Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
Tidak semua persalinan membuahkan hasil seperti yang diinginkan,ada kalanya bayi lahir
dengan kelainan bawaan,yaitu kelainan yang diperoleh sejak bayi dalam kandungan. Sekitar 3%
bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan. Meskipun angka ini termasuk rendah,akan tetapi
kelainan ini dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Di negara maju <
30% dari penederita dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita penyakit kongenital dan
akibat yang ditimbulkannya. Sepuluh persen kematian periode prenatal dan 40% kematian
periode satu tahun pertama disebabkan oleh kelainan bawaan.
Dengan keberhasilan penganggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi,
masalah yang akan muncul dipermukaan adalah masalah genetik (termasuk didalamnya kelainan
bawaan). Di Inggris pada tahun 1900 angka kematian bayi adalah 154 per 1000 kelahiran hidup
dan 3,5 diantaranya disebabkan oleh kelainan genetik. Pada tahun 1986 angka kematian bayi
turun menjadi 9,6 per 1000 kelahiran hidup, tahun 1991 7,4 per 1000 kelahiran hidup, akan tetapi
angka kematian karena kelainan genetik tidak berubah yaitu 3,5 per 1000 kelahiran hidup. Dari
angka tersebut dapat dilihat bahwa kontribusi kelainan genetik terhadap angka kematian bayi
meningkat dari 3% menjadi hampir 50%. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kromosom2,3
Di tahun 1910, Thomas Hunt Morgan membuktikan bahwa kromosom merupakan
pembawa gen. Pada tahun 1955, Joe Hin Tjio, seorang ilmuwan Amerika kelahiran Indonesia
berhasil membuktikan bahwa kromosom manusia terdiri dari 23 pasang, bukan 24 pasang seperti
yang diyakini para ahli genetika sejak lama. Berdasarkan panjang lengan yang dimilikinya dapat
dibedakan menjadi metasentrik, submetasentrik, akrosentrik, dan telosentrik.

Metasentrik: memiliki panjang lengan yang relatif sama sehingga sentromer berada di
tengah-tengah.

Submetasentrik: memiliki satu lengan kromosom lebih pendek sehingga letak sentromer
sedikit bergeser dari tengah.

Akrosentrik: salah satu lengan kromosom jauh lebih pendek dibandingkan lengan
kromosom lainnya.

Telosentrik: hanya memiliki satu buah lengan saja sehingga letak sentromernya berada di
ujung kromosom.

Gambar 1. Kromosom berdasarkan letak sentromer


Di sepanjang kromosom terdapat gen yang merupakan penentu sifat keturunan suatu
makhluk hidup. Kromosom tubuh (Autosom) yang menentukan ciri-ciri tubuh. Autosom tidak
menentukan jenis kelamin organisme. Pada manusia dengan jumlah kromosom sel somatis 46
buah, memiliki 44 autosom. Selebihnya, 2 kromosom, adalah kromosom kelamin. Penulisan

autosom dilambangkan dengan huruf A sehingga penulisan autosom sel somatis manusia adalah
44A atau 22AA. Kromosom Kelamin (Gonosom) yang menentukan jenis kelamin pada individu
jantan atau betina atau pada manusia pria atau wanita. Gonosom dapat menentukan jenis
kelamin makhluk hidup.Jumlahnya sepasang pada sel somatis. Pada manusia dengan jumlah
kromosom sel somatis 46 buah, terdapat 44 autosom dan 2 gonosom. Terdapat 2 jenis gonosom,
yaitu X dan Y. Umumnya pada makhluk hidup, gonosom X menentukan jenis kelamin betina dan
gonosom Y menentukan jenis kelamin jantan. Susunan gonosom wanita XX dan gonosom pria
XY.Oleh karena itu, penulisan kromosom sel somatis (2n) adalah 44A + XY (pria) atau 44A +
XX (wanita).Adapun untuk sel gamet (n) adalah 22A + X atau 22A + Y.2,3

Gambar 2. Kromosom manusia


2.2 Pembelahan Sel
2.2.1 Mitosis
Seluruh sel somatic pada organism multiselular adalah keturunan dari satu sel awal, yakni
telur yang terfertilisasi atau zigot, melalui proses pembelahan yang disebut mitosis. Fungsi
mitosis yang pertama adalah membuat salinan yang persis sama dari setiap kromosom, lalu

membagikan sel identik kromosom kepada masing-masing dari kedua sel keturunan atau sel
anakan, melalui pembelahan sel awal (sel induk).
Interfase adalah periode di antara dua mitosis yang berturutan dan terdiri atas tiga fase:
G1, S, dan G2. Selama fase S (sintesis), molekul-molekul DNA dari masing-masing kromosom
mengalami replikasi hingga menghasilkan sepasang molekul DNA identik yang disebut
kromatid. Masing-masing kromosom yang telah direplikasi itu lalu memasuki mitosis dengan
dua molekul DNA yang identik. Untai-untai tipis kromatin umumnya tampak sebagai materi
amorfus (tidak berbentuk jelas) dan bergranula dalam nucleus sel-sel yang diwarnai saat
interfase. Sebelum dan sesudah fase S, ada dua periode saat berlangsung aktivitas metabolic,
pertumbuhan, dan diferensiasi secara giat, yaitu fase G 1 (gap 1) dan G2 (gap 2). Selama G1, selsel mempersiapkan sintesis DNA (fase S), sedangkan selama G 2, terjadi pertumbuhan dan
pembesaran sel. Sel-sel dapat meninggalkan siklus sel dan memasuki tahapan istirahat, atau
tahapan G0, dari G1. Sel-sel G0 bersifat nonproliferatif (tidak memperbanyak diri), namun viable
(mampu bertahan hidup) dan aktif secara metabolic. Sel-sel dapat memasuki kembali siklus sel
dengan cara kembali ke G1. Begitu sebuah sel memasuki G1 dan siklus sel, sel itu akan
menyelesaikan siklus tersebut. Fase M, atau mitosis, terdiri atas empat fase utama yaitu: profase,
metaphase, anaphase dan telofase. Mitosis biasanya adalah fase terpendek dalam siklus sel,
hanya berlangsung selama 1 jam dari waktu total siklus sel terpanjang 18-24 jam dalam sebuah
sel hewan ideal. Lama waktu yang dihabiskan dalam fase-fase lainnya bisa beragam, tapi
umumnya fase G1 berlangsung selama 6-12 jam, fase S 6-8 jam, dan fase G 2 3-4 jam. Waktu
yang dihabiskan pada masing-masing fase mitosis cukup berbeda-beda. Profase biasanya
memerlukan waktu yang jauh lebih lama daripada fase-fase lainnya; metaphase adalah yang
paling singkat.2,3
(a) Profase
Pada profase, kromosom-kromosom menebal atau berkondensasi, sehingga
menjadi bisa terlihat di bawah mikroskop cahaya, mula-mula sebagai benang-benang
tipis, lalu secara progresif menjadi semakin pendek dan tebal karena mengumpar di
sekeliling protein-protein histon, kemudian mengumpar terpilin (supercoil) pada dirinya
sendiri.

Di profase akhir, sebuah kromosom bisa jadi telah cukup terkondensasi sehingga
dapat dilihat dengan mikroskop sebagai struktur yang terdiri atas dua kromatid yang
dihubungkan pada sentromernya. Sentrosom terdiri dari sepasang sentriol dan merupakan
tempat dimana mikrotubulus, yang tersusun atas dua protein tubulin yang berbeda tipe,
berorganisasi hingga membentuk gelendong mitosis. Sentriol terbuat dari mikrotubulus,
dan saat profase masing-masing sentriol mengalami replikasi dan bermigrasi ke arah
daerah-daerah kutub yang berlawanan pada sel. Di sana, sentriol membentuk pusat
pengorganisasian mikrotubulus (microtubule organizing center, MTOC). Dari MTOC-lah,
berkembang sebuah jaringan berbentuk gelendong yang tersusun atas mikrotubulus
(disebut gelendong atau spindle). Mikrotubulus membentang dari MTOC menuju
kinetokor, yaitu sebuah struktur multiprotein yang melekat ke DNA sentromerik pada
masing-masing kromosom. Sebagian besar tumbuhan, fungi dan sebagian alga tidak
memiliki sentriol tapi mampu membentuk serabut-serabut gelendong; dengan demikian
senriol tidaklah diperlukan untuk pembentukan gelendong pada semua organism. Pada
profase akhir, memban nucleus telah menghilang, sedangkan gelendong telah terbentuk
sepenuhnya. Profase akhir adalah waktu yang tepat untuk mempelajari dan menghitung
kromosom sebab saat itu kromosom sangat terkondensasi dan tidak dikelilingi oleh
membrane nucleus. Mitosis dapat dihentikan pada tahapan itu dengan cara memajankan
sel pada sejenis zat kimiawi alkaloid, kolkisin, yang mengganggu perakitan serabut
gelendong.

Gambar 3. Fase Mitosis


(b) Metafase
Saat metaphase, serabut-serabut kinetokor dari MTOC yang berseberangan akan
mendorong dan menarik sentromer-sentromer yang menjadi satu pada kromatidkromatid. Akibatnya, masing-masing kromosom bergerak ke bidang yang biasanya dekat
dengan bagian tengah sel, sebuah posisi yang disebut bidang metaphase (metaphase
plate). Kromosom-kromosom dijaga pada posisi itu oleh tekanan dari serabut-serabut
MTOC yang berseberangan.2,3
(c) Anafase
Selama anaphase, kromatid-kromatid memisah di bagian sentromer dan tertarik ke
kutub-kutub yang berseberangan. Seiring bergeraknya masing-masing kromatid melalui
sitosol yang kental, lengannya bergerak lambat di belakang sentromernya (yang melekat
ke serabut gelendong melalui kinektokor), sehingga memberi bentuk khas pada kromatid
tersebut, tergantung pada letak sentromernya. Kromosom-kromosom metasentrik tampak
berbentuk V, kromosom-kromosom submetasentrik berbentuk J, sedangkan kromosom
telosentrik tampak seperti batang.

(d) Telofase
Pada telofase, masing-masing set dari kromatid-kromatid yang memisah, berkumpul pada
kedua kutub sel. Kromatid-kromatid (yang kini disebut lagi sebagai kromosom) mulai
membuka kumparannya dan kembali ke keadaan interfase. Gelendong berdegenerasi,
membrane nucleus terbentuk kembali, dan sitoplasma membelah dalam proses yang
disebut sitokinesis.
Ada tiga titik pemeriksaan (checkpoint) selama siklus sel untuk memastikan adanya
kemajuan yang layak sebelum meneruskan ke tahapan berikutnya: pada peralihan G1/S, pada
peralihan G2/M, dan selama fase M. Sebagai contoh, jika replikasi DNA belum terjadi pada fase
S (diperiksa pada transisi G2/M), tak ada gunanya bagi sel untuk melanjutkan ke tahap mitosis.
Kanker muncul terutama akibat pembelahan sel yang tidak teregulasi, dan faktanya memang
banyak kanker manusia yang sebagian disebabkan oleh aberasi (atau mutasi) gen-gen yang
mnegontrol titik-titik pemeriksaan siklus sel. Ketika titik-titik itu tidak diawasi dengan baik, selsel abnormal yang biasanya dilenyapkan dari suatu populasi dapat terus membelah dan
menghasilkan tumor.2,3
2.2.3 Meiosis
Secara spesifik, meiosis melibatkan replikasi sebuah DNA tunggal dan dua pembelahan
sitoplasma. Pembelahan meiosis pertama (meiosis I) adalah pembelahan reduksional yang
menghasilkan dua sel haploid dari satu sel diploid tunggal. Pembelahan meiosis kedua (meiosis
II) adalah pembelahan berimbang (mirip dengan mitosis, dalam artian terjadi pemisahan
kromatid-kromatid dari sel-sel haploid). Masing-masing pembelahan meiosis itu (meiosis I dan
II) terdiri atas empat fase utama. Bagi meiosis I, keempat fase itu adalah profase I, metaphase I,
anaphase I dan telofase I; sedangkan bagi meiosis II: profase II, metaphase II, anaphase II dan
telofase II. DNA bereplikasi saat interfase sebelum meiosis I; DNA tidak bereplikasi di antara
telofase I dan profase II.4

Gambar 4. Fase Meiosis 1


(a) Meiosis I
Di awal meiosis I, kromosom yang telah bereplikasi menebal dan berkondensasi.
Profase I meiosis berbeda dari profase mitosis dalam hal tersusunnya kromosomkromosom homolog menjadi sebelah-menyebelah dalam proses perpasangan yang disebut
sinapsis. Sepasang kromosm yang bersinapsis disebut bivalen (dua kromosom) atau tetrad
(empat kromatid). Pada tahapan ini, masing-masing kromosom terdiri atas dua kromatid
identik (yang telah bereplikasi); sel mengandung satu set kromosom dari induk betina dan
satu set lagi dari induk jantan. Saat sinapsis, kromatid-kromatid dapat berpindah silang
dan bertukar materi genetic dalam sebuah proses yang disebut pindah silang (crossing
over) dan rekombinasi. Peristiwa-peristiwa profase I bersifat kompleks dan dapat dibagi
menjadi lima subtahap.3,4
-

Leptonema (Leptoten atau tahap benang tipis)


Kromosom-kromosom yang panjang dan tipis mulai berkondensasi,
dan sebagai akibatnya, tanda-tanda pertama struktur serupa-benang mulai
muncul dalam materi kromatin yang tadinya amorfus di nucleus.

Zigonema (Zigoten atau tahap benang tergabung)


Pada tahap ini, pasangan-pasangan kromosom homolog bertemu dan
digabungkan oleh sebuah struktur protein seperti pita yang diseut kompleks
sinaptonema. Inilah awal sinapsis. Diduga kalau sinapsis terjadi di sana-sini di
sepanjang kromosom berpasangan, pada tempat-tempat dimana ada kemiripan
informasi genetic pada kedua kromosom homolog.

Pakinema (Pakiten atau tahap benang tebal)


Sinapsis sudah terbentuk dan nodul-nodul rekombinasi mulai muncul
di sepanjang kromosom-kromosom yang bersinapsis. Di tempat-tempat itu,
kromatid-kromatid (satu dari masing-masing kromosom yang berpasangan)
dari tetrad mengalami pindah silang, berpisah, bertukar untaian DNA, dan
bergabung kembali, hingga menghasilkan pertukaran materi genetic. Ketika
dilihat dengan mikroskop, titik pertukaran tersebut tampak berbentuk silang
dan disebut kiasma (jamak kiasmata). Pada kiasma manapun, hanya dua dari
empat kromatid yang berpindah silang secara acak di sepanjang bagiannya
yang berpasangan.

Diplonema (Diploten atau tahap benang ganda)


Tahap ini dimulai ketika kompleks sinaptonema mulai menghilang,
sehingga kromatid-kromatid dan kiasmata individu dapat dilihat dengan lebih
mudah. Kiasmata juga masih terlihat.

Diakinesis (tahap pergerakan ganda)


Kromosom mencapai kondensasi maksimal pada tahapan ini,
sedangkan nucleolus dan membrane nucleus menghilang, sementara aparatus
gelendong mulai terbentuk.3,4

Selama metaphase I, bivalen-bivalen mengorientasikan diri secara acak di bidang


ekuatorial. Pada anaphase I, sentromer-sentromer tidak memisah, melainkan terus menyatukan
kromatid-kromatid. Kiasmata mulai menghilang, sehingga pasangan-pasangan kromosom
homolog dapat berpisah dan bergerak ke kutub-kutub yang berlawanan; dengan kata lain,
kromosom-kromosom utuh (masing-masing terdiri atas dua kromatid) bergerak memisah.

Pergerakan itu mengurangi jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Telofase I
terjadi ketika membrane nucleus terbentuk kembali dan kromosom-kromosom telah mencapai
kutub tujuannya. Berikutnya terjadi sitokinesis yang menghasilkan pembelahan sel induk diploid
menjadi dua sel anakan haploid. Masing-masing sel haploid menerima perpasangan acak
kromosom paternal dan maternal; dengan kata lain, kromosom-kromosom yang diperoleh dari
induk jantan maupun induk betina dalam satu sel anakan tidaklah seragam. Selain itu, akibat
pindah silang, kromatid-kromatid anakan (masih tetap saling melekat di sentromer) bisa jadi tak
lagi identik secara genetic. Pembelahan meiosis pertama berakhir disini.3,4
Aberasi (penyimpangan) genetic dapat terjadi jika terjadi kesalahan-kesalahan saat
kromosom-kromosom homolog berpisah pada anaphase I. Jika kromosom-kromosom homolog
gagal berpisah, atau disjoin, dan keduanya bermigrasi ke kutub yang sama (disebut
nondisjunction), gamet-gamet yang dihasilkan akan mengandung dua kromosom tersebut, dan
bukannya satu. Ketika gamet semacam itu berfusi dengan gamet lain saat fertilisasi, zigot yang
dihasilkan akan memiliki tiga kromosom itu. Kondisi tersebut dinamakan trisomi. Kebanyakan
trisomi bersifat letal (mematikan); akan tetapi, trisomi 21 (disebut juga sindrom down),
menghasilkan individu yang memiliki tiga salinan kromosom 21. Trisomi itu tidak letal, tetapi
menyebabkan individu pemiliknya mengalami gangguan mental dan fisik. Trisomi kromosom
seks juga terjadi tanpa letalitas, tetapi menyebabkan abnormalitas genetic.3,4
(b) Interkinesis
Periode antara pembelahan meiosis pertama dan meiosis kedua disebut
interkinesis. Bergantung pada spesiesnya, interkinesis dapat terjadi singkat maupun
lama. Selama interkinesis yang ekstensif, kromosom-kromosom bisa terbuka
kumparannya dan kembali ke suatu kondisi serupa-interfase dengan terbentuknya
kembali membrane nucleus. Belakangan, kromosom-kromosom akan berkondensasi
kembali dan membrane nucleus menghilang. Tak ada sesuatu pun yang penting secara
genetika terjadi selama interkinesis. Akan tetapi perlu diperhatikan satu perbedaan
penting antara interfase mitosis dengan interkinesis meiosis; yaitu tidak terjadi sintesis
DNA selama interkinesis.

Gambar 5. Fase Meiosis 2


(c) Meiosis II
Dalam profase II, aparatus gelendong terbentuk kembali dan kromosomkromosom berkondensasi. Pada metaphase II, kromosom-kromosom individual telah
berjejer di bidang ekuatorial. Saat anaphase II, sentromer masing-masing kromosom
memisah, sehingga kromatid-kromatid dpat tertarik terpisah oleh serabut-serabut
gelendong yang melekat padanya dalam suatu pembelahan berimbang (seperti-mitosis).
Saat telofase II, kromosom-kromosom berkumpul di kutub-kutub yang berseberangan
dan membrane nucleus muncul kembali. Masing-masing sel lalu membelah melalui
sitokinesis dan menghasilkan dua sel progeny. Dengan demikian, sebuah sel induk
diploid membelah menjadi empat sel progeny haploid sebagai akibat siklus meiosis (I
dan II).

