Surabaya, 2011 : 79). Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan sebagai suatu
pemikiran mendasar dan sistematik mengenai ilmu pengetahuan. Webster Third New
International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai kajian tentang metode dan
dasar pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan batas-batas dan tingkat
kebenarannya. Dengan kata lain, epistemologi menyoroti atau membahas tentang tata
cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan (Adib, 2010 : 74).
Menurut Musa Asyarie (dalam Kusumaningrum, dkk, 2009 : 4), epistemologi
berbicara mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang
sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada
suatu obyek kajian ilmu.
Guba menjelaskan: Apakah hakikat hubungan antara yang ingin mengetahui
(peneliti) dengan apa yang dapat diketahui? Secara lebih sederhana dapat dikatakan
epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih
konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau
dapat terjadi?
Sedangkan Denzin & Lincoln menjelaskan: Apakah hakikat hubungan antara
peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui.
Epistemologi bertanya mengenai bagaimana proses yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar mendapat pengetahuan yang benar? Apa yang disebut
kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara, teknik, atau sarana apa yang dapat
membantu dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Dari beberapa pertanyaan diatas, pertanyaan utama epistemologi yaitu apa yang
benar-benar sudah diketahui dan bagaimana cara untuk mengetahuinya?
Contoh: Tidak peduli apakah lukisan di depan mata adalah penampakan belaka
atau bukan. Jika ada sebuah lukisan terpampang di depan mata maka kemudian
diteliti secara scientific.
3. Metodologi
Menurut Senn (dalam Suriasumantri, 1984 : 119), metode adalah suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Sedangkan metodologi merupakan pengkajian dari peraturanperaturan dalam
metode tersebut. Sedangkan Metodologi merupakan pengkajian dari peraturanperaturan dalam metode tersebut (Senn, 1971 : 4, dalam Suriasumantri, 1984 : 119).
Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut, atau pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan
dalam penelitian. Dengan kata lain, metodologi merupakan sebuah kerangka
konseptual dari metode tersebut.
Guba menjelaskan: Bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan? Secara
lebih sederhana dapat dikatakan metodologi mempertanyakan bagaimana cara
peneliti
menemukan
pengetahuan,
atau
lebih
konkret
lagi
metodologi
mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk
menemukan pengetahuan?
Denzin & Lincoln juga menjelaskan melalui pertanyaan: Bagaimana cara peneliti
atau yang akan menjadi peneliti dapat menemukan sesuatu yang diyakini dapat
diketahui.
Metodologi meletakkan prosedur yang harus dipakai pada pembentukan atau
pengetesan proposisiproposisi oleh para ilmuwan yang ingin mendapatkan
pengetahuan yang valid. Dengan demikian metodologi juga menyentuh bahasan
tentang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode.
Contoh:
peristiwa
dan
hukum-hukum
sosial
yang
pada
akhirnya
akan
1. Guba
The basic belief system of positivism is rooted in a realist ontology, that is, the
belief that there exists a reality out there, driven by immutable the natural laws.
Secara singkat, Positivisme adalah sistem keyakinan dasar yang menyatakan
kebenaran itu berada pada realitas yang terikat pada hukum-hukum alam, yaitu
hukum kasualitas atau hukum sebab-akibat. Selanjutnya menurut Guba, sistem
keyakinan dasar para peneliti positivis dapat diringkas sebagai berikut:
Ontology: Realist-reality exists out there and is driven by immutable natural
Akan tetapi menurut H. L. A Hart, definisi Austin tidak cukup memadai dikarenakan
mengabaikan peraturan lainnya yang berfungsi sebagai hukum meskipun tidak
harus dalam artian komando dari seorang yang berdaulat.
Jadi menurut Hart, semua undang-undang dan kontitusi serta hukum
Internasional dapat dimasukkan dalam kategori positivisme dan dapat diperluas
meliputi hukum adat dan hukum yang dibuat oleh hakim dalam proses pengadilan
(yurisprudensi).
Teori Hart tentang hukum positif dimulai dengan menjawab pertanyaan
Apakah hukum itu?. Hart menjelaskan bahwa esensi hukum terletak pada
penggunaan unsur paksaan. Secara garis besar, teori Hart diuraikan sebagai berikut:
a) Hukum adalah perintah
b) Analisis terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga untuk
dilakukan
c) Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturanperaturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu menunjuk pada tujuantujuan sosial, kebijakan serta moralitas
d) Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakan dan dipertahankan oleh
penalaran rasional, pembuktian, atau pengujian
e) Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum harus senantiasa
dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan. Inilah
yang sekarang sering kita terima sebagai pemikiran arti terhadap positivisme
Dalam tulisannya Positivism and the Separation of Law and Morals, Hart
meguraikan adanya lima ciri tentang positivisme yang terdapat pada ilmu hukum
dewasa ini, yaitu:
a) Hukum adalah suatu perintah yang datangnya dari manusia
b) Tak ada hubungan yang mutlak antara hukum dan kesusilaan, atau antara
hukum yang berlaku (law as it is) dan hukum yang dicita-citakan (law as
it ought to be)
c) Analisis mengenai pengertian hukum (legal concept) adalah penting dan
harus dibedakan dari:
Penyelidikan secara sejarah tentang sebab musabab hukum atau
tentang sumber hukum
Penyelidikan secara sosiologis mengenai hubungan hukum
dengan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya
Penyelidikan hukum yang didasarkan pada kesusilaan, tujuantujuan sosial fungsi hukum, dan sebagainya
d) Sistem hukum adalah satu sistem logika yang tertutup (closed logical
system); pada sistem tersebut ketentuan-ketentuan hukum yang benar
bisa diperoleh dengan alat-alat logika (logical means) dari peraturan-