Anda di halaman 1dari 24

M a j al a h

KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS

VOL. VIII NO. 15/I/P3DI/AGUSTUS/2016

Sulasi Rongiyati

Lisbet

Sulis Winurini

Ariesy Tri Mauleny

Handrini Ardiyanti

P U S A T

P E N E L I T I A N

B A D A N

K E A H L I A N

D P R

R I
ISSN: 2088-2351

Majalah

Vol. VIII, No. 15/I/P3DI/Agustus/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERMOHONAN UJI MATERIIL


UU PENGAMPUNAN PAJAK
Sulasi Rongiyati*)

Abstrak
Pemberlakuan Pengampunan Pajak di Indonesia telah beberapa kali dilakukan melalui
dasar hukum yang berbeda-beda, terakhir dengan UU No. 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak). Kontroversi kebijakan Pengampunan
Pajak yang diskriminatif terhadap Wajib Pajak yang taat dengan Wajib Pajak yang
tidak melaporkan hartanya secara keseluruhan, mendorong pengajuan Judicial
Review UU Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi. Dalam perspektif hukum,
Pengampunan Pajak merupakan kebijakan dengan tujuan memperoleh data Wajib
Pajak yang melaporkan hartanya pada periode Pengampunan Pajak sebagai dasar
bagi Pemerintah untuk memungut pajak pada tahun berikutnya. UU Pengampunan
Pajak juga tidak memberikan perlakuan khusus kepada wajib pajak maupun
perorangan tertentu, sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi.

Pendahuluan

belum terdaftar sebagai wajib pajak diberi


kesempatan untuk mendapatkan pengampunan
pajak. Ketiga, kebijakan pemerintah yang dikenal
dengan program Sunset Policy pada tahun 2008.
Sunset policy disebut sebagai penyempurna
program modernisasi pajak yang dilakukan
pada periode 2001 2007. Pada tahun 2008
tersebut jumlah NPWP baru bertambah sebanyak
5.365.128 NPWP, SPT tahunan bertambah
sebanyak 804.814 SPT dan penerimaan PPh
meningkat sebesar Rp7,46 triliun.
Tahun 2016 ini pemerintah kembali
mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak
dengan membentuk UU Pengampunan Pajak.
Pemberlakuan UU Pengampunan Pajak yang
diundangkan oleh Presiden pada tanggal 1

Pengampunan pajak atau tax amnesty


bukanlah sesuatu hal yang baru di Indonesia.
Sebelum berlakunya UU No. 11 Tahun 2016
tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan
Pajak), kebijakan pengampunan pajak sudah
pernah dilaksanakan sedikitnya tiga kali.
Pertama, program pengampunan pajak tahun
1964 yang dilakukan berdasarkan Penetapan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1964 Tentang Peraturan Pengampunan Pajak.
Kedua, tahun 1984 dilakukan pengampunan
pajak melalui Keputusan Presiden Nomor 26
tahun 1984 tanggal 18 April 1984. Pengampunan
pajak ini diberikan kepada wajib pajak Orang
Pribadi atau Badan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, baik yang telah maupun yang

*) Peneliti Madya Hukum Ekonomi Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: susidhan@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Permohonan Uji Materiil

Juli 2016 menuai kontroversi. Kebijakan ini


dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan
negara dari sektor pajak dan meningkatkan
tax ratio. Pada dasarnya penerapan kebijakan
ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah
wajib pajak, subyek dan obyek pajak, sekaligus
meningkatkan penerimaan negara dari danadana yang di-parkir di luar negeri. Pemerintah
optimis kebijakan pengampunan pajak mampu
menambah penerimaan negara. Data Ditjen Pajak
per 9 Agustus 2016 progres angka pelaporan
pajak terkait tax amnesty telah terdapat 1.924
orang yang membuat surat pernyataan harta
dengan harta yang dilaporkan mencapai Rp12,6
triliun. Data itu meliputi Rp10,2 triliun deklarasi
dalam negeri, Rp1,62 triliun deklarasi luar
negeri dan Rp744 miliar repatriasi. Pada sisi
lain, sebagian masyarakat menganggap UU
Pengampunan Pajak memunculkan ketidakadilan
bagi sesama wajib pajak.
Di usianya yang masih seumur jagung,
UU ini telah dimohonkan untuk diuji di
Mahkamah Konstitusi (MK) oleh beberapa
pemohon yang merasa hak konstitusionalnya
dirugikan. Sampai saat ini setidaknya sudah
ada 3 (tiga) permohonan uji materiil (Judicial
Review) terhadap UU Pengampunan Pajak.
Secara umum, para pemohon menggugat
keberadaan beberapa pasal dalam UU
Pengampunan Pajak yang menurut para
pemohon melanggar atau bertentangan dengan
konstitusi. Pasal-pasal tersebut dianggap
melanggar ketentuan mengenai sifat pajak yang
memaksa dan kesetaraan hak warga negara
di hadapan hukum yang telah dijamin dalam
UUD Tahun 1945. Tulisan ini akan mengkaji
pengampunan pajak dari perspektif hukum,
dengan fokus kajian terhadap pasal-pasal
dalam UU Pengampunan Pajak yang diajukan
permohonan uji materiil.

MK telah menerima 3 (tiga) permohonan


uji materiil atas UU Pengampunan Pajak
yang dicatat sebagai Perkara No.57/PUUXIV//2016, No.58/ PUU-XIV//2016, No.59/
PUU-XIV//2016. Secara singkat ketiga perkara
tersebut dapat digambarkan melalui tabel di
bawah.

Perspektif Yuridis Pengampunan Pajak


Berdasarkan permohonan yang diajukan
oleh pemohon ke MK, pokok perkara yang
diujikan dapat dikelompokkan menjadi 3 hal,
yaitu:
a. Pengampunan Pajak bertentangan
dengan sifat memaksa pajak
Pasal 23A UUD Tahun 1945 menyatakan
bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Artinya membayar pajak
merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak.
Keberadaan UU Pengampunan Pajak dipandang
oleh para pemohon sebagai pengingkaran oleh
negara yang memberikan kesempatan kepada
wajib pajak tertentu untuk tidak membayar
pajak terutangnya dengan cara membayar Uang
Tebusan pada periode pengampunan pajak.
Pengampunan pajak merupakan salah satu
terobosan kebijakan untuk mendongkrak tingkat
kepatuhan wajib pajak dengan memberikan
pengampunan pajak kepada wajib pajak
(taxpayers). Pengampunan pajak menjadi
pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk
memberikan kesempatan terakhir (one shot
opportunity) bagi wajib pajak yang melakukan
onshore maupun offshore tax evasion dengan
tujuan utama sebagai sarana rekonsiliasi
perpajakan nasional bagi seluruh potensi
masyarakat pembayar pajak dan diharapkan
akan meningkatkan penerimaan negara. Dalam

Pasal yang diuji

Petitum

Pasal 1 angka (1), Pasal 3 ayat (1), frasa Penghapusan Pajak Bertentangan dengan Pasal 23 A UUD
Pasal 1 angka (7), Pasal 6, Pasal 4 UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
Pengampunan Pajak
dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan pajak yang
seharusnya terutang tidak dikenai Sanksi Administrasi perpajakan
dan sanksi pidana perpajakan dengan cara mengungkap harta dan
membayar Uang Tebusan.
Pasal 1 angka (7), Pasal 5, dan Pasal 4, frasa Uang Tebusan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)
Pasal 11 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal UUD 1945 dan Pasal 28D UUD 1945 sepanjang dimaknai Uang
11 ayat (5):
Tebusan adalah sejumlah yang dibayarkan ke kas Negara untuk
mendapatkan pengampunan pajak.
Pasal 22: berkaitan dengan imunitas Frasa tidak dapat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) kata
Menteri keuangan dan jajarannya dalam dalam Pasal 22 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
melaksanakan tugas Pengampunan Pajak dan tidak mempunyai kekuatan hukum UUD 1945.

-2-

kaitan ini, penghapusan pajak berdasarkan UU


merupakan salah satu upaya yang dilakukan
Pemerintah untuk mengumpulkan data para
wajib pajak yang melapor, sehingga fiscus
dapat melakukan penagihan pajak pada tahun
berikutnya, mengingat salah satu tujuan dari
pengampunan pajak ialah mendorong reformasi
perpajakan menuju sistem perpajakan yang
lebih berkeadilan, serta perluasan basis data
perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan
terintegrasi. Dengan demikian pascaperiode
pengampunan pajak, ketentuan perpajakan
juga memiliki daya paksa bagi wajib pajak yang
sebelumnya mendapatkan penghapusan pajak.

dalam suatu masyarakat demokratis, oleh


karena itu UU Pengampunan Pajak merupakan
pembatasan pengaturan bidang perpajakan yang
dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan keadilan
bagi Negara dalam memungut pajak. Hal ini
sejalan dengan teori keadilan yang dikemukakan
oleh John Rawls bahwa, keadilan dapat dilihat
dari dua sudut pandang, yaitu kebebasan yang
sama sebesar-besarnya (principle of greatest
equal liberty), kebebasan yang dimaksud adalah
kebebasan dalam berpolitik, berbicara, dan
berkeyakinan. Sedangkan yang kedua terdiri dari
prinsip perbedaan (the difference principle) dan
prinsip persamaan yang adil atas kesempatan
(the principle of fair equality of opportunity).
Secara umum Rawls melihat keadilan sebagai
stabilitas hidup manusia dan keseimbangan
antara kehidupan pribadi dan kehidupan
bersama yang memiliki makna bahwa perbedaan
harus diukur secara rasional, sehingga dapat
memberikan manfaat yang paling besar bagi
masyarakat. Pengampunan pajak yang diadakan
oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk
memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi
rakyat Indonesia, karena uang yang diterima
kemudian masuk ke APBN untuk membiayai
program
pembangunan
bagi
kepentingan
masyarakat secara lebih luas.

b. Kesetaraan hak warga negara


Pengampunan
pajak
dipandang
memberikan perlakuan berbeda kepada sesama
warga negara, sehingga bertentangan dengan
Pasal 27 ayat (1) bahwa Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Dan Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
Menilik pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU
Pengampunan Pajak bahwa Setiap Wajib Pajak
berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
Artinya setiap wajib pajak sepanjang memenuhi
syarat dapat memperoleh pengampunan pajak
dan UU tidak memberi perlakuan secara khusus
kepada wajib pajak tertentu. Lebih lanjut, dalam
perspektif ekonomi, pengampunan pajak yang
dilakukan melalui mekanisme penghapusan
pajak dengan membayar uang tebusan, dalam
jangka pendek dapat meningkatkan penerimaan
pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang
berguna bagi pembiayaan program pembangunan
yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang,
negara akan memperoleh penerimaan pajak dari
tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari
harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di
dalam wilayah Indonesia.
Merujuk pada ketentuan Pasal 28J ayat
(2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa:
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum

c. Penerapan hak imunitas


Pasal 22 UU Pengampunan Pajak
menyebutkan bahwa Menteri, Wakil Menteri,
pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak
lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengampunan pajak, tidak dapat dilaporkan,
digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan
penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata
maupun pidana, jika dalam melaksanakan
tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan. Pasal
tersebut menurut pemohon melanggar Pasal 27
ayat (1) UUD Tahun 1945, bahwa segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Ketentuan ini dimaksudkan agar
aparat perpajakan dalam menjalankan tugas
pengampunan pajak, terhindar dari kekhawatiran
terhadap ancaman hukum yang dapat terjadi
di kemudian hari. Syarat adanya itikad baik
dalam melaksanakan tugasnya dan harus sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
menjadi tolak ukur terhadap ada atau tidaknya
perbuatan melawan hukum aparat pajak dalam
melaksanakan tugas pengampunan pajak.
-3-

Jika dilihat dalam berbagai peraturan


perundang-undangan, terdapat beberapa UU yang
memberikan hak imunitas kepada pejabat, antara
lain: UU No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas UU No 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP); UU No 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah; UU No 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; UU
No 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua atas
UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat; dan
UU No 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Krisis Sistem Keuangan.
Imunitas yang diberikan kepada pejabat
tertentu dalam melaksanakan tugasnya tidak
bersifat mutlak dan merupakan imunitas
terbatas, yaitu sepanjang dalam rangka
menjalankan tugas dengan itikad baik dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Demikian
pula
dalam
hal
pengampunan pajak, kedua syarat tersebut
menjadi tolak ukur terhadap ada atau tidaknya
perbuatan melawan hukum yang dilakukan
aparat pajak dalam melaksanakan tugas
pengampunan pajak. Ketentuan ini selaras
dengan Pasal 36A ayat (5) UU KUP dinyatakan
pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik
secara perdata maupun pidana, apabila dalam
melaksanakan tugasnya didasarkan pada
iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam penjelasan diatur bahwa pegawai
pajak dalam melaksanakan tugasnya dianggap
berdasarkan itikad baik apabila pegawai pajak
tersebut dalam melaksanakan tugasnya tidak
untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri,
keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang
berindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
Dasar hukum imunitas terbatas bagi
aparat perpajakan dalam menjalankan tugas
tersebut dapat merujuk pada ketentuan Pasal 50
KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan
ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Selanjutnya di dalam Pasal 51 dinyatakan
bahwa barang siapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak
dipidana. Perintah jabatan tanpa wewenang,
tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali
jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira
bahwa perintah diberikan dengan wewenang

dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan


pekerjaannya. Dengan demikian Pasal 22 UU
Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Penutup
Kebijakan pengampunan pajak memiliki
kontradiksi, satu sisi merupakan upaya
Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan
pajak guna membiayai program-program
pembangunan yang telah direncanakan sekaligus
menarik wajib pajak yang sebelumnya tidak
melaporkan kewajiban pajaknya menjadi wajib
pajak yang tercatat. Sisi lainnya, kebijakan ini
dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip
pajak yang bersifat memaksa serta kesetaraan
hak dan kedudukan warga negara yang
mendorong pengajuan permohonan Judicial
Review UU Pengampunan Pajak.
Dalam perspektif hukum, argumen
permohonan uji materiil tidak mendasar
karena: 1) pada dasarnya sifat memaksa pajak
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23A UUD
Tahun 1945 tetap berlaku pasca-berakhirnya
periode pengampunan pajak. 2) Pengampunan
pajak diberikan kepada setiap wajib pajak
yang memenuhi ketentuan, sehingga tidak
mengesampingkan prinsip kesetaraan hak warga
negara. 3) Imunitas terhadap petugas pajak
dalam melaksanakan tugas pengampunan pajak
merupakan imunitas terbatas yang dibatasi oleh
itikad baik dan ketentuan peraturan perundangundangan.

Referensi
Naskah Akademik RUU Tentang Pengampunan
Pajak.
Ragimun, Analisis Implementasi Pengampunan
Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia, www.
kemenkeu.go.id, diakses tanggal 8 Agustus
2016.Jokowi: Baru Rp118 Triliun Harta
Yang Dilaporkan dari 1.810 Orang, https://
pengampunanpajak.com/2016/08/10/,diakses
10 Agustus 2016.
R. Fadilah Achmad, Teori Keadilan Menurut
John Rawls, https://www.academia. edu/ ,
diakses tanggal 12 Agustus 2016.
UU No. 1 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak.
UU Tax Amnesty Akan Digugat Ke MK, Ini 21
Alasannya, http://nasional.kompas.com,
diakses tanggal 8 Agustus 2016.
Tax Amnesty Dianggap Tak Adil Bagi Kelompok
Miskin?,
http://nasional.kompas.com/,
diakses 8 Agustus 2016.
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 15/I/P3DI/Agustus/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

REFERENDUM THAILAND DAN


DAMPAKNYA TERHADAP HUBUNGAN
BILATERAL INDONESIA-THAILAND
Lisbet*)

Abstrak
Thailand baru saja melaksanakan referendum yang hasilnya menyatakan bahwa
sebagian besar rakyat Thailand menyetujui konstitusi baru yang dirancang oleh militer.
Di bawah konstitusi tersebut, militer akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
menentukan arah jalannya pemerintahan di Thailand. Besarnya peran militer di bawah
konstitusi baru dan perubahan-perubahan yang mungkin ditimbulkan, tampaknya tidak
akan memberi dampak negatif terhadap kelangsungan berbagai kerja sama bilateral
Indonesia-Thailand. Kendati demikian, DPR hendaknya mengingatkan pemerintah dan
juga turut berperan langsung dalam mendorong Pemerintah Thailand untuk senantiasa
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

Pendahuluan

Dengan besarnya dukungan yang


diberikan oleh rakyat terhadap rancangan
konstitusi baru ini dan melihat pada
substansinya, tampaknya konstitusi ini akan
semakin memperkuat kehadiran militer
dalam bidang politik Thailand. Bagaimana
pengaruh konstitusi tersebut terhadap
hubungan bilateral IndonesiaThailand di
masa depan?

Pada tanggal 7 Agustus 2016, rakyat


Thailand
telah
berpartisipasi
dalam
menentukan masa depan Thailand melalui
referendum.
Referendum
dilaksanakan
untuk mengetahui seberapa banyak rakyat
yang setuju terhadap rancangan konstitusi
baru yang dirancang oleh militer Thailand.
Hasil dari referendum ini adalah sebagian
besar
rakyat
Thailand
menyatakan
dukungannya
terhadap
rancangan
konstitusi baru tersebut. Dari 94 persen
jumlah suara yang dihitung, sebanyak 61,35
persen suara yang mendukung dan yang
38,65 persen yang menentang Rancangan
Konstitusi baru tersebut.

Konstitusi Baru dan Peran Militer


Beberapa
substansi
rancangan
konstitusi Thailand yang baru ini telah
menjadi perdebatan di dalam negeri dan
menarik perhatian masyarakat internasional.

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: lisbet.sihombing@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

Pertama,
pemerintah
Thailand
yang
terpilih melalui pemilihan umum (Pemilu)
pada Desember 2017, secara hukum, wajib
mengikuti Rencana Pembangunan Nasional
selama 20 tahun yang telah ditetapkan oleh
militer. Kedua, Pemerintah junta militer
Thailand akan menunjuk Anggota Senat
kemudian Anggota Senat terpilih tersebut
nantinya akan menyediakan kursi bagi
para komandan militernya untuk bertugas
mengawasi kinerja para anggota parlemen
yang terpilih secara demokratis dalam Pemilu
Desember 2017. Dengan demikian, semua
reformasi yang dikehendaki oleh militer
Thailand akan benar-benar dilakukan. Para
komandan militer dapat menjamin bahwa
setiap perubahan akan dilaksanakan dan
pada saat yang sama juga meyakinkan bahwa
pemerintah terpilih akan mengerjakan
tugasnya sesuai dengan apa yang dibebankan
pada mereka. Ketiga, salah satu isi dari
rancangan konstitusi yang baru itu juga akan
memungkinkan bagi perdana menteri yang
tidak terpilih melalui Pemilu mengambil
kekuasaan ketika krisis politik terjadi. Isi
lain dari rancangan konstitusi itu adalah
memastikan untuk tidak akan terjadi lagi
kudeta militer. Militer di Thailand, secara
historis akan beroperasi secara independen
dan terlepas dari pemerintahan sipil.
Meskipun
hasil
referendum
menunjukkan bahwa rancangan konstitusi
ini memperoleh dukungan yang sangat
besar, namun proses menuju referendum
bukanlah langkah yang mudah. Pada saat
menjelang referendum sudah banyak
politikus dan mahasiswa yang ditahan oleh
Pemerintah karena melakukan kampanye
untuk menolak rancangan konstitusi baru
yang dirancang oleh militer Thailand. Para
politikus dan mahasiswa tersebut ditahan
karena dinilai meluncurkan kritikan yang
bersifat provokatif terhadap pemerintah.
Kampanye ini juga dianggap Pemerintah
sebagai kegiatan untuk mengajak rakyat
menolak rancangan konstitusi baru ini.
Besarnya dukungan yang diberikan
rakyat terhadap rancangan konstitusi baru
ini akan semakin memperkuat kehadiran
militer dalam bidang politik. Tidak hanya
itu saja, apabila para komandan militer
nantinya duduk sebagai Anggota Senat
seperti yang ditetapkan dalam rancangan
konstitusi baru, maka para komandan
militer ini akan memiliki kekuasaan untuk

menetapkan konstitusi baru yang akan


semakin membatasi ruang gerak rakyat
yang hendak mengeluarkan pendapatnya.
Bahkan, rakyat yang berani mengkritik
kebijakan
pemerintahan
militer
akan
ditahan. Tidak hanya di bidang politik,
Pemerintahan Militer Thailand juga nantinya
akan mengawasi jalannya pembangunan
ekonomi sebagaimana yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Nasional selama 20
tahun. Padahal selama ini, belum terdapat
pemerintahan Thailand yang mengadopsi
strategi nasional selama 20 tahun, terlebih
lagi dalam menerapkannya.

