ASMA BRONCHIAL
Oleh:
Yoga Mulia Pratama
G99142042
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan
saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik.
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk
dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah
hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan
bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan
ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses
tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering
menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta
aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah
pembiayaan. Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO memperkirakan
terdapat 250.000 kematian akibat asma.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya,
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya
penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama
adalah menghindari faktor penyebab.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas
tentang
patogenesis,
diagnosis
penatalaksanaan asma.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma.
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan nafas pendek (Price, 1995). Nelson mendefinisikan asma
sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi
lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan
(Nelson, 1996).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam
atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA,
2006).
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala
pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang
terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang
relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-
larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di
sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat
menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil
yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung
Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%;
17% dan 4,8% (Naning, 1991).
C. Faktor Risiko Asma Bronchial
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar,
faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma
dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau
serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun
faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu (PDPI, 2003):
1. Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang
menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel
berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam
tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon
dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein (GINA, 2006). Merokok dapat
menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja
yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Namun hanya
sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risik
berkembangnya asma secara umum. Merokok dapat menaikkan risiko
berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang terpapar dengan
beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Namun hanya sedikit bukti-bukti
bahwa merokok aktif merupakan faktor risik berkembangnya asma secara
umum.
4. Binatang Piaraan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster,
burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma
adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka
dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar
3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan
asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari
alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan
adalah:
(virus,
bakteri,
jamur),
formadehyde,
volatile
organic
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan
pertukaaran gas berjalan lancar (Sundaru, 2006).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara
obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi
(APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan
derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di
saluran nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi
menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar (Sundaru, 2006).
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh
bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan
deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan
rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan
respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang
dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk,
obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006).
Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus,
hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil,
neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis
adalah krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral
Cursch-mann (silinder mukosa bronchial), dan benda-benda Creola (sel epitel
terkelupas) (Sundaru, 2006).
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas
intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan
nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis
segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan,
dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner
yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas yang tersumbat, dapat
menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur)
beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko
pneumotoraks (Sundaru, 2006).
E. Etiologi Asma Bronchial
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian
kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas,
disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan
refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi
otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai
relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan
suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas
(Sundaru, 2006).
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah
pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan
ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun
pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik
(Sundaru, 2006).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya
dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma
membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat
memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma,
tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih
sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya (Sundaru, 2006).
Gejala
Gejala Malam
Persisten
Ringan
Persisten
Sedang
Persisten
Berat
>1x seminggu
Sering
Faal Paru
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
<20%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability APE
20%-30%
VEP1 60-80%
nilai prediksi
APE
60-80%
nilai terbaik
Variability APE
>30%
VEP1 <60%
nilai prediksi
APE <60% nilai
terbaik
Variability APE
>30%
a.
b.
c.
d.
2. Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani
dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering
ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita,
auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan,
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas
pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda
klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan,
mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian
mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat,
tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas (PDPI, 2003)..
3. Pemeriksaan faal paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam
menilai dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif
yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat
berat obstruksi. Oleh karenanya
Bila
sedang
menggunakan
bronkodilator,
diambil
variasi/
dengan
penyempitan
jalan
napas
seperti
PPOK,
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding asma antara lain sbb :
1. Dewasa (PDPI, 2003).
a. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Pada PPOK sesak bersifat irreversibel, terjadi pada usia 40 tahun
keatas dan biasanya dengan riwayat paparan zat alergen dalam watu
yang cukup lama.
b. Bronkitis kronik
Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus
menerus selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut turut.
c. Gagal Jantung Kongestif
Sesak biasanya hilang timbul dan kumat-kumatan. Keluhan sesak
biasanya terjadi setelah melakukan aktivitas. Selain itu sesak nafas
juga terjadi pada saat tidur telentang sehingga pasien akan merasa
lebih nyaman jika tidur mnggunakan 2-3 buah bantal.
d. Obstruksi mekanis (misal tumor)
Keluhan sesak biasanya bertahan lama. Hal ini disebabkan karena
adanya penyempitan permanen dari saluran pernafasan. Bunyi mengi
juga akan terdengar setiap saat.
2. Anak (PDPI, 2003).
tidak diperlukan)
Variasi harian APE kurang dari 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat (PDPI, 2003).
