Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

Posted on January 29, 2016 by Penulis TKJ

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Daftar Isi

Lembar Pengesahan

I. DEFINISI

II. RUANG LINGKUP

III. TATA LAKSANA

3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT

3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK

3.3. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA


LANJUT (GERIATRI)

IV. DOKUMENTASI

REFERENSI

I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun
berat yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut
tanpa

dapat

dirasakan

oleh

orang

pikir,aktifitas

seseorang

secara

lain,mencakup

langsung,dan

pola

perubahan

hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting


yang

dapat

menunjukkan

telah

terjadinya

gangguan

fisiological, Menurut beberapa tokoh atau sumber:

IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri


adalahSuatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan,yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan

yang

nyata

atau

yang

berpotensi

untuk

menimbulkan kerusakan jaringandari definisi tersebut


dapat di simpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana
individu mempelajari apa itu nyeri,melalaui pengalaman
yang langsung berhubungan dengan luka (injuri),yang
dimulai dari awal masa kehidupannya.

Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai konsep


yang abstrak yang merujuk pada sensasi pribadi
tentang

sakit,suatu

menggambarkan

stimulus

akan

berbahaya

terjadinya

yang

kerusakan

jaringan,suatu pola respon untuk melindungi organism


dari bahaya.

McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan


pribadi tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri
apapun yang di katakan tentang nyeri dan di manapun
ketika dia mengatakan,hal itu ada.

Tamsuri

(2007)

keadaan

yang

eksistensinya

nyeri

di

di

definisikan

mempengaruhi
ketahui

bila

sebagai

suatu

seseorang

dan

seseorang

pernah

mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veteran?s Health Administrasion
mengeluarkan kebijakan untuk memasukkan nyeri sebagai
tanda vital ke lima,jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu
tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga harus
mengkaji tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan
komponen penting dalam perawatan pasien.

II. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan
kondisi nyeri yang membutuhkan pelayanan manajemen
nyeri, pengobatan dan observasi nyeri. Pada tahun 1986, The
Nasional Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
1.

Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan


pembedahan. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset
segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.

2.

Nyeri Kronik :

Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan


jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak
progresif

Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan


kanker atau proses penyakit lain yang progresif.

Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk


periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri
yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui
penyebab yang pasti
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

III. TATA LAKSANA


3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT

1.

Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.

2.

Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga


pemeriksaan penunjang.

3.

Tentukan mekanisme nyeri:

Nyeri somatik:

Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang


menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang
cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui
nosiseptor kulit.

Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan


baik, dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau
seperti ditikam.

Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur,


dislokasi.

Nyeri visceral:

Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan


somatic, sehingga jika terstimulasi akan
menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi,
bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.

Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi,


peregangan ligament, spasme otot polos, distensi
organ berongga / lumen.

Biasanya disertai dengan gejala otonom,


seperti mual, muntah, hipotensi, bradikardia,
berkeringat.

c. Nyeri neuropatik:

Berasal dari cedera jaringan saraf

Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar,


kesemutan, alodinia (nyeri saat disentuh),
hiperalgesia.

Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian


distal dari tempat cedera (sementara pada nyeri
nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)

Biasanya diderita oleh pasien dengan


diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus, AIDS,
pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

4.

Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.

Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO

OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang,


opioid efektif untuk nyeri sedang-berat.

Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid


lemah (langkah 1 dan 2) dnegan pemberian
intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri


menjadi sedang- berat, dapat ditingkatkan
menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan
prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah
langkah 1).

Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid


standar yang sering digunakan adalah morfin,
kodein.

Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut


OAINS, dapat diberikan opioid ringan.

Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati,


lakukan pengurangan dosis secara bertahap

Intravena: antikonvulsan, ketamine,


OAINS, opioid

Oral: antikonvulsan, antidepresan,


antihistamin, anxiolytic, kortikosteroid,
anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol.

Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin,


opioid, fenotiazin

Topical: lidokain patch, EMLA

Subkutan: opioid, anestesi lokal


.

B. Manajemen efek samping:

opioid

Mual dan muntah: antiemetic

Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,


hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat menyebabkan produksi gas-kembung- kram
perut.

Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid


jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin.

Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti


opioid, atau berikan benzodiazepine untuk
mengatasi mioklonus.

Depresi pernapasan akibat opioid: berikan


nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl
0,9% sehingga total volume mencapai 10ml).
Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit hingga
kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang
jika pasien mendapat terapi opioid jangka
panjang.

OAINS:

Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton


pump inhibitor)

Perdarahan akibat disfungsi platelet:


pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak
memiliki efek terhadap agregasi platelet.

Anda mungkin juga menyukai