan Paket Kebijakan Ekonomi
Tahap II.
Sejalan dengan paket kebijakan yang
diumumkan pemerintah dan untuk menjaga
stabilitas perekonomian termasuk stabilitas nilai
tukar, BI mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi
nilai tukar rupiah pada tanggal 30 September 2015
sebagai kelanjutan paket kebijakan stabilisasi nilai
tukar pada tanggal 9 September 2015. Bauran paket
kebijakan pemerintah dan BI tersebut diharapkan
dapat menopang pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nilai tukar.

Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II

Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan


Ekonomi Tahap II pada tanggal 29 September 2015.
Melalui paket ini, pemerintah menekankan upaya
peningkatan investasi, berupa kebijakan deregulasi
dan debirokratisasi untuk mempermudah investasi,
baik PMDN maupun PMA. Darmin Nasution,
Menteri
Koordinator
Bidang
Perekonomian
menyebutkan bahwa untuk menarik investor,
terobosan kebijakan yang dilakukan adalah
memberikan layanan cepat dalam bentuk
pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam di
Kawasan Industri. Regulasi yang dibutuhkan
adalah Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) Nomor 14 Tahun
2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip
Penamanan Modal. Selain itu pemerintah juga akan
mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah (PP)
mengenai Kawasan Industri dan peraturan Menteri
Keuangan yang diharapkan selesai dalam minggu

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan, pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: hilma.meilani@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

kedua Oktober 2015. Selama ini masalah waktu dan


banyaknya izin untuk melakukan investasi menjadi
kendala besar bagi terlaksananya kegiatan usaha.
Hal ini menjadi pertimbangan investor ketika
hendak menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebagai perbandingan, selama ini, investor di luar
Kawasan Industri membutuhkan waktu selama
8 hari untuk mengurus perizinan badan usaha.
Ini masih ditambah pengurusan 11 izin untuk
melakukan konstruksi yang membutuhkan waktu
lebih lama.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II
juga menawarkan insentif bagi eksportir yang
menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di
perbankan Indonesia berupa pengurangan pajak
bunga deposito yang besarnya tergantung jangka
waktu deposito. Pemerintah akan menggunakan
sistem Indonesia National Single Window (INSW)
yang menyediakan fitur pemberian akses data
ekspor terkait pelaporan DHE secara elektronik.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan Tahap II
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

1.

2.

Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar

BI mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi


nilai tukar rupiah pada tanggal 30 September 2015
sebagai kelanjutan paket kebijakan sebelumnya
yang dilansir pada tanggal 9 September 2015. Paket
kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada 3 pilar
kebijakan dalam rangka:

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah


Kehadiran BI di pasar valuta asing (valas)
domestik dalam melakukan stabilisasi nilai
tukar rupiah diperkuat dengan intervensi
pada kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan valuta lainnya pada tanggal valas di
masa datang menggunakan nilai kurs yang
ditentukan saat tanggal kontrak dibuat (pasar
forward), disamping intervensi pada transaksi
valas tunai atau maksimal diselesaikan dalam
dua hari kerja (pasar spot). Intervensi di pasar
forward untuk menyeimbangkan penawaran
dan permintaan, sehingga mengurangi tekanan
di pasar spot.
Memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah
Pengendalian likuiditas rupiah diperkuat
dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank
Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo
Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor 2
minggu. Transaksi Reverse Repo SBN adalah
transaksi pembelian bersyarat SBN oleh bank
kepada BI dengan kewajiban penjualan kembali
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang
disepakati. Penerbitan instrumen operasi pasar
terbuka (OPT) dimaksudkan untuk mendorong
penyerapan likuiditas sehingga bergeser
ke instrumen yang bertenor lebih panjang.
Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih
panjang diharapkan dapat mengurangi risiko
penggunaan likuiditas rupiah yang berlebihan

Tabel 1. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan II


No.

Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I

Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II

Mendorong daya saing industri nasional melalui Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam
deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan Untuk menarik penanaman modal, terobosan kebijakan yang akan dilakukan
hukum dan kepastian usaha.
adalah memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam
waktu tiga jam di Kawasan Industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor
sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi.

Mempercepat proyek strategis nasional dengan


menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan
dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek
strategis nasional tersebut.

Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat


Setelah dalam 25 hari syarat dan aplikasi dipenuhi, pemerintah mengantongi
keputusan bahwa investasi tersebut dapat menerima tax allowance atau tidak.
Untuk tax holiday, pengesahannya maksimum 45 hari setelah semua persyaratan
dipenuhi.

Meningkatkan investasi di sektor properti.


Untuk mendukung langkah ini, pemerintah
akan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong
pembangunan perumahan, khususnya untuk
masyarakat berpenghasilan rendah, serta
membuka peluang investasi lebih besar di sektor
properti.

Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi


Pemerintah akan memberikan insentif berupa tidak memungut PPN untuk
beberapa alat transportasi, terutama galangan kapal, kereta api, pesawat, dan
termasuk suku cadangnya.

Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat


Dengan adanya pusat logistik, maka perusahaan manufaktur tidak perlu impor
dan tidak perlu mengambil barang dari luar negeri karena cukup mengambil dari
gudang berikat

Insentif pengurangan pajak bunga deposito


Insentif ini berlaku terutama eksportir yang berkewajiban melaporkan DHE ke BI
akan diturunkan 10 persen, 3 bulan menjadi 7,5 persen, 6 bulan menjadi 2,5 persen
dan di atas 6 bulan 0 persen. Jika dikonversi ke rupiah, maka tarifnya1 bulan 7,5
persen, 3 bulan 5 persen, dan 6 bulan 0 persen.

Perampingan Izin Sektor Kehutanan


Izin untuk keperluan investasi dan produktif sektor kehutanan akan berlangsung
lebih cepat. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan
sebanyak 14 izin. Dalam paket kebijakan tahap II, proses izin dirampingkan
menjadi 6 izin. Perampingan ini melibatkan revisi 9 peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.

Sumber: Kementerian Keuangan(2015)

- 14 -

pada kegiatan yang dapat meningkatkan


tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Memperkuat pengelolaan penawaran dan
permintaan valas
Tujuannya adalah meningkatkan penawaran
dan mengendalikan permintaan terhadap valas
dengan lima kebijakan. Lima kebijakan tersebut
dan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

3.

Paket paket kebijakan stabilisasi nilai tukar


rupiah BI tahap II sebagian besar menyentuh aspek
supply valas, mengiringi paket kebijakan I yang
membidik sisi permintaan. Salah satu tujuan utama
paket kebijakan tahap II adalah mempengaruhi
ekspektasi pasar terhadap depresiasi rupiah.

ResponsTerhadap Paket Kebijakan


Ekonomi Pemerintah

Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II yang


diumumkan pemerintah secara tidak langsung
sudah mulai terlihat membawa efek positif, baik ke
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun

nilai tukar rupiah. Berdasarkan Bloomberg Dollar


Index, rupiah ditutup di level Rp14.646 per dolar
AS pada 2 Oktober 2015, menguat 45 poin atau
31 persen dibandingkan penutupan 1 Oktober
2015 di level Rp14.691 per dolar AS. Pelemahan
rupiah terburuk sejak 1998 tercatat pada tanggal
29 September 2015 dimana kurs tengah BI
menunjukkan nilai tukar rupiah mencapai Rp14.728
per dolar AS.
Agus
Martowardojo,
Gubernur
BI,
menyebutkan paket kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan pemerintah pada 9 dan 30 September
2015 serta paket kebijakan yang dikeluarkan
BI dinilai masih memerlukan waktu untuk
diimplementasikan. Paket kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan BI diharapkan akan menghasilkan
kondisi yang lebih baik dalam jangka pendek untuk
pengendalian nilai tukar dan kualitas pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
Perry
Warjiyo,Deputi
Gubernur BI, menjelaskan tujuan utama dari
paket kebijakan tahap II adalah memengaruhi
ekspektasi pasar terhadap depresiasi rupiah dan
menggiring likuiditas jangka pendek menjadi jangka

Tabel 2. Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar tanggal 9 dan 30 September 2015
No.
1

Kebijakan
Menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah

Paket 9 September 2015


a.
b.

Memperkuat pengelolaan
likuiditas rupiah.

a.

b.

c.

Memperkuat pengelolaan
supplydan demand valas.

a.
b.

c.

d.

Menjaga kepercayaan pelaku pasar di pasar


valas melalui pengendalian volatitas nilai tukar
rupiah.
Memelihara kepercayaan pasar terhadap pasar
SBN melalui pembelian di pasar sekunder,
dengan tetap memerhatikan dampaknya
terhadap ketersediaan SBN bagi inflow dan
likuiditas pasar uang.

Paket 30 September 2015


Melakukan implementasi intervensi forward untuk
menyeimbangkan supply dan demand valas di pasar
forward.

Mengubah
mekanisme
lelang
Reverse a.
Repo(RR) SBN dari variable rate tender
menjadi fixed rate tender, menyesuaikan b.
pricing RR SBN, dan memperpanjang tenor
dengan menerbitkan RR SBN 3 bulan.
Mengubah mekanisme lelang SDBI dari
variable rate tender (vrt) menjadi fixed rate
tender (frt) dan menyesuaikan pricing SDBI,
serta menerbitkan SDBI tenor 6 bulan.
Menerbitkan kembali SBI bertenor 9 bulan
dan 12 bulan dengan mekanisme lelang frt dan
menyesuaikan pricing.

Menerbitkan SDBI tenor 3 bulan untuk


maturity lenghtening instrumen OPT.
Menerbitkan RR-SBN tenor 2 minggu untuk
melengkapi instrumen OPT yang ada.

Menyesuaikan frekuensi lelang Foreign


Exchange (FX) swap dari 2 kali seminggu
menjadi 1 kali seminggu.
Mengubah mekanisme lelang Term Deposit
(TD) Valas dari variable rate tender menjadi
fixed rate tender, menyesuaikan pricing, dan
memperpanjang tenor sampai dengan 3 bulan.
Menurunkan batas pembelian valas dengan
pembuktian dokumen underlying dari yang
berlaku saat ini sebesar 100 ribu dolar AS
menjadi 25 ribu dolar AS per nasabah per bulan
dan mewajibkan penggunaan NPWP.
Mempercepat proses persetujuan Utang
Luar Negeri (ULN) Bank dengan tetap
memperhatikan asas kehati-hatian.

Penguatan kebijakan untuk mengelola supply


dan demand valas di pasar forward. Kebijakan
ini bertujuan mendorong transaksi forward
jual valas/rupiah dan memperjelas underlying
forward beli valas/rupiah.
Penerbitan SBBI Valas.
Penurunan holding period SBI dari 1 bulan
menjadi 1 minggu untuk menarik aliran masuk
modal asing.
Pemberian insentif pengurangan pajak
bunga deposito kepada eksportir yang
menyimpan DHE diperbankan Indonesia atau
mengkonversinya ke dalam rupiah.
Mendorong transparansi dan meningkatkan
ketersediaan informasi atas penggunaan
devisa dengan memperkuat laporan lalu lintas
devisa (LLD). Pelaku LLD wajib melaporkan
penggunaan devisanya dengan melengkapi
dokumen pendukung untuk transaksi dengan
nilai tertentu. Ketentuan ini sejalan dengan
UU No.24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar dimana BI
berwenang meminta keterangan dan data
terkait lalu lintas devisa kepada penduduk.

Sumber: Bank Indonesia(2015)

- 15 -

a.

b.
c.
d.

e.

panjang. Intervensi ini akan memberi sinyal bagi


ekspektasi pergerakan nilai tukar, selain juga untuk
mengurangi gap antara penawaran dan permintaan
valas.
Tito Sulistio, Direktur Utama PT Bursa
Efek Indonesia (BEI), mengapresiasi upaya
pemerintah dalam mengeluarkan Paket Kebijakan
Ekonomi Tahap II. Langkah tersebut dinilai
telah memberikan sentimen positif bagi laju
IHSG. Namun, tren kenaikan IHSG dalam
jangka menengah dan panjang masih menunggu
realisasi belanja infrastruktur. Paket Kebijakan
EkonomiTahap II yang fokus pada percepatan
perizinan dapat membantu meningkatkan jumlah
investor sehingga bagus untuk iklim investasi.
Heri Gunawan, Wakil Ketua Komisi VI
DPR RI, menilai Paket Kebijakan Ekonomi
Tahap II belum menyentuh dua masalah pokok,
yaitu penyerapan tenaga kerja dan lemahnya
pengawasan BKPM. Pemberian kemudahan
layanan, pemberian tax allowance, dan tax holiday
kepada investor harus diberikan pada investasi
yang menjamin penyerapan tenaga kerja. Persolan
kedua, lemahnya pengawasan BKPM dalam
menyambut paket kebijakan yang mempermudah
investasi, sehingga diperlukan penegakan hukum
yang konsisten, tegas, dan kuat.
Dalam perspektif pengusaha, Ade Sudrajat,
Ketua Asosiasi Pertekstilan (API), menyatakan
bahwa diperlukan peran pemerintah dalam bentuk
pemberian insentif antara lain penurunan tarif
listrik industri dan harga BBM untuk membantu
kalangan usaha agar tetap bisa menggerakkan
usaha dan meningkatkan daya beli masyarakat,
karena tarif listrik yang turun akan memengaruhi
biaya produksi sehingga lebih efisien. Pelaku
usaha
berharap
pemerintah
mengeluarkan
paket kebijakan yang langsung bermanfaat atau
berdampak dalam jangka pendek, terutama untuk
mencegah PHK.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan
II yang telah dikeluarkan pemerintah memiliki
kesamaan yaitu mendorong sisi penawaran
seperti produksi dan investasi jangka panjang.
Sayangnya, belum fokus pada penguatan sisi
permintaan yang dapat meningkatkan daya beli
masyarakat. Kebijakan itu juga belum dapat
secara cepat mengatasi masalah PHK yang sudah
banyak terjadi. Diharapkan paket kebijakan tahap
III yang sedang disusun pemerintah akan dapat
mendorong dan memperkuat daya beli masyarakat
minimal dengan merealisasikan proyek padat karya
serta memperkuat industri nasional yang dapat
membantu mengurangi persoalan ketenagakerjaan.
Pembangunan infrastruktur yang dapat
menjadi daya tarik investor untuk masuk di
Indonesia harus segera direalisasikan, seperti
ketersediaan energi dan infrastruktur yang
dapat
menurunkan
biaya
logistik.
Untuk

mendorong keberhasilan paket kebijakan ekonomi


ini, pemerintah harus memastikan kesiapan
implementasi dan koordinasi antar kementerian
serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah
daerah.

Penutup

Sinergi kebijakan pemerintah dan BI melalui


Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II sedikt banyak
telah memberikan harapan positif terhadap stabilitas
makroekonomi
khususnya
sektor
keuangan.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan II yang
telah dikeluarkan pemerintah lebih ke arah sisi
penawaran, dan belum fokus pada penguatan sisi
permintaan guna memperkuat daya beli masyarakat.
Pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) harus terus berkoordinasi secara aktif
dalam rangka memperkuat stabilitas nilai tukar
dan keuangan. Pemerintah juga perlu melakukan
koordinasi dengan kementerian dan pemerintah
daerah agar paket kebijakan ekonomi pemerintah
dapat segera dilaksanakan. DPR harus melakukan
pengawasan terhadap implementasi paket kebijakan
ekonomi dan paket stabilisasi rupiah agar dapat
secara efektif mengatasi masalah perekonomian
Indonesia.

Referensi

BI Keluarkan Lima Paket Kebijakan Ekonomi,


Suara Pembaruan, 1 Oktober 2015.
Dua Paket Kebijakan Baru Efektif untuk Sektor Riil
di 2016, Neraca, 2 Oktober 2015.
Dunia Usaha Perlu Diberi Kemudahan, Suara
Pembaruan, 30 September 2015.
Gelombang PHK Meningkat, Republika, 30
September 2015.
Paket Kebijakan Tahap III Disiapkan, Kompas, 2
Oktober 2015.
Paket Stabilisasi Segera Efektif, Bisnis Indonesia, 1
Oktober 2015.
Pasar Tanggapi Positif, Media Indonesia, 1
Oktober 2015.
Sinkronisasi Kebijakan Dinanti, Kompas, 1
Oktober 2015.
BKPM Mulai Layani Izin Investasi 3 Jam Saja,
http://nasional.kontan.co.id/news/bkpmmulai-layani-izin-investasi-3-jam-saja, diakses
tanggal 5 Oktober 2015.
Dukung Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II BI
Luncurkan Kebijakan lanjutan Stabilisasi
Rupiah, http://www.kemenkeu.go.id/Berita/
dukung-paket-kebijakan-ekonomi-tahap-iibi-luncurkan-kebijakan-lanjutan-stabilisasirupiah, diakses tanggal2 Oktober 2015.
Pemerintah Luncurkan Paket Tahap II,http://
www.kemenkeu.go.id/Berita/pemerintahluncurkan-paket-tahap-ii, diakses tanggal 2
Oktober 2015.

- 16 -

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VII, No. 19/I/P3DI/Oktober/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

CATATAN PERJALANAN
SETAHUN DPR
PERIODE 2014-2019
Ahmad Budiman*)

Abstrak
Keanggotaan DPR periode 2014-2019 telah menyelesaikan setahun masa baktinya.
Masih banyak catatan penting yang perlu diperhatikan terkait dengan kinerja DPR
periode 2014-2019 di satu tahun masa baktinya. DPR perlu melakukan instropeksi diri
dengan melakukan reformasi terkait dengan penguatan kelembagaan dewan, sistem
pendukung dan kemandirian lembaga legislatif. Catatan perjalanan setahun DPR RI
periode 2014-2019, sangat menentukan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perwakilan rakyat di tahun-tahun berikutnya.

Latar Belakang
Setahun anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR) periode
2014-2019 sejak dilantik pada tanggal 1
Oktober 2014, banyak pihak memberikan
catatan penting terkait kinerja DPR sebagai
lembaga perwakilan rakyat. Ketua DPR,
Setya Novanto, menganggap selama ini
para wakil rakyat sudah bekerja keras.
Fungsi anggaran dan pengawasan DPR
sudah dilakukan dengan baik. Sedangkan
terkait fungsi legislasi, DPR berjanji akan
meningkatkan kinerjanya.
Wakil Ketua
DPR, Fadli Zon mengatakan, masih banyak
yang harus diintrospeksi terkait kinerja
anggota DPR periode 2014-2015. Introspeksi
perlu
dilakukan
utamanya
terhadap

pelaksanaan fungsi legislasi. Sedangkan


untuk fungsi pengawasan dan budgeting
sudah berjalan cukup kuat.
Khusus dalam hal pembuatan undangundang, arah kinerja DPR perlu diberikan
penegasan. Dalam satu tahun ini, DPR
sedang membahas sebanyak 37 Rancangan
Undang-Undang (RUU) Program Legislasi
Nasional (Prolegnas).
Dari ke-37 RUU
tersebut, sebanyak 26 RUU diajukan oleh
DPR. Wakil Ketua DPR menekankan
bahwa pembuatan UU adalah tugas DPR.
Namun demikian, dalam pembahasannya,
DPR tidak bisa berdiri sendiri. Untuk itu,
pembahasan RUU harus dipercepat, yaitu
berkoordinasi dengan Badan Legislatif

*) Peneliti Madya Komunikasi Politik, pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI),
Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: a.budiman69@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

(Baleg), Selain itu, Prolegnas yang sudah


ditetapkan juga bisa disampaikan kepada
publik, sejauh mana naskah akademik dan
pembahasan,
harmonisasinya
berjalan.
Patut juga menjadi catatan kita bahwa
RUU yang berasal dari Pemerintah belum
satu pun yang siap untuk dibahas bersama.
Dengan demikian, menimpakan rendahnya
kinerja legislasi DPR RI selama ini perlu
mendapatkan pemahaman yang utuh.
Setahun DPR periode 2014-2019 juga
tidak luput dari kritikan. Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (Fitra),
menilai bahwa pelaksanaan fungsi anggaran
dan pengawasannya DPR belum berpihak
secara penuh kepada kepentingan rakyat.
Dinamika politik anggaran sangat cepat dan
banyak menimbulkan kontroversi dalam
setahun awal masa tugas DPR 2014-2019.
Fitra menyoroti pula pengelolaan anggaran
di internal DPR yang tidak transparan
dan akuntabel. Oleh karena itu, Fitra
dapat memahami jika DPR tidak berani
menggunakan e-budgeting.

Keberadaan DPR sebagai lembaga


perwakilan dipengaruhi oleh dua unsur
utama. Pertama, DPR RI sebagai lembaga
yang terdiri atas anggota DPR, Alat
Kelengkapan DPR (AKD), dan fraksi.
Kedua, unsur pendukung yang memberikan
dukungan
teknis,
administratif,
dan
keahlian. Sebagai lembaga perwakilan
dalam menjalankan fungsi, tugas, dan
kewenangannya, DPR perlu didukung
dengan tata kelola parlemen yang baik
berdasarkan
praktik
terbaik
dalam
penyelenggaraan parlemen.
Penguatan
sistem
kedewanan
pada dasarnya adalah penataan dan
pengembangan tata kelola kedewanan yang
efisien dan efektif, yang ditujukan pada:
1. Penataan kelembagaan, yaitu bagaimana
desain terhadap keberadaan fraksi
yang dilihat dari aspek jumlah fraksi
dan keberadaan AKD yang dilihat pada
aspek jumlah AKD, jumlah anggota per
AKD, jumlah pasangan kerja per AKD,
nama AKD, termasuk tata kelolanya
(fungsi, wewenang, dan tugas AKD dan
pengelolaan sistem pendukungnya);
2. Penataan
mekanisme
pengambilan
keputusan yang terkait kuorum,
kehadiran, kuorum pengambilan
keputusan, mekanisme pengambilan
keputusan
(agregasi
aspirasi
masyarakat, lobi, voting termasuk
kemungkinan diperkenalkannya forum
debat) dan efektivitas rapat paripurna;
3. Penataan manajemen masa persidangan,
yaitu penyesuaian antara tahun sidang
dengan tahun anggaran, termasuk tata
kelola dan desain masa sidang dan masa
reses;
4. Penataan manajemen sidang dan rapat,
yaitu bagaimana tata kelola terhadap
agenda rapat, waktu rapat, hasil rapat,
risalah rapat, dan akses masyarakat
terhadap hasil dan/atau sidang-sidang
DPR;
5. Penatakelolaan pembentukan undangundang yang meliputi aspek penyusunan
perencanaan
legislasi,
penyusunan
ruu, dan pembahasan ruu. Ketiga
aspek ini perlu memperhatikan alokasi
waktu yang tersedia serta mekanisme
pelaksanaannya sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Tata Tertib DPR.

Catatan Perjalanan
Bercermin dari setahun masa baktinya,
DPR periode 2014-2019 perlu mereformasi
diri dalam upaya meningkatkan kinerjanya
secara optimal. Reformasi DPR bukan
semata-mata hanya ingin menghasilkan
DPR modern yang ditandai dengan: (1)
terbukanya akses seluas-luasnya bagi
masyarakat yang ingin mengetahui apa
yang sedang dilakukannya (transparan);
(2)
penggunaan
sistem
teknologi
informasi terkini dalam setiap kegiatannya
sehingga minimal dapat lebih menghemat
penggunaan kertas dan masyarakat dapat
mudah mengakses DPR secara online;
dan (3) upaya secara sungguh-sungguh
menjalankan fungsi representasinya dalam
setiap melaksanakan fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Dengan
demikian, dampak dari DPR modern ini,
masyarakat dapat merasakan kehadiran
DPR sebagai lembaga yang mewakilinya
untuk menyampaikan aspirasi/a t a u
kepentingannya. Upaya ini semua tentunya
bahwa kebijakan yang dihasilkan bersama
dengan pemerintah dapat menyejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.

- 18 -

6. Penatakelolaan Penetapan APBN yang


meliputi pembicaraan pendahuluan,
proses pembahasan UU APBN, proses
pembahasan UU APBN-P, serta proses
pembahasan realisasi harus dilakukan
yang meliputi aspek waktu, proses dan
mekanisme serta tata kelola sistem
pendukungnya.
7. Penatakelolaan Fungsi Pengawasan yang
meliputi proses pembentukan panja/tim
pengawasan; tindak lanjut laporan hasil
audit BPK; penggunaan hak angket, hak
interpelasi, hak menyatakan pendapat,
hak bertanya dan hak imunitas; tindak
lanjut atas hasil pengawasan sebagai
bahan pelaksanaan fungsi anggaran
dan legislasi; mekanisme pemilihan
pejabat publik; penjaringan aspirasi
dan rumah aspirasi; pengelolaan
pengaduan
masyarakat;
diplomasi
parlemen; pengawasan pelaksanaan
undang-undang (pembuatan peraturan
pelaksanaan dan implementasi undangundang); kunjungan kerja anggota
dan kunjungan komisi, dan inspeksi
mendadak, kesemuanya harus dilakukan
yang meliputi aspek waktu, proses dan
mekanisme serta tata kelola sistem
pendukungnya.

1.

Profesional, kompeten, berintegritas,


akuntabel dan mobilitas tinggi;
2. Berorientasi kepada pencapaian kinerja
DPR yang tinggi dengan memperhatikan
aspek efisiensi dan efektifitas pada
dukungan
administratif,
aspek
kecepatan pelayanan pada dukungan
teknis, dan aspek ketepatan (akurasi)
pada dukungan keahlian; dan
3. Memiliki standar kesejahteraan yang
secure (aman), balanced (seimbang),
incentive-providing (adanya insentif),
cost-effective (efektivitas biaya) dan
accepted (dapat diterima oleh semua
pegawai
karena
kepantasan
dan
berkeadilan).
Agenda ketiga adalah kemandirian
legislatif. Secara konstitusional kedudukan
antara
DPR
dan
pemerintah
telah
mencerminkan keseimbangan/kesetaraan.
Pengaruh pemisahan kekuasaan bagi DPR
juga membawa konsekuensi tuntutan
terhadap kinerja DPR yang seimbang,
dalam
arti
mampu
mengimbangi
kapasitas pemerintah melalui mekanisme
perimbangan kekuasaan (checks and
balances).
Keberadaan
wakil
rakyat
mengisyaratkan bahwa tugas konstitusional
anggota dewan adalah untuk lebih menyerap
aspirasi rakyat, sebagai wujud nyata
wakil rakyat yang dipilih langsung. Dalam
kerangka kedewanan, hubungan antara
anggota dengan konstituen ditegaskan
menjadi salah satu tugas dan wewenang
DPR untuk menyerap, menghimpun,
menampung,
dan
menindaklanjuti
aspirasi masyarakat yang dilakukan pada
saat pelaksanaan fungsi legilasi, fungsi
pengawasan, maupun fungsi anggaran.
Secara khusus perlu dilakukan
upaya peningkatan terhadap pelaksanaan
fungsi legislasi. Pembentukan peraturan
perundang-undangan yang responsif dapat
dilakukan oleh pembentuk UU dengan
melakukan berbagai cara. Salah satu cara
untuk membuat UU yang responsif yaitu
setiap pembentukan UU harus disertai
dengan partisipasi masyarakat.
Pada tataran konseptual, hukum yang
responsif mengamanatkan sebuah produk
hukum atau kebijakan dari penyelenggara

Agenda kedua adalah penguatan


sistem pendukung. Dalam menjalankan
fungsi, tugas, dan kewenangannya, DPR
perlu didukung sistem pendukung yang
memberikan dukungan administratif, teknis,
dan keahlian yang berkualitas. Tidak kalah
pentingnya, sistem dukungan tersebut juga
perlu disertai dengan integritas, kinerja
tinggi, dan penerapan tata kelola organisasi
terbaik.
Proses reformasi birokrasi yang telah
dan harus dilaksanakan sistem pendukung
DPR mengacu sepenuhnya kepada berbagai
agenda
reformasi
birokasi
nasional.
Namun demikian, sebagai lembaga yang
memiliki karakteristik yang berbeda dengan
lembaga eksekutif, penguatan sistem
pendukungnya juga harus menyesuaikan
dengan karakteristik DPR itu sendiri.
Karena itu, penguatan sistem pendukung
harus dilakukan dengan berorientasi pada
paradigma birokrasi parlemen yang didasari
tiga prinsip dasar, yaitu:

- 19 -

negara untuk menyesuaikan produk


peraturan perundang-undangan dengan
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, UU
yang dihasilkan harus berkualitas. Untuk
menghasilkan UU yang berkualitas misalnya,
menyaratkan proses pembahasannya yang
lebih partisipatoris. Selain itu, dalam
pembentukan sebuah UU juga harus
didukung dengan kajian akademis yang
dituangkan dalam sebuah naskah akademis
yang terkait dengan substansi yang akan
diatur dalam UU tersebut.
Hal
lain
yang
juga
penting
diperhatikan
dalam
pelaksanaan
fungsi legislasi ini adalah ketersediaan
waktu kerja yang dipergunakan dalam
setiap pembahasan RUU. Upaya untuk
memperpendek masa reses, sesungguhnya
berangkat dari keinginan positif DPR
untuk memaksimalkan pencapaian kualitas
dan kuantitas produk legislasi yang
dihasilkannya. Dengan demikian, terobosan
kebijakan DPR ini perlu terus.

Referensi
Kerangka
Kerja
Tim
Implementasi
Reformasi DPR RI 20142019. Jakarta:
Sekretariat Jenderal DPR RI, 2015.
"Satu Tahun DPR 2014-2019, Novanto: Kami
Sudah Kerja Keras", http://news.detik.
com/berita/3032719/1-tahun-DPR-20142019-novanto-kami-sudah-kerja-keras,
diakses tanggal 4 Oktober 2015.
"Catatan Hitam Setahun DPR dari Sisi
Anggaran Versi FITRA", http://www.
tribunnews.com/nasional/2015/10/01/
catatan-hitam-setahun-DPR-dari-sisianggaran-versi-fitra, diakses tanggal 4
Oktober 2015.
"Setahun DPR, Belum Memperjuangkan
Rakyat",
http://www.pikiran-rakyat.
com/politik/2015/10/02/344542/
setahun-DPR%E2%80%8E-belummemperjuangkan-rakyat, diakses tanggal
4 Oktober 2015.
Setahun DPR RI Periode 2014-2019, Masih
Banyak yang Harus Diinstropeksi,
http://nasional.harianterbit.com/
nasional/2015/10/03/43232/25/25/
Setahun-DPR-RI-Periode-20142019-Masih-Banyak-yang-HarusDiinstropeksi, diakses tanggal 4 Oktober
2015.

Kesimpulan dan Saran


Perjalanan setahun DPR periode
2014-2019 masih menyisakan banyak
ketimpangan atau ketidaksesuaian antara
harapan masyarakat dengan kinerja yang
dihasilkan DPR. Upaya reformasi DPR
yang sedang digulirkan saat ini kiranya
perlu diarahkan bukan semata-mata untuk
menghasilkan DPR modern. Beberapa
penguatan perlu dilakukan yang meliputi
penguatan sistem kedewanan, penguatan
sistem
pendukung,
dan
kemandirian
lembaga legislatif.
Reformasi
DPR
dan
beberapa
penguatannya perlu mendapatkan dukungan
dari seluruh anggota DPR. Dengan
demikian, catatan setahun perjalanan DPR
akan memiliki arti yang mendalam bagi
masyarakat jika DPR dapat menunjukkan
peningkatan kinerjanya baik secara kualitas
maupun kuantitas.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai