Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN 5 TAHUN DENGAN DEMAM


BERDARAH DENGUE GRADE 1 DAN GIZI BAIK
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Dokter Internsip

Disusun oleh :
dr. Nurul Ummi Rofiah

Pembimbing :
dr. Intaningtyas Subawati

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PERIODE IGD 21 Februari 2017 - 20 July 2017
RUMAH SAKIT UMUM dr. R. SOETRASNO
KABUPATEN REMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Nurul Ummi Rofiah


Judul : Laporan Kasus Medik
Bagian : Program Internship Dokter Indonesia
Pembimbing : dr. Intaningtyas Subawati

Rembang, July 2017


Pembimbing Penulis

dr. Intaningtyas Subawati dr. Nurul Ummi Rofiah

1
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : An. R. U. N. A
Umur : 5 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Waru 7/2 Rembang, Rembang
No. CM : 388597
Masuk RS : 11/07/2017

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di IGD RSUD dr. Soetrasno
Rembang pada 11 July 2017.
1. KELUHAN UTAMA : Badan Panas
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
 Pasien dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan demam sejak 9 hari yang
lalu, panas naik turun, biasanya turun pada pagi hari dan mulai naik pada
sore hari, mual (+) muntah (-) , epistaksis (-), batuk (+) dan berdahak (+),
pilek (+) , sesak (-) , nyeri kepala (+), nyeri menelan (-) nyeri perut (+).
Nafsu makan dan minum ; menurun. BAB : 3 hari belum BAB, BAK :
biasa.
 Di lingkungan sekitar rumah pasien ada yang sakit Demam Berdarah.
Riwayat jajan sembarangan diakui di PAUD. Bepergian ke daerah
endemis malaria juga disangkal.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


 Anak baru pertama kali sakit seperti ini.

2
 Riwayat mondok disangkal
 Riwayat kejang disangkal
 Riwayat penyakit demam berdarah disangkal
 Riwayat penyakit typus disangkal
 Riwayat alergi obat disangkal

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


 Tidak ada anggota keluarga sakit seperti ini sebelumnya.
 Riwayat penyakit demam berdarah disangkal
 Riwayat penyakit typus disangkal

5. RIWAYAT SOSIO EKONOMI


 Ayah bekerja sebagai swasta, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Penghasilan keluarga selama sebulan cukup. Biaya rumah sakit
menggunakan biaya sendiri.
 Kesan sosial ekonomi cukup.

6. RIWAYAT IMUNISASI
a) BCG : 1 kali (umur 0 bulan)
b) Polio : 4 kali (umur 0, 2, dan 2 lainnya lupa)
c) Hepatitis B : 3 kali (umur 0, 1, dan 6 bulan)
d) DPT : 4 kali (umur 2, 4, dan 6 lainnya lupa)
e) Campak : 1 kali (umur 9 bulan)
Kesan: Imunisasi dasar lengkap menurut petugas kesehatan
berdasarkan informasi dari ibu pasien tapi tanpa disertai bukti dari KMS.

7. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK


1. Perkembangan
a) Motorik kasar : Berdiri 1 kaki 6 detik
b) Bahasa : Mengartikan 7 kata
c) Motorik halus : Menggambar orang

3
d) Personal Sosial : Menggambil Makan Sendiri
Kesan : Perkembangan sesuai umur

4
5
2. Pertumbuhan
a) Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan 47 cm
b) Berat badan sekarang 17 kg. Panjang badan 120 cm
c) BMI = Baik
Kesan : Pertumbuhan dan Status gizi Baik

8. RIWAYAT MAKAN DAN MINUM


a) 0 – 6 bulan : ASI, menetek kuat dengan frekuensi sering
b) 7 bulan – 12 bulan : ASI semau anak, bubur biskuit, nasi tim
c) 1 tahun – 1,5 tahun : ASI semau anak, air putih, nasi, sayur, dan
lauk (tempe / tahu / telur / ikan / daging)
d) 1,5 tahun – sekarang : Nasi, sayur, dan lauk (tempe / tahu / telur /
ikan / daging), anak lebih suka makan mie dan jajan di luar rumah.
Buah diberikan bila ada
Kesan : ASI Eksklusif, MPASI tepat waktu, Kualitas dan kuantitas
baik, Kebutuhan gizi seimbang

9. RIWAYAT PERINATAL
a. Pemeliharaan Perinatal
 Periksa kandungan : 1x setiap bulan sampai usia 7 bulan, setelah
8 bulan periksa kehamilan 2x setiap bulannya.
 Penyakit kehamilan : (-), perdarahan selama kehamilan (-)
 Obat yang diminum : (-)
 Jamu-jamuan : (-)

b. Riwayat Kelahiran
 Lahir di : Bidan
 Ditolong oleh : Bidan di rumah bersalin
 Lama dalam kandungan : 39 minggu
 Jenis partus : Spontan
 BB waktu lahir : 3000 gram

6
 PB waktu lahir : Ibu lupa
 Anak ke-1 dari 2 bersaudara.

PEMERIKSAAN FISIK (di IGD RSUD dr. Soetrasno Rembang pada 11


July 2017)
a. Status umum
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 5 tahun 11 bulan
 BB : 17 kg
 PB : 120 cm
 Status Gizi menurut Z score
perempuan : BB = 17 kg, PB = 120 cm, umur 5 tahun 11 bulan
 WAZ = BB – median = 17 – 20,1 = -1,55 (normal)
SD up 2,00
 HAZ = TB – median = 120 – 120 = 0 (perawakan normal)
SD upp 4,50
 WHZ = BB – median = 17 – 20,2 = -1,6 (normal)
SD upp 2,0
Kesan : berat badan normal, perawakan tubuh normal, status gizi baik

b. Tanda Vital :
 Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
 RR : 324x/menit
 Temperatur : 36.7 C aksiler post minum paracetamol
Kesan : Normal

c. Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Keadaan umum : Tampak lemah kurang aktif

7
c. Kepala : Mesocephal, rambut tidak mudah dicabut, wajah
bengkak (-)
d. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), palpebra
edem (-/-)
e. Telinga : Serumen (-/-), nyeri tarik (-/-), oedem (-/-),
hiperemis (-/-)
f. Hidung : Sekret (-/-), septum deviasi (-), napas cuping hidung
(-/-)
g. Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (+), tepi hiperemis (-)
lidah tremor, pernapasan mulut (-), tonsil T1-T1
h. Kulit : Hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-), Tes rumple
leed (-)
i. Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakhea (-)
j. Dada
Paru
 Inspeksi : simetris, statis, dinamis, retraksi (-)
 Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
 Auskultasi : suara dasar : vesikuler +/+ di seluruh
lapangan paru, suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS,
tidak kuat angkat, dan tidak melebar
 Perkusi :
 Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
 Batas atas : SIC II LPS sinistra
 Batas kanan : SIC II LPS dextra
 Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
k. Abdomen
 Inspeksi : cembung

8
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : timpani
 Palpasi : Nyeri tekan (+) daerah epigastrium, Hepar dan lien
tidak teraba
l. Anggota gerak
Superior Inferior
Akral dingin -/ - -/-
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capp. Refill <2” <2”
Reflek fisiologis +N / + N +N / +N
Reflek patologis -/- -/-
ADP + (adekuat) + (adekuat)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Lab darah
Jenis Nilai normal Hasil Keterangan
Pemeriksaan
Hb (g/dl) 10,7-14,7 12,3
Lekosit (rb/mm3) 5,5-15,5 14,7
Eritrosit (jt/mm3) 4,0-6,0 4,86
Hematokrit (%) 35-47 35.9
Trombosit (rb/mm3) 229-553 398
MCV 72-88 73,9
MCH 26-34 25,3 Low
MCHC 32-38 34,3
Limfosit 25-50 20,7
Monosit 1-6 7,2 High
Eosinofil 1-5 1,5
Basofil 0-1 0,1
Neutrofil segmen 50-70 70,5 High
Lain - Lain
SEROLOGI

9
WIDAL

S TYPHI O - Positive 1/160 High


S TYPHI H - Positive 1/320 High

E. RINGKASAN
Daftar Abnormalitas

No Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal


1. panas tinggi 1-12-2016 1. Di lingkungan 1-12-2016
sekitar rumah
ada yang sakit
Demam
Berdarah.
2. Menggigil 1-12-2016
3. Nyeri kepala 1-12-2016

4. Lemah 1-12-2016
5. nafsu makan mulai 1-12-2016
menurun
6. nyeri ulu hati 1-12-2016
7. Makan dan minum 1-12-2016
air sedikit
8. mual dan muntah 1-12-2016
9. Trombositopenia 1-12-2016
10. Hemokonsentrasi 1-12-2016

G. DIAGNOSIS
Febris Hari Ke-4 (Demam < 7 hari)
DD : DHF
Demam Dengue
Demam Chikungunya

10
Morbili
Varicela

• Diagnosis utama : DHF Grade I


• Diagnosis komorbid :-
• Diagnosis komplikasi : -
• Diagnosis gizi : gizi baik
• Diagnosis sosial ekonomi : cukup
• Diagnosis Imunisasi : imunisasi lengkap
• Diagnosis Pertumbuhan : Berat badan normal, tinggi badan normal
• Diagnosis Perkembangan : Sesuai umur

G. TERAPI
Medikamentosa
 Infus RL 60 cc/jam syringepump
(4cc/kgBB/jam  4 ml x 15 kg = 60cc/jam syringepump
 Inj. Paracetamol 150 mg/8 jam
(dosis 10 mg/kg BB  10mg x 15kg = 150 mg
 Inj. Ondansetron 1,5 mg (bila muntah) iv
(dosis 0,1–0,2mg/kgBB0,1mg x15kg = 1,5 mg = 0,75ml
 Inj. Ranitidin 15 mg/12 jam iv
(dosis 1mg/kgBB  1mg x 15kg = 15 mg = 0,5 cc
Monitoring
 Kondisi Umum
 Tanda Vital (Nadi, RR, suhu)
 Awasi tanda-tanda syok
 Darah rutin tiap untuk pengawasan perkembangan dan fluktuasi
jumlah trombosit, hemoglobin, dan hematokrit.
 Tanda-tanda perdarahan (epistaksis, hematemesis, melena,
petechie).

11
Edukasi
 Menjelaskan kepada keluarga bahwa anak mengalamai demam
berdarah sehingga terapi yang dilakukan adalah pemberian
cairan, dan pengawasan. Pemberian cairan dilakukan lewat
infus dan dipantau secara ketat.
 Menjelaskan rencana program pemeriksaan bahwa anak akan
diambil darahnya setiap hari untuk mengetahui perkembangan
penyakit maupun perbaikan kondisi.
 Berkerja sama dengan orang tua dalam mengawasi tanda-tanda
bahaya seperti sakit perut, nyeri tekan pada perut, muntah terus-
menerus, perdarahan mukosa (mimisan, gusi berdarah, bintik-
bintik di kulit seperti digigit nyamuk), penumpukan cairan
(sesak, kelopak mata bengkak, perut membesar), lemah, kaki
dan tangan dingin, buang air kecil berkurang.
 Menganjurkan agar anak banyak makan dan minum

H. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit DBD


1. Pengertian
Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropadborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictuse dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus
dangue yang dapat menimbulkan penyakit, baik demam dangue maupun
demam berdarah. Demam Berdarah Dangue adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dangue I, II, II, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes Albocpitus. (Soegijanto, 2004).

2. Penyebab
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus
dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4
serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada
di Indonesia, dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan
wabah (Syahruman, 1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang
relative labil terhadap suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang
pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2
protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.

3. Patofisiologi

13
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler,
1998). Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler,
trombositopeni, dan kelainan koagulasi (Soegijanto, 2004).

4. Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan
hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksivirus dangue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus
DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan
imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif
terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 1992).

5. Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.

14
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

6. Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak
tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari
(Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan
pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung
teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-
40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta
seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Gambar: Kurva suhu pada DHF


b. Perdarahan

15
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan
fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini
juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.
Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat
lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-
4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri
tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan
ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien
terlihat gelisah.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).

16
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.


4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran,
Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax

17
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan
dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan
cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya
dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali
(>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-
epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x
lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut
atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras
positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI

18
tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama
(>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga
tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)


Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative
maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah
samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa
sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya
memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan
uji HI (Vasanwala dkk, 2011).
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah.
Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari
darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama
dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh
penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam
darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).

8. Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatis yang didasarkan adanya
perubahan patofisiologi berupa kebocoran plasma dan perdarahan(10).
Tujuan penatalaksanaan DBD dan DSS untuk memperbaiki sirkulasi,
meningkatkan volume plasma dan mencegah timbulnya desiminata
intravaskuler koagulasi (DIC). Jenis cairan dan jumlah yang diberikan
merupakan nilai keberhasilan pengobatan(10).

19
1. Jenis Cairan yang diberikan
a. Larutan Kristaloid
Menurut rekomendasi WHO cairan yang dapat diberikan pada penderita
DHF ialah : Dextrose 5 % dalam larutan Riner Laktat (DS/RL), dextrose 5 %
dalam larutan Ringer Asetat (DS/RA) atau Dextrose 5 % dalam 0,5 Saline
fisiologis (D5-0,5 S) (11).
Cairan yang dianjurkan ialah Dextrose 5 %-0,5 saline (D5 – 0,5 S).
pemilihan larutan ini karena berdasarkan pertimbangan bahwa pada DHF
perbedaan tekanan osmotik terdistribusi ke ruangan interstitial. Dengan
pemberian D5 %-0,5 Saline yang bersifat hiperosmotik (432 m osm/L) dapat
mengurangi distribusi cairan ke ruangan interstitial. (10)
b. Larutan Koloid
Untuk mengatasi syok, selain pemberian cairan kristaloid perlu juga
diberikan cairan koloid yang dapat bertahan lebih lama dalam sirkulasi. Cairan
yang direkomenadikan WHO ialah Dextran 40, plasma dan albumin (11).

2. Penatalaksanaan Rawat Inap


a. Tindakan Umum (11)
1). Manipulasi minimal
Tindakan masif dan pengukuran tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan vaskuler.
2). Pemantauan secara teratur dan berkala terhadap keadaan umum dan vital sign
(tensi, nadi dan respirasi).
3). Pengawasan terhadap hematokrit dan angka trombosit.

b. Penatalaksanaan Kasus Tersangka DBD (11)


Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu :
1). Adalah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir, tangan
dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak hitam, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan).

20
2). Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji torniquet dan hitung
trombosit :
a). Bila uji torniquet positif dengan trombosit  100.000 /UL, pasien dirawat
untuk observasi (tatalaksana DBD deraja I).
b). Bila uji torniquet negatif dengan trombosit  100.000 /UL atau normal, pasien
boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun.
Nilai gejala klinis dan lakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap kali selama
anak masih demam. Bila terjadi penurunan kadar Hb dan atau peningkatan kadar
Ht, segera dirawat. Pasien dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup,
oralit, jus buah dan lain-lain, serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol.
Bila keadaan klinis memburuk (gelisah, ujung hati (tangan dingin) segera ke rumah
sakit).
3). Jika dalam 2 hari demam tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti
perdarahan, muntah gelisah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter
atau puskesmas dan rumah sakit.

Tatalaksana Penderita Tersangka DBD

21
Tersangka DBD

demam tinggi, mendadak terus-menerus


<7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas
bagian atas, badan lemah & lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


periksa uji
tanda syok tourniquet
muntah terus-menerus
kejang
kesadaran menurun
muntah darah uji torniquet (+) uji torniquet (-)
berak hitam

jumlah trombosit jumlah trombosit Rawat jalan


? 100.000/μl > 100.000/μl
parasetamol
kontrol tiap hari sampai
Rawat jalan demam hilang
Rawat inap
minum banyak 1,5-2 liter/hr
parasetamol
nilai tanda klinis,
kontrol tiap hari sampai demam turun
periksa trombosit &
periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali
Ht bila demam
menetap setelah
Perhatian untuk orang tua: hari sakit ke-3
pesan bila timbul tanda syok, yaitu
gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, nyeri
perut, berak hitam, bak kurang

Lab. Hb & Ht naik,


Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

c. Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat I dan II Tanpa Peningkatan Hematokrit


(11)

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji torniquet pasif (DBD derajat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II)
dapat dikelola sebagai berikut :
1). Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau
1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air
putih, teh manis, sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol)

22
diberikan bila suhu > 38,5 C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan
obat anti konvulsif.
2). Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-menerus, sebaiknya
diberikan infus NaCl 0,9 % dan Dextrosa 5 % (1 : 3) dipasang dengan tetesan
rumatan sesuai berat badan. Di samping itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht
dan trombosit setiap 6-12 jam.
3). Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk
mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan
berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam dan
amati perdarahan yang terjadi. Kadar Hb, Ht dan trombosit diperiksa tiap 6-12 jam.
4). Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratoris, anak
dapat dipulangkan, tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun,
maka infus cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan.

Tatalaksana DBD Derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit

23
DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala Klinis:
demam 2-7 hari
uji tourniquet positif atau perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus-menerus
Beri minum sebanyak 1-2 liter/hari
atau satu sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman: air bening, teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit. Pasang infus NaCl 0,9%:
Bila suhu >380C beri parasetamol dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai
Bila kejang beri obat antikonvulsif berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Infus ganti ringer laktat (RL)
(tetesan disesuaikan)

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang (kriteria pulang)


- tidak demam selama 24 jam tanpa antiprelik
- nafsu makan membaik
- secara klinis tampak perbaikan
- Ht stabil
- tiga hari setelah syok teratasi
- jumlah trombosit > 50.000/ml
- tidak dijumpai distres pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

24
d. Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat II Dengan Peningkatan Hemokonsentrasi
 20 % (11).
Pasien DBD derjat II apabila dijumpai demam tinggi, terus-menerus selama  7 hari
tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (paling tersering
perdarahan kulit dan mukosa, yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan kadar
hematokrit.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/ringer
asetat/NaCl 0,9 % atau dekstrose 5 % dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7
ml/kgBB/jam, monitor tanda-tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap
6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
1). Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu darah stabil tenang,
tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup dan kadar Ht cenderung
turun minimal dalam 2 x pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi
menjadi 5 ml/kg BB/jam. Apabila dalam obstruksi selanjutnya tanda vital
tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan
dihentikan pada 24-48 jam.
2). Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila
keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, diuresis kurang,
tekanan nadi memburuk < 20 mmHg, serta peningkatan Ht, maka tetesan diberikan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam,
cairan dinaikkan lagi menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi.
Apabila distress pernafasan menjadi lebih berat dan atau Ht naik maka berikan
cairan koloid 20-30 ml/KgBB/jam, tetapi bila Ht turun, berikan transfusi darah
segar 10 ml/KgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan.

Tatalaksana DBD Derajat I dan II dengan peningkatan Hematokrik ≥ 20%.

25
DBD derajat I dengan peningkatan HT ≥ 20% Ht normal

Cairan awal

RL / RA / NaCl 0,9% atau RLD5 / NaCl 0,9% +


D5, 6-7 ml / kgBB / jam

Monitor tanda-tanda vital / nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

tidak gelisah gelisah


nadi kuat distres pernapasan
tekanan darah stabil frekuensi nadi naik
diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik
(12 ml/kgBB/jam) diuresis kurang/tidak ada
Ht turun
(2 kali pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tanda vital memburuk


Tetesan dinaikkan
Ht meningkat

Perbaikan 10-15 ml/kgBB/jam


5 ml/kgBB/jam

Perbaikan
Tanda vital tidak stabil
Sesuaikan tetesan

Distres pernafasan Ht turun


3 ml/kgBB/jam Ht naik
Tek. Nadi ≤20 mmHg

IVFD stop pada 24-48 jam

bila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar


diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Perbaikan

e. Penatalaksanaan Kasus DSS atau DBD Derajat III dan IV (11)


Dengue syok syndrome ialah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba
kecil, lambat atau tidak teraba, tekanan nadi turun (misalnya sistolik 90 dan
diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi  20 mmHg, bibir biru, tangan kaki
dingin dan tidak ada produksi urin.

26
1). Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9 %) 20 ml/KgBB.
Secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2 l/menit. Untuk
DSS berat (DHF derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak teratur), diberikan
ringer laktat 20 ml/KgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2). Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid
(dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/KgBB, maksimal 30 ml/KgBB (koloid diberikan
pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi
keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi setiap 15 menit dan periksa
hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis. Elektrolit dan gula darah.
a). Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
mmHg, nadi urut, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 /UL/KgBB/jam.
Volume 10 ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai
klinis stabil dan hematokrit menurun < 40 %. Selanjutnya cairan diturunkan
menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil, kemudian secara
bertahap cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Dianjurkan
pemeriksaan cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis,
tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin > 1
ml/KgBB/jam, berat jenis urin < 1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit
tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b). Apabila syok belum teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih
> 40 % berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif, berikan darah segar 20 ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10
ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H2O) pada syok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak
dianjurkan.

3. Kriteria Memulangkan pasien (11)

27
Pasien dapat dipulangkan apabila semua keadaan di bawah ini :
a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
b. Nafsu makan membaik.
c. Tampak perbaikan secara klinis.
d. Hematokrit stabil.
e. Tiga hari setelah syok teratasi.
f. Trombosit > 50.000 /UL.
g. Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).

DAFTAR PUSTAKA

28
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose
Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan.
Detik Health. Retrieved from:
http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April 2013
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.ht
ml diakses 20 April 2013
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru
di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue
fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

29

Anda mungkin juga menyukai