2.3 Kelainan Kromosom


Penyimpangan kromosom adalah gangguan dalam isi kromosom normal sel, dan
merupakan penyebab utama kondisi genetik pada manusia, seperti sindrom Down. Beberapa

kelainan kromosom tidak menyebabkan penyakit pada operator, seperti translokasi atau inversi
kromosom, meskipun mereka dapat menyebabkan kesempatan lebih tinggi melahirkan anak
dengan kelainan kromosom. jumlah abnormal kromosom atau set kromosom, aneuploidi, dapat
mematikan atau menimbulkan gangguan genetik. Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu
(1) nondisjunction: ada gangguan dalam pelepasan sepasang kromosom, entah terjadi pada
sebagian atau seluruhnya; (2) translokasi: terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari
pasangan berbeda; (3) mosaik: terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot; dan
(4) reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom. Ada 2 jenis kelainan kromosom, yaitu
kelainan pada jumlah kromosom, dimana terdapat jumlah kromosom yang berlebihan (disebut
dengan trisomi), seperti adanya kromosom yang berjumlah 3 untai (seharusnya hanya 2 untai
atau sepasang) atau jumlah kromosom yang berkurang (disebut dengan monosomi), yaitu ada
kromosom yang jumlahnya hanya 1 untai dan kelainan pada struktur kromosom, diantaranya
adalah delesi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih pendek dari kromosom
normal, insersi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih panjang dari normal dan
berpindahnya bagian satu kromosom ke bagian kromosom yang lain atau yang disebut dengan
translokasi.3,4
2.3.1 Variasi Jumlah Kromosom
Masing-masing spesies memiliki jumlah kromosom yang khas. Kebanyakan organisme
tingkat tinggi bersifat diploid, dengan dua set kromosom homolog : salah satu set disumbangkan
oleh induk jantan, sedangkan set satunya lagi disumbangkan oleh induk betina. Variasi dalam hal
jumlah set kromosom (ploidi) umum ditemukan di alam. Diperkirakan satu per tiga dari
angiosperma (tumbuhan berbunga) memiliki lebih dari dua set kromosom (poliploid). Istilah
euploidi diterapkan bagi organisme-organisme yang jumlah kromosomnya merupakan kelipatan
suatu angka dasar (n), sedangkan aneuploidi mengacu pada jumlah kromosom yang bukan
merupakan kelipatan bulat dari n.5
2.3.1.1 Euploidi
a. Monoploid

Satu set kromosom (n) secara karakteristik ditemukan dalam nucleus sejumlah organism
yang tidak begitu kompleks misalnya fungi. Monoploid pada organisme-organisme multiseluler
kompleks biasanya lebih kecil dan tidak setangguh diploid yang normal.
b. Diploid
Dua set kromosom (2n) adalah khas bagi kebanyakan hewan dan organisme-organisme
multiselular kompleks. Keadaan diploid adalah hasil dari penyatuan dua gamet haploid.
c. Triploid
Tiga set kromosom (3n) bisa berasal dari penyatuan sebuah gamet monoploid (n) dengan
sebuah gamet diploid (2n). Set kromosom ekstra pada triploid didistribusikan dalam berbagai
kombinasi pada sel-sel nutfah, sehingga menghasilkan gamet-gamet yang secara genetis tidak
seimbang. Karena triploid umumnya mengalami sterilitas, triploid tidak umum ditemukan
dalam populasi-populasi alamiah.
d. Tetraploid
Empat set kromosom (4n) bisa muncul dalam sel-sel tubuh sebagai akibat penggandaan
somatic jumlah kromosom. Penggandaan bisa berlangsung secara spontan maupun diinduksi
hingga terjadi dalam frekuensi tinggi melalui pemajanan terhadap zat-zat kimiawi tertentu,
misalnya alkaloid kolkisin. Tetraploid juga dihasilkan oleh penyatuan gamet-gamet diploid
yang belum tereduksi jumlah kromosomnya (2n).

2.3.1.2 Aneuploidi 3,4,5


a. Monosomik
Organisme-organisme diploid yang kekurangan satu kromosom dari salah satu pasangan
disebut monosomik, dengan rumus genomic (2n-1). Kromosom tunggal tanpa pasangannya bisa
pergi ke salah satu kutub saat meiosis, tapi yang lebih sering terjadi adalah kromosom tersebut
akan tertinggal saat anaphase dan tidak tergabung dengan nucleus manapun. Karenanya,
monosomik pun dapat membentuk dua macam gamet, n dan (n-1). Pada tumbuhan, gamet-gamet
n-1 jarang berfungsi. Pada hewan, hilangnya satu kromosom utuh seringkali menghasilkan

ketidakseimbangan genetic, yang terwujudkan dalam bentuk mortalitas yang tinggi atau fertilitas
yang tereduksi.
b. Trisomik
Diploid yang memiliki satu kromosom ekstra direpresentasikan oleh rumus kromosom
(2n+1). Salah satu pasang kromosom memiliki anggota tambahan, sehingga bisa terbentuk
struktur trivalen saat profase meiosis. Jika dua kromosom dari trivalen itu bergerak ke salah satu
kutub, sedangkan kromosom yang ketiga menuju kutub yang berlawanan, maka secara berturutturut gametnya akan menjadi (n+1) dan (n). Trisomi dapat menghasilkan fenotip-fenotip yang
berbeda, tergantung pada kromosom mana dari komplemen tersebut yang ada dalam triplikat.
Pada manusia, keberadaan satu kromosom ekstra yang kecil (autosom 21) memiliki efek yang
snagat membahayakan dan menyebabkan sindrom down yang dulu disebut mongolisme.
c. Tetrasomik
Jika ada kromosom yang kuadruplikat pada organisme yang seharusnya diploid, kita
menyatakannya sebagai (2n+2). Sebuah kuadrivalen bisa terbentuk pada kromosom itu saat
meiosis. Kuadrivalen itu nantinya akan mengalami masalah yang sama dengan yang dibahas
pada alotetraploid.
d. Trisomik ganda
Jika masing-masing dari dua kromosom yang berbeda direpresentasikan dalam triplikat,
trisomik ganda bisa dilambangkan sebagai (2n+1+1).
e. Nulosomik
Suatu organisme yang kehilangan sepasang kromosomnya disebut nulosomik. Hasilnya
biasanya letal bagi diploid (2n-2). Akan tetapi, sejumlah poliploid bisa kehilangan dua homolog
dari satu set dan tetap sintas. Contohnya, sejumlah nulosomik dari gandum heksaploid (6n-2)
menunjukkan pengurangan ketangguhan dan fertilitas, tapi bisa sintas sampai dewasa sebab
poliploid memiliki keberlimpahan genetic.
2.3.2 Variasi Susunan Segmen Kromosom 3,,4,5
a. Translokasi

Kromosom-kromosom terkadang mengalami perpecahan secara spontan, atau bisa


diinduksi agar terjadi perpecahan dalam frekuensi tinggi menggunakan radiasi pengionisasi.
Ujung-ujung yang patah dari kromosom-kromosom semacam itu berlaku seolah-olah lengket
dan bisa bergabung kembali menjadi kombinasi-kombinasi non-homolog (translokasi).
Translokasi timbal balik (resiprokal) melibatkan pertukaran segmen antara dua kromosom nonhomolog. Saat meiosis, suatu individu yang secara structural heterozigot bagi suatu translokasi
timbal balik (dengan kata lain, dua kromosom yang normal secara structural dan dua kromosom
yang melekat ke potongan-potongan non-homolog) harus membentuk suatu konfigurasi
berbentuk silang agar bisa mempengaruhi perpasangan atau sinapsis semua segmen homolog.
b. Inversi
Anggaplah bahwa urutan normal segmen-segmen dalam suatu kromosom adalah (1-2-34-5-6) dan bahwa patahan terjadi di daerah 2-3 dan 5-6. Potongan yang patah disisipkan kembali
(reinsersi) dengan urutan terbalik. Kromosom yang terinversi pun kini memiliki segmen-segmen
dengan urutan (1-2-5-4-3-6). Heterozigot inversi memiliki satu kromosom dengan urutan
terbalik, sedangkan homolognya memiliki urutan yang normal. Saat meiosis, konfigurasi sinapsis
mencoba memaksimalkan perpasangan antara daerah-daerah homolog pada kedua kromosom.
Hal itu biasanya terjadi berkat terbentuknya sebuah lengkungan (loop) pada salah satu
kromosom. Pindah silang di dalam segmen yang terinversi memunculkan gamet-gamet pindah
silang yang tak viable akibat duplikasi dan defisiensi. Kromatid-kromatid yang tidak terlibat
dalam pindah silang akan menjadi viable. Inversi menghasilkan semisterilitas dan hubunganhubungan pertautan yang berubah. Inversi terkadang disebut supresor pindah silang.
Sebenarnya inverse tidak mencegah terjadi pindah silang, tapi memang mencegah berfungsinya
produk-produk pindah silang. Gen-gen di dalam segmen yang terinversipun terjaga tetap
bersama dan ditransmisikan sebagai satu gugus tautan yang besar. Sistem letal berimbang
melibatkan baik sebuah translokasi maupun sebuah inversi untuk mencegah kembalinya produkproduk pindah silang ke keadaan semula, dan dengan demikian menjaga heterozigositas generasi
demi generasi. Pada beberapa organisme, inversi memiliki keuntungan selektif di bawah kondisi
lingkungan tertentu, sehingga bentuk inversi lebih umum ditemukan dalam populasinya daripada
urutan kromosom yang standar. Dua tipe inversi heterozigot di mana terjadi pindah silang di
dalam segmen yang terinversi, adalah sebagia berikut :

2.3.3 Variasi Segmen Kromosom3,4,5

Gambar 6. Variasi segmen kromosom


a. Delesi
Hilangnya sebuah segmen kromosom bisa jadi begitu kecil, hingga hanya melibatkan satu
gen tunggal atau bagian dari gen. Jika itu terjadi, efek-efek fenotipiknya mungkin mirip dengan
alel mutan pada lokus tersebut. Contohnya fenotipe notch pada Drosophila merupakan sebuah
delesi tertaut-seks yang bekerja seperti sebuah mutasi dominan; delesi pada sebuah lokus tertautseks lain akan bekerja seperti sebuah mutasi resesif dan menghasilkan warna tubuh kuning jika
homozigot. Delesi tidak pernah memutasi balik suatu gen ke kondisi normal, sebab hilangnya
potongan kromosom tidak dapat digantikan. Dengan cara itu, delesi bisa dibedakan dari mutasi
titik. Hilangnya cukup banyak bagian kromosom biasanya letal bagi organism diploid akibat
ketidakseimbangan genetic yang disebabkannya. Ketika suatu organism heterozigot bagi
sepasang alel, A dan a, kehilangan sebagian kecil kromosom yang membawa alel dominan, maka
alel resesif pada kromosom yang satu lagi akan terekspresikan secara fenotipik. Hal itu disebut
pseudodominansi, tapi sebenarnya itu penamaan yang salah, sebab kondisi tersebut merupakan
hemizigot, bukannya dizigot, pada lokus tersebut.
b. Duplikasi
Segmen-segmen ekstra pada suatu kromosom bisa muncul dalam berbagai cara. Secara
umum, keberadaan segmen-segmen tersebut bagi organism tidaklah semembahayakan defisiensi.

Diduga bahwa sejumlah duplikasi berguna dalam evolusi materi genetic baru. Karena gen-gen
lama bisa terus menyediakan kebutuhan-kebutuhan masa kini dari suatu organisme, gen-gen
yang jumlahnya berlebihan bisa bebas bermutasi menjadi bentuk-bentuk baru tanpa disertai
hilangnya adaptabilitas saat ini. Keberlimpahan genetik, yang salah satu contohnya adalah
duplikasi semacam itu, bisa melindungi organism dari efek-efek sebuah gen resesif
membahayakan ataupun dari suatu delesi yang berakibat letal. Saat perpasangan meiosis,
kromosom yang mengandung segmen yang terduplikasi menggembung menjauhi homolog
normalnya untuk memaksimalkan penjajaran daerah-daerah homolog. Pada beberapa kasus,
materi genetic ekstra diketahui menyebabkan suatu efek fenotipik yang berbeda. Relokasi materi
kromosomal tanpa mengubah kuantitasnya bisa menyebabkan terjadinya fenotip yang berubah
(efek posisi).

2.4 Sindrom Down


Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena
individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai
tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini
akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik
dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh.6,7

Gambar 7. Trisomi 21

Sel telur normal dan sel-sel sperma hanya memiliki 23 kromosom, bukan 46. Banyak
kesalahan dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Miosis yang seharusnya berpisah disebut
disjungsi. Namun kadang-kadang satu pasang tidak membagi. Hal ini berarti bahwa dalam sel-sel
yang dihasilkan seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22
kromosom. Kelainan ini disebut nondisjunction. Jika sel sperma atau sel telur dengan jumlah
kromosom abnormal menyatu dengan pasangan yang normal, makan sel telur yang dibuahi akan
memiliki jumlah kromosom abnormal. Dari 95% kasus sindroma Down disebabkan oleh satu sel
memiliki dua kromosom 21, sehingga sel telur yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. Oleh
karena itu nama ilmiahnya disebut trisomy 21. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% dari
sel-sel abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan nondisjunction belum diketahui, tetapi
diduga ada hubungannya dengan usia ibu.6,7
Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat dengan mudah
mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ
yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.6,7

Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja

Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85 (rata-rata
50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan artikulasi. Sleep apnea
terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru mengalami
hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan hipoksemia atau
hiperkarbia.

Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah lembut,
sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami kecemasan dan keras
kepala.

Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan kejang
tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.

Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut lebih
awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang
berkaitan dengan umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif, hilangnya
kemampuan adaptasi, dan meningkatnya demensia tipe Alzheimer.

Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput datar,


fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic suture, tidak adanya
sinus frontalis dan sfenoidalis, dan hipolplasia sinus maksilaris.

Wajah: sangat khas, ditandai dengan kepala agak kecil, muka lebar, tulang pipi
tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan antara satu dengan yang lainnya, serta
sipit miring keatas dan samping seperti mongolia.

Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral, brushfield
spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus (44%), nistagmus
(20%),

blepharitis

(31%),

konjungtivitis,

kongenital

katarak

(3%),

pseudopapiledema, kekeruhan lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada


orang dewasa.

Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.

Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah,
pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular
cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang
terlambat, mikroodonsia (35-50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder,
hipoplastik dan hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.

Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media kronis dan
hilang pendengaran sering terjadi.

Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan ligamen


transversal yang menyangga proses odontoid dekat dengan atlas yang melengkung.
Kelemahan itu dapat menyebabkan proses odontoid berpindah ke belakang,
mengakibatkan kompresi medula spinalis.

Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-50%); hal itu
biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di rumah
sakit (62%) dan penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun
pertama kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah endocardial
cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%), secundum atrial septal defect
(10%), tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar
30% pasien mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah

patent ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua
endocardial cushion defects berhubungan dengan Sindroma Down.

Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.

Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit Hirschprung
(<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus imperforata, dan omfalokel
juga dapat terjadi.

Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan


kriptorkoidisme.

Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan fleksi
tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari kaki
pertama dan dislokasi panggul yang didapat.

Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme adalah


gangguan tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma Down. Diabetes
dan menurunnya kesuburan juga dapat terjadi. Sistem hematologi: anak dengan
Sindroma Down memiliki risiko untuk mengalami leukemia, termasuk leukemia
limfoblastik akut dan leukemia mieloid. Risiko relatif leukemia akut pada umur 5
tahun 56 kali lebih besar daripada anak tanpa Sindroma Down. Transient
Myeloproliferative

Disease (TMD) adalah abnormalitas hematologi yang sering mengenai bayi


Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan dengan proliferasi
mieoblas yang berlebihan di darah dan sumsum tulang. Diperkirakan 10% bayi
dengan Sindroma Down mengalami TMD.

Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena


penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler.

Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia areata,


vitiligo, dan infeksi kulit berulang.

Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental pada
penderita sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini. Walau demikian
usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita sindrom Down akan dapat
memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat memperpanjang usianya. 6,7

Gambar 8. Gambaran klinis Syndrom Down

2.5 Sindrom Patau


Sindrom Patau (trisomi 13) merupakan kelainan genetik yang memiliki 3 buah kromosom
13. Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan
meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya
trisomi 13 adalah peningkatan usia ibu. Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian
trisomi 13 akibat non-disjunction. Jenis kelamin fetus dapat mempengaruhi risiko kejadian
trisomi 13. Laki-laki lebih banyak mengalami aneuploidi daripada perempuan. Trisomi 13 juga
berasosiasi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan intra uterine growth
retardation (IUGR).8,9

Gambar 9. Trisomi 13
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada trisomi 13 meliputi : 8

Mikrosefal
Mikroftalmia/anoftalmia
Cyclops (mata tunggal)
Sinoftalmia (2 mata bergabung menjadi 1)
Absen atau abnormal struktur nasal atau proboscis
Cleft bibir dan palatum
Low set ears
Polidaktili (post aksial)
Hernia (umbilikal, inguinal)
Undescended testis
Abnormalitas skeletal ekstremitas
Defek pada scalp (cutis aplasia)
Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang ahir

dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Terapi yang dilakukan fokus untuk
membuat bayi lebih nyaman. Anak yang tetap bertahan sejak lahir mungkin membutuhkan terapi
bicara, terapi fisik, operasi untuk mengatasi masalah fisik, dan terapi perkembangan lainnya.8

Gambar 10. Gambaran klinis Syndrom Patau

2.6 Sindrom Edwards


Sindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards pada tahun
1960. Sindrom yang biasa disebut trisomi 18 ini merupakan suatu kelainan kromosom yang
disebabkan adanya penambahan satu kromosom pada pasangan kromosom autosomal nomor 18.
Pada umumnya, manusia normal memiliki 46 kromosom, 22 pasang kromosom somatik
(autosom dengan simbol 22AA) dan 1 pasang kromosom kelamin (gonosom dengan simbol XX
untuk perempuan dan XY untuk laki-laki). Namun, pada beberapa kasus, terdapat variasi jumlah
kromosom yang disebabkan oleh beberapa hal. Hal itu yang disebut aneuploidi. Aneuploidi
menyebabkan adanya variasi jumlah kromosom, ada pasangan kromosom yang kekurangan satu
kromosom, sehingga hanya tersisa satu kromosom (monosomi), ada pula yang kelebihan satu
kromosom, sehingga pasangan kromosom tersebut memiliki tiga kromosom, disebut trisomi,
seperti yang dijumpai pada Sindrom Edwards. Selain trisomi, terdapat istilah lain seperti
tetrasomi (4) dan pentasomi (5) untuk penambahan jumlah kromosom yang lebih banyak lagi.8,9
Pada beberapa literatur, dituliskan bahwa sindrom ini akan muncul 1 pada setiap 3000
kelahiran, namun terdapat literatur lain yang menyebutkan kemungkinan yang lebih yang kecil

lagi, yaitu 1 di setiap 6000 kelahiran dan 1 di setiap 8000 kelahiran. Seperti halnya sindrom
Down, sindrom Edwards sering terjadi seiring dengan usia ibu yang semakin meningkat. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas, penderita sindrom Edwards memiliki tambahan kromosom pada
pasangan kromosom nomor 18 nya, tambahan kromosom inilah yang menimbulkan masalah bagi
penderita. Tambahan jumlah kromosom ini bisa terdapat di keseluruhan sel somatik tubuh, bisa
juga hanya terdapat di sebagian sel saja yang disebabkan karena translokasi. Efek dari tambahan
kromosom ini sangat bervariasi, tergantung pada riwayat genetik dan kesempatan serta sejauh
mana tambahan kromosom ini berperan.8

Gambar 11. Trisomi 18

Sel telur dan sel sperma yang sehat, masing-masing memiliki kromosom individu yang
berkontribusi memberikan 23 pasang kromosom yang dibutuhkan untuk membentuk sel manusia
normal dengan 46 kromosom. Kesalahan numerik dapat timbul pada salah satu dari dua meiosis
dan menyebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah ke dalam sel anak (nondisjunction). Hal
ini menyebabkan kromosom ekstra, membuat jumlah haploid sebanyak 24, bukan 23. Fertilisasi
sel telur atau inseminasi oleh sel sperma yang memliki kromosom ekstra, akan menghasilkan

trisomi, atau tiga salinan kromosom lebih dari dua. Oleh karena itu, tambahan kromosom
biasanya terjadi sebelum konsepsi.8
Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis. Karena
nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan kromosom tambahan
pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24 kromosom (normal; 23). Saat gamet itu
bergabung dengan gamet normal dari orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan
tiga kromosom pada kromosom nomor 18. Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini
akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan
dalam perkembangan janin.8

Gambar 12. Gambaran klinis Syndrom Edward


Bayi yang lahir dengan Sindrom Edwards mungkin memiliki beberapa atau semua
karakteristik sebagai berikut: malformasi ginjal, cacat jantung struktural saat lahir (yaitu, cacat
septum ventrikel, defek septum atrium, patent ductus arteriosus ), usus yang menonjol di luar
tubuh ( omphalocele), atresia esofagus, keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan,
defisiensi pertumbuhan, kesulitan makan, kesulitan bernapas, dan arthrogryposis (gangguan otot
yang menyebabkan kontraktur sendi beberapa saat lahir). Beberapa malformasi fisik yang terkait
dengan sindrom Edwards termasuk kepala kecil ( mikrosefali ) disertai dengan bagian belakang

yang menonjol dari kepala ( ubun-ubun kecil ) rendah-set, telinga cacat; rahang abnormal kecil
( micrognathia ), bibir sumbing / langit-langit mulut sumbing, hidung terbalik, sempit lipatan
kelopak mata ( fisura palpebra ), mata banyak spasi ( hypertelorism okular ), melorot dari
kelopak mata atas ( ptosis ), sebuah tulang dada pendek, tangan terkepal, koroid pleksus
kista, jempol terbelakang dan atau kuku, jari-jari tidak ada , anyaman dari kedua dan ketiga jari
kaki, kaki pengkor atau kaki Rocker bawah, dan di laki-laki, testis tidak turun. Dalam rahim,
karakteristik yang paling umum adalah anomali jantung, diikuti oleh sistem saraf pusat anomali
seperti kelainan bentuk kepala. Prognosis. Bersifat letal. Hanya 5% dari anak-anak ini yang
bisa melewati ulang tahunnya yang pertama. Biasanya penderita meninggal sebelum berusia 6
bulan.8
2.7 Sindroma Klinefelter
Sindroma Klinefelter, juga dikenal sebagai kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel
mereka. Daripada kromosom XY pola biasa yang dimiliki sebagian besar laki-laki, orang-orang
ini memiliki pola XXY. Sindroma Klinefelter dikenal setelah Dr Henry Klinefelter pertama kali
menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa pria dengan kromosom X
tambahan. Meskipun semua laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X
tambahan, tidak setiap laki-laki XXY memiliki semua gejala-gejala. Karena tidak setiap lakilaki dengan pola XXY memiliki semua gejala sindroma Klinefelter, adalah umum untuk
menggunakan istilah laki-laki XXY untuk

menggambarkan

orang

orang

ini,

atau

kondisi XXY untuk menjelaskan gejala. Para ilmuwan percaya kondisi XXY adalah salah satu
kelainan kromosom yang paling umum pada manusia. Sekitar satu dari setiap 500 laki-laki
memiliki kromosom X tambahan, tetapi banyak yang tidak memiliki gejala. Penderita Klinefelter
bisa mengidap kelainan skeletal dan kardiovaskuler berat. Perkembangan gonad sangat
terpengaruh terhadap setiap kromosom X tambahan. Antara kelainan yang dapat disebabkan oleh
pertambahan kromosom X adalah infertilitas karena disgenesis tubulus seminiferus dan
kecacatan pada alat genitalia luar (hipoplastik). Selain itu, perkembangan kognitif yang
terganggu berpengaruh terhadap kapasitas IQ skor kira-kira berkurang 15 poin untuk setiap
tambahan kromosom X namun hal ini bersifat subyektif. Efek yang menjadi masalah utama
penderita Kinefelter adalah hipogonadisme, ginekomastia serta masalah psikososial.3,9,10

Gambar 13. Kelainan kromosom XXY


Sindrom Klinefelter adalah bentuk dari kegagalan testis primer dengan penyebab
utamanya adalah terjadi peningkatan kadar gonadotropin akibat berkurangnya inhibisi umpan
balik negatif. Defisiensi androgen menyebabkan proporsi tubuh yang eunuchoid; bulu
wajah/tubuh yang jarang atau kurang, distribusi lemak tubuh yang bersifat feminin,
ginekomastia, mikrotestis, mikropenis, libido yang berkurang, penurunan ketahanan tubuh badan
terhadap penyakit, dan osteoporosis. Pada saat pubertas pasien Klinefelter akan mengalami
perubahan pada sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad yang menyebabkan onset gejala klinis
klasik pada sindrom Klinefelter. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar testosteron serum yang
mencetus keadaan hipogonadism, peningkatan kadaar FSH, LH, serta estradiol yang
menyebabkan feminisasi sifat seks sekunder pria.3,10
Tidak semua laki-laki dengan sindroma klinefelter memiliki gejala yang sama atau derajat
yang sama. Gejala yang timbul adalah tergantung pada berapa banyak sel XXY yang dimiliki
dan usia ketika kondisi ini terdiagnosis. Bayi laki-laki XXY kebanyakan memiliki otot yang
lemah dan kekuatan otot yang berkurang. Mereka mungkin mulai duduk, merangkak, dan
berjalan agak terlambat dari bayi laki-laki normal. Setelah mencapai usia sekitar 4 tahun, lakilaki XXY cenderung menjadi lebih tinggi dan memiliki kontrol dan koordinasi otot yang kurang
dibandingkan anak lain seusia mereka. Setelah laki-laki XXY memasuki pubertas, mereka sering

tidak memproduksi testosteron sebanyak anak-anak lain. Hal ini dapat menyebabkan tubuh
menjadi lebih tinggi dengan sedikit massa otot, rambut wajah dan tubuh yang kurang, dan
pinggul yang lebih luas. Sebagai remaja, laki-laki XXY mungkin memiliki payu dara yang lebih
besar, tulang lemah, dan tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki normal lainnya.
Laki-laki XXY dewasa tampak mirip dengan laki-laki biasa meskipun mereka sering lebih tinggi.
Mereka juga lebih berisiko untuk terkena masalah kesehatan tertentu misalanya gangguan
autoimun, kanker payudara, penyakit pembuluh darah vena, osteoporosis, dan kerusakan gigi.
Laki-laki XXY juga cenderung memiliki testis yang lebih kecil. Laki-laki XXY dapat memiliki
kehidupan seksual yang normal, tetapi mereka biasanya memproduksi sperma yang sedikit
bahkan tidak ada. Sekitar 95-99 persen laki-laki XXY tidak subur (infertile) karena tubuh mereka
tidak memperoduksi jumlah sperma yang cukup.9,10

Gambar 14. Gambaran klinis Syndrom Klinefelter


Diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dapat membantu seorang lak-laki sindroma
klinefelter untuk hidup seperti laki-laki normal juga dengan tehnik-tehnik tertentu pasien ini

dapat mempunyai anak. Walaupun banyak penyakit dan komplikasi yang berisiko untuk didapat,
namun dengan pengobatan yang teratur resiko ini dapat dikurangkan dan prognosis akan lebih
baik.9,10

2.8 Sindroma Turner


Pada wanita normal, mereka memiliki sepasang kromosom X pada pasangan yang ke 23,
tetapi untuk wanita yang mewarisi sindrom Turner, mereka hanya memiliki satu X kromosom
pada pasangan yang ke 23. Tetapi kromosom ini mampu berfungsi sepenuhnya seperti wanita
normal. Dalam tes yang jarang dijumpai,kedua-dua X kromosom ikut pada pasangan ke 23 tapi
tidak normal. Bagi karyotip wanita yang normal dilabel 46,XX ; individual dengan sindrom
Turner adalah 45,X0. Dalam sindrom Turner, ciri-ciri seksual wanita hadir tapi kurang
berkembang. Sindrom Turner biasanya disebabkan oleh hilangnya kromosom X. Sindroma ini
bukan merupakan penyakit keturunan, tetapi kadang salah satu orang tua membawa kromosom
yang telah mengalami penyusunan ulang, yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan ini.
Seorang janin perempuan (biasanya XX) dapat bertahan hidup dengan hanya satu kromosom X,
tapi janin laki-laki (biasanya XY) tidak dapat bertahan hidup dengan hanya satu kromosom Y.
Hal ini karena tidak memiliki kromosom X jauh lebih buruk daripada tidak memiliki kromosom
Y. Kromosom Y membawa sedikit gen sangat penting bagi kehidupan. Sebaliknya, kromosom X
yang lebih panjang molekul DNA dan mengandung banyak gen yang dibutuhkan untuk fungsi
sel.1,9,10
Ciri-ciri orang dengan sindrom Turner dan orang dengan sindrom Noonan kurang lebih
sama, antara lain:

Bertubuh pendek
Bengkak pada kaki dan tangan waktu lahir
Dada bidang (shield chest) dan putting jaraknya saling berjauhan
Garis rambut rendah
Kedudukan telinga rendah
Mandul
Struktur gonadal kurang berkembang
Tidak datang haid (Amenorrhea)
Peningkatan berat badan, obesiti

Buah dada yang kurang berkembang


Buah pinggang bentuk ladam kuda
Kuku yang kecil
Ciri-ciri muka yang khusus (Characteristic)
Shield shaped thorax of heart
Metacarpal IV pendeK (bagi tangan)
Leher bertaut (webbed neck)3

Gambar 15. Gambaran klinis Syndrom Turner


Studi epidemiologi berdasarkan data registri Eropa dikumpulkan terutama di akhir abad
20 secara konsisten melaporkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa
dengan sindrom Turner, karena komplikasi penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik,
diabetes mellitus, dan osteoporosis. Diharapkan bahwa morbiditas dan mortalitas dapat dicegah
dengan diagnosis dini dan skrining yang efektif.1,9
2.9 Sindrom XYY / Sindrom Laki-laki Super
Sindrom laki-laki super ditemukan oleh P.A. Jacobs tahun 1965. Pada sindroma XYY,
seorang bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan kromosom Y. Oleh karena itu, sindrom ini terjadi
pada manusia yang berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki biasanya hanya memiliki 1 kromosom X
dan 1 kromosom Y, digambarkan sebagai 46, XY. Pria dengan sindroma XYY memiliki 2
kromosom Y dan digambarkan kariotipenya sebagai 47, XYY. Kelainan ini ditemukan pada 1

diantara 1.000 pria. Sindrom xyy merupakan kelainan yang terjadi ketika sel telur dibuahi oleh
sel sperma dengan kromosom YY. Sebuah aneuploidy ( nomor abnormal ) dari kromosom seks di
mana sebuah laki-laki manusia menerima sebuah y-chromosome ekstra, memberikan total 47
kromosom, yang biasanya hanya 46 kromosom. Sindrom Laki-laki Super (47 XYY) dapat terjadi
ketika sel telur dibuahi oleh sel sperma dengan kromosom YY (akibat mengalami gagal barpisah
pada kromosom seksnya). Pembuahan tersebut menghasilkan keturunan dengan 47 kromosom
(terdiri atas 44 autosom dan 3 kromosom seks, yaitu XYY).1,9

Gambar 16. Kelainan kromosom XYY


Pada saat lahir, bayi biasanya tampak normal, lahir dengan berat dan panjang badan yang
normal, tanpa kelainan fisik dan organ seksualnya normal. Pada awal masa kanak-kanak,
penderita memiliki kecepatan pertumbuhan yang pesat, rata-rata mereka memiliki tinggi badan 7
cm diatas normal. Postur tubuhnya normal, tetapi berat badan nya relatif lebih rendah jika
dibandingkan terhadap tinggi badannya. Pada masa kanak-kanak, mereka lebih aktif dan
cenderung mengalami penundaan kematangan mental, meskipun fisiknya berkembang secara
normal dan tingkat kecerdasannya berada dalam kisaran normal. Perkembangan seksual fisiknya
normal, dimana organ seksual dan ciri seksual sekundernya berkembang secara normal. Pubertas

terjadi pada waktunya. Pria XYY tidak mandul, mereka memilki testis yang berukuran normal
serta memiliki potensi dan gairah seksual yang normal. Penderita sindrom ini umumnya
berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga
sering berbuat kriminal. Anak laki-laki dengan sindroma XYY seirngkali secara fisik lebih aktif
daripada saudara kandungnya dan jika aktivitas ini ditanggapi dan disalurkan dengan baik,
biasanya tidak akan menimbulkan masalah. Mereka cenderung mengalami keterlambatan dalam
kematangan emosi dan cenderung mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga perlu
dirangsang secara dini dan adekuat. Pria XYY memiliki keadaan hormon seks yang normal dan
tidak perlu menjalani terapi hormonal.1,9

2.10 Sindrom XXX / Sindrom Wanita Super


Pada tahun 1959, individu tripel X, 47, XXX pertama kali dilaporkan. Individu ini jelas
mempunyai fenotip perempuan, tetapi pada umur 22 ia mempunyai alat kelamin luar seperti
kepunyaan bayi. Alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang dan ia sediit mendapat
gangguan mental. Semenjak itu makin banyak ditemukan wanita XXX dan dapat diperkirakan
bahwa frekuensinya adalah antara 1 dalam 1000 dan 1 dalam 2000 kelahiran hidup wanita adalah
triple-X. Sindrom Triple-X adalah satu jenis variasi kromosom disebabkan oleh perwujudan 3
kromosom X (trisomi) dalam gamet. Penderita mempunyai fenotip perempuan. Sindrom TripleX terjadi terjadi akibat abnormalitas pembelahan kromosom menjadi gamet semasa meiosis.
Perempuan dengan keadaan ini (lebih kurang 0.1% populasi perempuan) dan tidak memiliki
risiko terhadap masalah kesehatan lainnya. Kariotip penderita sindrom Triple-X mempunyai 47
kromosom.1,9
Sindrom Triple X merupakan kelainan kromosom yang tidak diturunkan, tetapi biasanya
terjadi dikarenakan adanya pembentukan sel reproduktif, sperma dan ovum, yang tidak
sempurna. Ketidaknormalan tersebut terjadi karena nondisjunction kromosom dalam divisi cell
yang menyebebakan pertambahan seks kromosom dalam sel reproduksi. Misalnya oosit
mendapat tambahan kromosom X sebagai hasil terjadinya nondisjunction. Jika salah satu sel
tersebut memiliki kontribusi pada kode genetik seorang anak, maka anak tersebut akan mendapat
tambahan satu kromosom X di setiap sel reproduksinya. Pada beberapa kasus, trisomi X ini

terjadi selama pembentukan awal embrio. Sesuai dengan hasil penelitian Jacobs yang
menunjukkan banyak sel-sel dari jaringan ovarium yang mengandung kromosom XX, maka
wanita tripel-X kebanyakan dihasilkan karena adanya nondisjunction pada waktu ibu membentuk
gamet. Penderita dengan sindrom triple-X biasanya bersifat kekanak-kanakan dengan perdarahan
haid yang sedikit dan keterbelakangan jiwa hingga derajat tertentu. Mereka mempunyai dua
badan kromatin seks dalam selnya dan oleh karena itu kadang-kadang dinamakan wanita
super. Sindroma triple-X dihasilkan oleh oosit XX dan sperma yang mengandung X. Beberapa
di antara penderita ini terbukti subur dan yang mengherankan adalah bahwa keturunannya
seluruhnya normal. Berdasarkan teori, penderita tripel-X seharusnya menghasilkan oosit yang
mengandung satu atau dua kromosom X dalam jumlah yang sama. 9
Pembuahan oosit abnormal XX seharusnya menghasilkan zigot XXX dan XXY.
Selain wanita tripel-X, pernah juga ditemukan wanita poli-X yaitu berupa tetra-X (48,XXXX)
dan penta-X (49,XXXXX). Makin bertambah banyak jumlah kromosom-X yang dimiliki
seseorang, makin kurang intelegensinya dan semakin bertambah gangguan mentalnya.9
Disebabkan oleh ionisasi, ketidakaktifan dan pembentukan Barr body bisa terjadi pada
semua sel perempuan. Hanya satu kromosom X yang aktif berperan dalam sel perempuan.
Sehingga sindrom Triple-X biasanya tidak menampakkan ciri-ciri fisik yang abnormal ataupun
masalah kesehatan. Umumnya penderita lebih tinggi dari perempuan umunya tetapi berat badan
penderita tersebut tidak sebanding dengan tingginya. Siklus haid penderita juga tidak teratur.
Hanya beberapa penderita yang menunjukkan retardasi mental, tetapi mereka mempunyai
gangguan dalam perkembangan, pemahaman, dan gangguan dalam berbicara. Kromosom
tambahan ini bisa diperoleh dari ibu dan ayah, hal ini dapat dibedakan dengan uji karyotip saja.
Umumnya perempuan dengan sindrom ini mengalami perkembangan seks yang normal dan bisa
bereproduksi (melahirkan anak), namun sebagian dari mereka mengalami menarche yang lebih
awal. Sindrom ini dapat diketahui melalui tes amniosentesis, chorionic villus sampling (CVS).
Ciri-ciri umum penderita syndrome triple X :1,9

Lebih tinggi dari orang normal (kira-kira 172cm)


Kepala kecil
Mongolisme
Terdapat lipatan kulit pada epicanthal
Masalah dalam pemahaman

Lambat dalam berbicara


Lambat perkembangan motorik
Sulit berinteraksi dengan orang lain.
Menarik diri

Gambar 16. Kelainan kromosom XXX

2.11 Sindrom Cri du chat


Lejeune dan koleganya pertama kali mendeskripsikan aspek klinis dari sindrom tangisan
kucing pada tahun 1963 Deskripsi pertama didapat dari observasi terhadap 3 orang anak yang
tidak memiliki hubungan keluarga. Ketiga anak tersebut memiliki ciri-ciri yang meliputi
keterbelakangan mental,cacat fisik, mikrochepal (kepal berukuran kecil), bentuk wajah yang
abnormal, dan suara tangis menyerupai kucing saat bayi yang disertai kegagalan pertumbuhan.
Karakteristik tersebut diasosiasikan dengan delesi sebagian lengan pendek pada kromosom
nomor 5. Hal ini dibuktikan dengan autoradiografi oleh German et al. di tahun 1964 dan
pewarnaan menggunakan quinacrine mustard oleh Caspersson et al. pada tahun 1970. 1,9,10
Definisi Sindroma Cri Du Chat (Sindroma Tangisan Kucing, Sindroma 5p) adalah
sekelompok kelainan yang terjadi akibat hilangnya kromosom nomor 5. Penamaan sindroma ini
didasarkan kepada tangisan bayi yang bernada tinggi dan terdengar seperti suara seekor kucing.

Tangisan ini terdengar segera setelah bayi lahir dan berlangsung selama beberapa minggu,
kemudian

menghilang.

Sindrom

tangisan

kucing

disebabkan

kelainan

kromosom

tubuh (autosomal). Kromosom nomor 5 yang terlibat mengalami delesi pada lengan pendeknya
(5p). Kebanyakan kasus terjadi akibat mutasi

Gambar 17. Delesi kromosom 5


Suatu mekanisme translokasi genetik pada kromosom orang tua saat pembelahan sel juga
menjadi penyebab kelainan ini. Akibat translokasi ini, risiko terjadinya kasus yang sama pada
kehamilan berikutnya akan meningkat. Tidak ditemukan hubungan antara usia orangtua saat
kehamilan dengan sindrom ini. Diagnosis kelainan ini dapat dilakukan pada jaringan
plasenta (teknik chorionic villus sampling)saat kehamilan berusia 9-12 minggu atau dengan
cairan ketuban (amnioncentesis) saat usia kehamilan di atas 16 minggu.9,10
Pada penderita Cri du chat memiliki kromosom nomor 5 yang mengalami delesi sebagian
( 5p ). Lokasi delesi dibedakan menjadi terminal atau interstisial pada bagian 15p15.2-5p15.3.
deleasi pada bagian 5p15.3 yang berperan pada timbulnya suara tangisan layaknya kucing.
Sementara itu, kelainan fenotipe ( sifat fisik yang tampak ) lainnya diakibatkan oleh delesi
5p15.2. karena terjadi pada kromosom tubuh maka peluang kejadian pada anak laki-laki dan
perempuan adalah sama.9,10

Penderita sindrom tangisan kucing ini menunjukan karakteristik utama berupa suara
tangisan yang lemah dan bernada tinggi (melengking), mirip suara anak kucing. Suara tangisan
yang khas tersebut diakibatkan oleh ukuran laring yang kecil dan bentuk epligotis yang tidak
normal. Sejalan dengan pertambahan besar laring, suara menyerupai suara tangisan kucing itu
akan hilang. Sepertiga dari penderita tidak lagi menunjukan suara tangis menyerupai kucing
setelah berusia 2 tahun. Selain karakteristik utama tersebut penderita sindrom cri du chat dapat
didiagnosa melalui beberapa ciri-ciri berikut:9,10

Tangisan bernada tinggi seperti suara kucing


Berat badan lahir yang rendah dan pertumbuhan yang lambat
Bayi tampak lemas
Kepalanya kecil (mikrosefalus)
Wajah asimetris dan mulutnya tidak dapat menutup rapat
Hidungnya lebar
Lehernya pendek
Beberapa bayi memiliki wajah yang bundar (moon face)
Hipertelorisme (kedua mata terpisah jauh)
Fissura palpebra (mata sipit ke bawah)
Mikrognatia (rahang kecil)
Letak telinga lebih rendah (mungkin bentuknya juga abnormal)
Skin tag di depan telinga
Di sela jari kaki maupun tangan terdapat kulit tambahan (seperti selaput) atau jari-

jarinya menyatu Simian crease (garis tangan pada telapak tangan hanya satu)
Keterbelakangan mental
Perkembangan kemampuan motoriknya lambat atau tidak lengkap
Sering disertai kelainan jantung
Penderita mengalami Hernia inguinalis
Diastasis rekti (otot-otot perut terpisah)
Otot kendur
Lipatan epikantus (lipatan pada kulit di sudut mata sebelah dalam)
Lipatan telinga yang tidak lengkap atau abnormal.

Gambar 18. Syndrom Cri du chat


Belum ada pengobatan untuk sindrom tangisan kucing. Pengobatan dilakukan terhadap
penyakit medis seperti gangguan pernafasan,pencernaan dan penyakit jantung yang dialami oleh
penderita. Pendidikan untuk peningkatan komunikasi bahasalisan, tulisan, maupun stimulasi
bahasa tubuh dapat dilakukan pada usia sedini mungkin. terapi visual motorik dilakukan untuk
meningkatkan fungsi tubuh yang abnormal.9,10
2.11

Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis postnatal, kita perlu melakukan pendekatan, antara lain:1,10
1. Penelaahan prenatal
Riwayat ibu, usia kehamilan, riwayat konsumsi obat-obat teratogenik, serta radiasi.
2. Riwayat persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus.
3. Riwayat keluarga
Adanya kelainan bawaan yang sama atau kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi,
radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisik dan riwayat ibu serta keluarga

kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan
adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium.
a. Non-invasive : Ultrasonografi
b. Invasive

: Tes Amniosintesis
Tes Chorionic Villus Sampling (CVS)
Tes Fetal Blood Sampling (FBS)

2.12 Pemeriksaan Diagnosis11


1. Tes pemeriksaan awal (diagnosis)
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 1120 minggu. Prosedur pemeriksaan dengan USG awal
(nuchal translucency screening), tes darah, atau kombinasi USG dan tes darah

Gambar 19. Gambaran USG Trisomi 21

2. Tes Amniosintesis
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 1620 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 34 minggu
Prosedur pemeriksaan janin dengan mengambil sampel cairan ketuban untuk mendeteksi
kadar alpha fetoprotein (AFP) di dalam cairan ketuban maka dapat mengetahui kelainan
kromosom seperti down syndrome dan cacat tabung saraf pada janin.
3. Tes Chorionic Villus Sampling (CVS)
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 1014 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 34 minggu
Prosedur pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringan plasenta dengan menggunakan jarum
biopsi untuk diteliti. Pemeriksaan jaringan plasenta di laboratorium dapat mendeteksi kelainan
kromosom dan cacat genetik atau bawaan seperti talasemia.
4. Tes Fetal Blood Sampling (FBS)
Pemeriksaan pada usia kehamilan: 20 minggu. Lama hasil pemeriksaan keluar: 12 minggu
Prosedur pemeriksaan dengan mengambil sampel darah janin dari tali pusat janin untuk
mendeteksi terjadinya kelainan kromosom, kelainan bawaan, infeksi virus, anemia, dan kadar
oksigen darah janin.

Gambar 21. Amniocentesis dan Chorionic Villus Sampling

2.13 Uji Genetik3


Analisis Sitogenetik
Setiap jaringan yang mengandung sel yang membelah atau sel yang dapat dirangsang
untuk membelah, dapat digunakan untuk analisis sitogenetik. Sel-sel yang membelah dihentikan
pada metafase, dan kromosom-kromosonya diwarnai untuk memperlihatkan pita terang dan
gelap. Teknik yang paling sering digunakan adalah pulasan Giemsa, yang menghasilkan pita G.
Pola pita khas setiap kromosom membantu identifikasinya serta deteksi segmen-segmen yang
terdelesi, terduplikasi, atau tertata ulang. Keakuratan analisis sitogenetik meningkat seiring
dengan jumlah

pita yang dihasilkan. Pemitaan metafase resolusi tinggi secara rutin

menghasilkan 450 sampai 550 pita yang tampak per set kromosom haploid. Pemitaan kromosom
profase umumnya menghasilkan 850 pita.
Karena hanya sel yang sedang membelah yang dapat dievaluasi maka kecepatan
memperoleh hasil berkorelasi dengan kecepatan sel tumbuh dalam biakan. Sel darah janin sering
memberi hasil dalam 36-48 jam. Cairan amnion, yang mengandung sel amnion, yang
mengandung sel epitel, sel mukosa saluran cerna, dan amniosit biasanya memberi hasil dalam 514 hari. jika dilakukan analisisterhadap fibroblas kulit janin postamorterm maka stimulasi
pertumbuhan sel dapat lebih sulit dan analisis sitogenetik mungkin memerlukan waktu hingga 23 minggu.
Fluorescence in Situ Hybridization (FISH)
Prosedur ini merupakan suatu metode cepat untuk menentukan perubahan jumlah
kromosom-kromosom tertentu dan memastikan ada tidaknya gen atau sekuens DNA
spesifik. FISH terutama bermanfaat untuk identifikasi cepat aneuploidi spesifik yang mungkin
mengubah penatalaksanaan klinis, sebagai contoh deteksi trisomi 18 atau pemastian kasus yang
dicurigai sindrom duplikasi atau mikrodelesi.
Sel-sel difiksasi di objek kaca, dan dilakukan hibridisasi kromosom yang telah
difiksasi tersebut dengan pelacak (probe) gen atau kromosom berlabel fluoresen. Masingmasing pelacak adalah suatu sekuens DNA yang melengkapi regio kromosom atau gen tertentu
yang sedang diteliti sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan kromosom lain. Jika sekuens

DNA yang dimaksud ada maka hibridisasi terdeteksi sebagai sinyal terang pada pemeriksaan
mikroskop. Jumlah sinyal menunjukkan jumlah kromosom atau gen tersebut didalam sel yang
sedang dianalisis. FISH tidak memberi informasi tentang keseluruhan komplemen kromosom,
hanya regio kromosom atau gen yang diteliti.
Aplikasi pranatal tersering dari FISH adalah untuk melacak kromosom interfase dengan
sekuens DNA yang spesifik untuk kromosom 21,18,13,X, dan Y. Juga tersedia pelacak untuk
membantu untuk identifikasi sejumlah sindrom mikrodelesi. Dalam suatu ulasan oleh
Tepperberg, dkk (2001) terdapat lebih dari 45.000 kasus, kesesuaian (concordance) antara
analisis FISH untuk kromosom-kromosom ini dan kariotipe sitogenetik baku adalah 99,8 persen.
American College of Medical Genetics (2000) menyarankan bahwa analisis FISH dikonfirmasi
dengan evaluasi sitogenetik baku.
Southern Blotting
Teknik ini, yang dinamai berdasarkan nama penemunya, Edward Southern,
memungkinkan kita mengidentifikasi satu atau beberapa fragmen DNA yang diinginkan
dari jutaan fragmen yang biasanya diperoleh dari genom manusia keseluruhan yang dicerna
secara enzimatis. DNA dicerna oleh suatu enzim endonuklease restriksi dan potongan-potongan
yang dihasilkan dipisah satu sama lain dengan menggunakan elektroforesis gen agarosa.
Fragmen-fragmen lalu dipindah ke suatu membran nitroselulosa yang mengikat DNA. Pelacakpelacak homolog untuk segmen DNA yang diinginkan kemudian dihibridisasi ke DNA yang
sudah melekat ke membran tersebut, dengan penanda yang memungkinkan identifikasinya.
Prinsip dasar teknik Southern juga dapat diterapkan untuk RNA, dimana tekniknya disebut
Northern Blotting, dan ke protein disebut Western Blotting.
Reaksi Berantai Polimerase (PCR-Polymerase Chain Reaction)
PCR memungkinkan terjadinya sintesis cepat sejumlah besar sekuens DNA atau gen
spesifik. Untuk ini sekuens-sekuens gen keseluruhan diawal dan akhir gen harus diketahui. PCR
terdiri dari tiga tahap yang diulang berkali-kali. Pertama, DNA untai ganda didenaturasi dengan
pemanasan. Kemudian dilakukan penambahan primer oligonukleotida yang sesuai dengan
sekuens sasaran dimasing-masing untai DNA yang sudah terpisah dan memperkuat salah satu
ujung sekuens sasaran. Yang terakhir, suatu campuran nukleotidan dan DNA polimerase stabil

panas ditambahkan untuk memperpanjang sekuens primer dan terjadi sintesis untai-untai
komplementer DNA baru. Prosedur ini diulang berkali-kali sehingga teradi amplifikasi
eksponensial segmen DNA.
Analisis Keterkaitan
Jika gen spesifik penyebab belum teridentifikasi maka analisis keterkaitan (linkage
analysis) dapat membantu. Pada kasus-kasus ini kemungkinan bahwa seseorang (misal janin)
mewarisi sifat abnormal dapat diperkirakan. Analisis keterkaitan memungkinkan penentuan
lokasi berbagai gen, disertai perkiraan jarak mereka satu sama lain. Keterbatasan teknik
ini adalah bahwa teknik ini kurang presisi, bergantung pada ukuran keluarga dan
ketersediaan anggota keluarga untuk diperiksaan, dan mengandalkan keberadaan penandapenanda informatif di dekat gen yang bersangkutan.
Untuk penelitian dipilih penanda-penanda spesifik yang tersebut didasarkan pada
perkiraan lokasi gen penyebab penyakit. DNA dari masng-masing anggota keluarga kemudian
dianalisis untuk menentukan apakah ada penanda yang diwariskan bersama dengan gen penyakit.
Jika pengidap penyakit memiliki penanda dan yang tidak sakit tidak memilikinya, makan gen
penyebab penyakit dikatakan terkait dengan penanda yang menunjukkan bahwa keduanya berada
berdekatan di kromosom yang sama.
Comparative Genomic Hybridization (CGH) Arrays
CGH Arrays memanfaatkan prinsip PCR dan hibridisasi asam nukleat untuk
menampis DNA bagi banyak gen atau mutasi sekaligus. Sebuah microarray platform
mengandung fragmen-fragmen DNA yang sekuensnya diketahui. DNA dari orang yang akan
diperiksa dilabel dengan pewarnaan fluoresens dan dipajankan dengan fragmen-fragmen DNA
yang terfiksasi di chip. DNA normal (kontrol) dilabel denga pelacak (fluoresen) yang berbeda.
Intensitas sinyal pelacak fluoresen kemudian dibaca dengan pemindai laser.
Teknologi ini, dalam bentuknya yang sekarang, memiliki keterbatasan. Metode ini
tidak dapat mendeteksi tata ulang struktur kromosom yang seimbang misalnya translokasi atau
inversi seimbang. Polimorfisme genetik yang teridentifikasi olehnya dapat bermakna secara
klinis tapi mungkin juga tidak. Meskipun pemakaian CGH array saat ini masih dalam tahap

penelitian, diperkirakan teknologi ini suatu hari akan menjadi pelopor dalam pemeriksaan
penampisan genetik untuk diagnosis prenatal.

2.14 Konseling Genetik11,12


Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berkaitan dengan masalahmasalah manusia yang berhubungan dengan kejadian atau resiko terjadinya kelainan genetik
dalam keluarga. Prinsip dasar dari konseling genetik adalah seorang konselor hendaknya
memberikan informasi kepada pasien yang mendatanginya, bukanlah nasehat. Secara universal
telah disepakati bahwa konseling genetik sifatnya jangan memaksa dan tidak mengarahkan
pasien terhadap tindakan khusus tertentu. Selain itu, konselor genetika hendaknya dapat
melakukan pendekatan yang sifatnya bukan mengajukan pendapat. Tujuan dari konseling genetik
adalah memberikan informasi dan support kepada keluarga yang memiliki risiko atau sudah
memiliki anggota keluarga dengan kelainan genetik. Proses ini melibatkan upaya konselor dalam
membantu sebuah keluarga untuk:

Memahami fakta medis, termasuk diagnosis.


Memahami bahwa adanya keterkaitan penyakit tersebut dengan pewarisan keturunan dan

risiko terjadinya penyakit berulang pada keluarga.


Memahami pilihan-pilihan dalam mangangani penyakit.

Konseling genetk diberikan kepada mereka yang :


1. Sedang hamil atau berencana untuk hamil yang memiliki riwayat :11,12

Gangguan genetik seperti : kistik fibrosis.

Cacat lahir : bibir sumbing,

Abnormalitas kromosom : down sindrom

Retardasi mental

2. Wanita yang memiliki riwayat abortus berulang


3. Wanita yang sulit hamil
4. Wanita yang telah dinyatakan telah terpapar dengan segala sesuatu yang berbahaya terhadap bayi
yang akan dilahirkan (termasuk di dalamnya sinar x, radiasi, beberapa obt-obatan, alkohol,
infeksi).
5. Wanita yang berusia di atas 35 tahun.
6. Wanita yang berkepentingan untuk mendapatkan diagnosis prenatal
7. Wanita yang sebelumnya sudah diberitahukan bahwa kehamilannya kemungkinan memiliki
risiko tinggi mengalami komplikasi atau cacat lahir berdasarkan hasil USG atau pemeriksaan
darah.
Umumnya, seseorang pergi ke seorang konselor genetik sebelum atau selama masa
kehamilan untuk mendiskusikan kemungkinan faktor-faktor yang dapat meningkatkan peluang
memiliki anak dengan kelainan. Konseling genetik diberikan kepada orang tua yang sebelumnya
(mungkin) memiliki anak dengan kelainan genetik, salah satu orang tua (mungkin) memiliki
kelainan genetik, dan pasien yang keluarganya (mungkin) memiliki kelainan genetik. Berikut
adalah hal-hal yang dilakukan dalam konseling genetik, yakni:11,12

Reaching accurate diagnosis

Hal-hal yang dilakukan adalah mencari tahu tentang sejarah keluarga pasien. Hal tersebut
berguna untuk untuk menegakkan diagnosis. Kemudian, melakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang dilakukan berguna untuk mencari tahu adanya penyakit lainnya pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, dan analisis
DNA. Analisis DNA digunakan untuk memastikan penyakit yang diderita pasien merupakan
kelainan genetik.

Estimation of recurrence risk

Hal yang dilakukan meliputi pembuatan pedigree dan menerapkan perhitungan risiko terjadinya
penyakit. Pembuatan pedigree berguna untuk mengetahui tentang kelainan genetik lain yang

pernah diderita keluarga pasien. Selain itu, dengan adanya pedigree, dapat dilihat pula apakah
adanya kemungkinan pernikahan saudara.

Genetic counseling

Pada konseling genetik, konselor memberikan alternatif-alternatif yang dapat diambil oleh
keluarga pasien untuk menghindari terulangnya kasus yang sama. Selain itu, konselor juga
melakukan kalkulasi risiko.

Desicion making

Konselor hanya memberikan pilihan-pilihan kepada keluarga pasien, sehingga harus


menghormati semua keputusan yang akan diambilnya.
Dalam memastikan diagnosis, tes genetik yang dapat dilakukan adalah:11,12

Carrier Testing: tes yang dilakukan untuk menentukan apakah seseorang membawa
satu salinan mutasi gen untuk suatu penyakit resesif tertentu. Cara yang dilakukan
pada tes ini adalah dengan analisis langsung dari gen, gen yang telah diekstrasi dari sel
darah akan diuji untuk melihat adanya mutasi. Jenis tes ini ditawarkan kepada seseorang

yang memiliki sejarah keluarga dengan kelainan genetik.


Preimplementation Genetic Diagnosis (PGD): teknik khusus yang dapat mengurangi
risiko memiliki anak dengan kelainan genetik. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi

perubahan genetik pada embrio yang dibuat dengan fertilisasi in vitro.


Prenatal Testing: tes ini digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam gen atau
kromosom pada janin. Tes ini ditawarkan selama kehamilan jika ada peningkatan risiko

bayi yang akan dilahirkan memiliki kelainan genetik.


Newborn Screening: tes ini dilakukan hanya setelah kelahiran anak untuk

mengidentifikasi gangguan genetik yang dapat diobati sedini mungkin.


Diagnostic/confirmatory Testing: tes yang digunakan untuk mengidentifikasi atau
mengkonfirmasi diagnosis suatu penyakit berdasarkan tanda-tanda fisik dan gejala.
Selain itu berguna untuk memprediksi perjalanan penyakit dan penentuan pemilihan
pengobatan. Tes ini dapat dilakukan sebelum kelahiran atau selama pasien hidup.

Predictive Testing: tes untuk menentukan kemungkinan bahwa seseorang yang sehat
dengan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu atau tidak, mungkin
akan menderita penyakit tersebut.

Adapula pilihan yang dapat diberikan oleh seorang konselor genetika kepada keluarga pasien
yang memiliki risiko anaknya mengalami kelainan genetik jika ingin menambah keturunan,
yakni:11,12

Menerima risiko yang akan terjadi dan tetap mengandung anaknya.


Melakukan prenatal diagnosis.
Melakukan preimplantasi diagnosis.
Mendapatkan anak melalui gamete donation.
Mengadopsi anak.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kelainan kromosom terdiri dari dua jenis yaitu kelainan pada jumlah kromosom, dimana
terdapat jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dan kelainan pada struktur
kromosom, diantaranya adalah delesi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih
pendek dari kromosom normal, insersi pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih
panjang dari normal dan berpindahnya bagian satu kromosom ke bagian kromosom yang lain
atau yang disebut dengan translokasi. Kelainan kromosom dapat melibatkan kromosom autosom
maupun kromosom genosom atau kromosom seks. Setiap ditemukannya kelainan kromosom
pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan
faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya. Oleh karena itu, untuk
menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, ada baiknya pasangan yang belum menikah
untuk melakukan pemeriksaan pranikah. Pemeriksaan tersebut berguna untuk mengetahui
kondisi pasangan serta proyeksi masa depan pernikahan, terutama berkaitan dengan genetika.

Anda mungkin juga menyukai

  • Iman
    Iman
    Dokumen22 halaman
    Iman
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Hjgvu
    Hjgvu
    Dokumen20 halaman
    Hjgvu
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Blok24 Skenario 09 f8
    Blok24 Skenario 09 f8
    Dokumen38 halaman
    Blok24 Skenario 09 f8
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Case 1 DR - Sedyo-Irene
    Case 1 DR - Sedyo-Irene
    Dokumen12 halaman
    Case 1 DR - Sedyo-Irene
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Fas
    Fas
    Dokumen10 halaman
    Fas
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Thalassemia
    Thalassemia
    Dokumen12 halaman
    Thalassemia
    Anonymous UauibCZZ
    Belum ada peringkat
  • HJG
    HJG
    Dokumen17 halaman
    HJG
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen51 halaman
    Mata
    Aries Yunanda
    Belum ada peringkat
  • Ambliopia
    Ambliopia
    Dokumen7 halaman
    Ambliopia
    Beatrix Flora E Siregar
    Belum ada peringkat
  • Case Geadrs
    Case Geadrs
    Dokumen14 halaman
    Case Geadrs
    Archgear
    Belum ada peringkat
  • Yyeeeaaayy
    Yyeeeaaayy
    Dokumen36 halaman
    Yyeeeaaayy
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Se
    Se
    Dokumen10 halaman
    Se
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • 1.1 Latar Belakang: Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang: Pendahuluan
    Dokumen20 halaman
    1.1 Latar Belakang: Pendahuluan
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • THTH
    THTH
    Dokumen21 halaman
    THTH
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • R
    R
    Dokumen37 halaman
    R
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading:: Imania Lidya Pratiwi 11.2014.100 Koas THT RSUD Koja Periode 21 September 2015 - 24 Oktober2015
    Journal Reading:: Imania Lidya Pratiwi 11.2014.100 Koas THT RSUD Koja Periode 21 September 2015 - 24 Oktober2015
    Dokumen29 halaman
    Journal Reading:: Imania Lidya Pratiwi 11.2014.100 Koas THT RSUD Koja Periode 21 September 2015 - 24 Oktober2015
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Imania Lidya
    Belum ada peringkat
  • Case Polip Imania
    Case Polip Imania
    Dokumen9 halaman
    Case Polip Imania
    yulitawijaya
    Belum ada peringkat