Setiadi Winata
406148069
17 Juni 2016
Bhayangkara
6 Juni 2016 15 Juli 2016
Nama Pasien
Nona Z
Umur
10 tahun
Alamat
Semarang
Jenis Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Pelajar
Agama
Islam
Pendidikan
SD
Status Pernikahan
Belum Menikah
No. RM
16-06-133005
Diagnosis
Tanda tangan
Penglihatan kabur
Nyeri kepala dan mata terasa pegal
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan
keluhan penglihatan kabur saat melihat jauh dan merasa kacamata
yang dikenakannya sekarang sudah tidak nyaman lagi sejak satu bulan
yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan nyeri kepala bagian dahi
terutama saat bermain gadget terlalu lama. Sakit kepala dirasakan
membaik jika pasien istirahat. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua
mata terasa pegal jika digunakan untuk membaca dalam waktu yang
cukup lama. Pasien juga mengaku perlu menyipitkan mata saat
membaca. Riwayat pemakaian kaca mata sudah sejak enam bulan
Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwayat Penyakit
Keluarga
Kebiasaan /
Lingkungan
Anamnesis Sistem
1. Cerebrospinal
2. Cor
3. Respirasi / Pulmo
4. Abdomen
5. Urogenital
6. Extremitas /
Musculoskeletal
Kesimpulan Anamnesis
Pasien mengeluhkan penglihatan kabur pada kedua mata
Pasien juga nyeri kepala terutama saat bermain gadget terlalu lama dan mata terasa pegal
setelah membaca buku
Ibu pasien menggunakan kacamata (pasien tidak mengetahui ukuran kacamata)
Pasien suka bermain gadget dalam waktu yang lama
Riwayat pemakaian kacamata sejak 6 bulan yang lalu
OD
OS
0,6
0,7
Refraksi
C-0.75 X 350
C-0.75 X 1750
Koreksi
1,0
1,0
Visus Jauh
Penilaian
Dikerjakan
Tidak
Visus Dekat
Proyeksi sinar
Persepsi Warna
(Merah, Hijau)
OD
OS
Ortoforia
Ortoforia
Penilaian
Dikerjakan
Tidak
3. Lapang pandang
4. Kelopak mata
(Superior et Inferior)
Benjolan
Edema
Hiperemis
Ptosis
Lagophthalmos
Ectropion
Entropion
5. Bulu mata
Trikiasis
Madarosis
Krusta
6. Aparatus Lakrimalis
Sakus lakrimal
Tidak ada
Tidak ada
penyempitan
S
I
penyempitan
S
I
Hiperemis
Edem
Fistel
Punctum lakrimal
Eversi
Discharge
7. Konjungtiva
K. Bulbi
Warna
Vaskularisasi
Nodul
Edema
K. Tarsal superior
Hiperemis
Folikel
Papillae
Korpus alineum
K. Tarsal inferior
Hiperemis
Folikel
Papillae
Korpus alineum
8. Sklera
Warna
Inflamasi
9. Kornea
Kejernihan
Ukuran
Permukaan
Limbus
Infiltrat
Defek
Edema
Transparan
-
Transparan
-
Putih
-
Putih
-
Jernih
10-12 mm
Rata
Jernih
-
Jernih
10-12 mm
Rata
Jernih
-
Cukup
Cukup
Hifema
Hipopion
11. Iris
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
Warna
Coklat
Coklat
Sinekia
Iridodonesis
Neovaskularisasi
12. Pupil
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
Bulat
Bulat
Tepi
Rata
Rata
Simetris
Simetris
Simetris
Refleks direk
Refleks indirek
Jernih
Jernih
13. Lensa
Kejernihan
Luksasio
Afakia
IOL
+ (terang)
Jernih
+ (terang)
Jernih
Normal
Normal
18. Retina
Perdarahan
Warna
Eksudat
Sikatriks
Ablation
19. Fovea dan makula
Bulat
Bulat
Tegas
Tegas
Kuning kemerahan
Kuning kemerahan
< 0,3
< 0,3
2/3
2/3
Refleks positif
Refleks positif
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
OD
OS
VOD = 0,6
Koreksi : C-0.75 X 350 1,0
VOS = 0,7
Koreksi : C-0.75 X 1750 1,0
Resume Total:
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 10 tahun yang datang ke Poliklinik Mata
RS Bhayangkara dengan keluhan penglihatan kabur dan merasa kacamata yang dikenakannya
sekarang sudah tidak nyaman lagi sejak satu bulan yang lalu. Keluhan tersebut disertai
dengan nyeri kepala bagian dahi terutama saat bermain gadget terlalu lama. Sakit kepala
dirasakan membaik jika pasien istirahat. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua mata terasa
pegal jika digunakan untuk membaca dalam waktu yang cukup lama. Pasien juga mengaku
perlu menyipitkan mata saat membaca. Riwayat pemakaian kaca mata sudah sejak enam
bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan didapatkan :
VOD = 0,6
Koreksi : C-0.75 X 350 1,0
VOS = 0,7
Koreksi : C-0.75 X 1750 1,0
Diagnosis kerja:
Diagnosis banding:
o ODS Miopia
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
o ODS Presbiopia
Terapi:
Farmako :
o Non farmako :
o Edukasi tentang perjalanan penyakit dan terapi
o Kaca mata harus selelu digunakaan saat beraktivitas fisik kecuali saat tidur,
berenang.
o Pastikan selalu membaca dalam cahaya yang cukup
o Kurangi penggunaan gadget yang berlebihan
o Kontrol untuk pemeriksaan visus setiap 6 bulan atau jika ada keluhan
o
Resep Kacamata : OD : C-0.75 X 350
OS : C-0.75 X 1750
Prognosis:
Ad visam
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungtionam
Ad kosmetikam
: Dubia ad bonam
: Bonam
: Dubia ad bonam
: Bonam
: Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
ASTIGMATISMA
1.1 Definisi
Astigmatisma (dari bahasa Yunani "a" berarti tidak ada dan "stigma" yang berarti
titik) adalah kesalahan bias (ametropia) yang terjadi ketika sinar paralel cahaya memasuki
(mata tanpa akomodasi) tidak terfokus pada retina. (1) Astigmatisma terjadi ketika sinar cahaya
insiden tidak berkumpul di satu titik fokus. Kornea mata normal memiliki lengkungan
seragam, dengan menghasilkan daya pembiasan sama atas seluruh permukaan. Pada beberapa
individu, kornea tidak seragam dan kelengkungan lebih besar dalam satu meridian. Sinar
cahaya dibiaskan oleh kornea ini tidak dibawa ke fokus titik tunggal, dan gambar retina dari
benda baik jauh maupun dekat yang kabur dan muncul dalam bentuk memanjang. Kesalahan
bias inilah yang disebut astigmatisma.(1)
10
bentuknya tidak bulat sempurna. Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya
terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap
tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada
daerah apeks dan optik kanal.1
1.2.1 Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca). Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.1,2
11
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar
dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi
kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya
sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus
diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan
mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak
kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai
mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih
dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang
lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena
berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan
dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat
untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3
1.3 Etiologi
Selain idiopatik sebagai penyebab umum dari astigmatisma, secara klinis, mata
astigmat terdeteksi sebanyak 95%.(8) Sekitar 44% dari populasi umum memiliki lebih dari
0,50 D, 10% memiliki lebih dari 1,00 D, dan 8% memiliki 1,50 D atau lebih. (8) Penyebab lain
dari astigmatisma adalah iatrogenik yang dapat terjadi akibat pasca berbagai jenis operasi
mata, termasuk ekstraksi katarak, penetrating keratoplasty, operasi lainnya di daerah kornea
dan segmen anterior, serta trabekulektomi.(5) Astigmatisma minimal 1.00 D sering merupakan
hasil setelah ekstra kapsular ekstraksi katarak (ECCE) dan minimal 3.00 D terjadi sebanyak
20% kasus dengan 10 mm sayatan dari ECCE.(5) Bahkan prosedur fakoemulsifikasi dengan
menggunakan teknik kornea jelas, dilaporkan menyebabkan astigmatisma pasca operasi,
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
12
sehingga membimbing ahli bedah katarak dengan pendekatan berupa penempatan kornea
yang tepat.(5)
Astigmatisma yang tinggi biasanya hasil setelah memasukkan keratoplasty.(5)
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea.(4) Lensa kristalina juga dapat
berperan, dalam terminology lensa kontak, astigmatisma lentikular disebut astigmatisma
residual karena dapat dikoreksi dengan lensa kontak sferis yang keras, yang dapat
mengoreksi astigmatisma kornea Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada
lensa. Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.(4)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh asimetri berbagai struktur di mata, seperti kornea
anterior (paling umum), kornea posterior, lensa atau retina. Struktur asimetris kemudian
mengubah optik mata sehingga menciptakan distorsi visual. Sebagian besar asimetri ini
dibuat oleh variasi normal pada jaringan okular, dan, secara umum, variasi ini diterjemahkan
menjadi astigmatisma reguler. Astigmatisma juga bisa disebabkan oleh patologi dari struktur
atau oleh perubahan sebagai akibat dari trauma. Sebuah contoh yang relatif umum dari
patologi kornea yang menginduksi banyaknya astigmatisma regular dan ireguler adalah
keratoconus. Ketidakteraturan lenticular yang dihasilkan dari perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan katarak juga dapat menciptakan astigmatisma.(8)
1.4 Patofisiologi
Media bias mata astigmatik tidak bulat, tetapi membiaskan berbeda sepanjang satu
meridian dibandingkan sepanjang meridian tegak lurus. Ini menghasilkan dua titik fokus.
Oleh karena itu, objek punctiform direpresentasikan sebagai segmen garis tajam yang
didefinisikan pada titik fokus dari meridian pertama, tetapi juga muncul sebagai segmen garis
tajam yang didefinisikan diputar 90 derajat pada titik fokus dari meridian kedua. (7) Tengahtengah antara kedua titik fokus adalah apa yang dikenal sebagai "lingkaran paling bingung."
Ini mengacu pada lokasi di mana foto tersebut sama terdistorsi ke segala arah, yaitu lokasi
dengan sedikit kehilangan definisi gambar. Sistem agregat tidak memiliki titik fokus.
Gabungan komponen astigmatik dari semua media bias merupakan total astigmatisma dimana
media-media ini meliputi(7):
a. Permukaan anterior kornea.
b. Permukaan posterior kornea.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
13
1.5 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i.
ii.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
14
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan
titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
15
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah
Sph -X Cyl -Y.
16
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga
nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
17
Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini
18
19
6) Keratometer
Karena
sebagian
besar
astigmat
disebabkan
oleh
kornea,
maka
dengan
Skiaskopi (2)
2)
3)
Autorefraktometri (2)
Penatalaksanaan
Pada astigmatisma yang sudah terdapat anak-anak, koreksi dini sangatlah penting
untuk mencegah terjadinya ambliopia karena gambar yang tajam tidak diproyeksikan tepat
pada retina. Pada astigmatisma regular, tujuan koreksi adalah untuk membawa garis focus
dari dua meridian utama bersama di satu titik. (7) Untuk memperoleh tajam penglihatan
terbaik, dipergunakan lensa silinder.(2) Sinar dalam bidang melalui sumbu lensa silinder tidak
terbias. Sinar dalam bidang tegak lurus terhadap sumbu, dibias seperti lensa sferis positif.
Jadi pada lensa silinder baik positif maupun negatif, terdapat dua daya pembiasan utama,
yaitu daya pembiasan pada bidang yang melalui sumbu (tidak dibias) dan pada bidang tegak
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
20
lurus terhadap sumbu (dibias secara positif atau negatif). Agar kelainan refraksi demikian
dapat diperoleh tajam penglihatan terbaik, diusahakan supaya semua titik-titik pembiasan
jatuh pada macula lutea.(2,9)
Pada astigmatisma regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu
dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.
Pada astigmatisma ireguler, bila derajat ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras,
tetapi bila berat, maka dilakukan transplantasi kornea.(3,9)
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dariRadial keratotomy (RK)dimana
pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam
pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona
optik, angka dan kedalaman dari insisi. Photorefractive keratectomy (PRK) adalah prosedur
dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh
adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa
bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan
penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi. 8,9
KESIMPULAN
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam- macam
derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata
akan difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat berbagai macam astigmatisma,
antara lain simple astigmatisma, mixed astigmatisma dan compound astigmatisma.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 6 juni 2016 15 Juli 2016
21
Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun
gejala klinis dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi. Pasien juga
sering mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek berbayang-bayang. Sebahagian
juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada mata.
Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa terdapat
juga pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan Photorefractive keratectomy
(PRK).
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Miller KM, Albert DL, Asbell PA, Atebara NH Clinical Optics. Amaerican Academy
of Opthalmology; 2006; p. 116-119.
2. PERDAMI. Astigmat. Dalam: Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, eds.
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2.
Jakarta:Sagung Seto;2002. hal 49-55.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata. Astigmatism. Dalam:
Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata.. Surabaya: Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo; 2006. hal.179-180.
4. Vaughan AT. Kelainan refraksi. Dalam: Ssuanto D, editor. Oftalmologi umum. Edisi
-17. Jakarta: EGC;2009.hal. 394-395.
5. Roque MR, Limbonsiong R, Roque BL. PRK Astigmatism Treatment & Management.
Edisi
Februari
2012
(diunduh
27
Januari
2014).
Diakses
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1220845.
6. Kaimbo DKW. Astigmatism Definition, Etiology, Classification, Diagnosis and
Non-Surgical Treatment. 2012 (diunduh 27 Januari 2014). Diakses dari
http://www.intechopen.com/books/astigmatism-optics-physiology-andmanagement/astigmatism-definition-etiology-classification-diagnosis-and-nonsurgical-treatment
7. Christoph W S, Lang GK. Optics and Refractive Errors. Dalam: Lang GK, editor.
Ophtalmology a Short Textbook. Newy York: Thieme; 2000; p. 440-444.
8. Hardten DR. LASIK Astigmatism Treatment & Management (diunduh 27 Januari
2014). Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1220489.
9. James B, Chew C, Bron A. Optika klinis. Dalam: Safitri A, editor. Lecture note
oftalmologi. Edisi-9. Jakarta: Erlangga; 2006. hal 35.
10. Cox MJ. Astigmatism. Dalam: Dart DA, Bex P, Dana R, Eds. Ocular Periphery and
Disorders. Oxford:Elsevier; 2011.p. 506-516.
11. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes, Fourth Edition. London: BMJ
Publishing Group; 2004. p. 15-20.