Dampak Referendum terhadap


Hubungan Bilateral IndonesiaThailand
Hubungan bilateral antara Indonesia
dan Thailand sudah terjalin sejak 7 Maret
1950. Hubungan bilateral ini lebih banyak
dilakukan dalam bidang ekonomi. Adapun
produk ekspor utama Indonesia ke Thailand
antara lain produk mineral, minyak mentah,
bijih besi, batu bara, mesin dan peralatan,
produk kimia, suku cadang dan aksesoris
kendaraan, mesin dan peralatan listrik,
produk makanan laut, pulp and paper, dan
produk kertas. Sedangkan impor Indonesia
dari Thailand antara lain otomobil, suku
cadang dan aksesoris, mesin dan peralatan,
produk kimia, polymers and propylene, besi
dan baja, produk tapioka, mesin dan suku
cadang pengatur suhu, sepeda motor dan
suku cadang serta aksesoris, produk metal
dan baja, beras, gula, tekstil dan pakaian,
serta produk makanan.
Hubungan
bilateral
ini
semakin
diperkuat
dengan
dilaksanakannya
penandatanganan
Nota
Kesepahaman
Kerja Sama Pengembangan Ekspor antara
Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor
Nasional Kementerian Perdagangan RI
dan Department of International Trade
Promotion Ministry of Commerce Thailand
pada tanggal 25 September 2013 di Bangkok,
Thailand. Kerja sama ini ditujukan untuk
semakin meningkatkan kerja sama kedua
negara dalam pengembangan ekspor guna
memaksimalkan manfaat dari ASEAN
Economic Community (AEC) 2015.
Selain membina hubungan bilateral
secara government to government, Indonesia
dan Thailand juga telah membina hubungan
parliament to parliament. Pada tanggal
-6-

15 September 2015, Badan Kerja Sama


Antar Parlemen DPR RI telah meresmikan
pembentukan 49 Grup Kerja Sama Bilateral,
dan Parlemen Thailand termasuk di
dalamnya. Dengan adanya GKSB DPR RIParlemen Thailand ini, diharapkan dapat
semakin memperkuat hubungan bilateral
kedua negara dalam kerangka pelaksanaan
peran Diplomasi Parlemen. Sebagai bentuk
penguatan hubungan bilateral IndonesiaThailand, Delegasi GKSB DPR RI telah
melakukan kunjungannya ke Parlemen
Thailand pada tanggal 7-13 Februari 2016.
Pada kunjungan ini, Delegasi GKSB DPR
RIParlemen Thailand membahas tentang
Illegal, Unreported and Unregulated
(IUU) Fishing; Terorisme dan Radikalisme;
Perdagangan dan Investasi; serta persiapan
kedua
negara
dalam
implementasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pemerintahan Thailand sudah beberapa
kali diambil alih melalui kudeta militer. Pada
saat kudeta militer tersebut, memang banyak
terjadi tindak kekerasan terhadap rakyat
Thailand yang tidak mendukung Pemerintah
sehingga stabilitas politik Thailand menjadi
terganggu dan rakyat pun merasa tidak aman.
Akan tetapi, dengan besarnya dukungan
rakyat
Thailand
terhadap
rancangan
konstitusi yang baru secara tidak langsung
menunjukkan dukungan rakyat terhadap
keterlibatan Militer dalam sistem politik
Thailand. Rakyat Thailand menghendaki
adanya kestabilan politik dan terciptanya rasa
aman. Oleh karena itu, meskipun Pemerintah
Thailand nantinya akan dipimpin oleh
militer, namun tidak akan berdampak negatif
terhadap kerja sama bilateral Indonesia dan
Thailand. Prediksi ini mengacu pada kudeta
militer yang terjadi pada Mei 2014 lalu di
mana hubungan kerja sama ekonomi tetap
terjalin baik antara kedua negara.
Pada tanggal 21-25 Mei 2014,
Kementerian Perdagangan Indonesia melalui
Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor
Nasional (PEN) yang bekerja sama dengan
Atase Perdagangan di Bangkok berhasil
mempromosikan produk makanan dan
minuman hasil olahan Indonesia dalam
Pameran THAIFEX-World of Food Asia
2014. Dari pameran tersebut, Indonesia
memperoleh prospective orders sebesar
US$848.700. Di samping itu, masih
pada kesempatan yang sama, Indonesia
melalui PT Indofood Fritolay Makmur juga

telah mendapatkan penghargaan sebagai


distributor terbaik se-Asia Tenggara dan
Barista Indonesia Roga Rayoga juga berhasil
meraih tiga dari empat penghargaan
Roasters Choice Award 2014 untuk kategori
latte, brewer, dan steampunk. Tingginya nilai
permintaan dan penghargaan yang diterima
Indonesia menjadi bukti bahwa kerja sama
ekonomi Indonesia dan Thailand masih
terus berjalan dengan baik walaupun saat itu
sedang terjadi kudeta militer di Thailand.
Selain itu, Indonesia juga memiliki daya
tawar yang tinggi bagi Thailand. Thailand
memerlukan dukungan Indonesia untuk
memasukkan produk-produk Thailand yang
bersertifikasi halal ke pasar Indonesia. Tidak
hanya itu saja, Thailand juga memerlukan
pasar Indonesia yang besar untuk untuk
memasarkan
produk-produknya.
Selain
itu, Indonesia pun memiliki kepentingan
nasionalnya seperti, Indonesia mengharapkan
jumlah kasus IUU Fishing di wilayah
Indonesia oleh nelayan Thailand akan
semakin berkurang. Indonesia juga hendak
mengembangkan kerja sama di bidang
pengembangan pariwisata dengan belajar dari
Thailand yang merupakan salah satu tujuan
utama wisata internasional. Di samping itu,
Indonesia juga mengharapkan kerja sama
ekonomi Indonesia dan Thailand yang telah
terjalin lama dan tidak memiliki dampak
negatif meskipun terjadi kudeta militer di
Thailand. Indonesia berharap agar akan
lebih banyak lagi investor dari Thailand akan
datang ke Indonesia untuk berinvestasi karena
Indonesia merupakan pasar yang besar.
Di bidang politik, sebagai negara
penganut demokrasi, Indonesia perlu
mendorong Pemerintah Thailand untuk
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi dan hak asasi manusia dalam
melaksanakan Pemilihan Umum pada
tahun 2017 mendatang. Dengan demikian
dukungan masyarakat terhadap referendum
ini pun akan membawa manfaat bagi
rakyat Thailand. Dorongan Indonesia ini
diperlukan karena sesuai dengan Piagam
ASEAN (ASEAN Charter) dan sebagai
wujud kepedulian Indonesia agar nilainilai yang terdapat di Piagam ASEAN juga
dapat diterapkan oleh anggota ASEAN
lainnya. Selain itu, Indonesia dan negara
ASEAN lainnya juga berkeinginan agar
stabilitas politik di Thailand tetap terjaga
karena saat ini, seluruh anggota ASEAN
-7-

Referensi

sudah tergabung dalam Komunitas ASEAN.


Komunitas ASEAN merupakan komunitas
yang saling peduli satu dengan lainnya dan
senantiasa memberikan saran satu sama lain
(sharing and caring community).

Bahan Laporan Kinerja Badan Kerja sama


Antar Parlemen Tahun Sidang 20152016, BKSAP DPR RI.
Amy
Sawitta
Lefevre
dan
Panarat
Thepgumpanat, Draft Charter won
Approval From 61.35% of Voters, The
Jakarta Post, 11 Agustus 2016, halaman 10.
Draf Konstitusi Thailand Dikritik, Kompas,
6 Agustus 2016, hlm 6.
Kemenangan Para Jenderal Thailand,
Media Indonesia, 9 Agustus 2016, hlm 8.
Mantan PM Yingluck Seru Pendukungnya
Mencoblos, Media Indonesia, 8 Agustus
2016, hlm 10.
Rakyat Thailand Dukung Konstitusi Junta,
Koran Tempo, 8 Agustus 2016, hlm 2.
Rakyat
Thailang
Dukung
Konstitusi
Militer, Media Indonesia, 8 Agustus
2016, hlm 10.
Amanda
Puspita
Sari,
Konstitusi
Rancangan Militer dalam Referendum
Thailand, diakses dari http://www.
cnnindonesia.com/internasion
al/20160806151340-106-149648/
konstitusi-rancangan-militer-dalamreferendum-thailand/, diakses 9 Agustus
2016.
Ditengah Kudeta, Produk Mamin RI
Masih Laris di Thailand, diakses
dari
http://www.kemendag.go.id/id/
news/2014/06/05/di-tengah-kudetaproduk-mamin-ri-masih-laris-dithailand, diakses 15 Agustus 2016
Kerja Sama Indonesia-Thailand, diakses
dari
http://kemlu.go.id/id/kebijakan/
detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=174,
diakses 11 Agustus 2016.
Prihatin Kondisi Thailand, Presiden
SBY Ingatkan Kudeta Bukan Cara
Demokratis", diakses dari http://www.
demokrat.or.id/2014/05/prihatinkondisi-thailand-presiden-sby-ingatkankudeta-bukan-cara-demokratis/, diakses
16 Agustus 2016.

Penutup
Hasil referendum Thailand yang
berlangsung tanggal 7 Agustus 2016
menyatakan
bahwa
sebagian
besar
rakyat Thailand mendukung rancangan
konstitusi yang baru. Dengan kata lain,
rakyat juga mendukung bahwa pada tahun
2017 mendatang, militer Thailand akan
berkuasa di Thailand. Perubahan kondisi
politik dalam negeri Thailand tersebut
tampaknya tidak akan menimbulkan
dampak
negatif
terhadap
hubungan
bilateral Indonesia-Thailand. Hubungan
yang saling membutuhkan antara kedua
negara memungkinkan stabilitas kerja sama
bilateral tetap terjaga meskipun terjadi
perubahan ataupun ketidakstabilan politik
dalam negeri Thailand.
Meskipun demikian, perlu kiranya
DPR mengingatkan Pemerintah agar terus
mendorong Pemerintah Thailand untuk
menghormati nilai-nilai demokrasi dan hak
asasi manusia yang telah menjadi komitmen
bersama yang tertuang dalam Piagam
ASEAN. Di samping itu, DPR hendaknya
dapat
memanfaatkan
forum
antarparlemen Asia Tenggara (AIPA/ASEAN
Inter-Parliamentary Assembly) maupun
dalam fora antar-parlemen lainnya untuk
mendorong terciptanya nilai demokrasi dan
hak asasi manusia di Thailand.

-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 15/I/P3DI/Agustus/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

WACANA PENERAPAN FULL DAY SCHOOL


UNTUK SISWA SD DAN SMP
Sulis Winurini*)

Abstrak
Untuk memperkuat penanaman pendidikan karakter di sekolah, Mendikbud mewacanakan
perpanjangan jam sekolah atau full day school (FDS) terhadap siswa SD dan SMP.
Usulan ini memicu polemik. Tulisan ini akan membahas bagaimana pengaruh FDS
terhadap karakter anak dan apakah FDS dapat diterapkan di semua SD dan SMP di
Indonesia. Berdasarkan kajian literatur, FDS bisa menurunkan perilaku bermasalah dan
meningkatkan perkembangan pribadi serta sosial anak, tergantung dari isi program
dan juga pendekatan pelatihan yang digunakan. Beberapa permasalahan mendasar
dalam sistem pendidikan kita, yaitu rendahnya kualitas guru, belum meratanya distribusi
guru, serta belum amannya lingkungan sekolah mengindikasikan Indonesia belum siap
menerapkan FDS di SD dan SMP di semua wilayah untuk saat ini.