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang
menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat
episodik.Sehingga
penatalaksanaan
asma
dilakukan
melalui
berbagai
Edukasi
Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Menetapkan pengobatan pada serangan akut
atau
sekitar
Medikasi Pengontrol
Harian
Intermitten
-----Persisten Ringan Glukokortikosteroid
inhalasi (200-400 ug
BD/hari
atau
ekivalennya)
Persisten
Sedang
Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid
(400-800 ug BD/hari
atau
ekivalennya)
dan agonis beta-2
kerja lama
Alternatif/Pilihan
Lain
------Teofilin
lepas
lambat
Kromolin
Leukotriene
Modifiers
Glukokortikostero
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah Teofilin
lepas lambat atau
Alternatif
Lain
-----------
Ditambah
agonis beta-2
kerja
lama
oral, atau
Ditambah
teofilin lepas
Glukokortikostero lambat
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah agonis
beta-2 kerja lama
oral, atau
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD
atau
ekivalennya) atau
Persisten Berat
Glukokortikostero
id inhalasi (400800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Kombinasi inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid
metilprednisolon
(> 800 ug BD atau
oral selang sehari
ekivalennya) dan
10 mg
agonis beta-2 kerja
ditambah agonis
lama, ditambah 1 di
beta-2 kerja lama
bawah ini:
oral,
ditambah
- teofilin lepas
teofilin
lepas
lambat
lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling
tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).
(GINA, 2010).
CFC
Beclomethasone
dipropionate
HFA
Budesonide
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
200-500
>500-1000
>1000-2000
100-250
>250-500
>500-1000
200-400
80-160
500-1000
>400-800
>160-320
>1000-2000
>8--0-1680
>320-1280
>2000
100-250
>250-500
>500-1000
200
400
>800
400-1000
>1000-2000
>2000
2. Anak-anak
Tabel 4. Glukokortikoid inhalasi untuk anak-anak
Obat
Beclomethasone
dipropionate
Budesonide
Budesenide neb
Ciclesonide
Flunisolide
Fluticazone
propionate
Mumetasone
fuoat
Triamcinolone
acetonide
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
100-200
>200-400
>400
100-200
250-500
80-160
500-750
>200-400
>500-1000
>160-320
>750-1250
>400
>1000
>320
>1250
100-200
>200-500
>500
100
>200
>400
400-800
>800-1200
>1200
(GINA, 2010).
RR
<20x/menit
Nadi
<100x/meni
t
Pulsus
paradoksus
Otot bantu
napas dan
retraksi
suprasterna
l
Mengi
APE
10 mmHg
-
Akhir
ekspirasi
paksa
> 80 %
Berbicara
Duduk
Beberapa
kata
Gelisah
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi
kata
Gelisah
Keadaan
Mengancam
jiwa
-
>30x/menit
Mengantuk,
gelisah,
kesadaran
menurun
-
>120x menit
Bradikardia
+
>25 mmHg
+
Kelelahan otot
Torakoabdomi
nal paradoksal
Akhir
ekspirasi
Inspirasi dan
ekspirasi
Silent chest
60-80 %
< 60%
2030x/menit
100120x
/menit
+/- 10-20
mmHg
+
PaO2
> 80 mmHg
PaCO2
< 45 mmHg
SaO2
> 95 %
80-60
mmHg
< 45
mmHg
91-95 %
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90 %
(PDPI, 2003)
BERAT
Sesak saat istirahat
Berbicara kata perkata
dalam satu nafas
Nadi >120 x/menit
APE <60 % atau 100
l/detik
Pengobatan
Terbaik :
Inhalasi agonis -2
Alternatif :
Kombinasi oral agins 2 dan teofilin
Tempat Pengobatan
Di rumah
Terbaik:
Nebulisasi agonis -2
tiap 4 jam
Alternatif :
-Agonis -2 subkutan
-Aminofilin IV
-Adrenalin 1/1000 0,3
ml SK
UGD/RS
Klinik
Praktek dokter
Puskesmas
Di praktek
dokter/klinik/puskesmas
UGD/RS
Klinik
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM
JIWA
UGD/RS
Kesadaran
berubah/menurun
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas
berat
Pertimbangkan intubasi
dan ventilasi mekanis
ICU
(PDPI, 2003).
J. Prognosis Asma Bronchial
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai
komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama
observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari
kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa
sekitar 26% - 78% (Suyono, 2006).
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih
baik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat
dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan
memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai
usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan
sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai
menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan
jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma
terutama infeksi dan dapat pula mengakibatkan kematian (Suyono,2006).
