Anda di halaman 1dari 62

TUGAS

LAPORAN FIELD TRIP MATRA LAUT

Hubungan Antara Efek Hyperbaric terhadap


Penyembuhan Diabetic Foot pada Pasien Diabetik Melitus

Tutorial
B1
B2
B3
B4

Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Tahun Ajaran 2014-2015

Lembar Pengesahan
1

Tugas Laporan Field Trip Matra Laut


Hubungan Antara Efek Hyperbaric terhadap
Penyembuhan Diabetic Foot pada Pasien Diabetik Melitus

Diajukan untuk memenuhi tugas semester VII di


Fakultas Kedokteran
UPN Veteran Jakarta

Pada tanggal : ........................................


Telah ditandatangani dan disetujui
Di Jakarta

Pembimbing

KATA PENGANTAR
2

Puja serta puji syukur terhadap kehadiran Allah SWT, karena atas izinnya lah kami kelompok
field trip B3,B4, C1, C2, dapat menyelesaikan makalah hasil field trip ini sesuai pada
waktunya. Makalah ini kami buat sebagai hasil laporan atas kegiatan kunjungan ke Lakespra
mengenai Matra Udara.
Kami ucapkan terima kasih kepada pembimbing kami,yang telah membimbing kami,
memberikan banyak motivasi, arahan, serta saran baik melaksanakan kunjungan ini maupun
ketika proses pembuatan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini
dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kelompok kami khususnya dan bagi kita semua
umumnya.

Jakarta, 24 November 2015

Tim penyusun

DAFTAR ISI
Cover ......1

Lembar Pengesahan ....2


Kata Pengantar ....3
Daftar Isi .................................4
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

Latar Belakang .....5


Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..6
Perumusan Masalah .6
Tujuan Kegiatan7
Manfaat Kegiatan ....................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil RS Mintoharjo.8
2.2 Diabetes Melitus .....14
2.3 Kaki Diabetik ..26
2.4 Terapi-terapi lain untuk penyembuhan Kaki Diabetik ...39
2.5 Hyperbaric Therapy ....49
2.6 Syarat penyembuhan DF dengan hyperbaric therapy .....53
2.7 Patofisiologi mengenai Hubungan Hyperbaric therapy dengan Kaki Diabetik .54
2.8 Jurnal-jurnal terupdate tentang hubungan hyperbaric therapy dengan DF ............................56
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Case.........58
3.2 Pembahasan ...59
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 60
DAFTAR PUSTAKA ...........................61

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LatarBelakang
Luka ulkus masih menjadi alasan nomor satu penderita diabetes untuk menjalani
perawatan di rumah sakit. Dalam sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak hanya
mengarah pada terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang lebih serius,
yaitu amputasi. Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar daripada yang
tidak memiliki penyakit diabetes.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperkirakan angka kematian akibat
adanya ulkus atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 15%, dengan angka amputasinya
mencapai 14-24%. Faktor risiko kaki diabetes dan amputasi adalah laki-laki, mengidap diabetes
lebih dari 10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur kaki, penyakit arteri perifer, merokok,
riwayat amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak terkontrol.1
Perawatan luka ulkus membutuhkan biaya besar. Walaupun beberapa asuransi
menanggungnya, namun terkadang biaya yang dikeluarkan melebihi tanggungan. Seperti
misalnya rawat inap, dimana asuransi hanya menanggung 10 hari, sedangkan rata-rata pasien
dengan luka ulkus harus dirawat selama 22-36 hari, belum lagi dengan resiko amputasi,
kemudian ada biaya sosial amputasi yang harus dipertimbangkan. Sebagian besar pasien gagal
untuk mempertahankan hidup yang produktif karena mereka tidak bisa lagi mempertahankan
pekerjaan.
Kaki

diabetik

terjadi

akibat

kendali

kadar

gula

darah

yang

buruk.

Kendali kadar gula darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan pembuluh darah. Saraf yang
rusak membuat penderita diabetes tidak bisa merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin,
sehingga luka di kaki menjadi semakin parah. Kondisi ini disebut dengan neuropati, yang
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer (motorik dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang
mengalami masalah tersebut (disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa
sadar melukai diri sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan
keringat menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi.

Tingginya kadar gula darah juga dapat menghambat diapedesis leukosit, difusi oksigen
dan

pertukaran

zat

kekebalan

tubuh

melalui

membran

kapiler.

Peran Terapi Oksigen Hiperbarik


Terapi oksigen hiperbarik memberikan manfaat fisiologis untuk pasien dengan luka ulkus
antara lain: peningkatan oksigenasi pada daerah yang luka dan terancam luka, membangkitkan
jaringan granulasi, membunuh organisme dan meningkatkan fagositosis. Tekanan pada terapi
hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi antibiotik, meningkatkan produksi kolagen
fibroblast untuk mendukung angiogenesis kapiler sehingga mempercepat penyembuhan luka.
Terapi oksigen hiperbarik memberikan efek bakteriostatik langsung pada mikroorganisme
anaerobik.2
Penelitian juga menunjukkan bahwa HBO memangkas setengah biaya perawatan untuk
luka ulkus, dan efektif mencegah amputasi. Menghindari biaya rehabilitasi dan penghematan
tambahan yang dibutuhkan dalam mencegah re-amputasi atau revisi tunggul merupakan manfaat
tambahan. Tindak lanjut dari pasien ini selama satu hingga enam tahun (rata-rata 30 bulan) telah
menunjukkan daya tahan 92 persen. Artinya, pasien mampu berjalan tanpa lesi atau masalah
lebih lanjut.2
I.2 Waktu dan Tempat Kegiatan
Waktu

Rabu, 25 November 2015

Pukul

07.00-15.00 WIB

Tempat:

Unit Hyperbaric RSAL Mintoharjo

I.3 Rumusan Masalah


a. Apakah terapi hiperbarik berpengaruh terhadap terapi diabetic foot ?
1.4 Tujuan

Mengetahui pengaruh terapi hiperbarik terhadap terapi diabetic foot


1.5 Manfaat
a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pengertian diabetic foot,
pengobatan, serta pencegahan ketahap lebih lanjut yang dapat menyebabkan amputasi
tungkai.
b. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa HBOT efektif dalam mencegah amputasi akibat
diabetic foot.
c. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa HBOT dapat meminimalisir biaya perawatan
untuk luka ulkus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7

II.1 PROFIL RUMAH SAKIT MINTOHARJO


II.1.1. Sejarah Rumah Sakit Mintoharjo
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo Jakarta, berlokasi di Jalan Bendungan Hilir
Nomor 17, Pejompongan, Jakarta Pusat, tampak asri, megah dan kokoh yang berdiri di atas lahan
se luas 42. 586m2. Cikal bakal rumah .sakit ini berawal dari sebuah kegiatan pelayanan
kesehatan berupa perawatan pasien di jalan cut Meutia Nomor 16 Jakarta dan klinik Bersalin di
Jalan Citandui Nomor 4 Jakarta dan Jalan Cidurian Nomor 2 Menteng Jakarta Pusat, yang
kesemuanya itu dikelola oleh Dinas Kesehatan Komando Daerah Maritim Djakarta yang
berkedudukan di Jalan Prapatan Nomor 48 Jakarta.
Berkembangnya TNI Angkatan Laut dan tuntutan kebutuhan pelayanan dan perawatan
kesehatan, maka dibangun sebuah rumah sakit di Jalan Bendungan Hilir Jakarta Pusat yang
diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1957 dan di beri nama Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta,
sebagai Komandan Rumah Sakit dipercayakan kepada Mayor Laut (K) dr. Gandi A.T. Pada saat
itu sarana dan prasarana tasilitas rumah sakit sangat sederhana, diawaki oleh 5 orang dokter yang
terdiri dari dokter bedah, dokter anak, dokter kebidanan, dokter penyakit dalam dan dokter
umum.
Pada tanggal 28 Juni 1961 Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta ditunjuk olen
Departemen Kesehatan sebagai tempat Sekolah Pengatur Rawat (A) dan pada masa perjuangan
Tlikora dan Dwikora, Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta memperoleh

kepercayaan

memperslapkan tenaga medis dan non medis.


Kepercayaan dan predikat silih berganti diperoleh Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta,
maka pada tanggal 15 Mei 1974 Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta berganti nama menjadi
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Stat
Angkatan Laut Nomor Skep/5041.2/ II/1974 tanggal 20 Februari 1974.
Seiring dengan pergantian nama dan Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta menjadi Rumah Sakit
Angkatan laut Dr.Mintoh.ardjo, rumah sakit ini mengalami kemajuan sangat pesat, antara lain:
o Tahun 1976 Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo ditetapkan sebagai
Rumah Sakit Matra Laut dengan ditempatkannya Ruang Udara bertekanan
Tinggi (RUBT). Fasilitas ini dipakai untuk menanggulangi akibat penyelaman,
8

juga untuk kegiatan matra laut seperti uji badan bagi prajurit dan penyelam dari
luar instansi TNI Angkatan Laut serta untuk kebugaran.
o Disamping tugas pelayanan kesehatan dan dukungan kesehatan, Rumah Sakit
Angkatan Laut Dr.Mintohardjo berperan aktit pada berbagai event nasional
maupun internasionaI yang diselenggarakan di Jakarta.
o Melaksanakan dukungan kesehatan secara terbatas dan kesehatan matra laut pada
satuan-satuan operasional TNl AL.
o Melaksanakan rujukan bagi Rumah Sakit Angkatan Laut di Wilayah Barat dan
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi matra laut Wilayah Barat.
o Memberikan rekomendasi tentang tingkat kelayakan kesehatan personel untuk
kepentingan pembinaan personeI.
o Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan dan rumah sakit.
o Mewujudkan predikat Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Mintohardjo sebagai rumah
sakit pendidikan bagi mahasiswa Institusi Pendidikan Kesehatan,antara lain:
Program Studi Kedokteran, Keperawatan, Kebidanan, Farmasi /Apoteker,
Psikologi, Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain, serta memberi peluang terhadap
riset, penelitian program sarjana dan master bidang kesehatan dan non kesehatan
yang berkaitan dengan rumah sakit.
II.1.2. Gambaran Umum Rumah Sakit
Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit TNI AL Dr Mintohardjo (Rumkital Dr Mintohardjo)
Kelas Rumah Sakit : Type B
Status Kepemilikan : Dephan/ TNI AL
Tahun Berdiri : 1 Agustus 1957
Jumlah TT : 315 TT
Luas Lahan : 42.586 m
Status Akreditasi : Penuh Tingkat Lengkap (16 Bidang Pelayanan)
Sertifikat Akreditasi No. HK.03.01/C.III/SK/999/2010 Tanggal 30 Juli 2010
Alamat : Jl. Bendungan Hilir No.17, Jakarta Pusat

RS Al Dr Mintoharjo adalah rumah sakit negeri kelas I. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan
sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. Rumah Sakit ini Termasuk
Besar dimana di Rumah Sakit ini tersedia 251 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding setiap
rumah sakit di Jakarta yang tersedia rata-rata 74 tempat tidur inap. Jumlah Dokter Tersedia
dengan 112 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata-rata rumah sakit di
Jakarta. Pelayanan Inap Termasuk Kelas Tinggi dimana 21 dari 251 tempat tidur di rumah sakit
ini berkelas VIP keatas.
II.1.3. Pelayanan Medis Spesialistik
Pelayanan medis spesialistik di Rumah sakit ini terdiri dari poliklinik akupuntur, poliklinik
alergi, poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik BKIA dan Laktasi, poliklinik gizi, poliklinik
jantung, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik keluarga Berencana, Poliklinik
Kesehatan Gigi dan Mulut, Poliklinik Kulit dan Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Paru,
Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Psikiatri dan Psikologi, Poliklinik Saraf, Poliklinik THT,
dan Poliklinik Umum.
II.1.4. Pelayanan Medis Khusus
1. ICU

Pelayanan perawatan intensif Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo diperuntukan bagi pasien
yang dalam keadaan sakit berat, dikoordinir oleh dokter anasthesi khusus intensif care.

10

Pelayanan perawatan intensif ini merupakan intensif care unit tersier, karena mampu
memberikan pelayanan tertinggi dan tunjangan hidup dalam jangka panjang, meliputi :
1. Melakukan pemantauan secara terus menerus.
2. Memberikan terapi titrasi.
3. Menegakkan diagnosa pada keadaan kritis.
4. Memberikan bantuan alat penunjang hidup.
5. Memberika tunjangan renal plus pemantauan kardiovaskuler.
6. Memiliki dukungan laboratorium dan radiologi 24 jam.
2. HYPERBARIC CHAMBER
RS TNI AL dr. Mintohardjo memperkenalkan kepada masyarakat umum dan sejawat
dokter tentang tersedianya fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik di rumah sakit ini. Terapi
Oksigen Hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana peserta terapi bernafas dengan
menghirup Oksigen murni (100%) di dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi lebih dari 1
Atmosfer Absolut. Terapi OHB merupakan terapi utama pada penyakit penyelaman dan
terapi tambahan pada berbagai penyakit klinis. Oksigen sangat diperlukan oleh mahluk hidup
agar seluruh organ tubuhnya dapat berfungsi normal dan tetap sehat. Oksigen Hiperbarik
merupakan metode terapi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan didukung
berbagai hasil penelitian (Evidence Base Medicine).

3. AESTHETIC dan AKUNPUNTUR

11

II.1.4. Pelayanan Penunjang Medik


1. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan
memakai alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara.
2. Rekam Medis
3. Hemodialisa

12

Haemodialisa adalah suatu tindakan yang dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan atau kerusakan fungsi ginjal dengan menggunakan suatu alat yaitu mesin pencuci
darah sehingga fungsi eksresi / filtrasi dapat diganti dengan sementara.Haemodialisa
berfungsi sebagai pembersihan zat zat tertentu dari darah melalui suatu membrane semi
permiabel, dalam hal ini dari kompertemen darah ke kompertemen dialisat. Adapun Tujuan
Unit Haemodialisa adalah meningkatkan pelayanan Rumah Sakit dengan memberikan
pelayanan haemodialisa kepada pasien secara cepat dan tepat untuk menunjang hasil terapi.
Unit Haemodialisa Rumkital Dr. Mintohardjo memberikan pelayanan Haemodialisa kepada
pasien TNI AL, PNS dan Keluarganya serta mayarakat umum, unit Haemodialisa Rumkital
Dr. Mintohardjo memiliki 17 unit mesin Haemodialisa.
4. Laboratorium Patologi Klinik
Pemeriksaan Hematologi, Pemeriksaan Kimia Klinik, Pemeriksaan Imunologi & Serologi,
Pemeriksaan Urinalisa & Feses, Pemeriksaan Mikrobiologi.
5. Laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Histopatologi dan Sitologi (deteksi kanker melalui urin, sputum, dan lain lain)
6. Departemen Gizi
Departemen Gizi melayani terapi gizi pasien rawat inap dan rawat jalan.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
Pengadaan makanan dengan berbagai menu pilihan
Pelayanan makanan berupa hidangan lengkap dan makanan selingan berdasarkan diet.
Melakukan penyuluhan dan konsultasi gizi
Melakukan penelitian dan pengembangan gizi
Sub Departemen Gizi juga digunakan sebagai lahan praktek mahasiswa peminatan gizi.
7. Instalasi Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai pemilihan,
perencanaan,

pengadaan,

penerimaan,

penyimpanan,

pendistribusian,

pengendalian,

penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
Pelayanan farmasi adalah pendekatan yang profesional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku
apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi
Fasilitas:
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien Anggota
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien Askes
Apotek Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap untuk Pasien umum
13

Ruang konsultasi untuk pelayanan di Apotek Unit Rawat Jalan (URJ)


Ruang konsultasi untuk pelayanan di Askes Rawat Jalan
Fasilitas Pendistribusian obat dengan sistem unit dose dispensing

II.2. Diabetes Melitus


II.2.1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Soegondo,
2005).
II.2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang
berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang
kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes juvenile onset atau
insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa
hari yang disebabkan oleh ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable
atau maturity onset atau noninsulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi
insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi
insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin
eksogen dihentikan.
Bahkan diantara mereka mungkin akan terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut
bila dibandingkan dengan orang normal. Tetapi ini biasa berhubungan dengan obesitas dan/atau
aktivitas fisik (Gustaviani, 2006).
Klasifikasi DM menurut World Health Organization (2009) adalah:
I. Diabetes tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
II. Diabetes tipe 2 : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Noninsulin Dependent Diabetes
Melitus) [NIDDM]. Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau
kedua-duanya
III. Diabetes tipe lain menurut (Powers, 2005):
A. Defek genetik dari fungsi sel dikarakteristikkan dengan mutasi pada:
1. Faktor transkripsi inti hepatosit (HNF) 4 (MODY 1)
2. Glukokinase (MODY 2)
14

3. HNF-1 (MODY 3)
4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)
5. HNF-1 (MODY 5)
6. NeuroD1 (MODY 6)
7. DNA mitokondria
8. Konversi insulin atau proinsulin
B. Defek insulin pada kerja insulin
1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprekaunism
3. Sindrom rabson-mendenhall
4. Sindrom lipodistrofi
C. Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik fibrosis,
hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulous.
D. Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma, hipertiroid,
stomatostatinoma, aldosteronoma.
E. Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon tiroid, bloker.
F. Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.
G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun "stiff-man" sindrom.

IV. Diabetes melitus gestasional (diabetes selama kehamilan) (ADA, 2003).


II.2.3. Etiologi Diabetes Melitus
Non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM) atau diabetes tidak tergantung insulin
(DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada perangsangan glukosa
15

bersama bahan perangsang insulin lain. Berarti sel pankreas mengalam desensitisasi terhadap
rangsangan glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)
II.2.4. Patofisiologi Diabetes Melitus (Brunner and Suddarth, 2002)
1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria).
Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini
disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
16

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama
kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005).
II.2.5. Epidemiologi Diabetes Melitus
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus
diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 ribu kasus baru. Diabetes
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kebutaan
pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit
2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan
jantung. Tiga puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain
kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga
meningkat (Schteingart, 2005).
II.2.6. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan
dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
17

2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan
garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah
perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat
diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif
tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (trigliserida > 250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35
mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.

II.2.7. Gejala Klinis Diabetes Melitus


Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia,
Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan
(Waspadji, 1996).
18

II.2.8. Diagnosa DM
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl,
glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM

II.2.9. Komplikasi DM
II.2.9.1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun
kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi
kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 %
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit
mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi
19

dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena
(Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi
glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui
glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)
Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2006).
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali
disertai gangguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (SOEwondo,2006)

II.2.9.2. Komplikasi Kronik

Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus
ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya
kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit
pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).

Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati


20

Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya


mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal
ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006).
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik
nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut
lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui
pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006).

Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner, 2002).

Ulkus/gangren (Avicenna, 2009).

II.2.10 Pencegahan DM
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah
normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha
pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat
bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:

II.2.11. Pencegahan Primer


Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu
yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
II.2.12. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama
pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa
dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun
sudah ada komplikasi masih reversibel.
21

Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan
cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini
komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk indonesia
ini termasuk mahal.
II.2.13. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah
kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit
dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan
II.2.14. Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu
(2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada
keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin
dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (Yuli, 2010).
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien DM
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan
Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu
dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sehari
22

dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk dtentang diabetes
terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono,
2006).
Penyulugan diabetes melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder dan
tersier (Hiwani Mkes FK USU)
Menurut Yuli (2010) penyulugan tersebut meliputi pemahaman tentang :
a. Penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM
d. Intervensi farmakologi dan non farmakologi
e. Hipoglikemia
f. Perawatan kaki diabetes
g. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

II.2.15. Perencanaan Makanan


Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat
60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan idaman. Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 g/hari, diutamakan
serat larut (Yuli, 2010).
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks Masa Tubuh (IMT) BMI
= IMT = BB (kg)/TB (m)2

23

II.2.16 Kebutuhan Zat Gizi DM


Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein
orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20 %
energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein
untuk orang dengan diabetes adalah 10-15% energi (Drh Hiswani Mkes).
Lemak
Rekomendasi pemberian lemak (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
b. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7 % dari total kalori per hari.
c. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans.

24

e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.
Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total kebutuhan
energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 % jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak
tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat
terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk membantu
melancarkan kerja tubuh. Apabila kita makan makanan yang bervariasi setiap harinya maka tidak
perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang
normal. Oleh karena itu, perlu membatasi konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan
vetsin. Anjuran makan garam dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak
diabetes. Dianjurkan untuk menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per hari dengan mengutamakan serat
larut (Drh Hiswani Mkes).
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari
3000 mg (Drh Hiswani Mkes).

25

2.14. Kandungan kalori DM


Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan penyakit yang
dideritanya. Jika penderita juga tergolong penderita obesitas, maka selain pembatasan hidrat
arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap kandungan kalori dalam dietnya. Di RS
Cipto Mangunkusumo digunakan delapan diet baku dengan berbagai tingkatan kandungan kalori
(Juni, 2006) yaitu:
1. Diet I : 1100 kalori
2. Diet II : 1300 kalori
3. Diet III : 1500 kalori
4. Diet IV : 1700 kalori
5. Diet V : 1900 kalori
6. Diet VI : 2100 kalori
7. Diet VII : 2300 kalori
8. Diet VIII : 2500 kalori
Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong penderita obesitas. Diet IV
sampai V diberikan kepada penderita dengan berat badan normal, Diet VI sampai dengan VIII
diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes dengan komplikasi, atau penderita diabetes yang
sedang hamil.

II.3. Diabetic Foot


II.3.1. Definisi
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda
sebagai berikut:

26

1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).


2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik.
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu
panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
II.3.2. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetik
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka
timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil,
kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke
tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada
tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren
yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf.
Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes,
27

kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur
untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri
yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga
aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200
mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini
harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok.
Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa
berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain

Luka kecelakaan

Trauma sepatu

Stress berulang

Trauma panas

Iatrogenik

Oklusi vaskular

Kondisi kulit atau kuku

Faktor risiko demografis


28

Usia
Semakin tua semakin berisiko

Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas
mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap
komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis,
atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik
terdekat.
Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Faktor risiko perilaku
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki
diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
Faktor risiko lain
Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
Berat badan
Merokok

29

II.3.3 Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetik


Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi
darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk
ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan
nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuhsembuh.
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti
sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang
merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang
berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar
dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat
menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 5

30

Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik.


Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk mencegah
kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati, observasi setiap
hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian
preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya.
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada
kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena
sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan
kondisi serius pada kaki.
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya
kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan
faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang
menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik
dikategorikan menjadi 2 golongan :
a. Kaki diabetik akibat angiopati / iskemia
b. Kaki diabetik akibat neuropati
A. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada
pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran
31

basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas


tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). 8,9
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi
khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi
oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal.
Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah
kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada
tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren
yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi
klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam
hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi
jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku,
kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.
B. Kaki Diabetik akibat neuropati
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien
dengan gula darah yang tidak terkontrol.
Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
32

patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon,
hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki
karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari
martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis
atau sendi Charcot. 4

Gambar 2. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh:
o Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma
o Macam, besar dan lamanya trauma
33

o Peranan jaringan lunak kaki


Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf
sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri,
panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak
sensitif ini.
Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf
simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi
keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler.
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan
menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena.
Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat
disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat
berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi
kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus
ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi
jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya
tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus.

Gambar 3. Gangren jari kaki.


Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomic:
34

1. 50% ulkus pada ibu jari


2. 30% pada ujung plantar metatarsal
3. 10 15% pada dorsum kaki
4. 5 10% pada pergelangan kaki
5. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel
II. 3. 4. Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi 5:
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan
kalus claw
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

35

Gambar 4. Kaki Diabetik derajat V.

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat


ditentukan sebagai berikut :
1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor
seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini,
sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1. Insisi : abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

36

Gambar 5. Kaki Diabetik derajat V.


Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah
kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua,
sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap
infeksi. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang
bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Lepas dari itu semua, tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko terhadap kaki
pengidap diabetes jauh lebih baik ketimbang harus menjalani operasi, apalagi amputasi. Masih
banyak cara mencegah dan merawat kaki diabetes. Di antaranya melakukan senam kaki, selain
senam atau kegiatan olahraga yang harus dilakukan untuk mengontrol gula darah.
II. 3. 5. Penanggulangan dan Pencegahan Kaki Diabetes
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan) penyakit
secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah, status gizi, tekanan darah, kadar
kolesterol, pola hidup sehat. Sedang untuk pencegahan dan perawatan lokal pada kaki sebagai
berikut:

37

1. Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.


2. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah, maupun
untuk menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
3. Pemberian penyuluhan pada penderita dan keluarga tentang (apakah DM,
penatalaksanaan DM secara umum, apakah kaki diabetes, obat-obatan,
perencanaan makan, DM dan kegiatan jasmani), dll.
4. Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Hentikan merokok Periksa kaki
dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus (pengerasan), bula
(gelembung), luka, lecet.
5. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari kaki.
6. Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki.
7. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
8. Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
9. Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
10. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
11. Hindari trauma berulang.
12. Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai.
13. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari adanya
benda asing.
14. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

38

15. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstruktor seperti orgat,


adrenalin, ataupun nikotin.
16. Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol
walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
Bila borok telah terjadi sebelum dilakukan perawatan sendiri di rumah oleh keluarga
sebaiknya harus dikonsultasikan ke dokter untuk menentukan derajat keparahan borok,
mengangkat jaringan yang mati (necrotomi) serta mengajari keluarga cara merawat luka serta
obat-obatan apa saja yang diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Beberapa hal
yang tidak boleh dilakukan adalah jangan merendam kaki dan memanaskan kaki dengan botol
panas atau peralatan listrik. Hal ini untuk mencegah luka melepuh akibat panas yang berlebih.
Jangan menggunakan pisau/silet untuk menghilangkan mata ikan, kapalan (callus). Jangan
membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut. Segeralah ke dokter bila kaki luka atau
berkurang rasa. Mintakan nasihat dari dokter.
Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila
membutuhkan. Antibiotikpun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan
penisilin spektrum luas, kloksasilin/dikloksasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau
metronidazol untuk kuman anaerob.
Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik
untuk maskud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Terdiri dari tindakan bedah kecil
seperti insisi dan penaliran abses, debridemen dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan
berdasarkan indikasi yang tepat.
Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah terjadinya luka, jangan membiarkan
luka kecil, sekecil apapun luka tersebut. Segeralah ke dokter bila kaki luka atau berkurang
rasa.
II.4. Pengelolaan lain terhadap Kaki Diabetik

39

Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka lain, yaitu
mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga
proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka.
Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang
jaringan mati, jaringan dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara
berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah.
Harus diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement
yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada gangren
yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang
buruk. Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan
nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara
maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan
dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan
mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzymayic
debridement; Mechanical debridement; biological debridement; surgical debridement.(6,7,8)
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil eksperimen
menunjukkan jumlah antara 105- 106 organisme/gram di bed luka akan mengganggu
penyembuhan luka.
Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara terbaik
untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan menilai eksudat.
Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan
balut tekan disertai highly absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan
pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan
untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan
umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit >1500
40

sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari
jaringan yang dalam.Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang
sehat. dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan
menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat
untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya
dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka
luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. tradisionil
masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan
infeksi sekunder. Selain itu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar
akibat penderita bermaksud

merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang

digunakan adalah air panas

(4,15)

Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti

povidone iodine asam asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium
hipokhlorit perlu dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut
dapat membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat
sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga
harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus
yang dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang terpenting
pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
-

Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan.

Merangsang penyembuhan luka.

Melindungi dari suhu luar.

Melindungi dari trauma mekanis.


41

Tidak memerlukan penggantian sering.

Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.

Bebas dari zat yang mengotori.

Tidak melekat diluka.

Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.

Mempunyai daya serap terhadap eksudat.

Mudah untuk melakukan monitor luka.

Memudahkan pertukaran udara.

Tidak tembus mikroorganisme.

Nyaman untuk pasien.

Mudah penggunaannya.

Biaya terjangkau.
Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan

memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi
angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka. Suasana lembab membuat suasana
optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan. Kemampuan
hidrokoloid secara signifikan lebih baik dari kasa NaCl 0,9%, dressing time rata-rata dan lama
rata-rata perawatan ulkus relatif lebih sedikit.
Aplikasi Tekanan Negatif (VAC Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit Sembuh.
Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik berketerampilan tinggi
untuk menutupnya,chrush injury, luka dengan gangguan vaskuler, luka dengan penyerta yang
kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk
dalam kategori luka yang sulit sembuh. Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif
42

(VAC) telah berkembang untuk mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja
aplikasi tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan
menghilangkan udem, (2) mempercepat pembentukan pembuluh darah baru (proses
angiogenesis), (3) mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler, sehingga
keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk member fasilitas penutupan
luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa aplikasi tekanan negatif
(VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel
- Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derived growth
factors (PDGFs) dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telah resisten terhadap
pengobatan

yang komperhensif Platelet derived wound healing formula (PDWHF)

berasal dari sel

alfa platelet dan mengandung faktor pertumbuhan (growth factors)

sebagai berikut :
a. Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat chermoattractive
dan membantu membersihakan debris dan bakteri.
b. Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan chermoattractive
meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks, merangsang monosit dan monoblast
untuk mengontrol infeksi
c. Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive merangsang
pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena itu meningkatkan suplai
vaskuler
d. Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen yang
merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit
Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors pertumbuhan secara
tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasil dalam mempercepat kesembuhan lesi,
hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat

peyembuhan suatu lesi diperlukan

beberapa factor pertumbuhan (multiple growth factor).


Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat meningkatkan insufisiensi
vaskuler oleh karena penekanan kapiler. Edema tersebut dapat dikurangi dengan cara menaruh
43

satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi terlalu tinggi karena hal tersebut
juga akan mengganggu sirkulasi.
5. Biakan Ulkus
Dalam menghadapi kasus KD kita haruslah berpegang bahwa tidak semua KD
mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah perlu dilakukan
kultur .Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah
a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus. Streptococcus)
b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri dari
Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp, Proteus sp), anaerob
( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp).
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur. Pengambilan bahan
kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur

akan lebih dipercaya apabila

pengambilan bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah debridement.
Budi Riyanto (1997) mendapatkan penyebab infeksi pada KD di RSUP Dr Kariadi
Semarang yang terbanyak adalah enterobacter (18,6%), protese (10%) dan

eschericiacoli

(8,6%). Sedangkan Gatot Soegiarto (1998) di RSUP Dr. Soetomo Surabaya mendapatkan
pseudomonas sp (39,15%), Enterobacter sp (23,20%), Eschericia sp (1,6%) dan Proteus (5,8%) .
6. Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik : Pilihlah antibiotik yang paling
potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
1. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri -bakteri
tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi balk, memungkinkan pemberian
dosis yang kecil khususnya pada infeksi yang ringan sedang.
2. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen
Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
44

bersifat polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan
secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,

ticarcillin/clavulanate,

piperacillin/

tazobactam,

Cefotaxime

atau

ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang


bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut:
ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam +vancomycin, vancomycin +
metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh.
Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi
bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama beberapa minggu dan
kemudain dievaluasi kembali melalui foto polos radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah
direseksi sampai bersih, pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2
minggu.
A. Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan maka
selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan gangguan rheologi pada penderita
tersebut. Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi
dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma, deformabilitas
eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor von Willbrands.
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat memperbaiki
eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit. Perubahan perubahan ini akan
memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya menambah oksigenisasi pada piringan yang
sebelumnya

kurang mendapat

oksigen (20, 21) Perbaikan

45

mikrosirkulasi

bukan hanya

memperbaiki oksigenasi jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat


antibiotic , dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan.
John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD yang
mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari yang diberikan
secara continous drips selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan obat tablet per oral,
mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan kolompok control.
Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit sehingga obat obat
antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin, dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin
dan yang terbaru masuk Indonesia adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden
terjadinya PVD pada penderita DM.
7. Non weight bearing
Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena umunnya kaki
penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka
akan menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada
akan mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga. menghambat penyembuhan.
Penggunaan tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai
non weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya
adalah mempergunakan gips (contact cast).
8. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalain proses penyembuhan.
Perlu untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan
Hb di atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5 gr / dl (4,15). Besi, vitamin B12, asam folat
membantu sel darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatu
kofaktor dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan
jaringan. Zinc juga berperan dalam respon imun.
Pengelolaan kaki diabetic berdasarkan kriteria Wagner.

46

PENGOBATAN KAKI DIABETIK DENGAN PROPOLIS


Propolis atau Lem Lebah adalah suatu zat resin yang dikumpulkan oleh lebah madu dari sumber
tumbuhan seperti aliran getahatau tunas pohon. Dikumpulkan oleh lebah untuk menutupi lubang
kecil, hingga 6 milimeter, sementara untuk lubang yang lebih besar digunakan malam lebah.
Warnanya tergantung sumber tumbuhannya, namun biasanya coklat tua. Propolis bersifat lengket
pada suhu ruangan atau di atasnya (20 C). Sementara jika lebih rendah, akan menjadi keras dan
rapuh.
KOMPOSISI KIMIAWI PROPOLIS
Pada dasarnya komposisi kimiawi dari propolis bisa bervariasi tergantung dari mana bahannya
dikumpulkan oleh lebah. Dalam penelitian dari lebah yang mengumpulkan madu dari poplar
(Populus spp., section Aigeiros), diambil kesimpulan kemiripan bahan ini, yaitu pinocembrin,
pinobanksin and its 3-O-acetate, chrysin, galangin, prenyl esters of caffeic and ferulic acids, dan
lain-lain. Namun pohon yang berbeda akan menghasilkan komposisi berbeda pula.
MANFAAT
Selama puluhan tahun, peternak lebah berasumsi bahwa lebah menggunakan propolis untuk
melindungi koloni dari gangguan kecil seperti hujan atau serangan udara dingin. Hanya saja,
sejak abad ke 20 telah diteliti bahwa lebah bukan hanya bertahan, bahkan malah semakin
berkembang dengan adanya ventilasi selama musim dingin.
Karena itu, kini dipercayai bahwa manfaat propolis lebih kepada:
1. Memperkuat stabilitas struktur sarang
2. Mengurangi getaran di dalam sarang
3. Memperkuat pertahanan sarang dengan menutup jalur masuk alternatif
4. Mencegah penyakit dan parasit memasuki sarang, serta menghalangi pertumbuhan
bakteri
5. Mengisolasi binatang yang terlanjur masuk dan mati di dalam sarang sehingga menjadi
mumi yang tidak terlalu berbau dan berbahaya.

47

Propolis adalah bahan antiinflamasi alami yang berasal dari turunan protein resin lebah.telah
dilakukan penelitian oleh Henshaw FR dkk (2014) bahwa penggunaan propolis secaratopikal
dapat mengurangi inflamasi dan meningkatkan penyembuhan luka diabetik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien kaki diabetic yang setiap harinya diberikan propolis
topical selama 6 minggu :
41% grup dengan propolis berkurang ulser kakinya disbanding kelompok control pada minggu
pertama
Pada minggu ke 3, 44% peserta mengalami penyembuhan kaki diabetiknya dan seluruh
responden mengalami penyembuhan pada minggu ke 3 sampai ke 7.
PENGOBATAN KAKI DIABETIK DENGAN STEM CELL
Seluruh kehidupan berasal dari sel punca, yang diartikan sebagai sel yang memiliki kemampuan
untuk memperbarui dan menghasilkan progenitor dari berbagai macam tipe sel di organisme.
JENIS-JENIS STEM CELL
1. Stem Cell Embrionik (Embryonic Stem Cell)
Stem Cell yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio.
Stem Cell Embrionik merupakan awal dari seluruh jenis Sel dalam tubuh Manusia. Tergolong
sebagai stem cell yang bersifat Pluripoten. Inilah keistimewaan stem cell embrionik, dengan
dasar yang pluripoten, secara logis, tidak ada satupun penyakit degeneratif yang tidak dapat
diobati. Berbagai riset yang telah dipublikasikan hingga saat inipun, baik in vivomaupun in vitro,
menunjukkan hasil yang mendukung optimisme ini.
2. Adult Stem Cell (Stem Cell dewasa)
Stem Cell yang ditemukan diantara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan
yang telah mengalami maturasi. Dengan kata lain, Stem cell dewasa adalah sekelompok sel yang
belum berdiferensiasi, bahkan kadang ditemukan dalam keadaan inaktif, pada suatu jaringan
yang telah memiliki fungsi spesifik dalam tubuh individu. Keberadaan stem cell ini diperkirakan
bertujuan untuk menjaga homeostasis jaringan tempatnya berada. Berdasarkan bukti ilmiah yang
telah ada, kemampuan diferensiasi stem cell dewasa tergolongMultipoten.

48

Beberapa contoh alur diferensiasi stem cell dewasa dijelaskan berikut ini :
Stem cell hematopoietik. Mampu berdiferensiasi menjadi seluruh sel darah, seperti :
sel darah merah, trombosit, monosit (makrofag), neutrofil, basofil, eosinofil. Limfosit B, limfosit
T, dan Natural Killer(NK) cell.
Stem cell jaringan saraf (neural). Mampu berdiferensiasi menjadi tiga golongan
utama Sel saraf, yaitu Astrosit, Oligodendrosit, dan Neuron. Selain itu, stem cell jaringan saraf
juga mampu berdiferensiasi menjadi kelompok sel saraf yang memiliki aktivitas dopaminergik,
sehingga dapat digunakan untuk terapi Parkinson.
Stem cell jaringan kulit. Stem cell yang banyak ditemukan di Stratum basalis
epidermis kulit dan dasar folikel rambut ini, mampu berdiferensiasi menjadi keratinosit, dan sel
penyusun lapisan epidermis kulit.
Stem cell masenkimal. Mampu berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit,
adiposit, dan berbagai jenis sel penyusun jaringan ikat.
Stem cell jantung. Mampu berdiferensiasi menjadi tiga jenis sel utama penyusun
organ jantung, yaitu endotel, kardiomiosit, dan sel otot polos.
Khusus Stem Cell Dewasa, walaupun telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi
diferensiasi yang dimilikinya hanya tergolong Multipoten, namun jurnal-jurnal ilmiah pada
beberapa tahun terakhir ini menyatakan bukti dapat terjadinya transdiferensiasi.

49

2.5 Hyperbaric Therapy


HYPERBARIC CHAMBER
Adalah ruang berbentuk seperti kapsul yang terbuat dari baja dan aluminium yang memiliki
lubang jendela akrilik. Ruang/chamber terdiri dari ruang dengan dua pintu, satu untuk ke luar
chamber dan satu ke ruang utama dari chamber, yang dapat diberi tekanan masing-masing
sehingga memungkinkan pasien untuk masuk atau keluar ruang utama chamber saat masih
bertekanan.

50

Adanya airlock memungkinkan obat-obatan, instrumen atau makanan dimasukkan ke


dalam ruang utama chamber. Melalui televisi sirkuit tertutup, teknisi dan staf medis di luar
chamber dapat memantau keadaan di dalam ruangan chamber. Komunikasi dua arah antara
bagian dalam chamber dan bagian luar dapat dilakukan melalui intercom. Karbon dioksida
scrubber terdiri dari sebuah kipas yang mengalirkan gas di dalam ruang melalui soda lime
canister yang berfungsi untuk memfilter karbondioksida beracun keluar dari udara. Panel
kontrol di luar chamber digunakan untuk membuka dan menutup katup yang memungkinkan
udara untuk memasuki atau meninggalkan ruangan serta oksigen yang dipasok untuk masker.
Komponen-komponen Hyperbaric Chamber:
Badan (Hull)
Umumnya terdiri dari 2 ruang :

Inner lock (dalam) untuk pengobatan


Outer lock (luar) untuk transfer masing-masing dapat ditekan
Medical Look
Pintu dilapisi karet
Jendela permanent
Cat warna terang, tidak pantulkan cahaya, mudah dibersihkan, tidak licin.
Perabot
o Tempat duduk lipat
o Penerangan
o Tandu dorong

Sistem Pipa

Lubang masuk udara tekan, diredam.


Lubang masuk keluar berjauhan sirkulasi udara
Pembuangan (exhaust) jauh dari panel kontrol listrik
Klep ekualisasi

Gas Pernapasan

Kompressor (listrik atau diesel) difiltrasi dari CO masuk bank persediaan

dialirkan ke RUBT
Oksigen, oksigen cair dan nitrogen,helium oksigen dihubungkan ke sistem pernapasan
51

Gas pernapasan ke klep pengatur eksternal, ke dalam ruangan-ruangan klep pengatur


internal kemudian flow meter masker.

Komunikasi
Untuk kedua ruangan dan penel control digunakan telepon atau intercom.
Pemadam kebakaran
Fasilitas pemadam menggunakan air pancuran otomatis atau manual, dengan slang dan tabung.
Ada dua tipe utama ruangan hiperbarik: ruangan hiperbarik monoplace dan ruangan
hiperbarik multiplace. Ruangan hiperbarik monoplace adalah ruangan terapi hanya untuk satu
orang, sedangkan ruangan hiperbarik multiplace adalah ruangan terapi untuk dua orang atau
lebih (Christian Risby Mortensen, 2008). Namun sebenarnya banyak sekali jenis terapi
hiperbarik yang disebabkan karena variasi penggunaannya sangat banyak. Ruangan Hiperbarik
berdasarkan klasifikasi dari National Fire protection Association (NFPA-99 Health care Facilities
) United states, dibagi menjadi:

Kelas A - untuk Manusia, Multiplace chamber atau ruangan hiperbarik yang


diperuntukan bagi manusia dengan jumlah lebih dari satu orang dimana ruangan
tersebut terdiri dari lebih dari 1 ruangan bisa dua, tiga atau lebih, sehingga jika
terjadi kendala atau masalah pada salah satu pasien atau peserta terapi dapat
dilakukan penanganan dengan baik tanpa mengganggu pasien yang lain. Selain itu
juga masalah kontaminasi penyakit maupun hal lain dapat dipisahkan dengan baik.
alat hiperbarik seperti ini adalah yang terbaik jika akan melayani pasien lebih dari 1
orang dalam satu kali pelayanan, sehingga baik tenaga perawat yang menemani
didalam maupun yang mengawasi diluar , baik paramedis maupun dokter ahli
hiperbarik dapat memberikan bantuan langsung kedalam jika terjadi hal hal yang

tidak di inginkan.
Kelas B manusia (monoplace chamber): ruangan hiperbarik seperti ini diperuntukan
bagi manusia dengan kapasitas satu orang atau tunggal didalamnya. dan biasanya
pasien sendiri didalam tidak ditemani oleh tenaga medis. tenaga medis hanya
mengawasi dan memantau dari luar. semua instruksi, peralatan pendukung dan
kendali ada diliuar.
52

Kelas C Binatang bukan untuk manusia.

2.6 Syarat penyembuhan DF dengan hyperbaric therapy


Syarat-syarat pasien Diabetic Foot Ulcer untuk Terapi Oksigen Hiperbarik:
1. Adanya ulkus diabetikum di ekstremitas bawah
2. Tidak ada perbaikan setelah 30 hari perawatan luka dasar
3. Ulkus harus derajat Wagner III, Wagner IV, atau Wagner V

53

Sumber: http://www.podiatrytoday.com/article/8026

2.7 Patofisiologi mengenai Hubungan Hyperbaric therapy dengan Kaki Diabetik

54

55

2.8 Jurnal-jurnal terupdate tentang hubungan hyperbaric therapy dengan DF

56

Judul Jurnal/ referat

Tahun

Pengamatan

Hasil

o
1

Kesimpulan
PENATALAKSANAAN
ULKUS DIABETIKUM
DENGAN HIPERBARIK
OKSIGEN

2011 oleh

Di RSAL

Terjadinya proses

Resti

MINTOHARJO 2011-

penyembuhan ulkus

Akmalin

2012

tergantung faktorfaktor primer dan

sekunder serta
penatalaksanaan

TERAPI

OKSIGEN

2007 oleh

Di RSAL MARINIR

HIPERBARIK PADA PASIEN

Steven M

CILANDAK

ORTHOPAEDI

ulkus itusendiri.
Kasper, Braunwald,
Fauci,
Hauser,
Longo,
Jameson.
Diabetes
mellitus.
Harrisons principles
of internal Medicine.
16nd ed. New York;
Mc Grawn Hill; 2005
p. 2168-9.
Sudoyo

AW,

Setiohady B, Alwi I,
Simadibrata
Setiati

S.

M,
Kaki

Diabetik. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: FKUI; 2006
p.1911-15.
Heyneman CA, Liday
CL.

Using

Hyperbaric
to

Treat

Oxigen
Diabetic

Foot Ulcer. Critical


Care Nurse 2002; 22;
52-8.
57

BAB III
58

PEMBAHASAN
CONTOH KASUS
Seorang pasien diabetes laki-laki berusia 72 tahun dengan PAD yang sudah berkembang menjadi
gangren. Sebelum mendapatkan terapi bedah pasien diberikan prostavasin namun tidak ada tanda
peningkatan status vaskuler. Selanjutnya dilakukan amputasi transmetatarsal dengan debridement
berulang yang diikuti dengan terapi tekanan negative dan reseksi dari jaringan nekrotik. Setelah
6 minggu. Tidak ada perbaikan lebih lanjut. Selanjutnya pasien mendapatkan terapi TWO2
selama 6 hari. Dan pada luka mulai tebentuk granulasi dan kemudian dilakukan skin graft diikuti

tekanan
Setelah penggunaan TWO2

negatif.

selama 13 hari pasien mulai menjalani

rehabilitasi medis

PEMBAHASAN KASUS (terlampir di bawah ini)


Hyperbaric Oxygen Therapy
(HBOT)
SIntesis
Perubaha
Kemampuanleukosi
Meningkatk
Proses
kemokin
npraiske
ResponInfla
Fungsi
integrin
tutkproduksiradikal
an
survival
metabolism
monosit
mik HIF
Proliferasi
Fx.
Mobilisasi
SPC
Peningkatankonsentrasioksigen
plasma &
Produk HIF-related
Basic
ROS
dan
RNS
jaringan
2
menurun
berkura
Edema
Pertumbuhanl
darisumsumtul
Vasokonstriksi
Fibroblas
SintesisKolage
Kematianbakte
bebas
proses
difusioksigenkekapiler
VEGF Neovaskulari
masi -1, HO-1,
seluler
O2Seluler
fibroblast
Fibroblast
GF
genes Hiperoksia
post-

Hiperoksigenasi
59

BAB IV
KESIMPULAN
PENYEMBUHAN LUKA
60

Terapi HBOT mempunyai prinsip yaitu menyebabkan keadaan tubuh menjadi hiperoksigenasi
yang dapat berefek positif terhadap luka yang terjadi pada pasien DFU diantaranya dapat
merangsang sintesis kolagen dan terjadinya neovaskularisasi sehingga terjadi proses
penyembuhan luka. Dengan keadaan yang hiperoksia tersebut, edem yang terjadi pada pasien
DFU bisa berkurang dikarenakan terjadi proses vasokonstriksi pembuluh darah. Sehingga
dengan Terapi HBOT , kualitas hidup pasien meningkat , angka terjadinya amputansi pada DFU
dapat menurun, dan waktu terapi juga lebih singkat.
Selain itu, perlu diperhatikan prosedur pelaksanaan terapi HBOT karna dapat menyebabkan efek
samping yakni barotrauma, keracunan oksigen, hypoglicemia ( pada pasien diabetic ) , dan
decompression sickness. Terapi HBOT ini masih belum diketahui oleh banyak pihak khususnya
pasien DFU, sehingga diharapkan dokter sebagai tenaga kesehatan dapat mengenalkan lebih luas
tentang terapi HBOT ini.

DAFTAR PUSTAKA
Mei Yang,1 Lingling Sheng,2 Tian R. Zhang,1 and Qingfeng Li2
61

Division of Plastic Surgery, Southern Illinois University School of Medicine, Springfield, IL

62794,

USA

Department of Plastic and Reconstructive Surgery, Shanghai Ninth People's Hospital, Shanghai

Jiao Tong University School of Medicine, Shanghai 200011, China


Received 19 November 2012; Revised 3 February 2013; Accepted 4 February 2013
Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Diabetes mellitus. Harrisons principles of
internal Medicine. 16nd ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
American

Collage

of

Hyperbaric

Medicine.

Diabetic

Foot

Ulcer.

Available:

http://www.achm.org/index.php/General/Medicare-Accepted-Indications/Diabetic-FootUlcer.html.
Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Diabetes mellitus. Harrisons principles of
internal Medicine. 16nd ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
Sudoyo AW, Setiohady B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Kaki Diabetik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006 p.1911-15.
Heyneman CA, Liday CL. Using Hyperbaric Oxigen to Treat Diabetic Foot Ulcer. Critical Care
Nurse 2002; 22; 52-8.

62

Anda mungkin juga menyukai