Pendahuluan
Wacana full day school (FDS) untuk
siswa SD dan SMP yang diusulkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),
Muhadjir Effendy, mengundang pro dan kontra.
Mendikbud meyakini bahwa porsi pendidikan
karakter di level pendidikan dasar dan
menengah belum memadai, sehingga perlu ada
penambahan dengan menyelenggarakan kegiatan
ekstrakurikuler. Rencananya, anak pulang
sekolah pukul lima sore mengikuti rata-rata jam
pulang kerja orang tua. Mereka diharapkan bisa
pulang bersama-sama orang tua, atau setidaknya
ketika mereka pulang sekolah ada orang tua yang
mengawasi kegiatan mereka.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menyatakan bahwa anak-anak
membutuhkan interaksi dengan teman sebaya

di sekolah, teman di lingkungan tempat


tinggal, dan keluarga di rumah. Adanya FDS
akan mengurangi intensitas pertemuan anak
dengan orang tua, di samping interaksi dengan
lingkungan sekitar. Selain itu, tidak semua
orang tua bekerja di luar rumah sehingga
tidak bisa digeneralisasikan bahwa FDS bisa
menyelesaikan semua permasalahan anak. Apa
yang diungkapkan KPAI mewakili keresahan
orang tua. Sejalan dengan itu, salah seorang
warga memprakarsai petisi menolak kebijakan
FDS pada tanggal 9 Agustus 2016. Petisi tersebut
ditandatangani 42.168 orang dalam waktu
seminggu.
Di sisi lain, pemerhati kebijakan publik,
Muhadjir Darwin, menilai positif wacana FDS ini.
Menurutnya, gagasan tersebut tepat diterapkan

*) Peneliti Muda Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: suliswinurini@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

setelah jam sekolah. Menurut Dr. Stuart


Martin, Kepala Sekolah Internasional Nexus
Singapura, lebih banyak libur tidak sesuai
dengan target yang ingin dicapai.

untuk pendidikan karakter anak mengingat


degradasi moral yang dialami generasi muda saat
ini. Sebagian orang tua, terutama mereka yang
bekerja dan tinggal di kota, mendukung usulan
ini. Menurut mereka, dengan lamanya waktu di
sekolah, anak lebih leluasa bersosialisasi, berada
dalam pengawasan orang dewasa, dibiasakan
untuk beribadah bersama, terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler, dan dapat menjamin anak
makan siang yang sehat.
Wacana Mendikbud memperpanjang jam
sekolah masih berupa gagasan yang perlu dikaji
secara mendalam. Dalam rangka mengkritisi
usulan Mendikbud, tulisan ini akan membahas
pengaruh FDS terhadap karakter anak dan
dapatkah FDS diterapkan di semua SD dan
SMP di Indonesia saat ini.

Dampak Penerapan FDS terhadap


Karakter Anak
Beberapa penelitian yang dipublikasikan
Harvard Family Research Project pada
tahun 2003 menyimpulkan bahwa ASP
bisa
meningkatkan
perkembangan
sosial dan kepribadian anak, di samping
pencapaian akademik. Gottfredson et al.
yang telah melakukan penelitian terhadap
siswa di Maryland pada tahun 1999-2000
mengungkapkan bahwa partisipasi siswa
dalam ASP memang dapat menurunkan
perilaku bermasalah, tetapi hal ini hanya
terjadi pada siswa pendidikan menengah,
bukan pada siswa pendidikan dasar.
Ada dua hal yang menjadi catatan dalam
hasil penelitiannya. Pertama, penurunan
perilaku bermasalah tidak diperoleh dengan
mempersempit ruang kosong pengawasan orang
dewasa atau dengan meningkatkan keterlibatan
siswa dalam aktivitas yang konstruktif.
Penurunan perilaku bermasalah diperoleh
dengan meningkatkan intensi mereka untuk
menghindari obat-obatan terlarang serta bergaul
dengan teman-teman yang tidak bermasalah.
Kedua, kegiatan yang berkontribusi paling besar
terhadap penurunan perilaku bermasalah adalah
kegiatan pengembangan kompetensi sosial
serta kepribadian. Hasil penelitian ini konsisten
dengan kesimpulan bahwa salah satu alasan
yang mendasari absennya hasil positif pada
program sekolah dasar adalah karena program
pada sekolah dasar tidak menekankan kegiatan
yang berhubungan dengan pengembangan
kompetensi sosial serta kepribadian.
Burdumy, Dynarski, dan Deke, melalui
hasil penelitian yang dirilisnya pada tahun
2006, justru menyatakan bahwa ASP dapat
meningkatkan perilaku negatif pada siswa
laki-laki pendidikan dasar dan siswa yang
sebelumnya
memang
memiliki
masalah
disiplin. Berbeda dengan Gottfredson et al.,
hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
pada siswa pendidikan menengah, terjadi
peningkatan perilaku negatif secara signifikan
meskipun tidak besar. Menurut mereka, hal
ini berkaitan dengan perbedaan kebijakan
disiplin yang diterapkan ASP dan sekolah.
Sekolah memiliki peraturan yang ketat dengan
menghukum siswa apabila melanggar peraturan.

Full Day School di Beberapa Negara

Konsep FDS telah lama diterapkan


beberapa negara, seperti Singapura, Korea
Selatan, China, Jepang, Inggris, Amerika
Serikat, Taiwan, Spanyol, dan Jerman. Istilah
yang umum digunakan negara lain adalah After
School Program (ASP). Setiap negara memiliki
alasan tersendiri memunculkan ASP di dalam
program pendidikannya.
Di Korea Selatan, munculnya ASP
diawali fenomena meningkatnya kebutuhan
para orang tua yang berambisi menyukseskan
anaknya melalui pendidikan. Pada saat
itu, pamor sekolah umum kalah dengan
bimbingan belajar. Hal ini menyebabkan
kesempatan pendidikan jadi tidak merata,
terjadi kesenjangan pendidikan antarwilayah
dan antarkelas. Pemerintah beranggapan
ASP bisa menjadi cara untuk menghilangkan
kesenjangan ini sekaligus meningkatkan
pamor sekolah umum.
Di Amerika Serikat, ASP dilakukan
untuk mengatasi tingginya kriminalitas anak
yang berdasarkan hasil penelitian terjadi
sebagai akibat minimnya pengawasan orang
dewasa pada jam-jam pulang sekolah. Pada
saat itu, kesenjangan antara jadwal kerja
orang tua dan jadwal sekolah anak bisa
mencapai 20-25 jam per minggu. Banyak
kalangan berkeyakinan, ASP bisa membantu
mengatasi permasalahan ini.
Di Singapura, ASP diterapkan karena
anak-anak sudah terbiasa menghabiskan
waktu untuk les dan menyelesaikan pekerjaan
rumah setelah jam sekolah. Hasil survei
memperlihatkan bahwa 98 persen anak-anak
di Singapura mengikuti pelajaran tambahan
- 10 -

Sementara peraturan di dalam ASP lebih longgar


sehingga kesempatan siswa menampilkan
perilaku tidak disiplin menjadi lebih besar.
Secara khusus, Durlak dan Weissberg
melakukan penelitian terhadap 73 program
ASP yang berhubungan dengan pengembangan
kompetensi
sosial
dan
kepribadian.
Hasilnya menunjukkan bahwa ASP berhasil
meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri
siswa, memperkuat perasaan dan sikap positif
terhadap sekolah, meningkatkan perilaku sosial
yang positif, serta pencapaian akademik. ASP
juga bisa menurunkan permasalahan perilaku
dan penggunaan obat-obatan terlarang.
Namun demikian, mereka menekankan bahwa
program yang berhasil hanyalah programprogram yang mengikuti kaidah-kaidah
evidence-based training approaches. Pakempakem yang dimaksud adalah dua kriteria yang
berhubungan dengan proses, yaitu hadirnya
rangkaian aktivitas dan penggunaan bentuk
pembelajaran yang aktif, serta dua kriteria lain
yang berhubungan dengan isi, yaitu program
yang terfokus dan target yang eksplisit.

guru, sementara sekolah-sekolah di perkotaan


memiliki jumlah guru yang lebih banyak
daripada ketentuan standar kepegawaian
nasional. Selain itu, guru yang lebih berkualitas
dan lebih berpengalaman pada umumnya
terkonsentrasi di perkotaan yang lebih
makmur. Misalnya, lebih dari setengah jumlah
guru SD dan SMP di daerah perkotaan bergelar
sarjana, sedangkan hanya 20% guru di daerah
pedesaan terpencil yang bergelar sarjana.
Kedua, kekerasan terhadap anak di
sekolah masih sering terjadi. Hasil riset LSM
Plan International dan International Center
for Research on Women (ICRW) yang dirilis
awal Maret 2015 ini menunjukkan, terdapat
84% anak di Indonesia mengalami kekerasan
di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren
di kawasan Asia yakni 70%. KPAI menyatakan
bahwa dari Januari 2011 hingga 2013, kasus
kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan
terus mengalami peningkatan, tetapi menurun
pada tahun 2014. Khusus untuk anak korban
kekerasan di sekolah yang menerima kekerasan
fisik dan psikis pada tahun 2013 terdapat 96
kasus, tahun 2014 terdapat 159 kasus, dan
hingga pertengahan tahun 2015 terdapat 15
kasus. Di akhir 2015, Ketua KPAI, Asrorun Niam
Sholeh, juga menyebutkan kenaikan jumlah
anak sebagai pelaku kekerasan atau bullying di
sekolah sepanjang tahun 2015, yang mencapai
79 kasus anak sebagai pelaku bullying dan 103
kasus dengan anak sebagai pelaku tawuran. Hal
ini menggambarkan bahwa lingkungan sekolah
belum menjamin keamanan dan kesejahteraan
anak secara penuh.
Lebih lanjut, kebutuhan FDS bagi
anak dan orang tua di Indonesia belum
terbaca secara jelas mengingat beragamnya
karakteristik wilayah dan situasi kondisi
masyarakat di Indonesia. Bupati Bojonegoro,
Suyoto, mengungkapkan bahwa interaksi
sosial di lingkungan desa masih sangat tinggi.
Kebanyakan anak mengisi waktu dengan
mengaji selepas jam sekolah. Para orang tua
juga selalu mengawasi aktivitas anak sehingga
FDS kurang dibutuhkan. Sementara Sekretaris
Daerah Karo, Sabarina, melihat dengan sudut
pandang berbeda. FDS dianggap perlu karena
anak-anak di Karo memiliki banyak waktu
kosong selepas pulang sekolah, tanpa kehadiran
orang tua yang notabene menghabiskan
waktu di ladang seharian. Beberapa kalangan
berasumsi bahwa FDS lebih cocok diterapkan
di daerah perkotaan karena tingginya angka ibu
bekerja di daerah perkotaan. Kendati demikian,
belum ditemukan data yang mendukung

Sudah Siapkah Indonesia


Menyelenggarakan FDS?
Vandell dan Shumow mengungkapkan
bahwa pemanfaatan FDS tergantung dari
kesempatan anak membuat keputusan dan iklim
positif yang tercipta di sekolah yang berhubungan
dengan rasio antara staf pengajar dengan anak
serta kualifikasi dari staf pengajar tersebut.
Sejauh mana FDS memasukkan program
pencegahan perilaku bermasalah yang efektif juga
menjadi faktor kunci keberhasilan FDS.
Ada beberapa fakta yang perlu
diperhatikan pemerintah dalam penerapan
FDS. Pertama, sistem pendidikan di Indonesia
saat ini belum lepas dari permasalahan
mendasar. Mendikbud sebelumnya, Anies
Baswedan,
bahkan
pernah
menyebut
pendidikan di Indonesia dalam situasi
gawat darurat. Berdasarkan pemetaan yang
telah dilakukan Kemendikbud, dari 40.000
sekolah di tahun 2012, 75% di antaranya
tidak memenuhi standar layanan minimal
pendidikan. Hasil uji kompetensi terhadap
460.000 guru di tahun 2012 menunjukkan
bahwa nilai rata-rata uji kompetensi guru
adalah 44,5, sementara standar yang
diharapkan adalah 7. Laporan yang disusun
Kemendikbud di tahun 2013 menyebutkan
bahwa distribusi guru di antara sekolah sangat
tidak merata. Pada umumnya, sekolah-sekolah
di pedesaan dan daerah terpencil kekurangan
- 11 -

terhadap hal tersebut, misalnya data jumlah ibu


bekerja di luar rumah dengan anak usia 6-15
tahun di setiap wilayah, data mengenai kasus
penyimpangan perilaku anak pada jam-jam
pulang sekolah di setiap wilayah.
Berdasarkan
beberapa
kondisi
pendidikan seperti yang telah disebutkan di
atas, tampaknya penerapan FDS untuk semua
SD dan SMP di seluruh wilayah Indonesia
belum sesuai untuk saat ini. FDS memerlukan
pematangan lebih lanjut jika ingin diterapkan
di kemudian hari.

Durlack, Joseph A., Weissberg, Roger P. (2007). The


Impact of After School Programs That Promote
Personal and Social Skills. http://www.
uwex.edu/ces/4h/afterschool/partnerships/
documents/ASP-Full.pdf, diakses 15 Agustus
2016.
Kemendikbud. (2014). Gawat Darurat Pendidikan
di Indonesia. , http://dikdas.bantulkab.go.id/
filestorage/berkas/2014/12/Paparan%20
Menteri%20-%20Kadisdik%20141201%20
-%20Low%20v.0.pdf, diakses 10 Agustus 2016.
Kemendikbud, The World Bank, BEC-TF, European
Union, Kingdom of the Netherlands. (2013).
Mendayagunakan Guru dengan Lebih
Baik: memperkuat Manajemen Guru untuk
Meningkatkan Efisiensi dan Manfaat Belanja
Publik. http://documents.worldbank.org/
curated/en/704271468044660179/pdf/74155
0BRI0INDO00Box377384B00PUBLIC0.pdf,
diakses 10 Agustus 2016.
After School Programs In The 21st Century.
(2008). Harvard Family Research Project.
Issues and Opportunities In Out Of School
Time Evaluation No 10, http://www.hfrp.
org/publications-resources/browse-ourpublications/after-school-programs-in-the21st-century-their-potential-and-what-it-takesto-achieve-it, diakses 15 Agustus 2016.
Asia's teachers say copying their school hours won't
help Britain, http://www.telegraph.co.uk/
education/expateducation/10064798/Asiasteachers-say-copying-their-school-hours-wonthelp-Britain.html, diakses 16 Agustus 2016.
Di Balik Marak Kekerasan di Sekolah. http://
www.harnas.co/2015/09/22/di-balik-marakkekerasan-di-sekolah, diakses 11 Agustus 2016.
Full Day School Tak Cocok di Desa. http://www.
harnas.co/2016/08/10/full-day-school-takcocok-di-desa, diakses 11 Agustus 2016.
Ini Alasan Mendikbud Usulkan "Full Day
School".
http://edukasi.kompas.com/
read/2016/08/08/12462061/ini.alasan.
mendikbud.usulkan.full.day.school, diakses 10
Agustus 2016.
Ribuan Orang Teken Petisi Tolak Rencana Sekolah
Sehari Penuh. https://m.tempo.co/read/
news/2016/08/09/079794524/ribuan-orangteken-petisi-tolak-rencana-sekolah-seharipenuh, diakses 10 Agustus 2016.
Survei ICRW: 84% Anak Indonesia Alami
Kekerasan di Sekolah. http://news.liputan6.
com/read/2191106/survei-icrw-84-anakindonesia-alami-kekerasan-di-sekolah, diakses
11 Agustus 2016.

Penutup
Ulasan di atas memperlihatkan bahwa
FDS bisa dimanfaatkan dengan baik apabila
mengikuti
kaidah-kaidah
evidence-based
training approach. Sayangnya, Indonesia
belum siap menerapkan FDS di semua SD
dan SMP saat ini. Tampaknya, pemerintah
perlu mematangkan konsep FDS ini. Dalam
rangka persiapan FDS ada beberapa hal
yang bisa dilakukan pemerintah, yaitu: 1)
membenahi permasalahan di dalam sistem
pendidikan; 2) membuat perencanaan yang
jelas mengenai FDS; 3) memetakan kebutuhan
FDS di setiap wilayah untuk menyelaraskan
tujuan program dan pelaksanaan kegiatan;
4) mengkaji perkembangan dan kesiapan
psikologis anak sebagai acuan penetapan model
kegiatan, substansi kegiatan serta penentuan
lamanya jam sekolah; 5) mengkaji kesiapan
sumber daya sekolah, seperti fasilitas, sarana
dan prasarana, guru; dan 6) mengkaji alokasi
dana yang tersedia. Hasil pengkajian menjadi
dasar bagi pemerintah untuk menilai apakah
FDS bisa dilaksanakan secara efektif dan tepat
sasaran. Dalam hal ini, DPR RI, khususnya
Komisi X, perlu memantau kajian yang disusun
pemerintah untuk memastikan bahwa FDS
bermanfaat bagi masyarakat dan negara.

Referensi
Gottfredson, Denise C., Gerstenblith, Stephanie
A., Soule, David A., Womer, Shannon C., Lu,
Shaoli. (2004). Do After School Program
Reduce Delinquency? Prevention Science. Vol 5
No 4, 253-265.
Burdumy, Susan James., Dynarski, Mark., Deke,
John. (2006). After School Program Effects on
Behavior: Results from the 21st Community
Learning Centers Program National Evaluation,
http://athens.src.uchicago.edu/jenni/EI/
Burdumyetal/Burdumy_Dynarski_etal_EI_
final.pdf, diakses pada tanggal 12 Agustus 2016.
- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 15/I/P3DI/Agustus/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PEMANGKASAN ANGGARAN 2016


DAN TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI
Ariesy Tri Mauleny*)

Abstrak

Pemerintah mengoreksi APBNP 2016 dengan mengajukan pemangkasan anggaran K/L


sebesar Rp65 trilliun dan anggaran transfer daerah sebesar Rp68,8 triliun. Hal tersebut
perlu dilakukan untuk mengatasi melesetnya target penerimaan negara yang dikhawatirkan
mengakibatkan defisit anggaran melebihi 3 persen sehingga berpotensi melanggar undangundang. Meski target pertumbuhan telah diturunkan menjadi 5,1 persen, namun perlu
antisipasi lebih lanjut agar pemangkasan anggaran yang kedua kalinya pada tahun ini tidak
beresiko terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi. DPR bersama Pemerintah perlu
segera melakukan evaluasi terhadap efektivitas tax amnesty dan paket kebijakan ekonomi
lainnya yang mulai diragukan keberhasilannya dalam menambah kas negara. Selain itu,
pembahasan regulasi yang dibutuhkan bagi terciptanya iklim investasi dan perekonomian
yang lebih baik harus segera dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Pendahuluan
Belum genap sepekan menjabat Menteri
Keuangan (Menkeu) dalam perombakan Kabinet
Kerja Jilid II, Sri Mulyani Indrawati mengajukan
pemangkasan anggaran belanja negara sebesar
Rp133,8 triliun. Pemangkasan anggaran tersebut
dilakukan untuk kedua kalinya pada tahun ini yang
disampaikan melalui Sidang Kabinet Paripurna pada
awal Agustus lalu.
Sebelumnya,
pemerintah
melakukan
pemangkasan anggaran melalui Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 yang ditetapkan pada
tanggal 12 Mei 2016. Pemangkasan anggaran yang
pertama dilakukan hanya untuk anggaran belanja
87 Kementerian/Lembaga (K/L) dengan total
pemangkasan sebesar Rp50,02 triliun.

Pemangkasan anggaran yang diajukan bukan


tak beralasan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi
amanat undang-undang yang mengatur defisit
anggaran tidak boleh melebihi 3 (tiga) persen.
Pemerintah memproyeksikan penerimaan negara
kurang dari yang telah ditargetkan sebesar Rp219
trilliun. Sementara kebijakan Tax Amnesty yang
semula ditargetkan Rp165 trilliun, mulai diragukan
capaiannya. Ibarat polemik yang tidak bisa
dihindari, pemerintah harus mencari jalan untuk
menjaga APBN yang sehat dan kredibel.
Pemangkasan anggaran belanja kali ini
bukan hanya bersandar pada efisiensi belanja K/L
sebesar Rp65 triliun tetapi juga anggaran transfer
daerah sebesar Rp68,8 triliun. Hal ini menimbulkan

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: ariesy.t.leny@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

kekhawatiran terhadap pergerakan ekonomi


domestik di tengah kondisi perlambatan global yang
diperkirakan masih terus terjadi. Beberapa hal bisa
menjadi pertimbangan terkait dengan pemangkasan
anggaran, seperti batas maksimum anggaran belanja
K/L yang dapat dipangkas dengan penekanan pada
karakteristik K/L; upaya bersama pemerintah dan
DPR untuk meningkatkan capaian penerimaan
negara dan menjaga target pertumbuhan;
konsolidasi pemerintah pusat dan daerah untuk
meminimalisir potensi perlambatan ekonomi yang
mungkin terjadi pasca-pemangkasan anggaran
daerah.

Sisi Pendapatan
Pengajuan pemangkasan berawal dari
ketidakpastian target penerimaan negara berdasarkan
hitungan terbaru Kemenkeu yang mencatat potensi
tidak tercapainya penerimaan perpajakan sebesar
Rp219 triliun akibat ketidaktepatan penggunaan
basis pajak. Penerimaan perpajakan pada akhir tahun
diproyeksikan meleset minus (shortfall) 14 persen
dari target Rp1.539,2 triliun.
Pemangkasan anggaran yang kedua kalinya
pada tahun ini dalam APBN Perubahan 2016
masih diperlukan untuk merespons perlambatan
ekonomi global yang masih berlangsung dengan
diikuti menurunnya harga komoditas di pasar
internasional. Postur APBNP 2016 saat ini memang
tidak begitu ideal. Belanja negara dipatok Rp2.083
trilliun, sementara pendapatan negara ditargetkan
Rp1.786 trilliun, di antaranya sebesar Rp1.539
trilliun menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) Kemenkeu. Artinya, 80 persen
penerimaan pajak bergantung pada korporasi yang
utamanya sangat dipengaruhi harga komoditas
internasional. Penurunan harga komoditas tersebut
berkontribusi pada penurunan penerimaan negara
sebesar Rp108 triliun.
Di tengah kondisi tersebut, pemerintah harus
menjaga agar defisit anggaran tidak lebih dari 3
persen setiap tahunnya sesuai undang-undang.
Faktanya, defisit anggaran hingga semester I tahun
2016 sudah mencapai Rp276,6 trilliun atau 1,83
persen. Hal ini menandakan kondisi kas negara
sedang berada pada situasi memprihatinkan.
Upaya mengatasi defisit anggaran dapat
dilakukan melalui tiga cara, yakni memangkas
anggaran, menambah utang, atau melakukan revisi
terhadap batas maksimum defisit melalui Perppu.
Pilihan kedua tidak diambil saat ini mengingat posisi
utang pemerintah pada enam tahun terakhir yang
terus meningkat (Tabel 1). Sementara pilihan ketiga
akan semakin melemahkan kredibilitas pemerintah.
Dengan begitu, pemangkasan anggaran menjadi

pilihan yang paling realistis saat ini untuk menjaga


APBN yang sehat dan aman bagi perekonomian
negara.

Tabel 1. Posisi Utang Pemerintah Pusat, 2011-2016

(dalam triliun rupiah)

Tahun
Pinjaman
SBN

2011

2012

2013

2014

621

617

714

678

1.188

1.361

1.661

1.931

2015

2016

755

740

2.410 2.623

Total
1.809 1.978 2.375 2.609 3.165 3.363
Sumber: BSPUPP (Govt Debt Profile edisi Juli 2016, DJPPR
Kemenkeu)

Namun demikian, pemerintah tidak bisa


hanya mengutak atik sisi penggunaan. Masih ada
peluang meningkatkan sisi pendapatan. Yang
diperlukan adalah kreativitas pemerintah dalam
mencari sumber-sumber potensi perpajakan
yang baru. Banyaknya potensi pajak yang belum
termanfaatkan secara optimal membutuhkan usaha
ekstra keras dari pemerintah. Salah satunya melalui
pembaruan sistem perpajakan yang menyeluruh.
Pembaruan sistem perpajakan membutuhkan
penguatan jaringan, SDM, maupun infrastruktur
pendukung lainnya baik di tingkat nasional maupun
internasional. Pada tingkat nasional, perlu dilakukan
intensifikasi database yang dimiliki, memperluas
potensi wajib pajak, mengembangkan efektivitas
tax amnesty, melakukan penguatan kelembagaan
DJP Kemenkeu, merevisi undang-undang terkait
perpajakan, perbankan, dan keuangan negara
dengan memperluas akses ke data perbankan, serta
implementasi SIN (Single Identification Number),
maupun penegakan hukum perpajakan yang lebih
baik. Sementara di tingkat internasional, pemerintah
perlu
memaksimalkan
standar
pertukaran
informasi (Exchange of Information-EOI) untuk
meminimalisir praktik penghindaran pajak (Tax
Avoidance) antarlintas batas negara.
Sejalan dengan hal tersebut dan seiring
perkembangan ekonomi yang dinamis maka untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak
diperlukan basis data yang kuat sebagai sumber
dan otoritas yang profesional dan akuntabel dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang di
bidang perpajakan. DPR dan Pemerintah bersepakat
melakukan revisi terhadap UU Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) yang akan menjadi payung bagi
seluruh ketentuan formal perpajakan.

Sisi Belanja
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya
memiliki dua pola yakni musiman dan
struktural. Pola musiman misalnya ditandai oleh
bergesernya musim panen yang
dampaknya
baru terasa pada triwulan II dan menjadi salah

- 14 -

satu faktor membaiknya pertumbuhan ekonomi


pada triwulan II tahun 2016. Sementara faktor
struktural dipengaruhi oleh struktur perekonomian
global. Pasca keluar dari Uni Eropa, Inggris
menghadapi ancaman perlambatan ekonomi
yang juga berdampak pada perekonomian negara
berkembang. Rapuhnya perekonomian global
menjadi salah satu penentu pola struktural
pertumbuhan ekonomi domestik yang berisiko pada
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik.
Kepala Bappenas selaku mantan Kemenkeu
menegaskan agar pemangkasan belanja negara tidak
berpotensi memperlambat pertumbuhan kuartal
III tahun 2016. Empat aspek yang harus dipenuhi
adalah: Pertama, pemangkasan atau self blocking
utamanya memangkas anggaran belanja barang dan
perjalanan dinas yang disesuaikan dengan tugas dan
fungsi masing-masing K/L. Kedua, Kemenkeu harus
memfokuskan pada belanja K/L yang pasti tidak
bisa tereksekusi 100 persen. Ketiga, pemangkasan
tidak boleh menyentuh belanja prioritas. Keempat,
pemangkasan diharapkan tidak menyentuh
anggaran yang digunakan untuk lelang.
Pemangkasan anggaran juga sedianya
tidak menghambat implementasi paket kebijakan
ekonomi yang telah ditetapkan sebelumnya,
terutama paket kebijakan yang menopang pola

struktural pertumbuhan ekonomi yang lebih


baik. Pemerintah perlu melakukan evaluasi
secara bertahap atas kebijakan yang ditetapkan
dan berani menyampaikan kepada publik, mana
paket kebijakan yang efektif dan mana yang tidak.
Dengan begitu, kredibilitas pemerintah sebagai
eksekutor pelaksana pembangunan semakin baik
dan meningkatkan kepercayaan publik yang menjadi
syarat perbaikan ekonomi secara keseluruhan.

Efisiensi Anggaran, Target Pertumbuhan,


dan Pembangunan Berkualitas
Dalam
pelaksanaan
pembangunan,
keterbatasan kemampuan fiskal mengharuskan
pemerintah untuk melakukan perencanaan anggaran
secara cermat dan tepat sasaran. Pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan harus diperhatikan
sehingga kebutuhan masing-masing K/L dan daerah
terpenuhi sesuai prioritasnya. Perencanaan anggaran
yang efisien dan tepat sasaran menjadi prasyarat
utama bagi tercapainya target pertumbuhan dan
pembangunan yang berkualitas.
Pemangkasan belanja negara yang ditargetkan
pemerintah juga memprioritaskan pada anggaran
transfer daerah sebesar Rp68,8 trilliun. Hal ini tidak
dapat dihindari mengingat anggaran untuk transfer
daerah mencapai 37,3 persen dari keseluruhan

Tabel 2. Anggaran Infrastruktur Daerah, 2014-2016


(dalam triliun rupiah)
Uraian
I

2014

2016

144,4

280,3

247,5

302,6

A. Melalui Belanja K/L

118,6

196,8

170,3

165,5

- Kemen PUPR

69,3

111,1

107,4

101,7

- Kemen Perhubungan

26,2

59,1

44,4

45,5

- Kemen Pertanian

1,8

8,9

8,1

5,3

- Kemen ESDM

4,0

8,1

4,4

4,6

B. Melalui Belanja Non K/L

2,5

6,8

4,1

5,3

1,2

1,1

- Belanja Hibah

0,8

4,5

3,0

4,0

C. Melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

14,4

41,0

39,1

83,4

- Dana Alokasi Khusus (DAK)

11,9

29,7

27,7

62,8

8,3

8,3

18,8

D. Melalui Pembiayaan

9,0

35,7

34,1

48,3

- FLPP

3,0

5,1

5,2

9,2

- Penyertaan Modal Negara (PMN)

4,0

28,8

28,8

38,2

Infrastruktur Sosial

8,0

6,3

5,8

6,5

- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

6,6

4,3

3,9

5,3

- Kementerian Agama

0,9

2,1

2,0

1,2

2,1

3,7

2,9

4,4

- VGF (termasuk cadangan VGF)

- Perkiraan Dana Desa untuk Infrastruktur

II

2015

Infrastruktur Ekonomi

III Dukungan Infrastruktur


- BPN

0,0

1,3

0,9

0,3

- Kemenperin

0,1

0,6

0,6

0,5

154,6

290,3

256,3

313,5

Jumlah
Sumber: Kemenkeu, 2016.

- 15 -

APBN. Pemangkasan anggaran transfer daerah


tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi apabila
diprioritaskan untuk anggaran yang tidak produktif
dan sulit terealisasi berdasarkan analisis daya serap
sampai dengan pertengahan tahun 2016. Yang
terpenting adalah anggaran transfer daerah setelah
dipangkas tidak membuatnya lebih rendah dari
anggaran transfer daerah tahun sebelumnya. Dengan
begitu, pemangkasan anggaran transfer daerah tidak
boleh menjadikan anggaran transfer daerah tahun
2016 yang semula sebesar Rp776,3 trilliun dan setelah
dipangkas Rp68,8 trilliun menjadi sebesar Rp707,5
trilliun lebih rendah dari capaian realisasi tahun 2015
sebesar Rp664,6 trilliun.
Pemangkasan anggaran transfer daerah harus
dilakukan secara hati-hati dan bijaksana terutama
ketika menyangkut kebutuhan daerah prioritas
sebagaimana disampaikan Ketua DPD dalam
diskusi dengan Menkeu Sri Mulyani. Pemangkasan
anggaran tidak boleh menyentuh anggaran produktif
seperti anggaran yang mencakup kebutuhan
infrastruktur daerah maupun infrastruktur yang
mendukung iklim investasi daerah. Apalagi sejauh
ini, anggaran infrastruktur daerah realisasinya
sangat baik (lihat Tabel 2 pada halaman
sebelumnya).
Pemangkasan anggaran tidak akan mengurangi
kemampuan APBN untuk menggenjot pertumbuhan
ekonomi apabila konsolidasi pusat dan daerah
dapat dilakukan secara baik untuk mengefektifkan
realisasi proyek pembangunan prioritas daerah.
Merujuk Tabel 2, anggaran infrastruktur daerah, baik
infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur sosial,
terealisasi secara baik setiap tahunnya. Pemangkasan
anggaran tidak boleh dilakukan pada anggaran
yang diperuntukkan bagi infrastruktur daerah, baik
ekonomi maupun sosial, sehingga target struktural
pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.

Penutup
Dalam rangka menjaga kredibilitas fiskal
Indonesia, defisit APBN tidak boleh melebihi 3
persen setiap tahunnya sesuai amanat UU. Untuk
itu dibutuhkan sinergi antara Pemerintah dan DPR.
Pemerintah perlu menguatkan sisi pendapatan
dan sisi belanja negara. Penguatan sisi pendapatan
dilakukan salah satunya dengan pembaharuan
sistem
perpajakan
termasuk
memperluas
akses penerimaan pajak. Pada sisi belanja,
pemangkasan kembali APBNP 2016 masih realistis
di tengah melesetnya penerimaan perpajakan
namun dilakukan pada pos-pos anggaran yang
tidak produktif sehingga potensi perlambatan
pertumbuhan ekonomi dapat diminimalisir.
Terkait pemangkasan anggaran transfer daerah,

pemerintah pusat dan daerah perlu berhati-hati


sehingga pemangkasan tidak menyentuh proyek
pembangunan prioritas daerah, baik infrastruktur
ekonomi maupun infrastruktur sosial.
Sementara DPR melalui fungsi anggaran
akan mengawasi pelaksanaan APBN yang diajukan
Pemerintah setiap tahunnya. Dengan pengawasan
tersebut, diharapkan APBN menjadi wujud
kapasitas, kapabilitas, dan kredibilitas negara
karena kemampuannya menjamin keberlangsungan
dan keberlanjutan program-program strategis
pembangunan nasional.

Referensi
Dani Rodrik, One Economic Many Recipes:
Globalization, Institutions, and Economic
Growth, Princenton University Press, 2007.
A. Prasetyantoko.
Menjaga
Momentum
Pertumbuhan, Kompas, 8 Agustus 2016, hal. 15.
Bhima Y.A. Balada Potong Anggaran, Neraca, 8
Agustus 2016.
Jaga Kualitas Lewat Efisiensi: Anggaran Program
Prioritas Tidak Akan Dipotong, Kompas, 8
Agustus 2016, hal 17.
Target Pertumbuhan Sulit Tercapai, Republika, 8
Agustus 2016, hal. 18.
Bambang Brodjonegoro. Empat Hal Yang Harus
Diperhatikan Dalam Pemangkasan Anggaran.
http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/
yNL8lVaN-pemangkasan-anggaran-bambangingatkan-kemenkeu-empat-hal-ini, diakses 10
Agustus 2016.
Yustinus Prastowo. Harus Ada Cetak Biru Reformasi
Perpajakan.http://news.ddtc.co.id/artikel/6593/
yustinus-prastowo-harus-ada-cetak-birureformasi-pajak/, diakses 10 Agustus 2016.
Agar Defisit Anggaran Tak Lampaui Tiga Persen
PDB.
http://bisniskeuangan.kompas.com/
read/2016/06/22/150244426/agar.defisit.
anggaran.tak.lampaui.tiga.persen.pdb, diakses
10 Agustus 2016.
Anggaran Infrastruktur Daerah, http://www.
anggaran.depkeu.go.id/dja/athumbs/
apbn/2016Infrastruktur.pdf, diakses 10 Agustus
2016.
Buku Kedua Nota Keuangan Beserta Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan Tahun Anggaran 2016.http://www.
anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/
NK%20APBN/NK%20RAPBNP%202016.pdf,
diakses 10 Agustus 2016.
Mengukur Efektivitas Paket Kebijakan Ekonomi
Terkait Fiskal, http://www.kemenkeu.go.id/
Artikel/mengukur-efektifitas-paket-kebijakanekonomi-terkait-fiskal, diakses 10 Agustus 2016.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 15/I/P3DI/Agustus/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

UJI COBA E-VERIFIKASI DAN


MASA DEPAN PEMILU ELEKTRONIK 2019
Handrini Ardiyanti*)

Abstrak
Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) melakukan ujicoba perdana verifikasi elektronik (e-verifikasi) pada 7-14 Agustus 2016.
Berlatar belakang uji coba verifikasi elektronik tersebut, tulisan ini mencoba mengulas tentang
masa depan pemilu elektronik 2019 dengan mengunakan teori difusi inovasi. Kesimpulannya,
keunggulan relatif dari sistem pemilu elekronik selain dipengaruhi oleh berbagai keunggulan
teknis juga dipengaruhi berbagai kondisi yang mendorong pemilu elektronik sebagai solusi.
Tapi untuk diadopsi secara penuh, sistem pemilu elektronik memiliki sejumlah permasalahan
yang harus segera diselesaikan yaitu belum tersedianya payung hukum, infrastruktur dan
suprastruktur yang memadai.

Pendahuluan
Pusat TIK BPPT melakukan uji coba perdana
sistem elektronik (e-verifikasi) selama 8 (delapan)
hari dari tanggal 7-14 Agustus 2016 di Desa Lopak
Aur, Kecamatan Pemayung, Batanghari, Jambi.
Sistem e-verifikasi terdiri dari dua sistem yaitu:
sistem verifikasi data pemilih (e-verifikasi) dan
sistem pemungutan suara elektronik (e-voting).
Proses e-verifikasi dan e-voting tersebut memilih
32 dari 124 calon kepala desa dengan total
jumlah pemilih di Kabupaten itu 42.792 pemilih.
Pengembangan e-verifikasi tersebut dilakukan
BPPT berdasarkan studi kasus pada 200 pilkades
sejak 2010. Peninjauan aplikasi sistem e-verifikasi
dilakukan oleh Tim Program Sistem Pemilu
Elektronik BPPT.
Menurut Kepala Pusat TIK BPPT, Michael
Andreas, penerapan e-verifikasi bisa menekan
penyimpangan di tingkat tempat pemungutan

suara (TPS). Berbagai jenis penyimpangan


yang bisa diidentifikasi di antaranya surat
undangan pemilihan palsu, satu nomor induk
kependudukan untuk dua suara, dan berbagai
penyimpangan lainnya. Gagasan tentang sistem
Pemilu elektronik sudah lama dibahas. Menurut
Hadar Navis Gumay, percobaan sistem elektronik
ini sebenarnya sudah bisa dilakukan pada Pemilu
2009. Karenanya, tulisan ini berupaya mengkaji
kemungkinan penyelenggaraan e-voting pada
Pemilu 2019 dengan mengunakan teori difusi
inovasi.

Pemilu Elektronik sebagai Difusi Inovasi


Pelaksanaan sistem Pemilu elektronik pada
hakekatnya merupakan sebuah proses difusi
inovasi. Teori difusi inovasi Everett M Rogers
memberikan landasan pemahaman tentang

*) Peneliti Madya Komunikasi pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: handrini.ardiyanti@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi,


faktor-faktor sosial apa yang mendukung
adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut
berproses di antara masyarakat serta bagaimana
budaya memberikan kontribusi yang besar
dalam diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses
pengomunikasian suatu inovasi melalui saluran
tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap
anggota suatu sistem sosial. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya
sebuah inovasi yaitu: karakteristik inovasi, saluran
komunikasi, dan sistem sosial. Karakter inovasi
meliputi keunggulan relatif dari inovasi tersebut,
kompabililtas inovasi atau derajat kesesuaian
inovasi dengan nilai, budaya dan kebutuhan
pengadopsi, kerumitan serta kemampuan
diujicobakan. Terkait dengan saluran komunikasi,
saluran kosmopolit lebih penting pada tahap
pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih
penting pada tahap persuasi. Selain itu, saluran
media massa relatif lebih penting dibandingkan
dengan saluran lainnya. Sementara untuk sistem
sosial, menurut Rogers ada empat faktor yang
mempengaruhi adopsi inovasi yaitu: struktur
sosial, norma sistem, opinion leaders, dan agen
perubahan. (Rogers, 1995, 167-172).
Keunggulan relatif dari sistem pemilu
elekronik selain dipengaruhi oleh berbagai
keunggulan teknis yang dimiliki perangkat teknis
yang dikembangkan BPPT, juga dipengaruhi
berbagai kondisi yang mendorong adanya pemilu
elektronik sebagai sebuah solusi. Berbagai
kondisi tersebut di antaranya amar putusan
Mahkamah Konstitusi pada 23 Januari 2014
yang memutuskan bahwa penyelenggaraan
pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu
legislatif dilaksanakan secara serentak mulai 2019.
Pemilu serentak jelas menghadirkan berbagai
permasalahan teknis yang menjadi tantangan
sangat besar bagi penyelenggaraan pemilu
serentak 2019 secara konvensional sekaligus
menjadi keunggulan relatif dari e-voting 2019.
Berbagai masalah itu di antaranya logistik yang
kerap terlambat di sejumlah daerah, proses
pengumpulan kartu suara yang lambat dan
perbedaan kecepatan pelaksanaan pemungutan
suara di masing-masing daerah karena geografis
heterogen. Akibatnya, proses penghitungan
suara dan pengumuman hasil pemilu memakan
waktu lama. Salah satu dampak negatif dari
proses penghitungan suara yang memakan waktu
lama adalah jatuhnya korban jiwa meninggal
sebagaimana data KPU, 157 orang relawan
meninggal dunia selama pelaksanaan Pemilu 2014.

Karena berbagai permasalahan serupa,


sejumlah negara akhirnya beralih pada e-voting
sebagai solusi. Berdasarkan hasil studi HyeonWoo Lee, sejumlah negara menunjukkan hasil
yang positif setelah melaksanakan e-voting.
Jepang misalnya telah mengadopsi e-voting
untuk pemilihan walikota dan anggota parlemen
kotamadya sejak 2002. Di Australia, e-voting
juga sudah diadopsi untuk menghemat waktu
dan mendapatkan hasil yang akurat sejak 1988.
Sementara Swiss menerapkan e-voting karena
kendala kondisi geografis yang menyulitkan jika
mereka tetap menggunakan sistem pemilu yang
menggunakan pos untuk mengirimkan berbagai
keperluan untuk pemungutan suaranya. (Lee,
2005, hal.101).
Negara lainnya, Estonia telah dimulai
melaksanakan e-voting pada Oktober 2005 untuk
pemilu lokal dan tahun 2007 e-voting melalui
internet secara nasional. Pada 12 Desember 2008,
Parlemen Estonia telah mengesahkan UU Pemilu
yang membolehkan memberikan suara melalui
telepon seluler. Tahun 2011, Estonia mengunakan
e-voting untuk memilih anggota parlemen.
Sebanyak 2.140.846 orang telah memilih secara
online, 95% pemilih menggunakan hak pilih di
dalam negeri dan sisanya memilih dari luar negeri
yang tersebar di 106 negara.
Sementara India dengan jumlah penduduk
terbesar ke-2 di dunia, mulai melaksanakan
e-voting pertama kali pada 1982 untuk memilih
anggota Majelis Bort Parur di Negara Bagian
Kerala. Namun demikian Mahkamah Agung
India membatalkan hasil pemilu tersebut karena
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di sana.
Atas dasar ini, kemudian dilakukan amandemen
terhadap UU dan kemudian mengesahkan
pemilu yang diselenggarakan melalui Electronic
Voting Machine (EVMs). Faktor yang mendorong
pelaksanaan pemilu 2019 secara elektronik lainnya
adalah semakin menurunnya jumlah pemilih dari
pemilu satu ke pemilu berikutnya. Menurut Hadar
Navis Gumay, pemilu elektronik dapat digunakan
untuk mengatasi kendala teknis seperti kesibukan
atau ketidakmampuan fisik pemilih untuk datang
langsung ke TPS. Dengan demikian, digunakannya
sistem pemilu elektronik diharapkan mampu
meningkatkan partisipasi pemilih. Studi lainnya
menunjukkan bahwa e-voting memberikan
kemanfaatan penghematan anggaran. Sebagaimana
studi yang dilakukan Muhammad Syaifullah
Fatah, sistem e-voting selain dapat mengurangi
kelemahan terhadap permasalahan pada sistem
pemilu konvensional, juga mampu mengurangi
penggunaan bahan kertas. Selain itu, kertas audit
- 18 -

sebagai lembaga negara yang menjalan fungsi


pengawasan untuk secara jeli melihat berbagai
kendala dan mengusulkan berbagai alternatif
kebijakan yang mampu mendorong terwujudnya
pelaksanaan pemilu 2019 secara elektronik. Hal
penting lainnya yang harus diperhatikan DPR
berkaitan dengan perencanaan anggaran dan
pembiayaan yang tentunya akan berbeda antara
penyelenggaraan pemilu secara konvensional
dengan pemilu secara elektronik.
Permasalahan lainnya terkait dengan
kesiapan e-voting adalah ketersediaan payung
hukum yang secara komprehensif mengatur
penyelenggaraan e-voting. Ketersediaan landasan
hukum yang memayungi seluruh institusi dan
kegiatan untuk penyelenggaraan pemilu secara
elektronik tersebut juga berkaitan dengan code
of conduct penyelenggaraan pemilu. Pengaturan
dalam UU terkait pemilu belum mengatur secara
komprehensif bagaimana penyelenggaraan pemilu
secara elektronik. Sampai saat ini RUU yang
menjadi dasar hukum Pemilu 2019 yang disiapkan
oleh Pemerintah belum disampaikan ke DPR
untuk dibahas.
Pengaturan
sistem
pemilu
secara
elektronik tersebut tidak perlu rigid. Hal
tersebut karena pengaturan secara teknis akan
dituangkan dalam peraturan KPU berkoordinasi
dengan berbagai pihak yang terkait. Berdasarkan
studi pada pembahasan e-voting di Estonia,
secara garis besar setidaknya ada 9 (sembilan)
substansi yang harus diperhatikan dalam
penyusunan payung hukum pemilu elektronik
yaitu:
1. Equality of citizens in political lifeunfair
towards non-connected citizens/digital
gap, yaitu kesetaraan hak setiap warga
negara untuk dapat ikut berpartisipasi
sebagai pemilih yang berhadapan dengan
kendala digital gap.
2. Detriment to democracy (going to the
polling station would be a valuable action
by itself). Demokrasi akan berkurang
esensinya atau merugikan demokrasi sebab
datang ke TPS memiliki nilai tersendiri.
3. Unconstitutionality
of
e-voting
(secrecy, generality, and uniformity).
inkonstitusionalitas
yang
berkaitan
kerahasiaan, umum, dan keseragaman.
4. Privacy and secrecy of voting not
guaranteed, privasi dan kerahasiaan
pemungutan suara tidak terjamin.
5. Security of electronic voting systems not
sure, keamanan sistem pemungutan suara
elektronik tidak meyakinkan.

yang berisi informasi pemilihan yang dienkripsi


dapat digunakan sebagai sistem keamanan. (Fatah,
2016).

Kesiapan Pemilu Elektronik 2019


Menyoal kesiapan e-voting 2019 maka
struktur sosial menjadi salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan. Salah satu masalah
mendasar yang berkaitan dengan struktur sosial
adalah kondisi penguasaan TIK di Indonesia.
Kondisi penguasaan TIK di Indonesia menurut
data statistik Global Competitivenes Report
2010-2011 dari World Economic Forum (WEF)
Indonesia dinilai masih rendah kesiapan
teknologinya, yaitu baru menduduki ranking
ke-91 dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan
Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan
Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI,
pola penyediaan dan pengelolaan layanan TIK
pada umumnya masih berorientasi infrastruktur
(supply driven), sedangkan pola berbasis
pemberdayaan masyarakat (demand driven)
masih sangat terbatas. (Pahlevi, 2015 hal 4).
Digital gap adalah salah satu permasalahan
besar yang harus diselesaikan sebelum melangkah
menuju tahapan pemilu 2019 serentak secara
elektronik. Oleh karena itu, Komisi I DPR harus
secara rigid mencermati berbagai program di
Kementerian Komunikasi dan Informatika yang
terkait dengan persiapan infrastruktur pendukung
pemilu 2019 serentak secara elektronik.
Hal lain yang tak kalah penting adalah
kesiapan suprastruktur dan infrastruktur politik
untuk melaksanakan pemilu serentak 2019 secara
elektronik yang juga meliputi berbagai upaya untuk
mengurangi rendahnya budaya mempercayai
pemungutan suara dengan mengunakan bantuan
TIK. Sebagai salah satu contoh voting di Paripurna
DPR saja masih mengunakan sistem manual,
padahal sudah tersedia perangkat teknologi
yang cukup memadai. Namun ketidakpercayaan
pada teknologi tersebut juga wajar. Di Belanda,
misalnya, mesin e-voting pernah bocor, dengan
rasio signifikan yaitu delapan dari sembilan mesin
e-voting bocor. Dampaknya, sejak berakhirnya
pemilu 2007, Belanda kembali ke cara lama dalam
memberikan suara, yaitu mencontreng. Tercatat
tiga negara yang telah menarik diri dari e-voting
antara lain Jerman, Belanda, dan Irlandia.
Karenanya, perbaikan infrastruktur dan
suprastruktur pendukung tersebut memerlukan
manajemen pemerintahan yang luar biasa karena
berkaitan dengan sejumlah kementerian yang
terkait. Di sisi lain, terlaksananya pemilu 2019
secara elektronik memerlukan kecermatan DPR
- 19 -

Referensi

6. Proneness to fraud, rawan terjadi


manipulasi data.
7. Negative or absent experiences in other
countries, pengalaman negatif atau tidak
adanya pengalaman di negara-negara lain.
8. The weakness of technical preparations,
kelemahan persiapan teknis.
9. The problem of hackers, permasalahan
hacker.
Berbagai substansi permasalahan tersebut
hendaknya menjadi perhatian DPR dalam
membahas RUU Pemilu 2019 mendatang jika
pelaksanaan Pemilu 2019 dilakukan secara
elektronik.

Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations,


New York:The Free Press, 1995.
Indra Pahlevi dkk, Pengembangan Teknologi
Informasi Komunikasi, Jakarta: P3DI dan
Azza Grafika, 2015.
Hyeon-Woo Lee, "Political Implications of E-voting
in Korea", International Journal of Korean
Studies, Fall/Winter 2005 Vol. IX, No. 1.
Verifikasi Elektronis Pemilu Diuji Coba,
Kompas, Selasa 9 Agustus 2016 hal. 14.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015
tentang Rencana Strategis Kementerian
Komunikasi dan Informatika Tahun 20152019.
Muhammad Syaifullah Fatah, Perancangan
Sistem
Electronic
Voting
(e-voting)
Berbasis Web Dengan Menerapkan Quick
Response Code (Qr Code) Sebagai Sistem
Keamanan Untuk Pemilihan Kepala
Daerah), Jurnal Dian Nuswantoro, http://
eprints.dinus.ac.id/ 13281/1/jurnal_13793.
pdf, diakses 12 Agustus 2016.
Wolfgang Drechsler, The Estonian e-voting
law discourse Paradigmatic Benchmarking
for Central and Eastern Europe, http://
unpan1.un.org/
intradoc/groups/public/
documents/nispacee/unpan009212.pdf,
diakses 12 Agustus 2016.
"KPU Harap RUU Pemilu 2019 Bisa Rampung
Akhir 2016", http://nasional.kompas.com/
read/2016/08/09/12104411/kpu.harap.
ruu.pemilu.2019.bisa.rampung.akhir.2016,
diakses 12 Agustus 2016.
"KPU Berharap Pemerintah Santuni Keluarga
157 Relawan yang Meninggal Selama
Pemilu 2014", http://nasional.kompas.
com/read/2014/12/18/ 06291521/ KPU.
Berharap.Pemerintah.Santuni.Keluarga.157.
Relawan.yang.Meninggal.Selama.
Pemilu.2014, diakses12 Agustus 2016.
"Menunggu Pemilu Elektronik di Indonesia",
http://politik.news.viva.co.id/news/read/
16301-menunggu-pemilu-elektronik-diindonesia diakses 10 Agustus 2016.
"Menengok Cerita Sukses E-Voting India
dan Brasil", http://www.republika.co.id/
berita/koran/teraju/15/01/08/nhum8713menengok-cerita-sukses-evoting-india-danbrasil, diakses 12 Agustus 2015.
"Sistem Pemilu Elektronik Menjadi Kebutuhan",
http://print.kompas.com/baca/2015/11/ 12/
Sistem-Pemilu-Elektronik-Jadi-Kebutuhan,
diakses 10 Agustus 2016.

Penutup
Keunggulan relatif dari sistem pemilu
elekronik selain dipengaruhi oleh berbagai
keunggulan teknis yang dimiliki perangkat
teknis yang dikembangkan BPPT, juga
dipengaruhi berbagai kondisi yang mendorong
adanya pemilu elektronik sebagai sebuah
solusi. Tapi untuk diadopsi secara penuh,
sistem pemilu elektronik memiliki sejumlah
permasalahan yang harus segera diselesaikan
yaitu belum tersedianya payung hukum yang
memadai untuk pelaksanaan pemilu 2019 secara
elektronik serta kelemahan infrastruktur dan
suprastruktur pendukung. Meskipun demikian,
DPR sebagai lembaga negara yang menjalan
fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran perlu
secara jeli memerhatikan berbagai kendala dan
mengusulkan berbagai alternatif kebijakan yang
mampu mendorong terpenuhinya legalitas dan
infrastruktur untuk pelaksanaan pemilihan
secara elektronik, baik itu secara menyeluruh
meliputi e-verifikasi dan e-voting-nya, maupun
sebagian yaitu e-verifikasi untuk mempermudah
dan mempercepat serta menjamin akurasi data
pemilih. Karenanya, Kementerian Kominfo
perlu didesak untuk segera merealisasikan
program-program yang dapat memperkecil
digital gap di Indonesia. Program lain Kominfo
yang harus didorong adalah program Palapa
Ring yang merupakan rencana pembangunan
jaringan telekomunikasi nasional dari Sabang
sampai Merauke. Selain itu, DPR harus
segera memulai pembahasan RUU Pemilu
2019 sehingga mampu menyediakan payung
hukum yang komprehensif bagi kemungkinan
penyelenggaraan pemilu serentak 2019 secara
elektronik. Hal lain yang tak kalah penting
untuk mewujudkan e-voting 2019 adalah
memanfaatkan saluran kosmopolit dan saluran
media sebagai proses difusi.
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai