Anda di halaman 1dari 15

BAB VII

ANALISA BOD DAN COD

7.1. Dasar Teori


Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari
kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan manusia dan mahluk
hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat
bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi
mikro organisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat
penting artinya bagi kehidupan.
Untuk memenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada makanan yang
berasal dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging, dll), akan tetapi juga
tergantung pada makanan yang berasal dari air (ikan, kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll).
Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang
menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air.
Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses
difusi yag secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di
dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan
oleh koloidal yang melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam
air. Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam
air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan udara
dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udara
mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air.
Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air
lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan
oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan
di muka. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah
dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.
Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat
rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk
113

memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah


menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga
dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air,
makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik
biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan
makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri
pembekuan udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan
limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia
dan lain sebagainya.
Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan
seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Cara yang ditempuh untuk
maksud tersebut adalah dengan uji :
1. COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen kimia untuk
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
2. BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologis
untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan.
Perbedaan dari kedua cara uji oksigen yang terlarut di dalam air tersebut secara garis besar
adalah sebagai berikut ini.
chemical oxygen demand adalah kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama peruraian
senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia dan nitrit.
biological (biochemical) oxygen demand adalah kuantitas oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme aerob dalam menguraikan senyawa organik terlarut. jika BOD tinggi maka
dissolved oxygen (DO) menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh
bakteri. akibatnya ikan dan organisme air hubungan keduanya adalah sama-sama untuk
menentukan kualitas air, tapi BOD lebih cenderung ke arah cemaran organik.. Dalam proses
penanganan air limbah biologis dengan sistem aerobik, oksigen menjadi penting untuk
penurunan kadar BOD dan COD yang efektif.

114

Tingkat Oksigen terlarut yang positif harus dipertahankan dalam pabrik penanganan
biologis aerobik untuk memungkinkan biomass mencernakan BOD dan COD secara optimal.
Pada saat aerasi biasa digunakan, oksigen dengan tingkat kemurnian yang tinggi
menawarkan lebih banyak oksigen tingkat tinggi dan penurunan kadar COD daripada sistem
aerasi yang konvensional.
COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana
pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4. Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses
mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian
besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
mendidih optimum,

Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi.


Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada
umumnya ada di dalam air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik
habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks.
K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K 2Cr2O7
tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi yang
berlangsung adalah sebagai berikut.

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru
larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K 2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7
115

awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh
K2Cr2O7.
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkanbahan-bahan organik yang terdapat di
dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila
suatu badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut
dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan
dalam air dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik maupun anorganik dapat
bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai
batas yang diinginkan. Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini sebenarnya selain
digunakan untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta
oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk
mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi
bahan organic tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak
pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD

ini dapat diketahui dengan

menginkubasikan contoh air pada suhu 200C selama lima hari. Untuk memecahkan bahanbahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20 \ 0C sebenarnya dibutuhkan waktu
lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi
selama lima hari tersebut hanya dapat mengukur kira-kira 68 persen dari total BOD
(Sasongko, 1990). Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari
pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel maka aktivitas
bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah dari yang semestinya
(Mahida, 1981). Pada Tabel di bawah. dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik di dalam air.
Tabel 7.1. Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik
116

7.2. Prosedur Analisa


A. Analisa COD (SNI 06-6989.2-2004)
Standar Nasional Indonesia (SNI) ini merupakan revisi dari SNI 06-6989.2-2004, Air
dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks
tertutup secara spektrofotometri. SNI ini menggunakan referensi dari metode standar
internasional yaitu Standard Methods for the Examinatioan of Water and Wastewater, 21st
Edition, editor L.S Clesceri, A.E. Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and WEF,
Washington DC, 2005, Methods 5220 D (Closed Reflux, Colorimetric Methods). SNI ini
telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi metode
serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis 13-03-S1, Kualitas Air dari Panitia Teknis 1303, Kualitas Lingkungan dan Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait.
Metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam air
dan air limbah dengan reduksi Cr2O72- secara spektrofotometri pada kisaran nilai COD 100
mg/L sampai dengan 900 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm dan
nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 420 nm.Metode ini digunakan untuk contoh uji dengan kadar klorida kurang dari
2000 mg/L.
117

Istilah dan definisi

blind sample, larutan dengan kadar analit tertentu yang diperlukan seperti contoh uji

Chemical Oxygen Demand (COD), jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan
contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 mL contoh uji

kurva kalibrasi, kurva yang menyatakan hubungan kadar larutan kerja dengan hasil
pembacaan absorbansi yang merupakan garis lurus

larutan blanko atau air suling bebas organik, air suling yang tidak mengandung
senyawa organik atau mengandung senyawa organik dengan kadar lebih rendah dari
batas deteksi atau perlakuannya sama dengan contoh uji

larutan induk, larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan
digunakan untuk membuat larutan baku dengan kadar yang lebih rendah

larutan baku, larutan induk yang diencerkan dengan air suling bebas organik,
sampai kadar tertentu

larutan kerja, larutan baku yang diencerkan dengan air suling bebas organik,
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi

spike matrix, contoh uji yang diperkaya dengan larutan baku dengan kadar tertentu

Cara uji
Prinsip : Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh
Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan
dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak.
Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi
pada panjang gelombang 600 nm.
118

Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan pada panjang
gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan
pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama
dengan 90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72- ditentukan pada panjang gelombang 420
nm.
Bahan. Sebaiknya larutan ini dipersiapkan setiap 1 minggu
1. air bebas organik;
2. digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi.Tambahkan 10,216 g K2Cr2O7 yang
telah dikeringkan pada suhu 150 C selama 2 jam ke dalam 500 mL air suling.
Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada
suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.
3. digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah. Tambahkan 1,022 g K2Cr2O7 yang
telah dikeringkan pada suhu 150 C selama 2 jam kedalam 500 mL air suling.
Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4. Larutkan, dan dinginkan pada
suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.
4. larutan pereaksi asam sulfat
5. Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4 ke dalam 1000 mL H2SO4 pekat. Aduk
hingga larut. CATATAN Proses pelarutan Ag2SO4 dalam asam sulfat dibutuhkan
waktu pengadukan selama 2 (dua) hari, sehingga digunakan magnetic stirer untuk
mempercepat melarutnya pereaksi.
6. asam sulfamat (NH2SO3H). Digunakan jika ada gangguan nitrit. Tambahkan 10 mg
asam sulfamat untuk setiap mg NO2-N yang ada dalam contoh uji.
7. larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) ? COD 500 mg
O2/L Gerus perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan pada suhu 110 C.
Larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik dan tepatkan sampai 1000 mL.
119

Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi dingin pada temperatur 4 C 2 C
dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan mikroba
CATATAN Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat digunakan sebagai pengendalian
mutu kinerja pengukuran.
8. Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka dibuat larutan baku KHP
yang mempunyai nilai COD 1000 mg O2/L.
9. Larutan baku KHP dapat menggunakan larutan siap pakai.
Peralatan
1. spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm);
2. kuvet;
3. digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan ukuran 16 mm
x 100 mm; 20 mm x 150 mm atau 25 mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternatif
lain, gunakan ampul borosilikat dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm sampai
dengan 20 mm);
4. pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block); CATATAN
Jangan menggunakan oven.
5. buret;
6. labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL;
7. pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0 mL;
8. gelas piala;
9. magnetic stirrer; dan
10. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
120

Persiapan dan pengawetan contoh uji


Persiapan contoh uji
a. homogenkan contoh uji;
CATATAN Contoh uji dihaluskan dengan blender bila mengandung padatan tersuspensi.
b. cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan;
Pengawetan contoh uji
Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji
diawetkan dengan menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan
dalam pendingin pada temperatur 4 C 2 C dengan waktu simpan maksimum yang
direkomendasikan 7 hari.
Pembuatan larutan kerja
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 kadar
yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang pengukuran.
Prosedur
proses digestion
a. pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion solution dan tambahkan
larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam tabung atau ampul, seperti yang
dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 7.2 Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel

Digestion Vessel

Contoh

Digestion

Larutan

Total volume

uji (mL)

solution (mL)

pereaksi asam

(mL)

sulfat (mL)
Tabung kultur
16 x 100 mm

2,50

1,50

3,5

7,5
121

20 x 150 mm
25 x 150 mm
Standar Ampul:
10 mL

5,00
10,00

3,00
6,00

7,0
14,0

15,0
30,0

2,50

1,50

3,5

7,5

b. tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen;


c. letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan refluks
selama 2 jam.
CATATAN Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tangan untuk melindungi dari
panas dan kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi pada suhu 150 C.

