Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

SEMINAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (KU 300)

PENERAPAN NILAI ISLAM PADA MATAKULIAH GAMBAR


ARSITEKTUR REALDRAW MESJID ALFURQAN DI DPTA FPTK UPI
(Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK
UPI angkatan 2014-2015)

Dosen Pengampu :
Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd

Diusulkan oleh:

KELOMPOK 12

DESTY SARDI (NIM. 1400115)


DEVI NURAGISNI SURYA (NIM. 1400891)
TASYA APRILIA (NIM. 1400166)
IMAM ZACKY ISMAIL (NIM. 1401263)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin,
Segala puji dan syukur tim penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan izin-Nyalah tim penyusun dapat menyelesaikan Karya Tulis dengan
judul “Penerapan Nilai Islam Pada Matakuliah Gambar Arsitektur Realdraw
Mesjid Alfurqan Di DPTA (Studi Kasus Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Teknik Arsitektur FPTK UPI Angkatan 2014-2016)” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
Tidak lupa tim penyusun sampaikan terima kasih kepada Dosen Mata
Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Dr. H. Abas Asyafah,
M.Pd. dan teman-teman yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan
Karya tulis ini. Atas jasa dan amal baik mereka yang tidak terukur, tim penyusun
tidak akan mampu membalasnya. Karena itu, sepenuhnya tim menyerahkan
kepada Allah SWT, agar Allah memberi balasan yang setimpal dengan kebaikan
yang telah mereka korbankan kepada tim penyusun.
Taka ada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya tulis ini. Tim
penyusun menyadari banyaknya kekurangan baik dari penulisan ataupun isi
makalah. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan bagi penyusun.

Bandung, 5 November 2016

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia


(SDM) Indonesia yang diperlukan di era globalisasi ini. Dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta tantangan di era global
membawa beban pada pendidikan teknologi kejuruan untuk penyiapan SDM
sesuai dengan kondisi dan tuntunan yang dibutuhkan masyarakat. Pendidikan
teknologi kejuruan salah satunya yaitu pendidikan teknik arsitektur merupakan
jurusan yang berfungsi untuk mencetak lulusan guru yang berkompeten dibidang
arsitektur. Untuk mencapai kompetensi tersebut diperlukan beberapa kompetensi
dasar guru yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Kompetensi dasar
inilah yang dirangkum dan dibutuhkan dalam Kurikulum pembelajaran pada
Departemen Pendidikan Teknik Arsitektur. Salah satu kurikulum yang dibutuhkan
sejalan dengan kebutuhan saat ini adalah yang membahas mengenai arsitektur dan
islam karena disini islam berperan penting sebagai agama yang menjadi pilar
utama dalam menghadapi tantangan diera globalisasi.
Dalam Al Qurán dan al Hadist menyebutkan mengenai kata “membangun”
dimana hal ini menunjukan bahwa terdapat beberapa prinsip membangun didalam
Islam.Membangun pada dasarnya yaitu yang mengatur baik dari segi sosial,
teknik, ekonomi maupun psikologi. Arsitektur berkaitan erat dengan Islam karena
sesuai dengan Al-Qurán dan Al Hadist menyebutkan bahwa pengaturan dalam
merancang arsitektur harus mampu menjamin hubungan antara manusia dengan
Allah (Hablumminallah), hubungan manusia dengan alam (hablumminalálamin)
dan hubungan manusia dengan manusia (hablumminannas). Oleh karena itu,
sebagai calon guru maupun arsitek muslim sepatutnya kita menerapkan prinsip-
prinsip islam dalam berarsitektur.
Seorang calon guru lulusan pendidikan teknik arsitektur juga memerlukan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhannya setelah ia lulus karena lulusan PTA
berfungsi untuk mendidik siswa sekolah menengah kejuruan agar mampu
menggambar, memahami gambar-gambar bangunan dan berwawasan yang luas
namun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam agar dapat bersaing diera
globalisasi.
Gambar Arsitektur merupakan salah satu mata kuliah dasar arsitektur yang
wajib ditempuh oleh para mahasiswa khususnya mahasiswa semester pertama.
Matakuliah gambar arsitektur menekankan kemampuan mahasiswa dalam
mempresentasikan gambar-gambar arsitektur secara baik dan benar dengan teknik
pensil, tinta dan warna, terutama keterampilan menggambar free hand (manual),
sehingga penguasaan teknik menggambar real-drawing dan re-drawing sangat
penting untuk dikuasai sepenuhnya oleh mahasiswa. Pada sub perkuliahan
mengenai teknik Real-drawing, terdapat topik perkuliahan Real Drawing Mesjid
Alfurqan. Akan tetapi, pada topik perkuliahan real drawing masjid Al-Furqon ini
mahasiswa lebih dituntut untuk berfokus pada teknik menggambar realdrawing
namun kurang membahas mengenai nilai-nilai dan makna yang terkandung
didalamnya. Padahal hal ini dapat menambah wawasan kita untuk menciptakan
bangunan yang sarat makna dan religius.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pembahasan mengenai
pentingnya hubungan arsitektur dengan islam dalam membangun, merancang,
menggambar dan untuk meningkatkan kompetensi Guru bagi mahasiswa
Pendidikan Teknik Arsitektur agar mampu menghasilkan sebuah konsep arsitektur
islam yang sesuai dengan al qurán dan al Hadist dengan memperhatikan aspek
Vitruvius yaitu venustas (keindahan), firmitas (kegunaan), dan utilitas (fungsi) .
Oleh karena itu, penulis membuat sebuah penelitian mengenai penerapan nilai-
nilai islam Pada Matakuliah Gambar Arsitektur Realdraw Mesjid Alfurqan Di
Departemen Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas , maka dapat dirumuskan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja materi perkuliahan yang diajarkan saat mata kuliah gambar
arsitektur pada topik Realdrawing?
2. Apakah pada Mata Kuliah Gambar Arsitektur Topik Perkuliahan Realdraw
Mesjid Al-Furqan, terdapat kaitannya dengan nilai-nilai Islam?
3. Apakah dibutuhkan penjelasan mengenai penerapan nilai-nilai islam pada
Mata Perkuliahan Gambar Arsitektur Realdraw Mesjid Al- Furqan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan urutan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah
ini mahasiswa diharapkan :
1. Untuk mengetahui materi perkuliahan yang diajarkan saat mata kuliah
gambar arsitektur pada topik Realdrawing
2. Untuk mengetahui kaitan antara nilai-nilai Islam dengan Mata Kuliah
Gambar Arsitektur Topik Perkuliahan Realdraw Mesjid Al-Furqan
3. Untuk mengetahui Penerapan Nilai Islam Pada Matakuliah Gambar
Arsitektur Realdraw Mesjid Alfurqan Di DPTA

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan karya tulis ini baik bagi penulis maupun pembaca yaitu :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan penerapan
nilai-nilai Islam pada Matakuliah Gambar Arsitektur Topik Perkuliahan
Realdrawing Mesjid Al- Furqan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. ISLAM
2.1.1. Definisi Islam
Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang terjemahannya:
“ Pada hari akhir ini Aku lengkapkan agamamu dan Aku sempurnakan nikmatKu
atasmu dan Aku ridla Islam sebagai agamamu” (Q.S. Al-Maidah [3] : 3)
Islam adalah nama yang ditetapkan Allah swt. secara eksplisit di dalam Al-
Qur’an untuk sistem ajaran ketuhanan yang disampaikan melalui Nabi
Muhammad saw. kepada ummat manusia. Oleh sebab itu, Islam sebagai suatu
sistem ajaran tidak boleh disebut dengan sebutan lain, baik dinisbatkan kepada
nabi pembawanya seperti MOHAMEDANISM atau kepada bangsa pemeluknya,
misalnya Arabism, karena Islam adalah sistem ajaran yang berasal dari Allah.
Islam adalah sistem ajaran bagi seluruh ummat manusia di dunia, bukan untuk
bangsa atau ras dan suku bangsa tertentu saja. Orang yang menganut, memeluk
dan mengikuti ajaran Islam disebut muslim. Setelah menjadi seorang muslim,
seorang tidak boleh lagi disebut kafir dan diperlakukan seperti orang kafir. Sabda
Nabi saw. “ Barangsiapa mengkafirkan seorang muslim (penganut Islam), ia
sendiri telah kafir ”.
Islam secara etimologis (lughawy) berasal dari tiga akar kata salam yang
artinya damai atau kedamaian; salamah yang artinya keselamatan; aslama yang
artinya berserah diri atau tunduk patuh. Oleh karena itu, melihat akar katanya kata
ISLAM dapat mengandung makna-makna sebagai berikut:
1) Memasuki kedamaian dan menciptakan rasa damai dalam kehidupan, diri
pribadi dan masyarakat.
2) Memperoleh keselamatan atau terbebas dari bencana, baik bencana hidup di
dunia atau hidup di akhirat.
3) Berserah diri atau tunduk patuh pada aturan-aturan hidup yang telah telah
ditetapkan oleh Allah swt., suka atau tidak suka.

Secara terminologis (istilah), Islam adalah satu sistem ajaran ketuhanan


(agama) yang berasal dari Allah swt. yang disampaikan kepada ummat manusia
melalui risalah yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, sebutan
Islam sebagai nama suatu agama, hanya berlaku secara eksklusif untuk agama
yang dianut oleh pengikut Nabi Muhammad saw.

2.1.2. Nilai-Nilai Islam


I. Habluminallah
Mengikut kesepakatan para mufassirin, makna hablumminallah
ialah Islam, dimana sumber untuk memahami islam itu melalui AlQuran
dan As-Sunnah. Hablum dari perkataan arab yang membawa maksud tali
dan tali ini dikiaskan sebagai penghubung diantara ‘abid (manusia) dan
ma’budnya (Allah) yang berpegang pada agama Allah. Habluminallah
adalah hubungan manusia dengan Allah. Hubungan ini pada dasarnya
menaungi habluminannas dan habluminal’alam. Dalil yang berhubungan
dengan habluminallah yaitu:

Maksudnya: ” Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan untuk


beribadah kepadaKu. “ (Surah Adz-zariyat:56).
Hal yang berhubungan dengan Habluminallah yaitu ibadah. Ibadah
Khusus yaitu perkara-perkara yang berhubungan dengan rukun iman
(percaya kepada Allah,para malaikat,kitab-kitab,rasul-rasul,alam
akhirat,qada dan qadar) dan rukun islam (syahadat,solat lima
waktu,puasa,zakat,haji). Ibadah Umum yaitu ibadah yang diketahui umum
untuk kemaslahatan,kejayaan dan keuntungan. Semua perbuatan yang
diniatkan kerana Allah S.W.T dianggap sebagai ibadah kepada Allah .
Contoh: Membuang duri dari jalan. Sekiranya diniatkan kerana Allah dan
untuk kemaslahatan orang ramai,maka itu juga dianggap sebagai ibadah.
Ciri-ciri dari habluminallah diantaranya:
a. Beriman kepada Allah/Tidak menyekutukan Allah
b. Mentaati segala perintah yang telah diturunkan
c. Takut pada Alla
d. Cintakan Allah
e. Ridha terhadap qada’ dan qadar
f. Taubat dan bersyukur
g. Beribadah sepenuh ikhlas kepada Allah

Kata Nabi kepada Muaz bin Jabal : “Hai Muaz tahukah kamu apa
hak Allah atas hamba dan hak hamba terhadap Allah?”. Muaz menjawab:
“ Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui.” Nabi menjelaskan hak
Allah atas hamba ialah, hendaknya hamba beribadah kepada Allah semata-
mata dan jangan menyengutukannya dengan apapun, sedang hak hamba
atas Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak
menyengutukanNya dengan sesuatu.

II. Hablumminannas
Dari kamus arab, Hablumminannas yang berarti perjanjian
daripada orang-orang islam. Selain itu, hablumminannas artinya sama
dengan habluminallah, hanya yang membedakan adalah ‘an-nas’ yang
berarti manusia. Maksudnya yaitu perhubungan di antara manusia dengan
manusia yang lain. Dalil yang berhubungan dengan hablumminannas
yaitu:

Maksudnya: “ Wahai Manusia!sungguh, kami telah menciptakan kamu


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
(Surah Al-Hujurat:13)
Selain daripada menjaga hubungan dengan Allah, Islam juga telah
menitikberatkan hubungan sesama manusia untuk mendapat keseimbangan
dunia akhirat. Kita perlu menjaga hubungan dengan:
a) Nabi dan Keluarganya
b) Ibu bapa
c) Keluarga
d) Anak yatim
e) Orang Miskin
f) Teman-teman
g) Orang yang bermusafir
h) Non-muslim
i) Alam sekeliling (haiwan)

Ciri-ciri dari hablumminannas diantaranya:


a. Berdoa
b. Bertegur sapa
c. Bekerjasama/ tolong-menolong
d. Tidak hasad dengki
e. Bersalaman
f. Tidak mengumpat
g. Amar ma’ruf, nahi
h. Tidak sombong
i. Tidak membuka aib orang lain

III. Hablumminal ‘Alamin


Hablumminal ‘alamin, menjalankan fungsi sebagai khalifah yakni
menjaga kelestarian dan keutuhan alam. Fungsi ini akan tercapai melalui
bentuk-bentuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan pelestarian
sekitar. Dalil yang berhubungan dengan hablumminal ‘alamin yaitu:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena


perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar)” (Q.S. ar-Ruum [30] : 41).

Ciri-ciri dari hablumminannas diantaranya:


a. Tidak merusak alam
b. Melestarikan alam
c. Peduli terhadap alam sekitar
d. Dapat hidup berdampingan dengan alam
e. Tidak membuat polusi

2.2 ARSITEKTUR
2.2.1 Definisi Arsitektur
Arsitektur memiliki makna yang luas di dalam kehidupan manusia.
Makna-makna arsitektur dalam kehidupan manusia didasari oleh ruang lingkup
bidang arsitektur yang luas itu sendiri. Beberapa bidang seperti seni, matematika,
hukum, ekonomi, psikologi, hingga filsafat dapat berkaitan dan berhubungan
dengan arsitektur. Dengan demikian bidang arsitektur dapat di aplikasikan secara
lebih kompleks di dalam kehidupan manusia.
Prof. J. Padmudji Suptandar dalam pengantarnya pada buku Dimensi
Estetika Pada Karya Arsitektur dan Desain mengatakan bahwa keberhasilan karya
arsitek dan disainer selalu didasarkan pada manifestasi diri atau hasil ekspresi
yang secara kreatif dinyatakan melalui bentuk, titik,garis, bidang, komposisi,
proporsi, warna, distorsi, dan lain-lain, sehinggamudah dimengerti akan nilai dan
makna dari karya yang dihasilkan.
Karya arsitektur menjadi perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan
untuk menciptakan sebuah karya seni yang memiliki elemen-elemen estetika serta
fungsi dan makna yang dapat dimengerti. Perwujudan karya arsitektur tertuang
pada prinsip Marcus Vitruvius Pollio yang terdiri dari 3 aspek yaitu firmitas,
utilitas, dan venustas menjadi sebuah prinsip legendaris yang memberikan
inspirasi para arsitek untuk memberikan makna dalam penciptaan sebuah karya
arsitektur.
1. Utilitas terkait dengan kegunaan dan manfaat dari suatu bangunan.
Misalnya sebuah bangunan rumah didalamnya dibutuhkan ruang tamu,
kamar tidur, kamar mandi, ruang keluarga, dan lain-lain. Ruang-ruang itu
terkait dengan kebutuhan dan kegunaan sang pemilik rumah atau orang
yang menempati rumah tersebut. Utilitas sangat terkait dengan fungsi.
Utilitas merupakan sarana untuk mewadahi sebuah fungsi. Unsur ke dua
menurut vitruvius adalah firmitas.
2. Firmitas sangat terkait dengan kekuatan suatu bangunan. Sebuah
bangunan harus kokoh dan kuat. Firmitas juga disebut struktur bangunan.
Bagaimana bangunan itu dapat berdiri, seberapa kuat bangunan tersebut,
3. Venustas sangat terkait dengan keindahan. Bagaimana bangunan atau
suatu objek arsitektur dikomposisikan dan memiliki suatu keindahan
tertentu. Venustas ini sangat erat kaitannya dengan bentuk. Ketiga unsur
tersebut biasa juga disebut segitiga vitruvius.

Jadi dapat disimpulkan arsitektur merupakan sebuah karya binaan terkait


dengan aktifitas manusia yang diwadahi dalam sebuah ruang yang berpadu
dengan keindahan, fungsi dan kekuatan.

2.2.2 Definisi Arsitektur Menurut Islam


Al-Qur’an sebagai kitab pedoman utama kehidupan, sesungguhnya
merupakan lautan hikmah dan pelajaran yang tak terkira tepi dan dasarnya. Al-
Qur’an menjadi inspirasi dan dasar bagi penulisan begitu banyak buku
sesudahnya. Isi dan kandungannya yang begitu luas dan dalam untuk diselami.
Karenanya, setiap usaha untuk mengambil pelajaran dan memperoleh hikmah dari
sebagian kecil isi dan kandungan al-Qur’an pun akan sangat berarti bagi
perkembangan pengetahuan dan peningkatan kesadaran kita sebagai makhluk
Allah swt.

Alam semesta dan segala yang ada di dalamnya ternyata mengandung


nilai-nilai arsitektural yang dikemukakan Vitruvius, yiatu kekokohan (firmitas),
kegunaan (utilitas), dan keindahan (venustas) yang sangat sempurna. Dan ketiga
hal itu ternyata telah Allah tulis dalam Al Quran secara implisit, yaitu dengan
sarang hewan-hewan yang menjadi judul surat di Al Quran.

1. Venustas : sarang lebah

Venustas diartikan sebagai aspek keindahan dalam bukunya


diungkapkan

“…and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in


good taste, and when its members are in due proportion according to
correct principles of symmetry.” Vitruvius : Ten Books on
Architecture. Book I. Chapter III.
“Proporsi dan simetri merupakan faktor yang dianggap Vitruvius
mempengaruhi keindahan.”

Ungkapkan Vitruvius ini berkesinambungan dengan Al-Quran surat


An-Nahl yang berbunyi

“Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di


tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian makanlah dari tiap-
tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah
dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (TQS. An Nahl: 68-69)

Seperti yang kita ketahui bahwa Lebah memiliki sarang yang begitu
indah. Sarang berbentuk heksagonal dibuat secara berulang, sehingga
tersusun komposisi yang menarik dengan proporsi yang tepat. Lebah
mulai membuat sarangnya dari 4 titik berbeda untuk bertemu dalam
satu titik tengah dengan perhitungan yang tepat tanpa adanya
kesalahan. Dari sinilah kita dapat mengetahui kebesaran Allah SWT,
begitu proporsional dan simetrinya ciptaan-Nya untuk dapat
menciptakan sarang yang rumit dan memunculkan keindahan.

2. Sarang Semut: Utilitas

Utilitas diartikan sebagai aspek fungsi sebilamana diungkapkan :

“…convenience, when the arrangement of the apartments is faultless


and presents no hindrance to use, and when each class of building is
assigned to its suitable and appropriate exposure;..” (Vitruvius : Ten
Books on Architecture. Book I. Chapter III.)

Jadi, yang ditekankan pada aspek Utilitas adalah pengaturan ruang


yang baik, didasarkan pada fungsi, hubungan antar ruang, dan
teknologi bangunan (pencahayaan, penghawaan, dan lain sebagainya)

Hal ini berkesinambingan pula dengan Al-Qur’an surat An-Naml ayat


18 mengenai seruan untuk membangun tempat yang sesuai dengan
fungsinya yang berbunyi

“hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor


semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar
kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka
tidak menyadari”.

Salah seorang peneliti bernama Harun Yahya dalam salah satu bukunya
yang berjudul “Keajaiban Semut” mengungkap dan mengumpamakan
sarang semut sebagai markas yang sangat sistematis dan ideal.
Seluruh ruang yang terdapat di dalamnya dirancang agar setiap prajurit
dapat menjalankan fungsinya masing-masing dengan tingkat
kesesuaian yang sempurna.

Ruang yang memerlukan energi matahari, walaupun berada di bawah


tanah, memperoleh sinar matahari dengan sudut seoptimal mungkin.
Sarang semut juga memiliki mekanisme pengaturan panas (sistem
ventilasi atau penghawaan) dan sterilisasi ruang yang juga menjadi
bukti dari keajaiban makhluk ciptaan Allah SWT ini.

Ruang-ruang dalam sarang semut yang membutuhkan akses yang cepat


dan senantiasa berhubungan dibangun berdekatan. Gudang-gudang
penyimpanan bahan makanan mudah dicapai dan terhindar dari
kelembaban yang berlebihan. Sebagai pusatnya, terdapat ruang yang
cukup luas, yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dan pengikat
ruang-ruang lainnya.

Dalam hal ini tersiratkan bahwa perancangan sebuah ruang harus


sesuai dengan kebutuhan dan aksesibilitas yang tepat untuk
penghuninya. Sebagaimana semut yang diberi petunjuk untuk
membangun sarangnya dengan fungsional di tempat yang tepat.

3. Sarang Laba-laba : Firmitas

Aspek firmitas merupakan hal yang mencakup teori tentang kekuatan


dan penyaluran beban yang baik dari bangunan ke tanah dan juga
pemilihan yang tepat.

“Durability will be assured when foundations are carried down to the


solid ground and materials wisely and liberally selected;…” (Vitruvius
: Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III.)

Firmitas yang dimaksud Vitruvius mencakup penyaluran beban yang


baik dari bangunan ke tanah dan juga pemilihan material yang tepat.
Vitruvius menjelaskan setiap material yang ia pakai dalam
bangunannya, seperti batu bata, pasir, kapur, pozzolana, batu dan kayu.
Setiap material dijelaskan mulai dari karakteristik dari tiap jenis-
jenisnya hingga cara mendapatkanya/membuatnya. Kemudian, ia
menjelaskan metode membangunnya (konstruksi).

Teori yang diungkapkan oleh Vitruvius tersebut tersirat pada Al Quran


Surat Al Ankabut ayat 41 “perumpamaan orang-orang yang
mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba
yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah
adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Dari segi struktural, jaring laba-laba terdiri dari serangkaian benang-


benang bingkai penahan beban, benang-benang spiral penangkap dan
benang-benang pengikat yang menyatukan semuanya. Jaring laba-laba
merupakan satu kesatuan sistem struktur yang masing-masing
bagiannya saling mempengaruhi. Benang-benang pembentuk jaring
merupakan benang-benang yang meregang, dan gaya yang bekerja
pada struktur adalah gaya tarik. Cara ini kemudian digunakan pula
pada kabel-kabel industri yang menahan beban berat, seperti pada
jembatan layang dan high-rise building.

Lalu mengapa dalam Al-Qur’an di katakana rumah laba-laba itu


lemah? Ternyata yang idsenutkan lemah dalam AL-Quran tersebut
adalah rumahnya. Dalam sebuah penelitian ilmuan Jelinskis dan
temannya dari Cornell University, Ithaca, New York, jaring laba-laba
memiliki kelemahan. Kerusakan pada salah satu bagian sarang laba-
laba, misalnya putusnya salah satu benang, mengakibatkan bagian
lainnya melemah dan berangsur-angsur putus pula. Hal ini
dikarenakan, kemampuan menahan gaya tarik yang jauh berkurang
pada keseluruhan struktur. Kelemahan lainnya adalah, bagian spiral
untuk menangkap mangsa dapat dengan mudah rusak karena hujan,
debu atau gerakan mangsa yang terperangkap. Karena itu, jaring laba-
laba memerlukan pengurusan terus-menerus.

Bentukan dan factor eksternal membuat sarang laba-laba rapuh dan


lemah. Mungkin itulah maksud Al Quran mengumpamakan rumah
laba-laba ini. Bila kita mengambil pelindung-pelindung selain Allah,
iman kita akan mudah hancur seperti jaring laba-laba, sehingga kita
disibukkan secara terus-menerus untuk melindungi iman kita dari
kerusakan. Padahal seperti rumah, seharusnya iman-lah yang
melindungi kita.

Melalui surat Al-Ankabut ini Allah menyiratkan jaring laba-laba


memiliki prinsip yang tepat untuk membangun dan menciptakana
sebuah kekokohan. Namun jika kita mengaplikasikan dengan cara
yang kurang tepat akan mengakibatkan kelemahan yang dapat
menghancukan. Seperti halnya iman kita yang akan melemah dan
hancur apabila manusia melupakan dan mencari perlindungan dengan
cara yang salah, seperti sebuah sarang laba-laba.

2.3 HUBUNGAN ANTARA NILAI_NILAI ISLAM DENGAN


ARSITEKTUR
I. Habluminallah
Lebih jauh mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam konsep
Habluminallah, Mohammad Tajuddin dalam bukunya Konsep
Perbandaraan Islam (Tajuddin, 2003: 101) membaginya dalam
beberapa nilai sebagai berikut:
1) Nilai Pengingatan akan Keesaan dan Keagungan Allah swt.
Nangkula Utaberta (Utaberta, 2006), juga menambahkan
tentang nilai pengingatan ini yaitu melalui berbagai firmannya,
Allah banyak mengingatkan kita untuk lebih banyak
berkontemplasi merenungi ciptaan-Nya di alam ini. Melalui
berbagai ayat al-Qur’an, Ia banyak mengajak kita untuk me-
renungi penciptaan alam dan mengambil pelajaran dari makhluk
ciptaan-Nya tersebut. Sebagaimana terlihat pada ayat berikut ini :
Artinya: “Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan
menjadikan gunung-gunung dan sungai sungai padanya. Dan
menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan,
Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan
pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami
dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-
tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” (Q.S. ar-Radu [13]: 3-
4).

Perancangan bangunan haruslah berusaha mendekatkan


penghuninya dengan suasana yang lebih alami dan dekat dengan
alam. Makhluk ciptaan Allah seperti pepohonan, rumput dan
bunga-bungaan haruslah mendominasi sebuah perancangan
bangunan, perumahan atau perkotaan yang islami. Perancangan
bangunan haruslah berusaha mendekatkan penghuninya dengan
suasana yang lebih alami dan dekat dengan alam. Makhluk ciptaan
Allah seperti pepohonan, rumput dan bunga-bungaan haruslah
mendominasi sebuah perancangan bangunan, perumahan atau
perkotaan yang islami.
2) Nilai Pengingatan kepada Ibadah Ritual
Untuk bangunan masjid, surau atau sesuatu ruang untuk
memudahkan manusia beribadah perlu dibina di tempat-tempat
strategis dan orientasi yang memudahkan ia dikunjungi dan
dilihat. Konsep perancangan yang lebih terbuka amat diperlukan
agar dapat memberi tarikan kepada masyarakat sekelilingnya.

3) Nilai Pengingatan kepada Kejadian Alam Ciptaan Allah


Penggunaan bahan-bahan dari elemen semula menjadi batu
(dalam bentuk sebenarnya) dan kayu akan mencipta suatu image
arsitektur tersendiri yang dekat dengan kejadian alam. Penggunaan
elemen kaca yang membantu menghadirkan pemandangan alam
juga membantu konsep seperti ini.
4) Nilai Pengingatan kepada Kematian
Selanjutnya, elemen ketiga yang membawa kepada
peringatan ialah pesan kehidupan di dunia yang hanya bersifat
sementara dan unsur kematian sebagai pemutus alam di dunia.
Dalam konsep perancangan kota, untuk tujuan ini elemen yang
paling jelas menyampaikan pesan ini adalah makam.

5) Nilai Pengingatan akan Kerendahan Hati


Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang
sangat besar. Ia berbicara tentang bagaimana seharusnya kita
meletakkan dan menyusun massa bangunan dalam konteks
lingkungannya. Ukuran bangunan sebagaimana kita belajar dari
penampilan Rasulullah tadi tidak seharusnya berdiri terlalu besar
secara kontras dibandingkan bangunan sekitarnya. Pemilihan
bahan dan material bangunan pun harus dibuat sedemikian rupa
sehingga tidak terkesan terlalu mewah yang akhirnya akan banyak
menghabiskan uang untuk perawatannya.
Kesan monumental pada bangunan (biasanya terjadi pada
masjid atau bangunan pemerintahan) yang seringkali justru
menyebabkan pemborosan lahan dan menghabiskan banyak biaya
harus dihindari karena ia akan memberikan image yang negatif
terhadap Islam (sebagai agama yang feodal, penuh dengan
pemborosan, haus kekuasaan dan terbelakang), namun kita harus
berusaha memberikan image Islam sebagai agama yang
demokratis, progresif dan siap menerima berbagai perubahan.
Bangunan pun tidak seharusnya mengacaukan komposisi
alami dari lingkungan alaminya dengan memaksakan komposisi
simetri yang seringkali justru dipaksakan demi alasan simbolik
atau formalitas saja. Dalam perancangan rumah sendiri, hadits
berikut ini secara tegas menjelaskan tentang prinsip kerendahan
hati ini sebagai berikut:

“Annas bin Malik berkata; Rasulullah SAW suatu hari melihat


sebuah bangunan besar dengan kubah di atasnya kemudian
berkata: Apakah itu? Para sahabat menjawab: Itu merupakan
bangunan milik fulan, salah seorang rati kaum Anshor.
Rasulullah tidak mengucapkan sepatah lata pun sehingga
menimbulkan tanda tanya besar. Ketika pemiliknya memberikan
salam kepadanya Rasullah tersebut menyadari bahwa kemarahan
Rasulullah karena ia. Sehingga akhirnya ia menanyakan hal
tersebut kepada sahabat yang lain dengan berkata: Saya
bersumpah demi Allah bahwa saya tidak memahami sikap
Rasullah SAW. Para para sahabat menjawab ia bertindak seperti
itu setelah melihat bangunan besar dengan kubah milikmu. Sang
sahabat itu kemudian pulang ke rumahnya dan
menghancurkannya sehingga rata dengan tanah. Suatu hari
Rasulullah melihat kea rah yang sama dan tidak melihat
bangunan kubah itu lagi. Ia bertanya: Apa yang telah terjadi
pada bangunan berkubah tersebut? Mereka (para sahabat)
menjawab: pemiliknya mengeluh bahwa kau (Rasulullah SAW)
memalingkan wajahmu ketika berjumpa dengannya dan ketika
kamimemberitahukan sebabnya dia pun menghancurkannya.
Rasulullah berkata: Setiap bangunan adalah fitnah bagi
pemiliknya kecuali yang tanpanya manusia tidak dapat hidup”
(Sunan Abu Dawud, Vol. III, hal 1444-1445).
Menurut Nunik Junara dan Yulia Eka Putrie (Junara dan
Putrie, 2009: 38-43), beberapa implikasi konsep tauhid dan taqwa
dalam sebuah bentuk arsitektural adalah sebagai berikut sebagai
berikut:
 Tidak bermegah-megahan dengan bangunan (nilai
kemahakuasaan Allah)
 Tidak memajang dan memamerkan patung atau gambar
bernyawa (nilai keilahian).
 Menjaga kebersihan dan kesucian rumah (asma’ wa sifat).

II. Hablumminannas
Mohammad Tajuddin dalam bukunya Konsep Perbandaraan Islam
menyebutkan beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam konsep
Habluminannas (Tajuddin, 2003: 103), sebagai berikut:
1) Ukhuwah dan integrasi sosial
Islam meletakkan pembangunan sosial sebagai suatu
perkara yang utama setelah tanggungjawab diri. Kedua
pembangunan ini perlu berjalan searah dan dalam keadaan
seimbang.

2) Pembangunan Ruang Terbuka


Pembangunan ruang terbuka adalah penting karena di
sinilah hubungan ukhuwah akan berlaku dan terjalin. Dalam Islam,
setiap individu bertanggung jawab kepada kebajikan
masyarakatnya maka pesan dari masyarakat perlu dibuka seluas-
luasnya.

3) Pendidikan Masyarakat
Dalam masjid, strategi yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan berbagai ruang kemudahan di dalamnya seperti
kelas-kelas, kantin, perpustakaan, halaman, asrama dan ruang-
ruang lain yang dirasakan perlu dan dapat menjadikannya sebagai
pusat aktiftias dan perkumpulan masyarakat.

4) Nilai Pengingatan Ibadah dan Perjuangan


Dalam dunia arsitektur, hal merupakan suatu prinsip yang
membawa implikasi sangat besar. Dalam perancangan masjid
misalnya, ide tentang prinsip ibadah dan perjuangan menjadikan
masjid bukan hanya sekedar tempat sholat dan ibadah ritual saja.
Namun juga berperan sebagai pusat kegiatan sehari-hari dan pusat
interaksi serta aktivitas dari komunitas Muslim di kawasan
tersebut. Hal ini berarti perancangan ruang-ruang suatu masjid
haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan
aktivitas di luar aktivitas ritual seperti sholat atau i’tikaf
memungkinkan untuk dijalankan. Aktivitas seperti olah-raga,
seminar, diskusi keagamaan, sekolah dan pusat pendidikan,
perpustakaan, aktivitas perdagangan dan kegiatan yang dapat
memperkuat ukhuwah dan silaturahmi seharusnya mendapat porsi
perhatian yang cukup sebagaimana aktivitas ritual tadi.

5) Nilai Pengingatan akan Waqaf dan Kesejahteraan Sosial


Karenanya aktivitas dan fasilitas sosial merupakan suatu
elemen penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa hadits sebagai berikut:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah


SAW pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang
yang berkeliling untuk meminta-mintakepada orang lain, lalu dia
mendapat sesuap atau dua suap makanan. Para sahabat
bertanya, “lalu siapa orang miskin itu, ya Rasulullah?” beliau
menjawab, “yaitu orang-orang yang tidak mempunyai kekayaan
yang bisa mencukupinya namun dia malu untuk menampakkan
kekurangan agar diberi sedekah, dan tidak memint-minta
sedikitpun kepada orang lain.” (Sahih Al Bukhari, Vol.II, hal
324).
Dalam dunia arsitektur prinsip ini membawa implikasi yang
sangat besar. Yang pertama, bahwa fasilitas umum dan fasilitas
sosial perlu mendapatkan prioritas yang utama. Berbeda dengan
perancangan bangunan dewasa ini yang seringkali mengutamakan
aspek komersial dari suatu bangunan dengan mengetepikan
fasilitas dan kebutuhan umum untuk masyarakat. Dalam sebuah
mall seringkali fasilitas umum seperti tempat bermain anak,
tempat duduk, taman atau masjid menjadi bagian dari bangunan
yang terpinggirkan karena dianggap tidak memiliki nilai
komersial. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip dan hadits
diatas, sehingga kita perlu merekonstruksi pola pikir dan
pemahaman kita dari sebuah pola perancangan yang berorientasi
kepada materialistik ke pemikiran yang lebih sosial dan
mengutamakan kepentingan publik. Bangunan-bangunan yang
merupakan institusi sosial seperti rumah jompo,rumah orang cacat
dan orang-orang yang miskin perlu ditingkatkan fasilitasnya.
Masyarakat digalakkan untuk saling membantu tanpa kecuali
termasuk terhadap orang-orang di luar Islam. Islam
menggalakkan tanggung jawab komunitas bukan hanya
perseorangan.
6) Nilai Pengingatan terhadap toleransi kultural
Dalam arsitektur, hal ini menegaskan akan kewajiban kita
untuk menghormati budaya dan kehidupan sosial masyarakat
dimana bangunan tersebut berdiri. Selama tidak bertentangan
dengan Islam kita diperbolehkan mempergunakan bahasa
arsitektur masyarakat setempat dengan memanfaatkan potensi dan
material yang ada di tempat tersebut. Hal ini tentu menjadi prinsip
yang menjamin fleksibilitas perancangan bangunan dalam Islam.

III. Habluminal ‘Alamin


Dalam al-Qur’an telah disebutkan bahwa sebagai berikut:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan


karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. ar-Ruum [30] : 41).
Melalui ayat ini secara eksplisit dijelaskan bahwa manusia harus
menjaga alam dan tidak membuat kerusakan di dalamnya. Beberapa
strategi yang ditawarkan oleh Mohamad Tajuddin, dalam bukunya
“Konsep Perbandaraan Islam” (Tajuddin, 2003:104) salah satu wujud
menjaga hubungan dengan alam diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pembangunan lestari
Lestari dimaksudkan sesuatu yang tidak berubah-ubah atau
tetap. Pembangunan lestari ialah suatu sistem pembangunan
kepada masyarakat melalui perputaran dalam penggunaan bahan,
tenaga dan keperluan hidup lainnya yang dapat dikembalikan
kembali seperti keadaan asalnya ataupun jika tidak, minimal dapat
mengurangi penggunaan sumber asli untuk menciptakan sesuatu
yang baru.
Sebagai contoh penggunaan listrik dari tenaga surya yang
tidak memerlukan suatu proses pembakaran bahan api. Contoh
lain adalah penggunaan air yang didaur ulang, selain dari proses
pembersihan saintifik, air hujan yang turun juga dapat terus
diperoses dan diguanakan untuk keperluan dalam bangunan.

2) Penghematan, Konservasi dan Daur Ulang


Aspek penghematan melibatkan proses perubahan cara
kehidupan masyarakat. Secara keseluruhan berbagai unsur
penghematan boleh disumbangkan. Ini melibatkan penghematan
sumber tenaga, listrik atau seperti menukar lampu protoleum ke
lampu yang lebih hemat tenaga, memperbaiki sistem pengudaraan
rumah dan lain sebagainya.
Semua proses ini tentunya memerlukan suatu etika dan
kesadaran masyarakat secara keseluruhan untuk memberi kesan
yang besar dan berkelanjutan. Tingkat selanjutnya adalah
konservasi, yaitu proses menggunakan kembali bahan atau sumber
tenaga. Strategi ini melibatkan pembangunan dan perbuahan yang
lebih besar dan terpadu.

3) Pengaturan Alam dan Lansekap


Pengaturan alam dan lansekap terbagi menjadi dua
peringkat, yaitu pengaturan lansekap dalam kawasan
pembangunan serta pengaturan ekologi bagi tumbuhan lama yang
ada di kawasan.

4) Nilai Pengingatan akan Kehidupan yang Berkelanjutan


Kehidupan berkelanjutan dalam penulisan ini setidaknya
memiliki dua konteks yaitu konteks alami dan konteks sosial.
Konteks alami artinya bahwa pembangunan yang kita lakukan
hendaknya memperhatikan kebutuhan generasi penerus. Kita harus
berusaha melestarikan alam demi kepentingan generasi yang akan
datang karenanya diperlukan sebuah perencanaan dampak ling-
kungan hidup dari setiap pembangunan dan pembinaan yang kita
lakukan. Hal ini terlihat dari sikap Rasulullah yang ketika perang
pun melarang tentara Islam dari merusak lingkungan. Dari
beberapa haditsnya Rasulullah pun menggalakkan umatnya untuk
menanam pohon sebagai bentuk sedekahnya kepada
lingkungannya.
Dalam dunia arsitektur kedua prinsip ini memiliki implikasi
yang sangat besar. Kelestarian secara alami mengajarkan kepada
kita untuk memperhatikan betul-betul kondisi lahan dan
lingkungan sekitar kita sebelum merancang sebuah bangunan.
Pemilihan bahan dan penggunaan teknologi perlu betul-betul
diperhatikan sebelum kita melakukan suatu perubahan terhadap
tapak dan mengolahnya. Sementara kelestarian secara sosial
memberikan pengajaran kepada kita agar lebih memperhatikan
bahasa arsitektur yang kita gunakan dalam merancang sebuah
bangunan. Bahasa arsitektur feodal dalam perancangan bangunan
pemerintahan atau bangunan umum seperti simetri dan skala
raksasa dengan set back yang berlebihan perlu dihindari demi
menciptakan sebuah bangunan pemerintahan atau bangunan umum
yang lebih demokratis dan akrab dengan masyarakat.
2.4 MATA KULIAH GAMBAR ARSITEKTUR

2.4.1 Deskripsi Mata Kuliah


Matakuliah Gambar Arsitektur (Kode Mata Kuliah TA 221) dengan bobot
3 SKS (Satuan Kredit Semester) adalah mata kuliah dasar arsitektur yang wajib
ditempuh oleh para mahasiswa pada tingkat pertama. Selesai mengikuti
perkuliahan ini, para mahasiswa diharapkan mampu mempresentasikan gambar-
gambar arsitektur secara baik dan benar dengan teknik pensil, tinta dan warna.
Dalam perkuliahan ini dibahas tentang teknik garis, baik tipe-tipe garis, ketebalan
maupun kualitasnya.
Mata kuliah Gambar Arsitektur sangat menitikberatkan pada keterampilan
menggambar secara free hand (tangan bebas/manual), sehingga penguasaan teknik
menggambar realdrawing dan re-drawing sangat penting untuk dikuasai
sepenuhnya oleh mahasiswa, terutama permainan garis gambar. Selanjutnya
teknik garis ini diaplikasikan dalam latihan gambar bentuk-bentuk arsitektur
dengan tangan bebas (free hand) yang harus memperhatikan tentang komposisi,
proporsi, sudut pandang, kesan tiga dimensi dan elemen penunjang.
Gambargambar bentuk arsitektur dari denah, potongan dan tampak pada mata
kuliah gambar teknik merupakan acuan (dasar) dalam latihan gambar perspektif
secara konstruktif, baik eksterior maupun interior.
Perkuliahan diselenggarakan melalui pendekatan ekspositori dalam bentuk
ceramah dan tanya jawab yang dilengkapi dengan penggunaan LCD, OHP, dan
pendekatan inkuiri yaitu penyelesaian tugas perorangan secara parsial/terstruktur.
Tahapan mahasiswa dalam penguasaan mata kuliah ini melalui evaluasi proses
penyelesaian tugas terstruktur dan evaluasi Ujian Tengah Semester (UTS) serta
Ujian Akhir Semester (UAS).

2.4.2 Kompetensi
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
 Menyebutkan definisi dan fungsi gambar arsitektur;
 Menyebutkan definisi garis, titik, bidang, dan volume dalam konteks gambar
arsitektur;
 Menentukan jenis dan fungsi alat gambar serta cara pemakaiannya;
 Membedakan karakter gambar, antara gambar arsitektur dengan gambar seni
rupa;
 Mengubah perilaku dari cara menggambar bebas menjadi cara menggambar
yang sesuai dengan kaidah gambar arsitektur (teknik rendering, mengarsir,
dll.);
 Membuat gambar garis 2D dan 3D serta bidang geometri;
 Membuat gambar perspektif eksterior dan interior dengan metode lapangan
dan kantor;
 Membuat gambar bentuk dalam praktek real dan re-drawing;
 Membuat gambar bayangan (shadow), naung (shade) dan pantulan
(reflection);
 Membuat gambar elemen arsitektur (pohon, manusia, kendaraan, tekstur);
 Mendemonstrasikan gambar arsitektur dengan teknik tinta, pensil, atau warna.

2.4.3 Deskripsi Isi


Mata kuliah ini adalah mata kuliah dasar arsitektur yang wajib ditempuh
oleh para mahasiswa. Matakuliah gambar arsitektur menekankan kemampuan
mahasiswa dalam mempresentasikan gambar-gambar arsitektur secara baik dan
benar dengan teknik pensil, tinta dan warna, terutama keterampilan menggambar
free hand (manual), sehingga penguasaan teknik menggambar real-drawing dan
re-drawing sangat penting untuk dikuasai sepenuhnya oleh mahasiswa. Isi materi
dalam matakuliah ini meliputi: teknik menarik garis dua dan tiga dimensi, aplikasi
garis pada benda geometri, perspektif eksterior dan interior, teknik rendering
(bayangan, naung, refleksi, warna), teknik menggambar tekstur, gambar elemen
arsitektur (pohon, manusia, dan kendaraan), real drawing benda geometri, real
drawing objek nyata (Isola, Al Furqon, Pascasarjana UPI, Gedung Sate, Monumen
Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Balai Kota Bandung, Gedung BI Kota Bandung,
Suasana Jalan Braga, dan lain lain), dan re drawing yang diambil dari buku Ernest
Burden, dan F.D.K. Ching. Untuk menunjang keberhasilan mahasiswa dalam
menggambar, maka diwajibkan untuk bimbingan tugas (asistensi) secara rutin
(minimal 2x untuk setiap tugas) kepada dosen dan asisten, sehingga
perkembangan tugasnya dapat dipantau dengan baik.

2.4.4 Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan : Pembelajaran aktif
Metode : Ceramah, tugas, asistensi
Tugas : Menggambar (tugas individual)
Media : LCD Proyektor, model bangun ruang, kertas

2.4.5 Evaluasi
1. Ujian Tengah Semester (UTS) : 15%
2. Ujian Akhir Semester (UAS) : 15%
3. Tugas : 60%
4. Kehadiran : 10%

2.4.6 Rincian Isi/Topik Perkuliahan


NO. TOPIK
1. Pengantar perkuliahan Gambar Arsitektur
Pendahuluan: 1. Silabus, SAP, dan aturan perkuliahan;
2. Pengertian dan lingkup gambar arsitektur;
3. Fungsi dan jenis gambar arsitektur;
4. Media dan peralatan untuk menggambar;
5. Etiket (kop) gambar.
TUGAS I: Latihan menggambar elaborasi ide
2 Teknik menggambar garis freehand (manual):
1. Teknik menarik garis 2 Dimensi;
2. Teknik menarik garis 3 dimensi;
3. Praktek menggambar garis.
TUGAS II : Menarik garis 2 dimensi
TUGAS III : Menarik garis 3 dimensi
3 Komposisi, Kesatuan, Tekanan, dan Keseimbangan
1. Pengertian komposisi, kesatuan, tekanan, dan keseimbangan dalam
menggambar;
2. Adanya kesan (gelap dan terang) pada gambar;
3. Teknik arsiran garis pada objek geometri.
TUGAS IV : Aplikasi garis 2 dimensi pada objek-objek geometri
4 Real drawing I (menggambar nyata)
1. Pengertian real drawing;
2. Unsur-unsur real drawing;
3. Ciri dan Teknik real drawing;
4. Aplikasi garis dan arsiran pada real drawing.
TUGAS V : Real drawing benda-benda geometri
5 Simbol dan Tekstur dalam Gambar Arsitektur
1. Pengertian simbol dan tekstur;
2. Jenis dan fungsi simbol dan tekstur;
3. Media dan peralatan yang digunakan;
4. Teknik membuat simbol dan tekstur
TUGAS VI : Menggambar simbol atau elemen-elemen arsitektural
TUGAS VII : Menggambar tekstur
6 Re drawing (menggambar ulang)
1. Pengertian re drawing;
2. Unsur-unsur re drawing;
3. Ciri dan Teknik re drawing;
4. Aplikasi garis dan arsiran pada re drawing.
TUGAS VIII : Re drawing (bayangan+gedung)
7 Real drawing II (menggambar nyata) Praktek real drawing II
TUGAS IX : Real drawing koridor FPTK
8 Ujian Tengah Semester (UTS)
9 Menggambar Perspektif Eksterior
1. Pengertian gambar perspektif eksterior
2. Unsur-unsur gambar perspektif eksterior;
3. Jenis dan teknik gambar perspektif eksterior.
TUGAS X : Perspektif dengan empat sistem
TUGAS XI : Perspektif denah rumah 1 lantai
10 Menggambar Perspektif Interior
1. Pengertian gambar perspektif interior;
2. Unsur-unsur gambar perspektif interior;
3. Jenis dan teknik gambar perspektif interior.
TUGAS XII : Perspektif dengan empat sistem
TUGAS XIII : Perspektif denah rumah 1 lantai
11 Teknik Rendering (finishing touch)
1. Teknik arsir garis (pensil dan tinta);
2. Teknik mewarna;
3. Teknik tempel (letratone);
TUGAS IVX : Rendering arsir dan letratone
12 Real drawing III
TUGAS XV : Real drawing bangunan-bangunan yang ada di Kampus
UPI. (Isola, Mesjid Al Furqon, Museum Pendidikan, dll.)
13 Real drawing IV
TUGAS XVI : Real drawing Gedung Sate Pemerintah Provinsi Jawa Barat
14 Real drawing V
TUGAS XVII : Real drawing Gedung Merdeka Jl. Asia Afrika-Kota
Bandung
15 Real drawing VI
TUGAS XVIII : Real drawing Gedung Walikota/Monumen Perjuangan
Rakyat Jawa Barat; Jl. Wastukancana Kota Bandung/UNPAD
16 UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS): Perspektif Eksterior dan Interior
(pilih salah satu

2.5 MESJID

2.5.1 Definisi Mesjid


Tempat shalat umat Islam disebut masjid, tidak disebut marka (tempat
ruku’) atau kata lain semisal dengannya yang menjadi rukun shalat. Kata masjid
disebut duapuluh delapan kali di dalam al-Quran. Secara harfiah, masjid berasal
dari Bahasa Arab yaitu sajada, yasjudu, sujudan. Dalam Kamus al-Munawwir
(1997: 610), berarti membungkuk dengan khidmat. Dari akar kata tersebut,
terbentuklah kata masjid yang merupakan kata benda yang menunjukkan arti
tempat sujud (isim makan dari fi‘il sajada). Sujud adalah rukun shalat, sebagai
bentuk ikhtiar hamba dalam mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka isim
makan, kata benda yang menunjukkan tempat untuk shalat pun diambil dari kata
sujud, yang kemudian menjadi masjid. Sujud juga dapat diartikan sebagai
perbuatan meletakkan kening ke tanah, secara maknawi mengandung arti
menyembah. Sedangkan sajadah berasal dari kata sajjadatun yang mengandung
arti tempat yang dipergunakan untuk sujud, mengkerucut maknanya menjadi
selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk shalat orang per orang.
Karena itu, karpet masjid yang lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut
sajadah.
Sidi Gazalba (1994: 118-119) berpendapat, sujud adalah pengakuan
ibadah, yaitu pernyataan pengabdian lahir yang dalam sekali. Setelah iman
dimiliki jiwa, maka lidah mengucapkan ikrar keyakinan sebagai pernyataan dari
milik ruhaniah itu. Setelah lidah menyatakan kata keyakinan, jasmani menyatakan
gerak keyakinan dengan sujud (dalam shalat). Sujud memberikan makna bahwa
apa yang diucapkan oleh lidah bukanlah kata-kata kosong belaka. Kesaksian atau
pengakuan lidah diakui oleh seluruh jasmani manusia dalam bentuk gerak lahir,
menyambung gerak batin yang mengakui dan meyakini iman. Hanya kepada
tuhanlah satu-satunya muslim sujud, dan tidak kepada yang lain, tidak kepada
satupun dalam alam ini.
Waktu Rabi‘ah bin Ka‘ab mengajukan permintaan kepada Rasulullah Saw, “Saya
minta supaya menemani tuan dalam surga”. Rasulullah Saw, menjawab: “Adakah
lagi permintaanmu?” Waktu Rabi‘ah menjawab: “Hanya itu saja”, bersabdalah
Rasulullah: “Jika demikian, tolonglah aku untuk dirimu sendiri dengan
memperbanyak sujud!” Kesimpulan dari hadits ini adalah, orang yang
memperbanyak sujud masuk surga. Siapakah isi surga itu? Mereka adalah muslim
sejati, jadi muslim sejati melakukan banyak sujud, karena itulah seluruh jagad
adalah masjid bagi muslim. Jadi seluruh bumi adalah tempat sujud kepada tuhan,
ini berarti seluruh bumi adalah tempat untuk sujud memperhamba diri pada tuhan.
Sujud dalam pengertian lahir bersifat gerak jasmani, sedangkan dalam
pengertian batin berarti pengabdian (Sidi Gazalba, 1994: 119). Maka, dalam
kewajiban menyembah tuhan, muslim tidak terikat oleh ruang. Di rumah, di
kantor, di sawah, di hutan, di gunung, di kendaraan, di pinggir jalan, di manapun
juga, adalah masjid bagi muslim. Rasulullah Saw biasa shalat di mana saja apabila
waktunya sudah datang waktu shalat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw.
bersabda: “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan
sarana penyucian diri” (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah).
Secara istilah, masjid mempunyai dua pengertian. Pengertian umum dan
pengertian khusus, pengertian umum masjid adalah semua tempat yang digunakan
untuk sujud kepada Allah SWT, sebagaimana Rasulullah Saw, bersabda, “Setiap
bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid)” (HR Muslim). Dalam
hadits lain, “Telah dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan sarana penyucian
diri” (HR Bukhari dan Muslim). Pada penjelasan di atas, dalam kewajiban
menyembah tuhan, seorang muslim tidak terikat oleh ruang; di rumah, di kantor,
di sawah, di hutan, di gunung, di dalam kendaraan, di pinggir jalan, dimanapun
juga, adalah masjid bagi muslim. Sementara pengertian khusus masjid adalah
tempat atau bangunan yang didirikan untuk menjalankan ibadah, terutama shalat
berjamaah. Quraish Shihab (1996: 459), berpendapat, masjid dalam pengertiannya
adalah tempat shalat umat Islam, namun akar katanya terkandung makna “tunduk
dan patuh”, karena itu hakikat masjid adalah tempat melakukan aktivitas “apapun”
yang mengandung kepatuhan kepada Allah SWT.

2.5.2 Fungsi Mesjid


Beberapa fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw, di antaranya:
1. Tempat ibadah umat Islam, seperti shalat, dzikir, dan sebagainya. Masjid
pada masa Rasulullah Saw, berfungsi untuk melaksanakan shalat fardhu
lima waktu, shalat Jumat, berdzikir, dan macam-macam ibadah yang lain.
Pada masa Rasulullah, masjid benar-benar menjadi sentra umat Islam
untuk beribadah.
2. Tempat menuntut ilmu umat Islam, yaitu ilmu agama dan ilmu umum.
Masjid pada masa Rasulullah Saw, menjadi sentra kajian agama dan ilmu-
ilmu umum umat Islam. Masjid menjadi tempat umat Islam dalam
mendiskusikan ilmu agama dan ilmu umum. Syamsul Kurniawan dan
Erwin Mahrus (2013: 49) memasukkan masjid sebagai salah-satu di antara
fasilitas belajar-mengajar pada masa Rasulullah Saw. Sebagai tempat
menuntut ilmu, Rasulullah Saw memang benar-benar mengoptimalkan
fungsi masjid. Di dalam masjid ini, Rasulullah mengajar dan memberi
khutbah dalam bentuk halaqah, dimana para sahabat duduk mengelilingi
beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab berkaitan urusan
agama dan kehidupan sehari-hari (Muhammad al Shadiq Argun, tth.: 33).
Sistem pendidikan yang diterapkan adalah sebagaimana yang diterapkan
oleh Rasulullah, yaitu berupa halaqah-halaqah.9 Sistem ini selain
menyentuh dimensi intelektual para sahabat juga menyentuh dimensi
emosional dan spiritual mereka. Di sebelah selatan masjid terdapat satu
ruangan yang disebut al suffah, yakni tempat tinggal para sahabat miskin
yang tidak memiliki rumah. Mereka yang tinggal di al suffah ini disebut
ahl al suffah. Mereka adalah para penuntut ilmu. Di tempat inilah
dilangsungkan proses pendidikan kepada mereka dan para sahabat lain.
Dengan demikian, George Makdisi (1990: 4) menyebut masjid juga
sebagai lembaga pendidikan Islam.
3. Tempat memberi fatwa. Pada masa Rasulullah Saw., masjid menjadi
tempat mengeluarkan fatwa pada kaum muslimin, utamanya untuk
memecahkan problematika keumatan saat itu. Problematika yang
dimaksud, tidak hanya menyangkut persoalan agama tapi juga persoalan
keduniawian.
4. Tempat mengadili perkara. Bila terjadi perselisihan, pertengkaran, dan
permusuhan di antara umat Islam, maka mereka harus didamaikan, diadili
dan diberi keputusan hukum dengan adil oleh Rasulullah Saw, yang
pelaksanaannya dilakukan di masjid. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh
Rasulullah Saw, agar umat Islam mendapatkan kedamaian jiwa dan
menemukan kenyamanan.
5. Tempat menyambut tamu, rombongan, atau utusan. Menurut sejarah,
Rasulullah Saw. pernah menyambut utusan dari Nashrani Najran di dalam
masjid. Rombongan tersebut berjumlah enam puluh orang, diantaranya
adalah empat belas orang yang menjadi pembesar mereka. Rombongan
tersebut memasuki masjid selesai shalat ashar. Mereka menginap di
Madinah beberapa hari untuk berdialog dengan Rasulullah Saw, tentang
Isa as.

6. Tempat melangsungkan pernikahan. Aisyah ra. Berkata bahwa Rasulullah


Saw. bersabda, “Beritakanlah pernikahan ini dan selenggarakanlah ia di
dalam masjid, lalu pukullah rebana-rebana” (HR Turmudzi). Dengan
demikian, berdasarkan hadits ini, masjid pada masa Rasulullah Saw,
menjadi tempat yang paling suci untuk mengucap janji pernikahan (baca:
akad nikah). Difungsikannya masjid sebagai tempat melangsungkan
pernikahan ditujukan agar pihak keluarga yang melangsungkan acara
pernikahan kala itu dapat menampung banyaknya tamu yang hadir. Selain
itu, pasangan pengantin yang melangsungkan akad nikah di masjid
diharapkan lebih dapat menjaga ikatan tali pernikahan mereka. Demikian
pula para saksi, dapat memelihara persaksian atas pernikahan tersebut.
7. Tempat layanan sosial. Dari Utsman bin Yaman, ia berkata, “Ketika para
Muhajirin membanjiri kota Madinah, tanpa memiliki rumah dan tempat
tinggal, Rasulullah Saw menempatkan mereka di masjid dan beliau namai
ashabush-shuffah. Beliau juga duduk bersama mereka dengan sikap yang
sangat ramah” (HR Baihaqi).
8. Tempat latihan perang. Pada masa Rasulullah Saw, masjid berfungsi
sebagai tempat latihan perang, baik untuk pembinaan fisik maupun mental.
Aisyah ra. Berkata, “Aku melihat nabi Saw, menghalangi pandanganku
dengan sorbannya, padahal aku sedang memperhatikan orang-orang
Habsyi sedang bermain-main di masjid, sehingga aku keluar (hendak
melihat mereka kembali), memperkirakan mereka masih bermain” (HR
Bukhari). Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari mengomentari hadits
ini, bahwa yang dimaksud “bermain-main” dalam hadits ini, bukan
semata-mata “bermain”, melainkan latihan perang, atau permainan yang
didalamnya melatih keberanian bertempur atau menghadapi musuh.
Sementara Ibn Mahlab dalam Fathul Bari berkata, “masjid merupakan
tempat untuk memberi rasa aman kepada kaum muslimin. Perbuatan
apapun yang membuahkan kemanfaatan bagi agama dan bagi keluarganya
boleh dilakukan di masjid.
9. Tempat layanan medis atau kesehatan. Rasulullah Saw menjadikan masjid
sebagai tempat untuk mengobati orang sakit, khususnya pada masa perang.
Aisyah ra. Berkata, “Pada hari terjadinya perang Khandaq, Sa‘ad ibn
Muadz mengalami luka-luka karena dipanah oleh seorang kafir Quraisy.
Kata Khabban bin Araqah, orang tersebut memanah Sa‘ad pada bagian
lehernya. Maka, nabi Saw, membuatkan tenda di masjid, agar beliau bisa
beristirahat, karena jarak yang dekat.”

2.6 MESJID AL-FURQAN UPI (TUTORIAL CENTRE) DAN NILAI-NILAI


ISLAMNYA

Profil Al-Furqon UPI


Lokasi : Komplek Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr.
Setiabudhi No. 229, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Arsitek : Achmad Noe'man

Gaya arsitektur : Islamic Modern

Tahun pembangunan : 1980 (Renovasi tahun 2004)

Kapasitas : <10.000
Masjid Al-Furqon UPI merupakan masjid kampus terbesar dan termegah
yang ada di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Masjid Al-Furqon terletak di
Komplek Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung,
Jawa Barat, Indonesia. Masjid Al-Furqon dirancang oleh seorang arsitek yang
bernama Achmad Noe’man dan anaknya yang bernama Achmad Lukman. Gaya
arsitektur yang diadopsi oleh masjid Al-Furqon adalah islamic Modern. Masjid
Al-Furqon didirikan pada tahun 1980. Kapasitas orang yang dapat masuk kedalam
masjid Al-Furqon sebesar <10.000 orang.

Sejarah Al-Furqon UPI

Sebelum terbentuknya masjid Al-Furqon yang sudah terbangun hingga


saat ini, Al-Furqon asalnya adalah sebuah mushola dan posisinya berada di gate 2
kampus UPI dekat pos satpam. Kemudian lokasi tersebut berpindah ke lokasi
yang sekarang telah terbangun hingga saat ini. Ketika awal mula berpindah,
arsitek Achman Lukman lah yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam
mendesain. Pada saat mula Al-Furqon akan didesain dan dibangun, nama proyek
tersebut bukanlah masjid akan tetapi Islamic Tutorial Center. Alasan tersebut
karena IDB enggan memberikan biaya pembangunan apabila nama bangunan
tersebut adalah masjid. Ketika anaknya yaitu Achmad Nu’man yang
menggantikan untuk mendesain, menara Al-Furqon hampir direncanakan untuk
dirobohkan. Tetapi pada akhirnya terdapat sebuah kesepakatan bahwa menara
tersebut diralang untuk dirobohkan karena menara Alfurqon adalah salah satu ciri
khas bagi kampus UPI. Maka dari itu, dua ciri khas bangunan yang dimiliki oleh
kampus UPI adalah Isola dan Menara Alfurqon. Ahmad Nu’man sendiri saat ini
mendesain 2 masjid besar untuk Universitas besar di Bandung. Pertama adalah
Alfurqon di UPI dan yang kedua adalah Masjid Salman di ITB. Masjid Salman
ITB sendiri adalah satu-satunya masjid yang menggunakan dak beton, tidak
menggunakan atap jurai/genteng. Ketika jaman dahulu, masjid Al-Furqon dan
masjid Salman adalah masjid yang didesain oleh Ahmad Nu’man ini memiliki
julukan “the twin Mosque” yaitu masjid kembar dua. Namun, pada tahun 2004
masjid Al-Furqon direnovasi secara total dan dirubah tampilan masjidnya secara
keseluruhan. Proyek renovasi ini dilakukan dalam rangka modernisasi fisik
kampus yang didanani Islamic Development Bank (IDB). Jelas terlihat bahwa
tampilan bangunan saat ini jauh berbeda dari tampilan bangunan lama.

Kaitan nilai-nilai islam pada bentukan Masjid Al-Furqon

Ketika didesain oleh Achmad Nu’man, Al-Furqon mempunyai konsep


bentukan dasar yang berasal dari tulisan lafadz Allah. Konsep bentukan ini dapat
terlihat jelas apabila kita melihatnya secara linier. Dan apabila diperhatikan pada
dinding menara Alfurqon, terdapat mozaik yang bertuliskan “lailahaillallah”
secara penuh yang memenuhi dinding menara tersebut. Apabila dilihat dari fasad
bangunannya, terlihat seperti tangan yang mengedahkan keatas. Hal tersebut
adalah sebuah simbol dari tangan yang sedang memanjatkan doa kepada Allah
SWT.

Pada dinding Al-Furqon, terdapat batu kerawang yang menghiasi


bangunan Al-Furqon. Akan tetapi, penggunaan batu kerawang sendiri
menimbulkan kerusakan karena air hujan dapat masuk kedalam melalui celah-
celah. Oleh karena itu ada sebagian batu kerawang yang ditambal hinggatidak
berlubang lagi. Burung gereja pun dapat masuk melalui celah tersebut, termasuk
celah yang ada dikubah atas. Oleh karena itu, saat ini kubah tersebut direnovasi
untuk menutupi celah-celah yang ada di kubah. Menurut fungsinya sendiri selain
untuk sirkulasi udara, batu kerawang digunakan sebagai unsur estetika. Batu
kerawang dapat dijadikan sebagai unsur estetis bangunan karena disamping ada
bidang-bidang yang padat (solid), batu kerawang bisa menjadi bidang yang void,
yaitu bagian yang berlubang.

Pada atap bangunannya, masjid Al-Furqon tidak menggunakan kubah pada


umumnya dikarnakan desain arsiteknya yang tidak mengadopsi kebudayaan dari
timur tengah. Bentuk atap masjid Al-Furqon sendiri menggunakan atap segitiga
yang memusat. Atap segitiga yang memusat adalah simbol dari tiga sudut yang
maknanya adalah manusia, alam dan tuhan yang berada disudut paling atas. Alam
semesta dan manusia diciptakan oleh tuhan untuk beribadah kepada khaliknya.
Jadi makna tersebut adalah makna “intergrited”.

Bentuk kubah masjid Al-Furqon tersusun menjadi beberapa bagian dan


diakhiri dengan bentuk lafadz Allah diujungnya. Alasannya karena hal tersebut
memiliki nilai habluminallah (hubungan kepada Allah) serta vertikalisme yaitu
penghambaan manusia terhadap tuhan. Tapi apabila dilihat secara umum, masjid
Al-Furqon itu lebih banyak dipengaruhi ketika jaman dahulu. Ketika didesain oleh
Achmad Lukman, masjid Al-Furqon banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur
horizontal ketimbang vertikalnya karena menurut Achmad Lukman yang paling
penting itu adalah habluminannas dibanding habluminallah. Jadi apabila
habluminannas-nya sudah baik maka habluminallah-nya sudah tentu baik juga.
Namun Al-Furqon yang sekarang telah berubah karena didesain lagi oleh anaknya
Achman Lukman yang membuat kesan vertikal pada masjid Al-Furqon lebih kuat.
Maka gaya arsitektur Achmad Lukman dengan anaknya itu sangatlah berbeda
karena gaya arsitektur Achmad Lukman cenderung horizontal, sementara anaknya
sendiri cenderung bergayakan vertikalisme. Kemudian, faktor yang mengurangi
kesan vertikalisme Al-Furqon saat ini adalah koridor Alfurqon yang horizontal.
Karena koridornya yang begitu panjang, hal inilah yang memangkas bahwa kesan
masjid Al-Furqon itu vertikal.

Pada cat tembok masjid Al-Furqon, warnanya adalah orange. Alasannya, karena
kebijakan tersebut adalah keputusan dari Majelis Wali Amanat (MWA) UPI. Dari
kebijakan tersebut, maka seluruh bangunan di dalam kawasan kampus UPI
diharuskan menggunakan cat tembok berwarna orange. Akan tetapi untuk masjid
Al-Furqon sendiri, selain berwarnakan orange terdapat cat berwarna biru di
bangunannya. Maksud dari pewarnaan tersebut adalah warna yang menjadi
pertimbangan, karena biru konon adalah warna kesukaan bagi Nabi selain warna
hijau
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode Deskriftif dengan pendekatam


kuantitatif. Karya tulis ini bersumber dari hasil literature review dari berbagai
sumber ilmiah, Al Qurán dan Al Hadis serta instrumen penelitian yang digunakan
yaitu dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Kuisioner dibagikan
kepada Mahasiswa Pendidikan Teknik Arsitektur dengan Studi Kasus Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI angkatan 2014-2015.
Jumlah responden sebanyak 40 orang ( 20 orang dari angkatan 2014 dan 20 orang
dari angkatan 2015). Wawancara dilaksanakan kepada dosen pengampu Mata
kuliah Gambar Arsitektur, Bapak Nuryanto S.Pd.,M.Pd.

3.1 Metode Penelitian


Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
tertentu dengan demikian metode penelitian merupakan cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk menentukan suatu metode penelitian
diperlukan beberapa pertimbangan yang berhubungan dengan penelitian itu
sendiri.
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriftif
dengan pendekatan kuantitatif yaitu suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kejadian atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang (Suharsimi
Arikunto, 1998). Maksudnya adalah untuk menggambarkan atau menjelaskan
peristiwa atau kejadian yang ada dilapangan kemudian dianalisis sesuai dengan
kebutuhan.
Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulsai atau
pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi
apa adanya. Penggambaran kondisi biais individual atau kelompok, dan
menggunakan angka-angka.
Nana Syaodih Sukmadinata (2008:53) mengemukakan, Penelitian
Kuantitatif didasari oleh filsafat positivism yang menekankan fenomena-
fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Penelitian Kuantitatif lebih bersiat
“logiko-Hipotiko Verifikatif”, menggunakan statistika dalam menguji hipotesisi
serta instrument penelitian mengungkap data dalam bentuk skala pengukuran
tertentu, sehingga dapat membuat generalisasi.
Sifat-sifat dari pendekatan kuantitatif adalah sebagai berikut:
1. Berpijak pada konsep Positivistik
2. Kenyataan dimensi tunggal, fragmental terbatas, fixed.
3. Hubungan antara penelitian dengan ibjek lepas peneliti dari luar dengan
instrument standar yang objektif
4. Setting penelitian buatan lepas dari tempat dan waktu
5. Analisis kuantitatif, statistic, objektif
6. Hasil penelitian berupa inferensi, generalisasi, prediksi

Penulis mengupayakan untuk memperoleh gambaran mengenai


“Penerapan Nilai Islam Pada Matakuliah Gambar Arsitektur Realdraw Mesjid Al-
Furqan Di Departemen Pendidikan Teknik Arsitektur dengan Studi Kasus
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI Angkatan
2014-2016.

