PENDAHULUAN
Tidak semua persalinan membuahkan hasil seperti yang diinginkan,ada kalanya bayi lahir
dengan kelainan bawaan,yaitu kelainan yang diperoleh sejak bayi dalam kandungan. Sekitar 3%
bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan. Meskipun angka ini termasuk rendah,akan tetapi
kelainan ini dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Di negara maju <
30% dari penederita dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita penyakit kongenital dan
akibat yang ditimbulkannya. Sepuluh persen kematian periode prenatal dan 40% kematian
periode satu tahun pertama disebabkan oleh kelainan bawaan.
Dengan keberhasilan penganggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi,
masalah yang akan muncul dipermukaan adalah masalah genetik (termasuk didalamnya kelainan
bawaan). Di Inggris pada tahun 1900 angka kematian bayi adalah 154 per 1000 kelahiran hidup
dan 3,5 diantaranya disebabkan oleh kelainan genetik. Pada tahun 1986 angka kematian bayi
turun menjadi 9,6 per 1000 kelahiran hidup, tahun 1991 7,4 per 1000 kelahiran hidup, akan tetapi
angka kematian karena kelainan genetik tidak berubah yaitu 3,5 per 1000 kelahiran hidup. Dari
angka tersebut dapat dilihat bahwa kontribusi kelainan genetik terhadap angka kematian bayi
meningkat dari 3% menjadi hampir 50%. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kromosom2,3
Di tahun 1910, Thomas Hunt Morgan membuktikan bahwa kromosom merupakan
pembawa gen. Pada tahun 1955, Joe Hin Tjio, seorang ilmuwan Amerika kelahiran Indonesia
berhasil membuktikan bahwa kromosom manusia terdiri dari 23 pasang, bukan 24 pasang seperti
yang diyakini para ahli genetika sejak lama. Berdasarkan panjang lengan yang dimilikinya dapat
dibedakan menjadi metasentrik, submetasentrik, akrosentrik, dan telosentrik.
Metasentrik: memiliki panjang lengan yang relatif sama sehingga sentromer berada di
tengah-tengah.
Submetasentrik: memiliki satu lengan kromosom lebih pendek sehingga letak sentromer
sedikit bergeser dari tengah.
Akrosentrik: salah satu lengan kromosom jauh lebih pendek dibandingkan lengan
kromosom lainnya.
Telosentrik: hanya memiliki satu buah lengan saja sehingga letak sentromernya berada di
ujung kromosom.
autosom dilambangkan dengan huruf A sehingga penulisan autosom sel somatis manusia adalah
44A atau 22AA. Kromosom Kelamin (Gonosom) yang menentukan jenis kelamin pada individu
jantan atau betina atau pada manusia pria atau wanita. Gonosom dapat menentukan jenis
kelamin makhluk hidup.Jumlahnya sepasang pada sel somatis. Pada manusia dengan jumlah
kromosom sel somatis 46 buah, terdapat 44 autosom dan 2 gonosom. Terdapat 2 jenis gonosom,
yaitu X dan Y. Umumnya pada makhluk hidup, gonosom X menentukan jenis kelamin betina dan
gonosom Y menentukan jenis kelamin jantan. Susunan gonosom wanita XX dan gonosom pria
XY.Oleh karena itu, penulisan kromosom sel somatis (2n) adalah 44A + XY (pria) atau 44A +
XX (wanita).Adapun untuk sel gamet (n) adalah 22A + X atau 22A + Y.2,3
membagikan sel identik kromosom kepada masing-masing dari kedua sel keturunan atau sel
anakan, melalui pembelahan sel awal (sel induk).
Interfase adalah periode di antara dua mitosis yang berturutan dan terdiri atas tiga fase:
G1, S, dan G2. Selama fase S (sintesis), molekul-molekul DNA dari masing-masing kromosom
mengalami replikasi hingga menghasilkan sepasang molekul DNA identik yang disebut
kromatid. Masing-masing kromosom yang telah direplikasi itu lalu memasuki mitosis dengan
dua molekul DNA yang identik. Untai-untai tipis kromatin umumnya tampak sebagai materi
amorfus (tidak berbentuk jelas) dan bergranula dalam nucleus sel-sel yang diwarnai saat
interfase. Sebelum dan sesudah fase S, ada dua periode saat berlangsung aktivitas metabolic,
pertumbuhan, dan diferensiasi secara giat, yaitu fase G 1 (gap 1) dan G2 (gap 2). Selama G1, selsel mempersiapkan sintesis DNA (fase S), sedangkan selama G 2, terjadi pertumbuhan dan
pembesaran sel. Sel-sel dapat meninggalkan siklus sel dan memasuki tahapan istirahat, atau
tahapan G0, dari G1. Sel-sel G0 bersifat nonproliferatif (tidak memperbanyak diri), namun viable
(mampu bertahan hidup) dan aktif secara metabolic. Sel-sel dapat memasuki kembali siklus sel
dengan cara kembali ke G1. Begitu sebuah sel memasuki G1 dan siklus sel, sel itu akan
menyelesaikan siklus tersebut. Fase M, atau mitosis, terdiri atas empat fase utama yaitu: profase,
metaphase, anaphase dan telofase. Mitosis biasanya adalah fase terpendek dalam siklus sel,
hanya berlangsung selama 1 jam dari waktu total siklus sel terpanjang 18-24 jam dalam sebuah
sel hewan ideal. Lama waktu yang dihabiskan dalam fase-fase lainnya bisa beragam, tapi
umumnya fase G1 berlangsung selama 6-12 jam, fase S 6-8 jam, dan fase G 2 3-4 jam. Waktu
yang dihabiskan pada masing-masing fase mitosis cukup berbeda-beda. Profase biasanya
memerlukan waktu yang jauh lebih lama daripada fase-fase lainnya; metaphase adalah yang
paling singkat.2,3
(a) Profase
Pada profase, kromosom-kromosom menebal atau berkondensasi, sehingga
menjadi bisa terlihat di bawah mikroskop cahaya, mula-mula sebagai benang-benang
tipis, lalu secara progresif menjadi semakin pendek dan tebal karena mengumpar di
sekeliling protein-protein histon, kemudian mengumpar terpilin (supercoil) pada dirinya
sendiri.
Di profase akhir, sebuah kromosom bisa jadi telah cukup terkondensasi sehingga
dapat dilihat dengan mikroskop sebagai struktur yang terdiri atas dua kromatid yang
dihubungkan pada sentromernya. Sentrosom terdiri dari sepasang sentriol dan merupakan
tempat dimana mikrotubulus, yang tersusun atas dua protein tubulin yang berbeda tipe,
berorganisasi hingga membentuk gelendong mitosis. Sentriol terbuat dari mikrotubulus,
dan saat profase masing-masing sentriol mengalami replikasi dan bermigrasi ke arah
daerah-daerah kutub yang berlawanan pada sel. Di sana, sentriol membentuk pusat
pengorganisasian mikrotubulus (microtubule organizing center, MTOC). Dari MTOC-lah,
berkembang sebuah jaringan berbentuk gelendong yang tersusun atas mikrotubulus
(disebut gelendong atau spindle). Mikrotubulus membentang dari MTOC menuju
kinetokor, yaitu sebuah struktur multiprotein yang melekat ke DNA sentromerik pada
masing-masing kromosom. Sebagian besar tumbuhan, fungi dan sebagian alga tidak
memiliki sentriol tapi mampu membentuk serabut-serabut gelendong; dengan demikian
senriol tidaklah diperlukan untuk pembentukan gelendong pada semua organism. Pada
profase akhir, memban nucleus telah menghilang, sedangkan gelendong telah terbentuk
sepenuhnya. Profase akhir adalah waktu yang tepat untuk mempelajari dan menghitung
kromosom sebab saat itu kromosom sangat terkondensasi dan tidak dikelilingi oleh
membrane nucleus. Mitosis dapat dihentikan pada tahapan itu dengan cara memajankan
sel pada sejenis zat kimiawi alkaloid, kolkisin, yang mengganggu perakitan serabut
gelendong.
(d) Telofase
Pada telofase, masing-masing set dari kromatid-kromatid yang memisah, berkumpul pada
kedua kutub sel. Kromatid-kromatid (yang kini disebut lagi sebagai kromosom) mulai
membuka kumparannya dan kembali ke keadaan interfase. Gelendong berdegenerasi,
membrane nucleus terbentuk kembali, dan sitoplasma membelah dalam proses yang
disebut sitokinesis.
Ada tiga titik pemeriksaan (checkpoint) selama siklus sel untuk memastikan adanya
kemajuan yang layak sebelum meneruskan ke tahapan berikutnya: pada peralihan G1/S, pada
peralihan G2/M, dan selama fase M. Sebagai contoh, jika replikasi DNA belum terjadi pada fase
S (diperiksa pada transisi G2/M), tak ada gunanya bagi sel untuk melanjutkan ke tahap mitosis.
Kanker muncul terutama akibat pembelahan sel yang tidak teregulasi, dan faktanya memang
banyak kanker manusia yang sebagian disebabkan oleh aberasi (atau mutasi) gen-gen yang
mnegontrol titik-titik pemeriksaan siklus sel. Ketika titik-titik itu tidak diawasi dengan baik, selsel abnormal yang biasanya dilenyapkan dari suatu populasi dapat terus membelah dan
menghasilkan tumor.2,3
2.2.3 Meiosis
Secara spesifik, meiosis melibatkan replikasi sebuah DNA tunggal dan dua pembelahan
sitoplasma. Pembelahan meiosis pertama (meiosis I) adalah pembelahan reduksional yang
menghasilkan dua sel haploid dari satu sel diploid tunggal. Pembelahan meiosis kedua (meiosis
II) adalah pembelahan berimbang (mirip dengan mitosis, dalam artian terjadi pemisahan
kromatid-kromatid dari sel-sel haploid). Masing-masing pembelahan meiosis itu (meiosis I dan
II) terdiri atas empat fase utama. Bagi meiosis I, keempat fase itu adalah profase I, metaphase I,
anaphase I dan telofase I; sedangkan bagi meiosis II: profase II, metaphase II, anaphase II dan
telofase II. DNA bereplikasi saat interfase sebelum meiosis I; DNA tidak bereplikasi di antara
telofase I dan profase II.4
Pergerakan itu mengurangi jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Telofase I
terjadi ketika membrane nucleus terbentuk kembali dan kromosom-kromosom telah mencapai
kutub tujuannya. Berikutnya terjadi sitokinesis yang menghasilkan pembelahan sel induk diploid
menjadi dua sel anakan haploid. Masing-masing sel haploid menerima perpasangan acak
kromosom paternal dan maternal; dengan kata lain, kromosom-kromosom yang diperoleh dari
induk jantan maupun induk betina dalam satu sel anakan tidaklah seragam. Selain itu, akibat
pindah silang, kromatid-kromatid anakan (masih tetap saling melekat di sentromer) bisa jadi tak
lagi identik secara genetic. Pembelahan meiosis pertama berakhir disini.3,4
Aberasi (penyimpangan) genetic dapat terjadi jika terjadi kesalahan-kesalahan saat
kromosom-kromosom homolog berpisah pada anaphase I. Jika kromosom-kromosom homolog
gagal berpisah, atau disjoin, dan keduanya bermigrasi ke kutub yang sama (disebut
nondisjunction), gamet-gamet yang dihasilkan akan mengandung dua kromosom tersebut, dan
bukannya satu. Ketika gamet semacam itu berfusi dengan gamet lain saat fertilisasi, zigot yang
dihasilkan akan memiliki tiga kromosom itu. Kondisi tersebut dinamakan trisomi. Kebanyakan
trisomi bersifat letal (mematikan); akan tetapi, trisomi 21 (disebut juga sindrom down),
menghasilkan individu yang memiliki tiga salinan kromosom 21. Trisomi itu tidak letal, tetapi
menyebabkan individu pemiliknya mengalami gangguan mental dan fisik. Trisomi kromosom
seks juga terjadi tanpa letalitas, tetapi menyebabkan abnormalitas genetic.3,4
(b) Interkinesis
Periode antara pembelahan meiosis pertama dan meiosis kedua disebut
interkinesis. Bergantung pada spesiesnya, interkinesis dapat terjadi singkat maupun
lama. Selama interkinesis yang ekstensif, kromosom-kromosom bisa terbuka
kumparannya dan kembali ke suatu kondisi serupa-interfase dengan terbentuknya
kembali membrane nucleus. Belakangan, kromosom-kromosom akan berkondensasi
kembali dan membrane nucleus menghilang. Tak ada sesuatu pun yang penting secara
genetika terjadi selama interkinesis. Akan tetapi perlu diperhatikan satu perbedaan
penting antara interfase mitosis dengan interkinesis meiosis; yaitu tidak terjadi sintesis
DNA selama interkinesis.
kelainan kromosom tidak menyebabkan penyakit pada operator, seperti translokasi atau inversi
kromosom, meskipun mereka dapat menyebabkan kesempatan lebih tinggi melahirkan anak
dengan kelainan kromosom. jumlah abnormal kromosom atau set kromosom, aneuploidi, dapat
mematikan atau menimbulkan gangguan genetik. Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu
(1) nondisjunction: ada gangguan dalam pelepasan sepasang kromosom, entah terjadi pada
sebagian atau seluruhnya; (2) translokasi: terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari
pasangan berbeda; (3) mosaik: terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot; dan
(4) reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom. Ada 2 jenis kelainan kromosom, yaitu
kelainan pada jumlah kromosom, dimana terdapat jumlah kromosom yang berlebihan (disebut
dengan trisomi), seperti adanya kromosom yang berjumlah 3 untai (seharusnya hanya 2 untai
atau sepasang) atau jumlah kromosom yang berkurang (disebut dengan monosomi), yaitu ada
kromosom yang jumlahnya hanya 1 untai dan kelainan pada struktur kromosom, diantaranya
adalah delesi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih pendek dari kromosom
normal, insersi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih panjang dari normal dan
berpindahnya bagian satu kromosom ke bagian kromosom yang lain atau yang disebut dengan
translokasi.3,4
2.3.1 Variasi Jumlah Kromosom
Masing-masing spesies memiliki jumlah kromosom yang khas. Kebanyakan organisme
tingkat tinggi bersifat diploid, dengan dua set kromosom homolog : salah satu set disumbangkan
oleh induk jantan, sedangkan set satunya lagi disumbangkan oleh induk betina. Variasi dalam hal
jumlah set kromosom (ploidi) umum ditemukan di alam. Diperkirakan satu per tiga dari
angiosperma (tumbuhan berbunga) memiliki lebih dari dua set kromosom (poliploid). Istilah
euploidi diterapkan bagi organisme-organisme yang jumlah kromosomnya merupakan kelipatan
suatu angka dasar (n), sedangkan aneuploidi mengacu pada jumlah kromosom yang bukan
merupakan kelipatan bulat dari n.5
2.3.1.1 Euploidi
a. Monoploid
Satu set kromosom (n) secara karakteristik ditemukan dalam nucleus sejumlah organism
yang tidak begitu kompleks misalnya fungi. Monoploid pada organisme-organisme multiseluler
kompleks biasanya lebih kecil dan tidak setangguh diploid yang normal.
b. Diploid
Dua set kromosom (2n) adalah khas bagi kebanyakan hewan dan organisme-organisme
multiselular kompleks. Keadaan diploid adalah hasil dari penyatuan dua gamet haploid.
c. Triploid
Tiga set kromosom (3n) bisa berasal dari penyatuan sebuah gamet monoploid (n) dengan
sebuah gamet diploid (2n). Set kromosom ekstra pada triploid didistribusikan dalam berbagai
kombinasi pada sel-sel nutfah, sehingga menghasilkan gamet-gamet yang secara genetis tidak
seimbang. Karena triploid umumnya mengalami sterilitas, triploid tidak umum ditemukan
dalam populasi-populasi alamiah.
d. Tetraploid
Empat set kromosom (4n) bisa muncul dalam sel-sel tubuh sebagai akibat penggandaan
somatic jumlah kromosom. Penggandaan bisa berlangsung secara spontan maupun diinduksi
hingga terjadi dalam frekuensi tinggi melalui pemajanan terhadap zat-zat kimiawi tertentu,
misalnya alkaloid kolkisin. Tetraploid juga dihasilkan oleh penyatuan gamet-gamet diploid
yang belum tereduksi jumlah kromosomnya (2n).
ketidakseimbangan genetic, yang terwujudkan dalam bentuk mortalitas yang tinggi atau fertilitas
yang tereduksi.
b. Trisomik
Diploid yang memiliki satu kromosom ekstra direpresentasikan oleh rumus kromosom
(2n+1). Salah satu pasang kromosom memiliki anggota tambahan, sehingga bisa terbentuk
struktur trivalen saat profase meiosis. Jika dua kromosom dari trivalen itu bergerak ke salah satu
kutub, sedangkan kromosom yang ketiga menuju kutub yang berlawanan, maka secara berturutturut gametnya akan menjadi (n+1) dan (n). Trisomi dapat menghasilkan fenotip-fenotip yang
berbeda, tergantung pada kromosom mana dari komplemen tersebut yang ada dalam triplikat.
Pada manusia, keberadaan satu kromosom ekstra yang kecil (autosom 21) memiliki efek yang
snagat membahayakan dan menyebabkan sindrom down yang dulu disebut mongolisme.
c. Tetrasomik
Jika ada kromosom yang kuadruplikat pada organisme yang seharusnya diploid, kita
menyatakannya sebagai (2n+2). Sebuah kuadrivalen bisa terbentuk pada kromosom itu saat
meiosis. Kuadrivalen itu nantinya akan mengalami masalah yang sama dengan yang dibahas
pada alotetraploid.
d. Trisomik ganda
Jika masing-masing dari dua kromosom yang berbeda direpresentasikan dalam triplikat,
trisomik ganda bisa dilambangkan sebagai (2n+1+1).
e. Nulosomik
Suatu organisme yang kehilangan sepasang kromosomnya disebut nulosomik. Hasilnya
biasanya letal bagi diploid (2n-2). Akan tetapi, sejumlah poliploid bisa kehilangan dua homolog
dari satu set dan tetap sintas. Contohnya, sejumlah nulosomik dari gandum heksaploid (6n-2)
menunjukkan pengurangan ketangguhan dan fertilitas, tapi bisa sintas sampai dewasa sebab
poliploid memiliki keberlimpahan genetic.
2.3.2 Variasi Susunan Segmen Kromosom 3,,4,5
a. Translokasi
Diduga bahwa sejumlah duplikasi berguna dalam evolusi materi genetic baru. Karena gen-gen
lama bisa terus menyediakan kebutuhan-kebutuhan masa kini dari suatu organisme, gen-gen
yang jumlahnya berlebihan bisa bebas bermutasi menjadi bentuk-bentuk baru tanpa disertai
hilangnya adaptabilitas saat ini. Keberlimpahan genetik, yang salah satu contohnya adalah
duplikasi semacam itu, bisa melindungi organism dari efek-efek sebuah gen resesif
membahayakan ataupun dari suatu delesi yang berakibat letal. Saat perpasangan meiosis,
kromosom yang mengandung segmen yang terduplikasi menggembung menjauhi homolog
normalnya untuk memaksimalkan penjajaran daerah-daerah homolog. Pada beberapa kasus,
materi genetic ekstra diketahui menyebabkan suatu efek fenotipik yang berbeda. Relokasi materi
kromosomal tanpa mengubah kuantitasnya bisa menyebabkan terjadinya fenotip yang berubah
(efek posisi).
Gambar 7. Trisomi 21
Sel telur normal dan sel-sel sperma hanya memiliki 23 kromosom, bukan 46. Banyak
kesalahan dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Miosis yang seharusnya berpisah disebut
disjungsi. Namun kadang-kadang satu pasang tidak membagi. Hal ini berarti bahwa dalam sel-sel
yang dihasilkan seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22
kromosom. Kelainan ini disebut nondisjunction. Jika sel sperma atau sel telur dengan jumlah
kromosom abnormal menyatu dengan pasangan yang normal, makan sel telur yang dibuahi akan
memiliki jumlah kromosom abnormal. Dari 95% kasus sindroma Down disebabkan oleh satu sel
memiliki dua kromosom 21, sehingga sel telur yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. Oleh
karena itu nama ilmiahnya disebut trisomy 21. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% dari
sel-sel abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan nondisjunction belum diketahui, tetapi
diduga ada hubungannya dengan usia ibu.6,7
Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat dengan mudah
mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ
yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.6,7
Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85 (rata-rata
50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan artikulasi. Sleep apnea
terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru mengalami
hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan hipoksemia atau
hiperkarbia.
Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah lembut,
sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami kecemasan dan keras
kepala.
Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan kejang
tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.
Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut lebih
awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang
berkaitan dengan umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif, hilangnya
kemampuan adaptasi, dan meningkatnya demensia tipe Alzheimer.
Wajah: sangat khas, ditandai dengan kepala agak kecil, muka lebar, tulang pipi
tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan antara satu dengan yang lainnya, serta
sipit miring keatas dan samping seperti mongolia.
Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral, brushfield
spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus (44%), nistagmus
(20%),
blepharitis
(31%),
konjungtivitis,
kongenital
katarak
(3%),
Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah,
pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular
cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang
terlambat, mikroodonsia (35-50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder,
hipoplastik dan hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.
Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media kronis dan
hilang pendengaran sering terjadi.
Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-50%); hal itu
biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di rumah
sakit (62%) dan penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun
pertama kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah endocardial
cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%), secundum atrial septal defect
(10%), tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar
30% pasien mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah
patent ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua
endocardial cushion defects berhubungan dengan Sindroma Down.
Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit Hirschprung
(<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus imperforata, dan omfalokel
juga dapat terjadi.
Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan fleksi
tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari kaki
pertama dan dislokasi panggul yang didapat.
Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental pada
penderita sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini. Walau demikian
usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita sindrom Down akan dapat
memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat memperpanjang usianya. 6,7
Gambar 9. Trisomi 13
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada trisomi 13 meliputi : 8
Mikrosefal
Mikroftalmia/anoftalmia
Cyclops (mata tunggal)
Sinoftalmia (2 mata bergabung menjadi 1)
Absen atau abnormal struktur nasal atau proboscis
Cleft bibir dan palatum
Low set ears
Polidaktili (post aksial)
Hernia (umbilikal, inguinal)
Undescended testis
Abnormalitas skeletal ekstremitas
Defek pada scalp (cutis aplasia)
Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang ahir
dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Terapi yang dilakukan fokus untuk
membuat bayi lebih nyaman. Anak yang tetap bertahan sejak lahir mungkin membutuhkan terapi
bicara, terapi fisik, operasi untuk mengatasi masalah fisik, dan terapi perkembangan lainnya.8
lagi, yaitu 1 di setiap 6000 kelahiran dan 1 di setiap 8000 kelahiran. Seperti halnya sindrom
Down, sindrom Edwards sering terjadi seiring dengan usia ibu yang semakin meningkat. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas, penderita sindrom Edwards memiliki tambahan kromosom pada
pasangan kromosom nomor 18 nya, tambahan kromosom inilah yang menimbulkan masalah bagi
penderita. Tambahan jumlah kromosom ini bisa terdapat di keseluruhan sel somatik tubuh, bisa
juga hanya terdapat di sebagian sel saja yang disebabkan karena translokasi. Efek dari tambahan
kromosom ini sangat bervariasi, tergantung pada riwayat genetik dan kesempatan serta sejauh
mana tambahan kromosom ini berperan.8
Sel telur dan sel sperma yang sehat, masing-masing memiliki kromosom individu yang
berkontribusi memberikan 23 pasang kromosom yang dibutuhkan untuk membentuk sel manusia
normal dengan 46 kromosom. Kesalahan numerik dapat timbul pada salah satu dari dua meiosis
dan menyebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah ke dalam sel anak (nondisjunction). Hal
ini menyebabkan kromosom ekstra, membuat jumlah haploid sebanyak 24, bukan 23. Fertilisasi
sel telur atau inseminasi oleh sel sperma yang memliki kromosom ekstra, akan menghasilkan
trisomi, atau tiga salinan kromosom lebih dari dua. Oleh karena itu, tambahan kromosom
biasanya terjadi sebelum konsepsi.8
Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis. Karena
nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan kromosom tambahan
pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24 kromosom (normal; 23). Saat gamet itu
bergabung dengan gamet normal dari orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan
tiga kromosom pada kromosom nomor 18. Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini
akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan
dalam perkembangan janin.8
yang menonjol dari kepala ( ubun-ubun kecil ) rendah-set, telinga cacat; rahang abnormal kecil
( micrognathia ), bibir sumbing / langit-langit mulut sumbing, hidung terbalik, sempit lipatan
kelopak mata ( fisura palpebra ), mata banyak spasi ( hypertelorism okular ), melorot dari
kelopak mata atas ( ptosis ), sebuah tulang dada pendek, tangan terkepal, koroid pleksus
kista, jempol terbelakang dan atau kuku, jari-jari tidak ada , anyaman dari kedua dan ketiga jari
kaki, kaki pengkor atau kaki Rocker bawah, dan di laki-laki, testis tidak turun. Dalam rahim,
karakteristik yang paling umum adalah anomali jantung, diikuti oleh sistem saraf pusat anomali
seperti kelainan bentuk kepala. Prognosis. Bersifat letal. Hanya 5% dari anak-anak ini yang
bisa melewati ulang tahunnya yang pertama. Biasanya penderita meninggal sebelum berusia 6
bulan.8
2.7 Sindroma Klinefelter
Sindroma Klinefelter, juga dikenal sebagai kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel
mereka. Daripada kromosom XY pola biasa yang dimiliki sebagian besar laki-laki, orang-orang
ini memiliki pola XXY. Sindroma Klinefelter dikenal setelah Dr Henry Klinefelter pertama kali
menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa pria dengan kromosom X
tambahan. Meskipun semua laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X
tambahan, tidak setiap laki-laki XXY memiliki semua gejala-gejala. Karena tidak setiap lakilaki dengan pola XXY memiliki semua gejala sindroma Klinefelter, adalah umum untuk
menggunakan istilah laki-laki XXY untuk
menggambarkan
orang
orang
ini,
atau
kondisi XXY untuk menjelaskan gejala. Para ilmuwan percaya kondisi XXY adalah salah satu
kelainan kromosom yang paling umum pada manusia. Sekitar satu dari setiap 500 laki-laki
memiliki kromosom X tambahan, tetapi banyak yang tidak memiliki gejala. Penderita Klinefelter
bisa mengidap kelainan skeletal dan kardiovaskuler berat. Perkembangan gonad sangat
terpengaruh terhadap setiap kromosom X tambahan. Antara kelainan yang dapat disebabkan oleh
pertambahan kromosom X adalah infertilitas karena disgenesis tubulus seminiferus dan
kecacatan pada alat genitalia luar (hipoplastik). Selain itu, perkembangan kognitif yang
terganggu berpengaruh terhadap kapasitas IQ skor kira-kira berkurang 15 poin untuk setiap
tambahan kromosom X namun hal ini bersifat subyektif. Efek yang menjadi masalah utama
penderita Kinefelter adalah hipogonadisme, ginekomastia serta masalah psikososial.3,9,10
tidak memproduksi testosteron sebanyak anak-anak lain. Hal ini dapat menyebabkan tubuh
menjadi lebih tinggi dengan sedikit massa otot, rambut wajah dan tubuh yang kurang, dan
pinggul yang lebih luas. Sebagai remaja, laki-laki XXY mungkin memiliki payu dara yang lebih
besar, tulang lemah, dan tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki normal lainnya.
Laki-laki XXY dewasa tampak mirip dengan laki-laki biasa meskipun mereka sering lebih tinggi.
Mereka juga lebih berisiko untuk terkena masalah kesehatan tertentu misalanya gangguan
autoimun, kanker payudara, penyakit pembuluh darah vena, osteoporosis, dan kerusakan gigi.
Laki-laki XXY juga cenderung memiliki testis yang lebih kecil. Laki-laki XXY dapat memiliki
kehidupan seksual yang normal, tetapi mereka biasanya memproduksi sperma yang sedikit
bahkan tidak ada. Sekitar 95-99 persen laki-laki XXY tidak subur (infertile) karena tubuh mereka
tidak memperoduksi jumlah sperma yang cukup.9,10
dapat mempunyai anak. Walaupun banyak penyakit dan komplikasi yang berisiko untuk didapat,
namun dengan pengobatan yang teratur resiko ini dapat dikurangkan dan prognosis akan lebih
baik.9,10
Bertubuh pendek
Bengkak pada kaki dan tangan waktu lahir
Dada bidang (shield chest) dan putting jaraknya saling berjauhan
Garis rambut rendah
Kedudukan telinga rendah
Mandul
Struktur gonadal kurang berkembang
Tidak datang haid (Amenorrhea)
Peningkatan berat badan, obesiti
diantara 1.000 pria. Sindrom xyy merupakan kelainan yang terjadi ketika sel telur dibuahi oleh
sel sperma dengan kromosom YY. Sebuah aneuploidy ( nomor abnormal ) dari kromosom seks di
mana sebuah laki-laki manusia menerima sebuah y-chromosome ekstra, memberikan total 47
kromosom, yang biasanya hanya 46 kromosom. Sindrom Laki-laki Super (47 XYY) dapat terjadi
ketika sel telur dibuahi oleh sel sperma dengan kromosom YY (akibat mengalami gagal barpisah
pada kromosom seksnya). Pembuahan tersebut menghasilkan keturunan dengan 47 kromosom
(terdiri atas 44 autosom dan 3 kromosom seks, yaitu XYY).1,9
terjadi pada waktunya. Pria XYY tidak mandul, mereka memilki testis yang berukuran normal
serta memiliki potensi dan gairah seksual yang normal. Penderita sindrom ini umumnya
berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga
sering berbuat kriminal. Anak laki-laki dengan sindroma XYY seirngkali secara fisik lebih aktif
daripada saudara kandungnya dan jika aktivitas ini ditanggapi dan disalurkan dengan baik,
biasanya tidak akan menimbulkan masalah. Mereka cenderung mengalami keterlambatan dalam
kematangan emosi dan cenderung mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga perlu
dirangsang secara dini dan adekuat. Pria XYY memiliki keadaan hormon seks yang normal dan
tidak perlu menjalani terapi hormonal.1,9
terjadi selama pembentukan awal embrio. Sesuai dengan hasil penelitian Jacobs yang
menunjukkan banyak sel-sel dari jaringan ovarium yang mengandung kromosom XX, maka
wanita tripel-X kebanyakan dihasilkan karena adanya nondisjunction pada waktu ibu membentuk
gamet. Penderita dengan sindrom triple-X biasanya bersifat kekanak-kanakan dengan perdarahan
haid yang sedikit dan keterbelakangan jiwa hingga derajat tertentu. Mereka mempunyai dua
badan kromatin seks dalam selnya dan oleh karena itu kadang-kadang dinamakan wanita
super. Sindroma triple-X dihasilkan oleh oosit XX dan sperma yang mengandung X. Beberapa
di antara penderita ini terbukti subur dan yang mengherankan adalah bahwa keturunannya
seluruhnya normal. Berdasarkan teori, penderita tripel-X seharusnya menghasilkan oosit yang
mengandung satu atau dua kromosom X dalam jumlah yang sama. 9
Pembuahan oosit abnormal XX seharusnya menghasilkan zigot XXX dan XXY.
Selain wanita tripel-X, pernah juga ditemukan wanita poli-X yaitu berupa tetra-X (48,XXXX)
dan penta-X (49,XXXXX). Makin bertambah banyak jumlah kromosom-X yang dimiliki
seseorang, makin kurang intelegensinya dan semakin bertambah gangguan mentalnya.9
Disebabkan oleh ionisasi, ketidakaktifan dan pembentukan Barr body bisa terjadi pada
semua sel perempuan. Hanya satu kromosom X yang aktif berperan dalam sel perempuan.
Sehingga sindrom Triple-X biasanya tidak menampakkan ciri-ciri fisik yang abnormal ataupun
masalah kesehatan. Umumnya penderita lebih tinggi dari perempuan umunya tetapi berat badan
penderita tersebut tidak sebanding dengan tingginya. Siklus haid penderita juga tidak teratur.
Hanya beberapa penderita yang menunjukkan retardasi mental, tetapi mereka mempunyai
gangguan dalam perkembangan, pemahaman, dan gangguan dalam berbicara. Kromosom
tambahan ini bisa diperoleh dari ibu dan ayah, hal ini dapat dibedakan dengan uji karyotip saja.
Umumnya perempuan dengan sindrom ini mengalami perkembangan seks yang normal dan bisa
bereproduksi (melahirkan anak), namun sebagian dari mereka mengalami menarche yang lebih
awal. Sindrom ini dapat diketahui melalui tes amniosentesis, chorionic villus sampling (CVS).
Ciri-ciri umum penderita syndrome triple X :1,9
Tangisan ini terdengar segera setelah bayi lahir dan berlangsung selama beberapa minggu,
kemudian
menghilang.
Sindrom
tangisan
kucing
disebabkan
kelainan
kromosom
tubuh (autosomal). Kromosom nomor 5 yang terlibat mengalami delesi pada lengan pendeknya
(5p). Kebanyakan kasus terjadi akibat mutasi
Penderita sindrom tangisan kucing ini menunjukan karakteristik utama berupa suara
tangisan yang lemah dan bernada tinggi (melengking), mirip suara anak kucing. Suara tangisan
yang khas tersebut diakibatkan oleh ukuran laring yang kecil dan bentuk epligotis yang tidak
normal. Sejalan dengan pertambahan besar laring, suara menyerupai suara tangisan kucing itu
akan hilang. Sepertiga dari penderita tidak lagi menunjukan suara tangis menyerupai kucing
setelah berusia 2 tahun. Selain karakteristik utama tersebut penderita sindrom cri du chat dapat
didiagnosa melalui beberapa ciri-ciri berikut:9,10
jarinya menyatu Simian crease (garis tangan pada telapak tangan hanya satu)
Keterbelakangan mental
Perkembangan kemampuan motoriknya lambat atau tidak lengkap
Sering disertai kelainan jantung
Penderita mengalami Hernia inguinalis
Diastasis rekti (otot-otot perut terpisah)
Otot kendur
Lipatan epikantus (lipatan pada kulit di sudut mata sebelah dalam)
Lipatan telinga yang tidak lengkap atau abnormal.
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis postnatal, kita perlu melakukan pendekatan, antara lain:1,10
1. Penelaahan prenatal
Riwayat ibu, usia kehamilan, riwayat konsumsi obat-obat teratogenik, serta radiasi.
2. Riwayat persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus.
3. Riwayat keluarga
Adanya kelainan bawaan yang sama atau kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi,
radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisik dan riwayat ibu serta keluarga
kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan
adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium.
a. Non-invasive : Ultrasonografi
b. Invasive
: Tes Amniosintesis
Tes Chorionic Villus Sampling (CVS)
Tes Fetal Blood Sampling (FBS)
2. Tes Amniosintesis
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 1620 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 34 minggu
Prosedur pemeriksaan janin dengan mengambil sampel cairan ketuban untuk mendeteksi
kadar alpha fetoprotein (AFP) di dalam cairan ketuban maka dapat mengetahui kelainan
kromosom seperti down syndrome dan cacat tabung saraf pada janin.
3. Tes Chorionic Villus Sampling (CVS)
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 1014 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 34 minggu
Prosedur pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringan plasenta dengan menggunakan jarum
biopsi untuk diteliti. Pemeriksaan jaringan plasenta di laboratorium dapat mendeteksi kelainan
kromosom dan cacat genetik atau bawaan seperti talasemia.
4. Tes Fetal Blood Sampling (FBS)
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 20 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 12 minggu
Prosedur pemeriksaan dengan mengambil sampel darah janin dari tali pusat janin untuk
mendeteksi terjadinya kelainan kromosom, kelainan bawaan, infeksi virus, anemia, dan kadar
oksigen darah janin.
menghasilkan 450 sampai 550 pita yang tampak per set kromosom haploid. Pemitaan kromosom
profase umumnya menghasilkan 850 pita.
Karena hanya sel yang sedang membelah yang dapat dievaluasi maka kecepatan
memperoleh hasil berkorelasi dengan kecepatan sel tumbuh dalam biakan. Sel darah janin sering
memberi hasil dalam 36-48 jam. Cairan amnion, yang mengandung sel amnion, yang
mengandung sel epitel, sel mukosa saluran cerna, dan amniosit biasanya memberi hasil dalam 514 hari. jika dilakukan analisisterhadap fibroblas kulit janin postamorterm maka stimulasi
pertumbuhan sel dapat lebih sulit dan analisis sitogenetik mungkin memerlukan waktu hingga 23 minggu.
Fluorescence in Situ Hybridization (FISH)
Prosedur ini merupakan suatu metode cepat untuk menentukan perubahan jumlah
kromosom-kromosom tertentu dan memastikan ada tidaknya gen atau sekuens DNA
spesifik. FISH terutama bermanfaat untuk identifikasi cepat aneuploidi spesifik yang mungkin
mengubah penatalaksanaan klinis, sebagai contoh deteksi trisomi 18 atau pemastian kasus yang
dicurigai sindrom duplikasi atau mikrodelesi.
Sel-sel difiksasi di objek kaca, dan dilakukan hibridisasi kromosom yang telah
difiksasi tersebut dengan pelacak (probe) gen atau kromosom berlabel fluoresen. Masingmasing pelacak adalah suatu sekuens DNA yang melengkapi regio kromosom atau gen tertentu
yang sedang diteliti sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan kromosom lain. Jika sekuens
DNA yang dimaksud ada maka hibridisasi terdeteksi sebagai sinyal terang pada pemeriksaan
mikroskop. Jumlah sinyal menunjukkan jumlah kromosom atau gen tersebut didalam sel yang
sedang dianalisis. FISH tidak memberi informasi tentang keseluruhan komplemen kromosom,
hanya regio kromosom atau gen yang diteliti.
Aplikasi pranatal tersering dari FISH adalah untuk melacak kromosom interfase dengan
sekuens DNA yang spesifik untuk kromosom 21,18,13,X, dan Y. Juga tersedia pelacak untuk
membantu untuk identifikasi sejumlah sindrom mikrodelesi. Dalam suatu ulasan oleh
Tepperberg, dkk (2001) terdapat lebih dari 45.000 kasus, kesesuaian (concordance) antara
analisis FISH untuk kromosom-kromosom ini dan kariotipe sitogenetik baku adalah 99,8 persen.
American College of Medical Genetics (2000) menyarankan bahwa analisis FISH dikonfirmasi
dengan evaluasi sitogenetik baku.
Southern Blotting
Teknik ini, yang dinamai berdasarkan nama penemunya, Edward Southern,
memungkinkan kita mengidentifikasi satu atau beberapa fragmen DNA yang diinginkan
dari jutaan fragmen yang biasanya diperoleh dari genom manusia keseluruhan yang dicerna
secara enzimatis. DNA dicerna oleh suatu enzim endonuklease restriksi dan potongan-potongan
yang dihasilkan dipisah satu sama lain dengan menggunakan elektroforesis gen agarosa.
Fragmen-fragmen lalu dipindah ke suatu membran nitroselulosa yang mengikat DNA. Pelacakpelacak homolog untuk segmen DNA yang diinginkan kemudian dihibridisasi ke DNA yang
sudah melekat ke membran tersebut, dengan penanda yang memungkinkan identifikasinya.
Prinsip dasar teknik Southern juga dapat diterapkan untuk RNA, dimana tekniknya disebut
Northern Blotting, dan ke protein disebut Western Blotting.
Reaksi Berantai Polimerase (PCR-Polymerase Chain Reaction)
PCR memungkinkan terjadinya sintesis cepat sejumlah besar sekuens DNA atau gen
spesifik. Untuk ini sekuens-sekuens gen keseluruhan diawal dan akhir gen harus diketahui. PCR
terdiri dari tiga tahap yang diulang berkali-kali. Pertama, DNA untai ganda didenaturasi dengan
pemanasan. Kemudian dilakukan penambahan primer oligonukleotida yang sesuai dengan
sekuens sasaran dimasing-masing untai DNA yang sudah terpisah dan memperkuat salah satu
ujung sekuens sasaran. Yang terakhir, suatu campuran nukleotidan dan DNA polimerase stabil
panas ditambahkan untuk memperpanjang sekuens primer dan terjadi sintesis untai-untai
komplementer DNA baru. Prosedur ini diulang berkali-kali sehingga teradi amplifikasi
eksponensial segmen DNA.
Analisis Keterkaitan
Jika gen spesifik penyebab belum teridentifikasi maka analisis keterkaitan (linkage
analysis) dapat membantu. Pada kasus-kasus ini kemungkinan bahwa seseorang (misal janin)
mewarisi sifat abnormal dapat diperkirakan. Analisis keterkaitan memungkinkan penentuan
lokasi berbagai gen, disertai perkiraan jarak mereka satu sama lain. Keterbatasan teknik
ini adalah bahwa teknik ini kurang presisi, bergantung pada ukuran keluarga dan
ketersediaan anggota keluarga untuk diperiksaan, dan mengandalkan keberadaan penandapenanda informatif di dekat gen yang bersangkutan.
Untuk penelitian dipilih penanda-penanda spesifik yang tersebut didasarkan pada
perkiraan lokasi gen penyebab penyakit. DNA dari masng-masing anggota keluarga kemudian
dianalisis untuk menentukan apakah ada penanda yang diwariskan bersama dengan gen penyakit.
Jika pengidap penyakit memiliki penanda dan yang tidak sakit tidak memilikinya, makan gen
penyebab penyakit dikatakan terkait dengan penanda yang menunjukkan bahwa keduanya berada
berdekatan di kromosom yang sama.
Comparative Genomic Hybridization (CGH) Arrays
CGH Arrays memanfaatkan prinsip PCR dan hibridisasi asam nukleat untuk
menampis DNA bagi banyak gen atau mutasi sekaligus. Sebuah microarray platform
mengandung fragmen-fragmen DNA yang sekuensnya diketahui. DNA dari orang yang akan
diperiksa dilabel dengan pewarnaan fluoresens dan dipajankan dengan fragmen-fragmen DNA
yang terfiksasi di chip. DNA normal (kontrol) dilabel denga pelacak (fluoresen) yang berbeda.
Intensitas sinyal pelacak fluoresen kemudian dibaca dengan pemindai laser.
Teknologi ini, dalam bentuknya yang sekarang, memiliki keterbatasan. Metode ini
tidak dapat mendeteksi tata ulang struktur kromosom yang seimbang misalnya translokasi atau
inversi seimbang. Polimorfisme genetik yang teridentifikasi olehnya dapat bermakna secara
klinis tapi mungkin juga tidak. Meskipun pemakaian CGH array saat ini masih dalam tahap
penelitian, diperkirakan teknologi ini suatu hari akan menjadi pelopor dalam pemeriksaan
penampisan genetik untuk diagnosis prenatal.
Retardasi mental
Hal-hal yang dilakukan adalah mencari tahu tentang sejarah keluarga pasien. Hal tersebut
berguna untuk untuk menegakkan diagnosis. Kemudian, melakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang dilakukan berguna untuk mencari tahu adanya penyakit lainnya pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, dan analisis
DNA. Analisis DNA digunakan untuk memastikan penyakit yang diderita pasien merupakan
kelainan genetik.
Hal yang dilakukan meliputi pembuatan pedigree dan menerapkan perhitungan risiko terjadinya
penyakit. Pembuatan pedigree berguna untuk mengetahui tentang kelainan genetik lain yang
pernah diderita keluarga pasien. Selain itu, dengan adanya pedigree, dapat dilihat pula apakah
adanya kemungkinan pernikahan saudara.
Genetic counseling
Pada konseling genetik, konselor memberikan alternatif-alternatif yang dapat diambil oleh
keluarga pasien untuk menghindari terulangnya kasus yang sama. Selain itu, konselor juga
melakukan kalkulasi risiko.
Desicion making
Carrier Testing: tes yang dilakukan untuk menentukan apakah seseorang membawa
satu salinan mutasi gen untuk suatu penyakit resesif tertentu. Cara yang dilakukan
pada tes ini adalah dengan analisis langsung dari gen, gen yang telah diekstrasi dari sel
darah akan diuji untuk melihat adanya mutasi. Jenis tes ini ditawarkan kepada seseorang
Predictive Testing: tes untuk menentukan kemungkinan bahwa seseorang yang sehat
dengan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu atau tidak, mungkin
akan menderita penyakit tersebut.
Adapula pilihan yang dapat diberikan oleh seorang konselor genetika kepada keluarga pasien
yang memiliki risiko anaknya mengalami kelainan genetik jika ingin menambah keturunan,
yakni:11,12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kelainan kromosom terdiri dari dua jenis yaitu kelainan pada jumlah kromosom, dimana
terdapat jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dan kelainan pada struktur
kromosom, diantaranya adalah delesi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih
pendek dari kromosom normal, insersi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih
panjang dari normal dan berpindahnya bagian satu kromosom ke bagian kromosom yang lain
atau yang disebut dengan translokasi. Kelainan kromosom dapat melibatkan kromosom autosom
maupun kromosom genosom atau kromosom seks. Setiap ditemukannya kelainan kromosom
pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan
faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya. Oleh karena itu, untuk
menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, ada baiknya pasangan yang belum menikah
untuk melakukan pemeriksaan pranikah. Pemeriksaan tersebut berguna untuk mengetahui
kondisi pasangan serta proyeksi masa depan pernikahan, terutama berkaitan dengan genetika.