Pembuatan kurva kalibrasi


Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut:
1. hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan
alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600 nm atau 420 nm;
2. ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap kadar
COD;
3. buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1 .b) di atas dan tentukan persamaan
garis lurusnya;
4. jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi
langkah pada butir 3.7.1 a) sampai dengan c) hingga diperoleh nilai koefisien r ?
0,995.
Pengukuran contoh uji
Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

122

1. dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk
mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh
dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;
2. biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar
jernih;
3. ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (600 nm);
4. hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;
5. lakukan anal isa duplo.
Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L
a) dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk
mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka
untuk mencegah adanya tekanan gas;
b) biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar jernih;
c) gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;
d) ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420 nm);
e) hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;
f) lakukan analisa duplo.
CATATAN
Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan pengenceran.
Perhitungan
Nilai COD sebagai mg O2/L:
123

Kadar COD (mg O2/L) = C x f


Keterangan:
C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L); f adalah faktor
pengenceran.
- Masukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier yang diperoleh dari
kurva kalibrasi.
- Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.
Pengendalian mutu
1. Gunakan bahan kimia pro analisa (pa).
2. Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.
3. Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.
4. Gunakan air suling bebas organik untuk pembuatan blanko dan larutan kerja.
5. Dikerjakan oleh analis yang kompeten.
6. Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu simpan maksim
um 7 hari.
7. Perhitungan koefisien korelasi regresi linier (r) lebih besar atau sama dengan 0,995
dengan intersepsi lebih kecil atau sama dengan batas deteksi.
8. Lakukan analisis blanko dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 % per batch (satu
seri pengukuran) atau minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang dari 10 sebagai
kontrol kontaminasi.

124

9. Lakukan analisis duplo dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 % per satu seri
pengukuran atau minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang dari 10 sebagai
kontrol ketelitian analisis. Jika Perbedaan Persen Relatif (Relative Percent
Difference/RPD) lebih besar atau sama dengan 10 %, maka dilakukan pengukuran
ketiga untuk mendapatkan RPD kurang dari 10 %.
10. Lakukan kontrol akurasi dengan larutan baku KHP dengan frekuensi 5 % sampai
dengan 10 % per batch atau minimal 1 kali untuk 1 batch. Kisaran persen temu balik
adalah 85 % sampai dengan 115 %.
11. Persen temu balik (% recovery, % R):
Keterangan:
A adalah hasil pengukuran larutan baku KHP, dinyatakan dalam milligram per liter (mg/L);
B adalah kadar larutan baku KHP hasil penimbangan (target value), dinyatakan dalam
milligram per liter (mg/L).
Presisi dan bias
Standar ini telah melalui uji banding metode dengan peserta 7 laboratorium pada kadar 194
mg COD/L tanpa klorida dengan tingkat presisi (%RSD) 4,3 % dan akurasi (bias metode)
2,4 %, sedangkan pada kadar 48,6 mg COD/L tanpa klorida dengan peserta 8 laboratorium
menghasilkan tingkat presisi (%RSD) 7,79 % dan akurasi (bias metode) 8,43 %.

Rekomendasi
a) Lakukan analisis blind sample.
b) Buat control chart untuk akurasi dan presisi analisis.
Pelaporan
125

Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut.


1. Parameter yang dianalisis.
2. Nama analis.
3. Tanggal analisis.
4. Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya.
5. Rekaman kurva kalibrasi.
6. Nomor contoh uji.
7. Tanggal penerimaan contoh uji.
8. Batas deteksi.
9. Rekaman hasil perhitungan.
10. Hasil pengukuran persen temu balik.
11. Kadar kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam contoh uji.

B. Analisa BOD
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan
BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam
sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur
kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO 4, FeCl3, CaCl2 dan buffer
fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi,
dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO 4, H2SO4, dan alkali iodida
azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan
Santika, 1984). Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan bahan organik pada
suhu 200C
126

Pengujian BOD
1. Pipet 100 ml sampel kedalam larutan Erlenmeyer tutup asah, tambahkan 1ml
MnSO4 dan 1 ml larutan alkali azida.
2. Tutup sampel dan kocok dengan membolak- balikkan botol beberapa kali
3. Biarkan hingga terbentuk endapan setengah bagian
4. Buka tutup sampel dan panaskan dalam H2SO4 pekat melalui dinding
botol,kemudian tutup botol kembali
5. Kocok kembali sampai endapan melarut
6. Titrasi larutan dengan natrium thiosulfat 0.1N sampai berwarna kuning muda,
tambahkan 1-2 ml indicator kanji sampai warna biru dan lanjutkan titrasi sampai
warna biru hilang.

Perhitungan BOD

127

Anda mungkin juga menyukai