TINJAUAN PUSTAKA
DAN
DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Debit Andalan
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa
(Suripin, 2002). Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering
sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air
terpenuhi dalam jumlah yang cukup pada saat yang tepat. Oleh karena itu, analisis
kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan
informasi yang akurat untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air (Indra
Kusuma Sari, 2012).
Sungai merupakan salah satu sumber air permukaan. Daerah Aliran Sungai
(DAS) merupakan sebuah wilayah tata air yang mempunyai kemampuan untuk
aspek yang perlu diketahui untuk perencanaan pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan adalah diketahuinya keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan
airnya (Setyawan Purnama,2009).
mendapatkan nilai debit, baik itu untuk mendapatkan debit andalan untuk kebutuhan
6
irigasi dan air baku maupun debit puncak periode ulang tertentu untuk keperluan
analisa banjir (Demi Harlan, 2009).
drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah
banjir. Pada sungai Ciliwung ruas Jembatan Panus Depok sampai Manggarai terdapat
pemanfaatan air sungai Ciliwung sebagai air baku (PDAM) dan domestik sehingga
pengambilan perlu diperhitungkan (BBWS Ciliwung-Cisadane,2013).
Nohanamian Tambun (2008) menyatakan bahwa salah satu aspek yang harus
diketahui sebelum melakukan analisis neraca air untuk suatu daerah tertentu adalah
jumlah ketersediaan air. Perhitungan debit andalan diperlukan untuk menghitung debit
dari sumber air yang dapat diandalkan, metode yang digunakan dalam analisis debit
andalan menggunakan metode F.J Mock.
besarnya debit andalan, dapat dihitung dengan beberapa metode yang disesuaikan
dengan data yang tersedia. Data yang tersedia dapat berupa seri data debit yang
panjang yang dimiliki oleh setiap stasiun pengamatan debit sungai maupun data seri
data curah hujan minimal 10 tahun. Metode yang sering dipakai untuk analisis debit
andalan adalah metode statistik rangking.
perhitungan debit andalan dengan cara empiris untuk desain bangunan air di Indonesia
umumnya menggunakan beberapa metode, antara lain metode F.J Mock, NRECA dan
tank model. Analisis debit dari ketiga metode tersebut direkomendasikan berdasarkan
tingkat empiris, ketepatan hasil dan kemudahan perhitungan. Namun, metode tank
model dalam analisis debit andalan, lebih sulit dibandingkan dengan dua metode yang
lain.
Water balance (kesetimbangan air) memakai teori dasar dari perhitungan debit dengan
Metoda FJ. Mock (Mock, 1973). Metode Mock merupakan salah satu dari sekian
7
sama dinyatakan oleh Diding Sudirman (1999) metode F.J Mock digunakan untuk
menghitung debit bulanan rata-rata, perhitungan dengan metode ini didasarkan pada
konsep water balance yang merupakan siklus tertutup dalam kurun waktu satu tahun.
Untuk keperluan irigasi digunakan probabilitas 80%. Untuk keperluan air minum
dan industri dituntut probabilitas yang lebih tinggi, yaitu 90% sampai dengan
95%.
a. Uji Data
Data yang akan digunakan harus diuji terlebih dahulu. Uji yang dimaksud
meliputi kepanggahan, jaringan dan agihan frekuensi. Data yang diperoleh dari alat
pencatat hujan bisa jadi tidak panggah karena alat yang digunakan rusak, perubahan
atau pemindahan lokasi hujan, dan gangguan lingkungan. Uji kepanggahan data hujan
dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu: lengkung massa ganda (Double Mass Curve),
Von Neumann Ratio, RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), dan Weighted Adjusted
Partial Sum (Sri Harto,1989).
stasiun yang akan diuji (sumbu Y) dengan kumulatif rerata stasiun lain (sumbu X)
sesuai dengan kelompok data yang di uji (Searcy dan Hardison, 1982). Jika garis yang
dihasilkan berupa garis lurus, maka data hujan tergolong panggah. Sedangkan RAPS
untuk uji individual stasiun (stand alone station). Bila hasil uji statistik lebih kecil dari
nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan
panggah.
Menurut Sriharto (1989), uji analisis frekuensi tidak dilakukan dengan memilih
salah satu dari beberapa jenis agihan statistik yang paling sesuai dengan sifat statistik
data yang bersangkutan. Ada empat jenis agihan yang paling banyak digunakan dalam
hidrologi, yaitu agihan normal, log-normal, log-Pearson Tipe III dan Gumbel.
Keempatnya dipilih berdasarkan aturan pemilihan dan pengujian tertentu.
8
b. Hujan Wilayah
Data hujan yang diperoleh dari alat pengukur hujan merupakan hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat
bervariasi terhadap tempat, maka untuk kawasan yang luas satu alat pengukur hujan
belum dapat menggambarkan hujan di wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan
hujan kawasan yang diperoleh dari jumlah rata-rata curah hujan di beberapa stasiun
penakar hujan yang ada di dalam/ atau disekitar kawasan tersebut (Dewi Handayani
Utari Ningsih, 2012).
Cara Rerata Aljabar, merupakan cara yang paling sederhana untuk menghitung
hujan rerata pada suatu daerah. Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rerata
aljabar ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup
banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah. Keuntungan perhitungan dengan cara
ini adalah lebih obyektif. Cara Poligon Thiessen, mempertimbangkan pengaruh tiap-
tiap stasiun pengamatan. panjang garis penghubung dari dua stasiun pengamatan. Cara
ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rerata aljabar. Akan tetapi,
penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian akan mempengaruhi
ketelitian hasil. Cara Garis Isohyet, dipandang paling baik. Tetapi, cara ini bersifat
subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman dan pengetahuan pemakai
terhadap sifat hujan di wilayah setempat.
jaman atau data debit dengan interval waktu yang lebih kecil. Telah banyak
dikembangkan pemodelan untuk mendapatkan nilai debit, baik untuk mendapatkan
debit andalan maupun debit puncak periode ulang tertentu. Regy (2008) berpendapat
bahwa dalam proses transformasi untuk mengetahui perubahan air hujan menjadi
aliran dibutuhkan suatu aturan (ketetapan) yang mencerminkan karakter DAS dalam
9
memproses pengalihragaman hujan-aliran. Dalam hal ini aturan dapat diartikan
sebagai sebuah model.
manajemen lahan pertanian terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan kimia,
pada suatu DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanah,
tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS (Maulana Ibrahim, 2012).
Penggunaan model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat
permasalahan suatu DAS dan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam
mengendalikan permasalahan tersebut (Edy Junaidi dkk, 2011).
dan proses routing pada suatu sistem DAS. Model ini dapat digunakan untuk
menghitung volume runof, direct runoff, baseflow dan channel flow (Nur Azizah
Afandi,2007). Model HEC-HMS merupakan program komputer untuk menghitung
pengalihragaman hujan dan proses routing pada suatu sistem DAS (Regy, 2008).
2.1.2. Prediksi Ketersediaan Air
daerah aliran sungai dari data curah hujan yang tersedia diantaranya (Clarcke, 1973)
yaitu:
kemungkinan yang muncul dalam permodelan dalam ilmu alam dan teknologi. Model
ini biasanya mengkaji ulang data atau informasi terdahulu untuk menduga peluang
kejadian tersebut pada keadaan sekarang atau yang akan datang dengan asumsi
10
terdapat relevansi pada jalur waktu, sedangkan model stokastik empiris berdasarkan
pengalaman dan percobaan (Varshney, 1978).
Fiering menyatakan bahwa debit bulan mendatang adalah sama dengan rata-rata debit
bulan mendatang ditambah dengan suatu faktor tetap dan faktor lainnya yang bersifat
acak (dinamakan faktor inovasi). Faktor tetap merupakan fungsi dari data debit bulan
ini dan statistik data (koefisien korelasi serta simpangan baku). Faktor inovasi
merupakan perkalian antara suatu faktor yang bergantung dari statistik data, dan
variabel acak berdistribusi normal baku (rata-rata nol dan variansi satu). Metode ini
memiliki keunggulan antara lain adalah mengawetkan rata-rata, simpangan baku, dan
korelasi antar bulan. Metode ini akan dikembangkan untuk peramalan, dengan
mengeliminir komponen yang bersifat acak, dan dilakukan dalam periode tengahbulanan. Metode pendekatan Thomas-Fiering merupakan metode probabilitas yang
telah banyak diterapkan oleh para ilmuan untuk membuat data forecasting (Taufik Dwi
Prasetyo, 2013). Dalam penelitian Fransisca Hicca Karunia (2012), input pada metode
Thomas Fiering dalam simulasi uji coba peramalan adalah daya debit rata-rata
bulanan. Untuk memperpanjang debit hingga sepuluh tahun diperlukan parameter
seperti simpangn baku, koefisien korelasi, koefisien regeresi dan angka random
(random number). Setelah mengetahui simpangan baku, koefisien korelasi dan
koefisien regresi, maka perhitungan perkiraan debit dengan metode Thomas Fiering.
Faktor inovasi merupakan perkalian antara suatu faktor yang bergantung dari statistik
data, dan variabel acak berdistribusi normal baku (rata-rata nol dan variansi satu).
yang bersifat runtut (time series), misalnya data debit harian sepanjang tahun selama
beberapa tahun (Zulkipli,2012). Dalam penelitian Melly Lukman (2000), untuk
peramalan yang rasional, efektif, dan efisien. Teknik Exponential Smoothing adalah
11
salah satu teknik pemodelan deret waktu yang dapat digunakan untuk memprediksi.
Metode prediksi ketersediaan air dengan model statistik yang cukup sering digunakan
adalah Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS). Metode ini memiliki segala
kelebihan yang dimiliki oleh model statistik dari segi sumber daya dan waktu
pemrosesan. ANFIS juga bisa digunakan untuk memprediksi debit tanpa harus
menggunakan data debit sebagai input (Rizki Maulana, 2012).
2.1.3. Prediksi Kebutuhan Air
Kebutuhan lahan untuk irigasi dipengaruhi oleh kebutuhan air konsumtif untuk
tanaman (Etc), penyiapan lahan (IR), penggantian lapis air (RW), perkolasi (P),
hujan efektif (ER), efisiensi irigasi (IE), luas sawah (A), dan pemakaian air kembali
yang hilang. Ditjen Sumberdaya Air (2005) memberikan perkiraan jumlah air
pengolahan lahan sebesar 12.7 mm/hari/ha selama 20 hari.
efisiensi irigasi, maka kebutuhan air untuk irigasi dapat diketahui. Selanjutnya
harus diselaraskan dengan keberadaan air di sumbernya, yaitu debit air di saluran
alam. Oleh sebab inilah maka perhitungan kc atau ETc perlu dilakukan dengan
menggeser-geser waktu mulai tanam. Dalam penelitian Yulia Mahdalena Hidayat
apabila debit tersedia di bending lebih kecil dari perkiraan debit normal yang
dibutuhkan, jika hal tersebut terjadi maka pembagian air harus dilakukan dengan
cara sistim golongan
dan konsumsi pemakaian air per karyawan per hari (Setyawan Purnama, 2003).
12
Kusuma sari berpendapat bahwa Besarnya standar kebutuhan air industri adalah
sebagai berikut:
Kebutuhan air untuk pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang
Kebutuhan air air berdasarkan jenis proses industri diklasifikasikan pada Tabel
2.1.
kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat
hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti: memasak, air minum,
mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Kategori kebutuhan air domestik
ditampilkan pada Tabel 2.2.
13
Tabel 2.2. Kategori Kebutuhan Air Domestik
NO
1
2
3
4
URAIAN
6
8
9
10
11
12
13
SR:HU
Cakupan pelayanan %
170
130
100
30
30
30
30
30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
1.1
1.1
1.1
1.1
1.1
1.5
1.5
100
24
Jam operasi
Volume resevoir (% max day
per demand)
190
10
20
50:50 s/d
80:20
*) 90
1.5
1.5
100
100
100
100
24
24
24
24
10
10
20
50:50 s/d
80:20
90
20
80:20
10
20
70:30
90
90
1.5
10
20
70:30
90
menghitung tingkat kebutuhan air baku pada masa mendatang. Proyeksi jumlah
penduduk di suatu daerah dan pada tahun tertentu dapat dilakukan apabila diketahui
14
mendatang atau tergantung dari proyeksi yang dikehendaki (Soemarto, 1999).
Dalam menentukan proyeksi kebutuhan air domestik terdapat dua hal yang harus
diperhitungkan terlebih dahulu, antara lain:
a. Angka Pertumbuhan Penduduk
Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang didasarkan pada laju
perkembangan julhan penduduk pada masa lampau (Ratih Putri, 2007). Angka
Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang didasarkan pada laju
perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata guna lahan serta
ketersediaan lahan untuk menanmpung perkembangan jumlah penduduk.
statistik
merupakan
metode
yang
paling
mendekati
untuk
perkiraan ini dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan volume kebutuhan air
dimasa
mendatang.
Ada
beberapa
metode
yang
digunakan
untuk
15
2.1.2. Neraca Air (Water Balance)
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air
disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit) (Ig. L. Setyawan
Purnama dkk, 2012). Analisis neraca air dilakukan dengan membandingkan antara total
ketersediaan air dengan total kebutuhan air yang ada di sub DAS (Moh. Sholichin
dkk,2010). Neraca air dapat diperoleh dengan membuat superposisi antara
ketersediaan air dengan kebutuhan air (Amirwandi dan Hatmoko, 1993; Barmawi dkk,
2007).
80%, sedangkan untuk keperluan air baku ditetapkan 90% (Bambang Triadmojo,
2008). Dalam perencanaan penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan
100%
= peluang (%)
= nomor urut data
= jumlah data
(2.1)
16
1.
Dalam penelitian ini menggunakan cara RAPS, karena cara RAPS lebih umum
digunakan dan dapat diketahui hasil uji kepanggahan dari setiap stasiun hujan. Uji
S k* =
Y
k
i 1
S 0* = 0
Y , dengan k = 1, 2, 3, , n
(2.2)
(2.3)
S 0** = Sk , dengan k = 0, 1, 2, 3, , n
*
Dy
D y2
dengan:
Yi
Y
Dy
n
i 1
Y
n
(2.4)
(2.5)
= data hujan ke i
= data hujan rerata i
= deviasi standar
= jumlah data
(2.6)
**
**
R = maksimum S k minimum S k , dengan 0 k n
90%
1,05
1,10
1,12
1,13
n
95%
1,14
1,22
1,24
1,26
99%
1,29
1,42
1,46
1,50
90%
1,21
1,34
1,40
1,42
n
95%
1,28
1,43
1,50
1,53
99%
1,38
1,60
1,70
1,74
17
Q
n
90%
95%
50
1,14
1,27
100
1,17
1,29
1,22
1,36
Sumber: Sri Harto, 1993
2.
99%
1,52
1,55
1,63
90%
1,44
1,50
1,62
n
95%
1,55
1,62
1,75
99%
1,78
1,86
2,00
Hujan Wilayah
namun cara lain yang umum digunakan adalah metode isohayet dan metode Thiessen
(Warren Viessman dkk, 1977). Suripin (2004) berpendapat bahwa pemilihan dari
metode mana yang cocok dipakai pada suatu DAS dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan tiga faktor yang ditampilkan dalam Tabel 2.2-2.4.
Tabel 2.2. Jaring-jaring pos penakar hujan
Jumlah pos penakar hujan cukup
Pegunungan
Dataran
Berbukit dan tidak beraturan
Sumber: Suripin, 2004
Metode isohyet
Metode Thiessen
Metode rata-rata aljabar
18
Cara yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Thiessen. Cara ini
dengan:
1
Aw
i 1
Ai .Pi
(2.7)
Model pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah
berbagai macam perangkat lunak GIS yang dapat digunakan utuk memperhitungkan
dan mengkaji kondisi hidrologi serta perubahan tata guna lahan suatu wilayah. Salah
satu software tersebut adalah Soil and Water Assesment Tools (SWAT).
Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff and
Erosion from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading
sebagai dasar permodelan. Siklus hidrologi yang digunakan oleh SWAT dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara, dan pestisida
dalam pengisian saluran utama pada masing-masing sub basin.
19
2. Fase air yang berupa pergerakan air, sedimen, dan lainnya melalui jaringan
sungai pada DAS menuju outlet. Skema fase lahan pada siklus hidrologi dan
persamaan neraca air yang digunakan dalam model SWAT, persamaan fase
tersebut ditampilkan dalam persamaan sebagai berikut:
+
(2.8)
dengan:
= kandungan akhir air tanah (mm)
= kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)
= jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)
= jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm)
= jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)
= jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah hari ke-i
(mm)
= jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mm)
Dalam mengestimasikan aliran permukaan (Qsurf), SWAT menggunakan dua
buah metode, yaitu SCS curve number (CN) dan infiltrasi Green and Ampt.
Berdasarkan volume aliran permukaan dan puncaknya, dilakukan simulasi pada setiap
HRU (Hydrology Response Units). SCS curve number merupakan fungsi dari
permeabilitas tanah, tata guna lahan, dan kondisi air tanah. Persamaan SCS curve
number (Neitsch dkk, 2004).
=
(
(
.
.
)
)
(2.9)
dengan:
= hujan per hari (mm)
= kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)
= 25.4
10
(2.10)
20
Besarnya laju Wseep, dan Qgw dihitung dengan:
=
dengan:
(2.11)
= total air yang berada di bawah tanah pada hari ke-i (mm)
= jumlah perkolasi yang keluar dari lapisan bawah (mm)
= jumlah air mengalir melewati lapisan yang lebih bawah dari
muka tanah untuk mengalirkan aliran pada hari ke-i (mm)
(2.12)
dengan:
gw
hwtbl
b.
untuk mensimulasikan proses curah hujan menjadi aliran pada suatu DAS [USACEHEC, 2006]. Terdapat enam model unit hidrograf yang disediakan dalam progran
HEC-HMS antara lain Clark unit hidrograf, Mod Clark unit hidrograf, SCS curve
number, Snyder, User-specified S-graph dan, User- specified unit hydrograph. Model
unit hidrograf yang digunakan adalah Snyder. Snyder Unit Hydrograph merupakan
model yang menggabungkan data hujan dan limpasan dari aliran pemukaan.
kehilangan curah hujan. keempat alternatif model tersebut adalah model initial and
constant-rate loss model, deficit and constant-rate model, SCS curve number (CN)
loss model dan Green and Ampt loss. Dalam penelitian ini menggunakan initial
constant-rate, yaitu tingkat potensi kehilangan curah hujan maksimum dianggap
konstan sepanjang periode tertentu. Beberapa model yang digunakan untuk
21
menghitung volume runoff, direct runoff, baseflow, dan channel flow ditampilkan
pada Tabel 2.5.
Model
User hytograph
User gage weighting
Hujan
Inverse distance gage weights
Gridded precipitation
Frequency storm
Standard project storm
Initial and Constant rate
Volume aliran
SCS curve number (CN)
Gridded SCS CN
Green and Ampt
Deficit and constant rate
Soil moisture accounting (SMA)
Gridded SMA
User-spesified unit hydrograph
Clarks UH
Direct runoff (overland flo
Snyders UH
dan interflow)
SCS UH
Modclark
Kinematic wave
Kinematic wave
Lag
Routing sungai
Modified Puls
Muskingum
Muskingum-Cunge Standard Section
Muskingum-Cunge 8-point Section
Sumber: Technical Reference Manual HEC-HMS,2000
2.
Model yang digunakan adalah model Thomas Fiering (Skokastik Empiris), karena
data yang akan dibangkitkan berupa data debit bulanan (multiple season). Rumus
Thomas-Fiering mempunyai bentuk umum aslinya sebagai berikut (Shahin, 1993):
(2.13)
22
dengan :
() /
r(j)
sj
sj-1
xj-1
ti,j
+ () /
)+
1 ( )
() /
(2.14)
dengan:
(2.15)
23
r = presentase pertumbuhan geometrical penduduk tiap tahun
n = periode waktu yang ditinjau
Dari proyeksi tersebut, kemudian dihitung jumlah kebutuhan air dari sektor
(2.16)
Dalam siklus hidrologi terdapat hubungan antara masukan air total dengan
keluaran air total yang dapat terjadi pada suatu Daerah Aliran Sungai. Hubungan itu
umumnya disebut dengan neraca air. Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan
keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari
sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum persamaan neraca air (Sri Harto Br, 2000)
dirumuskan dengan:
I = O S
dengan:
I ` = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
S = Perubahan Tampungan (change of storage)
(2.17)