Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu
di

dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0 %

kematian

diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung


adalah penyakit jantung koroner (PJK).
Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai
penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996
menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai
penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9 %,
tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1 %, tahun 1986 melonjak menjadi 16 %
dan

tahun 1995 meningkat menjadi 19 %. Sensus nasional tahun 2001

menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit


jantung koroner adalah sebesar 26,4 %,(7) dan sampai dengan saat ini PJK juga
merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian
laki-laki usia menengah.
Penyakit jantung koroner diketahui sebagai penyebab kematian nomor satu
di Indonesia. Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan factor
risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari
35mg%, perokok aktif dan hipertensi. Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 70%
kasus. Mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut memiliki
penyakit jantung koroner, yang secara independen memiliki prognosis buruk.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini
dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan
PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan

penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka
ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker
(6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di
Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting
timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan
banyak faktor lainyang saling terkait.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di
seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular.
Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk
mengalami major cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat
sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar
32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya.
Diperkirakan pada tahun 2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung
setiap 4 detik dan satu stroke setiap 5 detik. Dilaporkan juga, pada tahun 2001
tercatat penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang wanita dibanding pria,
yang sebelumnya penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria.
Selain PJK, Hipertensi juga merupakan salah satu faktor risiko utama
gangguan jantung. Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.
Diperkirakan telahmenyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampirsama besar di negara berkembang maupun di negara maju.
Selain mengakibatkan gagaljantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal
ginjal maupun penyakit serebrovaskular.Penyakit ini bertanggung jawab terhadap
tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang. Pada
kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan
penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa
disadaripenderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,
otak ataupun ginjal.Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan
penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut
disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna.

Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey


(NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi
mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang
diinginkan dibawah 140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan
kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya
menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih
besar. Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan
yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah
secara optimal.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3
3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat
di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah
dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta
hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini
memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka
perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia
sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan
menghabiskan biaya yang tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai makin
tingginya angka keselamatan (survival) setelah serangan infark miokard akut
akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin
banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk

ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena
gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat.
Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%.
Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung
kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira- kira mencapai 20% dari seluruh
kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan
mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003
dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama
di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa
penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Jantung Koroner
Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung
pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi
kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam
keadaan normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau
spasme, peningkatan kebutuhan otot infark miokard dipenuhi oleh
peningkatan aliran darah, sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan
sampai dengan 5 kali dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara
meningkatkan frekuensi denyut jantungdan isi sekuncup seperti pada saat
melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran
koroner mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang
agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu
melakukan fungsi secara optimal.
Metabolisme miokard 100% memerlukan oksigem, dan hal tersebut
berlangsung pada saat istirahat, sehingga ekstraksi oksigen dari aliran darah
koroner akan habis dalam keadaan tersebut. Peningkatan kebutuhan oksigen
hanya

dimungkinkan

dengan

menambah

aliran

dan

bukan

dengan

meningkatkan ekstraksi aliran darah. Meskipun tampaknya sederhana, bahwa


kebutuhan konsumsi oksigen jaringan tergantung pada arteri koroner, tapi
mekanisme yang mendasari cukup kompleks.
Faktor faktor yang mempengaruhi aliran koroner
Faktor faktor yang mempengaruhi sifat dan besar arus koroner antara
lain keadaan anatomi dan faktor mekanis, serta otoregulasi, dan tahanan
perifer.

Anatomi dan mekanis


Arteri koroner bermuara di pangkal aorta pada sinus valsava, yang berada
di belakang katup aorta. Arus darah yang keluar dari billik kiri bersifat
turbulen yan gmenyebabkan terhambatnya eliran koroner.

Faktor mekanis akibat tekanan pada arteri koroner


Arteri koroner tidak seluruhnya berada di permukaan jantung, tetapi
sebagian besar berada di miokard, sehingga sewaktu jantung berkontraksi atau
sistol tekanan intra miokard meningkat, dan ini akan menghambat aliran
koroner. Karena itu dapat dipaha,i aliran koroner 80 terjadi pada saat diastol
dan haya 20% pada saat sistol.
Besar kecilnya liang arteri koroner juga menentukan alairan. Makin kecil
liang yang disebbkan oleh proses aterosklerosis, maka makin kecil juga aliran
darah koroner.
Sistem otoregulasi
Otot polos arteriol

