Anda di halaman 1dari 7

PERCOBAAN I

PENENTUAN KADAR AIR


I.

TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat menetapkan
kandungan air yang terdapat pada beberapa bahan makanan dan untuk
mengetahui prinsip metode penetapan kadar air dengan metode oven.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Dasar Teori
Makanan didefinisikan sebagai suatu bahan baik olahan, semi-olahan

maupun mentah yang dimaksudkan untuk dikonsumsi oleh manusia,


termasuk minuman, permen karet, serta berbagai substansi yang digunakan
dalam proses pengolahan, preparasi, atau penanganan bahan tersebut.
Fungsi makanan untuk tubuh sangat penting bagi pertumbuhan dan
mempertahankan hidup karena makanan merupakan sumber energi untuk
membangun jaringan tubuh yang rusak serta memelihara pertahanan tubuh
dari penyakit. Namun sifat-sifat biologis, kimiawi, atau fisik suatu substansi
yang terdapat dalam makanan atau sifat-sifat makanan itu sendiri yang dapat
menyebabkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia, karena
makanan dan minuman bisa menjadi media penyebaran penyakit, terutama
bila yang dikonsumsi adalah makanan yang rusak. Makanan dan minuman
yang rusak apabila tercemar oleh bakteri patogen, bahan kimia atau toksis,
dan cemaran fisik (seperti pecahan gelas, kotoran lalat, potongan logam dan
kayu),

sehingga

sekalipun

dikonsumsi

dalam

jumlah

wajar

bisa

menimbulkan penyakit (Afrianti, 2010).


Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis
briket bioarang. Kadar air briket bioarang yang dihasilkan pada penelitian
ini berkisar antara 7.33 ~ 10.67%. Kadar air tertinggi diperoleh dari
perlakuan dengan penambahan tepung sagu 12.5% dan terendah dari
perlakuan dengan penambahan tepung sagu 15%. Kadar air yang dihasilkan
dari penelitian ini memenuhi standar kualitas arang aktif berdasar SNI 063730-95, yaitu maksimal 15% untuk briket bioarang bentuk serbuk. Secara

keseluruhan kadar air hasil penelitian ini relatif kecil, hal ini menunjukkan
bahwa kandungan air terikat telah lebih dahulu keluar saat pembakaran,
sebelum bahan dicampur dengan tepung sagu kemudian dikeringkan di
oven. Kadar air (moisture content) yang dikandung dalam briket dapat
dinyatakan dalam dua macam : (a) Free moisture (uap air bebas). Free
moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying.
Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling
dan preperation equipment. (b) Inherent moisture (uap air terikat).
Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket
antara temperatur 104 110oC selama satu jam. Dari hasil analisa sidik
ragam dari parameter kadar air diperoleh hasil TBN (tidak berbeda nyata).
Hal ini menunjukkan perlakuan variasi penambahan tepung sagu tidak
berpengaruh terhadap kadar air briket bioarang limbah pisang yang
dihasilkan. Diantara penyebabnya, tepung sagu tidak mengikat air yang
terkandung dalam briket, disamping itu konsentrasi sagu yang ditambahkan
relatif kecil (Saleh, 2010).
Kadar air dalam makanan berpengaruh terhadap kerusakan makanan.
Pengawetan makanan seperti ikan, daging, buah, dan sayuran dimulai
dengan cara pengeringan dengan matahari. Setelah itu dilakukan inovasi
dengan pengawetan makanan menggunakan pengasapan dan penggaraman.
Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air, namun yang lebih
penting adalah aktivitas air (aw) telah dilakukan sejak ribuan tahun yang
lalu. Pengeringan atau dehidrasi adalah cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian besar air yang terkandung dalam bahan pangan
dengan menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat
kadar air yang sangat rendah mendekati kondisi bone dry. Bone dry
adalah suatu keadaan di mana seluruh air pada bahan telah dikeluarkan
hingga kadar air bahan mendekati nol. Penguapan air sampai batas di mana
mikrorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Afrianti, 2010).
Karbohidrat merupakan bahan bakar utama tubuh dan otak kita. Memakan
banyak

karbohidrat

akan

menjamin

tersedianya

glikogen

(bentuk

penyimpanan karbohidrat) dalam otot dan hati, meningkatkan kinerja, dan

memperlambat kecapekan. Amilum, suatu komponen yang penting bagi diet


kita, merupakan polimer glukosa berberat molekul tinggi yang mana unit
monosakarida (glukosida) terhubungkan, terutama melalui ikatan glikosida
1,4, serupa dengan maltosa. Tanaman merupakan sumber utama amilum.
Amilum dapat diperoleh dari gandum (Triticum sativum), padi (Oryza
sativa), dan jagung (Zea mays), semuanya merupakan tanaman famili
Gramineae. Kentang (Solanum tuberosum, famili Marantaceae) dan maranta
(Maranta arundinaceae) merupakan sumber amilum yang baik (Sarker &
Lutfun, 2009).
Metode penetapan kadar secara kimia terdiri atas metode analisis
volumetri dan gravimetri. Metode tersebut berhubungan dengan reaksireaksi kimia. Metode yang didasari pada pengukuran sifat fisika dikenal
sebagai metode fisika kimia. Metode analisis secara fisika ini adalah
metode-metode yang tidak benar-benar mengikutsertakan suatu reaksi
kimia. Sebagian besar metode pengukuran secara fisika ini adalah metode
instrumental (Khopkar, 1990). Pengujian kadar air dilakukan dengan metode
thermovolumetri. Keuntungan dari metode ini adalah mudah, memberikan hasil
yang lebih akurat dan cepat. menurut SNI 01-4299-1996, maksimal kadar air
untuk getuk adalah 40%. Berdasarkan standar tersebut, maka kadar air dari
getuk pada penelitian ini sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia,
yakni berkisar antara 20% 40%. Hasil penelitian pada jam ke-0 menunjukkan
sampel 0% (getuk tanpa penambahan gliserol) memiliki kadar air paling besar
yakni 40,29% dan sampel 9% memiliki kadar air yang paling kecil yakni
33,51%, Semua sampel getuk mengalami penurunan kadar air selama
penyimpanan hingga jam ke-48. Kadar air terendah sampai jam terakhir
penyimpanan (jam ke-48) terdapat pada sampel 9% dengan nilai 20,81%,
sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada sampel 0% dengan nilai 30,55%.
Sampel 9% menunjukkan perubahan kadar air terbesar yakni 37,90% (Basuki
et al., 2013).

Kualitas makanan dipengaruhi dengan adanya aktivitas air dalam


makanan yang ditemukan pada tahun 1950. Aktivitas air adalah banyaknya
air yang dibutuhkan mikroorganisme untuk tumbuh. Baru-baru ini a w
dijadikan

indikator

yang

memegang

peranan

penting

terjadinya

pertumbuhan, kematian, dan produksi toksin suatu mikroorganisme dalam


makanan. Terjadinya kerusakan bahan pangan disebabkan bebrapa faktor,
diantaranya faktor instrinsik misalnya aktivitas air (a w) dan kadar air, tingkat
kematangan dan sifat bahan pangan itu sendiri. Kandungan air dalam bahan
pangan merupakan faktor yang paling dominan sebagai penyebab kerusakan
bahan pangan setelah lepas panen. Pada tingkatan kadar air yang cukup
tinggi setelah panen kegiatan biologis dalam bahan pangan masih tetap
berlangsung. Aktivitas air optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme
adalah 0,98-0,99. Semua mikroorganisme mempunyai harga aw minimal
sehingga tidak dapt berkembang biak, membentuk spora atau menghasilkan
metabolit toksin (Afrianti, 2010).
Dalam penelitian ini, penulis disintesis fluoresensi baru pemeriksaan
air untuk penentuan kadar air di organik pelarut. Sebuah turunan dari
naftalimida, N-amino-4- (2-hydroxyethylamino) - 1,8-naftalimida (AHN),
dilaporkan dan digunakan sebagai indikator fluoresensi karena sensitivitas
yang menguntungkan untuk polaritas pelarut. Hal ini teramati dalam
eksperimen itu, dengan meningkatkan kadar air, intensitas fluoresensi AHN
berubah secara dramatis dan spektrum dipamerkan pergeseran merah. Ini
Fitur solvatochromic berarti AHN menjanjikan menyelidiki di determinasi
kadar air. AHN Hasil penyelidikan fluoresensi dengan dioksan, asetonitril
dan etanol solusi kadar air yang berbeda ditampilkan. Sukses fabrikasi
pemeriksaan diusulkan disajikan memuaskan sensitivitas dan deteksi rendah
batas dan merupakan contoh yang berguna penggunaan derivatif naftalimida
untuk probe fluoresensi untuk mendeteksi air. Pemeriksaan fluoresensi siap
benar-benar berguna dalam penentuan kadar air dalam pelarut organik. Itu
pemeriksaan fluoresensi dari AHN dengan solusi dioksan berbeda kadar air.
Dengan penambahan kadar air 0,00-90,0% (v / v), fluoresensi AHN
intensitas menurun drastis dan eksitasi dan emisi puncak mengalami
pergeseran merah. Eksitasi dan emisi puncak yang 427 dan 503 nm untuk
AHN di dioksan, masing-masing. Serupa perilaku diamati dalam pelarut
organik lainnya (Niu et al., 2010).

II.2

Uraian Bahan
II.2.1 Tepung
Nama Resmi

: AMYLUM

Nama latin

: starch

Struktur Kimia

: C6H10O5

Pemerian

: Serbuk halus, putih, tidak berbau,


tidak berasa

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dingin


dan dalam etanol dingin (96%P).
Membengkak seketika dalam air
5-10 pada suhu 378. Menjadi larut
air panas pada suhu diatas suhu
gelatinisasi. Parsial larut kedalam
dimetil

sulfoksida

dan

dimetilformamida.
BM

: 342,20

Penyimpanan

: Dilindungi dari kelembaban yang


tinggi

III. PRINSIP
III.1 Prinsip Reaksi
Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama
pemanasan dalam oven pada suhu (130 3)oC.
III.2 Prinsip Kerja
Memanaskan sampel dengan suhu diatas titik didih air
(>100oC) selama beberapa jam hingga diperoleh bobot tetap.
IV.

ALAT DAN BAHAN

IV.1 Alat
Alat alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Cawan
2. Desikator
3. Oven
4. Timbangan
IV.2 Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Sampel aneka tepung (tepung terigu, tepung tapioka, tepung
beras, dan tepung jagung).
V.

CARA KERJA
Cawan Kosong
2 gram sampel -

Dikeringkan dalam oven selama 15 menit


Didinginkan dalam desikator
Ditimbang
Ditimbang

dengan

cepat

yang

sudah

dihomogenkan dalam cawan


Diangkat tutup cawan
Ditempatkan cawan beserta isi dan tutupnya

didalam oven selama 6 jam


Dihindarkan kontak antara cawan dengan
dinding oven

Cawan + sampel

Dipindahkan ke desikator, tutup dengan penutup

cawan
Didinginkan
Ditimbang kembali
Dikeringkan kembali kedalam oven sampai
diperoleh berat yang tetap

Hasil

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. H. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. ALFABETA.
Bandung.
Basuki, W. W., W. Atmaka & D. R. A. Muhammad. 2013. Pengaruh Penambahan
Berbagai Konsentrasi Gliserol Terhadap Karakteristik Sensoris, Kimia dan
Aktivitas Antioksidan Getuk Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas). Jurnal
Teknosains Pangan.Vol 2 : 115-123.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Niu, C., L. Li., P. Qin., G. Zeng & Y. Zhang. 2010. Determination of Water
Content in Organic Solvents by Naphthalimide Derivative Fluorescent
Probe. ANALYTICAL SCIENCES. Vol 26 : 671-674.
Saleh, E. R. M. 2010. Karakteristik Briket Bioarang Limbah Pisang Dengan
Perekat Tepung Sagu. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sarker, S. D & L. Nahar. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi. Penerbit
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai