Anda di halaman 1dari 12

KEPUTUSAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP. 246/MEN/2003
TENTANG
PROSEDUR DAN KRITERIA PENYIAPAN LOKASI
PERMUKIMAN TRANSMIGASI
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

b.

c.

Mengingnt :

1.

2.

3.

4.

5.

:
a.
bahwa ketersediaan lokasi permukiman
transmigrasi, merupakan prasarat bagi penempatan
transmigran agar program transmigrasi dapat
berjalan sesuai dengan arah, tujuan dan sasaran
penyelenggaraan transmigrasi;
bahwa pengembangan kawasan sebagai lokasi
permukiman transmigrasi harus direncanakan sesuai
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah/Daerah
dan
pelaksanaannya harus memenuhi kriteria layak huni,
layak usaha, layak berkembang dan layak lingkungan;
bahwa untuk itu perlu Prosedur dan Kriteria Penyiapan
Lokasi Permukiman Transmigrasi yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan lcmbaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2034);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tuhun
1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3474);
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tuhun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,

6.

7.

8.
9.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 3696);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3800);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3952);
Keputusan Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun
2001 tentang Pengangkatan Menteri Dalam Kabinet
Gotong Royong;
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor KEP. 219/MEN/2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:
KEPUTUSAN
MENTERI
TENAGA
KERJA
DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR
DAN
KRITERIA
PENYIAPAN
LOKASI
PERMUKIMAN
TRANSMIGRASI.

PERTAMA

Memberlakukan Prosedur dan Kriteria Penyiapan Lokasi


Permukiman Transmigrasi dengan ketentuan sebagaimana
tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.

KEDUA

KETIGA

:
Prosedur dan Kriteria Penyiapan Lokasi Pemukiman
Transmigrasi meliputi:
a.
identifikasi Potensi Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Manusia Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi;
b.
legalitas Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi;
c.
luas Areal Lokasi Permukiman Transmigrasi
d.
perencanaan Pembangunan Permukiman Transmigrasi
e.
aksesibilitas
f.
kelayakan Lokasi Permukiman Transmigrasi
:

Prosedur dan Kriteria Penyiapan Lokasi Permukiman


Transmigrasi sebagaimana dimaksud diktum PERTAMA
digunakan sebagai dasar pelaksanaan Penyiapan Lokasi
Permukiman Transmigrasi di tingkat Pusat, tingkat Provinsi

dan tingkat Kabupaten/Kota.


KEEMPAT

Pelaksanaan Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi


dilakukan secara terencana, terpadu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KELIMA

Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur


lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis atau Petunjuk
Pelaksanaan yang ditetapkan oleh Oirektur Jenderal sesuai
dengan tugas dan fungsinya.

KEENAM

Dengan berlakunya Kcputusan ini maka segala ketentuan


yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pembangunan Lokasi
Permukiman Transmigrasi dinyatakan tidak belaku.

KETUJUH

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 November 2003
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLlK INDONESIA
ttd
JACOB NUWA WEA

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth:


1.
Para Menteri Kabinet Gotong Royong;
2.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
3.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
4.
Para Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi;
5.
Para Gubernur di seluruh Indonesia;
6.
Kepala Dinas yang menangani tugas Bidang Ketransmigrasian di
Provinsi seluruh Indonesia.
LAMPIRAN

Keputusan Menteri Tenaga Kerja


dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
Nomor : KEP. 246/MEN/2003
Tanggal : 18 November 2003
Tentang Prosedur dan Kriteria
Penyiapan
Lokasi
Pemukiman
Transmigrasi.
-------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Penyelenggaran transmigrasi merupakan bagian integral dari
Pembangunan Nasional, sehingga pelaksanaannya tidak terlepas dari
arah tujuan, dan ruang lingkup dari pembangunan nasional. Proses
penyelenggaraan transmigrasi yang menyebar di seluruh wilayah
Nusantara merupakan bagian dari pembangunan daerah. Penyediaan
dan penyiapan calon Lokasi Permukiman Transmigrasi harus
mempunyai keterkaitan langsung atau didukung dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah/Daerah. Disamping itu kondisi lokasi harus jelas letak,
luas dan batas fisik (clear) dan sudah bebas dari tuntutan hak-hak
masyarakat atau hak-hak lainnya (clean). Pengukuhan lokasi yang
sudah clear and clean oleh Bupati/Walikota/Gubernur menjadi dasar
untuk menyusun rencana dan pengembangan Lokasi Permukiman
Transmigrasi untuk disesuaikan dengan jenis transmigrasi dan pola
usaha pokok yang dikembangkan. Lokasi Permukiman Transmigrasi
adalah permukiman yang skala dan daya tampungnya antara 100 KK
s/d 2.000 KK sehingga rancangan suatu lokasi permukiman transmigrasi
ada yang berdiri sendiri dengan membangun kelengkapan prasarana
dan sarana, namun ada pula yang menyisip atau menyatu dengan
pemukiman yang sudah ada dengan memanfaatkan prasarana dan
sarana yang sudah tersedia.
Selain itu Lokasi Permukiman Transmigrasi berfungsi untuk mendukung
percepatan pusat pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang
berkembang. Pada pusat pertumbuhan tersebut dapat dilengkapi
dengan prasarana dan sarana permukiman dan saling berhubungan
dalam tatanan jaringan jalan, sehingga akan membentuk beberapa
Satuan, Kawasan Pengembangan yang menjadi wilayah pertumbuhan
ekonomi. Dengan dikembangkannya Lokasi Permukiman Transmigrasi
akan tercipta kesempatan kerja, peluang usaha, baik usaha primer,
sekunder maupun tersier, sesuai dengan pola usaha pokok yang pada
gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
para transmigran dan masyarakat sekitar, sehingga akhirnya dapat
membantu meningkatkan harkat, martabat serta kualitas hidup Bangsa
Indonesia.
Keragaman pengertian Lokasi Permukiman Transmigrasi akan dapat
menimbulkan berbagai pemahaman yang kurang tepat dan hal itu
berakibat pada pelaksanaan tugas identifikasi penyediaan lahan,
perencanaan permukiman dan kesiapan suatu Lokasi Permukiman
Transmigrasi kurang dapat berjalan sebagaimana semestinya.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian


dan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka peran Pemerintah Pusat adalah sebagai
fasilitator yang meliputi antara lain advokasi, fasilitasi dan bimbingan
serta mendukung pendanaan/penganggarannya bagi Pemerintah
Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan hal tersebut
diharapkan penyelenggaraan transmigrasi berjalan sesuai dengan
aspirasi daerah dan terwujud pedoman bagi pemerintah di daerah,
dalam pelaksanaan pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi.
Dengan mendasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan pengaturan
mengenai Lokasi Permukiman Transmigrasi sebagai penjabaran
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, yang fungsinya lebih aplikatif
dan
operasional
sesuai
dengan
tugas
pokok
dan
fungsi
ketransmigrasian. Ketentuan ini dimaksudkan untuk dijadikan dasar,
pedoman dan acuan kerja bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
dan atau Kabupaten/Kota dalam penyediaan Lokasi Permukiman
Transmigrasi.
B.

Ruang Lingkup
Tahapan Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi ini meliputi:
1.
Identifikasi Potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia
Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi;
2.
Legalitas Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi;
3.
Batas dan Luas Areal Lokasi Permukiman Transmigrasi;
4.
Perencanaan Pembangunan Permukiman Transmigrasi;
5.
Aksesibilitas;
6.
Kelayakan Lokasi Pemukiman Transmigrasi.

C.

Maksud dan Tujuan


Prosedur dan Kriteria Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi ini
dimaksudkan sebagai dasar dan acuan kerja bagi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Instansi terkait dalam
melaksanakan tugas Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi.
Sedangkan tujuannya adalah agar dapat diperoleh kesamaan persepsi
dan
langkah-langkah
dalam
penyediaan
Lokasi
Permukiman
Transmigrasi yang sesuai dengan potensi Sumber Daya Alam dan
Sumber Daya Manusia di Daerah.

D.

Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam Keputusan Menteri tentang Prosedur


dan Kriteria Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah
terwujudnya lokasi permukiman transmigrasi yang layak huni, layak
usaha, layak berkembang dan layak lingkungan.
E.

Pengertian
1.
2.

3.

4.

5.
6.

7.
8.

9.

10.

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk


meningkatkan kesejahteraan dan menetap di lokasi permukiman
transmigrasi.
Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang
berpindah
secara
sukarela
ke
Wilayah
Pengembangan
Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi melalui
pengaturan dan pelayanan Pemerintah.
Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang
ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung
pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang
berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Satuan Kawasan Pengembangan adalah suatu kawasan yang
terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah satu
diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi
desa utama.
Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau
bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat
tinggal dan tempat usaha transmigran.
Satuan Permukiman Transmigrasi adalah satuan permukiman
potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi
untuk mendukung pusat perumbuhan ekonomi pada wilayah yang
sudah ada atau sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah.
Legalitas Tanah adalah kepastian hukum hak-hak atas tanah di
daerah atau dipermukiman transmigrasi.
RTSKP (Rencana Tata Ruang Satuan Kawasan Pengembangan)
adalah perencanaan ruang untuk Satuan Kawasan Permukiman
yang terdiri dari beberapa Satuan Permukiman Transmigrasi/UPT,
yang masih memerlukan RSTP/RTUPT.
RTSP/RTUPT (Rencana Teknis Satuan Permukiman/Rencana Teknis
Unit Permukiman Transmigrasi) adalah perencanaan untuk
membentuk Satu Satuan Permukiman atau bagian dari satuan
permukiman bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran
dalam kerangka rencana pembangunan kawasan transmigrasi.
Pola Usaha Pokok adalah kegiatan usaha tertentu transmigran
pada satuan permukiman yang meliputi usaha primer, usaha
sekunder atau usaha tersier.
BAB II

PERSYARATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN


LOKASI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI (LPT)
Pembangunan dan Pengembangan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT)
harus mempunyai persyaratan yang tahapannya sebagai berikut:
A.
Identifikasi Potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Calon
Lokasi Permukiman Tansmigrasi (LPT)
Kegiatan Identifikasi Potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah kegiatan yang
sifatnya umum dengan lingkup melakukan analisa atas kondisi/keadaan
calon Lokasi Permukiman Transmigrasi yang meliputi:
1.
luas, batas-batas dan kesesuaian tahan dengan komoditi yang
dapat dikembangkan;
2.
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat calon lokasi
permukiman transmigrasi dan penduduk setempat;
3.
perkiraan daya tampung dan daya dukung lingkungan;
4.
kondisi dan partisipasi penduduk terhadap program transmigrasi;
5.
jenis usaha yang dapat dikembangkan dan keterampilan yang
diperlukan;
6.
prasarana dan sarana yang ada dan yang akan dikembangkan;
7.
prediksi tingkat pengembangan ekonomi;
8.
rencana pembangunan.
B.

Legalitas Calon Lokasi Permukiman Transmigrasi


Aspek legalitas merupakan dukungan utama yang bersifat formal dari
suatu Lokasi Permukiman Transmigrasi yang dilakukan oleh masyarakat,
Instansi Pemerintah dan pihak lain berupa:
1.
adanya penyerahan areal calon lokasi dari masyarakat
Desa/LKMD atau Kepala Adat yang dituangkan dalam bentuk
tertulis;
2.
adanya pelepasan kawasan hutan bagi areal yang berada di
kawasan hutan dari Instansi yang berwenang;
3.
calon lokasi yang telah diserahkan, ditetapkan dengan Keputusan
Pencadangan Areal dari Bupati/Walikota/Gubernur;
4.
lokasi yang akan dikembangkan, dikukuhkan dalam Peraturan
Daerah oleh Pemerintah Daerah setempat;
5.
lokasi yang dikembangkan diproses menjadi Hak Pengelolaan;
6.
lokasi yang dikembangkan sesuai dengan rencana pengembangan
daerah/RTRW;
7.
lokasi yang dikembangkan tidak tumpang tindih dengan
peruntukan lain.

C.

Luas Areal Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT)


Pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi harus terencana dengan

letak, luas dan batas yang jelas, agar dapat diketahui luasan yang
dikembangkan dan daya tampungnya.
Bentuk/typologi Pembangunan dan Pengembangan Lokasi Permukiman
Transmigrasi adalah:
1.
pembangunan Satuan Kawasan Pengembangan/beberapa Satuan
Permukirnan Transmigrasi;
2.
pembangunan Satuan Permukiman Transmigrasi/Unit Permukiman
Transmigrasi;
3.
pembangunan Bagian dari permukirnan yang sudah ada/bagian
Unit Permukirnan Transmigrasi.
Sehingga luasan lahan pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi
diklarifikasikan dalam:
1.
untuk
Satuan
Kawasan
Pengembangan/beberapa
Satuan
Permukiman Transmigrasi luasnya antara 2000 s/d 6000 Ha atau
setara dengan 500 KK s/d 2000 KK;
2.
untuk Satuan Permukiman/Unit Permukiman Transmigrasi luasnya
antara 500 s/d 2000 Ha atau setara dengan 300 s/d 500 KK;
3.
untuk Bagian Satuan Permukiman luasnya antara 100 s/d 500 Ha
atau setara dengan 100 s/d 300 KK.
Luas lahan lokasi permukiman transmigrasi, harus disesuaikan dengan
jenis transmigrasi yaitu Transmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa
Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri dan pola usaha pokok
yang dikembangkan, misalnya pola nelayan, pola tambak, pola
perkebunan, pola tanaman pangan, pola jasa industri dan pola-pola
lainnya dilengkapi dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
D.

Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Lokasi Permukiman


Transmigrasi.
Pembangunan dan Pengembangan Lokasi Permukiman Transmigrasi
harus dilakukan secara terencana yang diklarifikasikan dalam 3 (tiga)
kelompok yaitu:
1.
untuk Pembangunan Satuan Kawasan Pengembangan disusun
Rencana Tata Ruang Satuan Kawasan Pengembangan (RTSKP) ;
2.
untuk Pembangunan Satuan Permukiman disusun Rencana Teknis
Satuan Permukiman (RTSP) atau Rencana Teknis Unit Permukiman
Transmigrasi (RTUPT);
3.
untuk Pembangunan Bagian Satuan Permukiman yang berdaya
tampung di atas 100 KK s/d 300 KK perencanaannya perlu
dilakukan Rencana Teknis Unit Permukiman Transmigrasi.
Perencanaan sebagimana dimaksud butir a, b dan c sekurangkurangnya telah dapat menjelaskan tata ruang/letak, luas, batas,
jaringan jalan dan sumber air pada Lokasi Permukiman Transmigrasi.

E.

Aksesibilitas

Pembangunan dan Pengembangan Lokasi Permukiman Transmigrasi


harus mempunyai aksesibilitas yang baik yaitu:
1.
tidak terisolir, mudah dijangkau;
2.
telah tersedia sarana dan prasarana transportasi yang menuju ke
calon lokasi;
3.
jarak antara calon lokasi dengan pusat pelayanan sosial dan
ekonomi 5 Km. Untuk calon lokasi yang mempunyai potensi dan
prospek ekonomi yang layak, jarak antara calon lokasi dengan
pusat pelayanan sosial dan ekonomi tidak melebihi 20 Km;
4.
kelayakan Lokasi Permukiman Transmigrasi.
Pada prinsipnya Lokasi Permukiman Transmigrasi harus memenuhi
kriteria catur layak yang terdiri layak huni, layak usaha, layak
berkembang dan layak lingkungan:
a.
Layak Huni
Suatu kawasan disebut layak huni apabila lokasi tersebut
memenuhi persyaratan untuk dapat ditempati serta mampu
mendukung kehidupan yang sehat secara berkesinambungan
Persyaratan untuk layak huni meliputi:
1)
Lahan bebas banjir, bukan merupakan daerah longsor atau
bencana alam lainnya;
2)
Memenuhi persyaratan kesehatan (bebas penyakit);
3)
Tersedia potensi sumber air bersih;
4)
Tersedia prasarana transportasi untuk memungkinkan
terjadinya hubungan dengan daerah sekitarnya;
5)
Tersedia fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan sosial
ekonomi.
b.

Layak Usaha
Suatu lokasi disebut layak usaha apabila pada lokasi tersebut
tersedia atau dapat dilakukan suatu kegiatan usaha yang dapat
memberikan penghasilan yang memadai untuk dapat menunjang
kehidupan sepanjang tahun.
Persyaratan untuk layak usaha meliputi:
1)
Tersedia lahan pertanian atau peluang usaha yang
memenuhi syarat untuk kegiatan produksi;
2)
Tersedia sarana dan prasarana produksi pengelolaan yang
diperlukan;
3)
Tersedia prasarana jalan yang menghubungkan antar lokasi
permukiman maupun dengan pusat pemasaran (Ibukota
Kecamatan/Ibukota Kabupaten).

c.

Layak Berkembang

Lokasi Permukiman Transmigrasi disebut lokasi layak berkembang


apabila
lokasi
tersebut
memenuhi
persyaratan
yang
memungkinkan untuk berkembang menjadi Pusat Pertumbuhan
Ekonomi Baru.
Persyaratan untuk layak berkembang meliputi:
1)
Mempunyai daya tampung besar, yang terdiri dari unit-unit
permukiman transmigrasi dan desa-desa sekitarnya;
2)
Mempunyai akses antar unit-unit permukiman serta dengan
pusat pemerintah dan pusat pasar;
3)
Mempunyai kontribusi terhadap pengembangan daerah;
4)
Mempunyai komoditas unggulan berskala ekonomi;
5)
Mempunyai keterkaitan ekonomi antar kawasan dengan
pusat-pusat pemusaran yang lebih tinggi;
6)
Tersedia lembaga ekonomi masyarakat.
d.

Layak Lingkungan
Suatu kawasan transmigrasi yang disebut layak lingkungan
adalah kawasan transmigrasi yang sejak tahap perencanaan,
pembangunan hingga tahap pemberdayaan difasilitasi agar
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di kawasan
tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk
pemenuhan kebutuhan para transmigran dan penduduk sekitar.
Persyaratan untuk layak lingkungan meliputi:
1)
Pengembangannya sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
2)
Proses pembangunan kawasan senantiasa memperlihatkan
kelestarian lingkungan;
3)
Adanya keseimbangan untuk menimbulkan interaksi dan
integrasi sosial budaya di lokasi baru dan sekitarnya;
4)
Adanya tanggung jawab bersama diantara lintas sektor
serta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.
BAB III
PROSEDUR PENYIAPAN LOKASI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

A.

Prosedur penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah sebagai


berikut:
1.
Calon lokasi/kawasan transmigrasi merupakan usulan masyarakat
yang ditujukan kepada Bupati/Walikota secara berjenjang melalui
prosedur yang ditetapkan;
2.
Berdasarkan ketentuan huruf a Bupati/Walikota mengeluarkan
Surat Keputusan Bupati/Walikota dituangkan dalam bentuk peta
skala 1 : 50.000 Surat Penyiapan Lokasi Permukiman Transmigrasi,
kemudian dilakukan kegiatan Studi Identifikasi Potensi (SIP) untuk

3.
4.
5.

B.

Penyampaian
Usulan
Lokasi
Permukiman
Bupati/Walikota kepada Gubernur atau Menteri.
1.

2.

C.

Transmigrasi

dari

Setelah kegiatan prosedur penyiapan Lokasi Pemukiman


Transmigrasi sebagaimana tersebut angka 1, a,b c, d, dan e
dilaksanakan, maka Bupati menyampaikan usulan kepada:
a)
Gubernur dalam rangka koordinasi;
b)
Menteri untuk memperoleh persetujuan.
Berdasarkan usulan Bupati, Menteri melakukan penilaian/seleksi
atas usulan Lokasi Pemukiman Transmigrasi dari segi:
a)
Status Lahan;
b)
Rencana Permukiman;
c)
Aspek sosial dan ekonomi;
d)
Kebijaksanaan Departemen.

Pemantapan Pembangunan Calon Lokasi Transmigrasi


1.
2.
3.
4.

D.

mendapatkan areal yang potensial dengan memperhatikan:


a)
fungsi kawasan hutan;
b)
status peruntukan lahan;
c)
kondisi fisik kawasan;
d)
pengembangan daerah/RTRW;
e)
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya dari masyarakat di
sekitar lokasi;
f)
kesediaan masyarakat menerima/menjadi transmigran;
g)
letak pembatas Lokasi Pemukiman Transmigrasi dalam skala
1 : 25.000.
Mengusulkan Rencana Tata Ruang Wilayah/Pengembangan
Daerah Transmigrasi dituangkan dalam bentuk Rancangan
Peraturan Daerah/Peraturan Daerah.
Hasil Identifikasi Potensi ditindaklanjuti dengan Rencana Tata
Ruang Satuan Kawasan Pengembangan dan atau Rencana Teknis
Satuan Permukiman/Unit Pemukiman Transmigrasi.
Apabila kegiatan tersebut diatas pada butir d belum dimanfaatkan
setelah kurang lebih 3 (tiga) tahun maka perlu dilaksanakan
redesain untuk penyesuain kondisi lapangan.

telah ada usulan dari Bupati/Walikota;


penilaian usulan oleh Tim/Pokja tingkat Pusat;
rencana tindak lanjut hasil penilaian dapat dilakukan peninjauan
lapangan;
kesiapan Pembangunan Lokasi Pemukiman Transmigrasi.

Pemantapan Pembangunan Lokasi Pemukimun


Rencana Pengembangan oleh Menteri Transmigrasi.

Transmigrasi

dan

BAB IV
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
A.
B.
C.
D.

Pengendalian pembangunan dan pengembangan Lokasi Permukiman


Transmigrasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Pusat sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pengendalian teknis pembangunan dan pengembangan Lokasi
Permukiman Transmigrasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal sesuai
dengan tugas dan fungsinyn.
Pengawasan dilakukan oleh Lembaga Pengawasan di Tingkat Pusat dan
atau Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Untuk menjamin keberhasilan Pembangunan dan Pengembangan Lokasi
Permukiman Transmigrasi perlu dilakukan:
1.
Pemantauan secara berkala melalui laporan bulanan;
2.
Peninjauan lapangan.
BAB V
PENUTUP

Prosedur dan kriteria penyiapan permukiman transmigrasi ini merupakan


norma standar untuk setiap pelaksanaan penyiapan Lokasi Permukiman
Transmigrasi yang pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan, spesifikasi lokasi, letak geografis dan potensi permukiman.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 November 2003
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd
JACOB NUWA WEA

Anda mungkin juga menyukai