mampu

melakukan

adaptasi,

berkontriksi

(vasokontriksi) maupun berdilatasi (vasodilatasi) baik oleh rangsangan


metabolik maupun adanay zat zatlain seperti adenin, ion K, prostaglandin
dan kinin.demikian pula oleh karena adanya regulasi saraf, baik yang bersifat
alfa dan beta adrenergik maupun yang bersifat tekanan (baroreseptor).
Tekanan perfusi
Meskipun aliran darah dalam arteri koroner dapat terjadi, tetapi perfusi ke
dalam jaringan memerlukan tekanan tertentu, yang disebut tekanan perfusi.
Tekanan perfusi dipengauhi oleh tekanan cairan dalam rongga jantung,
khususnya tekanan ventrikel kiri, yang secara umum diketahui melalui
pengukuran tekanan darah. Tekanan perfusi normal antara 70 130 mmHg.
Pada tekanan perfusi normal tersebut sistem otoregulasi di atas dapat
berjalan debngan baik. Bila tekanan perfusi menurun di bawah 60 mmHg,
maka sistem regulasi aliran darah koroner tidak bekerja, sehingga aliran darah
koroner hanya ditentukan oleh tekanan perfusi itu sendiri. Hal ini
menyebabkan kebutuhan jaringan tidak tercukupi. Dalam klinis keadaan ini
menunjukkan suatu fase hipotensif yang mengarah gagal jantung. Artinya
kerja jantung tidak mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, karena sistem
otoregulasi lumpuh.
Ketidakseimbangan pasok dan kebutuhan

Berbagai keadaan akan mempengaruhi antara pasok dan kebutuhan, yang


pada dasarnya melalui mekanisme sederhana, yaitu (1) pasok berkurang
meskipun kebutuhan tak bertambah; dan (2) kebutuhsn meningkat, sedangkan
pasok tetap.
Bila arteri koroner mengalami gangguan penyempitan (stenosis) atau
penciutan (spasme), pasok arteri koroner tidak mencukupi kebutuhan, secara
populer terjadi ketidakseimbangan antara pasok (suplai) dan kebutuhan
(demand), hal mana akan memberikan gangguan. Manifestasi gangguan dapat
bervariasitergantung pada berat ringannya stenosis atau spasme, kebutuhan
jaringan (saat istirahat atau aktif), dan luasnya daearah yang terkena.
Dalam keadaan istirahat, meskipun arteri koroner mengalami stenosis
lumen sampai 60% belum menimblkan gejala, sebab aliran darah koroner
masih mencukupi kebutuhan jaringan, antara lain dengan menkanisme
pelebaran lumen pembuluh darah pasca daerah stenosis. Stenosisi koroner
pada keadaan ini tidak memberikan keluhan, sering disebut penyakit jantung
koroner laten atau silent ischemia.
Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan (bekerja, olahraga, berpikir,
sesudah makan) aliran yang tadinya mencukupi menjadi kurang. Hal ini
menyebabkan hipoksia jaringan yang akan mengakibatkan peningkatan siss
metabolisme, misalnya asam laktat. Kekurangan oksigenasi jaringan akan
mengakibatkan manifestasi klinis antara lain nyeri dada, rasa berat, rasa
tertekan, panas, rasa tercekik, tak enak di dada, capek dan kadang kadang
seperti masuk angin. Manifestasi angina yang timbul sesudah aktifitas fisik
disebut effort angina.
Sebaliknya angina pektoris dapat timbul dalam keadan istirahat, yang
berarti proses stenosis lebih dari 60%, baik krena penyempitan yang kritis
(90%) maupun bertambah oleh faktor spasme arteri koroner sendiri di tempat
yang tadinya tidak menmbulkan gejala. Angina bentuk ini disebut sebagai
angina dekubitus, angina at rest atau dalam bentuk angina prinzmetal.
Dari gambaran dia atas maupun mekanisme mekanisme timbulnya keluhan
angina, satu hal perlu diingat pada saat ini terjadi situasi ktritis. Pasok
berkurang sehingga menimbulkan hipoksia, baik oleh karena secara anatomis
ada penyempitan yang mengakibatkan aliran darah berkurang (penyempitan

melampaui 80% saat istirahat) atau penyempitan kurang dari 80% tetapi
terjadi kritis karena peningkatan kebutuhan akibet aktifitas fisik maupun
psikis.
Bila proses kritis tersebut berlangsung lama maka hipoksia jaringan akan
berlanjut terus, tidak hanya menimbulkan gangguan yang reversibel tapi
malahan lebih jauh lagi. Otot jantung akan mengalami kerusakan, jaringan
mati, atau nekrosis, atau lebih populer disebut infark miokard.
Sistem kolateral
Tidak dapat dipungkiri sistem pertahanan tubuh selalu berusaha agar
keseimbangan selalu tercapai, salah satu dengan pembentukan sistem
kolateral. Suatu stenosis atau infark kadang kala tidak menimbulkan gejala,
meskipun stenosis yang terjadi sangat kritis. Ternyata stenosis kritis
merangsang pembentukan kolateral, dan hal ini akan membantu memberikan
pasok ke daerah yang tadinya mengalami kekurangan aliran darah akibat
proses stenosis atau infark. Latihan fisik yang teratur diketahui pula mamp
merangsang pembentukan sistem kolateral, salah satu kemungkinan
melakukan aktifitas fisik terjadi peningkatan kebtuhan miokard. Dalam
keadaan pasok tidak mencukupi namun tidak sampai menimbulkna proses
yang kritis, sudah cukup untuk merangsang terbukanya sistem kolateral yang
ada.
Aterosklerosis koroner
Pembuluh arteri seperti juga organ organ lain dalam tubh mengikuti
ketentuan dimana terjadi proses yang karateristik seperti penebalan lapisan
intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium dan bertambahnya
diameter lapisan intima. Perubahan ini terjadi terutama pada arteri arteri
besar.
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit sistemik dan karena itu jarang
timbul hanya pada satu pembuluh darah. Plak sering timbul pada tempat
tempat dimana terjadi turbulensi maksimum seperti pada percabangan, daerah
dengan tekanan tinggi, daerah yang pernah mengalami trauma dimana telah
terjadi deskuamasi endotel yang menyebabkan adesi trombosit. Pada keadaan

