Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Cutaneous larva migrans (CLM) atau disebut juga dengan creeping eruption
merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh
penetrasi dan migrasi larva cacing nematode ke epidermis yang berasal dari kucing dan
anjing,. Creeping eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau
serpiginius, sedikit menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak
teratur.1,2
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas
kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Infeksi dari Ancylostoma
braziliense dan Ancylostoma caninum mungkin didapatkan dari larva yang berasal dari
kotoran binatang di tanah. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal
yang sama.3,4
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropics yang hangat dan
lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, dan di Indonesia pun banyak
dijumpai.2,3
II.

Definisi
Istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk
linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing
tambang yang berasal dari anjing dan kucing yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum 3,4

III.

Sinonim
Creeping eruption, creeping verminous dermatitis, sandworm eruption,
plumberss itch, duck hunters itch.2,4,5

IV.

Epidemiologi
Cutaneous larva migrans (CLM) terdistribusi secara luas dan hampir dapat ditemukan
di wilayah tropik dan sub tropik, terutama bagian tenggara Amerika Serikat, Caribia,
Afrika, Amerika tengah dan selatan, India dan Asia tenggara. Beberapa aktivitas dapat
meningkatkan resiko infeksi, terutama yang berhubungan dengan tanah yang
terkontaminasi dengan kotoran hewan, seperti bermain di lapangan, berjalan tanpa alas
kaki di pantai, dan pekerjaan di bawah tanah yang harus dilakukan dengan posisi
merangkak. Selain itu pekerja yang yang dalam kesehariannya terutama pekerja di
bidang pertanian yang tidak menggunakan sepatu memiliki resiko yang lebih besar
terkena CLM.2,4
Selain itu, juga dilaporkan kasus juga terjadi pada daerah timur tengah. Dimana tempat
yang panas dan kelembapan yang cukup merupakan tempat yang baik baik persebaran
infeksi cacing ini. 6

V.

Etiologi
Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang yang berasal dari kucing dan
anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum,
dan Strongyloides). Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva dari serangga
seperti Hypoderma dan Gasterophilus.6
Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada
beberapa kasus ditemukan Enchinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia
maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa
jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.3,6
Di epidermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan menyebabkan
CLM selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di sisi lain, larva

Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum dapat melakukan penetrasi yang


lebih dalam dan menimbulkan gejala klinis yang lain seperti enteritis eosinofilik.5
Ancylostoma braziliense mempunyai dua pasang gigi yang tidak sama besarnya,
cacing jantan panjangnya 4,7-6,3 mm dan cacing betina 6,1-8,4 mm dan Ancylostoma
caninum mempunyai tiga pasang gigi, cacing jantan panjangnya kira-kira 10 mm dan
cacing betina kira-kira 14 mm, cacing betina dewasa meletakkan rata-rata 16.000 telur
setiap harinya.5
Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis,
Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva
dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan catle fly.
Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada
hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembaban berubah menjadi
larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan
tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit.5,6
Penyebab yang umum:
1. Ancylostoma braziliense
2. Ancylostoma caninum
3. Uncinaria phlebotonum
Penyebab yang jarang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
VI.

Ancylostoma ceylonicum
Ancylostoma tubaeforme
Necator amricanus
Strongyloides papillosus
Strongyloides westeri
Ancylostoma duondenale 1,5

Patogenesis
Cacing tambang dewasa hidup di usus anjing dan kucing. Telur keluar bersama tinja
pada kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah
3

itu, larva menetas dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan
menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari.
Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di kondisi lingkungan yang
sesuai. Pada kontak dengan pejamu hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit
dan dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian
menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai
usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam
lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan
dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui transmammary atau transplasenta.
Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada
sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan
bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang
lebih dalam setelah bermigrasi di kulit.6,8

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nematoda8

Sumber: Global health Division of Parasitic Disease and Malaria. Center for
Disease Control and Prevention (serial online) 2012 October [cited 2016 June 16]
Available from: URL : http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/epi.html
Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh
larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel,
fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas
kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Larva stadium
tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa sentimeter perhari,
biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di
kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi
reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit. Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva
tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis
sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik
yang disekresi larva menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan
progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi
siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrate pada
paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapatkan larva dan eosinofil
pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati
setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.5,8,9
Penularan terjadi karena individu berkontak dengan tanah lembab yang telah
terkontaminasi kotoran anjing, kucing atau sapi yang telah mengandung larva
cacing tersebut. Larva mengadakan penetrasi kekulit manusia dan memulai
migrasinya pada epidermis bagian bawah. Larva ini tidak dapat mengadakan
penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup yang normal.
5

Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehingga larva
akhirnya akan mati. Penetrasi cacing tambang tergantung pada sekresi dari zat
bioakif seperti enzim proteolitik, hyaluronidase, dan sekresi-sekresi protein litik.
Kulit manusia merupakan penghalang yang kuat terhadap patogen invasif,
termasuk cacing tambang. Larva cacing tambang memasuki kulit manusia
melewati folikel rambut dan kelenjar sebaseous. Larva tersebut memulai migrasi
dalam kulit setelah 4 hari penetrasi dan lebih aktif pada malam hari.8,9
VII.

Gejala Klinis
Masa inkubasi :1-6 hari dari waktu terpapar sampai timbulnya gejala. Gejala kulit
berupa pruritus lokal dimulai dalam beberapa jam setelah penetrasi larva dan timbul
papul. Adanya lesi papul yang eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah
berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Lesi kulit CLM kemudian menjadi lesi
yang khas berupa lesi yang serpiginous, tipis, linier, meninggi, dan terdapat lesi seperti
terowongan (burrow) dengan lebar lesi 2-3 mm yang mengandung cairan serosa
(gambar 1). Muncul beberapa atau lesi yang lebih dari satu tergantung pada jumlah
penetrasi larva.5,9

Gambar 2.2 Cutaneous Larva Migran pada kaki5


Sumber : Wolf K, Johnson RA, Saavedra AP. Editor. Section 28 Arthropod Bites, Sting,
and Cutaneous Infection. Chapter 716 Cutaneous Larva Migrans. Dalam Fitzpatrick
Color and Atlas. United states: McGraw Hill Companies; 2013. Hal 716-717

Migrasi larva dimulai 4 hari setelah inokulasi, dan membentuk saluran. Cacing
bisa tetap menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa bulan sebelum mulai
bermigrasi. Larva akan bermigrasi 2 milimeter per hari. Larva tidak dapat menembus
membran basalis sehingga hanya terbatas pada epidermis antara stratum germinativum
dan stratum korneum dan menyebabkan reaksi inflamasi eosinofil. Kebanyakan larva
tidak dapat bermigrasi lebih jauh atau menginvasi jaringan lebih dalam, dan mati
setelah beberapa hari atau bulan.1
Lesi biasanya terdapat pada area terbuka dan sering terpapar seperti ekstremitas
distal bagian bawah, bokong, alat kelamin, tangan juga di bagian tubuh di mana saja
yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Terkadang terdapat manifestasi
purulen akibat infeksi sekunder berupa erosi dan eksoriasi akibat garukan. Jika tidak
diobati, larva biasanya mati dalam 2-8 minggu, dan terjadi resolusi lesi. Eosinofilia bisa
terjadi.1,5
Larva currens (Cutaneous Strongyloidiasis) merupakan bentuk khusus dari
larva migrans. Lesi berupa papul, urtika, papulovesikel di lokasi penetrasi larva
(gambar 2), biasanya terjadi pruritus yang hebat, pada kulit di sekitar anus, bokong,
paha, punggung, bahu, dan perut. Pruritus dan erupsi akan hilang ketika larva masuki
pembuluh darah dan bermigrasi ke mukosa usus.5,9

Gambar 2.3 Cutaneus


Larva Migrans regio gluteal.5
Wolf K, Johnson RA, Saavedra AP. Editor. Section 28 Arthropod Bites, Sting, and
Cutaneous Infection. Chapter 716 Cutaneous Larva Migrans. Dalam Fitzpatrick Color
and Atlas. United states: McGraw Hill Companies; 2013. Hal 716-717
Temuan sistemik berupa Visceral Larva Migrans (VLM). VLM tidak
berhubungan dengan CLM. Terjadi pada anak yang menelan telur cacing gelang yang
berasal dari anjing atau kucing. Larva menyebar ke organ viseral sehingga
menyebabkan kejang, miokarditis, ensefalitis, dan kelainan mata. Ditandai dengan
hipereosinofilia, hepatomegali, dan pneumonitis (sindrom Loeffler). Biasanya
berhubungan dengan urtikaria.5
Tidak terlalu sering namun dilaporkan adanya folikulitis cacing tambang, terdiri
dari 20-100 papul dan pustul folikel eosinofilik terbatas pada area khusus di tubuh,
biasanya bokong. Pasien dengan folikulitis biasanya terdapat creeping eruption juga.
Lesi papul tanpa CLM (papular larva migrans) jarang muncul. Tanda kutaneus lainnya
berkaitan dengan migrasi subkutan dari larva cacing kadang-kadang digambarkan,
seperti urtikaria dan panikulitis. Gatal dapat menjadi sangat menyakitkan dan jika
tergores memungkinkan terjadi infeksi bakteri sekunder, gatal akan berhenti setelah
parasit mati.5
VIII. Diagnosis
Diagnosis CLM biasanya ditegakkan secara klinis. Meskipun diagnosis biasanya
8

dibuat secara klinis, berdasarkan karakteristik lesi berupa adanya bintik merah menonjol
yang gatal kemudian menjadi memanjang dan berkelok membentuk alur di bawah kulit
dan adanya riwayat pajanan (misalnya berjalan tanpa alas kaki), biopsi kadang-kadang
dilakukan untuk mengidentifikasi larva dalam epidermis. Didalam dermis, terdapat
infiltrat inflamasi yang terdiri dari limfosit, histiosit dan eosinofil. Terkadang, eosinofil
terdapat dalam epidermis dan dalam folikel rambut.5
Karena larva jarang menembus kulit yang lebih dalam, manifestasi sistemik
seperti migratory pulmonary infiltrates dan eosinofilia perifer (sindrom Loeffler) jarang
terjadi. Temuan sistemik yang umum adalah eosinofilia sedang darah perifer. Karena
pruritus hebat dan proses penggarukan, bisa terjadi infeksi bakteri yang dapat
mempersulit gambaran klinis.1
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan
laboratorim dan biopsi. Pada pemeriksaan hematologi didapatkan eosinofilia perifer.
Selain itu, pada pemeriksaan dermatopatologi akan terlihat bagian dari parasit yang
dapat dilihat pada spesimen biopsi dari lesi.5
Folikulitis juga dapat didiagnosis secara klinis; jika tidak, biopsi kulit mungkin
diperlukan. Temuan histopatologi dapat berupa larva yang terperangkap dalam saluran
folikel, stratum corneum, atau dermis, bersama-sama dengan infiltrat inflamasi.
Kerokan kulit pada pasien dengan follikulitis dapat mengungkapkan larva hidup dan
mati ketika diperiksa dengan mikroskop cahaya dengan minyak mineral. 9

IX.

Diagnosis Banding
Definisi

Cutaneous Larva Migran


Peradangan kulit

Skabies
Penyakit kulit menular yang

Dermatofitosis
Penyakit pada jaringan yang

Insect Bites
Kelainan akibat gigitan atau

berbentuk linear atau

ditandai dengan keluhan

mengandung zat tanduk,

tusukan serangga yang

berkelok-kelok, menimbul

utama gatal pada malam hari

misalnya stratum korneum

disebabkan reaksi terhadap

dan progresif, disebabkan

yang disebabkan oleh

pada epidermis, rambut dan

toksin atau allergen yang

oleh invasi larva cacing

infestasi dan sensitisasi

kuku yang disebabkan oleh

dikeluarkan atropoda

tambang. 3,4

terhadap Sarcoptes scabiei

golongan jamur

penyerang15,16

var hominis dan

dermatofita.13
Dermatofitosis mudah

Dapat mengenai semua

Epidemiolog

Terdistribusi secara luas

produknya.11,12
Ada dugaan bahwa setiap

dan hampir dapat

siklus 30 tahun terjadi

berkembang pada keadaan

usia, dengan frekuensi yang

ditemukan di wilayah

episemi scabies. Banyak

hangat dan lembab. Lebih

sama wanita dan pria.

tropik dan sub tropik,

factor yang menyebabkan

banyak ditemukan pada

Faktor yang mempengaruhi

terutama bagian tenggara

penyakit ini, antara lain

daerah social ekonomi

adalah lingkungan yang

Amerika Serikat, Caribia,

social ekonomi yang rendah,

rendah, populasi yang padat

banyak serangga, seperti

Afrika, Amerika tengah

higine yang buruk, hubungan

dan higine yang buruk.13

perkebungan, persawahan

dan selatan, India dan Asia

seksual yang sifatnya

tenggara. Beberapa

promiskuitas. Kesalahan

aktivitas dapat

diagnosis dan perkembangan

meningkatkan resiko

demografik dan ekologik.11

dan lain-lain.16

infeksi, terutama yang


10

berhubungan dengan tanah


yang terkontaminasi
dengan kotoran hewan,
seperti bermain di
lapangan, berjalan tanpa
alas kaki di pantai, dan
pekerjaan di bawah tanah
yang harus dilakukan
dengan posisi
Etiologi

merangkak.2,4
Larva cacing tambang

Sarcoptes scabiei var.

Dermatofita ialah golongan

Toksin atau alergen yang

yang berasal dari kucing

hominis, merupakan parasite

jamur yang menyebabkan

terdapat pada gigitan

dan anjing (Ancylostoma

obligat manusia yang seluruh

dermatofitosis. Golongan

serangga yang memicu

braziliense, Ancylostoma

siklus hidupnya pada

jamur ini mempunyai sifat

reaksi alergi pada

caninum, dan

kulit.10,11,12

mencemarkan keratin.

penderita.16

Ancylostoma ceylanicum,

Dermatofita terbagi dalam 3

dan Strongyloides).5,6

genus: Microsporum,
Trichopyton dan

Gejala Klinis

Gejala kulit berupa


pruritus lokal dimulai
dalam beberapa jam

Tanda Kardinal:
Pruritus nokturnal
Penyakit yang menyerang
manusia secara

Epidemophyton.13,14
Tinea kapitis :
Grey patch: berskuama,
disertai radang ringan,

Gejala bermacam-macam
tergantung faktor yang
mempengaruhinya.
11

setelah penetrasi larva dan

berkelompok.
Adanya trowongan

gatal ringan/sangat,

Biasanya tidak begitu parah

rambut keabuan. Kusut,

dan dapat menghilang

papul yang eritematosa

(kunikulus) pada tempat-

terpotong beberapa

dengan sendirinya. Dapat

menunjukkan bahwa larva

tempat predileksi yang

millimeter diatas

disertai infeksi sekunder

tersebut telah berada di

berwarna putih atau

kepala alopesia, lampu

bila luka tidak dirawat

kulit selama beberapa jam

keabu-abuan, berbentuk

atau hari. Lesi kulit CLM

garis lurus atau berkelok-

dengan baik.
Efloresensi : lesi

kemudian menjadi lesi

kelok dan pada ujung

yang khas berupa lesi yang

trowongan ditemukan

wood (+) hijau terang.14


Kerion :
Karena M. canis
Keradangan berat,

serpiginous, tipis, linier,

papul atau vesikel.11,12

timbul papul. Adanya lesi

meninggi, dan terdapat lesi

lampu wood (+) hijau

terang.14
Karena T.

seperti terowongan

mentagophytes dan T.

(burrow) dengan lebar lesi

verrucosum
Kerion celsi (+).

2-3 mm yang mengandung


cairan serosa. 5,9

bermacam-macam dari
makula eritematus sampai
papul, urtika, vesikula,
bula/pustul.15,16

Nyeri, rambut mudah


putus, lampu wood
(-).14
Tinea korporis
Makula eritematus berbatas
jelas, tepi polisiklis, aktif
(meninggi, ada papul,
vesikuka meluas), sembuh
12

ditengah (central healing)


tertutup skuama.14
Tinea Imbrikata
Polisiklis, papulo skuamus,
tersusun cincin yang
konsentris, meluas keseluruh
badan, stratum korneum
terlepas dan tepinya
menghadap tengah.14
Tinea Kruris:
Infeksi dermatofita pada lipat
paha, daerah perineum dan
sekitar anus. Lesi dapat
meluas ke sekitar anus,
glutea dan perut bagian
bawah. Lesi berbatas tegas
dan bagian tepi lebih jelas
dibandingkan bagian
tengahnya. Terdiri dari
berbagai macam bentuk,
primer dan sekunder
(Polimorfi).13,14
13

Tinea unguium

Distal lateral subungual


onychomycosis (DLSO)
diskromia unguium
(perubahan warna kuku),
onikolisis (lepasnya
lempeng kuku dari dasar
kuku), hipertrofi
unguium (penebalan
lempeng kuku) dan
subungual hyperkeratosis

/debris.13.14
Superfisial white
onychomycosis (SWO) :
biasanya pada kuku kaki.
Permukaan kuku ada
bercak batas jelas, pulaupulau opak, putih,
permukaan kuku menjadi
kasar, lunak seperti
kapur dan mudah
dikerok.13.14
14

Proximal Subungual
Onychomycosis : gejala

Pemeriksaan

Pemeriksaan hematologi

Kerokan pada trowongan

pada proximal kuku.


Pemeriksaan dengan KOH

Penunjang

didapatkan eosinofilia

telur/Sarcoptes scabiei.10

10% untuk sediaan rambut,

perifer.
Temuan histopatologi

Berdasarkan temuan klinis


dan biopsi pada lesi17

20% untuk kulit dan kuku.


Kultur
Lampu Wood. 13,14

dapat berupa larva yang


terperangkap dalam
saluran folikel, stratum
corneum, atau dermis,
bersama-sama dengan
Gambar

infiltrat inflamasi.9
Sumber : Wollf K,

Sumber : Wollf K, Jhonson

Sumber : Wollf K, Jhonson

Sumber : Wollf K, Jhonson

Jhonson RA, dkk. Editors.

RA, dkk. Editors. Section 28

RA, dkk. Editors. Section 26

RA, dkk. Editors. Section

Section 28 Arthropod

Arthropod Bites, Sting, and

Fungal Infections of the

28 Arthropod Bites, Sting,

Bites, Sting, and

Cutaneous Infection. Chapter

Skin, Hair and Nail. Chapter

and Cutaneous Infection.

Cutaneous Infection.

710 Scabies. Dalam

614 Tinea Manuum. Dalam

Chapter 698 Cutaneous

Chapter 716 Cutaneous

Fitzpatrick Color and Atlas.

Reaction to Arthropod

Larva Migrans. Dalam

United states: McGraw Hill

Bites. Dalam Fitzpatrick

Fitzpatrick Color and

Companies; 2013. Hal 710-

Color and Atlas. United

Atlas. United states:

716.

states: McGraw Hill

15

McGraw Hill Companies;


2013. Hal 716-717.

Fitzpatrick Color and Atlas.

Companies; 2013. Hal 698-

United states: McGraw Hill

704.

Companies; 2013. Hal 614615.

16

X.

Penatalaksanaan
Meskipun penyakit ini sembuh dengan sendirinya, manusia adalah host deadend". Kebanyakan larva mati dan lesi sembuh dalam 2-8 minggu dan jarang hingga 2
tahun. Dalam sebuah penelitian, 25-33% larva mati setiap 4 minggu, sedangkan 81%
dari lesi menghilang dalam 4 minggu. Beberapa bertahan selama berbulan-bulan.2,5,9
Nonmedikamentosa
Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah
yang tercemar tinja, memproteksi diri seperti memakai alas kaki dan memperhatikan
kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang
merupakan karier cacing tambang. Pasien diusahakan tidak menggaruk lesi, cukup
digosok lembut karena akan membuat lesi baru dan berisiko mengalami infeksi
sekunder.5
Medikamentosa
Topikal
Walaupun dapat sembuh dengan sendirinya setelah beberapa bulan tetapi rasa
gatal yang ditimbulkan sangat mengganggu dan meningkatkan resiko infeksi sekunder
oleh bakteri yang dipicu karena garukan. Thiabendazol topikal dengan suspensi 10%
atau krim 15% yang digunakan empat kali sehari, akan mengurangi pruritus dalam 3
hari, dan membuat saluran (burrow) menjadi tidak aktif dalam 1 minggu. Metronidazole
topikal juga telah dilaporkan efektif.1,3
Sistemik
Hasil pemakaian albendazole atau ivermectin telah berhasil diobservasi. 400 mg
dosis oral tunggal Albendazole untuk anak >2 tahun dan dewasa menghasilkan tingkat
kesembuhan 45-100%, tetapi dosis 400-800 mg / hari (pada anak-anak, 10-15mg/kgBB
dengan maksimal 800mg / hari) dianjurkan selama 3-5 hari karena khasiat yang lebih
konsisten (tingkat kesembuhan 80-100%); dosis oral tunggal ivermectin 12mg (pada
anak-anak, dosis tunggal 150mg/kgBB) menghasilkan tingkat kesembuhan 80-100%.9
Thiabendazole oral ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali,
diberikan berurut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum

17

sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari.2,9


Pilihan terapi lain adalah cryotherapy yaitu dengan menggunakan CO2 snow (dry
ice) dengan penekanan selama 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Penggunaan N 2
liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.
Karena larva biasanya telah pindah melebihi lesi kulit yang terlihat dan lokasinya tidak
dapat ditentukan, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya sehingga
krioterapi tidak disarankan.3,5
XI.

Prognosis
Prognosis penyakit ini biasanya baik dan merupakan penyakit self-limited, dimana larva
akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu jarang hingga 2 tahun. Dalam
sebuah penelitian, 25-33% larva mati setiap 4 minggu, sedangkan 81% dari lesi
menghilang dalam 4 minggu. Beberapa bertahan selama berbulan-bulan. Dengan
pengobatan progresi lesi dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam.6,9

DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger TG, Elston, DM. editor. Section 20 Parasitic, Infestations, Sting and
Bites. Chapter 426 Phylum Nemathelminthes. Dalam Andrews, Disease of the Skin :
Clinical Dermatology. 11th ed. United States: Elsevier; 2013. Hal 426-427
2. Robles DT. Medscape (Serial online) 2016 May [cited 2016 June 16] Available from :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1108784-workup#c7
3. Aisah S. Creeping Eruption. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2010. Hal 125126.
4. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, dkk. Editor. Infeksi Parasit. Dalam Atlas Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya: Departemen/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNAIR/RSUD dr Soetomo. Hal 57-58.
18

5. Wolf K, Johnson RA, Saavedra AP. Editor. Section 28 Arthropod Bites, Sting, and
Cutaneous Infection. Chapter 716 Cutaneous Larva Migrans. Dalam Fitzpatrick Color
and Atlas. United states: McGraw Hill Companies; 2013. Hal 716-717.
6. Vega F, Hay RJ. Chapter 37 Parasitic Worms and Protozoa. Dalam Rooks Textbook of
Dermatology. 8thed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. Hal 37.16-37.17
7. Neseema, Kapadia. Borhany, Tesneem. Forooqui, Maria. 2013. Use of Liquid Nitrogen
and Albendazole in Succesfully treating Cutaneous Larva Migrans. Journal of the Collage
of Physicians and Surgeons Pakistan 2013, 23(5): p. 319-321
8. Global health Division of Parasitic Disease and Malaria. Center for Disease Control and
Prevention (serial online) 2012 October [cited 2016 June 16] Available from: URL :
http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/epi.html
9. Goldsmith LA, Wolff K, Katz SI, dkk. Editor. Section 33 Infestation, Bites and Stings.
Chapter 207Helminthic Infections. Dalam Fitzpatrick Dermatology in General Medicine.
8th ed. United Sates: McGraw-Hill Companies; 2012. Hal 2550-2552.
10. Goldsmith LA, Wolff K, Katz SI, dkk. Editor. Section 33 Infestation, Bites and Stings.
Chapter 208 Scabies, Other Mites and Pediculosis. Dalam Fitzpatrick Dermatology in
General Medicine. 8th ed. United Sates: McGraw-Hill Companies; 2012. Hal 2569-2572
11. Handoko, RP. Skabies. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2010. Hal 122-125.
12. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, dkk. Editor. Skabies. Dalam Atlas Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya: Departemen/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK
UNAIR/RSUD dr Soetomo. Hal 61-63
13. Budimulja, U. Dermatofitosis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2010. Hal 122125. 92-100
14. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, dkk. Editor. Infeksi Jamur. Dalam Atlas Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya: Departemen/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNAIR/RSUD dr Soetomo. Hal 65-79
19

15. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, dkk. Editor. Dermatitis Insect Bites. Dalam Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya: Departemen/SMF Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK UNAIR/RSUD dr Soetomo. Hal 59-60
16. Ratnasari N, Abdullah B. Insect Bites. Dalam Dermatologi Pengetahuan Dasar dan
Khusus di Rumah Sakit. Surabaya: Sekretariat SMF Ilmu Penyakit Kulit Kelamin RSU
Haji Surabaya;2009. Hal 160-161.
17. Wolf K, Johnson RA, Saavedra AP. Editor. Section 28 Arthropod Bites, Sting, and
Cutaneous Infection. Chapter 716 Cutaneous Reaction to Arthropod Bites. Dalam
Fitzpatrick Color and Atlas. United states: McGraw Hill Companies; 2013. Hal 698-704

20

Anda mungkin juga menyukai