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Nn. A
Umur
: 23 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Pekerjaan
: mahasiswa
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita mengeluhkan sesak nafas yang memberat sejak 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sehari sebelumnya, pasien sudah merasa
sesak nafas, tetapi dapat ditahan dan minum obat sesak nafas yang dibeli
sendiri di toko obat. Penderita datang ke RS karena sesak nafas tidak dapat
ditahan lagi oleh penderita. Penderita mulai mengeluhkan merasa sesak
nafas sejak 3 hari terakhir karena tugas-tugasnya yang banyak. Penderita
mengeluhkan sesak memberat terutama malam hari terlebih saat udara
dingin. Pada saat sesak penderita mengeluhkan suara ngik-ngik saat
bernafas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa
: (+) sejak 10 tahun
Riwayat alergi
: (+), udara dingin
Riwayat sakit darah tinggi
: disangkal
Riwayat sakit gula
: disangkal
4. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa
: (+) ibu dan nenek
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat sakit darah tinggi
: disangkal
Riwayat sakit gula
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: disangkal
Riwayat minuman keras : disangkal
Riwayat batuk lama
: disangkal
Tanda Vital
Kepala
Suhu : 36,8 0C
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
penghidu baik
Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-),
Leher
Thorax
(-),pernafasan torakoabdominal,
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Punggung
Abdomen :
Inspeksi
Auscultasi
Perkusi
Palpasi
Genitourinaria
Ekstremitas
Akral dingin
_
_
_
_
D. PLANNING
Pemeriksaan spirometri
E. ASSESMENT
Odem
_
_
_
_
Asma akut sedang pada asma persisten ringan pada asma tidak terkontrol
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan
1.
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2.
3.
Terapi
1. Saat Serangan
a.
b.
Resep
R/ Berotec inhaler 100 mcg fl No.I
S prn (3-4) dd puff II
R/ Pulmicort turbuhaler 200 mcg fl No. I
S 1 dd puff 1
Pro: Nn. A ( 23 th)
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1. Berotec
Kandungan
Fenoterol HBr
Farmakodinamik dan farmakokinetik
Fenoterol merupakan golongan agonis beta-2. Termasuk golongan ini
adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di
Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Pemberian dapat
secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih
cepat dan efek samping minimal/ tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana
agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi
penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan
akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
(bukti A). Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila
diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau bahkan
setiap hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi
antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau
respons tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan
asma adalah petanda dibutuhkannya glukokortikosteroid oral
Kemasan
Inhaler 100 mcg/semprot x 200 semprot x 10 ml x 1
Dosis
Episode asma akut 1x semprot, jika belum ada perbaikan setelah 5 menit,
berikan dosis ke 2. jika serangan asma tidak dapat teratasi dengan 2 semprot,
dosis mungkin perlu ditambah. Pencegahan asma yang dipicu oleh ativitas
fisik 1-2 semprot, maks: 8 semprot/hari.
Indikasi
Asma bronkial, bronkitis obstruktif, emfisema, asma disebabkan suatu
gerakan olahraga dan kelainan bronkopulmonari
Kontra Indikasi
Kardiomiopati obstruksi hipertrofi, takiaritmia
Efek Samping
Tremor halus pada otot rangka, gugup, sakit kepala, pusing, takikardi,
palpitasi, batuk, iritasi lokal; mual, muntah, berkeringat, otot lemah, mialgia,
kram otot, hipokalemia
Perhatian
DM yang tak terkontrol, infark miokard yang belum lama terjadi, penyakit
jantung organik atau vaskular yang berat, hipertiroid. Hamil trimester 1,
laktasi.
2. Pulmicort
Glukokortikosteroid inhalasi dalah medikasi jangka panjang yang paling
efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif
jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan
asma persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik
dan aman pada dosis yang direkomendasikan.
Kandungan
Budesonide
Farmakodinamik dan farmakokinetik
Beberapa glukokortikosteroid berbeda potensi dan bioavailibiti setelah
inhalasi, pada tabel 11 dapat dilihat kesamaan potensi dari beberapa
glukokortikosteroid berdasarkan perbedaan tersebut. Kurva dosis-respons
steroid inhalasi adalah relatif datar, yang berarti meningkatkan dosis steroid
tidak akan banyak menghasilkan manfaat untuk mengontrol asma (gejala, faal
paru, hiperesponsif jalan napas), tetapi bahkan meningkatkan risiko efek
samping. Sehingga, apabila dengan steroid inhalasi tidak dapat mencapai asma
terkontrol (walau dosis sudah sesuai dengan derajat berat asma) maka
dianjurkan
untuk
menambahkan
obat
pengontrol
lainnya
daripada
BAB V
PENUTUP
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability
(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti
hidup. Penatalaksanaan asma didasarkan pada klasifikasi berat serangan asma.
DAFTAR PUSTAKA