stenosis maka aliran cadangan koroner dapat mempertahankan aliran basal di


sebelah distal stenosis. Pada stenosis 70% atau lebih tetap saja aliran distal
stenosistidak mencukupi pada saat stres atau latihan, sehingga menyebabkan
iskemia. Dari hasil penelitian epidemiologi lebih kurang 30 tahun yang lalu
diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan merangsang
terbentuknya aterosklerosis (faktor resiko sterosklerosis). Faktor resiko yang
dapat dimodikasi diantaranya adalah merokok, hipolipoproteinemia dan
hiperkolesterolemia, hipetensi, diabetes melitus, dan obesitas.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usi, jenis kelamin
(pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.
Aterosklerosis lebih banyak diderita oleh kaum pria dibandingkan dengan
wanita, karena diduga faktor hormonal, seperti estrogen melindungi wanita.
Setelah menopause perbandingan wanita dan pria yang menderita penyakit
aterosklerosis adalah sama.
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung
terhadap dinding arteri. Karbon moniksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia
jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat
menambah reaksi trombosit dan meyebabkan kerusakan pada dinding arteri,
sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding
arteri.
Hiperlipoproteinemia tipe II menurut pembagian Frederickson merupakan
ancaman bagi usia muda sedang pada usia lanjut adalah tipe IV (peninggian
kolesterol dan trigliserida).
Hipertensi dengan tekanan darah diatas 160/95 mmHg dapat merangsang
terjadinya aterosklerosis karena tekanan tinggi ini dapat merupakan beban
tekanan pad adinding arteri.
Diabetes
melitus

menyebabkan

gangguan

lipoprotein

(dyslipoproteinaemia). Ini diduga sebagai penyebab gangguan vaskular berupa


mikroangiopati. Aterosklerosis yang dipercepat (accelarated atherosklerosis)
merupakan komplikasi utama pada juvenile insuline dependent diabetes
mellitus.
Kegemukan mungkin bukan berupa faktor resiko yang berdiri sendiri,
karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko yang lain. Bahaya

10

aterosklerosis menjadi lebih besar kalau ada kombinasi 2 atau lebih faktor
resiko.

B. Hipertensi
Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial.
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
Hipertensi sekunder

11

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit


komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat
tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.5 Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder.

Patofisiologi
Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama
kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial
dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah (lihat gambar 1 ):

12

Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau


variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons

terhadap stress psikososial dll


Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Asupan natrium (garam) berlebihan
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya

produksi angiotensin II dan aldosteron


Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide

natriuretik
Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi

tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal


Abnormalitas tahanan
pembuluh darah, termasuk gangguan pada

pembuluh darah kecil di ginjal


Diabetes mellitus
Resistensi insulin
Obesitas
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,

karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular


Berubahnya transpor ion dalam sel

13

Klasifikasi tekanan darah


Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
atau lebih kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan
darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori
penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat
(stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.

14

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh


tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau
telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah
>180/120 mmHg; dikategotikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi
urgensi.
Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai
dengan kerusakan organ target

akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan

darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit jam) untuk mencegah
kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut:
encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema
paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau
hipertensi berat selama kehamilan.
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai
kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat
antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa
jam s/d beberap hari.
Komplikasi hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk

15

rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke,

transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,

angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung.
Diagnosis
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga dapat
memberi petunjuk dalam pengobatan
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
3. Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat
penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin,
dan prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar,
pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan
(kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis,
abdominal, dan bruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan
lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran
ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas
bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.

16

Gejala klinis
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik.
Faktor resiko mayor

Hipertensi
Merokok
Obesitas (BMI 30)
Immobilitas
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min
Umur (>55 tahun untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55
tahun atau perempuan < 65 tahun)

Kerusakan organ target


Jantung : Left ventricular hypertrophy
Angina atau sudah pernah infark miokard
Sudah pernah revaskularisasi koroner
Gagal jantung
Otak

: Stroke atau TIA

Penyakit ginjal kronis


Penyakit arteri perifer
Retinopathy
BMI = Body Mass Index; GFR= glomerular Filtration Rate; TIA = transient
ischemic attack

17

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai
terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan hematokrit; kalium,
kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 12 jam) termasuk
HDL, LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional
termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin.
Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi
tidak diindikasikan kecuali apabila pengontrolan tekanan darah tidak tercapai.
Kerusakan organ target
Didapat melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit atau penemuan
diagnostik sebelumnya guna membedakan penyebab yang mungkin, apakah sudah
ada kerusakan organ target sebelumnya atau disebabkan hipertensi. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik harus meliputi hal-hal seperti:
Otak: stroke, TIA, dementia
Mata: retinopati
Jantung: hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark miokard, pernah
revaskularisasi koroner
Ginjal: penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer

Tata laksana Hipertensi


Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :

Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.

18

Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ


target(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung,

dan penyakit ginjal)


Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan

pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.2,9

Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg


Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Pendekatan secara umum
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum
dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolic 90 mmHg.11
Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan
tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena
kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular
dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan
sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi.
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak

cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau

untuk pasien-pasien dengan target tekanan darah

130/80 mmHg (DM dan

penyakit ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan
adanya indikasi khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus
diobati pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan

19

tekanan darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat,
dengan salah satunya diuretik tipe tiazid.

Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan
tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan
darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;
mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang
kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium;

aktifitas fisik; dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan


tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi
garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
Program diet yang

mudah diterima adalah yang didisain untuk

menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan
obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan
pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti
rasionalitas intervensi diet:
a. Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan
berat badan ideal

20

b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)


c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan
tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor
dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2,
dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.
e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan
tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan
pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak
jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur
paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan
pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang,
jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana
yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok
merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien
hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang
dapat diakibatkan oleh merokok.

Terapi Farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),

21

dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini
baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam
mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa
2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat
alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek
evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data
yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau
kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar
menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam
seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat
yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis
kalsium (CCB).
Terapi Kombinasi
Rasional kombinasi obat antihipertensi:
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu

22

6.

Adanya fixed dose combination akan meningkatkan kepatuhan pasien

(adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis -2 dengan diuretik
7. Penyekat -1 dengan diuretic

Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi dua obat untuk


hipertensi ini dapat dilihat pada gambar 3 dimana kombinasi obat yang
dihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang paling efektif.

23

3. Gagal Jantung
1. Definisi
Tidak ada definisi yang komprehensif. Gagal jantung lebih mudah
dikenali pada pemeriksaan klinik daripada didefinisikan. Sir Thomas
Lewis mendefinisikan jantung tidak mampu mengeluarkan isinya dengan
adekuat.

Paul

Wood

mendefinisikan

jantung

tidak

mampu

mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun


tekanan pengisian adekuat. Definisi yang lazim dianut para klinisi adalah
definisi dari Poole- Wilson : gagal jantung adalah suatu sindroma klinik
yang disebabkan oleh kelainan jantung dan ditandai dengan adanya respon
hemodinamik, renal, neural dan hormonal. Packer mendefinisikan gagal
jantung kongestif sebagai gagal jantung kronis akibat abnormalitas
ventrikel kiri dan regulasi neurohormonal yang ditandai dengan
menurunnya kapasitas fungsional, retensi cairan dan edema.
2. Terminologi
a.
Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat
dibedakan dari pemeriksaan fisik, foto toraks atau EKG dan hanya
dapat dibedakan dengan eko-Droppler.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya. Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu
beban/penyakit miokard (underlying heart disease/index of events) yang
mengakibatkan

remodeling

struktural,

lalu

diperbesar

oleh

progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis


yang disebut gagal jantung. Remodeling struktural ini dipicu dan
diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi
jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom
gagal jantung yang sistomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi

24

seperti infeksi, aritmia, infark, jantung, anemia, hipertiroid dan


kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih,
emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, endokarditis
infektif. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak kalau terjadi
kerusakan

miokard

akibat

progresivitas

penyakit

yang

mendasarinya/underlying heart disease.


Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan
pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena
pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik:
Gangguan relaksasi
Pseudo-normal
Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan

atau

mengurangi penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi,


atau iskemia. Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari
gangguan diatolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan
pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk
diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta
atau penyekat kalsium non-dihidropiridin.
b.

Gagal Jantung Low Output dan High Output


Pada umumnya gagal jantung selalu disertai dengan curah
jantung yang menurun, gagal jantung low output terdapat beberapa
keadaan dimana jantung dituntut untuk menyediakan curah jantung
untuk metabolisme jaringan yang lebih besar dari normal. Suatu
keadaan high output bila kemudian terjadi sindrom gagal jantung, maka
memenuhi kebutuhan metabolisme yang meninggi. Keadaan ini disebut
sindrom gagal jantung high output.
Gagal jantung low output

disebabkan

oleh

hipertensi,

kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. Gagal jantung high


output ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti

25

hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit


Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
c.

Gagal Jantung Akut dan Kronik


Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun
katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard
luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati
dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.
Kongesi perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih
terpelihara dengan baik.

d.

Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri


Gagal jantung kiri akibat kelemahan

ventrikel

kiri,

meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien


sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau
kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti

vena

sistemik

yang

menyebabkan

edema

perifer,

hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan


biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka
retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau
e.

tahun tidak lagi berbeda.


Forward Failure dan Backward Failure
Forward failure adalah gagal jantung disertai curah jantung
yang tidak adekuat dan penurunan perfusi jaringan sering disertai
retensi cairan.
Backward failure adalah gagal jantung disertai elevasi tekanan
pengisian ventrikel kanan atau ventrikel kiri. Keadaan ini menyebabkan
kongesti paru dan jaringan perifer.

f.

Preload dan Afterload


Preload adalah panjang serat miokardium pada saat dimulainya
sistol, ditentukan oleh tekanan pengisisan ventrikel kanan (tekanan vena

26

sistemik atau atrium kanan) atau ventrikel kiri (tekanan vena paru atau
atrium kiri).
Afterload adalah beban yang harus diatasi serat miokardium saat
kontraksi, ditentukan oleh tekanan darah arteri dan tahanan perifer
sistemik.
3. Etiologi
Sindrom klinik gagal jantung merupakan babak akhir fungsi
ventrikel yang merosot akibat berbagai penyakit jantung. Gagal jantung
bukan suatu diagnosis. Untuk dapat member terapi yang tepat perlu
diketahui penyebab gagal jantung.
Di Eropa dan Amerika Utara, penyebab utama gagal jantung adalah
iskemia akibat penyakit arteri koronaria (70%). Penyebab sindrom klinik
gagal jantung umumnya adalah disfungsi ventrikel. Disfungsi ventrikel
kanan murni jarang, dapat terjadi akibat hipertensi pulmonal kronik dan
emboli paru masif. Penyebab disfungsi ventrikel kiri antara lain :
gangguan irama jantung (takiaritmia, bradiaritmia dengan efek inotropik
negatif), kelainan endokardium, penyakit katup, penyakit miokardium
(penyakit arteri koronaria, hipertensi, kardiomiopati, miokarditis),
penyakit perikardium, penyakit jantung congenital, obat-obatan, dan
anemia/hipoksia.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasarai gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung kurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah

jantung.

Bila

mekanisme

kompensasi

ini

gagal

untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup


jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.

27

Jika curah jantung gagal untuk dipertahankan maka akan terjadi


gagal

jantung

kongestif

karena

kontraktilitas,

karena

preload,

kontraktilitas dan afterload terganggu.

5. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasi berdasarkan beratnya keluhan dan
kapasitas latihan. Meskipun klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi
klinik bermanfaat, terutama untuk mengevaluasi hasil terapi. Klasifikasi
yang banyak dipergunakan adalah klasifikasi dari NYHA.
New York Heart Association Classification (NYHA)1964
Kelas I :
Penderita tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak
menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas II :
Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi terdapat sedikit limitasi aktivitas
fisik. Aktivitas sehari-hari menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas III :
Saat istirahat tidak ada keluhan tetapi aktivitas fisik yang lebih ringan dari
aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
Kelas IV :
Saat istirahat sesak. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya
keluhan sesak.
6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif.
Tabel 2.7. Kriteria Framingham
Kriteria Mayor
Paroxysmal

noctunal

orthopnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali

dyspnea

Kriteria Minor
/ Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura

28

Edema paru akut


Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis >

16 cmH2O
Waktu sirkulasi > 25 detik
Refluks hepatojugular

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari

normal
Takikardia (>120/menit)

Kriteria Mayor atau Minor : penurunan BB > 4.5 kg dalam 5 hari


pengobatan.
Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau
minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
7. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah memperbaiki
kualitas hidup, memperpanjang kelangsungan hidup dan mencegah
progresifitas sindroma gagal jantung. 3 komponen penting dalam
penanganan gagal jantung yaitu :
Penyakit dasar.
Faktor-faktor pencetus.
Mengatasi gagal jantungnya.
Terapi gagal jantung dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Non Farmakologik :
Istirahat, latihan, diet, berhenti merokok dan minum alkohol.
b. Farmakologik :
Membatasi aktivitas neurohormonal dan mengatasi abnormalitas
hemodinamik yang menimbulkan gejala baik saat aktivitas maupun
istirahat. Obat-obatan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1) Diuretik : Furosemid, HCT (Hydroclorothiazide), Spironolactone.
Diberikan bila terdapat tanda-tanda kelebihan cairan.
2) ACE-Inhibitor : Captopril, Enalapril, Imidapril. Diberikan pada
penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri kecuali ada kontraindikasi
(efek vasodilator menurunkan afterload). Selain itu juga dapat
mencegah progresifitas penyakit (efek neurohormonal).
3) Nitrat. Untuk menurunkan venous return (venodilator)

menurunkan preload sehingga mengurangi edema paru.


4) Vasodilator : Hydralazine, Minoxidil. Diberikan bila ACE-Inhibitor
tidak dapat ditoleransi.

29

5) -blocker : Bisoprolol, Carvedilol. Dimulai dengan dosis sangat


kecil, ditingkatkan pelan-pelan sampai dosis optimal yang dapat
ditoleransi penderita.
6) Inotropik : Dopamin, Dobutamin, Epinefrin. Diberikan bila terdapat
syok kardiogenik.
7) Digitalis (Digoksin). Diberikan bila terdapat atrial fibrilasi dan gagal
jantung yang tidak respon terhadap ACE-Inhibitor + diuretik.
8) Antikoagulan : heparin. Diberikan bila terdapat atrial fibrilasi,
riwayat emboli paru/ sistemik atau dengan trombus endokardial dan
aneurisma ventrikel .
8. Prognosis
Natural History gagal jantung yang tidak diterapi tidak diketahui.
Natural History penderita gagal jantung yang mendapat terapi adalah
sebagai berikut :

Tabel 2. 8. Natural History Penderita Gagal Jantung yang Mendapat


Terapi
Kelas NYHA
I
II
III
IV

Mortalitas 5 Tahun (%)


10 20
10 20
50 70
70 90

Faktor-faktor penentu prognosis gagal jantung antara lain :

NYHA kelas III IV

Kapasitas latihan yang rendah (VO2 maksimal < 10 ml/kg/menit)

Irama gallop

Penyebab gagal jantung : penyakit jantung koroner

Kardiomegali (CT ratio > 0,55)

EKG : LBBB

(Na+) plasma < 130 mmol/liter

30

Noradrenalin plasma >

Takikardia ventrikel, denyut ektopik ventrikel polimorfik


Dua faktor teratas merupakan prediktor independen dari prognosis yang
buruk.

BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama

: Ny Sulastri

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 75 tahun

Alamat

: Sungai Putat Siantan

31

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Swasta

Tanggal Masuk RS : 22 Maret 2011


Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 maret 2011, pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sering sesak nafas sejak beberapa minggu yang lalu
yang disertai dengan nyeri dada. Sesak biasanya pada saat duduk, berdiri, jualan,
baring dan apabila mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien sering mengalami sesak
pada malam hari sehingga membuat pasien susah tidur. Untuk mengurangi sesak
pada malam hari pasien tidur dengan dua bantal. Nyeri dada juga sering dialami
pasien, tapi sesaknya lebih sering dibandingkan nyeri dada. Selain itu pasien juga
mengeluhkan batuk (sudah 1 tahun lalu). Pasien juga sering pusing dan cepat
lelah, serta mudah berdebar-debar. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada
perut (di daerah epigastrium).
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga
Suami (80 tahun) dan anak perempuan: Penyakit Jantung Koroner
Riwayat Kebiasaan
-

Sering olahraga
Merokok (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Baik
II. PEMERIKSAAN FISIK

32

Dilakukan pada tanggal

22 maret 2011 pukul

11.45 WIB

Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Keadaan sakit

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

CM

, GCS : 15

52

x/menit,

Tanda vital
-

Nadi

kuat/sedang/lemah,

irama

(reguler/ireguler)
-

Tekanan darah :
-

180/100 mmHg

Napas

22

x/menit,

reguler/ireguler,

jenis

pernapasan
-

Suhu

: -

Kulit

: ikterik ( - ) eritema ( - ) sianosis ( - )

Kepala

: bentuk tidak ada kelainan, simetris, dan nyeri tekan (-)

Mata

: konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - )

Telinga

: sekret ( - )

Hidung

: sekret ( - ), deviasi septum ( - )

Mulut

: bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - ), tonsil T /T

Leher

: pembesaran limfonodi (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea


(-),

pembesaran tiroid (-), JVP(..5.+0 cmH20), refluks

hepatojugular ( - ), denyutan arteri karotis di leher ( + )


Torak

: bentuk normal, rasio AP: laterolateral = normal

Paru
-

Inspeksi

: statis : Bentuk dada normal

dinamis : Pernafasan torakoabdominal


-

Palpasi

: fremitus taktil (meningkat/meningkat),

nyeri tekan ( - )
-

Perkusi

: lapangan paru atas .sonor

Lapangan paru tengah redup


Lapangan paru bawah sonor
- Auskultasi

: suara dasar vesikuler

33

Suara tambahan ( + ), ronki ( + ) di lapangan tengah paru


Wheezing ( - )
Abdomen
- Inspeksi

: Dinding perut simetris, bentuk dan ukuran

normal, tak ada kelainan kulit, venektasi (-)


- Auskultasi

: bising usus ( +)

- Palpasi

: nyeri tekan ( + ) di epigaster, massa

(-)
hepar teraba ( - ), nyeri tekan ( - ) permukaan
lien teraba ( - ), nyeri tekan ( - ) permukaan
- Perkusi

: Tidak ada pembesaran hati dan limfa

Hepar ukuran
Lien ukuran
Ekstremitas
- Atas

: oedema (.-.../..-..), sianosis ( - ), jari tabuh ( - ),

akral dingin ( + ), pengisian kapiler ....< 2 detik


- Bawah : oedema (.-.../...-.), sianosis ( - ), jari tabuh ( - ),
akral dingin ( + ), pengisian kapiler ...<. 2 detik
Status Lokalis
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis (+)
- Palpasi

: iktus kordis teraba di interkostal kiri V, agak ke

medial (1 cm) dari linea midklavikularis kiri, kuat angkat


( + ), thrill ( + ) di iktus kordis, melebar ( + ) 3 jari
- Perkusi

: batas jantung

Atas

: interkostal II kanan linea parasternalis kiri

Kanan

:interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan

Kiri

: 2 cm dari midklavikula kiri (di lateral)

Pinggang: Sela iga 3 linea midklavikula


- Auskultasi

: S1 Normal, S2 Normal, reguler/ireguler

34

Gallop S3 (-) S4 ( - ), murmur ( + ), derajat 3

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (hasil pemeriksaan tanggal

22 Maret 2011 )

Deskripsi :

Frekuensi 80 x/menit

Irama sinus aritmia

Aksis jantung deviasi ke kanan

Interval PR normal

Kompleks QRS normal

Segmen ST normal

Gelombang T inversi di V2, V3, V4, V5 dan V6

Q patologis di (-)

Kesimpulan : atrial fibrilasi, iskemik di sadapan anterior

IV.

RESUME
Seorang wanita (75 tahun) datang ke poli jantung dengan keluhan sesak nafas
beberapa minggu yang lalu yang disertai dengan nyeri dada. Sesak biasanya pada
saat duduk, berdiri, jualan, baring dan apabila mengerjakan pekerjaan rumah.
Pasien sering mengalami sesak pada malam hari sehingga membuat pasien susah
tidur. Untuk mengurangi sesak pada malam hari pasien tidur dengan dua bantal.
Nyeri dada yang dialami pasien juga hilang timbul, dan tidak terlalu lama. Selain
itu pasien juga mengeluhkan batuk (sudah 1 tahun lalu). Pasien juga sering pusing

35

dan cepat lelah serta lemah. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut
(di daerah epigastrium). Dari pemeriksaan fisik paru di dapatkan bunyi ronki dan
pada pemeriksaan fisik jantung terdapat kardiomegali.

Sedangkan dari

pemeriksaan EKG di dapatkan atrial fibrilasi dan iskemik di daerah anterior


jantung.
V.

VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi

: Hipertensi

Diagnosis anatomi

: Penyakit jantung koroner

Diagnosis klinis

: Gagal jantung

TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
-

Istirahat
Makan teratur untuk memperbaiki gizi dan diet rendah garam

Medikamentosa :
-

Amiodaron tab 100 mg, 3x1)


Captopril tab 12,5 mg 3x1,
Spironolakton tab 25 mg, 2x1
Furosemide tab 40 mg, 2x1

Usulan Pemeriksaan Lanjutan :

VII.

Pemeriksaan Laboratorium (Hb, hematokrit, lekosit dan trombosit,

ureum, gula darah, kolesterol, trigliserida, HDL,LDL)


SGOT/SGPT
Poto torak

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad malam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanactionam

: dubia ad malam

36

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli jantung dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada,
sesak

nafasnyantidak

terlalu

berat.

Anamnesis

dilakukan

pada

pasien

(autoanamnesis).
hasil anamnesis didapatkan keluhan utama sehingga pasien dibawa ke
rumah sakit adalah sesak nafas dan nyeri dada. Sesak nafas dirasakan sejak
beberapa minggu lalu. Pasien mengeluh mudah sesak pada saat melakukan
aktivitas-aktivitas yang agak berat dan akan hilang sesaknya bila beristirahat.

37

Selain itu pasien juga mengeluhkan sesak pada malam hari dan tidur
menggunakan 2 bantal untuk menghindari sesaknya. Pasien juga mengeluhkan
sering pusing, berdebar dan lemah. Juga terdapat nyeri pada ulu hati. Pasien
memiliki riwayat penyakit Hipertensi sejak 5 tahun lalu.
Riwayat

penyakit

keluarga

didapatkan

bahwa

suami

dan

anak

perempuannya menderita Penyakit Jantung Koroner. Pasien tidak mempunyai


kebiasaan seperti merokok, selain itu sampai sekarang pasien masih berjualan
meskipun usianya sudah 75 tahun. Kehidupan sosial ekonomi pasien juga baik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran
masih baik. Terdapat bradikardi. Kulit sudah keriput karena faktor usia. Kaki dan
tangan dingin (akral dingin). Dari pemeriksaan batas jantung didapatkan
pembesaran jantung sebelah kiri, terdapat bising jantung pada auskultasi. Pada
pemeriksaan paru terdapat bunyi ronki. Pada pemriksaan abdomen terdapat nyeri
tekan ulu hati. Lain-lain dalam batas normal.
EKG menunjukkan gambaran atrial fibrilasi, hipertrofi ventrikel kanan,
dan iskemi di sadapan anterior.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, maka
diagnosis pasien ini mengarah pada Penyakit Jantung Koroner karena angina dan
gambaran EKG nya dan Hipertensive Heart Failure karena gambaran klinisnya
yang sudah menggambarkan gagal jantung( NYHA Grade III), kardiomegali dan
hipertensinya. Bila keadaan tidak ditangani dengan cepat, akan berlanjut menjadi
gagal jantung kongestif (CHF) dan bahkan mengakibatkankematian.
Untuk memastikan diagnosis kerja, bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium darah rutin dan lengkap, GDS, ureum, serta pemeriksaan enzim
jantung dan enzim hati (SGOT/SGPT)
Prinsip terapi pada kasus ini adalah mengurangi gejala gagal jantung
dengan cara kurangi overload cairan dengan obat diuretik, turunkan resistensi
perifer dengan ACE-I dan vasodilator lain, tingkatkan kontraktilitas miokard
dengan obat inotropik dan lindungi miokard dengan beta-blocker. Serta pemberian
obat antiaritmia. Dengan penatalaksanaan yang tepat maka komplikasi akibat
gagal jantung pun dapat teratasi.

38

Untuk terapi non medikamentosa, pasien harus beristirahat serta makan


teratur untuk memperbaiki gizi serta diet rendah garam
Prognosis pasien kemungkinan buruk, karena gagal jantung NYHA kelas 3
mudah terjadi komplikasi, aktivitas pasien sangat terbatas, dan angka kekambuhan
tinggi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan faktor utama terjadinya

kelainan pada jantung dan pembuluh darahnya


Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan
pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan

39

kolesterol dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahanlahan yang sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.
Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal inilah yang menyebabkan nyeri
dada. Kalau pembuluh darah tersumbat sama sekali, pemasokan darah ke
jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan

jantung.
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat
menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit
jantung. Sehingga sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara
klinis.

5.2 Saran

Sebaiknya diadakan sosialisasi mengenai penyakit-penyakit jantung, mulai


dari faktor resiko sampai penatalaksaannya terutama mengenai Hipertensi,
PJK dan Gagal jantung, agar lebih tepat penanganannya sehingga
prognosisnya pun baik

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Treatment of Hypertension in Adults with


Diabetes. Diabetes Care 2003; 26(suppl 1):S80-S82
Chobaniam AV et al. Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA 2003;289:2560-2572
Chrysant SG. Fixed Low-Dose Drug Combination for the Treatment of
Hypertension. Arch Fam Med 1998;7:370-376

40

Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.


J.Fam Pract 2001;50:707-712
He J et al. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium Reduction
On Incidence Of Hypertension. Hypertension 2000;35:544-549
Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension
In The United States. NEJM 2001;345:479-486
Kusmana, Dede dan Hanafi Moectar. 2005. Patofisiologi Penyakit Jantung
Koroner dalam Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Oparil S et al. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med 2003;139:761776
Panggabean, Marulan. 2006. Gagal Jantung dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium And The
Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH Collaborative
Research Group. NEJM 2001;344:3-10
Sitompul, Barita dan Sugeng, Irawan. 2005. Gagal Jantung dalam Buku Ajar
Kardiologi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Vasan RS et al, Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease, NEJM 2001;345:1291-1297
Vollmer WM et al. Effects Of Diet And Sodium Intake On Blood Pressure:
Subgroup Analysis Of The Dash-Sodium Trial . Ann Intern Med
2001;135:1019-1028
Whelton SP et al. Effect Of Aerobic Exercise On Blood Pressure. Ann Intern Med
2002;136:493-503

41

Anda mungkin juga menyukai