Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

BOM SOLO DAN PENGUATAN LEGISLASI


PENCEGAHAN AKSI TERORISME
Monika Suhayati*)

Abstrak
Bom bunuh diri kembali terjadi di Indonesia, tepatnya di depan Mapolresta Solo, pada
5 Juli 2016. Terjadinya lagi aksi terorisme menunjukkan lemahnya upaya pencegahan
tindak pidana terorisme di Indonesia. RUU Perubahan UU Pemberantasan Terorisme
perlu mengatur secara komprehensif upaya pencegahan tindak pidana terorisme
melalui kegiatan deteksi dini aksi terorisme oleh aparat intelijen dan mekanisme
koordinasi antara aparat intelijen dengan aparat penegakan hukum. Selain itu,
RUU ini juga memberikan penguatan kepada BNPT sebagai lembaga yang bertugas
melakukan koordinasi instansi pemerintah terkait dalam pencegahan tindak pidana
terorisme.

Pendahuluan

Di penghujung bulan Ramadhan, bangsa


Indonesia dikejutkan dengan adanya bom bunuh
diri di depan Mapolresta Solo pada 5 Juli 2016
pukul 07.30 pagi. Ledakan terjadi setelah petugas
kepolisian sempat mencegat seorang pengendara
sepeda motor yang mencurigakan masuk ke markas
kepolisian. Sebelum sempat berbincang, pelaku
berupaya melarikan diri sehingga akhirnya dikejar
dan kemudian meledakkan diri di dekat kantor
Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di
Mapolresta Solo. Pelaku diketahui tewas seketika.
Sementara itu, Bripka Bambang Adi Cahyanto,
anggota Provos Polresta Solo yang berjaga di SPKT
mengalami luka ringan.
Menanggapi aksi teror ini, Presiden Joko
Widodo, menyerukan agar masyarakat tidak
takut terhadap teror. Senada dengan Presiden
Jokowi, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

menambahkan, Indonesia adalah bangsa yang


besar, yang tidak mudah dihancurkan oleh aksi
teror. Menteri Agama mempercayai kemampuan
aparat dalam menangani aksi tersebut.
Kapolri (pada saat itu) Jenderal Badrodin
Haiti, menyatakan terduga pelaku bom bunuh
diri bernama Nur Rohman, 31 tahun, beralamat
di RT 001 RW 012, Sangkrah, Kecamatan Pasar
Kliwon, Solo. Nur Rohman adalah anggota
kelompok Arif Hidayatullah alias Abu Mush'ab
yang disebut satu jaringan dengan sosok Bahrun
Naim, yang kini diklaim berada di Suriah. Temuan
polisi menyimpulkan Bahrun Naim sebagai otak
penyerangan aksi terorisme di Jalan MH Thamrin,
Jakarta pada 14 Januari 2016. Abu Mush'ab
sendiri telah ditangkap di Surabaya bersama dua
terduga teroris awal Juni lalu. Nur Rohman lolos
dari operasi penangkapan Abu Mush'ab tersebut.

*) Peneliti Muda Ilmu Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: monikasuhayati@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan


serangan bom bunuh diri tersebut terkait dengan
kelompok militan Negara Islam atau ISIS. Ini terkait
dengan seruan pemimpin ISIS untuk melakukan
amaliyah di bulan ramadhan.
DPR RI dan Pemerintah saat ini sedang
membahas Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
menjadi Undang-Undang (RUU Perubahan UU
Pemberantasan Terorisme). Ketua DPR Ade
Komarudin menilai, peristiwa bom bunuh diri di
Mapolresta Surakarta menunjukkan revisi UU
Pemberantasan Terorisme mendesak diselesaikan.
Dengan adanya peristiwa tersebut, artinya
kebutuhan akan revisi undang-undang itu tidak
bisa dipandang enteng. DPR dan Pemerintah harus
menuntaskan revisi UU tersebut agar bisa mencegah
dan mendeteksi secara dini terorisme, karena
terorisme adalah musuh terbesar Indonesia, selain
korupsi dan narkoba.
Namun, Ketua Panitia Khusus RUU
Perubahan UU Pemberantasan Terorisme M.
Syafii dari Fraksi Gerindra mengatakan DPR
tidak bisa mempercepat pembahasan revisi UU
Pemberantasan Terorisme karena DPR ingin
membuat UU Pemberantasan Terorisme yang
komprehensif. Undang-undang itu diharapkan
tidak hanya mencakup aspek penindakan, tetapi
juga memperkuat pencegahan serta penanganan
pasca-aksi teror. Dalam merumuskan undangundang yang komprehensif, Pansus masih meminta
masukan dari berbagai pihak. Wakil Ketua Pansus
dari Fraksi Partai Nasdem Supiadin Aries Saputra
menambahkan, Pansus akan menyelesaikan RUU
pada waktunya. Berdasarkan Tata Tertib DPR,
Pansus memiliki batas waktu kerja hingga tiga masa
sidang untuk membahas suatu RUU. Saat ini, masa
kerja Pansus baru berjalan satu masa sidang.

dan mengabaikan betapa penting dan sangat


strategis jika kedua strategi tersebut (pencegahan
dan penindakan) dijalankan bersama-sama, dan
dipandang seluruh negara sebagai strategi yang
sama pentingnya dan memiliki kedudukan yang
setara.
Bentuk-bentuk terorisme sudah masuk ke
dalam masyarakat dan berbaur dengan budaya
dan keyakinan, sehingga pendekatan yang
dilakukan harus bersifat persuasif. Masyarakat
seringkali tidak menyadari masuknya pahampaham radikalisme. Terdapat indikasi sebagian
orang-orang yang direkrut untuk menjadi bagian
dari organisasi terorisme berasal dari lembaga
pemasyarakatan. Para pelaku kejahatan merasa
sudah dianggap sampah oleh masyarakat, sehingga
mereka bergabung dengan kelompok terorisme
karena perbuatan mereka dihargai sebagai
perjuangan.
Di dalam UU Pemberantasan Terorisme
hanya ada satu pasal yang mengatur mengenai
pencegahan tindak pidana terorisme, yaitu dalam
Pasal 43 UU Pemberantasan Terorisme yang
berkaitan dengan kerjasama internasional. Pasal
43 UU Pemberantasan Terorisme menyatakan
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana terorisme, Pemerintah Republik
Indonesia melaksanakan kerjasama internasional
dengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian,
dan kerjasama teknis lainnya yang berkaitan
dengan tindakan melawan terorisme sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Terdapat banyak cara untuk melakukan
tindakan pencegahan terhadap aksi terorisme yang
salah satunya dilakukan dengan melakukan deteksi
dini aksi terorisme. Kewenangan intelijen dalam
hal deteksi dini aksi terorisme saat ini dimiliki oleh
Badan Intelijen Nasional. Pasal 31 huruf b Undangundang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen
Negara (UU Intelijen Negara) menyatakan Badan
Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan
penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan
penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait
dengan kegiatan terorisme, separatisme, spionase,
dan sabotase yang mengancam keselamatan,
keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk
yang sedang menjalani proses hukum. Berkaitan
dengan terjadinya Bom Solo, Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso mengungkapkan
BIN telah berupaya melakukan tugas dan fungsi
semaksimal mungkin. Namun, BIN tidak memiliki
kemampuan untuk mengetahui secara persis lokasi
terjadinya. Sutiyoso menekankan agar pemerintah
untuk memperbaiki sistem regulasi Indonesia
terkait terorisme segera mungkin. Perbaikan
tersebut dapat dilakukan dengan merevisi UU
Pemberantasan Terorisme. Menurut Sutiyoso,

Pencegahan Tindak Pidana Terorisme

Terjadinya lagi aksi terorisme merupakan


bukti lemahnya upaya pencegahan tindak pidana
terorisme di Indonesia. Dalam praktek pencegahan
terorisme, sebagaimana diakui dalam Principle
and Guidelines concerning Human Rights and
Terrorism yang dikeluarkan oleh Persatuan
Bangsa-Bangsa,
telah
terjadi
ketimpangan
kebijakan dan strategi menghadapi terorisme
internasional.
Ketimpangan
yang
dimaksud
adalah penegakan hukum selama ini dianggap
sebagai strategi pemberantasan yang lebih berhasil
secara signifikan daripada strategi pencegahan.
Strategi pemberantasan terorisme selama ini
lebih mengutamakan penangkapan, penahanan,
dan penghukuman terhadap pelaku terorisme

-2-

regulasi terorisme yang masih membatasi ruang


gerak intelijen menjadi salah satu titik lemah
Indonesia dalam menghadapi aksi terorisme.
Sebagai bentuk penguatan dari segi legislasi,
RUU Perubahan UU Pemberantasan Terorisme
memberikan pengaturan mengenai Penanggulangan
Tindak Pidana Terorisme. Upaya pencegahan
dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam
Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme. Pasal
43A ayat (2) dan (3) RUU tersebut menyatakan:

umumnya mempunyai hubungan yang erat dengan


jaringan terorisme internasional. Dalam hal ini
aparat intelijen memegang faktor penting dalam
upaya deteksi dini aksi terorisme. Penanganan
terhadap
masalah
terorisme
membutuhkan
kualitas dan kapasitas intelijen yang tinggi untuk
dapat mengungkap pelaku dan motif dibalik
aksi terorisme, serta akar permasalahan yang
mendasarinya. Namun, aparat intelijen tidak
memiliki kewenangan dalam bidang penegakan
hukum.
Jika aparat intelijen menemukan alat
bukti yang menyangkut tentang pencegahan,
penangkalan, dan penanggulangan ancaman
keamanan nasional, bukti tersebut tidak dapat
ditindaklanjuti. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu
diatur tentang mekanisme koordinasi antara aparat
intelijen dan pihak lain seperti kepolisian, sehingga
data/informasi yang telah berhasil dikumpulkan
oleh aparat intelijen dapat digunakan untuk
penegakan hukum.
Bentuk lain dari deteksi dini terhadap aksi
terorisme adalah dengan melakukan pendeteksian,
penelusuran, dan pencegahan aliran dana (follow
the money) yang digunakan atau diduga akan
digunakan untuk melakukan aksi terorisme. Hal ini
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU
Pencegahan Pendanaan Terorisme). Pengaturan
dalam undang-undang ini mengantisipasi aliran
dana, baik dalam skala nasional maupun lintas
negara, yang terkait tindak pidana terorisme.
Pasal 11 UU Pencegahan Pendanaan Terorisme
menyatakan upaya pencegahan tindak pidana
pendanaan terorisme dilakukan melalui penerapan
prinsip mengenali Pengguna Jasa Keuangan;
pelaporan dan pengawasan kepatuhan PJK;
pengawasan kegiatan pengiriman uang melalui
sistem transfer atau pengiriman uang melalui sistem
lainnya; dan pengawasan pembawaan uang tunai
dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau
ke luar daerah pabean Indonesia.

(2) Presiden menetapkan kebijakan dan


strategi nasional penanggulangan Tindak
Pidana Terorisme.
(3) Kebijakan dan strategi nasional
penanggulangan Tindak Pidana Terorisme
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. pencegahan;
b. pelindungan;
c. deradikalisasi;
d. penindakan;
e. penyiapan kesiapsiagaan nasional; dan
f. kerja sama internasional.
Namun, RUU Pemberantasan Terorisme
belum memberikan pengaturan upaya pencegahan
tindak pidana terorisme yang komprehensif.
Pasal 43A ayat (5) RUU menyatakan ketentuan
lebih lanjut kebijakan kebijakan dan strategi
nasional penanggulangan tindak pidana terorisme
tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut
penulis,
RUU
perlu
mengatur
pemberian kewenangan upaya pencegahan tindak
pidana terorisme melalui kegiatan deteksi dini
aksi terorisme oleh aparat intelijen BIN dan
penyelenggara intelijen yang menjalankan fungsi
intelijen pertahanan, dengan merujuk pada UndangUndang tentang Intelijen Negara. Perspektif
intelijen dalam penanggulangan terorisme sangat
penting karena kemampuan intelijen untuk mencari
informasi, mengolah informasi, dan menyajikan
informasi
untuk
pengambilan
keputusan
diperlukan dalam mendukung langkah-langkah
penanggulangan terorisme.
Informasi
intelijen
sangat
diperlukan
mengingat aksi terorisme umumnya disusun dan
dilakukan secara tertutup dengan metode klandestin
(kegiatan rahasia). Untuk membaca dan menganalisis
gerakan tersebut diperlukan kemampuan intelijen
dan kontra intelijen. Hal ini tentu harus dilakukan
oleh petugas yang cakap dan kompeten sehingga
dalam penindakan dan penanggulangan terorisme
dapat dilakukan secara tepat dan efektif.
Semakin maju pengetahuan pelaku teroris
dan semakin modern teknologi yang digunakan,
semakin sulit untuk melakukan deteksi secara
dini terhadap aksi terorisme dan mengungkap
pelakunya. Jaringan terorisme di suatu negara

Penguatan Koordinasi
Penanggulangan Terorisme

Upaya pencegahan tindak pidana terorisme


merupakan
salah
satu
komponen
dalam
penanggulangan terorisme sebagaimana diatur dalam
RUU Perubahan UU Pemberantasan Terorisme.
Pengaturan
penanggulangan
tindak
pidana
terorisme dalam RUU memberikan penguatan
kepada lembaga pemerintah nonkementerian yang
menyelenggarakan
penanggulangan
terorisme,
yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) untuk mengoordinasikan kebijakan dan
strategi nasional penanggulangan tindak pidana

-3-

terorisme. Hal ini disebutkan dalam Pasal 43B


ayat (1) RUU yang menyatakan kebijakan dan
strategi nasional penanggulangan tindak pidana
terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia,
serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan
kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan
oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang
menyelenggarakan penanggulangan terorisme.
Penguatan
dalam
bentuk
undangundang diperlukan mengingat peran BNPT
belum disebutkan dalam UU Pemberantasan
Terorisme dan pembentukan BNPT menggunakan
peraturan presiden, yaitu Peraturan Presiden
Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme yang kemudian
direvisi dengan Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2012. Berdasarkan Perpres tersebut,
BNPT antara lain mempunyai tugas menyusun
kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang
penanggulangan terorisme dan mengoordinasikan
instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
terorisme. Dasar pembentukan BNPT yang
merupakan Peraturan Presiden menghambat
pelaksanaan tugas koordinasi instansi pemerintah
terkait penanggulangan terorisme.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III
dengan Kepala BNPT pada 13 April 2016, BNPT
mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi
dalam penindakan dan pencegahan, yaitu perlunya
revisi payung hukum penanggulangan terorisme
UU Pemberantasan Terorisme karena sudah tidak
sesuai dan belum mengakomodir berbagai aspek
untuk menetralisir terorisme di Indonesia termasuk
belum menegaskan peran BNPT dalam undangundang tersebut.

Indonesia. Oleh sebab itu, perubahan UU harus


memperhatikan
penguatan
peran
intelijen
sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap
aksi terorisme. Selain itu, RUU juga perlu untuk
mengatur penguatan BNPT sebagai lembaga yang
bertugas melakukan koordinasi instansi pemerintah
terkait dalam pencegahan tindak pidana terorisme.
Penguatan legislasi ini harus dilakukan dalam
koridor Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat)
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sehingga proses penyempurnaan
legislasi anti-terorisme ini harus dilakukan secara
cermat dan hati-hati, senantiasa mengutamakan
kepentingan nasional dan tidak melanggar hak
asasi manusia. Dalam hal ini peran DPR sangatlah
penting untuk mempercepat penyelesaian revisi UU
Pemberantasan Terorisme.

Referensi:

Keterangan Presiden atas RUU tentang Perubahan


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, 27
April 2016.
Laporan
Singkat
Rapat
Dengar
Pendapat
Komisi III DPR RI dengan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), 13 April
2016.
Naskah Akademik RUU tentang Perubahan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
IS Lebih Giat Manfaatkan Teroris, Media
Indonesia, 11 Juli 2016.
Polisi Geledah Rumah Pelaku Bom Bunuh Diri,
Kompas, 9 Juli 2016.
ISIS Bertanggung Jawab atas Serangan Terorisme
di Sarinah, http://www.bbc.com/indonesia/
berita_indonesia/2016/01/160114_live_bom_
thamrin, diakses 13 Juli 2016.
Kapolri Ungkap Jati Diri Pelaku Bom Bunuh
Diri Solo, http://www.bbc.com/indonesia/
berita_indonesia/2016/07/160705_indonesia_
kapolri_bom_solo, diakses 11 Juli 2016.
Peran Intelijen dalam Penanggulangan Terorisme di
Indonesia, http://jurnalintelijen.net/2015/07/06/
peran-intelijen-dalam-penanggulangan-terorismedi-indonesia/, diakses 18 Juli 2016.
Polri: Situasi di Solo Tetap Kondusif Pasca-bom
Bunuh Diri, http://nasional.kompas.com/
read/2016/07/05/12485541/polri.situasi.
di.solo.tetap.kondusif.pasca-bom.bunuh.
diri?utm_campaign=related&utm_medium=bpkompas&utm_source=news&, diakses pada 11
Juli 2016.

Penutup

Terorisme merupakan kejahatan yang luar


biasa dan pelanggaran berat terhadap hak asasi
manusia, terutama hak yang paling dasar yaitu hak
hidup. Terjadinya lagi aksi terorisme menunjukkan
lemahnya upaya pencegahan tindak pidana
terorisme di Indonesia. Pengaturan pencegahan
di UU Pemberantasan Terorisme saat ini hanya
terdapat dalam Pasal 43 UU Pemberantasan
Terorisme
berkaitan
dengan
kerjasama
internasional dalam rangka pemberantasan
dan pencegahan tindak pidana terorisme. RUU
Perubahan UU Pemberantasan Terorisme telah
mengatur upaya pencegahan sebagai salah satu
komponen dalam penanggulangan tindak pidana
terorisme, namun belum komprehensif.
Upaya penanggulangan terorisme seharusnya
tidak hanya bertumpu pada upaya penindakan,
upaya pencegahan perlu mendapatkan perhatian
agar aksi terorisme tidak selalu terulang di
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

ISU LAUT CHINA SELATAN PASCA-PUTUSAN


MAHKAMAH ARBITRASE: TANTANGAN ASEAN
Simela Victor Muhamad*)

Abstrak
Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag,
Belanda, 12 Juli 2016, akhirnya mengeluarkan pandangannya tentang permintaan
Filipina untuk menjelaskan klaim kedaulatan Republik Rakyat China (RRC) di Laut
China Selatan. Dalam putusannya, PCA menyatakan klaim historis China di Laut China
Selatan (LCS) yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus (nine-dash-line) tidak
memiliki landasan hukum. Filipina, dan sebagian masyarakat internasional, menyambut
baik putusan PCA tersebut, sementara China tidak menerima dan mengabaikannya.
Putusan PCA tersebut menjadi tantangan bagi ASEAN yang sebagian anggotanya
terlibat sengketa dengan China di LCS dan yang juga harus peduli pada upaya-upaya
pemeliharaan keamanan dan perdamaian di kawasan.

Pendahuluan

didasarkan pada Konvensi Internasional


tentang Hukum Laut (UNCLOS). PCA
menyatakan China telah melanggar hak-hak
kedaulatan Filipina dan juga menegaskan
bahwa China telah menyebabkan kerusakan
lingkungan dengan membangun pulau-pulau
buatan.
Putusan PCA, meskipun hal itu
ditujukan pada pemeriksaan perkara antara
Filipina melawan China, memunculkan
tantangan sekaligus menguji peranan
ASEAN yang selama ini menaruh perhatian
besar pada isu LCS. Hal tersebut akan dikaji
secara singkat dalam tulisan ini, dengan
terlebih dahulu dikemukakan secara sekilas
bagaimana respons internasional (Filipina,
China, Indonesia, dan dunia internasional)
atas putusan PCA tersebut.

Putusan
Mahkamah
Arbitrase
Permanen (Permanent Court of Arbitration/
PCA) atas klaim China di Laut China Selatan
(LCS) dibuat untuk menanggapi pengajuan
keberatan Pemerintah Filipina tahun
2013. Filipina keberatan atas aktivitas dan
klaim China di LCS, terutama klaim China
terhadap hak-hak kesejarahan (historic
rights) dan nine-dash-line. Nine-dash-line
atau sembilan garis putus-putus adalah
upaya RRC untuk memetakan klaim historic
rights pada fitur maritim dan perairan LCS.
Akibatnya, lebih 80 persen wilayah LCS
diklaim oleh RRC (lihat Peta LCS di bawah).
Anehnya klaim ini tidak didukung dengan
data koordinat geografis. Menurut PCA,
klaim ini tak sesuai dengan hak berdaulat
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang

*) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. E-mail: simela.muhamad@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

aksi yang didasarkan pada keputusan itu,


demikian pernyataan Kemenlu RRC.
Kawasan LCS adalah salah satu
jalur utama perdagangan internasional
dengan nilai hingga Rp 5 triliun per tahun.
Terkait keputusan itu, Indonesia yang
bukan negara pihak dalam sengketa di
LCS mengajak semua pihak menegakkan
perdamaian, persahabatan, dan kerja
sama. Kemenlu RI menyatakan Indonesia
mendorong
terciptanya
zona
damai,
bebas, dan netral di Asia Tenggara, serta
mendorong semua negara yang bersengketa
untuk melanjutkan perundingan damai
sesuai
dengan
hukum
internasional.
Anggota Komisi I DPR RI, Meutya Hafid,
mengatakan, putusan Mahkamah itu
mengklarifikasi semua persoalan di LCS,
termasuk soal sembilan garis putus-putus
(nine-dash-line)
yang
dipertanyakan
Indonesia. Dalam kasus pencurian ikan di
perairan Natuna, Kepulauan Riau, China
berdalih sebagian wilayah itu adalah
kawasan penangkapan ikan tradisional
(traditional fishing ground) nelayan mereka.
Salah satu basis argumentasi mereka adalah
sembilan garis putus-putus tersebut.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar
Hukum Internasional Universitas Indonesia,
memandang positif putusan Mahkamah
itu. Keputusan itu sesuai dengan posisi
Pemerintah Indonesia yang tidak mengakui
klaim China atas wilayah penangkapan
ikan tradisional nelayan China. Menurut
Hikmahanto, Indonesia bisa lebih percaya
diri melakukan penegakan hukum atas kapal
nelayan berbendera China yang beroperasi
di ZEE Indonesia.
Dunia internasional juga memandang
positif putusan Mahkamah Arbitrase (PCA).
Menlu Jepang, Fumio Kishida, menuturkan
Jepang secara konsisten mendukung
pentingnya
penegakan
hukum
dan
penggunaan cara damai, bukan kekerasan,
dalam mencari penyelesaian perselisihan
maritim. Karena sifat putusan yang final dan
mengikat, Pemerintah Jepang mendorong
Filipina dan China untuk mematuhi putusan
PCA itu.
Vietnam, yang bersama Filipina,
Malaysia, dan Brunei juga bersengketa
dengan China di LCS, menyambut baik
putusan PCA. Juru Bicara Kemenlu Vietnam,
Le Hai Binh, menyebutkan Vietnam
mendukung penyelesaian damai perselisihan

Gambar 1. Peta Klaim China atas


Laut China Selatan
Sumber: UNCLOS, CIA

Respons Internasional
Masyarakat Filipina, sebagai warga
dari negara yang mengajukan keberatan atas
klaim China di LCS, menyambut baik putusan
PCA. Sebagian warga menggelar pawai di
sejumlah tempat di Manila, membawa poster,
dan mengibarkan bendera negeri itu. Salah
satu poster bertuliskan, Kedaulatan Filipina,
tidak bisa ditawar-tawar. Menteri Luar Negeri
(Menlu) Filipina, Perfecto Rivas Yasay Jr.,
menyebut putusan Mahkamah Arbitrase itu
sebagai keputusan bersejarah yang memberi
kontribusi penting pada upaya pencarian
solusi damai atas perselisihan teritorial
antarnegara di perairan. Menlu Filipina juga
menegaskan sikap dan komitmen negaranya
untuk mencari penyelesaian secara damai
dengan pandangan untuk mempromosikan
dan meningkatkan perdamaian dan stabilitas
di kawasan.
Berbeda dengan Filipina, Presiden
China Xi Jinping di Beijing menyatakan,
China tidak akan menerima posisi atau aksi
apa pun yang didasarkan pada putusan
Mahkamah Arbitrase atas pengajuan
keberatan Filipina. Namun, China tetap
akan menjaga perdamaian dan stabilitas
di kawasan LCS. Dalam pernyataannya,
Kementerian Luar Negeri China menyatakan
putusan Mahkamah itu hampa dan tidak
memiliki kekuatan mengikat. Kedaulatan
teritorial dan hak-hak maritim serta
kepentingan China di LCS tidak terpengaruh
keputusan itu. China menentang dan tidak
akan pernah menerima klaim ataupun
-6-

LCS. Namun sejalan dengan Beijing,


Pemerintah Taiwan (yang juga mengklaim
sebagian wilayah LCS) menolak keputusan
itu, yang dinilainya akan memengaruhi hakhak teritorial negeri itu.
Sementara itu, negara-negara Barat,
seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS),
mendesak China untuk menghormati dan
mematuhi putusan PCA. Penolakan China
pada fatwa hukum PCA dianggap dapat
merusak kredibilitas UNCLOS. Diakui oleh
Paul Reichler, pengacara Filipina di PCA,
PCA tidak sekuat International Court of
Justice (ICJ) yang memiliki kewenangan
untuk menegakkan keputusan hukumnya.
Namun, Paul Reichler percaya bahwa
meningkatnya tekanan internasional kepada
China akan dapat memperlunak sikapnya
yang sangat kaku. Dengan demikian,
reaksi negara-negara di luar pihak yang
bersengketa menjadi penting karena dapat
memiliki pengaruh signifikan. Secara khusus
bagi ASEAN, yang sebagian anggotanya
terlibat sengketa teritorial dengan China
di LCS, putusan PCA telah memunculkan
tantangan tersendiri, terutama dalam
peranannya untuk berkontribusi dalam
pencarian solusi damai atas masalah LCS.

kesepakatan bersama untuk bersikap tegas


terhadap putusan PCA? Apakah kesepakatan
bersama yang dicapai di Sunnylands, AS,
Februari 2016, bisa diulang kembali sebagai
ketegasan sikap ASEAN? Ataukah ASEAN
perlu mundur selangkah dari kesepakatan
yang sudah dicapai? Perlukah ASEAN
mengeluarkan pernyataan bersama yang
sejalan dengan pandangan Beijing? Atau
siapkah ASEAN menerima permintaan
China untuk tidak mengeluarkan pernyataan
sama sekali?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut
perlu dijawab oleh ASEAN, setidaknya
untuk menghilangkan keraguan atas posisi
ASEAN mengenai LCS. Memang tidak semua
anggota ASEAN menjadi negara pengklaim
(claimant states), dan hanya Vietnam,
Filipina, Malaysia, dan Brunei yang menjadi
claimant states. Keenam negara lainnya
dapat berinisiatif untuk mencari pemecahan
seraya menonjolkan cara-cara damai.
Namun, dalam kerangka ASEAN,
kesatuan dan keutuhan ASEAN menjadi
kunci utama bagi manuver ASEAN pasca-12
Juli 2016. Memang tidak mudah bagi
ASEAN mengeluarkan pernyataan bersama
mengenai LCS. Sebagaimana diketahui,
fakta sebelumnya menunjukkan ASEAN
telah gagal mengeluarkan pernyataan
bersama mengenai LCS bertepatan dengan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN,
Juli 2012, di Phnom Penh, Kamboja.
Dalam hal ini, Kamboja, yang pada saat
itu bertindak sebagai Ketua ASEAN dan
menjadi tuan rumah KTT ASEAN, berperan
penting atas kegagalan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya pendekatan Beijing ke
Kamboja yang intensif.
Kejadian serupa berulang kembali
dalam Pertemuan Khusus ASEAN-China
di Yuxi, Provinsi Yunnan, 13-14 Juni
2016. Laos, Ketua ASEAN yang baru, dan
Kamboja berkeberatan atas isi komunike
pers mengenai LCS sehingga dokumen
itu ditarik kembali. Ketidaksamaan sikap
negara-negara anggota ASEAN ini dapat
memudarkan konsep sentralitas ASEAN di
kawasan Asia Tenggara yang berpijak pada
platform keutuhan sikap ASEAN. Oleh
karena itu, kepemimpinan Laos, sebagai
Ketua ASEAN saat ini, dalam menangani dan
mengelola posisi ASEAN terhadap putusan
PCA, menjadi sangat penting. Laos, sebagai
Ketua ASEAN, harus mampu menjaga

Tantangan ASEAN
Bagi
ASEAN,
masalah
LCS
sesungguhnya bukan hal yang baru. ASEAN
telah berhasil mengumumkan 14 tahun
yang lalu ASEAN 2002 Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea
(DoC). Meskipun banyak mendapat kritik,
DoC telah mengikat semua pihak terkait
LCS, baik negara-negara anggota ASEAN
maupun China, pada serangkaian prinsip
yang menjadi dasar kokoh bagi kesepakatankesepakatan mendatang, seperti kesediaan
merundingkan Code of Conduct (CoC) di
LCS.
Bagi ASEAN, LCS memiliki faktor
strategis. Di samping sebagai lalu lintas
ekonomi dan energi utama dunia, juga
sebagai sea lanes wilayah kepulauan Asia
Tenggara. Oleh karena itu, keamanan dan
stabilitas LCS tidak saja merupakan suatu
kebutuhan kawasan, tetapi juga suatu
keharusan bagi pembangunan kawasan yang
berkelanjutan.
Putusan PCA telah memunculkan
tantangan dan pertanyaan tersendiri bagi
ASEAN. Apakah ASEAN dapat memobilisasi
-7-

keseimbangan di antara kepentingan negaranegara besar di LCS.


Terlepas dari kedekatan hubungan
antara China dan Laos (China adalah negara
penanam modal asing terbesar di Laos dan
menjadi mitra dagang utama), di bawah
kepemimpinan Laos, ASEAN, suka atau
tidak suka, harus mengambil sikap terhadap
putusan PCA. Dalam konteks ini, setidaknya
ASEAN harus bisa meyakinkan Beijing
tentang pentingnya peningkatan dialog
dalam mencari solusi damai atas masalah
LCS. ASEAN harus mendorong pihakpihak yang bersengketa melakukan dialog
dan kerja sama sehingga dapat menjamin
keamanan dan stabilitas Asia Tenggara.
Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN
dan negara besar di kawasan Asia Tenggara,
sudah tentu juga perlu mengambil peran.
Indonesia bisa memimpin momentum
bersepakat dengan negara ASEAN lain,
dengan mengeluarkan pendapat perlunya
memberikan dukungan dan penghormatan
atas nilai dan norma hukum internasional.
Paling tidak, ada tiga poin yang perlu
disampaikan. Pertama, semua negara
wajib menghormati putusan PCA. Kedua,
Pemerintah China diimbau menahan
diri dalam eskalasi kehadiran militernya
di LCS, dan ketiga, negara-negara yang
berkepentingan untuk melakukan dialog
dengan China berdasarkan putusan PCA.
Dengan demikian, China tidak merasa
dipojokkan
dengan
adanya
putusan
arbitrase.

di kawasan yang disengketakan ini tidak


terancam dalam konflik yang meluas dan
tidak terkendali. Kepemimpinan Laos,
sebagai Ketua ASEAN saat ini, diharapkan
tidak mengendurkan upaya ASEAN dalam
mencari solusi damai atas masalah LCS
pasca-putusan PCA. Indonesia, sebagai
negara terbesar di ASEAN, sudah tentu
juga perlu memainkan peranannya, baik
untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan ASEAN.
ASEAN harus berpandangan bahwa
putusan PCA merupakan jawaban dari
perbedaan interpretasi terhadap norma
hukum yang diatur dalam UNCLOS. Karena
itu, putusan PCA dapat secara langsung atau
tidak langsung digunakan sebagai panduan
dalam proses penetapan standar (standard
setting) di kawasan yang berkaitan dengan
LCS, seperti perumusan Code of Conduct
yang menggantung sejak 2011. Juga dalam
upaya-upaya ke arah penyelesaian konflik
secara damai, baik secara bilateral oleh
negara-negara pengklaim maupun secara
regional antara ASEAN dan RRC.

Referensi:
Hassan Wirajuda, Putusan PCA dan
Implikasinya, Kompas, 15 Juli 2016,
hal. 7.
Hikmahanto Juwana, Setelah Putusan
Arbitrase
Filipina
Vs
Tiongkok,
Kompas, 14 Juli 2016, hal. 6.
Makarim Wibisono, ASEAN dan LTS,
Kompas, 13 Juli 2016, hal. 6.
After ruling, China defends sea claims,
International New York Times, 14 Juli
2016, hal. 4.
China warns against cradle of war in SCS,
The Jakarta Post, 14 Juli 2016, hal.1.
Court Rocks S. China Sea, The Jakarta
Post, 13 Juli 2016, hal. 1.
Court Strikes Down Chinas Sea Claims,
The Wall Street Journal, 13 Juli 2016,
hal 1.
Klaim Tiongkok di LTS Ditolak, Kompas,
13 Juli 2016, hal. 1.
RI calls for self-restraint and respect for
intl law, The Jakarta Post, 13 Juli 2016.
Hal. 1.

Penutup
Putusan PCA telah memunculkan
tantangan tersendiri bagi ASEAN, terutama
bagaimana hal itu dikaitkan dengan peranan
ASEAN dalam memelihara keamanan dan
perdamaian di kawasan Asia Tenggara.
Dalam konteks ini, setidaknya dalam jangka
pendek, ASEAN harus memastikan situasi
ketegangan pasca-putusan PCA tidak sampai
dimanfaatkan pihak-pihak tertentu di dalam
dan luar kawasan, ketika negara-negara yang
memiliki klaim tumpang tindih kedaulatan
di LCS berseteru menyesuaikan diri pada
pandangan hukum laut yang dihasilkan PCA.
ASEAN juga harus mengantisipasi
situasi LCS pasca-putusan PCA, yakni
selain bersandar pada UNCLOS, juga harus
menghadirkan strategi politik bersama
untuk menjaga agar jalur komunikasi laut
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

OPTIMALISASI PERAN ORANG TUA


DALAM PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
DI TAHUN PELAJARAN BARU
Faridah Alawiyah*)

Abstrak
Memasuki tahun pelajaran 2016/2017, pemerintah telah mengupayakan berbagai
perubahan dalam menciptakan karakter siswa yang positif sebagai bagian dari revolusi
mental. Upaya pelibatan orang tua dalam kegiatan di sekolah dilakukan melalui kampanye
agar orang tua mengantarkan anak-anak ke sekolah serta berinteraksi dengan guru sejak
hari pertama sekolah. Keterlibatan ini diharapkan akan membangun kemitraan antara
orang tua dan sekolah sehingga proses pendidikan di rumah maupun sekolah dapat berjalan
dengan baik untuk menciptakan karakter siswa yang positif. Oleh karena itu, Surat Edaran
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah
perlu didukung. Upaya pemerintah tersebut merupakan bentuk konkret realisasi Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 mengenai Penumbuhan Budi
Pekerti di lapangan. Dalam hal ini, DPR perlu mengawasi dan mendorong penyusunan
kebijakan-kebijakan yang mampu menanamkan pembangunan karakter yang positif.

Pendahuluan
Saat ini kita dihadapkan pada berbagai
persoalan runtuhnya nilai-nilai karakter positif
di masyarakat. Mulai dari hal kecil seperti tidak
mau antre, kurang hormat dan peduli terhadap
orang lain, sampai tindakan melanggar HAM,
semakin banyak terjadi. Bahkan tim gerakan
revolusi mental menyimpulkan bahwa di
Indonesia terjadi gejala krisis nilai dan karakter,
krisis pemerintahan, serta krisis relasi sosial. Hal
ini ditunjukkan salah satunya dengan munculnya
gejala intoleransi di masyarakat. Akan tetapi,
perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa
dibangun, meskipun bukan perkara yang mudah.

Pembentukan perilaku positif bisa


dimulai lebih dini, salah satunya melalui
pendidikan formal. Namun, pendidikan formal
bukan saja tugas sekolah, orang tua juga perlu
berkontribusi. Optimalisasi peran orang tua
dalam mendukung kegiatan pembelajaran anak
sangat diperlukan dalam rangka pembangunan
karakter agar kelak mereka dapat menjadi
bagian dalam masyarakat yang bermental positif.
Salah satu momen penting dalam
menumbuhkan karakter yang positif bagi anakanak adalah hari pertama masuk sekolah. Pada
hari itu anak memulai kegiatan baru yang tak

*) Peneliti Muda Studi Pendidikan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: faridahalawiyah@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

untuk mengampanyekan agar orang tua


mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah
serta berinteraksi dengan guru sejak hari
pertama sekolah.
Tulisan ini akan mengulas mengenai
kebijakan peningkatan keterlibatan orang
tua terhadap pendidikan anak sebagai upaya
untuk menciptakan karakter siswa yang
positif yang merupakan bagian dari revolusi
mental melalui program mengantar anak
pada hari pertama sekolah, pembangunan
komitmen orang tua dan sekolah, serta
upaya membangun komunikasi orang tua
dengan anak.

jarang menimbulkan keraguan atau ketakutan.


Masyarakatpun, khususnya di perkotaan,
mulai menyadari perlunya keterlibatan orang
tua dalam mendampingi putra-putrinya dalam
menyiapkan keperluan sekolah, misalnya
dalam mempersiapkan buku, seragam, sampai
peralatan sekolah. Berdasarkan survei yang
dilaksanakan oleh Kompas pada akhir Juni
2016, sekitar 42,3 persen responden orang tua
siswa menyatakan sudah menyediakan berbagai
keperluan siswa menjelang tahun ajaran baru,
walaupun tidak bersama anak. Sementara
sebesar 46,6 persen responden orang tua siswa
menyatakan telah berkolaborasi bersama anak
untuk mempersiapkan keperluan sekolah di
tahun ajaran baru.

Kebijakan Peningkatan Keterlibatan


Orang Tua terhadap Pendidikan Anak
Keterlibatan orangtua yang lebih
besar dalam proses belajar berdampak
positif pada keberhasilan anak di sekolah.
Selain mendukung prestasi akademik
anak, keterlibatan orang tua juga akan
berpengaruh positif pada perkembangan
emosi dan sosial anak. Untuk itu,
komunikasi yang baik antara pihak sekolah
dan orang tua siswa perlu dibangun sedini
mungkin. Adanya interaksi antara orang
tua dan pihak sekolah menjadi kunci
berlangsungnya proses pendidikan anak
yang efektif, baik di sekolah maupun di
rumah.
Sejalan dengan itu, pemerintah melalui
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah
mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan
dalam mendukung keterlibatan orangtua
dalam pendidikan anak, antara lain:

Orang Tua Saja


Orang Tua
dan Anak

Anak Saja
Orang Tua
dan Sekolah

Tidak Menjawab
Tidak Menyiapkan

Gambar 1. Hasil Survey tentang Pihak


yang Terlibat Mempersiapkan Hari
Pertama Masuk Sekolah

a. Program Mengantar Anak pada


Hari Pertama Sekolah
Mengantarkan anak ke sekolah adalah
kesempatan membangun hubungan positif
antara lingkungan pendidikan di rumah
dan sekolah. Sekolah merupakan rumah
kedua bagi anak-anak karena sebagian
besar waktu mereka akan diisi dengan
kegiatan di sekolah. Mengantarkan bukan
hanya sekedar sampai gerbang sekolah
lantas pergi, melainkan menemani dan
membangun interaksi dengan guru dan
orangtua murid lainnya. Kehadiran orang
tua di sekolah merupakan langkah awal
terjalinnya kemitraan yang baik antara
sekolah dan orang tua guna memastikan
siswa mendapatkan pendidikan dari sekolah
dan keluarga.

Sumber Kompas, 2016

Keterlibatan orang tua dalam hal


persiapan anak masuk sekolah tahun
ajaran baru berdasarkan survei tersebut
sudah cukup baik, namun demikian dalam
pengembangan karakter siswa keterlibatan
orang tua bukan hanya sekedar membantu
menyiapkan kebutuhan sekolah saja,
melainkan juga melalui keterlibatan dalam
kegiatan sekolah agar terjalin kemitraan
antara orang tua dengan sekolah. Hal
ini juga mendapat perhatian yang serius
dari pemerintah, sebagaimana tertuang
dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2016
tentang Hari Pertama Sekolah pada tanggal
11 Juli 2016. Tujuan surat edaran ini
- 10 -

Kampanye ini bertujuan agar siswa


dan orang tua merasakan bahwa negara
hadir untuk memastikan sekolah sebagai
tempat yang aman serta menyenangkan
yang akan membuat siswa nyaman belajar,
sementara orang tua nyaman melepas
anak mereka ke sekolah. Kegiatan tersebut
dapat
memberikan
kesempatan
bagi
orang tua untuk berkomunikasi langsung
dengan sekolah untuk mengenali karakter
dan potensi anak, memahami rencana
pembelajaran bagi anaknya, mengetahui
target-target pembelajaran yang akan
dicapai, dan hasil-hasil yang sudah diraih
sebelumnya. Dengan demikian akan terjalin
komunikasi yang baik antara orang tua
dan wali kelas yang sangat penting bagi
pembentukan karakter anak dan prestasinya.
Orang tua berkomunikasi dengan wali kelas
anak mereka paling sedikit sebanyak tiga
kali yakni saat mengantar anak pada hari
pertama masuk sekolah serta pengambilan
rapor siswa pada semester pertama dan
kedua.

dan kekeluargaan. Kasus yang menimpa


Muhammad Samhudi, seorang guru SMP di
Sidoarjo yang dituntut orang tua siswa ke
pengadilan, merupakan salah satu contoh
kedua belah pihak tidak menjalankan
komitmennya
masing-masing.
Guru
memberikan pengajaran dengan kekerasan
sementara orang tua tidak menjalin
komunikasi yang baik dengan sekolah.
Dengan demikian, kurangnya komunikasi
yang baik antara orang tua dan sekolah
dapat menyebabkan terjadinya perselisihan.
c. Bercengkerama
dengan
Anak
Mengenai Kegiatan di Sekolah
Keluarga, dalam hal ini orang tua,
memiliki peran yang sangat penting dan
strategis dalam pembentukan kepribadian
dan karakter anak. Keluarga adalah lembaga
pendidikan dasar atau pertama dan utama
bagi anak-anak. Jika anak-anak tumbuh
dari keluarga yang memiliki fokus yang baik
terhadap perkembangan anak maka akan
menumbuhkan pribadi anak berkarakter
yang berdampak positif terhadap kemajuan
bangsa.
Sejalan dengan itu, pemerintah melalui
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23
Tahun 2015 mengenai Penumbuhan Budi
Pekerti. Dalam peraturan tersebut, orang tua
diharapkan ikut terlibat dalam pendidikan
anak. Pada lampiran Permendikbud tersebut
disebutkan bahwa untuk penumbuhan budi
pekerti di sekolah diperlukan pelibatan
orang tua dan masyarakat dalam melakukan
pembiasaan-pembiasaan yang baik. Sebagai
contoh, orang tua diharapkan untuk
membiasakan menyediakan waktu minimal
20 menit setiap malam untuk bercengkrama
dengan anak mengenai kegiatan di sekolah.
Pelibatan orang tua untuk meluangkan
waktu setiap malam untuk bercengkerama
dengan anak mengenai kegiatan di
sekolah sangat penting untuk membangun
komunikasi dua arah yang efektif yang
diperlukan untuk membentuk hubungan
yang harmonis antara orang tua dan anak.
Bagi orang tua, kegiatan ini akan membantu
mereka memahami permasalahan yang
dihadapi anak-anak mereka di sekolah
sehingga dapat membantu penyelesaian
permasalahan
tersebut.
Sedangkan
bagi anak, ini akan menjadi media bagi

b. Komitmen antara Orang Tua dan


Sekolah dalam Proses Pendidikan
Komitmen antara orang tua dan
sekolah perlu dibangun melalui interaksi
dan komunikasi yang baik. Orang tua perlu
berkomitmen untuk selalu mendampingi
putra-putrinya dalam proses belajar di
luar sekolah serta membangun komunikasi
yang baik dengan pihak sekolah. Sekolah
melalui kepala sekolah dan guru-guru
juga berkomitmen untuk memberikan
pendidikan yang terbaik untuk siswa didik
selama di sekolah dan juga membangun
komunikasi yang baik dengan orang
tua. Sekolah bertanggung jawab untuk
menjelaskan program pembelajaran serta
target dan terobosan selama satu tahun
ke depan. Sementara orang tua dapat
berkolaborasi membantu sekolah membuat
kegiatan-kegiatan penunjang pembelajaran
di sekolah.
Jika orang tua dan pihak sekolah
sama-sama menjalankan komitmen dengan
baik maka akan terbangun komunikasi
yang
baik
antarkeduanya.
Dengan
terjalinnya komunikasi yang baik antara
orang tua dan sekolah maka segala bentuk
kesalahpahaman maupun persoalan anak
yang terjadi di lingkungan sekolah dapat
diselesaikan lewat cara yang terdidik
- 11 -

Referensi

mereka untuk menyalurkan pengalamanpengalaman baru yang mereka peroleh


di sekolah. Dengan demikian, proses
pendidikan di rumah dan sekolah dapat
berjalan secara berkesinambungan.

Abdullah Idi & Safarina. 2015. Etika


Pendidikan: Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Anis Baswedan: Orangtua dan Sekolah
Sama-sama Pendidik, Kompas, 12 Juli
2016.
Survei Warga: Orang Tua Murid Siapkan
Anak Masuk Sekolah, Kompas, 10 Juli
2016.
Tahun Ajaran Baru: Keterlibatan Orangtua
Terus Ditingkatkan, Kompas, 12 Juli
2016.
Infografis
Hari
Pertama
Sekolah,
http://www.kemdikbud.go.id/main/
blog/2016/07/pentingnya-mengantaranak-di-hari-pertama-sekolah, diakses
12 Juni 2016.
Kasus Guru Dituduh Aniaya Siswa,
Keluarga Korban Kukuh ke Jalur
Hukum,
http://www.jawapos.com/
read/2016/06/30/37183/kasus-gurudituduh-aniaya-siswa-keluarga-korbankukuh-ke-jalur-hukum/6, diakses 12
Juni 2016.
Mendikbud Imbau Ortu Antar Anak di Hari
Pertama Sekolah, ini Surat Edarannya,
https://news.detik.com/berita/3252117/
mendikbud-imbau-ortu-antar-anakdi-hari-pertama-sekolah-ini-suratedarannya, diakses 15 Juni 2016.
Nilai-Nilai Strategis Revolusi Mental,
http://revolusimental.go.id/tentanggerakan/nilai-nilai-strategis-revolusimental.html, diakses 15 Juni 2016.

Penutup
Pembentukan karakter siswa didik
yang positif tidak sepenuhnya merupakan
peran sekolah, melainkan dibutuhkan
juga sinergi dengan orang tua dalam
mendampingi anaknya karena orang tua
dan sekolah sesungguhnya sama-sama
pendidik bagi siswa. Keterlibatan orang
tua dalam mempersiapkan kebutuhan
sekolah menjelang tahun ajaran baru sudah
cukup positif saat ini. Namun demikian,
keterlibatan orang tua yang lebih dalam
sangat diperlukan dalam pengembangan
perilaku dan karakter siswa didik.
Saat
ini
pemerintah
melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
telah berupaya mengampanyekan pelibatan
orang tua dalam kegiatan di sekolah melalui
mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah
serta berinteraksi dengan guru sejak hari
pertama sekolah, membangun komitmen
antara orang tua dan sekolah dalam proses
pendidikan, dan membiasakan menyediakan
waktu minimal 20 menit setiap malam untuk
bercengkerama dengan anak mengenai
kegiatan di sekolah. Dengan keterlibatan
orang tua lebih dalam pada kegiatan anakanaknya di sekolah, diharapkan akan
membangun kemitraan antara orang tua dan
sekolah sehingga proses pendidikan siswa
di rumah maupun sekolah dapat berjalan
dengan baik yang akan mampu menciptakan
generasi penerus yang memiliki karakter
yang kuat dan positif untuk membangun
bangsa ini.
Untuk memantau kelancaran program
revolusi mental melalui pembangunan
karakter siswa didik, DPR RI perlu
melakukan pengawasan terhadap kinerja
pemerintah, khususnya pada kampanye
optimalisasi pelibatan peran orang tua
dalam kegiatan sekolah, agar tetap berjalan
pada koridor yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Di samping itu, DPR
juga dapat mendukung serta mendorong
penyusunan
kebijakan-kebijakan
yang
mampu
menanamkan
pembangunan
karakter yang positif.

- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UMKM


Lukman Adam*)

Abstrak

Berlakunya UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak merupakan momentum


baru bagi perekonomian Indonesia. Namun, sejumlah langkah nyata harus dilakukan
mengingat sektor UMKM termasuk bagian yang memperoleh perhatian untuk mendapatkan
pengampunan pajak. Agar tujuan UU tersebut dapat terwujud, sosialisasi dan peraturan
turunan harus segera dilakukan. Judicial review terhadap UU No. 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak harus menjadi perhatian serius Pemerintah dan DPR karena dapat
menyebabkan wajib pajak yang akan ikut program pengampunan pajak menjadi ragu.
Berikutnya, Pemerintah harus segera melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh,
melalui penguatan sistem perpajakan, peraturan, maupun kelembagaannya.

Pendahuluan

repatriasi modal maupun deklarasi aset Wajib


Pajak (WP) di luar negeri yang beragam.
UU Pengampunan Pajak terdiri dari
13 bab dan 25 pasal. Beberapa poin penting
dalam UU tersebut adalah (1) kewajiban
perpajakan yang mendapatkan pengampunan
pajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan
dan Pajak Penjualan Nilai atau Pajak

Undang-Undang No. 11 Tahun 2016


tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan
Pajak) yang disahkan DPR RI tanggal 28 Juni
2016 dan ditandatangani Presiden Joko Widodo
tanggal 1 Juli 2016 merupakan babak baru bagi
perekonomian Indonesia. Pengampunan pajak
diberikan terhitung sejak UU tersebut berlaku
hingga 31 Maret 2017 dengan tarif tebusan dari

Tabel 1. Tarif Tebusan Pajak


Jenis
Periode

Harta Repatriasi
Dalam Negeri

Harta Deklarasi
Luar Negeri

3 bulan pertama

2 persen

4 persen

3 bulan kedua

3 persen

6 persen

1 Januari - 31 Maret 2017

5 persen

10 persen

Wajib Pajak UMKM


0,5 persen bagi yang mengungkapkan
nilai harta sampai dengan Rp10 miliar
dalam surat pernyataan; atau 2 persen
bagi yang mengungkapkan nilai harta
lebih dari Rp10 miliar dalam surat
pernyataan untuk periode sampai
dengan 31 Maret 2017.

Sumber: UU Pengampunan Pajak


*) Peneliti Muda Ilmu Kebijakan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: mada.kenn@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Di tengah euforia dan optimisme


tersebut, terdengar kabar adanya pihak yang
mengajukan judicial review terhadap UU
Pengampunan Pajak. Menurut pemohon,
terdapat 21 pelanggaran konstitusi atas
pemberlakuan UU tersebut, salah satunya
adalah UU Pengampunan Pajak dianggap
merupakan praktek sah pencucian uang.
Pemohon beranggapan UU Pengampunan
Pajak tidak akan ada jika pengemplang
pajak asal Indonesia dalam Panama Papers
tidak mencuat ke permukaan. Ditambah
lagi pemerintahan sekarang ini sangat
membutuhkan dana untuk menggulirkan
program
pembangunan.
Akan
tetapi
masalahnya, UU Pengampunan Pajak
tidak sinkron dengan UU Perpajakan yang
mengatur bahwa pengemplang pajak harus
dikenakan denda dan dipidana. Namun,
dalam UU Pengampunan Pajak, prinsip
pidana dan denda ini dilanggar dengan
memperkenalkan istilah uang tebusan
dengan tarif rendah.
UMKM
sebagai
komponen
yang
menjadi perhatian dalam pengampunan
pajak, dianggap penting menggerakkan
perekonomian Indonesia. Namun besarnya
kontribusi UMKM belum berbanding lurus
dengan ketaatan dalam membayar pajak.
Pada tahun 2013, Kementerian Keuangan
menyatakan baru 10 persen UMKM yang
membayar pajak. Bahkan informasi yang
diperoleh pada tahun 2015 dari Kementerian
Keuangan juga menunjukkan kontribusi
UMKM pada penerimaan pajak hanya kurang
lebih 0,5 persen dari total penerimaan
pajak. Atas dasar hal tersebut, tulisan ini
mencoba mengulas dua hal, yaitu model
perpajakan bagi UMKM dan konstitusionalitas
pengampunan pajak bagi UMKM.

atas Barang Mewah; (2) setiap WP berhak


mendapatkan pengampunan pajak. Jika
WP belum mempunyai Nomor Pokok Wajib
Pajak, WP mendaftarkan diri terlebih dahulu
untuk memperoleh NPWP; dan (3) adanya
tarif tebusan seperti pada Tabel 1. Salah satu
tujuan diberikan pengampunan pajak adalah
untuk meningkatkan penerimaan negara
guna membiayai pembangunan negara untuk
kepentingan bangsa dan seluruh rakyat
Indonesia.
Agus Martowardojo, Gubernur Bank
Indonesia (BI), menyebutkan aliran dana
asing yang masuk ke pasar keuangan di
Indonesia sebagai konsekuensi pengampunan
pajak hingga 24 Juni 2016 mencapai Rp97
triliun. Nilai tersebut naik 70,17 persen
dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yang hanya sebesar Rp57 triliun. Tabel
2 menunjukkan perbandingan arus modal
masuk pada kuartal I tahun 2014 sampai
2016.

Tabel 2. Perbandingan Arus Modal Masuk


Tahun 2014 - 2016
Kuartal I (Tahun)
2014

2015

2016

Investasi Langsung

2,01

1,66

2,21

Investasi Portofolio

8,73

8,51

4,41

Sumber: BI, Bloomberg

Satuan: Juta USD

BI belum menghitung secara rinci


arus modal masuk setelah pengesahan UU
Pengampunan Pajak. Walaupun Bambang
Brodjonegoro, Menteri Keuangan, sempat
menghitung bahwa penerimaan negara dari
program pengampunan pajak bisa mencapai
Rp165 triliun. Sementara besaran dana yang
dideklarasi melalui pengampunan pajak
diperkirakan mencapai Rp4.000 triliun dan
besaran dana yang direpatriasi mencapai
Rp1.000
triliun.
Namun
pengesahan
UU Pengampunan Pajak dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
(APBN-P)
2016,
diharapkan
mampu
memenuhi target-target Pemerintah.
Optimisme Menteri Keuangan tersebut
terlihat ketika target tambahan penerimaan
pajak dari pengampunan pajak sebesar Rp165
triliun sudah tercantum dalam APBN-P
2016 yang disahkan DPR akhir Juni 2016.
Penerimaan pajak ditargetkan sebesar
Rp1.539,1 triliun atau lebih dari 80 persen
pendapatan negara tahun ini.

Model Perpajakan bagi UMKM


Selama
ini,
Pemerintah
telah
melakukan
berbagai
upaya
untuk
meningkatkan pembayar pajak dari UMKM.
Salah satunya melalui PP No. 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu. Namun, PP tersebut dipandang
tidak efektif. Ketidakefektifan disebabkan
pelaku UMKM di Indonesia masih belum
memahami
sepenuhnya
pencatatan
atau akuntansi, dan belum memahami
penyusunan laporan keuangan.
- 14 -

Konstitusionalitas Pengampunan
Pajak Bagi UMKM

Pemerintah pun menempuh cara


lain
untuk
meningkatkan
kontribusi
UMKM dalam penerimaan pajak, salah
satunya melalui pengampunan pajak.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo), menilai
keikutsertaan UMKM dalam pengampunan
pajak berpotensi menguntungkan karena
akan berpengaruh langsung pada pencatatan
bisnis yang lebih rapi dan tertib dari pelaku
usaha. Pembukuan akan terdorong lebih
bagus dan lebih bankable. Pencatatan
keuangan yang baik dari suatu unit usaha
akan mempertegas kredibilitas usaha dan
memunculkan penilaian yang menarik di sisi
perbankan. Hal tersebut akan memengaruhi
kemudahan pencairan dana pinjaman jika
dibutuhkan. Di sisi lain, keikutsertaan
UMKM akan membuat iklim usaha lebih
tenang, tanpa perlu didera permasalahan
dengan petugas pajak sehingga pencatatan
aset usaha akan lebih transparan.
Pada dasarnya model perpajakan
untuk UMKM dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu: standard regime dan
presumptive regime. Dalam standard
regime, UMKM tidak dibedakan perlakuan
perpajakannya. Namun demikian terdapat
beberapa negara yang menerapkan standard
regime dengan penyederhanaan formulir
perpajakan, tata cara pembayaran, atau
dengan pengurangan tarif. Negara-negara
yang menerapkan standard regime untuk
UMKM pada umumnya negara-negara
maju yang komunitas UMKM-nya telah
memiliki efisiensi administrasi tinggi dan
mempunyai
kemampuan
book-keeping
yang memadai. Sementara itu, dalam model
presumptive regime, pajak dikenakan
berdasarkan pada kondisi tertentu dari
WP. Presumptive regime biasa digunakan
terutama di negara yang mayoritas pembayar
pajaknya adalah kelompok tidak memenuhi
kewajiban membayar pajak dan sumber daya
administrasinya tidak memadai. Di negara
tersebut sebagian besar WP tidak memiliki
transparansi keuangan yang memungkinkan
untuk pengenaan pajak secara efektif oleh
Pemerintah. Oleh karenanya, Pemerintah
perlu membuat perkiraan atau presumsi atas
batasan pendapatan yang tepat untuk dikenai
pajak. Presumptive regime ini sudah diatur
dalam PP No. 46 Tahun 2013, namun dalam
pelaksanaannya belum mampu mencapai
tujuan seperti yang diharapkan.

UU
Pengampunan
Pajak
harus
ditempatkan sebagai jembatan untuk menuju
comprehensive tax reform berupa penguatan
sistem perpajakan, peraturan, maupun
kelembagaannya dalam lingkup UMKM.
Dalam konteks itu, Pemerintah masih
punya pekerjaan rumah untuk mewujudkan
reformasi pajak dan melakukan penegakan
hukum yang kuat dan tegas.
Terhadap
gugatan
pihak
yang
mengajukan judicial review, Pemerintah
harus serius meyakinkan hakim konstitusi
dan terus melakukan sosialisasi pada
masyarakat karena bisa saja gugatan
tersebut menimbulkan kekhawatiran WP
mengikuti pengampunan pajak. Akibatnya
target penerimaan negara sebesar Rp165
triliun tidak terpenuhi dan upaya untuk
meningkatkan kontribusi pajak dari UMKM
menjadi kandas sehingga UU ini akan
bernasib sama dengan PP No. 46 Tahun
2013. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk meyakinkan Hakim
Konstitusi bahwa pengampunan pajak tidak
bertentangan dengan konstitusi adalah
menyampaikan
perbandingan
dengan
Jerman dan Kolombia ketika uji materi
konstitusionalitas pengampunan pajak di
kedua negara tersebut.
Pandangan hakim konstitusi di Jerman
menganggap tujuan dari pengampunan pajak
adalah membawa kembali WP yang selama
ini tidak melaporkan penghasilannya untuk
berlaku jujur dengan melaporkan seluruh
penghasilan yang diterimanya. Mahkamah
Konstitusi (MK) Jerman mempertimbangkan
pengampunan pajak sebagai suatu jembatan
kepada WP yang selama ini tidak patuh untuk
kembali patuh terhadap hukum pajak (bridge
to legality). MK Jerman menyatakan dengan
ada pengampunan pajak, ke depan tidak
ada lagi WP yang dapat menyembunyikan
penghasilannya dari kejaran otoritas pajak.
Implikasinya, penghasilan yang selama ini
disembunyikan tersebut akan dikenakan pajak.
Tentu ini akan meningkatkan penerimaan
negara karena penambahan subjek dan objek
baru untuk basis penerimaan pajak. Alasan
untuk memperkuat basis pajak, melalui
pengumpulan informasi dan pengungkapan
aset juga menjadi dasar MK Kolombia memutus
pengampunan pajak (disebut Normalization
Tax) tidak melanggar konstitusi.
- 15 -

Penutup

Referensi

Perekonomian
Indonesia,
dan
khususnya sektor fiskal, telah memasuki
babak baru sejak UU Pengampunan
Pajak disahkan. Pemerintah dan otoritas
moneter sangat optimis terpenuhinya target
penerimaan negara. Namun, di tengahtengah semangat tersebut, ada sejumlah
pihak yang melakukan judicial review. Atas
perkembangan yang terjadi, penghapusan
pajak UMKM sebagai poin penting dalam
UU Pengampunan Pajak menjadi isu
menarik. Ketaatan membayar pajak yang
rendah membuat perlunya terobosan
untuk meningkatkan kontribusi sektor
UMKM terhadap APBN. Keikutsertaan
UMKM dalam pengampunan pajak akan
berpengaruh langsung pada pencatatan
bisnis yang lebih rapi dan tertib dari pelaku
usaha. Pembukuan akan lebih bagus dan
lebih bankable.
Selain itu, dalam lingkup yang lebih
luas, Pemerintah harus melakukan reformasi
perpajakan secara menyeluruh, melalui
penguatan sistem perpajakan, peraturan,
maupun kelembagaannya. Oleh karena
itu, bagi DPR dan Pemerintah, sosialisasi
terhadap pelaku UMKM, salah satunya
bertujuan agar memahami sepenuhnya
pencatatan atau akuntansi, dan memahami
penyusunan laporan keuangan. Pemerintah
juga harus serius menghadapi judicial
review dan mempersiapkan Peraturan
Menteri Keuangan mengenai instrumen
investasi, minimal waktu penyimpanan
dana repatriasi, dan penghapusan pajak bagi
sektor UMKM.

Hakim, F. & G. B. Nangoi. (2015). Analisis


Penerapan PP. No. 46 Tahun 2013
Tentang Pajak Penghasilan UMKM
Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib
Pajak dan Penerimaan PPH Pasal 4 Ayat
(2) pada KPP Pratama Manado. Jurnal
EMBA, Vol. 3, No. 1, 787-795.
Pemerintah Bertanggung Jawab Jika Tax
Amnesty Meleset, Tujuh Bank Siap
Terima Dana Repatriasi, Harian
Ekonomi Neraca, 13 Juli 2016.
Sentimen Pengampunan Pajak, Pasar
Makin Percaya, Bisnis Indonesia, 12
Juli 2016.
Benarkah UU Pengampunan Pajak Langgar
Konstitusi?,
http://www.klinikpajak.
co.id/berita+detail/?id=berita+pajak+b
enarkah+uu+pengampunan+pajak+lang
gar+konstitusi%3F, diakses 13 Juli 2016.
Pengenaan PPh Final untuk Wajib Pajak
dengan Peredaran Bruto Tertentu,
Sebuah
Konsep
Kesederhanaan
Pengenaan PPh untuk Meningkatkan
Voluntary Tax Compliance http://www.
kemenkeu.go.id/sites/default/files/
Kajian%20PPh%20Final%20UMKM_
PKPN.pdf, diakses 15 Juli 2016.
Sepuluh
Poin
Penting
Dalam
UU
Pengampunan Pajak, https://beritagar.
id/artikel/berita/sepuluh-poin-pentingdalam-uu-pengampunan-pajak, diakses
15 Juli 2016.
Sukses UU Pengampunan Pajak Tergantung
Pemerintah,
http://finansial.bisnis.
com/read/20160711/10/564919/suksesuu-pengampunan-pajak-tergantungpemerintah, diakses 15 Juli 2016.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

FENOMENA HIMBAUAN MENTERI PAN-RB


BAGI PNS MENJELANG LEBARAN
Riris Katharina*)

Abstrak
Setiap menjelang libur lebaran, selalu muncul fenomena keluarnya surat dari Menteri PAN-RB
berupa himbauan kepada setiap Kementerian/Lembaga. Himbauan tersebut yaitu larangan
menerima gratifikasi, menggunakan kendaraan dinas untuk mudik, dan tidak memberikan
cuti tahunan setelah libur lebaran. Himbauan ini dibuat dengan harapan antara lain agar
dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam perkembangan ilmu
administrasi yang menekankan pada pemerintahan yang demokratis saat ini, himbauan yang
dikeluarkan oleh Menteri PAN-RB menurut Bowman diarahkan kepada upaya menciptakan
keterampilan etika PNS dalam berpemerintahan. Keterampilan etika diharapkan dapat
menciptakan akuntabilitas PNS yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah sebagai pelayan publik. Namun, etika tidak dapat berdiri
sendiri. Keterampilan etika harus diikuti juga dengan keterampilan teknis dan leadership.
Tulisan ini merekomendasikan agar DPR RI mendorong Kementerian PAN-RB untuk
membuat kebijakan teknis yang lebih komprehensif daripada sekedar himbauan, dalam upaya
meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Pendahuluan

Hari Raya (THR)/hadiah baik secara langsung


ataupun tidak langsung kepada masyarakat
dalam rangka Hari Raya Idul Fitri. Adapun
pertimbangannya antara lain karena pada
prinsipnya setiap PNS telah bersumpah untuk
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya tanpa
mengharapkan imbalan.
Himbauan kedua, larangan menggunakan
kendaraan dinas pada waktu mudik. Larangan
tersebut merupakan pengejawantahan atas
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 87 Tahun
2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan
Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa

Setiap menjelang libur Hari Raya


Idul Fitri (lebaran), Pemerintah, melalui
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) selalu
mengeluarkan sejumlah surat berisi himbauan
kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menjelang libur lebaran tahun 2016 ini telah
dikeluarkan 3 (tiga) surat yang berisi himbauan.
Himbauan pertama, tidak menerima
gratifikasi. Lebaran tahun 2016 ini Kementerian
PAN-RB mengeluarkan Surat Menteri PAN-RB
Nomor: B/2343/M.PAN-RB/06/2016 tanggal
27 Juni 2016. Surat Edaran tersebut perihal
himbauan untuk tidak meminta Tunjangan

*) Peneliti Madya Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: riris.katharina@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

kendaraan dinas operasional hanya digunakan


untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas
pokok dan fungsi. Penggunaan kendaraan dinas
operasional pada hari kerja kantor dan di dalam
kota. Kendaraan dinas bisa digunakan ke luar
kota asalkan ada izin tertulis pemimpin institusi
pemerintah atau pejabat terkait yang ditugaskan
sesuai kompetensinya.
Himbauan ketiga, himbauan kepada
pimpinan instansi pemerintah untuk tidak
memberikan cuti tahunan sesudah cuti bersama
Idul Fitri 1437 H. Berdasarkan Surat Menteri
PAN-RB Nomor B/2337/M.PAN/RB/06/2016
tanggal 27 Juni 2016, pimpinan instansi
pemerintah dihimbau untuk tidak memberikan
cuti tahunan kepada PNS. Pertimbangan paling
utama terkait dikeluarkannya surat ini yaitu
untuk optimalisasi pelayanan publik. Alasan
yang dikemukakan yaitu bahwa pelaksanaan
cuti bersama hari raya sudah cukup memadai,
yaitu selama 9 (sembilan) hari kalender.
Apabila diperhatikan secara seksama,
seluruh himbauan ini pada akhirnya dimaksudkan
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada Pemerintah sebagai pelayan masyarakat.
Namun, mengingat bahwa setiap tahun himbauan
ini dikeluarkan oleh Menteri PAN-RB kepada
PNS, menjadi pertanyaan mengapa fenomena ini
selalu muncul? Apa kebijakan teknis yang tepat
diberlakukan bagi PNS untuk dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah?

berplat merah (maupun yang dihitamkan)


dipergunakan
sebagai
kendaraan
untuk
mudik. Rakyat kesal, karena kendaraan dinas
dioperasionalkan dengan menggunakan uang
rakyat.
Selain dua hal tersebut, Menteri PANRB juga khawatir melihat perkembangan dari
tahun ke tahun semakin tinggi jumlah PNS yang
mengajukan cuti panjang pasca-libur lebaran
telah mengganggu pelayanan publik terutama
yang berada di front liner, seperti pelayanan
kesehatan, perijinan, dan pelayanan publik
lainnya. Untuk mengantisipasi hal ini terjadi,
Menteri PAN-RB merasa perlu mengeluarkan
surat tambahan perihal himbauan untuk tidak
menambah cuti setelah libur lebaran.
Namun, sekalipun himbauan tersebut
dikeluarkan, perilaku PNS yang dianggap
menurunkan kepercayaan rakyat kepada
Pemerintah tersebut terus terjadi. Sekalipun
telah dikeluarkannya Surat Menteri PAN-RB,
perilaku menerima parsel di kalangan para
PNS masih terus terjadi. Sekalipun jumlahnya
diklaim telah menurun tajam, namun dalam
praktiknya masih ditemukan parsel yang
dikirim ke PNS. Menurut catatan KPK, pada
tahun 2015 ada 63 laporan gratifikasi. Itu yang
dilaporkan. Ditengarai masih banyak gratifikasi
yang tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan
antara lain karena selain belum adanya sistem
yang ampuh untuk menjaring para pelanggar
hukum juga belum adanya kesadaran dari para
PNS itu sendiri.
Begitu pula dengan himbauan untuk
tidak menggunakan kendaraan dinas pada
waktu mudik. Dalam kenyataannya, masih
ditemukan kendaraan dinas yang ikut antri
dalam kemacetan mudik lebaran baru-baru ini.
Bahkan, Menteri PAN-RB sendiri ditemukan
menggunakan kendaraan dinas dengan alasan
kendaraan dinas tersebut melekat pada
jabatannya.
Bagaimana dengan himbauan untuk
tidak memberikan cuti tahunan pasca-cuti
bersama selama lebaran? Himbauan ini dalam
praktiknya masih memberikan pengecualian
terhadap
alasan-alasan
urgensi
(misalnya
menikah atau menghadiri kegiatan yang sudah
direncanakan jauh hari sebelumnya dan tidak
bisa ditangguhkan). Sekalipun Menteri PAN-RB
mengklaim bahwa sekitar 27.000 pengajuan cuti
oleh PNS ditangguhkan, namun demikian masih
tetap ada PNS yang diberikan cuti karena alasan
urgensi yang sudah dikemukakan. Akibatnya
masih ditemukan banyak PNS yang cuti setelah

PNS dan Libur Lebaran


Libur lebaran tidak hanya identik dengan
kemacetan di jalur mudik saja. Bagi PNS, libur
lebaran juga berarti banyaknya surat berisi
himbauan dari Menteri PAN-RB yang harus
diperhatikan. Fenomena munculnya berbagai
himbauan yang dikeluarkan untuk PNS oleh
Menteri PAN-RB setiap menjelang libur lebaran
merupakan
pertanda
bahwa
pemerintah
mengalami
krisis
kepercayaan
publik.
Pemerintah masih menilai bahwa pada masa
lebaran perilaku PNS kurang mencerminkan
kehendak rakyat.
Menurut KPK, larangan gratifikasi muncul
didasarkan informasi pengaduan masyarakat
bahwa terdapat sejumlah permintaan dana dan/
atau hadiah untuk Tunjangan Hari Raya (THR)
atau sebutan lain oleh sejumlah PNS, baik secara
lisan maupun tertulis, yang dianggap memberatkan
masyarakat. Hal ini diamini oleh Menteri PAN-RB.
Menteri PAN-RB juga menyatakan
bahwa pada masa lebaran, masyarakat juga
mengeluhkan banyaknya kendaraan dinas
- 18 -

perilaku yang berlawanan dengan etika; dan


kemampuan menerapkan teori-teori etika.
Untuk tingkat kesadaran penalaran moral dapat
diperoleh dari pendidikan keluarga, sekolah, dan
lingkungan. Namun, tiga yang terakhir diperoleh
dari pembelajaran, pelatihan, dan kebiasaan.
Dalam perkembangan ilmu administrasi
publik, dikemukakan bahwa gaya kepemerintahan
yang sesuai saat ini sangat dipengaruhi
oleh prinsip-prinsip demokrasi. Munculnya
gagasan New Face of Government (2009)
yang menekankan akuntabilitas kepada publik
merupakan gagasan yang terus dikembangkan
untuk
diimplementasikan
dalam
rangka
menciptakan pemerintahan yang demokratis. Gaya
kepemerintahan yang dibutuhkan dalam situasi ini
yaitu pelayan publik (PNS) yang menekankan pada
akuntabilitas kepada rakyat. Memiliki akuntabilitas
berarti pula memiliki etika; adanya kontrol yang
aktif dari masyarakat; adanya respon aktif dari
pelaku, badan, lembaga, pimpinan, maupun nonpimpinan; serta transparansi dari lembaga, badan,
pimpinan, pelaku, dan non-pimpinan.
Hubungan antara etika dan akuntabiltas
sudah
lama
diperdebatkan.
Friedrich
(1940) berpendapat bahwa akuntabilitas
di dalam pemerintahan tidak diperlukan
karena pemerintahan sudah dilakukan oleh
administrator yang profesional. Namun, Finer
(1941) menyanggahnya. Menurutnya, walaupun
pemerintahan dijalankan oleh para profesional,
namun dalam pemerintahan yang bersumber
dari rakyat, secara etika, pejabat harus
bertanggung jawab (akuntabel) terhadap publik
(Thoha, 2014; 40).
Upaya
Menteri
PAN-RB
untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah melalui berbagai himbauan yang
lebih menekankan pada etika pelayan publik
saja, tidak cukup. Masih tetap diperlukan
peningkatan
keterampilan
teknis
dan
leadership bersama-sama dengan peningkatan
etika di kalangan PNS. Khusus terkait dengan
etika, dalam konsep Bowman, PNS yang
akuntabel terhadap publik sudah seharusnya
mampu menolak seluruh perilaku yang
berlawanan dengan etika.
Namun, apabila PNS masih dinilai
belum mampu menerapkan etika dalam
berpemerintahan, mengeluarkan himbauan
hanya pada setiap lebaran untuk memastikan
keterampilan etika semakin terbiasa bukanlah
cara yang tepat. Pemahaman dan penerapan
etika (dalam istilah Bowman keterampilan
etika) harus diperoleh dari pendidikan

cuti bersama lebaran. Selain tidak efektif


dalam penerapannya, himbauan ini juga telah
menimbulkan kontroversi. Ada yang mengatakan
bahwa cuti merupakan hak PNS oleh karena itu
pelarangan terhadapnya merupakan pelanggaran
Hak Asasi Manusia. Terkait dengan kekhawatiran
Menteri PAN-RB akan terganggunya pelayanan
publik sebenarnya dapat diatasi dengan cara
masing-masing pimpinan instansi menghitung
antara beban kerja dan jumlah PNS yang bisa
masuk kerja. Melihat kondisi saat ini, dapat
diprediksi bahwa liburan lebaran tahun depan
Menteri PAN-RB kembali akan mengeluarkan
berbagai himbauan tersebut di atas.

Etika dan Kepercayaan Publik


Seluruh
himbauan
yang
dikeluarkan
oleh Menteri PAN-RB dimaksudkan untuk
meningkatkan
kepercayaan
publik
kepada
PNS. Salah satu maksud pelarangan gratifikasi
misalnya, dimaksudkan untuk menghindari
benturan kepentingan dan sekaligus meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada PNS. Demikian
pula larangan penggunaan kendaraan dinas
dimaksudkan agar PNS lebih akuntabel terhadap
fasilitas yang dipergunakan dengan menggunakan
biaya dari rakyat. Begitu pula pelarangan mengambil
cuti pasca-libur lebaran dimaksudkan agar
pelayanan kepada masyarakat tetap terlaksana
sehingga masyarakat menjadi lebih puas dengan
kinerja PNS.
Menurut J.S Bowman (Haryatmoko,
2011;21), untuk dapat meningkatkan kepercayaan
publik kepada PNS sebagai pemberi layanan,
dituntut hadirnya 3 (tiga) kompetensi PNS, yaitu
kompetensi teknis, kompetensi leadership, dan
kompetensi etika. Kompetensi teknis mencakup
pengetahuan ilmiah yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas. Kompetensi teknis dapat
dicapai melalui penguasaan teknologi informasi.
Kompetensi
leadership
difokuskan
pada keterampilan manajemen organisasi
dan manajemen sistem (sebagai hard skills)
dan keterampilan komunikasi, negosiasi, dan
kepemimpinan simbolis (sebagai soft skills).
Kompetensi ini diperoleh dari pengalaman
yang mengasah kemampuan memfasilitasi
kerjasama, menengahi konflik kepentingan, dan
menyelesaikan konflik.
Sedangkan
keterampilan
etika
yang
dibutuhkan dalam pelayanan publik menekankan
pada tingkat kesadaran penalaran moral
sebagai dasar pengambilan keputusan yang etis;
kemampuan memahami etika sebagai sarana
dalam menghadapi konflik; kemampuan menolak
- 19 -

Penutup

keluarga, sekolah, dan lingkungan, serta dari


belajar, dilatih, dan dibiasakan.
Sudah saatnya Pemerintah memikirkan
pemberian pendidikan etika dalam keluarga,
sekolah, dan lingkungan. Miftah Thoha,
seorang guru besar Universitas Gadjah
Mada, memiliki sebuah pengalaman ketika
beliau menduduki jabatan di pemerintahan.
Menurutnya, untuk menghindari gratifikasi
tidak cukup komitmen dari PNS yang
bersangkutan. Namun, penting mendapat
dukungan dari lingkungan terdekat yaitu
keluarga. Bahkan, pengertian keluarga juga
bukan hanya keluarga inti dan keluarga besar,
namun juga para asisten rumah tangga dan
satpam. Sebab, merekalah yang akan menerima
bingkisan lebaran dan hadiah-hadiah lainnya di
rumah.
Perilaku menjaga etika juga harus terus
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Diajarkan dan diucapkan terus menerus di
dalam setiap kesempatan. Dimasukkan dalam
kurikulum pelatihan PNS dan juga dibiasakan
dalam perilaku sehari-hari, bukan hanya pada
saat lebaran. Apabila sudah timbul keterampilan
beretika, tanpa dihimbau, PNS akan menyadari
bahwa menerima gratifikasi bukan perbuatan
yang akuntabel. Menggunakan kendaraan dinas
merupakan perbuatan yang memalukan. Begitu
pula mendahulukan kepentingan pribadi untuk
memuaskan hasrat berkumpul bersama keluarga
daripada melayani masyarakat merupakan
pengkhianatan terhadap sumpah/janji PNS.
Dengan demikian, dipastikan kepercayaan
masyarakat akan semakin tinggi kepada
pemerintah.
Menumbuhkan keterampilan etika juga
membutuhkan pembangunan sistem. Mencegah
gratifikasi tidak cukup dengan himbauan.
Sudah saatnya dipikirkan sebuah sistem
untuk mencegah gratifikasi. Misalnya, untuk
mencegah pemberian parsel dilakukan dengan
melakukan pemantauan terhadap para penjual
parsel. Atau memberikan akses bagi seluruh
pihak untuk melaporkan jika melihat praktik
tersebut. Untuk menghindari penggunaan
kendaraan dinas dipergunakan mudik dibuat
akses bagi masyarakat untuk melaporkan dan
sidak kendaraan oleh inspektorat di instansi
pemerintah. Untuk menghindari pelayanan
publik yang macet karena kekurangan PNS akibat
cuti, setiap instansi sudah seharusnya memiliki
sistem penghitungan beban kerja dan PNS yang
tersedia.

Meningkatkan kepercayaan rakyat kepada


pemerintah melalui surat berisi himbauan seperti
yang dilakukan oleh Menteri PAN-RB hanya
merupakan sebagian kecil upaya meningkatkan
keterampilan etika. Menteri PAN-RB harus
memperhatikan perbaikan dalam kompetensi
teknis, kompetensi leadership, dan kompetensi
etika
secara
bersama-sama.
Peningkatan
keterampilan etika membutuhkan pendidikan
dari keluarga, sekolah, dan lingkungan, serta
pembelajaran, pelatihan, dan kebiasaan.
Himbauan saja tidak cukup. Perlu
bantuan dari pendidikan di keluarga, sekolah,
dan lingkungan, serta diajarkan, dilatih, dan
dibiasakan. Tidak cukup hanya pada saat
lebaran, namun juga dalam kehidupan PNS
sehari-hari. Sudah saatnya DPR RI mendorong
Kementerian PAN-RB sebagai mitra kerjanya
untuk memikirkan kebijakan teknis yang dapat
mendorong terwujudnya keterampilan etika di
kalangan PNS.

Referensi
Haryatmoko. 2011. Etika Publik untuk
Integritas Pejabat Publik dan Politisi.
Jakarta: Penerbit Gramedia.
Miftah Thoha. 2014. Birokrasi Politik &
Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta:
Penerbit Kencana.
KPK Ingatkan PNS Laporkan Pemberian
Lebaran, Kompas, 12 Juli 2016.
Berkat Imbauannya Yuddy Sebut 27 Ribu PNS
Batal Cuti Pasca Lebaran, http://www.
merdeka.com/uang/berkat-imbauannyayuddy-sebut-27-ribu-pns-batal-cuti-pascalebaran.html, diakses tanggal 11-07-2016.
Dispensasi Cuti Tahunan Pasca-Lebaran Hanya
untuk Alasan Urgen, http://www.menpan.
go.id/berita-terkini/5162-dispensasi-cutitahunan-pasca-lebaran-hanya-untukalasan-urgen, diakses tanggal 11-07-2016.
KPK Layangkan Surat Edaran Larangan
Menggunakan
Mobil
Dinas
untuk
Mudik,
http://www.tribunnews.com/
nasional/2015/07/02/kpk-layangkan-suratedaran-larangan-menggunakan-mobil-dinasuntuk-mudik, diakses tanggal 11-07-2016.
PNS Masih Terima Parsel, http://berita.
suaramerdeka.com/smcetak/pns-masihterima-parsel/, diakses tanggal 11-07-2016.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai