Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Landasan Filosofi Kurikulum

Menurut (Redja Mudyahardjo, 2001:83) Istilah filsafat adalah terjemahan dari


bahasa Inggris phylosophy yang berasal dari perpaduan dua kata Yunani Purba philien
yang berarti cinta (love), dan sophia (wisdom) yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom.
Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses
(berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi
filsafat yang dikemukakan Titus menunjukkan pengertian di atas: Phylosophy is a method of
reflective thinking and reasoned inquiry; ... philosophy is a group of theories or system of
thought (Kurniasih dan Tatang Syaripudin, 2007:73). Dalam kaitannya dengan definisi
filsafat sebagai proses,
Filsafat adalah mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara sebab dan
akibat serta melakukan penafsiran atas pengalaman- pengalaman manusia. Berpikir filsafat
berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal. Kurikulum pada hakikatnya
adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi
oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang
dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah / pandangan hidup yang dianut oleh bangsa
tersebut.

Peranan Filsafat dalam Pengembangan Kurikulum


Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti:
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliranaliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati, diuraikan tentang isi dari-dari masingmasing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan
dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih
penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut
faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan
dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar

substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup
dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat
pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk
masalah-masalah pendidikan yang disebut filsafat pendidikan. Walaupun dilihat sepintas,
filsafat pendidikan hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya yaitu antara filsafat dan
filsafat pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.
Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat
cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada
beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
Terkait antara pengembangan kurikulum yang senantiasa memiliki hubungan dan
dipengaruhi oleh perkembangan politik suatu

bangsa. Becher dan Maclure (Cece

Wijaya,dkk.1988) menyebutkan 6 dimensi pendekatan nasional dalam pengembangan


kurikulum di suatu Negara, yaitu:
1) Kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan program
pendidikan.

2) Hubungan yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi


3)
4)
5)
6)

sosial politik Negara.


Mekanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum yang ditempuh.
Mekanisme pengawasan dari pengembangan dan aplikasi kurikulum di sekolah.
Metode ke arah pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Penelaahan derajat desentralisasi (degree of decentralization) dari implementasi
kurikulum di sekolah.

Manfaat Filsafat dalam Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran
filsafatuntuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa
filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan
kajian

sistematis

berkenaan

dengan

kepentingan

pendidikan.

Nasution

(1982)

mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:


1) Filsafat dalam pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak
melalui pendidikan di sekolah.
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita
mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan pendidik menilai usahanya
5) Tujuan pendidikan member motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidik.

Kaitan anatara Filsafat Pendidikan dengan Kurikulum


1.

Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme


Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada haikatnya

adalah bersifat spiritual daripada fisik, bersifat mental daripada material. Dengan
demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah makhluk spiritual,
makhluk cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional
sehingga dapat menetukan pilihan mana yang harus diikutinya.
Berdasarkan pemikiran filsafat idealismebahwa tujuan pendidikan harus
dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan
kebijakan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaanya. Dengan demikian tujuan

pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal) sampai pada rumusan tujuan yangblebih
oprasiona (pembelajaran) harus mereflesikan pembentukan karakter pengembangan
bakat dan kebijakan sosial sesuai dengan fitrah kemanusiaannya.
Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirangcang untuk mengembangkan
kemampuan berpikkir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan
melalui program dan proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik,
yaitu bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
tersekenggaranya pendidikan. Pendidikan harus memiliki keunggulan kompetitif baik
dalam segi intelektual maupun moral, sehingga dapat dijadikan panutan bagi peserta
didik.
2.

Landasan Filosofis Pendidikan Realisme


Filsafat realisme bisa dikatakan kebalikan filsafat idealisme, dimana menurut

filsafat realisme memandang bahwa dunia atau reallitas adalah bersifat materi.
Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terketak pada apa yang
dikerjakannya.
Maka dari itu kurikulum yang didasarkan pada filsafat realisme harus
dikembangkan secara komperhensif meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial,
maupun muatan nilai-nilai.
Implementasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik diposisikan
sebagai pengelola pendidikan atau

pembelajaran. Untuk itu pendidik harus

menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan


pembelajaran. Ssecara metogologis unsur pembiasaan memiliki arti yang sangat
penting dan diutamakan dalam mengimplementasikan

program pendidikan atau

pembelajaran filsafat pendidikan.


3.

Landasan Filosofis Pendidikan Fragmatisme


Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan

tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, prulal dan berubah
(becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis, psikologis
dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali kemampuan bahasa, keyakinan, gagasan atau
norma-norma.
Nilai baik buruk ditemukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup,
jika hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik. Oleh karena itu

tujuan pendidikan tidak ada batasan akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan
sepanjang hayat, proses kontuksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna
untuk memecahkan masalah baru dalam kehidupan individu maupun sosial.
Implementasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah
harus memuat pengalaman-pengalamanyang telah teruji, yang sesuai dengan minat
dan kebutuhan siswa.
4.

Landasan Filosofis Pendidikan Nasionalisme


Untuk landasan filsafat Nasionalisme pengembangan kurikulum di Indonesia

secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupak falsafah dalam
pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
Setiap Negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya, landasan
filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis
pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah pancasila yang terdiri
atas lima sila yaitu:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah:
1) Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan
komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat.
2) Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar
dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap
tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum,
strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya
memberikan arah kemana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan
gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran dan sistem
evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang
utuh, yaitu sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai, tangguh dan mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya

sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik secara individual,
kepentingan profesional, dan kebutuhan sosial.

Kesimpulan
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan
manusia.

Saran
Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang sangat membutuhkan pendidikan
yang bermutu yang didalamnya mutlak harus terdapat kurukulum yang disusun secara tidak
sembarangan yang berpedoman pada tujuan Negara Indonesia yang disesuaikan dengan
Ideologi Indonesia agar dapat meminimalisir kegagalan proses proses pengembangan,
pembelajaran, dan perubahan perilaku.

Anda mungkin juga menyukai