3.2 Variabel dan Paradigma Penelitian


Variabel dalam penelitian dibedakan menjadi 2 kategori utama, yaitu :
1. Variabel bebas (independent) adalah perlakuan sengaja dimanipulasi untuk
diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat
2. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang timbul akibat variabel
bebas atau respon dari variabel bebas. Oleh karena itu variabel terikat
menjadi tolak ukur atau indicator keberhasilan variabel bebas.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y)
adalah
1. Variabel bebas (X) adalah Matakuliah Gambar Arsitektur Realdraw Mesjid
Al- Furqan Di Departemen Pendidikan Teknik Arsitektur
2. Variabel Terikat (Y) adalah Penerapan Nilai Islam
Secara skematik hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah
sebagai berikut :

Variabel X
Matakuliah Gambar Arsitektur
Realdraw Mesjid Al- Furqan Di Variabel Y
Departemen Pendidikan Teknik Penerapan Nilai Islam
Arsitektur

Bagan 3.1 Variabel bebas dan Variabe Terikat

3.3 Instrumen Penelitian


Instrument penelitian adalah alat untuk memperoleh data. Instrument sebagai
alat pengumpul data pada hakikatnya adalah alat pengukuran variabel penelitian.
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan pada saat penelitian
berlangsung, pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah: Kuisioner dan
wawancara.
Kuisioner sebagai instrument dapat menghasilkan skala nominal dan ordinal,
tetapi juga dengan skala interval dengan cara memberikan nilai terhadap setiap
jawaban pertanyaan dengan kriteria tertentu sesuai dengan makna variabel yang
dikehendaki.

3.4 Partisipan (sampel)


Subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Teknik Arsitektur (PTA) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas
Pendidikan Indonesia Angkatan 2014-2016. Dengan Jumlah mahasiswa Program
Studi Pendidikan Teknik Arsitektur sebanyak 92 orang, PTA 2014 sebanyak 42
orang dan PTA 2015 50 orang.
Sample ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah,
tujuan, hipotesis, metode dan instrument penelitian, disamping pertimbangan
watu, tenaga dan pembiayaan. Minimal sampel sebanyak 30 subjek (syarat
statistika). Terhadap populasi kurang dari 1000 bisa diambil 20-50 persen (untuk
sample).
Sample yang diambil dalam penelitian ini minimal berjumlah 30% dari
total seluruh jumlah Mahasiswa PTA 2014 dan 2015.
30% x 93 orang = 27.9 orang (± 28 orang)
Berdasarkan perhitungan diatas, maka subjek penelitian ini minimal berjumlah
28 orang. Disini penulis mengambil subjek sebanyak 31 orang mahasiswa yang
telah mengontrak matakuliah Gambar Arsitektur dengan rincian 15 orang berasal
dari mahasiswa PTA 2015 dan 16 orang berasal dari mahasiswa PTA 2014.

3.5 Kuisioner

Kuisioner ini berjumlah sebanyak 7 pertanyaan dengan 5 pertanyaan berupa


pertanyaan checklist dan 2 pertanyaan isian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pada Bagian ini, menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk presentase
dengan penjelasan :
Contoh pada pertanyaan Nomor 1
1. Apakah sudah pernah mengontrak dan mengikuti Perkuliahan Mata
Kuliah Gambar Arsitektur di Semester awal?
Ya Tidak

Sebanyak 20 orang dari 31 responden menjawab YA. Maka


 Jumlah responden yang menjawab (pilihan) x 100% = hasil presentase
Jumlah total responden

 20 x 100% = 66.7%
30
Berdasarkan contoh diatas maka pada pertanyaan nomor 1 presentase responden
yang menjawab ya berjumlah 66.7%

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi hasil penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan


Teknik Arsitektur (PTA) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas
Pendidikan Indonesia Angkatan 2014-2016.
Penulis mengambil subjek sebanyak 30 orang mahasiswa yang telah
mengontrak matakuliah Gambar Arsitektur dengan rincian 15 orang berasal dari
mahasiswa PTA 2015 dan 15 orang berasal dari mahasiswa PTA 2014.
Pada pertanyaan nomor 1, seluruh responden yaitu sebanyak 30 orang telah
mengikuti dan mengontrak matakuliah Gambar Arsitektur karena Matakuliah ini
merupakan matakuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa Baru di
semester 1. Pada mata kuliah ini terdapat topik perkuliahan Realdrawing, dimana
mahasiswa menggambar/ mensketsa sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Tidak semua mahasiswa menggambar seluruh tugas pada Topik
perkuliahan Realdrawing namun dibagi menjadi beberapa kelompok.
Berdasarkahn hasil penelitian dengan teknik kuisioner, maka presentase topik
perkuliahan yang telah ditempuh sebagai berikut :
Tabel 4.1 Presentase Kontrak Belajar Topik Perkuliahan Realdrawing
Jumlah Responden Presentase Responden
No Topik Perkuliahan (orang) (%)
1 Kolidor FPTK 15 48.387097
2 Mesjid Al-Furqan 30 96.774194
3 Gedung Sate 28 90.322581
4 Monumen Perjuangan 15 48.387097
5 ISOLA 5 16.129032
6 Museum Pendidikan 0 0
7 Gedung Merdeka 23 74.193548

Tabel 4.2 Responden yang mempelajari Topik Perkuliahan Realdrawing

Pada pertanyaan nomor 3 yaitu dengan pertanyaan pada saat Real Drawing
Mesjid Al-Furqan, hal yang pernah dipelajari dan dijelaskan oleh dosen, sebanyak
100% responden menjawab bahwa dosen hanya menjelaskan mengenai cara atau
teknik dalam mempresentasikan gambar ( cara mensketsa gambar, pengetahuan
mengenai Garis tanah, garis horizontal, titik hilang dan lain-lain). Sedangkan
penjelasan mengenai Al- Furqan seperti sejarah alfurqan, nilai-nilai yang
berkaitan dengan arsitektur islam, nilai akidah dan tauhid, fungsi serta makna dari
bentuk masjid Al furqan itu sendiri sangat kurang dan tidak dijelaskan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu Mata Kuliah Gambar
Arsitektur, Bapak Nuryanto S.Pd., MT seharusnya pada matakuliah ini terdapat
juga penjelasan mengenai penerapan nilai-nilai Islam dengan Mesjid Alfurqan
yang akan dijelaskan pada evaluasi minggu berikutnya setelah pelaksanaan Real
Drawing Mesjid Alfurqan.

Tabel 4.3 Respon Pertanyaan Kaitan Mesjid Al Furqan dengan Nilai Islam

Pada Pertanyaan Nomor 4, penulis memberikan pertanyaan kepada


responden, “Apakah pada topik perkuliahan Realdraw Mesjid Al-Furqan terdapat
kaitannya dengan Nilai Islam?”. Sebanyak 13 orang responden atau 44%
menjawab terdapat kaitan antara Realdrawing Mesjid Alfurqan dengan Nilai-nilai
islam dan sebanyak 17 responden atau 56% menjawab tidak ada kaitan antara
Realdrawing masjid Al Furqan dengan Nilai Islam hal ini karena menurut Bapak
Nuryanto pada saat perkuliahan Realdrawing mahasiswa lebih ditekankan dan
dikhususkan untuk mempelajari teknik menggambar dibanding menjelaskan
mengenai nilai-nilai islam yang berkaitan dengan Mesjid Al-Furqan.

Tabel 4.4 Respon Pertanyaan Nomor 5


Berdasarkan Pertanyaan Nomor 5, sebanyak 24 orang atau jika
dipresentasikan sebesar 80 % responden menjawab bahwa dibutuhkan penjelasan
lebih lanjut mengenai penerapan nilai-nilai islam pada Mata Perkuliahan Gambar
Arsitektur Realdraw Mesjid Al-Furqan dan sebanyak 6 orang responden atau 20%
menjawab pada matakuliah Gambar Arsitektur dengan penjelasan responden
sebagai berikut :

No Nama Responden
1 Rika
2 Meiliana
3 Firman
4 Erika
5 Fera Agar dapat mengerti turunan desain dari konsepnya
6 Wian
7 Nurita
8 Megantara
9 Shidqi
10 Dea
11 Raden Rani
12 Hilmy Dengan catatan memperhatikan respon audiens non-
islam
13 Rheina
14 Limas
15 Rahma
16 Puty
17 Hanifah
18 Gilang
19 Realita
20 Syanaz
21 Yessy
22 Hajar
23 Nena
24 Angga P
25 Tegar
26 Yogi
27 Gustrian
28 Sasti
29 Aisyah
30 Mahda

BAB V
PENUTUPAN

5.1 KESIMPULAN

5.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak terdapat kekurangan sehingga
untuk kedepannya semoga banyak lagi yang dapat membantu kami dalam
penyusunan makalah sehingga kekurangan dalam penyelesaian dapat
diminimalisir lagi sehingga makalah yang disajikan dapat tersusun sesuai aturan.
DAFTAR PUSTAKA
Ching, Francis DK, 1987, Architecture: From, Space and Order,
Van Nostrand Reinhold.
Funk dan Wagnalls, 1990, New Encyclopedia, vol – 22.
Klassen, Winand, 1992, Architecture and Philosophy, Philipines:
Calvano Printers Cebu City.
Kruf, Hanno-Walter, 1994, A History of Architectural Theory,
Princenton Architectural Press.
Mangunwijaya, YB, 1987, Wastu Citra, Gramedia, Jakarta.
Soger, Smith T., 1987, An Ilustrated of History Architecture Style,
Omega Books.
Sumalyo, Yulianto, 1997, Arsitektur Moder Akhir Abad XIX dan
Abad XX. Gajahmada University Press, Yagyakarta.

N. Handryant Aisyah. 2010. Mesjid sebagai Pusat Pengembangan


Masyarakat. Malang: UIN Malang Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai