Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pemompa darah tidak bisa berfungsi dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan. Gagal sirkulasi berbeda dengan gagal jantung.
Gagal sirkulasi lebih menunjukan ketidakmampuan sistem kardiovaskuler untuk
melakukan perfusi jaringan dengan memadai yang mencakup pada segala kelainan
sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan termasuk perubahan
volume cairan, tonus vaskular, dan jantung. Gagal jantung, keadaan dimana terjadi
bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (Udjiati,
2010).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan dan /atau kemampuan hanya ada kalau disertai dengan peninggian
volume diastolic secara abnormal (Ardini, 2011).
B. Etiologi
Etiologi dari gagal jantung kongestif antara lain:
1. Disritmia
Gangguan irama jantung dapat mempangaruhi pemompaan darah oleh jantung.
pada bradikardi terjadi peningkatan pengisian diastolik dan regangan serat miokard
yang berhubungan dengan peningkatan isi sekuncup, sehingga curah jantung
dipertahankan. ini adalah toleransi yang baik pada orang yang sehat, sedangkan
pada orang dengan gagal jantung akan terjadi penurunan kontraktilitas menurun
dan curah jantung menurun.
Pada keadaan takikardi, waktu pengisian diastolik meningkat, kebutuhan miokard
akan oksigen meningkat. ini adalah toleransi pada orang yang sehat. Namun pada
orang dengan gagal jantung terjadi kontraksi premature yang mangakibatkan
penurunan curah jantung jantung dan dapat memicu untuk terjadinya gagal jantung.
2. Malfungsi katup
Malfungsi katup dapat mengakibatkan kegagalan pompa yang dapat menyebabkan
adanya kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar pompa ruang,
seperti stenosis katup aortic atau stenosis pulmonal). kelebihan beben volume dapat
meningkatkan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas otot jantung
Abnormalitas otot jantung dapat menyebabkan ventrikel berupa infark miokard,
aneurisma ventrikel dan fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner
jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, pemyakit mikard primer
(kardiomiopati), hipertrofi luas (biasanya karena hipertensi pulmonal stenosis aortic
atau hipertensi sistemik).
4. Ruptur miokard
a) Ruptur otot papilaris

Ada dua otot papilaris pada ventrikel kiri yang tonjolan-tonjolan ototnya
seperti ibu jari tempat melekatnya korda tendeana, tahanan katup mitral.
otot-otot ini dapat terlibat dalam proses infark dan dapat terjadi rupture. jika
hal ini terjadi maka akan terdapat kehilangan tahanan tiba-tiba dari salah
satu katup mitral dan regurgitasi mitral terjadi pada tiap kontraksi ventrikel
kiri. tekanan ini menyebabkan kelebihan beban volume pada atrium kiri dan
dapat menunjuka menifestasi klinis :dipsnue berat dan edema pulmonal.
b) Ruptur septum interventrikular
Gagal jantung tiba-tiba tampak pada imfark miokard akut sebagai akibat
rupturnya septum intraventrikuler. rupture septal ini akan tampak pada
minggu pertama setalah kerusakan dan secara klinis menunjukan adanya
nyeri dada, dipsnea, syok, dan kegagalan pompa.Selain itu, juga terdapat
mur-mur keras yang berakhir pada sepanjang sistolik pada batas sternum
bawah.
c) Ruptur ventrikel kiri
Rupture ventrikel kiri mengakibatkan kompresi akut jantung atau
tamponade dan ketidakmampuan kedua ruang untuk mengisi dengan
adekuat. kegagalan pompa yang mendadak dapat mengakibatkan syok dan
kematian.Rupture dinding bebas dapat didahului oleh kembalinya nyeri dada
saat darah memotong melalui dinding miokard yang nekrotik. kolaps
vaskuler tiba-tiba seperti terjadi pada fibrilasi ventrikel, tetapi pada irama
tidak mengalami perubahan pada grafik EKG.
Penyebab gagal jantung menurut Sylvia A. Price, 2005, antara lain:
A. Kelainan mekanik
a) Peningkatan beban tekanan
sentral (stenosis aorta)
perifer (hipertensi sistemik)
b) Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban
awal)
c) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidalis)
d) Tamponase pericardium
e) Pembatasan miokardium atau endokardium
f) Aneurisme ventrikel
B. Kelainan miokardium
Primer
1) Kardiomiopati
2) Miokardium
3) Kelainan metabolic
4) Toksisitas (alcohol, kobalt)
Kelainan disdinamik sekumder
1) Penyakit jantung koroner
2) Kelainan metabolic
3) Peradangan
4) Penyakit sistemik
5) Penyakit paru obstruksi kronis

C. Perubahan irama jantung


1) Fibrilasi
2) Takikardia atau bradikardi ekstrim
3) Asinkronitas listrik, gangguan konduksi
C. Tanda dan Gejala
Diagnosis gagal jantung kongetif (criteria Framimgham)
1) Kriteria mayor
Dipsnea nocturnal paroksimal atau ortopnea
Peningkatan tekanan vena jugularis
Ronkie basah tidak nyaring
Kardiomegali
Edema paru akut
Irama derap S3

Peningkatan tekanan vena >16 cm H2O


Refluks hepatojugular
2) Kriteria minor
Edema pergelangan kaki
Batuk malam hari
Dypsneu deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitasvital berkurang 1/3 maksimum
Takikardi (>120x/menit)
3) Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari terapi
Diagnosa ditegakkan dari 2 mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada
pada saat bersamaan.
Tanda dan gejala CHF menurut Sylvia A. Price, 2005, antara lain:
manifestasi klinis gagal jantung harus mempertimbangkan derajat latihan fisik yang
dapat menyebabkan timbulnya gejala. derajat latihan fisik dapat dilihat dalam New
York Heart Association (NYHA) yang membagi klasifikasi fungsional dalam 4 kelas,
yaitu:
Kelas 1 (tidak gagal)
bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2
bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas segari-hari tanpa

keluhan
Kelas 3
bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
kelas 4
bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring
Tanda dan gejala yang lain, antara lain:

a) dipsnea (perasaan sulit bernapas), akibat dari peningkatan kerja pernapasan


alibat kongesti vaskuler paru yang mengurangi kelenturan paru. dipsnea saat
beraktivitas merupakan awal dari gagal jantung kiri
b) ortopnea, dipsnea saat berbaring disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian-bagian tubuh yang dibawa kea rah sirkulasi sentral.
c) dipsneu nocturnal paroksisimal (paroxysimal nocturnal dypsnea) atau
mendadap terbangun karena dispnea terjadi karena adanya edema paru interstial
dan juga manifestasi gagal jantung kiri dinanding dengan dipsnea dan ortopnea.
d) batuk nonproduktif, terjadi akibat kongesti paru, terutama saat berbaring. pada
keadaan ini akan timbul ronki yang disebabkan oleh adanya transudasi cairan
paru.
e) hemoptisis, yang terjadi akibat pendarahan vena bronchial akibat distensi vena
f) disfagia, akibat dari distensi atrium kiri dan vena pulmonalis yang dapant
mengkompresi esophagus
g) peningkatan tekanan vena jugularis dikarenakan vene-vena di leher mengalami
bendungan
h) peningkatan tekanan vena central akibat dari selama inspirasi jantung kanan
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)

gagal menyesuaiakan dengan peningkatan aliran darah balik vena ke jantung.


pernapasan kusmaul, akibat peningkatan CVP
hepatomegali
anoreksia dan nausea akibat kongesti hati dan usus
edema perifer akibat penimbunan cairan dapal ruang innterstial
nokturia,untuk mengurangi retensi cairan
asites atau edema anasarka akibat gagal jantung
kulit pucat dan akral dingin akibat vasokonstriksi perifer
sianosis akibat menurunnya COP dan kadar HB meningkat
takikardia
hiperkalemia
BUN dan keratin meningkat akibat perubahab laju glomerulus

Tanda dan gejala menurut menurut Carolyn,M, 1997 antara lain


a) tanda dan gejala gagal ventrikel kiri
kongesti vascular pulmonary
dipsnea
ortopnea
dipsnea nocturnal paroksimal
batuk iritasi
edema pulmonal akut
penurunan curah jantung
gallop atrial-S4
gallop ventrikel- S3

ronkie paru
disritmia
peningkatan berat badan
pernapasan cheyne-stokes
b) Tanda dan gejala ventrikel kanan
curah jantung rendah
distensi vena jugularis
disritmia
edema dependen

S3 dan S4 ventrikel kanan


hiperesonansi pada perkusi
imobilisasi diafragma rendah
penurunan bunyi napas
peningkatan diameter dada anteroposterior

D. Klasifikasi
menurut Killip ada 4 kelas gagal jantung, yaitu:
1) kelas 1 (tidak ada kegagalan jantung)
tidak ada kegagalan
2) kelas 2 (kegagalan ringan sampai sedang)
kegagalan ringan sampai sedang yang bersifak kronik yang memiliki ciri-ciri, antara
lain:
adanya bunyi S3

peningkatan frekuensi jantung


batuk rejan (rale) pada dasar jantung
kongesti pulmonal (sering tanpa edema pulmonal)
disritmia
kontraksi atrium perematur
fibrilasi atrium
fluter atrium
takikardi
3) kelas 3 (edema pulmonal akut)
situasi yang mengancam hidup yang memiliki ciri-ciri, antara lain:
transudasi cairan dari kapiler pulmonal ke dalam area elveolar yang mengakibatkan
dispnea dan ansietas.
4) kelas 4 (syok kardiogenik)
sindrom kegagalan memompa yang paling mengancam hidup yang berhubungan
dengan mortalitas dan menyebabkan syok kardiogenik denga gejala klinis:
tekanan sistolik darah kurang dari 80 mmHg (sering tidak dapat diukur)
nadi lemah dan cepat
kulit pucat, dingin dan berkeringat
sianosis
gelisah, kekacauan mentas, dan apatis
perubahan status mental
penurunan atau tidak ada pengeluaran urine

E. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat merespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolism
dengan menggunakan mekanisme konpensasi yang bervariasi untuk mempertahankan
kardiak output yaitu meliputi:
respon system simpatis terhadap barorreseptor atau kemoreseptor
pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaiakan terhadap

peningkatan volume
vasokonstriksi artei renal dan aktivasi system rennin angiotensin
respon terhadap serum dan regulasi ADH dan reabsorpsi terhadap cairan

kegagalan mekanisme konpensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi
yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan
jantung. kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri
koronaria. penurunan COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke
miokard.

peningkatan

dinding

akibat

dilatasi

tuntutanoksigen pada pembesaran jantung terutama

menyebabkan

peningkatan

pada jantung iskemik atau

kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.


Patofisiologi gagal jantung kiri
Kelainan instriksik pada konstraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit sistemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel kiri yang
efektif. kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP).
derajat

peningkatan

tekanan

tergantung

pada

kelenturan

ventrikel.

Dengan

meningkatnya LVEDP maka akan terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri( LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsunh selama diastole. peningkatan LAP
diteruskan kebelakang ke dalam pembuluh darah paru-paru , meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. apabila tekanan hidrostatik kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotok pembuluh darah, maka akan terjadi transsudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstial. peningkatan tekanan lebih
lanjutdapat meningkatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
tekanan arteri paru-paru dapat meningkatkan akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru.hipertensi pulmonalismeningkatkan tahapan ejeksi ventrikel kanan. gagal jantung
kiri juga terjadi pada jantung kanan yang akhirnya menyebabkan edema dan kongesti
sistemik.

Patofisiologi gagal jantung kanan


gagal jantung kanan terjadi kerena kondisi apapun yang dapat mengurangi efisiensi dari
miokardium, melalui kerusakan atau overloading, seperti infark miokard dimana otototot jantung pengalami kekurangan oksigen, hipertensi, dan amiloidosis (protein
tersimpan di otot jantung). hal ini dapat menyebabkan perubahan pada kerja jantung,
yaitu:
1. penurunan kontraktilitas dikarenakan overloading ventrikel
2. terjadi penguranganvolume stroke sebagai hasil kegagalan systole dan diastole atau
keduanya. volume sistolik akhir meningkat yang disebabkan oleh kontraktilitas

berkurang. penurunan hasil akhir diastolic dan pengisian ventrikel terganggu,


sehingga menyebabkan regurgitasi pada ventrikel.
3. peningkatan denyut jantung yang dirangsang oleh syaraf simpatik. pada awalnya itu
merupakan pertahanan agar COP stabil. namun hal ini dapat menyebabkan
ketegangan pada miokard dan dapat menyebabkan iskemik di miokard.
4. hipertrofi miokardium yang dapat meyebabkan payah jantung dan menurunkan
kemampuan diastolic.

F. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan , antara lain:
1) pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali

2)
3)
4)
5)

corakan vaskuler paru menggambarkan kranialisasi


garis kerley A/B
infiltrate prekordial kedua paru
pemeriksaan EKG
Pada pemeriksaan EKG didapatkan Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat, sehingga akan diperoleh

gambaran Right Ventrikuler Hipertropy (RVH) dan Left Ventrikuler Hipertropy


(LVH). Selain itu juga diperoleh disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
Gambar Left Ventrikuler Hipertropy (LVH)

Gambar Right Ventrikuler Hipertropy (RVH)

6) Sel Darah Putih : Leukosit (10.000 20.000) biasanya tampak pada hari kedua
setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
7) Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot
dan memiliki 3 fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB, dan CK-MB, CK-BB
paling banyak terdapat pada jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum.
Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan pertanda cedera otot yang
paling spesifik seperti infark miocardium. Setelah infark miocardium akut, CK dan
CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 18
hingga 24 jam dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari.
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF sebelum di rumah sakit, antara lain:


1. Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
2. Berikan oksigen dan nitrogliserin
3. Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi: Informasikan secara dini
rumah sakit dengan transmisi atau interpretasi, mulai ceklist terapi fibrinolitik,
Informasikan dini rumah sakit untuk mempersiapkan penanganan STEMI
Penilaian Infark Miokard Acute saat di ruang gawat darurat (<10 menit), antara lain:
1. Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
2. Pasang jalur IV line
3. Periksa dan baca EKG 12-15 sandapan
4. Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
5. Lakukan ceklist terapi fibrinolisis, awasi jika ada kontraindikasi
6. Periksa enzim jantung, elektrolit, dan koagulasi
7. Lakukan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)
Penatalaksanaan Infark Miokard Acute saat di ruang gawat darurat ,antara lain:
1. berikan oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
2. berikan aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
3. berikan nitrat sublingual, semprot, atau IV
4. berikan morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin.
H. Komplikasi
Komplikasi dari CHF, antara lain:
1. syok kardiogenik
2. tromboemboli
3. efusi dan tamponade pericardium

I. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Data Subjektif
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak
b) Riwayat penyakit saat ini
P : hal yang dapat menyebabkan sesak napas pada pasien gagal jantung kongestif
Q : seberapa sering sesak napas muncul dan menghilang kembali
R:S : seberapa parah sesak napas yang dirasakan oleh pasien
T: kapan sesak napas biasanya muncul
c) Riwayat sebelumnya
Riwayat merokok,riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, riwayat penyakit

hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia,obesitas,hiperlipidemia


Data Objektif
a. Airway
Terdapat sumbatan atau penumpukan secret, ronchi
b. Breathing
Pasien tampak sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit,
irama cepat dangkal
pasien tampak menggunakan otot bantu nafas
pasien tampak menggunakan nasal kanul atau masker
c. Circulation
Takikardi / nadi teraba lemah dan cepat (Normal : 60 100 x/menit)
TD meningkat
Edema pada ekstremitas
Akral dingin dan berkeringat
Kulit pasien tampak pucat
sianosis
Output urine menurun
palpitasi
d. Disability
Lemah/fatique
Kehilangan kesadaran

2. Pengkajian Sekunder
a. Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung dan abdomen.
Adanya edema di ekstermitas bawah
b. Five Intervention/Full set of vital sign

Perubahan hasil EKG yang

gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST


Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi peningkatan denyut nadi dan pernapasan,

berhubungan dengan infark miocardium

penurunan tekanan darah)

GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru


akut atau kronis.

c. Give Confort
sesak napas yang dirasakan cukup berat, untuk meringankan sesak napas yang
dirasakan, maka dianjurkan untuk melakukan posisi semifowler.
d. Head to toe
1. Kepala : rambut hitam merata, bersih, tidak berketombe, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
2. Wajah : simetris, tidak luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
3. Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan
4. Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada benjolan,
tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
5. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, warna gusi merah muda, tidak
ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
6. Telinga : bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
kemampuan mendengar baik
7. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Adanya bendungan vena
jugularis, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
8. Dada : Asimetris, pergerakan ireguler, retraksi intercoste, ada wheezing,
ada ronchi, sesak,nyeri saat inspirasi, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
9. Payudara : Bersih, tidak ada nyeri tekan
10. Abdomen : tidak ada asites, adanya hematomegali, pemakaian otot
diagfragma, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada luka, tidak ada
benjolan, bising usus melemah 8x/menit
11. Genetalia : tidak ada pedarahan, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan
12. Anus : tidak ada hemoroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
13. Tangan : warna sama dengan sekitar, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,
Adanya edema, penurunan kekuatan otot karena kelemahan, Kulit yang
dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatis
14. Kaki : warna seperti warna sekitar, tidak ada luka, tidak ada benjolan, Adanya
edema, penurunan kekuatan otot karena kelemahan, Kulit yang dingin dan
pucat akibat vasokontriksi simpatis
e. Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas

J. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis gagal jantung dan
hipertropi jantung
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya kongesti paru, ginjal, dan
penurunan perfusi perifer
3. Ansietas berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan peran dalam keluarga dan
ketidakmampuan secara permanen.

K. Rencana Tindakan Keperawatan


No

Diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

1.

keperawatan
Penurunan curah

Setelah dilakukan

1. ukur TTV

jantung

asuhan keperawatan

berhubungan

selama 1x45 menit

dengan respon

diharapkan stabilitas

fisiologis gagal

hemodinamik dapat

jantung dan

dipertahankan dengan

hipertropi jantung

kriteria hasil, antara


lain:
TD normal
120/80 mmHg

Rasionalisasi
1. untuk mengetahui
status kesehatan

2. pasang dan
pantau EKG

pasien
2. untuk mengetahui
irama dan
frekuensi jantung
3. untuk memenuhi

3. berikan terapi
oksigen sesuai
kebutuhan
4. kolaborasikan

kebutuhan
oksigen pasien
4. karena memiliki

Nadi normal
60-100x/menit
Pasien merasa lebih
tenang
CRT normal
< 2 detik
Suhu normal
36.5o-37o C
RR normal
16-20x/menit

dengan dokter

osmilaritas yang

untuk pemberian

tinggi

IV line dengan

dibandingkan

cairan yang

serum, sehingga

bersifat

mampu

hipertonis

menstabilksn
tekanan darah dan
mengurangi

5. anjurkan pasien
untuk bedrest
dengan posisi
semi fowler

edema.
5. untuk
memudahkan
paru-paru
mengembang

selama 7-10 hari


6. pasang poli
6. untuk mencegah
cateter urine
7. kolaborasikan
dengan dokter
tentang

pasien
beraktivitas
7. untuk mengurangi
beban jantung dan
paru-paru

pemberian lasix
dan nitrat
vasodilator

2.

gangguan

Setelah dilakukan

1. Ukur TTV

pertukaran gas

asuhan keperawatan

status kesehatan

berhubungan

selama 1x45 menit

dengan adanya

diharapkan ventilasi dan 2. Kaji irama, dalam

pasien
2. Untuk mengetahui

kongesti paru,

oksigenasi adekuat

dan bunyi napas

1. Untuk mengetahui

adanya edema

paru
dengan kriteria hasil:
3. Untuk memenuhi
penurunan perfusi TD normal
3. Berikan terapi
kebutuhan
120/80 mmHg
perifer
oksigen sesuai
Nadi normal
oksigen pasien
60-100x/menit
kebutuhan
4. karena memiliki
Suhu normal
4. Kolaborasikan
osmilaritas yang
o
o
36.5 -37 C
dengan dokter
RR normal
tinggi
untuk
16-20x/menit
dibandingkan
tidak terdapat retraksi
pemasangan IV
serum, sehingga
dada
line dengan cairan
mampu
bunyi napas normal
yang bersifat
ginjal, dan

tidak ada bunyi ronki


suara perkusi paru-

patu timpani
pasien dapat
melakukan batuk

3.

hipertonis

menstabilksn
tekanan darah dan
mengurangi

5. Latih pasien untuk


batuk efektif

edema.
5. Untuk mencegah

Ansietas

efektif
Setelah dilakukan

berhubungan

asuhan keperawatan

seberapa besar

dengan penyakit

selama 1x10 menit

pengaruh cemas

kronis, perubahan

diharapkan kecemasan

terhadap tanda-

peran dalam

pada pasien dapat

keluarga dan

berkurang dengan

2. berikan waktu

kriteria hasil:
TD normal
120/80 mmHg
Nadi normal
60-100x/menit
pasien dapat

kepada pasien

ketidakmampuan
secara permanen.

mengungkapkan
kecemasan yang

dirasakan.
pasien tampak lebih
tenang

1. Ukur TTV

untuk
mengungkapkan

atelektasis
1. Untuk mengetahui

tanda vital
2. Untuk mengetahui
hal yang
dirasakan oleh
pasien

semua kecemasan
tentang perasaan
dan penyakit yang
diderita, serta
gejala yang
dirasakan
3. berikan

3. Untuk member

lingkungan yang

rasa nyaman

kondusif untuk

kepada pasien

terciptanya

dalam

diskusi terbuka

mengungkapkan

mengenai

perasaannya

perasaan dan
persepsi pasien
mengenai
penyakitnya.
4. jelaskan kepada
pasien dan
keluarga tentang
penyakit dan cara
mengobatinya.

4. Untuk member
rasa tenang pada
keluarga dan
pasien setelsh
mengetahui
banyak tentang

5. libatkan keluarga

penyakitnya
5. untuk membantu

dan sistem

tercapainya

pendukung yang

penurunan cemas

lainnya.
6. dorong

pada pasien
6. agar keluarga

komunikasi

mendapatkan

terbuka keluarga

informasi dari

kepada perawat

sumber yang

jika keluarga

benar

pasien ingin
menanyakan
tentang kondisi
pasien
7. validasi
pengetahuan dasar
pasien dan
keluarga tentang
penyakit gagal
jantung kongestif
8. kolaborasikan
dengan dokter
untuk lebih
memberikan
penjelasan tentang
penyakit pasien

7. untuk
mengevaluasi
pengetahuan
pasien dan
keluarga tentang
penyakit pasien
8. dapat membuat
keluarga dan
pasien memahami
dan mengerti
penyakit pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Hudak, Carolyn.2007.Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief.2009.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aeusculapius
Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)
DI IGD RSUD GENTENG BANYUWANGI

Disusun oleh :
RETNO SUSANTI N
2011.02.030

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2015

Anda mungkin juga menyukai