TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Kadidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan
oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronkus dan paru, kadang-kadang dapat
menyebabkan septicemia, endokarditis, maupun meningitis.
Spesies Candida merupakan microflora normal pada kulit manusia,
namun dapat berubah menjadi pathogen bila faktor penjamu terutama status
imun berubah, atau terganggu. Lesi dapat terjadi pada beberapa tempat pada
tubuh, terutama pada tempat yang lembab dan hangat biasanya sering
terinfeksi. C. albicans merupakan penyebab tersering.
B. Definisi
Kandidiasis kutis adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan oleh
organisme genus Candida. Spesies yang paling sering menyebabkan penyakit
ini adalah Candida albicans, Candida glabrata, Candida krusei, Candida
parapsiloris, dan Candida tropicalis.
C. Sinonim
Kandidosis, Moniliasis.
D. Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat
sebagai saprofit. Faktor resiko yang pemicu hal ini adalah kondisi
imunocompromise, diabetes militus, obesitas, hyperhidrosis, demam,
polyendocrinophaties, terapi steroid topikal maupun sistemik, dan penyakit
kronik. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui datadata penyebarannya dengan tepat.
E. Etiologi
Sebagian besar dari spesies C. albicans tidak bersifat menguntungkan
maupun merugikan. Kolonisasi C. albicans dapat diisolasi dari kulit, mulut,
selaput mukosa vagina dan feses orang normal.
F. Klasifikasi
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk.(1971), membaginya
sebagai berikut: (1)
1. Kandidiasis selaput lendir:
- Kandidosis oral (thrush)
- Perleche
- Vulvovaginitis
- Balanitis atau balanopostitis
- Kandidosis mukokutan kronik
- Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidiasis kutis:
- Lokalisata: daerah intertriginosa dan daerah perianal
- Generalisata
- Paronikia dan onikomikosis
- Kandidosis kutis granulomatosa
3. Kandidiasis sistemik:
- Endokarditis
- Meningitis
- Pielonefritis
- Septikemia
4. Reaksi id
G. Patogenesa
Terdapat sekitar 200 genus Candida, yang paling patogen adalah Candida
albicans, diikuti berurutan oleh Candida stellatoidea, Candida tropicalis,
Candida parapsilosis, Candida krusei, dan Candida guillermondii.
Candida termasuk dalam famili Cryptococcaceae, klas Blastomyces,
Fungi Imperfecta. C.albicans merupakan ragi dimorfik yang merupakan
penyebab utama terjadinya kandidiasis mukokutan dan sistemik sekitar 38%
sampai 94,4% dibandingkan dengan spesies Candida lainnya.
Sel jamur Candida berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5,5 x
3-28,5 m, bergantung pada umur koloni. Jamur ini memperbanyak diri
dengan bertunas (budding) yang disebut blastospora. Selain membentuk hifa
sejati Candida juga membentuk hifa semu (pseudohifa) yang merupakan
rangkaian blastospora, yang juga dapat tumbuh bercabang-cabang. Spesies
Candida tumbuh dengan baik pada media kultur di lingkungan aerob dengan
pH 2,5-7,5 dan suhu 20-38C dalam waktu 1-3 hari. Pada medium padat
koloni Candida sedikit menimbul dari permukaan, berwarna putih
kekuningan, dengan permukaan halus, licin, atau berlipat-lipat dan berbau
asam. Ukuran koloni bergantung pada umur, pada tepi koloni dapat dilihat
hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadi atau tidaknya infeksi
Candida yaitu faktor pejamu (sawar mekanik, flora normal, fagositosis,
imunitas selular dan faktor predisposisi), faktor patogen (faktor aderen dan
enzim), dan faktor lingkungan.
Beberapa spesies Candida mampu untuk dimorfisme yaitu perubahan
bentuk blastospora menjadi hifa yang terjadi karena perubahan kondisi
lingkungan seperti pH, temperatur, atau nutrisi. Struktur antigen permukaan
menjadi berbeda dan ini berperan dalam patogenisitas dan virulensi Candida.
Somerville dkk melaporkan bahwa patogenesis infeksi C. albicans bukan
hanya ditentukan oleh bentuk blastospora atau bentuk pseudohifa saja, namun
yang utama adalah kemampuan Candida untuk melakukan perubahan bentuk
morfologi dari blastospora menjadi pseudohifa. Pada awalnya bentuk hifa
dianggap sebagai bentuk patogen dan bentuk blastospora adalah avirulen.
Tetapi ternyata bentuk hifa memiliki peranan penting dalam stadium awal
infeksi Candida. Blastospora lebih berperan dalam proses penyebaran infeksi,
sedangkan bentuk hifa berperan penting dalam proses invasi ke dalam epitel
dan jaringan endotel pejamu.
Langkah awal yang penting dalam proses infeksi Candida adalah
perlekatan Candida pada sel epitel pejamu. Galur yang mampu melekat
paling kuat pada sel pejamu memiliki patogenisitas yang tinggi. Di antara
spesies Candida yang dapat menimbulkan infeksi, C. albicans memiliki
kemampuan melekat paling kuat, disusul oleh C. tropicalis dan C.
parapsilosis. Beberapa gen berperan dalam proses perlekatan itu telah
berhasil diidentifikasi, antara lain golongan adhesion like sequence (ALS)
yang menyandi cell surface adhesion glycoprotein (x-agglutinin) dan Hipal
wall protein 1 ( HWP-1) yang menyandi protein Hwp I. Proses perlekatan
tersebut dipengaruhi adesin pada dinding sel C. albicans yang akan
mengenali protein-protein spesifik di permukaan sel pejamu dengan
menghasilkan komponen permukaan seperti manan, kitin, manoprotein, dan
lektin.
C.albicans mensekresi berbagai enzim hidrolitik seperti proteinase
aspartat, lipase, dan fosfolipase yang berhubungan dengan virulensinya.
Mekanisme imun ini melibatkan sitokin dari Th1, dimana yang rentan infeksi
candida adalah respon dari Th2. Selain itu sekresi sistem imun terutama IgA juga
memainkan peranan. Fungsi dari IgA ini telah dipublikasikan karena
kemampuannya dalam menghambat perlekatan dari C.albicans pada sell epitel
buccal (Longitudinal Study of Anti-Candida albicans Mucosal Immunity Againts
Aspartic Proteinases in HIV-Infected Patients).
Imunitas protektif terhadap candida melibatkan baik sel-sel alami atau
adaptif dan respon imun humoral. Data saat ini memperlihatkan proteksi terhadap
penyakit sistemik d mediasi secara primer oleh imunitas alami melalui mekanisme
mula-mula (neutrofil) dan imunitas humoral yang biasanya tidak sesuai pada
pasien yang menerima obat-obatan imunosupresif dana atau terapi sitotoksik.
Kesebalikan proteksi terhadap penyakit candidiasismucocutan dipercayakan
terhadap CMI dan sel T yang biasanya terganggu pada pasien dengan defisiensi
imunitas berat. Data saat ini menunjukan bahwa pasien CMC memiliki susunan
produksi sitokin yang berubah sebagai respon terhadap antigen candida yaitu
dengan turunnya/rendahnya produksi IL-2,peningkatan produksi IL-6 yang tinggi
dari IgG dan IgA spesifik candida jumlahnya tetap dengan jumlah produksi
sitokin dari Th1 yang rendah dan Th2 yang tinggi.
I. Gambaran Klinis
Gambaran klinis kandidiasis kutis berdasarkan tempat yang terkena, dibagi
sebagai berikut:
a. Kandidiasis kutis lokalisata :
i. Daerah intertriginosa
ii. Daerah perianal
b. Onikomikosis kandida / paronikia kandida
c. Kandidiasis kutis generalisata
d. Kandidiasis kutis granulomatosa
Kandidiasis kutis intertriginosa
Lesi ditemukan di daerah lipatan kulit, yaitu aksila, lipat leher, infra mama,
lipat inguinal, intergluteal, umbilikus, lipatan kulit di daerah abdomen, dan
interdigital. Kelainan yang tampak berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa
vesikel dan pustul kecil atau bula, yang bila pecah meninggalkan daerah
erosif, dengan tepi yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. Pada sela
jari kaki sering terjadi pada sela jari 3 dan 4. Kelainan kulit terlihat sebagai
area kulit eritematosa dengan erosi dan maserasi.
Skuama putih dan pustul satelit sering terlihat pada tepi lesi.Pustul sangat
superfisial sehingga mudah pecah. Pemakaian antibiotika dan kortikosteroid
topikal dapat mempermudah terjadinya infeksi Candida di daerah ini.
Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin. Biasanya di daerah intertriginosa ikut
terkena, misalnya lipat payudara, intergluteal, umbilikus, aksila dan lipat
inguinal, sering disertai glositis, stomatitis dan onikomikosis. Kelainan
berupa
lesi
eksematoid,
dengan
vesikel
dan
pustul
milier
Gambar 4. Onikomikosis
yang pecah
infeksi
fungi.
Pada
Blastomyces
dan
Pityrosporum
3. Kultur
Pada kultur C. albicans harus dibedakan dengan jenis kandida yanng
lain, yang biasanya jarang menjadi patogen. Seperti C. krusei, C.
stellatoidea, C. tropicalis, C. pseudotropicans, dan C. guilliermondii.
Kultur pada Sabouraud glucose agar yang dibubuhi antibiotik
(kloramfenikol) menunjukan hasil biakan yang seperti krim, keabuabuan, dan koloni basah dalam waktu 4 hari.
Tinea kruris
Penyakit pada jaringan
Penyakit
Dermatitis
Peradangan
kulit
Eritrasma
Penyakit bakteri kronik
Etiologi
Lesi
Pemeriksaa
n penunjang
Pemeriksaan KOH
10%, akan tampak
elemen jamur.(4)
Kultur
sediaan
pada Sabouround
Dextrose
Agar
(SDA)
atau
Dermatophyt Test
Medium (DTM). (4)
Lesi
kulit
dapat
berukuran sebesar miliar
sampai
plakat.
Lesi
eritroskuamosa,
berskuama halus kadangkadang dapat terlihat
merah kecoklat-coklatan.
Variasi
ini
rupanya
tergantung pada daerah
area lesi dan warna kulit
penderita
Tempat predileksi di
daerah ketiak dan lipat
paha, kadang berlokasi di
daerah intertriginosa lain
terutama pada penderita
gemuk.
(11)
Perluasan lesi terlihat
pada
pinggir
yang
eritematosa
dan
serpiginosa. Lesi tidak
menimbul dan tidak
terlihat
vesikulasi.
Skuama kering yang
halus menutupi lesi dan
pada perabaan terasa
lemak. (12)
Dermatitis atopik Pemeriksaan Wood
Lamp, tampak merah
Prick Test. (13)
Dermatitis kontak
membara (coral red).
(16)
Patch Test. (14)
Dermatitis seboroik Pemeriksaan
tanpa hifa
Pemeriksaan
Wood Lamp ,
negatif
(warna
violet). (15)
Gambar
L. Penatalaksanaan
Pengobatan kandidiasis kutis terdiri dari pencegahan, pengobatan lokal dan
pengobatan sistemik. Pencegahan dilakukan dengan menekan perkembangan
jamur, dimana infeksi jamur umumnya diperberat oleh cuaca panas, basah
dan lembab. Jika faktor-faktor ini dapat dicegah maka perkembangan jamur
dapat berkurang. Selain itu kepada pasien juga dianjurkan untuk memakai
pakaian nyaman dan tidak terlalu tebal atau ketat dan sering mengganti
pakaian jika sudah basah.
Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel
dan eksudat terlebih dahulu dengan kompres basah secara terbuka, topikal
anti jamur dapat yang diberikan yaitu nistatin, derivat imidazol,toksiklat,
haloprogin
dan tolnaftat.20,30-36
Sedangkan
terapi
sistemik
untuk
dan
flukonazol-CYP2C9)
sedangkan
terbinafin
Umum
- Mengurangi dan mengobati faktor-faktor predisposisi.
- Mengobati infeksi sekunder dengan kompre sol. Sodium chlorida
0,9% selama 3 hari dan antibiotika yang tidak berspektrum luas
(erytrhomycine, cotrimoxazole, lincomycine dan clindamycine)
selama 5-7 hari.
Topical
- Nystatin: oral suspensi, suppositoria
- Solutio gentian violet 1%
Mikonazole cream
Sistemik
Indikasi:
Tablet oral:
-
M. Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas Pasien
Nama
: Ny.L
Umur
: 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan
: Guru
Alamat
: Bukittingi
Status
: Sudah Menikah
Suku
: Minang
Berat Badan : 70 Kg
Tinggi Badan : 150 Cm
2.2 Anamnesa
Seorang pasien perempuan , berusia 48 tahun datang ke poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 5
Agustus 2016 pukul 11.00 WIB dengan :
Keluhan Utama
Timbul bercak dan bintik kemerahan, gatal dibawah lipatan
payudara sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
2.3
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis cooperatif
Status Gizi
: Baik
Distribusi
Bentuk/susunan
: simetrik
Batas
: tegas
Ukuran
: miliar-lentikular
Efloresensi
Status Venerologikus
Kelainan Selaput
Kelainan Kuku
Kelaina Rambut
Khusus :
Topika :
- Mikonazol bedak 2%
Sistemik :
- Flukonazol 150 mg perhari selama 7 hari
- CTM 2x4 Mg No. XV
2.8 Prognosa
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Bonam
Pro
: Ny. L
Umur
: 48 tahun
Alamat : Bukittinggi