PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Tuberkulosis umumnya menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya.
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam
(BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa.
Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain, bakteri Microbacterium tuberculosis
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri
tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.1
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang
dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu,
Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia
setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah
pasien TB dunia.2
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian
sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000
penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Laporan WHO tentang angka
kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC
Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian
TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita.2
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat
dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam udara serta yang
dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada diudara disekitar penderita TB. Untuk
membatasi
terjadinya
penyakit
TB
paru
pemerintah
mengupayakan
strategi
untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Paru
1. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7
yang bercabang menjadi dua bronchus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat
sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk C.
Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilis tegak yang banyak mengandung sel goblet yang
mensekresikan lendir (mucus).3
2.
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada yang
kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan
daripada cabang bronkhus sebelah kiri.3
Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke
setiap paru-paru. Bronkhus di susun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang
berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago.3
Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat
mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus atau lubang kecil yang
terletak antar alveoli kohn pores yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.3
Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis tidak mengalami pertukaran
gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical Dead Space. Banyaknya udara yang berada
dalam area tersebut adalah sebesar 150 mL. Awal dari proses pertukaran gas terjadi di
bronkhiolus respiratorius.3
3. Alveoli
Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari
bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida
di antara kapiler pulmoner dan alveoli.3
4.
Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasrnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
(superior, medial, inferior) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus (superior dan
inferior). Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.
Paru-paru manusia terbungkus oleh dua selaput, yaitu pleura dalam (pleura visceralis) dan
pleura luar (pleura parietalis). Pleura dalam langsung menyelimuti paru-paru, sedangkan pleura
luar bersebelahan dengan tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga tulang
rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru.3
Gambar 14
Paru-paru merupakan sebuah organ tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli, atau alveolus). Pada gelembung inilah terjadi pertukaran udara di
dalam darah, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya 90m2. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700juta buah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi
anatomisnya, semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar.
Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa,
bertanggung jawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak
ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang
melapisi alveolus dan mencegah kolapnya alveolus.4
2.2. Proses pernafasan pada paru-paru
Proses pernapasan pada manusia dimulai dari hidung. Udara yang diisap pada waktu menarik
nafas (inspirasi) biasanya masuk melalui lubang hidung (nares) kiri dan kanan selain melalui
mulut. Pada saat masuk, udara disaring oleh bulu hidung yang terdapat di bagian dalam lubang
hidung.4
Pada waktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi. Semula kedudukan diafragma
melengkung keatas sekarang menjadi lurus sehingga rongga dada menjadi mengembang. Hal ini
disebut pernapasan perut. Bersamaan dengan kontraksi otot diafragma, otot-otot tulang rusuk
juga berkontraksi sehingga rongga dada mengembang. Hal ini disebut pernapasan dada.4
Akibat mengembangnya rongga dada, maka tekanan dalam rongga dada menjadi berkurang,
sehingga udara dari luar masuk melalui hidung selanjutnya melalui saluran pernapasan akhirnya
udara masuk ke dalam paru-paru, sehingga paru-paru mengembang.4
Setelah melewati rongga hidung, udara masuk ke kerongkongan bagian atas (naro-pharinx) lalu
kebawah untuk selanjutnya masuk tenggorokan (laring).3
Setelah melalui tenggorokan, udara masuk ke batang tenggorok atau trachea, dari sana
diteruskan ke saluran yang bernama bronchus atau bronkus. Saluran bronkus ini terdiri dari
beberapa tingkat percabangan dan akhirnya berhubungan di alveolus di paru-paru. Jika Oksigen
sudah sampai pada bronkus, maka oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru.3
Oksigen akan berdifusi lewat pembuluh darah berupa kapiler-kapiler arteri dengan cara difusi.
Kapiler-kapiler ini terdapat pada alveolus yang merupakan cabang dari Bronkiolus. Pada
alveolus ini akan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida.3
Udara yang diserap melalui alveolus akan masuk ke dalam kapiler yang selanjutnya dialirkan
ke vena pulmonalis atau pembuluh balik paru-paru. Oksigen diikat oleh hemoglobin dalam selsel darah merah (eritrosit). Dari sana darah akan dialirkan ke serambi kiri jantung, lalu diedarkan
ke seluruh sel-sel tubuh yang nantinya akan digunakan oleh mitokondoria alam respirasi tingkat
seluler untuk menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Triposphat).3
Selanjutnya udara yang mengandung gas karbon dioksida akan dikeluarkan melalui hidung
kembali. Karbondioksida akan dibawa oleh kapiler vena untuk dibawa ke alveolus dan akan
dikeluarkan di alveolus melalui proses respirasi. Pengeluaran napas disebabkan karena
melemasnya otot diafragma dan otot-otot rusuk dan juga dibantu dengan berkontraksinya otot
perut. Diafragma menjadi melengkung ke atas, tulang-tulang rusuk turun ke bawah dan bergerak
ke arah dalam, akibatnya rongga dada mengecil sehingga tekanan dalam rongga dada naik.
Dengan naiknya tekanan dalam rongga dada, maka udara dari dalam paru-paru keluar melewati
saluran pernapasan.3
2.3. Definisi Tuberkulosis
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau menahun yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.5
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
1.
Etiologi
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh
karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya
tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.6
2.
Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal berdekatan
dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang tinggal di tempat
penampungan yang terdapat kasus tuberkulosis, serta anggota keluarga pasien.5
Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberkulosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas
klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberkulosis juga berisiko
terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang terpajan basil, individu yang sistem
imunnya tidak adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usia atau bayi dan
anak-anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus
imunodiferensiasi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi. 5
2.4. Patofisiologi
Gambar 28
1. Infeksi primer.
Pertama kali seseorang terinfeksi oleh tuberkulosis disebut sebagai infeksi primer dan
biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi primer mungkin hanya
berukuran mikroskopis, dan karenanya tidak tampak pada foto rontgen. Tempat infeksi primer
dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang
menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh masa basil tuberkel seperti keju adalah selsel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair dan
dapat mengalir ke dalam percabangan trakheo bronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi
udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan rontgen dada.6
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan membentuk
jaringan parut, dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal sebagai tuberkel
ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali meski telah bertahuntahun, dan menyebabkan infeksi sekunder. 6,8
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel dan
proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi oleh
reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada
semua sel-sel tubuh 2-6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama basil
hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih
lanjut dan terjadinya infeksi aktif.6,8
Faktor yang tampaknya mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif
termasuk: 6
a.
usia lanjut
b.
imunosupresi
c.
infeksi HIV
d.
malnutrisi
e.
f.
g.
predispose genetic
2. Infeksi sekunder.
Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis TB
aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten selama bertahun-tahun
dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan pasien menurun. Penting untuk mengkaji
kembali secara periodik pasien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya
kekambuhan.6,7
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi, anoreksia,
dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari. Berkeringat malam dan ansietas.
Dispnea, batuk purulen produktif disertai nyeri dada, dan hemoptsis adalah juga temuan yang
umum.7
2.6. Klasifikasi
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru)5
1.Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b.Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik
spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita yaitu :5
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada
gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :5,6
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat)
1.
Gejala respiratorik
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2.
Gejala sistemik
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya
terdapat cairan.
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang
bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen
dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
c.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan
jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens:
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 3 kali positif atau 2
kali positif, 1 kali negatif BTA positif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, toplordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif : - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai
berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan
kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara
lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M.
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan
biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
tersebut
diendapkan
dalam
bentuk
garis
melintang
pada
membran
sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup
baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal
needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan
prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang
berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Kombinasi dosis tetap :
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet
sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat
antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi
dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa
terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat
diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek
samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila
terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman
TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual,
tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi
hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah
Menghilang.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi
dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta
warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung
pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur penderita.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi :
TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan
2 RHZE / 4R3H3
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE
selama 5 bulan.
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan
kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
-
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila
gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama
b.
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi
rawat
C. TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b.
Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a.
b.
c.
Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan
mikroskopik sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif),
pada akhir pengobatan. Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap :
. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.
. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri
(bila ada keluhan)
. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.
Yang paling penting
adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi
klinis dicurigai terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek
samping obat sesuai pedoman
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya
obat tersebut.
Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien,
keluarga dan lingkungannya.
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
2.9. Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah
mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan
24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).
3.0. RESISTEN GANDA (Multi Drug Resistance/ MDR)
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan
atau tanpa OAT lainnya
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB
- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.
Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada pasien
TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% 90% dalam waktu hanya 4 sampai 16
minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah
terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik
sering disebabkan oleh MDR
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
- Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
- Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya
memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut
sudah cukup tinggi
- Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop,
setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua
atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya
-
Fenomena addition syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan
pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada
paduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah
panjang daftar obat yang resisten
- Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga
mengganggu bioavailabiliti obat
- Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan
- Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan kejemuan
- Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
- Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru
Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja
pada pH asam
2.
3.
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin) dapat
digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.
Resistensi silang
Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih jenis OAT.
Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi
terjadi resistensi silang.
- Tionamid dan tiosetason
Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya resistensi silang
dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan resistensi silang antara tionamid
dengan tioasetason, galur yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif
terhadap etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid dan proteonamid
biasanya juga resisten juga terhadap tioasetason pada lebih dari 70% kasus.
- Aminoglikosid
Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin dan amikasin.
Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten silang terhadap amikasin.
Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap
streptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih
sensitif terhadap kapreomisin.
. Resisten terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin
. Resisten terhadap kanamisin atau amikasin gunakan kapreomisin
- Fluorokuinolon
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua
fluorokuninolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa
kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan ofloksasin di
masa datang.
- Sikloserin dan terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang dengan
obat golongan lain.
- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB.
Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan
menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif
-
- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1
ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau ofloksasin
600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)
- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang
lama yaitu minimal 18 bulan
- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien nonHIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65%
kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah
satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.
- Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TB
3.1. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A TB MILIER
Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat
diberikan kortikosteroid
- Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
- Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
C. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
- Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah
terkontrol
- Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai
9 bulan
-
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata;
Mulai salah satu paduan di bawah ini setelah selesai fase intensif (mulai lebih dini dan bila
penyakit berat)
Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
- Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya efek toksik OAT
- Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer
antasida
- Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ART golongan nonnukleotida dan
inhibitor protease. Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena rifampisin
dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin
sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada peningkatan dosis nevirapin yang
direkomendasikan
E. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
-
Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupun
beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi konsentrasinya kecil dan tidak
menyebabkan toksik pada bayi
-
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat
yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.
-
dan terjadi akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan
dengan pengawasan kreatinin
-
Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, ureum, kreatinin)
Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan
-
SHE/10 HE
Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E
maksimal 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
-
induced hepatitis)
-
Penatalaksanaan
.
Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan laboratorium kembali normal
(bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila
klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan
dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES
-
pengobatan OAT dapat diberikan 9 12 bulan. Paduan OAT yang diberikan adalah : 2RHZE / 710 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi
operasi dan menurunkan kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu.
KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau
dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :
-
Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura
Tujuan :
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping obat
Mencegah resistensi
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai harus diingat:
Tentukan seorang PMO
Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus
ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh selama 6 bulan. PMO
dapat berasal dari kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
penderita
Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan pengawasan kepada penderita
dalam hal minum obat, mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal, memberitahukan / mengantar penderita untuk kontrol bila ada efek samping obat,
bersedia antar jemput OAT jika penderita tidak bisa datang ke RS /poliklinik
Petugas PPTI atau Petugas Sosial
Untuk pengaturan/penentuan PMO, dilakukan oleh PKMRS (Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit), olehPERKESMAS (Perawatan Kesehatan Masyarakat) atau
PHN(Public Health Nurse), paramedis atau petugas social
Petugas sosial
Ialah volunteer yang mau dan mampu bekerja sukarela, mau dilatih DOT. Penunjukan oleh
RS atau dibantu PPTI, jika mungkin diberi penghargaan atau uang transport. Penyuluhan
tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara :
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat
jalan, di apotik saat mengambil obat, dll
Kelompok Penyuluhan
kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok penderita, kelompok keluarga penderita,
masyarakat pengunjung RS, dll
Cara memberikan penyuluhan
Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya sebagai
bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu dengan
alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS
Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS
Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
Kemoprofilaksis diberikan kepada penderita HIV atau AIDS. Obat yang digunakan pada
kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5mg / kg BB (tidak lebih dari 300 mg)
sehari selama minimal 6 bulan.
BAB III
PENUTUP
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditemukan oleh Robert Koch pertama kali pada tahun 1882.
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai
penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar
setelah penyakitkardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964
diagnosis pasti TB adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam
sputum atau jaringan paru.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TB dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant).