Tutorial
B1
B2
B3
B4
Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Tahun Ajaran 2014-2015
Lembar Pengesahan
1
Pembimbing
KATA PENGANTAR
2
Puja serta puji syukur terhadap kehadiran Allah SWT, karena atas izinnya lah kami kelompok
field trip B3,B4, C1, C2, dapat menyelesaikan makalah hasil field trip ini sesuai pada
waktunya. Makalah ini kami buat sebagai hasil laporan atas kegiatan kunjungan ke Lakespra
mengenai Matra Udara.
Kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing kami,yang telah membimbing kami,
memberikan banyak motivasi, arahan, serta saran baik melaksanakan kunjungan ini maupun
ketika proses pembuatan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini
dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kelompok kami khususnya dan bagi kita semua
umumnya.
Tim penyusun
DAFTAR ISI
Cover ......1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LatarBelakang
Luka ulkus masih menjadi alasan nomor satu penderita diabetes untuk menjalani
perawatan di rumah sakit. Dalam sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak hanya
mengarah pada terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang lebih serius,
yaitu amputasi. Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar daripada yang
tidak memiliki penyakit diabetes.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperkirakan angka kematian akibat
adanya ulkus atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 15%, dengan angka amputasinya
mencapai 14-24%. Faktor risiko kaki diabetes dan amputasi adalah laki-laki, mengidap diabetes
lebih dari 10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur kaki, penyakit arteri perifer, merokok,
riwayat amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak terkontrol.1
Perawatan luka ulkus membutuhkan biaya besar. Walaupun beberapa asuransi
menanggungnya, namun terkadang biaya yang dikeluarkan melebihi tanggungan. Seperti
misalnya rawat inap, dimana asuransi hanya menanggung 10 hari, sedangkan rata-rata pasien
dengan luka ulkus harus dirawat selama 22-36 hari, belum lagi dengan resiko amputasi,
kemudian ada biaya sosial amputasi yang harus dipertimbangkan. Sebagian besar pasien gagal
untuk mempertahankan hidup yang produktif karena mereka tidak bisa lagi mempertahankan
pekerjaan.
Kaki
diabetik
terjadi
akibat
kendali
kadar
gula
darah
yang
buruk.
Kendali kadar gula darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan pembuluh darah. Saraf yang
rusak membuat penderita diabetes tidak bisa merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin,
sehingga luka di kaki menjadi semakin parah. Kondisi ini disebut dengan neuropati, yang
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer (motorik dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang
mengalami masalah tersebut (disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa
sadar melukai diri sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan
keringat menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi.
Tingginya kadar gula darah juga dapat menghambat diapedesis leukosit, difusi oksigen
dan
pertukaran
zat
kekebalan
tubuh
melalui
membran
kapiler.
Pukul
07.00-15.00 WIB
Tempat:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
kepercayaan
juga untuk kegiatan matra laut seperti uji badan bagi prajurit dan penyelam dari
luar instansi TNI Angkatan Laut serta untuk kebugaran.
o Disamping tugas pelayanan kesehatan dan dukungan kesehatan, Rumah Sakit
Angkatan Laut Dr.Mintohardjo berperan aktit pada berbagai event nasional
maupun internasionaI yang diselenggarakan di Jakarta.
o Melaksanakan dukungan kesehatan secara terbatas dan kesehatan matra laut pada
satuan-satuan operasional TNl AL.
o Melaksanakan rujukan bagi Rumah Sakit Angkatan Laut di Wilayah Barat dan
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi matra laut Wilayah Barat.
o Memberikan rekomendasi tentang tingkat kelayakan kesehatan personel untuk
kepentingan pembinaan personeI.
o Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan dan rumah sakit.
o Mewujudkan predikat Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo sebagai rumah
sakit pendidikan bagi mahasiswa Institusi Pendidikan Kesehatan,antara lain:
Program Studi Kedokteran, Keperawatan, Kebidanan, Farmasi /Apoteker,
Psikologi, Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain, serta memberi peluang terhadap
riset, penelitian program sarjana dan master bidang kesehatan dan non kesehatan
yang berkaitan dengan rumah sakit.
II.1.2. Gambaran Umum Rumah Sakit
Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit TNI AL Dr Mintohardjo (Rumkital Dr Mintohardjo)
Kelas Rumah Sakit : Type B
Status Kepemilikan : Dephan/ TNI AL
Tahun Berdiri : 1 Agustus 1957
Jumlah TT : 315 TT
Luas Lahan : 42.586 m
Status Akreditasi : Penuh Tingkat Lengkap (16 Bidang Pelayanan)
Sertifikat Akreditasi No. HK.03.01/C.III/SK/999/2010 Tanggal 30 Juli 2010
Alamat : Jl. Bendungan Hilir No.17, Jakarta Pusat
RS Al Dr Mintoharjo adalah rumah sakit negeri kelas I. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan
sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. Rumah Sakit ini Termasuk
Besar dimana di Rumah Sakit ini tersedia 251 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding setiap
rumah sakit di Jakarta yang tersedia rata-rata 74 tempat tidur inap. Jumlah Dokter Tersedia
dengan 112 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata-rata rumah sakit di
Jakarta. Pelayanan Inap Termasuk Kelas Tinggi dimana 21 dari 251 tempat tidur di rumah sakit
ini berkelas VIP keatas.
II.1.3. Pelayanan Medis Spesialistik
Pelayanan medis spesialistik di Rumah sakit ini terdiri dari poliklinik akupuntur, poliklinik
alergi, poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik BKIA dan Laktasi, poliklinik gizi, poliklinik
jantung, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik keluarga Berencana, Poliklinik
Kesehatan Gigi dan Mulut, Poliklinik Kulit dan Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Paru,
Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Psikiatri dan Psikologi, Poliklinik Saraf, Poliklinik THT,
dan Poliklinik Umum.
II.1.4. Pelayanan Medis Khusus
1. ICU
Pelayanan perawatan intensif Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo diperuntukan bagi pasien
yang dalam keadaan sakit berat, dikoordinir oleh dokter anasthesi khusus intensif care.
10
Pelayanan perawatan intensif ini merupakan intensif care unit tersier, karena mampu
memberikan pelayanan tertinggi dan tunjangan hidup dalam jangka panjang, meliputi :
1. Melakukan pemantauan secara terus menerus.
2. Memberikan terapi titrasi.
3. Menegakkan diagnosa pada keadaan kritis.
4. Memberikan bantuan alat penunjang hidup.
5. Memberika tunjangan renal plus pemantauan kardiovaskuler.
6. Memiliki dukungan laboratorium dan radiologi 24 jam.
2. HYPERBARIC CHAMBER
RS TNI AL dr. Mintohardjo memperkenalkan kepada masyarakat umum dan sejawat
dokter tentang tersedianya fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik di rumah sakit ini. Terapi
Oksigen Hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana peserta terapi bernafas dengan
menghirup Oksigen murni (100%) di dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi lebih dari 1
Atmosfer Absolut. Terapi OHB merupakan terapi utama pada penyakit penyelaman dan
terapi tambahan pada berbagai penyakit klinis. Oksigen sangat diperlukan oleh mahluk hidup
agar seluruh organ tubuhnya dapat berfungsi normal dan tetap sehat. Oksigen Hiperbarik
merupakan metode terapi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan didukung
berbagai hasil penelitian (Evidence Base Medicine).
11
12
Haemodialisa adalah suatu tindakan yang dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan atau kerusakan fungsi ginjal dengan menggunakan suatu alat yaitu mesin pencuci
darah sehingga fungsi eksresi / filtrasi dapat diganti dengan sementara.Haemodialisa
berfungsi sebagai pembersihan zat zat tertentu dari darah melalui suatu membrane semi
permiabel, dalam hal ini dari kompertemen darah ke kompertemen dialisat. Adapun Tujuan
Unit Haemodialisa adalah meningkatkan pelayanan Rumah Sakit dengan memberikan
pelayanan haemodialisa kepada pasien secara cepat dan tepat untuk menunjang hasil terapi.
Unit Haemodialisa Rumkital Dr. Mintohardjo memberikan pelayanan Haemodialisa kepada
pasien TNI AL, PNS dan Keluarganya serta mayarakat umum, unit Haemodialisa Rumkital
Dr. Mintohardjo memiliki 17 unit mesin Haemodialisa.
4. Laboratorium Patologi Klinik
Pemeriksaan Hematologi, Pemeriksaan Kimia Klinik, Pemeriksaan Imunologi & Serologi,
Pemeriksaan Urinalisa & Feses, Pemeriksaan Mikrobiologi.
5. Laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Histopatologi dan Sitologi (deteksi kanker melalui urin, sputum, dan lain lain)
6. Departemen Gizi
Departemen Gizi melayani terapi gizi pasien rawat inap dan rawat jalan.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
Pengadaan makanan dengan berbagai menu pilihan
Pelayanan makanan berupa hidangan lengkap dan makanan selingan berdasarkan diet.
Melakukan penyuluhan dan konsultasi gizi
Melakukan penelitian dan pengembangan gizi
Sub Departemen Gizi juga digunakan sebagai lahan praktek mahasiswa peminatan gizi.
7. Instalasi Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
Pelayanan farmasi adalah pendekatan yang profesional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku
apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi
Fasilitas:
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien Anggota
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien Askes
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien umum
13
3. HNF-1 (MODY 3)
4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)
5. HNF-1 (MODY 5)
6. NeuroD1 (MODY 6)
7. DNA mitokondria
8. Konversi insulin atau proinsulin
B. Defek insulin pada kerja insulin
1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprekaunism
3. Sindrom rabson-mendenhall
4. Sindrom lipodistrofi
C. Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik fibrosis,
hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulous.
D. Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma, hipertiroid,
stomatostatinoma, aldosteronoma.
E. Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon tiroid, bloker.
F. Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.
G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun "stiff-man" sindrom.
bersama bahan perangsang insulin lain. Berarti sel pankreas mengalam desensitisasi terhadap
rangsangan glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)
II.2.4. Patofisiologi Diabetes Melitus (Brunner and Suddarth, 2002)
1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria).
Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini
disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
16
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama
kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005).
II.2.5. Epidemiologi Diabetes Melitus
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus
diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 ribu kasus baru. Diabetes
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kebutaan
pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit
2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan
jantung. Tiga puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain
kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga
meningkat (Schteingart, 2005).
II.2.6. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan
dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
17
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan
garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah
perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat
diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif
tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (trigliserida > 250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35
mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.
II.2.8. Diagnosa DM
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl,
glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM
II.2.9. Komplikasi DM
II.2.9.1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun
kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi
kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 %
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit
mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi
19
dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena
(Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi
glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui
glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)
Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2006).
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali
disertai gangguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (SOEwondo,2006)
Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus
ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya
kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit
pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).
Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner, 2002).
II.2.10 Pencegahan DM
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah
normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha
pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat
bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan
cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini
komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk indonesia
ini termasuk mahal.
II.2.13. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah
kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit
dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan
II.2.14. Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu
(2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada
keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin
dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (Yuli, 2010).
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien DM
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan
Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu
dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sehari
22
dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk dtentang diabetes
terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono,
2006).
Penyulugan diabetes melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder dan
tersier (Hiwani Mkes FK USU)
Menurut Yuli (2010) penyulugan tersebut meliputi pemahaman tentang :
a. Penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM
d. Intervensi farmakologi dan non farmakologi
e. Hipoglikemia
f. Perawatan kaki diabetes
g. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
23
24
e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.
Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total kebutuhan
energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak
tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat
terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk membantu
melancarkan kerja tubuh. Apabila kita makan makanan yang bervariasi setiap harinya maka tidak
perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang
normal. Oleh karena itu, perlu membatasi konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan
vetsin. Anjuran makan garam dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak
diabetes. Dianjurkan untuk menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per hari dengan mengutamakan serat
larut (Drh Hiswani Mkes).
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari
3000 mg (Drh Hiswani Mkes).
25
26
kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur
untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri
yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga
aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200
mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini
harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok.
Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa
berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain
Luka kecelakaan
Trauma sepatu
Stress berulang
Trauma panas
Iatrogenik
Oklusi vaskular
Usia
Semakin tua semakin berisiko
Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas
mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap
komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis,
atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik
terdekat.
Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Faktor risiko perilaku
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki
diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
Faktor risiko lain
Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
Berat badan
Merokok
29
30
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon,
hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki
karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari
martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis
atau sendi Charcot. 4
Gambar 2. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh:
o Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma
o Macam, besar dan lamanya trauma
33
35
36
37
38
39
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka lain, yaitu
mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga
proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka.
Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang
jaringan mati, jaringan dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara
berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah.
Harus diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement
yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada gangren
yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang
buruk. Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan
nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara
maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan
dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan
mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzymayic
debridement; Mechanical debridement; biological debridement; surgical debridement.(6,7,8)
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil eksperimen
menunjukkan jumlah antara 105- 106 organisme/gram di bed luka akan mengganggu
penyembuhan luka.
Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara terbaik
untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan menilai eksudat.
Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan
balut tekan disertai highly absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan
pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan
untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan
umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit >1500
40
sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari
jaringan yang dalam.Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang
sehat. dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan
menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat
untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya
dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka
luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. tradisionil
masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan
infeksi sekunder. Selain itu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar
akibat penderita bermaksud
(4,15)
povidone iodine asam asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium
hipokhlorit perlu dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut
dapat membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat
sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga
harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus
yang dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang terpenting
pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
-
Mudah penggunaannya.
Biaya terjangkau.
Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan
memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi
angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka. Suasana lembab membuat suasana
optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan. Kemampuan
hidrokoloid secara signifikan lebih baik dari kasa NaCl 0,9%, dressing time rata-rata dan lama
rata-rata perawatan ulkus relatif lebih sedikit.
Aplikasi Tekanan Negatif (VAC Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit Sembuh.
Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik berketerampilan tinggi
untuk menutupnya,chrush injury, luka dengan gangguan vaskuler, luka dengan penyerta yang
kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk
dalam kategori luka yang sulit sembuh. Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif
42
(VAC) telah berkembang untuk mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja
aplikasi tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan
menghilangkan udem, (2) mempercepat pembentukan pembuluh darah baru (proses
angiogenesis), (3) mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler, sehingga
keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk member fasilitas penutupan
luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa aplikasi tekanan negatif
(VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel
- Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derived growth
factors (PDGFs) dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telah resisten terhadap
pengobatan
sebagai berikut :
a. Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat chermoattractive
dan membantu membersihakan debris dan bakteri.
b. Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan chermoattractive
meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks, merangsang monosit dan monoblast
untuk mengontrol infeksi
c. Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive merangsang
pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena itu meningkatkan suplai
vaskuler
d. Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen yang
merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit
Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors pertumbuhan secara
tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasil dalam mempercepat kesembuhan lesi,
hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat
satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi terlalu tinggi karena hal tersebut
juga akan mengganggu sirkulasi.
5. Biakan Ulkus
Dalam menghadapi kasus KD kita haruslah berpegang bahwa tidak semua KD
mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah perlu dilakukan
kultur .Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah
a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus. Streptococcus)
b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri dari
Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp, Proteus sp), anaerob
( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp).
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur. Pengambilan bahan
kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur
pengambilan bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah debridement.
Budi Riyanto (1997) mendapatkan penyebab infeksi pada KD di RSUP Dr Kariadi
Semarang yang terbanyak adalah enterobacter (18,6%), protese (10%) dan
eschericiacoli
(8,6%). Sedangkan Gatot Soegiarto (1998) di RSUP Dr. Soetomo Surabaya mendapatkan
pseudomonas sp (39,15%), Enterobacter sp (23,20%), Eschericia sp (1,6%) dan Proteus (5,8%) .
6. Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik : Pilihlah antibiotik yang paling
potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
1. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri -bakteri
tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi balk, memungkinkan pemberian
dosis yang kecil khususnya pada infeksi yang ringan sedang.
2. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen
Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
44
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan
secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/
tazobactam,
Cefotaxime
atau
kurang mendapat
45
mikrosirkulasi
bukan hanya
46
47
Propolis adalah bahan antiinflamasi alami yang berasal dari turunan protein resin lebah.telah
dilakukan penelitian oleh Henshaw FR dkk (2014) bahwa penggunaan propolis secaratopikal
dapat mengurangi inflamasi dan meningkatkan penyembuhan luka diabetik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien kaki diabetic yang setiap harinya diberikan propolis
topical selama 6 minggu :
41% grup dengan propolis berkurang ulser kakinya disbanding kelompok control pada minggu
pertama
Pada minggu ke 3, 44% peserta mengalami penyembuhan kaki diabetiknya dan seluruh
responden mengalami penyembuhan pada minggu ke 3 sampai ke 7.
PENGOBATAN KAKI DIABETIK DENGAN STEM CELL
Seluruh kehidupan berasal dari sel punca, yang diartikan sebagai sel yang memiliki kemampuan
untuk memperbarui dan menghasilkan progenitor dari berbagai macam tipe sel di organisme.
JENIS-JENIS STEM CELL
1. Stem Cell Embrionik (Embryonic Stem Cell)
Stem Cell yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio.
Stem Cell Embrionik merupakan awal dari seluruh jenis Sel dalam tubuh Manusia. Tergolong
sebagai stem cell yang bersifat Pluripoten. Inilah keistimewaan stem cell embrionik, dengan
dasar yang pluripoten, secara logis, tidak ada satupun penyakit degeneratif yang tidak dapat
diobati. Berbagai riset yang telah dipublikasikan hingga saat inipun, baik in vivomaupun in vitro,
menunjukkan hasil yang mendukung optimisme ini.
2. Adult Stem Cell (Stem Cell dewasa)
Stem Cell yang ditemukan diantara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan
yang telah mengalami maturasi. Dengan kata lain, Stem cell dewasa adalah sekelompok sel yang
belum berdiferensiasi, bahkan kadang ditemukan dalam keadaan inaktif, pada suatu jaringan
yang telah memiliki fungsi spesifik dalam tubuh individu. Keberadaan stem cell ini diperkirakan
bertujuan untuk menjaga homeostasis jaringan tempatnya berada. Berdasarkan bukti ilmiah yang
telah ada, kemampuan diferensiasi stem cell dewasa tergolongMultipoten.
48
Beberapa contoh alur diferensiasi stem cell dewasa dijelaskan berikut ini :
Stem cell hematopoietik. Mampu berdiferensiasi menjadi seluruh sel darah, seperti :
sel darah merah, trombosit, monosit (makrofag), neutrofil, basofil, eosinofil. Limfosit B, limfosit
T, dan Natural Killer(NK) cell.
Stem cell jaringan saraf (neural). Mampu berdiferensiasi menjadi tiga golongan
utama Sel saraf, yaitu Astrosit, Oligodendrosit, dan Neuron. Selain itu, stem cell jaringan saraf
juga mampu berdiferensiasi menjadi kelompok sel saraf yang memiliki aktivitas dopaminergik,
sehingga dapat digunakan untuk terapi Parkinson.
Stem cell jaringan kulit. Stem cell yang banyak ditemukan di Stratum basalis
epidermis kulit dan dasar folikel rambut ini, mampu berdiferensiasi menjadi keratinosit, dan sel
penyusun lapisan epidermis kulit.
Stem cell masenkimal. Mampu berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit,
adiposit, dan berbagai jenis sel penyusun jaringan ikat.
Stem cell jantung. Mampu berdiferensiasi menjadi tiga jenis sel utama penyusun
organ jantung, yaitu endotel, kardiomiosit, dan sel otot polos.
Khusus Stem Cell Dewasa, walaupun telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi
diferensiasi yang dimilikinya hanya tergolong Multipoten, namun jurnal-jurnal ilmiah pada
beberapa tahun terakhir ini menyatakan bukti dapat terjadinya transdiferensiasi.
49
50
Sistem Pipa
Gas Pernapasan
dialirkan ke RUBT
Oksigen, oksigen cair dan nitrogen,helium oksigen dihubungkan ke sistem pernapasan
51
Komunikasi
Untuk kedua ruangan dan penel control digunakan telepon atau intercom.
Pemadam kebakaran
Fasilitas pemadam menggunakan air pancuran otomatis atau manual, dengan slang dan tabung.
Ada dua tipe utama ruangan hiperbarik: ruangan hiperbarik monoplace dan ruangan
hiperbarik multiplace. Ruangan hiperbarik monoplace adalah ruangan terapi hanya untuk satu
orang, sedangkan ruangan hiperbarik multiplace adalah ruangan terapi untuk dua orang atau
lebih (Christian Risby Mortensen, 2008). Namun sebenarnya banyak sekali jenis terapi
hiperbarik yang disebabkan karena variasi penggunaannya sangat banyak. Ruangan Hiperbarik
berdasarkan klasifikasi dari National Fire protection Association (NFPA-99 Health care Facilities
) United states, dibagi menjadi:
tidak di inginkan.
Kelas B manusia (monoplace chamber): ruangan hiperbarik seperti ini diperuntukan
bagi manusia dengan kapasitas satu orang atau tunggal didalamnya. dan biasanya
pasien sendiri didalam tidak ditemani oleh tenaga medis. tenaga medis hanya
mengawasi dan memantau dari luar. semua instruksi, peralatan pendukung dan
kendali ada diliuar.
52
53
Sumber: http://www.podiatrytoday.com/article/8026
54
55
56
Tahun
Pengamatan
Hasil
o
1
Kesimpulan
PENATALAKSANAAN
ULKUS DIABETIKUM
DENGAN HIPERBARIK
OKSIGEN
2011 oleh
Di RSAL
Terjadinya proses
Resti
MINTOHARJO 2011-
penyembuhan ulkus
Akmalin
2012
sekunder serta
penatalaksanaan
TERAPI
OKSIGEN
2007 oleh
Di RSAL MARINIR
Steven M
CILANDAK
ORTHOPAEDI
ulkus itusendiri.
Kasper, Braunwald,
Fauci,
Hauser,
Longo,
Jameson.
Diabetes
mellitus.
Harrisons principles
of internal Medicine.
16nd ed. New York;
Mc Grawn Hill; 2005
p. 2168-9.
Sudoyo
AW,
Setiohady B, Alwi I,
Simadibrata
Setiati
S.
M,
Kaki
Using
Hyperbaric
to
Treat
Oxigen
Diabetic
BAB III
58
PEMBAHASAN
CONTOH KASUS
Seorang pasien diabetes laki-laki berusia 72 tahun dengan PAD yang sudah berkembang menjadi
gangren. Sebelum mendapatkan terapi bedah pasien diberikan prostavasin namun tidak ada tanda
peningkatan status vaskuler. Selanjutnya dilakukan amputasi transmetatarsal dengan debridement
berulang yang diikuti dengan terapi tekanan negative dan reseksi dari jaringan nekrotik. Setelah
6 minggu. Tidak ada perbaikan lebih lanjut. Selanjutnya pasien mendapatkan terapi TWO2
selama 6 hari. Dan pada luka mulai tebentuk granulasi dan kemudian dilakukan skin graft diikuti
tekanan
Setelah penggunaan TWO2
negatif.
rehabilitasi medis
Hiperoksigenasi
59
BAB IV
KESIMPULAN
PENYEMBUHAN LUKA
60
Terapi HBOT mempunyai prinsip yaitu menyebabkan keadaan tubuh menjadi hiperoksigenasi
yang dapat berefek positif terhadap luka yang terjadi pada pasien DFU diantaranya dapat
merangsang sintesis kolagen dan terjadinya neovaskularisasi sehingga terjadi proses
penyembuhan luka. Dengan keadaan yang hiperoksia tersebut, edem yang terjadi pada pasien
DFU bisa berkurang dikarenakan terjadi proses vasokonstriksi pembuluh darah. Sehingga
dengan Terapi HBOT , kualitas hidup pasien meningkat , angka terjadinya amputansi pada DFU
dapat menurun, dan waktu terapi juga lebih singkat.
Selain itu, perlu diperhatikan prosedur pelaksanaan terapi HBOT karna dapat menyebabkan efek
samping yakni barotrauma, keracunan oksigen, hypoglicemia ( pada pasien diabetic ) , dan
decompression sickness. Terapi HBOT ini masih belum diketahui oleh banyak pihak khususnya
pasien DFU, sehingga diharapkan dokter sebagai tenaga kesehatan dapat mengenalkan lebih luas
tentang terapi HBOT ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mei Yang,1 Lingling Sheng,2 Tian R. Zhang,1 and Qingfeng Li2
61
62794,
USA
Department of Plastic and Reconstructive Surgery, Shanghai Ninth People's Hospital, Shanghai
Collage
of
Hyperbaric
Medicine.
Diabetic
Foot
Ulcer.
Available:
http://www.achm.org/index.php/General/Medicare-Accepted-Indications/Diabetic-FootUlcer.html.
Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Diabetes mellitus. Harrisons principles of
internal Medicine. 16nd ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
Sudoyo AW, Setiohady B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Kaki Diabetik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006 p.1911-15.
Heyneman CA, Liday CL. Using Hyperbaric Oxigen to Treat Diabetic Foot Ulcer. Critical Care
Nurse 2002; 22; 52-8.
62