Anda di halaman 1dari 19

USULAN PENELITIAN TESIS

HAK PASIEN DALAM MENDAPATKAN INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN


BERDASARKAN UU NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
metodologi penelitian hukum

Oleh:
Nurul Ummi Rofiah S.Ked

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG


SEMARANG
2016

USULAN PENELITIAN TESIS

HAK PASIEN DALAM MENDAPATKAN INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN


BERDASARKAN UU NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

OLEH :
Nurul Ummi Rofiah, S.Ked

TELAH DISETUJUI
TANGGAL ...............

OLEH :
PEMBIMBING

Nama Pembimbing
NRP.

A.

Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan praktik
kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang
tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping sandang,
papan, dan pangan. Tanpa hidup yang sehat, hidup manusia menjadi tanpa arti, sebab dalam
keadaan sakit, manusia tidak mungkin dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik.
Oleh karena itu setiap orang yang sakit pasti berusaha untuk memperoleh pengobatan dan
perawatan supaya sehat kembali. Dalam keadaan yang demikian maka orang yang sakit akan
pergi ke dokter untuk mendapatkan perngobatan. Seseorang yang dalam keadaan sakit
sehingga membutuhkan pertolongan dari seorang dokter sering disebut dengan istilah
sebagai pasien. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi pada saat pasien datang dan
meminta pertolongan kepada dokter untuk mengatasi masalah atau keluhan kesehatan yang
sedang dialami oleh pasien tersebut dan dokter dengan keahlian dan kemampuan yang
dimiliki berusaha untuk memberikan pertolongan berdasarkan kompetensinya memutuskan
tindakan-tindakan medis apa yang perlu dilakukan terhadap pasien tersebut. Hubungan yang
terjadi antara dokter dan pasien adalah hubungan dalam jasa pemberian pelayanan kesehatan.
Pada asasnya hubungan antara dokter dan pasien bertumpu pada dua macam hak asasi
manusia yang dijamin oleh dokumen maupun konvensi internasional. Kedua macam hak
tersebut ialah hak atas informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right to self determination). Pelayanan kesehatan berawal dari hubungan
kepercayaan antara dua pihak yaitu mengobati dan yang membutuhkan pengobatan atau
antara dokter dan pasien dalam perkembangannya sering disebut dengan istilah transaksi
terapeutik atau perjanjian terapeutik yang artinya adalah suatu tansaksi atau perjanjian untuk
menentukan terapi penyembuhan yang paling tepat bagi pasien oleh dokter.

Kemajuan teknologi informasi yang semakin mengglobal membuat masyarakat


semakain berkembang dan maju. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan tersebut
membuat masyarakat semakin tinggi akan tuntutan terutama dalam hal jasa pelayanan,
masyarakat membutuhkan jasa pelayanan yang baik, berkualitas, cepat, tepat, dan berpihak
kepada rakyat.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis
terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang
diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus
menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunyai
karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh
hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam
upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medis terhadap tubuh
manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak
pidana.
Kekarakteristikan yang khas yang dimiliki dokter, sering kali menyebabkan seorang
dokter merasa kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan pasien ketika terjadi
hubungan pelayanan kesehatan, sehingga hak-hak yang dimiliki pasien dapat terabaikan
seperti hak untuk mendapatkan informasi atau penjelasan yang benar terhadap tindakantindakan medis apa saja yang akan dilakukan terhadap diri pasien termasuk rencana terapi
yang akan diberikan. Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi,
maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan
dengan kegagalan hubungan yang baik seperti kurangya keterbukaan dokter selaku pemberi
pertolongan kepada pasien, karena berawal dari informasi yang baik pasien dapat mengambil
keputusan mengenai perawatan kesehatan. Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam
memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan,
dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak
seimbang dengan perkembangan hukum. Berdasarkan Deklarasi Hak-hak Pasien dari World
Medical Assiciation (WMA) menyatakan1:
1

John R. Williams, Panduan Etika Medis, Pusat Studi Kedokteran Islam FK Universitas
Muhammadiyah, Yokyakarta, 2006, hlm.45

Pasein mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan
yang menyangkut diri sendiri. Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari keputusan
yang diambil. Pasien dewasa yang sehat mentalnya memiliki hak untuk memberi ijin
terhadap prosedur diagnosis maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham dengan jelas
apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya
jika menunda keputusan.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dan kedokteran
gigi dirasakan belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan
kepentingan pemerintah, sedangkan porsi profesi masih sangat kurang.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik
yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Untuk merespon jasa pelayanan yang baik khususnya dalam bidang kesehatan
pemerintah telah melahirkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek
kedokteran. Dengan terbitnya Undang-Undang ini mampu memberikan jawaban terhadap
tuntutan Public Service. Dalam Undang-Undang ini diatur sedemikian rupa agar kedua belah
pihak baik masyarakat sebagai konsumen pelayanan merasa puas dan tidak dirugikan, begitu
pula sebaliknya dokter sebagai para pelayan dapat memberikan jasa pelayanan yang leluasa
terlindungi oleh hukum haknya tanpa diganggu gugat. Dalam Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran diatur antara lain mengenai:
1.

Asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan yang
didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan serta
perlindungan dan keselamatan;

2.

Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan kewenangan;

3.

Registrasi dokter dan dokter gigi;

4.

Penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter
gigi;

5.

Penyelenggaraan praktik kedokteran;

6.

Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;

7.

Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan

8.

Pengaturan ketentuan pidana.

Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 tertulis bahwa
Health is a fundamental human right, yang mengandung suatu kewajiban untuk
menyehatkan yang sakit dan mempertahankan yang sehat. Hal ini melandasi pemikiran
bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan sehat sebagai investasi. Untuk Indonesia, jelas
tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa
kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana dalam
pasal 28 H ayat (1): setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan
bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan Kewenangan Wajib oleh Daerah adalah merupakan
perwujudan

otonomi

yang

bertanggungjawab,

yang

pada

intinya

merupakan

pengakuan/pemberian hak dan kewenangan Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang
harus dipikul oleh Daerah. Tanpa mengurangi arti serta pentingnya prakarsa Daerah dalam
penyelenggaraan

otonominya

dan

untuk

menghindari

terjadinya

kekosongan

penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
wajib melaksanakan kewenangan dalam bidang tertentu, termasuk didalamnya kewenangan
bidang kesehatan.
Berdasar uraian latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
masalah praktik kedokteran, khususnya di Kabupaten Kotawaringin Barat dalam tesis dengan
judul: Hak Pasien Dalam Mendapatkan Informasi Pelayanan Kesehatan Berdasarkan
UU NO. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:


1.

Bagaimana hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan


UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ?

2.

Apa kendala-kendala hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan


berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ?

3.

Apa upaya yang dilakukan untuk mendapatkan hak pasien terhadap informasi pelayanan
kesehatan berdasarkan UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

C.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan


berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

2.

Untuk mengetahui kendala-kendala pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan


kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

3.

Untuk memberikan upaya mengatasi masalah pasien dalam mendapatkan informasi


pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

D.
1.

Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah dimaksudkan bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan dalam memgembangkan ilmu hukum khusunya Hukum Tata Negara
dalam mengkaji hak pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan
UU no. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
2.

Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah dimaksudkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan-masukan
pemikiran bagi para pihak yang berkepentingan, penentu kebijakan, dalam kaitan dengan hak
pasien dalam mendapatkan informasi pelayanan kesehatan berdasarkan UU No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran.

E.

Kerangka Konseptual
Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara

mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat


dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cidera. Ilmu ini meliputi pengetahuan
tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari
pengetahuan tersebut.[1]
Praktik kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran, lazimnya dokter dan
kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi. Berdasarkan
sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktikkan ilmu kedokteran secara harfiah,

dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait. Profesi kedokteran adalah


struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberikan
wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran. Di berbagai negara dan wilayah hukum,
terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak mempraktikkan ilmu kedokteran atau bidang
kesehatan terkait.[2]
Ilmu kedokteran yang seperti dipraktikkan pada masa kini berkembang pada akhir
abad ke-18 dan awal abad ke-19 di Inggris (oleh William Harvey, abad ke-17), Jerman
(Rudolf Virchow) dan Perancis (Jean-Martin Charcot, Claude Bernard). Ilmu kedokteran
modern, kedokteran "ilmiah" (di mana semua hasil-hasilnya telah diujicobakan)
menggantikan tradisi awal kedokteran Barat, herbalisme, humorlasime Yunani dan semua
teori pra-modern. Pusat perkembangan ilmu kedokteran berganti ke Britania Raya dan
Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an (oleh William Osler, Harvey Cushing).[3]
Pusat dari praktik kedokteran adalah hubungan relasi antara pasien dan dokter yang
dibangun ketika seseorang mencari dokter untuk mengatasi masalah kesehatan yang
dideritanya.
Dalam praktik, seorang dokter harus:
1.

membangun relasi dengan pasien

2.

mengumpulkan data (riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik dengan hasil laboratorium
atau citra medis)

3.

menganalisa data

4.

membuat rencana perawatan (tes yang harus dijalani berikutnya, terapi, rujukan)

5.

merawat pasien

6.

memantau dan menilai jalannya perawatan dan dapat mengubah perawatan bila
diperlukan.[4]
Semua yang dilakukan dokter tercatat dalam sebuah rekam medis, yang merupakan
dokumen yang berkedudukan dalam hukum.
Hubungan relasi pasien dan dokter adalah proses utama dari praktik kedokteran.
Terdapat banyak pandangan mengenai hubungan relasi ini.
Pandangan yang ideal, seperti yang diajarkan di fakultas kedokteran, mengambil sisi
dari proses seorang dokter mempelajari tanda-tanda, masalah, dan nilai-nilai dari pasien;
maka dari itu dokter memeriksa pasien, menginterpretasi tanda-tanda klinis, dan membuat
sebuah diagnosis yang kemudian digunakan sebagai penjelasan kepada pasien dan
merencanakan perawatan atau pengobatan. Pada dasarnya, tugas seorang dokter adalah
berperan sebagai ahli biologi manusia. Oleh karena itu, seorang dokter harus paham benar

bagaimana keadaan normal dari manusia sehingga ia dapat menentukan sejauh mana kondisi
kesehatan pasien. Proses inilah yang dikenal sebagai diagnosis.[5]
Profesi kedokteran dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik, apalagi kini cakupan ilmu telah berkembang luas. Ilmu kedokteran gigi dan
psikologi, walaupun sering dipisahkan dari kedokteran umum, tetap menjadi bagian satu
kesatuan ilmu kedokteran.
Seorang dokter dapat memiliki kemampuan spesialisasi dan subspesialisasi yang
disebut sebagai dokter spesialis. Penentuan spesialiasi dan gelarnya beragam di tiap negara.
1.
a.

Spesialiasi diagnostik
Laboratorium klinis adalah layanan diagnostik klinis yang mengaplikasikan teknik
laboratorium untuk membuat diagnosis dan manajemen pasien. Di Amerika Serikat, layanan
ini berada di bawah pengawasan seorang patologis (ahli patologi). Orang yang dapat bekerja
di bidang ini adalah staf yang paham akan teknologi kedokteran, di Indonesia Laboratorium
patologi ini ada 2:

1)

Patologi Klinik

2)

Patologi Anatomi

b.

Radiologi berkonsentrasi pada pemcitraan atau penggambaran tubuh manusia, misalnya


dengan sinar-X, CT-scan, USG (ultrasonografi), tomografi resonansi magnetik nuklir.

2.

Disiplin ilmu pre-klinis

a.

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan organisasi tubuh manusia

b.

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi berbagai organ dan sistem organ serta
interaksinya dalam tubuh manusia

c.

Biokimia adalah ilmu yang mempelajari proses-proses kimia yang terjadi dalam tubuh
manusia

d.

Histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur mikroskopik dan fungsi jaringan
pembentuk dan penyusun organ dan sistem organ dalam tubuh manusia

e.

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan, interaksi dan efeknya terhadap
tubuh manusia

f.

Patologi anatomi adalah ilmu yang mempelajari kelainan struktur mikroskopik dan
makroskopik berbagai organ dan jaringan yang disebabkan penyakit atau proses lainnya

g.

Patologi klinik adalah ilmu yang mempelajari kelainan yang terjadi pada berbagai fungsi
organ atau sistem organ

h.

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit-penyakit yang disebabkan parasit

i.

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit-penyakit yang disebabkan


mikroba[6]

3.

Disiplin ilmu klinis

a.

Anestesiologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari penggunaan anestesi.

b.

Dermatologi adalah ilmu yang mempelajari kulit dan penyakitnya. Di Inggris, dermatologi
adalah subspesialis dari kedokteran umum. Di Indonesia, spesialisasi ini digabungkan dengan
ilmu penyakit kelamin. Dokter dengan spesialisasi ini diberi gelar SpKK (Spesialisasi Kulit
dan Kelamin).

c.

Kedaruratan medis adalah ilmu yang memusatkan pada diagnosis dan perawatan dari
penyakit akut seperti trauma. Ilmu ini juga berhubungan dengan ilmu bedah, pediatri, dan
lainnya.

d.

Kedokteran umum atau kedokteran keluarga menangani pertolongan pertama untuk pasien
dengan masalah yang tidak darurat. Dokter keluarga biasanya dapat menangani 90% dari
masalah kesehatan keluarga tanpa harus merujuk ke dokter spesialis.

e.

Ilmu penyakit dalam berpusat pada masalah penyakit sistemik terutama pada pasien
dewasa seperti masalah penyakit yang dapat merusak seluruh tubuh. Ilmu ini banyak
menurunkan subspesialis: (Tidak semua spesialisasi ini ada di Indonesia)

1)

Endokrinologi

2)

Gastroenterologi

3)

Hematologi

4)

Kardiologi

5)

Kedokteran perawatan intensif

6)

Nefrologi

7)

Onkologi

8)

Penyakit infeksi

9)

Pulmonologi

10)

Rheumatologi

f.

Neurologi adalah ilmu yang memepelajari tentang penyakit saraf. Di Inggris, spesialisasi
ini berada di bawah kedokteran umum.

g.

Obstetrik dan ginekologi (di kalangan dokter sering disingkat obgin). Dalam bahasa
Indonesia disebut ilmu kebidanan dan penyakit kandungan. Masalah obat reproduksi dan obat
kesuburan secara umum ditangani oleh spesialis ginekologi.

h.

Perawatan penenangan pasien adalah cabang baru dari ilmu kedokteran yang menangani
perawatan dan pemberian dukungan emosional pasien dengan penyakit yang parah seperti
kanker dan gagal jantung.

i.

Pediatri adalah ilmu yang mempelajari masalah penyakit pada bayi dan anak. Seperti
pada ilmu penyakit dalam, disiplin ini memiliki banyak subspesialis seperti untuk bidang
kardiologi, endokrinologi, gastroenterologi, hematologi, onkologi, oftalmologi, dan
neonatologi.

j.

Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL): ilmu kedokteran yang
mempelajari kesehatan telinga, pendengaran, keseimbangan, hidung, pernafasan, tenggorok,
kelaianan suara, gangguan menelan, dan adanya tumor di daerah leher dan wajah.

k.

Kedokteran rehabilitasi medis atau disebut juga fisiatri mempelajari perbaikan fungsional
tubuh dari cedera atau kelainan kongenital.

l.

Kedokteran preventif adalah cabang dari ilmu kedokteran yang memusatkan pada
pencegahan penyakit.

m.

Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa.

n.

Terapi radiasi memusatkan pada penggunaan radiasi untuk terapi.

o.

Radiologi mempelajari interpretasi dari pencitraan medis dari berbagai media seperti sinar
X. Di Indonesia, dokter dengan spesialiasi radiologi diberi gelar SpRad.

p.

Spesialisasi bedah mempelejarai ilmu bedah. Ilmu ini memiliki cabang spesialisasi seperti
bedah ortopedik, bedah urologi, bedah saraf dan lainnya.

q.

Ilmu kedokteran berdasarkan gender, mempelajari sisi perbedaan biologi dan fisiologi dari
jenis kelamin dan bagaimana pengaruhnya pada penyakit.[7]
Ilmu kedokteran pun meluas ke bidang lainnya. Beberapa bidang belum dikenal di
Indonesia.

1.

Bioetika adalah sebuah ilmu yang mempelajari hubungan biologi, sains, kesehatan, etika,
filsafat, dan teologi.

2.
3.

Farmakologi klinis mempelajari hubungan interaksi antara obat dan tubuh pasien.
Informatika kedokteran mengubungkan dunia kedokteran dengan dunia teknologi
informasi.

4.

Kedokteran dirgantara mempelajari perihal kesehatan yang berhubunga dengan


penerbangan dan perjalanan udara.

5.

Kedokteran evolusioner adalah ilmu kedokteran yang dikaitkan dengan teori evolusioner.

6.

Kedokteran forensik mempelajari ilmu kedokteran yang berkaitan dengan masalah hukum
seperti penentuan waktu dan penyebab kematian seseorang pada sebuah kasus kriminal.

7.

Kedokteran konservasi adalah ilmu yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan hewan
serta kondisi lingkungan. Disebut juga sebagai kedokteran ekologis atau kedokteran
lingkungan.

8.

Kedokteran olahraga menangani kesehatan para olahragawan.

9.

Kedokteran selam membahas hal yang berhubungan masalah kesehatan pada penyelaman.

10.

Nosologi adalah bagian pengelompokan penyakit untuk tujuan tertentu.

11.

Teknik biomedis mempelajari aplikasi prinsip teknis untuk praktik kedokteran.[8]


Pendidikan kedokteran adalah proses pendidikan dokter untuk diterapkan di
masyarakat. Pendidikan dan pelatihan ilmu kedokteran bervariasi di setiap negara, namun di
hampir semua negara pendidikan ini dibuka mulai dari sekolah kedokteran atau fakultas
kedokteran di tingkat universitas selama waktu yang ditentukan.
Desentralisasi menurut Webster sebagai berikut:[9] To decentralize means to devide
and distrubute, as governmental administration, to withdraw from the center or
concentration. (Desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi
pemerintahan, mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi).
Kemudian pendapat lainnya Fortmann menekankan bahwa:[10]
Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal.
Kekuasaan dan pengaruh cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal
diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk mengembangkan
otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata ditugaskan untuk mengikuti
kebijakan nasional, para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja
didalamnya.
Selanjutnya mengutip pendapat Riggs, menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai
dua makna:[11]

a.

Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan tanggung jawab kepada


bawahan untuk mengambil keputusan berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap
berada ditangan pusat.

b.

Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab untuk kegiatan tertentu
diserahkan penuh kepada penerima wewenang.
Desentralisasi kewenangan itu dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam beberapa
bentuk, misalnya dalam bentuk :[12]

1.

Desentralisasi Teritorial.

2.

Desentralisasi Fungsional.

3.

Desentralisasi Administrasi
Menurut Bayu Surianingrat, desentralisasi mempunyai dua macam bentuk yaitu :[13]

1.

Desentralisasi Jabatan (Ambtelijke Decentralisatie) yaitu pemudaran kekuasaan atau


pelimpahan kekuasaan dari atasan ke bawahannya dalam rangka kepegawaian untuk
meningkatkan kelancaran pekerjaan menurut para pakar Ilmu Tata Negara maka
dekonsentralisai merupakan bagian desentralisasi.
Desentralisasi kenegaraan (Staatkundige decentralisatie) yaitu penyerahan kekuasaan
untuk mengatur daerah dalam lingkungannya untuk mewujudkan asas demokrasi dalam
pemerintahan negara. Desentralisasi bentuk ini memberi kesempatan secara langsung kepada
rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Menurut Warsito Utomo ada dua alasan mengapa Indonesia menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah:[14]

1.

Situasi ideal 1945 mempengaruhi bangsa Indonesia yaitu dengan gagasan kedaluatan
rakyat (kemerdekaan perwakilan keadilan ) yang banyak di cita-citakan oleh gerakan kolonial
di Asia Afrika termasuk Indonesia. Demokrasi tidk hanya dalam lingkupan nasional tetapi
juga di daerah.

2.

Latar belakang keberadaan yang disebabkan oleh penjajahan bangsa asing. Dengan
kemerdekaan dan demokratisasi maka keadaan keterbelakangan akan hilang.
Desentralisasi telah menciptakan hasil-hasil positif yaitu:

1.

Akses masyarakat ke dalam sumber-sumber pemerintah pusat telah meningkat.

2.

Desentralisasi telah meningkatkan partisipasi dalam sejumlah bidang.

3.

Di sejumlah negara peningkatan terjadi dalam kapasistas administrasi dan teknik


pemerintah/organisasi daerah, meskipun peningkatan ini berjalan lambat.

4.

Organisasi-organisasi baru telah dibentuk ditingkat regional dan lokal untuk rencanakan
dan melaksanakan pembangunan. Semua badan atau organisasi ini telah memberikan dampak
yang positif.

5.

Perencanaan di tingkat regional dan lokal semakin ditekankan sebagai satu unsur penting
dari strategi pembagunan nasional dengan memasukan perspektif-perspektif dan kepentingan
baru ke dalam poses pembuatn keputusan.
Pengertian desentralisasi menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan pengertian Otonomi daerah menurut Undang-undang ini pasal 1 angka 5


menyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penguatan otonomi
daerah harus membuka kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi setiap pelaku dalam
rambu-rambu yang disepakati bersama sebagai jaminan terselenggaranya social order.[15]
Otonomi menurut Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kemudian disebutkan juga bahwa daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi atau otonomi itu
menunjukkan:[16]
1.

Satuan-satuan desentralisasi (otonomi) lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai


perubahan yang terjadi dengan cepat;

2.

Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan efektif dan lebih efisien;

3.

Satuan-satuan desentralisasi lebig inovatif;

4.

Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi,


komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.
Untuk mewujudkan kemandirian atau keleluasaan, otonomi berkaitan erat dengan pola
hubungan antara pusat dan daerah yang meliputi berbagai segi yaitu hubungan kewenangan,
hubungan pengawasan, hubungan keuangan dan lain sebagainya.
Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam
kearangka desentralisasi ada empat macam:[17]

1.

Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara: UUD 1945


menghendaki kerakyatan dilaksanakan pada pemerintahan tingkat daerah, berarti UUD 1945
menghendaki keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah,
keikutsertaan rakyat pada pemerintahan tingkat daerah hanya dimungkinkan oleh
desentralisasi.

2.

Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli: pada tingkat


daerah, susunan pemerintahan asli yang ingin dipertahankan adalah yang sesuai dengan dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.

3.

Dasar kebhinekaan: Bhineka Tunggal Ika, melambangkan keragaman Indonesia,


otonomi, atau desentralisasi merupakan salah satu cara untuk mengendorkan spanning yang
timbul dari keragaman.
Dasar negara hukum: dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat
dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan
membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar
kekuasaan atau kedaulatan rakyat.

F.
1.

Metode Penelitian
Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis atau normatif

empiris, dimana berangkat dari hukum yang ada untuk dapat diaplikasikan pada kasus-kasus
yang nyata atau mempelajari aturan-aturan perundang-undangan maupun pandangan atau
pendapat ahli yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data-data di lapangan yang
disajikan dalam pembahasan.[18]
2.

Spesifikasi Penelitian
Penelitian

ini

adalah

spesifikasi

penelitian

deskriktif

kualitatif,

yaitu

berupaya

mendeskripsikan obyek yang akan diteliti atau gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek
yang akan diselidiki agar lebih jelas keadaan dan kondisinya, tanpa membuat kesimpulan
secara umum19. Yaitu
3.

Sumber Data

a.

Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber informasi dari lokasi atau subyek
penelitian19, yaitu sebagai berikut :

1)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat

2)

IDI Kabupaten Kotawaringin Barat

3)

Dokter Praktik di Kabupaten Kotawaringin Barat

4)

Pasien

b.

Data Sekunder
Sedangkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa
bahan-bahan hukum[19]. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a.

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari:
1)

2)

b.

Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945


Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kesehatan.

3)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

4)

KUHP.

5)

Peraturan Menteri Kesehatan.

6)

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDI

7)

Konsil
Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan dan

petunjuk terhadap bahan hukum primer, seperti, buku-buku, majalah, artikel, makalah, hasil
penelitian dan lain sebagainya.
c.

Bahan hukum tertier, adalah bahan-bahan hukum yang akan memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari kamus
istilah hukum.kamus bahasa dan ensiklopedia.

4.

Metode Pengumpulan Data

a.

Wawancara
Dalam pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas maupun terpimpin
dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis yang sebelumnya telah dipersiapkan secara
terstruktur pada para responden dan nara sumber.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non random sampling, yaitu tidak memberikan
kesempatan yang pada setiap populasi sebagai sampel, yang dipakai adalah purposive
sampling, yaitu menunjuk pada responden yang berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu
dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan obyek penelitian.

b.

Kepustakaan
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepusatakaan, yaitu dengan mengkaji berbagai
Peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian.

c.

Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek penelitian dan mengadakan
pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu diamati.

5.

Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptif
kualitatif.

a.

Deskriptif;[20] yaitu metode analisis dengan cara menggambarkan keadaan sebenarnya di


lapangan.

b.

Kualitatif,[21] yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi
data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian
dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas
permasalahan dalam penelitian ini.

G.

Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, maka penyusun tesis ini

perlu dilakukan secara sitematis. Adapun sistematis penulisan tesis ini selengkapnya dapat
diuraikan sebagai berikut:
Bab I merupakan bab Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan penjelasan awal tentang
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, sistematika penulisan dan jadual penelitian sehingga penulisan ini diharapkan
selalu mengacu hal-hal yang ditetapkan sebelumnya.
Bab II merupakan Tinjauan Pustaka yang menguraikan tentang teori-teori pendukung
meliputi tinjauan tentang hak pasien, tinjauan tentang pelayanan kesehatan dan tinjauan
tentang praktik kedokteran merupakan landasan teori atau kerangka pemikiran yang
diperlukan untuk pembahasan dalam pemecahan masalah sesuai dengan topik yang diteliti.
Bab III merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan berupa analisis-analisis yang
dilakukan untuk membahas pemecahan permasalahan-permasalahan dengan tujuan
mendapatkan kesimpulan. Bab ini memuat uraian tentang Implementasi Uu No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran Di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Bab IV merupakan bab penutup. Dalam bab ini diuraikan mengenai simpulan dan
saran.

H.

Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian berikut ini merupakan rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan
agar dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. Jadwal pelaksanaan penelitian yang
dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 1 : Jadwal Penelitian
N

Kegiatan

Jan

o.

Feb

Mare

April

1.

Konsultasi Proposal

2.

Seminar Proposal

3.
4.
5.

Perbaikan Proposal
Penelitian
Penyusunan
Hasil

6.
8.

Penelitian
Bimbingan Tesis
Ujian
Tesis

Mei

Jun

Juli

dan

Perbaikan

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran
[2] Ibid. hlm. 45.
[3] Ibid. hlm. 76
[4] M. Jusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm. 59.

[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran
[6] Ibid. . hlm.56
[7] Ibid. . hlm.98
[8] Ibid. . hlm.23
[9] Webster dalam Djoko Prakoso, Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 77.
[10] Fortmann dalam Bryant, Coralie, White, Louise G., Rusyanto L. (pen),
Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 215.
[11] Riggs dalam Sarunjang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 47.
[12] Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka
Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 30-31.
[13] Bayu Surianingrat, Organisasi Pemerintahan Wilayah Atau Daerah, Aksara
Baru, Jakarta, 1980, hlm. 28.
[14] Warsito Utomo, Implimentasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Tingkat II
Masa Orde Baru, Disertasi, UGM, Yogyakarta, 2000, hlm. 67.
[15] Sarundjang dalam Nugroho, D., Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa
Revolusi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000, hlm.46.
[16] David Osborne-Ted Goebler, Reinventing Government, A Plume Book, New
York, 1993, hlm. 252.
[17] Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Sinar
Harapan, Jakarta, 1994, hlm. 161-167.
[18] Hilman Hadikusuman, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, Ctk Kesatu, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 63.
[19] Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, Pengantar
Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hlm. 14.
[20] Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 50
[21] Ibid, hlm. 51.

Anda mungkin juga menyukai