Anda di halaman 1dari 24

Definisi

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak
& Gallo).
Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi
mempertahankan ingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi sudah tidak dimulai. (Suparman, 349)
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolik dan
kelebihan air dari darah yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah nefron
fungsional yang bersifat irreversibel.

21 Anatomi Fisiologi
Setiap manusia memiliki saluran kemih yang terdiri dari ginjal yang terus
menerus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan
untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti

kacang yang terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium,


didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar tranversum abdominis, kuadratus
tumborum,dan psoas mayor.ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung
disebelah posterior dilindungi oleh iga, dianterior dilindungi oleh bantalan usus
yang tebal. 9 Price, 2005:867-868)
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal.

Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya
sekitar 10 gram. Perbedaan panjang dari kutub kekutub kedua ginjal
(dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci)
Ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga
30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya ureter
adalah menyalurkan kevesika urinaria.
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak dibelakan simpisis pubis vesika urinaria mempunyai 2 muara: dua dari
ureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah sebagai tempat
penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan berfungsi mendorong urine
keluar tubuh (dibantu oleh uretra).
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika
urinaria sampai keluar tubuh. (Price, 2005: 867-869).

Didalam nefron terjadi pembentukan urine yang terdiri dari 3 tahap yaitu, filtrasi
glomerulus, reabsorpsitubulus dan sekresi tubulus.
22 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan
fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ
sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi
lama menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan
akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris
dan permukaan berlubang lubang dan berglanula. Secara histology
lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang
paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada
glomerulus yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks
antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan
pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus.

Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.


Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari selc.

sel glomerulus. (Price, 2005. 924)


Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai
sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus

yang tersebar. (Price, 2005:925)


d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista
multiple, bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.semakin
lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga
ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri.
Pielonefritis itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis
akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik
dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada
individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter.
f.

(Price, 2005: 938)


Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering,


berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus
menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic
adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada
diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase
atau stadium:
1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan
hifertropi dan hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering
terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor
yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang
abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
danprostaglandin.
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan
penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan
penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks
mesangial.
3) Stadium 3 (Nefropati insipient)
4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
4. Fatofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolism
protein normalnya diekresikan kedalam urine tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia yang mepengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang
normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang dibersihkan oleh

ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrate rate (GFR) mngakibatkan


penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolism protein dalam usus yang mengakibatkan
anoreksia, nausea, maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai keotak mempengaruhi
fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada syaraf, terutama pada neurosensori.
Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urine tidak dapat dikonsentrasikan atau
diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.
Penderita dapat terjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam
tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi
renal terjadi asidosi metabolic akibat ginjal mengekresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Terjadi penurunan eritropoetin yang mengekibatkan terjadinya
anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan
kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan
fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parat hormone dari kelenjar paratiroid. Laju
penurunan fungsi ginjal perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan
gangguan yang medasari, ekresi protein dalam urine dan adanya hipertensi
(Brunner dan Suddarth, 2001).

5. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.keparahan
tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
pasien yang mendasari dan usia pasien.
Tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronik:
a.

Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis.
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial

Pembesaran vena leher


b. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
c.

Rambut tipis dan kasar


Pulmoner
Krekels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul

d. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Konstipasi dan diare
e.

Perdarahan saluran cerna


Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki

f.

Perubahan perilaku
Muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang

Foot drop
g. Reproduktif
Amenore
Atrofi testekuler
(Smeltzer & Bare, 2001)
6. Klasifikasi

Menurut Elizabet J Corwi, klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan pada


tingkat GFR yang tersisa diantaranya:
a.

penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50%

dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 2035% dari normal. Nefron nefron yang tersisa rentan mengalami
c.

kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.


Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.

Maka semakin banyak nefron yang mati.


d. Penyakit gionjal stadium akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus.
7. Dampak Masalah Terhadap Fungsi Sistem Tubuh
Dampak yang terjadi pada gagal ginjal kronik terhadap sistem tubuh lainnya.
a.

Gangguan pada Gastrointestinal


Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan
terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat
metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula
faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu
sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas
penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus
Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum
dan kolitis uremik.

b. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintikbintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium
pada kulit.
c. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal
Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa
disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut
atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang
disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi,
selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan
akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai
trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula
terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada
penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena
imunitas yang menurun.
d. Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak
(restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki,
gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran
e.

atau koma.
Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi,
mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh

karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin


aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering
dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi
perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama
jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering
dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi
gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering
tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik
vitamin D.
g. Sistem Pernafasan
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal,
kelebihan cairan. Pleuritis mungkin ditemukan, terutama jika
pericarditis berkembang. Kondisi paru-paru uremia dapat
menyebabkan pneminia. Asidosis dapat menyebabkan kompensasi
meningkatnya respirasi sebagai usaha mengeluarkan ion hidrogen.
h. Sistem Syaraf
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal ditungkai
bawah dan selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrom
yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
Ensefalopati metabolik yaitu lemah dan tak bisa tidur, gangguan
konsentrasi tremor. Miopati yaitu kelemahan dan hipotropi otototot terutama otot ekstremitas proksimal.
(http://laporanpendahuluan.blogspot.com/2010/03/laporanpendahuluan-gagal-ginjal-kronis.html)
8. Pemeriksaan Penunjang

a.

Urine
Volume

: Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau

urine tak keluar (anuria)


Warna

: Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan

oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen
kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
Berat jenis

: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010

menunjukan kerusakan ginjal berat).


Osmolalitas

: Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan

tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1


Klirens keratin : Mungkin agak menurun
Natrium

: Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak

mampu mereabsorbsi natrium.


Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
b. Darah
BUN / Kreatin
:
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap :
Ht Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
SDM :
Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada
azotemia.
GDA pH :

Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena


kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun,
PCO2 menurun .
Natrium Serum :
Mungkin rendah (bila ginjal kehabisan Natrium atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalium
:
Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir,
perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau
lebih besar.
Magnesium/Fosfa:Meningkat
Kalsium :Menurun
Protein (khususnya Albumin) :
Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum
:
Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih
dan adanya obstruksi (batu)
Piolegram Retrograd :
Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram Ginjal

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular


massa.
Sistouretrogram Berkemih :
Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter,
terensi.
Ultrasono Ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal :
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi :
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam/basa.
Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan :
Dapat menunjukan demineralisasi.
(Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)
9. Manajemen Medik
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostatis selama mungkin.
a. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan
gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan
ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari
kalium dan garam.

b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.


Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit
meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p
(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan
cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen
natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan
dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan
c.

cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml)


Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal
kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah,

sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.


d. Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat.
Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obatobatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya
penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis
berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium
dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium
plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari

15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan


garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi.
Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
e. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat
seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium
karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati
dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D
dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan
diterapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya
digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan
alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan
ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
h. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis,
neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan
yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk
i.

bertahan, sehingga diperlukan dialysis.


Persiapan dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi
dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang

jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi


j.

komplikasi.
Dialisis dan Transpalansi Ginjal
1) Dialisis
Dialisis terdiri atas 2 peritorial yaitu Dialisis dan Hemodialisis.
a) Dialisis
Dialisis terdiri atas 2 mekanisme yaitu Ultrafiltrasi dan
Difusi. Ultrafiltrasi yaitu mengalirkan cairan dari darah
dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga
mencapai derajat yang diinginkan. Difusi adalah
lewatnya partikel (ion) dari tekanan tinggi ketekanan
rendah.
b) Hemodialisa
Hemodialisa yaitu suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran
berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen
lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan
dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip
dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan
air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon
terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Tujuan dari Hemodialisa yaitu:
(1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi,
yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.

(2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan


cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai
urin saat ginjal sehat.
(3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal.
(4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis
yaitu:
(a) Difusi
(b) Osmosis
(c) Ultrafiltrasi
2) Transpalansi Ginjal
Transpalasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita
giagal ginjal kronik. Transpalansi ini menanamkan ginjal dari
donor hidup atau kadave manusia keresipien yang mengalami
gagal ginjal tahap akhir.
(http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporanpendahuluan-hemodialisa- transpalasi ginjal.html)
A. Pendekatan Proses Keperawatan
Menurut Potter dan Perry proses keperawatan merupakan suatu
pendekatan dalam pemecahan masalah, sehingga perawat dapat merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan tersebut meliputi lima
tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (identifikasi yang
diharapkan), pelaksanaa/implementasi dan evalusi.
1. Pengkajian

a.

Aktifitas dan Istirahat


Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur

Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM


b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
c.

Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub


Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan

Menolak, cemas, takut, marah, irritable


d. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin,
urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi,
abdomen kembung
e. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas,
kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah

h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan
dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat
j.

kalsieum pada kulit, ROM terbatas


Seksualitas

Penurunan libido, amenore, infertilitas


k. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya
(Doengoes, 2000)

2. Diagnosa
a.

Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi

cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal


b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
c. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan
cairan berlebihan (fase diuretik)
d. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.

e. Resiko infeksi
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis, dan
ebutuhan pengobatan
3. Perencanaan
a. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan
pemasukan.
Kriteria Hasil :
1) Hasil laboratorium mendekati normal
2) BB stabil
3) Tanda vital dalam batas normal
4) Tidak ada edema
Intervensi :
a) Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
b) Catat intake & output cairan, termasuk cairan
c)
d)
e)
f)

tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL


Awasi BJ urin
Batasi masukan cairan
Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang

sama
g) Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi
derajat edema (skala +1 sampai +4)
h) Auskultasi paru dan bunyi jantung
i) Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental,
adanya gelisah
b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme
protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas
normal.
Intervensi :

1) Kaji status nutrisi


2) Kaji/catat pola dan pemasukan diet
3) Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual,
anoreksia
4) Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan

c.

kecuali kontra indikasi


5) Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut
6) Timbang BB tiap hari
Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan
(fase diuretik)
Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor
kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam
batas normal, elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
1) Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat
2) Berikan cairan sesuai indikasi
3) Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan

tanda-tanda dehidrasi
4) Kontrol suhu lingkungan
5) Awasi hasil Lab : elektrolit Na
d. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
1) TD dan HR dalam batas normal
2) Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler
b) Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan
c)

postural saat berbaring, duduk dan berdiri


Observasi EKG, frekuensi jantung

d) Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah


berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang
e) Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan
mental
f) Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku
g) Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas
h) Pertahankan tirah baring
e.

Resiko infeksi
Tujuan:
Tidak mengalami tanda dan gejal infeksi
Intervensi:
1) Tingkatkan cici tangan pada pasien
2) Kaji integritas kulit
3) Awasi tanda vital
4) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis, dan ebutuhan
pengobatan
Tujuan:
Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit prognosis,dan pengobatan.
Intervensi:
1) Kaji ulang proses penyakit, prognosis, dan factor pencetus bila
diketahui
2) Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu
3) Diskusikan dyalisis ginjal atau transpalantasi bila ini merupakan
bagian yang mungkin dilakukan dimasa mendatang
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
menvcapai tujuan yang spesifik (Nursalam,2001:63). Tahap ini dilaksanakan
setelah rencana tindakan disusun. Selama pelaksanaan tindakan perawatan
disesuaiakan dengan rencana tindakan perawatan. Perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan asih dibutuhkan dan sesuai rencana
tindakan yang disusun dan ditunjukan kepada perawat untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi

Menurut Ignavicius dan Bayne (Nursalam,2001:71) evaluasi adalah


tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnose keperawatan, tindakan keperawatan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil tercapai.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdsarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
I.
DAFTAR PUSTAKA
A. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
B. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta
C. Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta.
D. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC,
Jakarta.
E. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
F. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat
pada: http://www.patients.uptodate.com.
G. Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on:
www.Minurse.com.
H. McCloskey, Joanne C, Bulecheck, Gloria M., 1996. Nursing Intervention
Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.
I. NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002),
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai