TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh :
T E K N I K
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing I,
(Ir.Nazlina, MT)
(Ir.Anizar, M.Kes)
T E K N I K
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
iv
ix
xi
xii
RINGKASAN ............................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
I-2
I-3
I-5
I-6
I-7
BAB II
II-1
II-3
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
II-3
II-3
II-4
II-4
II-4
II-6
II-8
II-9
II-10
II-13
II-13
II-29
BAB III
LANDASAN TEORI
III-1
III-3
III-3
III-4
III-6
III-8
III-8
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV-1
IV-1
IV-1
IV-2
IV-2
IV-4
IV-5
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
V-1
V-1
V-2
V-3
V-3
V-3
V-8
V-13
V-18
V-18
V-23
V-28
V-34
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
V-34
BAB VI
V-35
VI-1
VI-7
VII-1
VII-2
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1.
II-6
2.2.
II-18
3.1.
III-4
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
3.9.
5.2.
V-1
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
5.9.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1.
II-5
2.1.
II-14
2.3.
II-16
2.4.
II-17
2.5.
II-18
2.6.
2.7.
II-22
II-24
2.8.
II-28
3.1.
III-11
3.2.
Grup A ......................................................................................
III-19
3.2.
Grup B .......................................................................................
III-20
4.1.
IV-6
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Uraian Tugas dan Tanggung Jawab di PT. Tirta Sibayakindo .....................
L-1
Mesin dan Peralatan Yang digunakan Pada PT. Tirta Sibayakindo ..............
L-2
L-3
L-4
L-5
L-6
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
KATA
PENGANTAR
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
UCAPAN
TERIMA
KASIH
Penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik fisik
maupun moril selama menyelesaikan laporan ini, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Aulia Ishak, ST, MT selaku koordinator Tugas Akhir.
3. Ibu Ir. Nazlina, MT dan Ibu Ir. Anizar, Mkes selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dalam
penyelesaian Tugas Sarjana.
4. Bapak Joko D Herlambang selaku HR Manager pada PT. Tirta
Sibayakindo Berastagi yang telah memberi izin dan kesempatan bagi
penulis untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT. Coca-cola Bottling
Indonesia Medan.
5. Bapak Doni yang telah banyak menyediakan waktu dan tenaga
membantu penulis selama pengambilan data, memberikan saran dan
masukan serta ide-ide kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
6. Seluruh staf dan karyawan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi atas segala
bantuan dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan
Tugas Akhir.
7. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
RINGKASAN
PT. Tirta Sibayakindo merupakan perusahaan yang bergerak dalam
industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) yang bermerk AQUA.
Dalam perusahaan ini sumber daya manusia memegang peranan penting dalam
kelangsungan dan berkembangnya. Terutama bagi operator yang bekerja
mengangkat dan menyusun kotak pada bagian pengepakkan kotak yang berisi
gelas plastik/cup untuk kemasan 240 ml, kemasan 600 ml dan kemasan 1500 ml.
Pekerjaan ini menyebabkan kondisi operator yang menjadi cepat lelah dan adanya
keluhan sakit dan nyeri pada tulang belakang dan kaki terutama pada betis.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui penyebab operator cepat menjadi
lelah dengan meneliti pengaruh variabel yang berhubungan langsung terhadap
pengangkatan dan penurunan kotak dan mengetahui pengaruh antara penilaian
postur kerja dengan variabel berat beban kerja dan frekuensinya.
Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisa nilai
skor setiap elemen gerakan pengangkatan dan penurunan kotak dengan
menggunakan metode REBA agar selanjutnya dapat dilakukan pengujian terhadap
variabel lainnya dan menentukan variabel yang berpengaruh pada pekerjaan
pengangkatan dan penurunan kotak dengan menggunakan metode ANAVA.
Pada percobaan eksperimen faktorial perlu dilakukan terlebih dahulu
penilaian skor REBA dan mendapatkan hasilnya agar dapat dijadikan sebagai nilai
pengamatan untuk desain acak sempurna dengan variabel berat beban yaitu 12,2
kg, 15, 3kg, dan 19 kg, elemen gerakan kerja I, II, dan III, kemudian frekuensi 12
kali, frekuensi 24 kali, dan frekuensi 36 kali yang selanjutnya dianalisa dengan
tabel distribusi F pada tabel dengan = 0,05. Masing-masing kombinasi
perlakuan atau ketiga variabel tersebut di atas mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap hasil uji analisa variansnya.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) yang bermerk AQUA.
Dalam perusahaan ini sumber daya manusia memegang peranan penting dalam
kelangsungan dan berkembangnya. Terutama pada bagian pengepakan kotak
karton yang berisi gelas plastik/cup untuk kemasan 240 ml, kemasan 600 ml dan
kemasan 1500 ml.
Penanganan bahan pada bagian ini masih dilakukan secara manual karena
pekerjaan yang berkaitan dengan pemindahan ataupun penyusunan kotak dari satu
tempat ketempat lainnya tidak didukung dengan penggunaan alat bantu angkat.
Pekerjaan pengangkatan dan penurunan bahan secara manual atau manual
material handling (MMH) dibagian pengepakan kotak merupakan pekerjaan yang
memerlukan stamina dan daya tahan tubuh, sebab pekerjaan ini membutuhkan
kekuatan otot dan kemampuan fisik operator.
Berat beban pada pekerjaan pengangkatan dan penurunan kotak ada tiga
jenis, yaitu kotak yang berisi gelas plastik/cup kemasan 240 ml sebesar 12,2 Kg,
kotak yang berisi botol kemasan 600 ml sebesar 15,3 Kg, dan botol kemasan 1500
ml sebesar 19 Kg. Setiap operator harus mengangkat dan menyusun kotak untuk
setiap kotak dengan ketiga variasi berat beban kotak tersebut.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
Dalam pengamatan yang dilakukan, terlihat ada tiga elemen gerakan kerja
alami (non correct posture) yang dilakukan oleh operator, yaitu membungkuk
sambil mengambil kotak dengan posisi kaki normal, memegang kotak di depan
dada dengan batang tubuh dalam keadaan normal dan menurunkan kotak ke atas
papan pallet yang berada di lantai dengan batang tubuh dalam keadaan
membungkuk. Dengan demikian, melalui penelitian ini akan dilihat bagaimana
pengaruh postur kerja terhadap tingkat beban kerja dan frekuensinya.
Adapun metode yang dilakukan untuk menganalisa postur kerja tersebut
adalah REBA (Rapid Entire Body Assesment). Sedangkan untuk menentukan
variasi beban kerja fisik yang berpengaruh pada pekerjaan pengangkatan dan
penurunan kotak terhadap skor REBA dilakukan dengan uji statistik ANAVA.
Berdasarkan penelitian Hotniar dkk, berat beban maksimum untuk pria
dewasa dengan frekuensi kerja angkat sering atau terus-menerus adalah 18 Kg.
Penelitian sejenis lainnya yang dilakukan oleh Heru Prastawa, dkk juga menjadi
melatarbelakangi penelitian ini. Dari hasil analisa dan pembahasan penelitian
tersebut dengan menggunakan metode desain eksperimen dapat diketahui bahwa
berat beban dan postur kerja sangat berpengaruh pada pekerjaan pengangkatan
dan penurunan kotak secara manual.
1.2.
Rumusan Permasalahan
Adanya keluhan sakit dan nyeri pada tulang belakang dan kaki terutama
pada bagian betis berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap operator
yang bertugas pada pekerjaan pengangkatan dan penurunan kotak secara manual
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
1.3.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi unsur-
1.5.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
2.
3.
1.5.2. Asumsi
Agar pemecahan masalah dapat dilakukan dengan baik maka asumsi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.
2.
Kedua operator melakukan aktivitas kerja dengan metode kerja dan postur
kerja yang tidak jauh berbeda.
3.
1.6.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penelitian, pembahasan dan penulisan tugas akhir ini,
maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika
sebagai berikut :
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
a.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah
yang terjadi, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.
c.
e.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
dan memuat seluruh tahap-tahap pengolahan data yang telah diperoleh dari
bab sebelumnya.
g.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
Kemasan 240 ml
Kemasan 600 ml
Kemasan 1500 ml
Sedangkan untuk produk yang bermerk VIT hanya untuk kemasan galon.
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
bawahan.
Keberhasilan kegiatan administrasi dan manajemen dalam melaksanakan
fungsinya pada suatu perusahaan, sangat ditentukan oleh kemampuan manajer
dalam menciptakan suatu struktur organisasi yang baik yang misinya untuk
mencapai tujuan organisasi yang diinginkan perusahaan.
Dalam mencapai tujuannya PT. Tirta Sibayakindo menggunakan bentuk
organisasi garis, staf dan fungsional.
a. Hubungan struktur organisasi garis ditunjukkan dengan adanya spesialisasi
tugas setiap unit organisasi (departemen) sehingga pelimpahan wewenang
dari pimpinan dapat langsung dilimpahkan kepada bawahan yang
menangani pekerjaan tersebut, hal ini dapat dilihat dari pelimpahan
wewenang dari Kepala Bagian Produksi dapat melimpahkan tugasnya ke
Supervisor/Kasi Produksi sesuai dengan spesialisasi tugasnya yang
merupakan tanggungjawab bawahannya;
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
berdasarkan
umum/personalia,
departemen
fungsinya.
teknik,
Misalnya,
departemen
departemen
keuangan,
dan
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
Dumian Darmayanti Nababan : Penentuan Pengaruh Beban Kerja Fisik Pada Pengangkatan Dan Penurunan
Kotak Secara Manual Pada PT. Tirta Sibayakindo, 2008.
USU Repository 2009
Kepala Pabrik
Koordinator Sistem
Kasi Pelatihan
Kabag Teknik
Kasi
Teknik
Kabag. K3L
Kasi P.
Kemasan
Kabag
Produksi
Kabag QC
Lab
Kabag
G.Distribusi
Kabag G.
Logistik
Kasi
Produksi Air
Kasi
QC.Lab.
Kasi G.
Distribusi
Kasi G.
Logistik
Kabag
Keuangan
dan
menerapkan
kebijaksanaan
serta
mengawasi
dan
merencanakan
kebutuhan
sparepart
beserta
perubahan
sistem
operasional
mesin-mesin
guna
meningkatkan efesiensi.
5. Kepala Bagian Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)
Bertanggung jawab kepada : Kepala Pabrik
a. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan program keselamatan kesehatan
kerja dan lingkungan pada perusahaan
b. Membina karyawan dan tenaga kerja agar dapat menerapkan program
keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan
c. Menganalisa cara-cara dan perlatan yang digunakan agar sesuai dengan
program keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan
d. Membuat laporan mengenai keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan
perusahaan
e. Mengupayakan agar keselamatan kesehatan kerja dan lingkunagn dapat
ditingkatkan di perusahaan
6. Kepala Bagian Produksi
Bertanggung jawab kepada : Kepala Pabrik
a. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan kelancaran operasional
produksi air
b. Merencanakan dan mengatur produksi air agar sesuai dengan spesifikasi
yang telah diberikan
kegiatan
laboratorium,
bertanggung
jawab
atas
2.5.
Departemen/jabatan
Jumlah
Kepala Pabrik
Karyawan/Tenaga kerja
4
42
1
18
Lingkungan
Karyawan/Tenaga kerja
240
Karyawan/Tenaga kerja
Kepala Bagian Quality Control Laboratorium
Karyawan/Tenaga kerja
Kepala Bagian Distribusi
158
1
35
Karyawan/Tenaga kerja
10
1
20
1
1
Karyawan/Tenaga kerja
Office Boy dan rumah tangga
2
8
Satpam
Jumlah
538
Shift II
Pukul 16.00 19.00 (kerja aktif)
Pukul 19.00 20.00 (istirahat/makan)
Pukul 20.00 24.00 (kerja aktif)
Shift III
Shift II
Shift III
Fasilitas pengobatan
Bonus
Uang transportasi
Rekreasi
Uang makan
Asuransi kematian
Tunjangan perkawinan
2.4.1. Bahan
1. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
produk dan ikut dalam produksi. PT. Tirta Sibayakindo dalam
memproduksi air minum mengambil bahan baku (air) dari sumber mata air
yang mengalir sendiri (mountain spring water) yang berada di area pabrik
di desa Doulu II Berastagi.
2. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi
sehingga dapat meningkatkan mutu produk menjadi lebih baik. Bahan
penolong yang digunakan PT. Tirta Sibayakindo untuk memproduksi air
minum adalah sebagai berikut:
Catridge Filter 5
Catridge Filter yang berfungsi untuk memfilterisasi mikro organisme
yang berukuran diatas 5 .
Catridge Filter 1
Catridge Filter yang berfungsi untuk memfilterisasi mikro organisme
yang berukuran diatas 1 .
Ozon
Ozon (O3) berfungsi untuk membunuh bakteri- bakteri yang berukuran
kurang dari 1 .
Kemasan
Kemasan air minum yang diproduksi oleh PT.Tirta Sibayakindo terdiri dari 4 jenis
yaitu: kemasan untuk kapasitas 240 ml adalah cup gelas plastik yang terbuat dari
Poly Propylene (PP) dan regrind PP, kemasan untuk kapasitas 600 ml/1500 ml
adalah botol plastik yang terbuat dari Polyethylene Thereftalate (PET) dan regrind
PET, dan untuk kemasan kapasitas galon terbuat dari Poly Carbonat (PC), dan
diproduksi di luar PT. Tirta Sibayakindo.
Penutup kemasan
Penutup kemasan digunakan untuk menutup kemasan. Penutup kemasan untuk
kemasan 240 ml adalah plastik yang disebut lid yang telah tercetak label
perusahaan, dan diproduksi di luar PT. Tirta Sibayakindo. Untuk kemasan 600
ml/1500 ml berbentuk tutup ulir yang terbuat dari High Density Poly Ethylene
(HDPE) dan Sanylene Blue.
Stempel Kode Produksi
Stempel kode produksi digunakan untuk membubuhi kode produksi, tanggal,
bulan masa kadaluarsa, jam produksi, shift dan group yang lagi bertugas. Untuk
kemasan 240 ml kode produksinya terletak pada dasar cup dan kemasan 600 ml,
1500 ml dan kemasan galon kode produksinya terletak pada botol kemasan.
Capseal
Capseal digunakan untuk menutupi tutup kemasan. Capseal ini
terbuat dari plastik dan digunakan untuk kemasan 600 ml, 1500 ml
dan kemasan galon.
Label
Label berfungsi untuk menunjukkan merk produksi. Label ini terbuat dari plastik.
Label dilingkarkan pada botol kemasan untuk kemasan 600 ml dan 1500 ml,
untuk kemasan galon, label diletakkan pada botol galon, sedangkan untuk
kemasan 240 ml merk tersebut terletak pada lid.
Karton Box
Karton box dipakai pada kemasan 240 ml, 600 ml dan 1500 ml. Kotak karton ini
berfungsi untuk mempermudah pengiriman produk tersebut. Karton box ini
terbuat dari karton dan pada karton tersebut sudah tertera logo perusahaan, kode
produksi, jenis kemasan dan jumlah produk.
Krat
Krat digunakan untuk kemasan galon.
Karton Seal
Karton seal digunakan untuk perekat karton box yang telah
diisi dengan produk air minum dalam kemasan (AMDK).
Mixing
Drying
Heating
Injection
Moulding
Ejection
Tutup rusak
Tutup baik
Packing Tutup
Gudang Tutup
Gudang Tutup
Mixing
Drying
Heating
Melting
Injection
Moulding
Ejection
Cooling
Gumpalan
Preform
P. Reject
P Baik
Gudang Reject
Botol Reject
Botol Baik
Mesin Regrind
Storage Botol
dengan suhu berkisar 220C - 230C hasilnya baru berbentuk lembaran sheet.
Sheet yang berbentuk selanjutnya didinginkan dengan suhu berkisar 30C - 35C.
Sheet tersebut akan dipotong pada sisi pinggir dan dilakukan penggulungan.
Gulungan sheet disimpan dalam gudang sheet.
- Thermoforming
Sheet dibawa dari gudang penyimpanan ke dalam mesin Thermoforming.
Sheet tersebut dipanaskan dengan suhu berkisar 237C - 465C. Selanjutnya sheet
tersebut diproses menjadi cup. Cup cup tersebut akan diperiksa secara manual
oleh Visual Control. Selanjutnya cup dibawa ke ruang pengepakan cup. Cup
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam gudang cup.
Gudang PP
Regrind PP
Mixing
Heating
Extruction
Filter
Die
Calender
Sheet Baik
Pot. Samping
Gudang Sheet
Mesin Regrind
Regrind Baik
Gumpalan
Regrind Reject
Gudang Reject
Gudang Sheet
Gudang Sheet
Heating
Forming
Cutting
Ejection
Afval
Cup Reject
Cup Baik
Mesin Regrind
Regrind Baik
Regrind Reject
Gudang Reject
Storage Tank I
Air dari sumber mata air dipompakan Storage Tank I yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara. Air dari Storage Tank
Catridge Filter 5 .
I dialirkan ke
Storage Tank II
Air dari Catridge Filter 5 dipompakan Storage Tank II yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara. Air dari Storage Tank II dialirkan ke
Catridge Filter 1 dan Storage Tank III .
Proses Ozonisasi
Air yang berasal dari Catridge Filter 1 dialirkan ke Finish Tank I. Sebelum
sampai ke Finish Tank I terjadi proses ozonisasi yaitu proses pembunuhan
bakteri-bakteri yang lolos dari Catridge Filter yang dilakukan oleh O3 yang
dihasilkan generator ozon dengan mengubah O2 yang diperoleh dari udara
bebas menjadi O3. Pada saat mengalirkan air ke Finish Tank I terjadi proses
mixing yaitu pencampuran O3 dengan air supaya homogen.
Finish Tank I
Finish Tank I sebagai tempat penampungan air. Air dari Finish Tank I akan
dialirkan ke Finish Tank II.
Finish Tank II
Finish Tank II berfungsi sebagai tempat penampungan air yang akan dilairkan
ke ruang pengisian (Filler) masing-masing kemasan.
dengan manual oleh seorang operator dengan bantuan lampu 160 watt. Cup yang
lolos seleksi bergerak ke Video Jet untuk memberi kode produksi. Setelah itu
produk bergerak ke bagian pengepakan. Pengepakan dilakukan secara manual.
Produk dimasukkan ke dalam karton box yang terdiri dari 48 cup/box. Selanjutnya
karton box akan diberi stempel kode produksi dengan stempel manual (biasa) oleh
pelaksana packing dan proses pengisolasian karton box dan dilakukan dengan
mesin carton seal. Kotak disusun diatas pallet sebanyak 84 kotak/pallet.
Selanjutnya produk diangkat ke gudang produk jadi jadi/truck pengangkut dengan
forklift.
6. Proses Pengisian dan Pengemasan Air Minum Pada Kemasan 600 ml dan
1500 ml
Proses pengisian pada kemasan 600 ml dan 1500 ml dilakukan pada
ruangan yang steril dengan suhu berkisar 20 oC 25 oC. Pengisian untuk masingmasing kemasan ini dilakukan pada ruangan yang berbeda namun prosesnya
sama. Proses pengisisan air dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis dan
kapasitas air yang keluar dapat distel. Mesin pengisian air adalah Monoblock
Vacuum Filler. Dalam ruang pengisian (Filler) terdapat mesin pengisisan yang
dilengkapi dengan recovery tank sebagai penampungan air dari Finish Tank II,
nozzle sebagai saluran pengisisan air ke dalam botol kemasan dan support bottle
sebagai tempat berdirinya botol pada saat diisi.
Proses pengisian dan pengemasannya adalah sebagai berikut:
untuk kemasan 600 ml dan 70 kotak/pallet untuk kemasan 1500 ml. Selanjutnya
diangkat ke gudang produk jadi/truck pengangkut dengan forklift.
dilakukan dengan sirkulasi air dan penggantian airnya adalah setiap 4 jam
sekali. Tahap ketiga adalah pembilasan akhir (final rinse) dan air yang
digunakan adalah air ozon dan sekali cuci langsung dibuang. Banyaknya botol
sekali cuci dalam mesin pencuci botol II ini adalah 3 buah.Selanjutnya proses
pengeringan botol. Botol yang sudah kering dibawa ke ruang pengisian
kemasan galon dengan conveyor.
Untuk pencucian botol yang berlumut terlebih dahulu dibersihkan dengan cara
manual menggunakan brush dan HCl 3%. Setelah botol-botol di brush maka
botol dibawa kemesin pencuci botol I. Proses pencucian botol pada mesin itu
juga terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama botol di bersihkan dengan larutan HCl
dan menggunakan sirkulasi air dari Storage Tank III. Tahap kedua yaitu
pembilasan awal juga dengan sirkulasi air. Tahap ketiga yaitu pembilasan
akhir dengan penggunaan air sekali pakai langsung dibuang. Banyaknya botol
sekali cuci dalam mesin pencuci botol I adalah 3 buah. Selanjutnya botolbotol dibawa ke mesin pencuci botol II dan dilakukan pencucian kembali.
-
Botol-botol kemasan keluar dari ruang pengisian dan masuk ke dalam ruang
Visual Control dengan conveyor. Di ruangan Visual Control seorang Visual
Control akan memeriksa kualitas produk dengan bantuan lampu 160 watt.
Botol kemasan yang lolos seleksi selanjutnya dibeli capseal pada cap secara
manual oleh Visual Control. Kemudian botol kemasan akan masuk ke dalam
mesin Shrink Tunel untuk memanaskan dan merekatkan capseal. Suhu yang
digunakan dalam mesin Shrink Tunel adalah 180 oC 250
C. Botol akan
keluar dari ruang dengan conveyor dan langsung diberi kode produksi oleh
Video Jet. Selanjutnya setiap botol akan dimasukkan ke dalam krat/pallet
sebanyak 48 botol/pallet. Selanjutnya produk diangkat ke gudang produk
jadi/truck pengangkutan dengan forklift.
2.4.4. Mesin dan Peralatan
a. Mesin Produksi
Mesin produksi pada PT. Tirta sibayakindo adalah sebagai berikut:
1.
: LOWARA
Buatan Tahun
: Italy/1990
Type
: LTF-40-160/166
Nomor Seri
: 048030
Spesifikasi
Daya
: 2910 Rpm
Fungsi
2. Catridge Filter
Merk
: PALL
Buatan/Tahun
: New York/1992
Type
: E.781525
Nomor Seri
: 61729
Jumlah
: 2 unit
Fungsi
3. Generator Ozon
Merk
: BENCKISER
Buatan/Tahun
: Jerman/1991
Type
: HF W 45 DR
Nomor Seri
: 21554
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: LOWARA
Buatan/Tahun
: Italy/1990
Type
: HTF 25-125/136
Nomor Seri
: 21534
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
Storage
Tank III
5. Thermosheet
Merk
: OMV D-60
Buatan/Tahun
: Italy/1992
Type
: D.60-V
Nomor Seri
: 16.4.1.000.0.000.0
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
(sheet)
6. Thermoforming
Merk
: OMV F-25
Buatan/Tahun
: Italy/1992
Type
: F.25-3N
Nomor Seri
: 16.4.1.000.0.000.0
Spesifikasi
0,8
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
7. Thermo Regulator
Merk
: OMV
Buatan/Tahun
: Italy/1992
Type
: T3A/6, T3A/18
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
8. Injection Molding
Merk
: ARBURG
Buatan/Tahun
: Jerman/1996
Type
: 420 C 1000-250
Nomor Seri
: 166736
Spesifikasi
0,8
9.
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: SUNNY
Buatan/Tahun
: Jepang/1986
Type
: S-3000
Nomor Seri
: 1731
Kapasitas
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: VALENSIA
Buatan/Tahun
: USA/-
Type
: C SL 4 R
Nomor Seri
: I094008
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: PINO
Buatan/Tahun
: Czech Republik/-
Type
: P3-70
Nomor Seri
: 2931123 S
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
infeed
ke ruang Filler
Merk
: NISSEI
Buatan/Tahun
: Jepang/1995
Type
: ASB
Nomor Seri
: 169A5364
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Kapasitas
: 3400 botol/jam
Fungsi
Merk
: NISSEI
Buatan/Tahun
: Jepang/1997
Type
: ASB.PB.170/110
Nomor Seri
: 17903044
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Kapasitas
: 5600 botol/jam
Fungsi
: NISSEI
Buatan/Tahun
: Jepang/1995
Type
: ASB PF 62B
Nomor Seri
: 17903044
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Kapasitas
: 1550 botol/jam
Fungsi
: CORTELAZZI
Buatan/Tahun
: Italy/1996
Type
Nomor Seri
: 655162
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Kapasitas
: 8100 botol/jam
Fungsi
: CORTELAZZI
Buatan/Tahun
: Italy/1993
Type
: Alfha 16-6
Nomor Seri
: 9522452
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Kapasitas
: 4500 botol/jam
Fungsi
: AROL
Buatan/Tahun
: Italy/1996
Type
: MT-4
Nomor Seri
: 4303
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: SEIPEE
Buatan/Tahun
: Italy/1993
Nomor Seri
: 9522452
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: BONFIGLIOLI
Buatan/Tahun
: Italy/1996
Type
: VF 86 AP 90 B 5
Nomor Seri
: 201020241
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
kemasan 600 ml
19. Motor Conveyor Filler 1500 ml
Merk
: MARELLI MOTORI
Buatan/Tahun
: Italy/-
Type
: RMT 85 P
Nomor Seri
: 2101910931
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: PMT Jakarta/1992
Type
: Manual
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: LOWARA
Buatan/Tahun
: Italy/1990
Type
: HTF 25-125/136
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
detergent
(polibrite) ke dalam mesin Washer
22. Pompa Pre Rinse/Final Rinse
Merk
: LOWARA
Buatan/Tahun
: Italy/1990
Type
: HTF 40-125/166
Spesifikasi
Jumlah
: 2 unit
Fungsi
: PMT Jakarta/1992
Type
: Semi Automatic
Kapasitas
: 520 galon/jam
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: ABB MOTOR
Type
: MT80 B 19-4
Nomor Seri
: MK 110019-S
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
galon
25. Motor Hopper Galon
Buatan/Tahun
: Indonesia/1992
Spesifikasi
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: VIDEO JET
Buatan/Tahun
: USA/1996
Type
: 37 e
Nomor Seri
: E 396 K 160031
Spesifikasi
Jumlah
: 4 unit
Fungsi
: CORTELAZZI
Buatan/Tahun
: Italy/1993
Nomor Seri
: 655140
Spesifikasi
Jumlah
: 3 unit
Fungsi
: 3N-Matic
Buatan/Tahun
: Jepang/1995
Type
: 19200
Nomor Seri
: 2091, 2649
Spesifikasi
Jumlah
: 3 unit
Fungsi
: LIANG CHI
Buatan/Tahun
: Japan/1992
Type
: LBC.100 RT
Spesifikasi
Jumlah
: 2 unit
Fungsi
: Pendingin mesin
b. Peralatan (equipment)
1. Storage Tank
Buatan/Tahun
: Indonesia/1989
Kapasitas
: 2000 liter
Jumlah
: 3 unit
Fungsi
2. Finish Tank I
Buatan/Tahun
: Medan/1989
Kapasitas
: 2000 liter
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
3. Finish Tank II
Buatan/Tahun
: Medan/1989
Kapasitas
: 2000 liter
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: BORTOLINKEMO
Buatan/Tahun
: Italy/1996
Type
: ET
Nomor Seri
: 294704
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
: BORTOLINKEMO
Buatan/Tahun
: Italy/1996
Type
: ET
Nomor Seri
: 294704
Jumlah
: 1 unit
Fungsi
6. Forklift
Digunakan sebagai pengangkut prodak jadi ke gudang jadi atau langsung
ke truk pengangkut
c. Utilitas
1. Unit Pembangkit Listrik
Sumber listrik yang digunakan pada PT. Tirta Sibayakindo terdiri dari 2
bagian yaitu :
1) Tenaga Listrik dari PLN
Tenaga ini digunakan untuk bagian produksi dan juga bagian utilitas
seperti kantor dan lain-lain dengan besar 450 KVA.
2) Genset
PT. Tirta Sibayakindo memiliki generator yang berfungsi sebagai sumber tenaga
listrik cadangan apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN.
Spesifikasi peralatan tersebut adalah:
Merk
: CATER FILLAR
Model
:SR A 50 Hz
Jumlah
: 2 unit
Power
2. Compressor
Buatan/ Tahun
: Jepang/1994
Type
: 4 HA-4-B15-LT
Tekanan
: 24 bar
Jumlah
: 4 unit
Fungsi
3. Laboratorium
PT . Tirta Sibayakindo memiliki laboratorium yamg berfungsi untuk
menganalisa mutu hasil produksi.
4. Meteran Produksi
Bahan/Tahun
Kode
: MP
Type
: MP 80
No Seri
: 5036227
Fungsi
3. Masker
Pelindung paru paru dan saluran pernafasan dari ozon dan untuk
menjaga agar ruangan tetap steril pada ruangan Filler.
4. Sarung tangan
Yang berfungsi untuk menjaga agar ruangan tetap steril pada ruangan
Filler.
PT. Tirta Sibayakindo dalam menghadapi kebakaran menyediakan pompa
hydrant di area area kerja yang rentan terjadi kebakaran. Karyawan karyawan
yang bekerja di area kerja tersebut juga diberi pelatihan agar dapat menggunakan
alat tersebut, sehingga apabila terjadi kebakaran karyawan karyawan yang telah
dilatih tersebut dapat segera memadamkan api.
e. Waste Treatment
PT. Tirta Sibayakindo memiliki area limbah yang terletak di bagian
belakang perusahaan. PT. Tirta Sibayakindo dalam proses produksinya memiliki
2 jenis limbah yaitu :
1. Air buangan sisa sanitasi.
Air buangan sisa sanitasi langsung dialirkan menuju instalasi pengelolaan
air limbah. Selain itu termasuk juga limbah cair non B3
2. Limbah B3
Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena
sifat atau konsentrasi atau jumlahnya baik secara langsung atau tidak
langsung dapat
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.
besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan
pekerjaannya. Tenaga yang dikeluarkan tersebut biasanya diukur dalam satuan
kilokalori.
Secara umum kriteria pengukuran aktivitas manusia dapat dibagi dalam
dua kriteria, yaitu kriteria fisiologis dan kriteria operasional, yang masing-masing
akan diuraikan sebagai berikut: 1
Kriteria Fisiologis
Kriteria fisiologis dari kegiatan manusia biasanya ditentukan berdasarkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan
besarnya tenaga yang paling tepat berdasarkan kriteria fisiologis agak
sulit, karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik
yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis yang lain seperti
tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru,jumlah oksigen yang
digunakan, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan, temperatur badan,
banyaknya keringat dan komposisi kimia dalam urine dan darah. Secara
lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan kecepatan
pernafasan dipengaruhi oleh tekanan psikologis, tekanan oleh lingkungan
atau oleh tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga tekanan tersebut sama
3.2.
denyutan jantung. Beban kerja menurut variabel faal dapat dilihat pada tabel 3.1.
berikut ini: 2
Tabel 3.1. Tingkat Beban Kerja Menurut Variabel Faal
Beban Faal
Variabel Faal
Pemakaian O2
(liter/menit)
Kalori per menit
Denyutan jantung per
menit
Suhu dalam derajat
celcius
Kecepatan berkeringat
ml/jam rata-rata untuk
bekerja sehari jam
Sangat
Ringan
Ringan
0.5
2.5
Luar
Biasa
Berat
2.5
Agak
Berat
Berat
Sangat
Berat
0.5 - 1
1.0 1.5
1.5 2.0
2.0 2.5
2.5 - 5.0
5.0 7.5
7.5 -10.0
12.5
75 - 100
100 125
125 150
10.0
12.5
150 175
38.5 39.5
39
200 400
600 - 800
800
400 - 600
175
3.2.2. Ergonomi
Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos
(peraturan/hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang
manusia bersama-sama denagn ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya,
yang manfaat dari padanya di ukur dengan effisiensi dan kesejahteraan kerja.
Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai ilmu lapangan seperti:
antropologi, biomekanika, faalkerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan
perencanaan kerja. Ergonomi meliputi penentuan problematik, percobaan untuk
pemecahan, penerapan hasil percobaan dan pembuktian efektivitas, dalam
2
Sumamur DR. M.Sc, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, hal 171
Sumamur DR. M.Sc, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, hal 173
3.3.
tersebut
diharapkan
dapat
lebih
diminimumkan
dengan
3.4.
Kelelahan Kerja
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat 4.
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem
aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi
semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja
serta ketahanan tubuh. Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu :
1. Kelelahan otot: merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot
2. Kelelahan umum: biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni; intensitas dan lamanya kerja
fisik; keadaan lingkungan; sebab-sebab mental; status kesehatan dan keadaan
gizi (Grandjean,1993)
Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh
tubuh secara berlebihan.
Sudiajeng Lilik ,dkk , Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, hal 107
Kelelahan
kronis,
terjadi
bila
kelelahan
berlangsung
tiap
hari,
5
6
dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga
kelelahan seluruh badan terjadi. Kemudian mereka merekomendasikan bahwa,
Circadian Rhythm
Penyembuhan/Penyegaran
Nutrisi
Tingkat
Kelelahan
Sumber : Grandjean (1991, 838). Encyclopidia of Occuptional Health and Safety. ILO. Genewa
penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja
1 jam; 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja 8 jam terus-menerus. Nilai
tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan
resiko cedera otot skeletal pada tenaga kerja. 8
Sudiajeng Lilik, dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, kesehatan Kerja dan Produktivitas hal 110
3.4.
Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan
musculoskeletal
disorders
(MDSs)
atau
keluhan
pada
sistem
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan
muskuloskeletal adalah sikap kerja yang tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja
yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara
dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun tingkah laku
pekerja itu sendiri. Sebagai Negara berkembang, sampai saat ini Indonesia masih
tergantung pada perkembangan teknologi negara-negara maju, khususnya dalam
pengadaan peralatan industri. Mengingat bahwa dimensi peralatan tersebut
didesain tidak berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka pada saat bekerja
pekerja Indonesia harus mengoperasikan peralatan tersebut, terjadilah postur kerja
yang tidak alami (Tarwaka, Solichul HA. Bakri, Lilik Sudiajeng, Ergonomi:
Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas., Surakarta: Penerbit
UNIBA PRESS, 2004).
Berdasarkan
rekomendasi
dari
Occupational
Safety
and
Health
Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini
jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
b. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai
berikut:
3.5.
Postur Kerja
Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja
dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu
postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan akan
memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan. Kondisi
kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang tidak alami
dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan
pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan
cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian, pertimbanganpertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengurangi
keharusan
pekerja
untuk
bekerja
dengan
postur
kerja
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka waktu
yang lama. Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerjan harus dirancang
terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerjanya seperti meja, kursi
dan lain-lain yang sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat
menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali
ditekankan bilamana pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur berdiri.
b. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkau maksimum. Pengaturan
postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal
3.6.
bekerja secara statis (postural) dan dinamis (rhythmic). Pada kerja otot dinamis,
kontraksi dan relaksasi terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis, otot
menetap dan berkontraksi untuk suatu periode tertentu.
Pada kerja otot statis, pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan
dalam otot akibat kontraksi sehingga mengakibatkan peredaran darah dalam otot
terganggu. Otot yang bekerja statis tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari
darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme
tidak dapat diangkut keluar akibat peredaran darah yang terganggu sehingga sisa
metabolisme tersebut menumpuk dan menimbulkan rasa nyeri. Pekerjaan statis
menyebabkan kehilangan energi yang tidak perlu.
Selama kerja dinamis berlangsung maka otot akan bekerja secara
bergantian sesuai dengan irama tegang/kencang, tekan dan kendor seperti
layaknya sebuah pompa yang membawa dampak pada kelancaran aliran darah.
Otot akan banyak sekali menerima/membawa glukosa dan O2 saat mengencang
dan selanjutnya membuang metabolit (sisa hasil pembakaran atau metabolisme)
pada saat mengendor. Karena mekanisme mengencang dan mengendor secara
bergantian maka sirkulasi aliran darah ditambah O2 dan metabolit akan
berlangsung dengan lancar.
Dengan demikian peredaran darah meningkat dan otot menerima darah 10
sampai 20 kali keadaan kerja otot statis. Otot yang bekerja dinamis memperoleh
banyak oksigen dan glukosa sehingga memiliki banyak tenaga, sementara sisa
metabolisme segera dibuang.
3.7.
dimana level kontraksi konstan dan tidak berubah dalam satuan periode waktu
yang bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa jam. Kerja otot statis lebih
cepat menimbulkan kelelahan. Terganggunya peredaran darah dan kurangnya
oksigen merupakan fenomena kelelahan akibat kerja otot statis. Untuk
menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan hendaknya diperhatikan jangka
waktu kerja otot statis yang dapat ditolerir dimana untuk jenis pekerjaan berat
berkisar 10 detik, jenis pekerjaan sedang 1 menit dan jenis pekerjaan ringan
kurang lebih 4 menit. Pengencangan otot dalam waktu lama akan menyebabkan
aliran darah terganggu, suplai glukosa ditambah O2 akan terhambat dan metabolit
tidak bisa segera terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan
lelah pada otot, suatu hal yang sangat merugikan. Berdasarkan penelitian Monod,
kerja otot statis yang menggunakan tenaga sebesar 60% dari maksimum akan
menyebabkan peredaran darah berhenti sama selaki, pengerahan tenaga 50% dari
maksimum dapat diterima otot untuk jangka waktu kerja selama 1 menit
sedangkan pada pengerahan tenaga 20% kerja dapat berlangsung lebih lama.
3.8.
faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan. Metode REBA ini ditemukan
oleh McAtamney dan Sue Hignett pada tahun 1995.
Untuk masing-masing tugas (task), menilai faktor postur tubuh dengan
penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup yaitu: grup A terdiri
atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk), leher (neck), dan kaki
(legs), sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas
(upper arms), lengan bawah (lower arms), dan pergelangan tangan (wrist).
Skor REBA untuk bagian tubuh sebelah kanan dan kiri dapat diuraikan
dalam Gambar 3.2 Grup A
Group A:
a. Batang tubuh (trunk)
Tabel 3.3 Skor bagian Leher (neck)
Pergerakan
Posisi normal (tegak lurus)
0-200 (ke depan maupun
ke belakang
<-200 atau 20-600
>600
Skor
1
2
3
4
Skor perubahan
+1 jika leher berputar/bengkok/
bungkuk
b. Leher (neck)
Tabel 3.4 Skor bagian Leher (neck)
Pergerakan
0-200
>200 -ekstensi
Skor
1
2
Skor perubahan
+1 jika leher berputar/bengkok
c. Kaki (legs)
Tabel 3.5 Skor bagian kaki (legs)
Pergerakan
Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk
Tidak seimbang
Skor
1
2
Skor
+1 jika lutut antar 30-600
+2 jika lutut >600
d. Beban (load)
Tabel 3.6 Skor berat beban (load)
Pergerakan
Skor
< 5 kg
5-10 kg
> 10 kg
Skor perubahan
+1jika kekuatan cepat
Group B:
a. Lengan atas (upper arm)
Tabel 3.7 Skor bagian lengan atas (upper arms)
Pergerakan
20 (ke depan maupun
belakang dari tubuh)
0
Skor
Skor perubahan
ke
0
2
3
4
Skor
60-1000
Skor
Skor perubahan
d. Coupling
Tabel 3.8 Coupling
Coupling
Skor
Keterangan
0
Kekuatan pegangan baik.
1
Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau
kopling cocok dengan bagian tubuh.
Baik
Sedang
Kurang baik
Pegangan
tangan
walaupun mungkin.
tidak
sesuai
e. Aktivitas Skor
Tabel 3.9 Skor aktivitas
f.
Aktivitas
Skor
Keterangan
Postur statik
+1
Pengulangan
+1
Ketidakstabilan
+1
Level resiko
Dapat diabaikan
Kecil
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Level tindakan
0
1
2
3
4
Tindakan
Tidak diperlukan
Mungkin diperlukan
Perlu
Segera
Sekarang juga
3.9.
ketelitian
menunjukkan
penyimpangan
maksimum
hasil
sepantasnya tejadi. Akibat waktu penyelesaian yang dihasilkan selalu berubahubah namun juga mesti dalam waktu batas kewajaran.
Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena
ketidak seragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang
dapat mendeteksi. Data yang dikatakan seragam adalah data yang berasal dari
sistem yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam,
yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol.
Langkah-langkah pengujian keseragaman data adalah sebagai berikut:
Hitung rata-rata dari harga sub grup dengan rumus:
X =
(x
n 1
40 N Xi
N =
Xi
Xi
10
3.
Unit Eksperimen
Yaitu unit terhadap mana perlakuan tunggal atau gabungan beberapa
faktor dikenakan dalam sebuah replikasi eksperimen dasar.
3. Kekeliruan Eksperimen
Kegagalan dari pada unit eksperimen identik dengan yang dikenakan
perlakuan untuk memberikan hasil yang sama.
4. Replikasi
Pengulangan dari eksperimen dasar
5. Pengelompokan
Pengelompokan
diartikan
sebagai
penempatan
sekumpulan
unit
(hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu. 11.
Apabila tiap faktor terdiri dari beberapa taraf, maka kombinasi tertentu dari pada
taraf tiap faktor, menentukan kombinasi perlakuan (treatment combination).
Berdasarkan adanya banyak taraf dalam tiap faktor, eksperimen ini sering
diberi nama dengan menambahkan pekalian antara banyak faktor yang satu
dengan banyak faktor-faktor lainnya. Demikianlah misalnya, apabila dalam
eksperimen digunakan dua buah faktor, sebuah terdiri atas empat taraf faktor dan
sebuah lagi terdiri atas tida taraf, maka diperoleh eksperimen faktorial 4 x 3;
sehingga untuk ini akan diperlukan 12 kondisi eksperimen (atau sering pula
disebut kombinasi perlakuan) yang berbeda-beda.
Agar supaya uraian selanjutnya lebih lancar, akan diambil huruf-huruf besar
A, B, C dan seterusnya untuk menyatakan faktor pada umumnya; dan apabila
faktor-faktor sudah tertentu, pada dasarnya akan diambil huruf pertama dari nama
faktor, dituliskan denagn huruf besar untuk menyatakan faktor tersebut. Banyak
taraf untuk tiap faktor akan dinyatakan dengan huruf kecil sesuai dengan huruf
besar yang telah digunakan untuk menyatakan faktor.
11
Sudjana Prof. DR. MA,MSC, Disain dan Analisa Eksperimen, Hal 109
RESIKO KELELAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
CARA MENGATASI
1.
2.
3.
MANAJEMEN PENGENDALIAN
1.
2.
3.
4.
12
Sudiajeng Lilik ,dkk , Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, hal 107
Sudiajeng Lilik, dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban otot statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
Studi tentang musculokletal disorders pada berbagai jenis industri telah
banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering
dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot-otot leher, bahu,
lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah. 14 Di antara
keluhan otot skletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian
pinggang (low back pain = LBP).
Keluhan otot skletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot mungkin tidak terjadi apabila
kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum.
Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot
berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Sumamur, 1982; Grandjean, 1993).
14
15
Ibid
yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan
apabila terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap.
- Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot
(Sumamur, 1982).
- Mikroklimat 16
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban,
sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand &
Rodalhi, 1997; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga
dengan paparan suhu yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagaian besar energi yang ada
dalam tubuh akan taermanfaatkan oleh tubuh beradaptasi dengan
lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan
energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot.
Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot
menurun,
proses
metabolisme karbohidrat
terhambat
dan terjadi
16
Ibid
Resiko terjadinya keluhan otot skletal akan semakin meningkat apabila dalam
melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko waktu yang
bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas angkat-angkut dibawah
tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh pekerja bangunan.
Disamping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan otot diatas,
beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik, dan ukuran tubuh juga dapat
menjadi penyebab terjadinya keluhan skeletal.
2. Model Biomekanik
3. Tabel Psikofisik
Psikofisik merupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk menguji
hubungan antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik. Melalui
persepsi dari sensasi tubuh dapat diketahui kapasitas kerja seseorang. Stevens
(1960) dan Snook & Ciriello (1991) menjelaskan bahwa tingkat kekuatan
seseorang dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui perasaan subjektif,
dalam arti persepsi seseorang terhadap beban kerja dan dapat digunakan untuk
mengukur efek kombinasi dari tekanan fisik dan tekanan biomekanik akibat
aktivitas kerja yang dilakukan.
Untuk metode tabel psikofisik, hasil pengukuran sangat tergantung dari
persepsi perorangan dan sebagai konsekuensinya, kemungkinan besar terjadi
perbedaan persepsi yang satu dengan lainnya.
4. Model Fisik
Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah karena kelelahan yang
terjadi akibat beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu, salah satu metode
untuk mengetahui sumber keluhan otot dapat dilakukan secara tidak langsung
dengan mengukur tingkat beban kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahui
melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen dan kapasitas paru-paru. Melalui
indikator tingkat beban kerja inilah dpat diketahui tingkat resiko terjadinya
keluhan otot skletal. Apabila beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka resiko
terjadinya keluhan otot semakin besar.
5. Pengukuran dengan Videotape
Analisis Videotape dilakukan dengan menggunakan video camera. Melalui
video camera dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya hasil
rekaman ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber
terjadinya keluhan otot.
6. Pengukuran melalui Monitor
Alat monitor telah dikembangkan untuk mengukur berbagai aspek dari
aktivitas fisik yang meliputi posisi, kecepatan dan percepatan gerakan. Sistem ini
terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian-bagian tubuh pekerja yang
akan diukur. Selanjutnya melalui monitor dapat dilihat secara langsung
karakteristik dari perubahan gerak yang terjadi yang dapat digunakan untuk
mengestimasi resiko keluhan otot yang akan terjadi serta sekaligus dapat
dianalisis solusi ergonomik yang tepat untuk mencegah terjadinya keluhan
tersebut.
7. Metode Analitik
Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan
mengangkat.
NIOSH
memberikan
cara
sederhana
untuk
mengestimasi
Jenis Keluhan
Sakit di punggung
Jenis Keluhan
Keterangan :
A : Tidak Sakit
B : Sakit
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
di Jl. Raya Medan Berastagi km 5,5 Desa Doulu II Berastagi Propinsi Sumatera
Utara. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 1 bulan.
4.2.
Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif yang meneliti postur kerja untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
antara ketiga variabel yang dapat menunjukkan tingkat signifikan terbukti
tidaknya hipotesis pada pekerjaan pengangkatan dan penurunan kotak secara
manual.
4.3.
Variabel Penelitian
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam penelitian yang
kemampuan fisik operator. Semakin tinggi frekuensi kerja yang dilakukan maka
semakin berat pekerjaan. Variabel ini dipengaruhi oleh beban angkat dan waktu
pengangkatan. Adapun frekuensi kerja yang dilakukan adalah :
1. Frekuensi 12 kali
2. Frekuensi 24 kali
3. Frekuensi 72 kali
b. Elemen Gerakan kerja
Variabel ini dipengaruhi oleh beban angkat, dan metode kerja yang dilakukan.
Pada postur kerja operator yang diamati, ada tiga elemen gerakan kerja pada saat
melakukan pengangkatan dan penurunan kotak yaitu:
1. Mengangkat kotak dengan batang tubuh membungkuk dan posisi kaki normal
( Elemen Gerakan I ).
2. Memegang kotak di depan dada dengan batang tubuh dalam keadaan normal,
dan posisi kaki normal ( Elemen Gerakan II ).
3. Menurunkan kotak ke atas papan pallet dengan batang tubuh membungkuk
dan posisi kaki normal dengan sudut lutut ( Elemen Gerakan III ).
c. Beban angkat
Beban angkat juga sangat mempengaruhi kemampuan fisik operator. Semakin
besar beban angkat maka semakin besar tenaga yang diperlukan. Adapun beban
angkat yang dilakukan pada aktivitas pengangkatan dan penurunan kotak adalah :
a. 12,2 Kg, yang berisi gelas plastik/cup kemasan 240 ml
b. 15,3 Kg, yang berisi botol kemasan 600 ml
c. 19 Kg, yang berisi botol kemasan 1500 ml
4.5.
masalah, yakni :
1. Data Primer
Dalam penelitian ini, dikumpulkan data primer dengan cara :
a) Observasi yang dilakukan dengan peninjauan secara langsung terhadap
aktivitas yang ada di bagian gudang dan wawancara dengan operator. Adapun
data yang dikumpulkan dengan cara ini adalah ukuran berat kotak, data umum
tentang kehidupan sosial operator, tuntutan tugas, dan lingkungan kerja.
b) Penilaian terhadap postur kerja pada saat pengangkatan dan penurunan kotak
secara manual. Penilaian postur kerja ini dilakukan dengan menggunakan
metode REBA (Rapid Entire Body Assesment).
2. Data Sekunder
Dalam penelitian ini, dikumpulkan data sekunder dengan cara:
a) Melakukan studi literatur/ studi pustaka mengenai pengukuran beban kerja
fisik dengan metode-metode yang digunakan, metode-metode statistik yang
relevan, dan literatur lain yang berhubungan dengan metode ANAVA
(Analisis varian).
b) Data berupa dokumen (catatan) yang telah dimiliki perusahaan, baik data
umum perusahaan seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, proses
produksi, maupun data lain yang diperlukan.
4.6.
Rancangan Penelitian
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian dimulai
dari tahap awal yakni perumusan masalah dan penetapan tujuan sampai pada
tahap akhir yakni kesimpulan dan saran. Metodologi penelitian dirancang
berdasarkan penggunaan analisa varians untuk menganalisa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap beban kerja operator selama bekerja di bagian pengepakan.
Analisa varians diterapkan sesuai dengan model Design Experiment. Penilaian
untuk postur kerja dilakukan dengan menggunakan worksheet REBA (Rapid
Entire Body Assesment) dan hanya terhadap dua orang operator yang mewakili
operator lainnya pada pekerjaan pengangkatan dan penurunan kotak secara
manual. Tahapan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Blok
Diagram Prosedur Penelitian Gambar 4.1.
PERUMUSAN MASALAH
&
PENETAPAN TUJUAN PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA
- Metode Pemecahan Masalah
- Teori Pendukung
TINJAUAN LAPANGAN
- Produk
- Kebijaksanaan perusahaan
- Informasi Pendukung
PENGUMPULAN DATA
Data Primer :
- Informasi mengenai berat kotak
- Wawancara data usia Operator, postur tubuh dan
pengalaman kerja
- Analisa postur kerja berdasarkan gerakan kerja pada
saat melakukan aktivitas pengangkatan dan
penurunan kotak
Data Sekunder :
- Mengumpulkan data gambaran umum
perusahaan,
dan
dokumen
dari
perusahaan
- Studi literature, teori-teori yang
diperlukan mendukung penelitian
PENGOLAHAN DATA
- Menghitung skor bagian tubuh setiap gerakan kerja dengan menggunakan metode
REBA (Rapid Entire Body Assesment)
- Perhitungan ANAVA (Analisis Varian) dengan eksperimen 3 x 3 x 3
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Usia
Tinggi
Berat
Lama
Jenis
(tahun)
badan
badan
Bekerja
Kelamin
(cm)
(Kg)
(tahun)
27
169
65
Pria
25
167
62
Pria
5.2.
5.2.1.1. Penilaian REBA untuk berat beban 12,2 Kg dan frekuensi 12 kali
A. Elemen Gerakan I
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian untuk tabel A adalah 3 + 3 = 6, hasil
penilaian untuk tabel B adalah 2 + 3 = 5, hasil penilaian untuk tabel C
adalah 8. Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 8 +1 = 9, dimana
artinya segera ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko adalah
tinggi.
B. Elemen Gerakan II
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
1. Batang tubuh (trunk)
Batang tubuh pada proses kerja ini membentuk sudut 0-20 sehingga
skornya adalah 2.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 0, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 20, sehingga
skornya 1 dan +1 karena lengan bengkok maka total skornya adalah 2
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 30 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian untuk tabel A adalah 2 + 3 = 5, hasil
penilaian untuk tabel B adalah 3 + 3 = 6, hasil penilaian untuk tabel C
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 20 kedepan,
sehingga skornya adalah 1.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan < 60 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian untuk tabel A adalah 6 + 3 = 9, hasil
penilaian untuk tabel B adalah 2 + 3 = 5, hasil penilaian untuk tabel C
adalah 10. Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 10 + 1 = 11, dimana
artinya sekarang juga harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level
resiko adalah sangat tinggi.
5.2.1.2. Penilaian REBA untuk berat beban 15,3 Kg dan frekuensi 12 kali
A. Elemen Gerakan I
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
1. Batang tubuh (trunk)
Batang tubuh pada proses kerja ini membungkuk sebesar 20 (ke depan)
maka skor adalah 2.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 10, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 30, sehingga
skornya adalah 2 dan +1 karena lengan bengkok sehingga total skornya 3.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 50 sehingga
skornya 2.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3.
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 20, sehingga
skornya 1 dan +1 karena lengan bengkok, maka total skornya 2.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 80 sehingga
skornya 1.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 20, sehingga
skornya adalah 2.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan < 60 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian hasil penilaian untuk tabel C adalah 9.
Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 9 + 1 = 10, dimana artinya
segera harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko adalah
tinggi
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 20, sehingga
skornya adalah 1.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 65 sehingga
skornya 1.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 20, sehingga
skornya adalah 1 dan +1 karena lengan bengkok, maka total skornya 2.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 25 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian hasil penilaian untuk tabel C adalah 9.
Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 9 + 1 = 10, dimana artinya
segera harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko adalah
tinggi.
5.2.1.4. Penilaian REBA untuk berat beban 12,2 Kg, 15,3 Kg, dan 19 Kg pada
frekuensi 24 kali dan 36 kali terhadap kedua operator
Penilaian skor REBA untuk masing-masing beban pada grup A dan grup
B dan tabel skor aktivitas C dilakukan seperti pada uraian di atas sesuai dengan
tiga elemen gerakan yang dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2. Skor REBA untuk setiap beban kerja, elemen gerakan dan
frekuensi terhadap kedua operator
Frekuensi 24 kali
Beban
12,2
Kg
15,3
Kg
Frekuensi 36 kali
Operator
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
11
11
10
10
11
11
11
11
11
10
11
10
19 Kg
5.2.2.1. Penilaian REBA untuk berat beban 12,2 Kg dan frekuensi 12 kali
A. Elemen Gerakan I
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
1. Batang tubuh (trunk)
Batang tubuh pada proses kerja ini membungkuk sebesar 20 (ke depan)
maka skor adalah 2.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 10, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 40, sehingga
skornya adalah 2
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 60-100
sehingga skornya 1.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 60, sehingga
skornya 3.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 95 sehingga
skornya 1.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Grup B:
6. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 30, sehingga
skornya adalah 2.
7. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan > 60 sehingga
skornya 2.
8. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
9. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
artinya sekarang juga harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level
resiko adalah sangat tinggi.
5.2.2.2. Penilaian REBA untuk berat beban 15,3 Kg dan frekuensi 12 kali
A. Elemen Gerakan I
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
1. Batang tubuh (trunk)
Batang tubuh pada proses kerja ini membungkuk sebesar 20 (ke depan)
maka skor adalah 2.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 10, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Grup A:
1. Batang tubuh (trunk)
Batang tubuh pada proses kerja ini adalah normal/seimbang sehingga
skornya adalah 1.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 0, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 40, sehingga
skornya 2 dan ditambah +1 karena lengan bengkok, total skor adalah 3.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 95 sehingga
skornya 1.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian untuk tabel A adalah 1 + 3 = 4, hasil
penilaian untuk tabel B adalah 4 + 3 = 7, hasil penilaian untuk tabel C
adalah 8. Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 8 + 1 = 9, dimana
artinya segera tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko adalah
tinggi.
C. Elemen Gerakan III
Penilaian REBA adalah sebagai berikut:
Grup A:
Pada proses ini leher operator dengan sudut 10, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1, tetapi sudut pada
lutut berada antara 30-600, sehingga perlu dtambahkan +1. Total skornya
adalah 2.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 30, sehingga
skornya adalah 2.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 120 sehingga
skornya 2.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian hasil penilaian untuk tabel C adalah 10.
Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 10 + 1 = 11, dimana artinya
sekarang juga harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko
adalah sangat tinggi.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 30, sehingga skor adalah 2.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 40, sehingga
skornya adalah 2 dan +1 karena lengan bengkok, maka total skornya 3.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 50 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2.
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 50, sehingga
skornya adalah 3.
batang tubuh bungkuk sehingga perlu ditambah skor +1. Total skornya
adalah 5.
2. Leher (neck)
Pada proses ini leher operator dengan sudut 10, sehingga skor adalah 1.
3. Kaki (legs)
Posisi kaki normal/seimbang sehingga skornya adalah 1, tetapi sudut pada
lutut berada antara 30-600, sehingga perlu dtambahkan +1. Total skornya
adalah 2.
4. Beban (load)
Beban yang dibawa memiliki berat > 10 Kg sehingga skornya adalah 2 dan
karena perlu kekuatan cepat untuk membawa beban maka ditambah +1,
sehingga total skornya adalah 2+1 = 3
Grup B:
1. Lengan atas (upper arm)
Pergerakan lengan atas saat menurunkan kotak adalah 15, sehingga
skornya adalah 1 dan +1 karena lengan bengkok, maka total skornya 2.
2. Lengan bawah (lower arm)
Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 25 sehingga
skornya 2.
3. Pergelangan tangan (wrist)
Pergelangan tangan >15 ke atas sehingga skornya 2
4. Coupling
Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak sehingga tidak ada
pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga skor untuk
coupling adalah 3.
5. Aktivitas Skor
Pada tahap bekerja terjadi tindakan yang menyebabkan jangkauan yang
besar dan cepat pada postur (tidak stabil) sehingga penilaian terhadap
postur tersebut adalah ketidakstabilan dengan skor +1.
Dengan demikian, hasil penilaian hasil penilaian untuk tabel C adalah 10.
Dengan demikian, skor akhir REBA adalah 10 + 1 = 11, dimana artinya
sekarang juga harus ada tindak lanjut untuk perbaikan karena level resiko
adalah sangat tinggi.
Penilaian untuk masing-masing beban pada grup A dan grup B dan tabel C
dilakukan seperti pada uraian di atas sesuai dengan tiga elemen gerakan dan total
skor akhir REBA untuk operator 2 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Frekuensi 12 kali
Berat
Beban
12,2
Kg
15,3
Kg
Frekuensi 24 kali
Frekuensi 72 kali
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III*
11
11
10
11
10
10
10
11
10
11
11
10
11
10
10
11
10
10
10
11
11
10
19 Kg
Frekuensi 12 kali
Beban
12,2
Kg
15,3
Kg
19 Kg
Frekuensi 24 kali
Frekuensi 36 kali
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
Elemen
Gerakan
I
Elemen
Gerakan
II
Elemen
Gerakan
III
11
11
11
11
10
10
16
16
22
14
12
21
14
14
21
10
11
11
11
11
11
18
15
21
15
12
22
15
15
22
11
10
10
11
10
10
10
11
11
10
21
20
21
18
17
22
16
18
20
Dari tabel dapat dihitung analisa varian yang hasilnya dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Ry = ( 9 + 7 + 9 + ............+ 11 + 10 + 10 )2 / 3 x 3 x 3 x 2
= (478)2 / 54
= 4.231, 185
Beban
Frekuensi I
Frekuensi II
Frekuensi III
Elemen Elemen Elemen Elemen Elemen Elemen Elemen Elemen Elemen
I
II
III
I
II
III
I
II
III
Beban
I
Beban
II
Beban
III
Total
16
16
22
14
12
21
14
14
21
18
15
21
15
12
22
15
15
22
21
20
21
18
17
22
16
18
20
55
51
64
47
41
65
45
47
63
2
2
2
2
2
2
Jabc = (16) + (16) + (22) + ....... + (16) + (18) + (20) 4231,185
8746
4231,185
2
= 4373 4231,185
= 141,815
Elemen
I
Elemen
II
Elemen
III
Total
Frekuensi I
Frekuensi II
Frekuensi III
55
47
45
51
41
47
64
65
63
170
153
155
2
2
2
2
2
2
Jab = (55) + (51) + (64) + ....... + (45) + (47) + (63) 4231,185
3 2
26040
4231,185
3 2
= 4340 4231,185
= 108,815
Frekuensi II
Frekuensi III
54
47
49
54
49
52
62
57
54
170
153
155
Beban
I
Beban
II
Beban
III
Total
2
2
2
2
2
2
Jac = (54) + (54) + (62) + ....... + (49) + (52) + (54) 4231,185
3 2
25556
4231,185
3 2
= 4259,333 4231,185
= 28,148
Beban
I
Beban
II
Beban
III
Total
Elemen I
Elemen II
Elemen III
44
42
64
48
42
65
55
55
63
147
139
192
2
2
2
2
2
2
Jbc = (44) + (48) + (55) + ....... + (64) + (65) + (63) 4231,185
3 2
26108
4231,185
3 2
= 120,148
Ay =
= 4270,778 4231,185
= 9,593
By =
= 4321,889 4231,185
= 90,704
Cy =
= 4247,444 4231,185
= 16,259
ABy
Derajat Kebebasan :
A
= (3-1) = 2
= (3-1) = 2
= (3-1) = 2
AB
= (3-1) (3-1) = 4
AC
= (3-1) (3-1) = 4
BC
= (3-1) (3-1) = 4
Sumber variasi
Rata-rata perlakuan:
A
B
C
AB
AC
BC
ABC
Kekeliruan
Total
DK
1
2
2
2
4
4
4
8
54
81
JK
4231,185
9,593
90,704
16,259
8,518
2,296
13,185
1,26
17
4390
KT
4231,185
4,797
45,352
8,130
2,130
0,574
3,296
0,157
0,315
-
Fhitung
15,23
143,97
25,81
6,76
1,82
10,46
0,50
Ftabel
3,17
3,17
3,17
2,55
2,55
2,55
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1.
Hi
Hi
Hi
Hi
Hi
Hi
Hi
pembebanan anggota tubuh bagian atas yang menyebabkan timbulnya rasa pegal
dan sakit pada pinggang. Seluruh operator pada pekerjaan pengangkatan dan
penurunan kotak secara manual mengeluhkan sakit pada bagian ini, akibat terlalu
sering membungkuk dalam menyusun kotak ke atas papan pallet dan frekuensi
kerja yang berulang-ulang (repetitive action). Setiap operator rata-rata
membutuhkan waktu 15-20 menit untuk menyelesaikan susunan kotak hingga 72
kotak/pallet. Elemen gerakan kerja III (membungkuk) secara kontinu dilakukan
operator mulai susunan 12 kotak tingkat pertama hingga pada 36 kotak tingkat
ketiga. Sedangkan untuk susunan 48 kotak hingga 72 kotak yang terakhir pada
tingkat yang keenam posisi tubuh kembali dalam keadaan normal (tegak lurus).
Beberapa alternatif secara teknis untuk mengurangi kelelahan operator dari
variabel elemen kerja yang sangat berpengaruh signifikan adalah sebagai berikut:
team) atau kerjasama yang seimbang antara kedua operator dengan bergantian
meyusun kotak sehingga pekerjaan dapat selesai lebih cepat. Selain itu adanya
desain kotak dengan disertai handel yang ergonomis, dapat dilepas dan dipasang
kembali sehingga mudah pada waktu mengangkat dapat dijadikan alternatif.
Variabel ketiga yang berpengaruh signifikan adalah frekuensi kerja,
dengan F uji = 9,30. Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktivitas angkat harus
menggunakan metode angkat yang benar, tidak boleh mengangkut beban secara
tiba-tiba dan adanya periode yang standard sesuai dengan karateristik tubuh
operator (usia dan berat badan). Frekuensi angkat adalah 72 kali/pallet, dengan 8
jam kerja sehari dan kapasitas produksi kotak adalah rata-rata 18.000/ hari untuk
setiap kemasan, maka dibutuhkan asupan energi yang cukup besar bagi operator.
Pemasukan energi yang seimbang dengan energi yang dikeluarkan dapat
membantu operator mengurangi kelelahan kerja. Lantai kerja diupayakan tidak
licin dan bebaskan area kerja dari gerakan dan peletakan material yang
mengganggu jalur (acces) dari operator.
6.2.
Assessment) terhadap ketiga variabel elemen gerakan, berat beban, dan frekuensi
kerja. Dalam hal ini aktivitas kerja hanyalah pada masalah pegal-pegal yang
terjadi akibat postur kerja yang kurang efektif terutama gerakan membungkuk,
yang seringkali memaksa tubuh serta otot bergerak atau menahan dalam kondisi
yang tidak nyaman dan menyebabkan kelelahan yang lebih cepat. Pada postur
kerja kedua operator kelelahan dan gangguan fisik akibat kerja disebabkan oleh
postur dinamis, yakni:
1. Pada saat tubuh harus menahan berat beban mengangkat kotak dari atas
conveyor, pada saat itu walaupun kondisi kaki normal dan kadang kala
membentuk sudut lutut namun tulang belakang harus menahan berat
beban.
2. Lengan atas dan lengan bawah benar-benar bekerja dan tertekuk menahan
beban dan aktivitas yang berulang-ulang (repetitive) sering terjadi,
penimbunan asam laktat akan semakin banyak sehingga timbul rasa pegal
dan lelah yang lebih cepat.
3. Operator sering membungkuk dengan sudut yang 45-900 hal ini
menimbulkan sakit yang terasa disekitar punggung dan pinggang. Kaki
digunakan untuk menahan beban sehingga keram dan pegal terjadi pada
otot kaki yakni betis.
beban,
singkirkan
semua
penghalang.
Ketinggian
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penyebab kelelahan
operator dengan skala prioritas berdasarkan tingkat pengaruhnya dengan
uji analisis varians yang pertama adalah variabel elemen gerakan kerja,
yang kedua adalah variabel berat beban, dan yang ketiga adalah variabel
frekuensi kerja dalam melakukan pekerjaan pengangkatan dan penurunan
kotak secara manual di bagian pengepakkan. Untuk setiap variabel yang
berpengaruh secara signifikan tersebut
dapat
diberikan beberapa
7.2. Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hasil keseluruhan
penelitian adalah: