INDONESIA
DIAN HIDAYAT, TEKNIK KELAUTAN, D32114305
ABSRTAC
Pada dasarnya, hak asasi manusia menjadi isu yang sangat penting bukan
hanya di dalam negeri tapi juga di tingkat internasional. Sejak 1999, perhatian
terhadap hak asasi manusia dan hukum penegaknnya di Indonesia telah bertambah
sevara signifikan
Institusi pemerintah yang dimana sering berhubungan dengan isu hak asasi
manusia adalah polisi. Isu dari hak asasi manusia nyatanya selalu terintegrasi dengan
penegakan hukumnya yang membutuhkan kelegalan pelaksanaan di lapangan.
Kekerasan hak asasi manusia tidak hanya terselesaikan oleh anggota
masyarakat tetapi juga bagi penegak hukum. Di dalam banyak kasus, peran
pelaksanaan oleh anggota polisi dalam situasi yang kritis dapat dibolehkan oleh
hukum , contohnya untuk melindungi keamanan umum dan anggota polisi itu sendiri.
Apa jenis kekerasan hak asasi manusia dan apa yang diketahui oleh publik tentang
definisi dari kekerasan hak asasi manusia?
Dalam paper ini, kita mencoba mendiskusikan peran polisi dan isu kekerasan hak
asasi manusia di Indonesia dan konsekuensi dari kekerasan hak asasi manusia
berdasarkan kerangka kerja kelegalan hukum Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah tuhan yang maha esa
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan,
hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahteraan yang
tidak boleh diabaikan atau diramaps olehsiapapun. Sejak bulan januari tahun 1999,
perhatian terhadap hak asasi manusia (HAM) dan penegakan hukumnya di
Indonesia menunjukkan arah peningkatan yang menggembirakan. HAM telah
dinyatakan sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar dalam konsep
pembangunan kemanusian terhadap seluruh masyarakat. Saat ini HAM merupakan
permasalahan yanghangat dalam tingkatan nasional suatu negara maupun
internasional. HAM bukan lagi dianggap sebagai masalah domestik atau dalam
negeri tetapi HAM sudah menjadi permasalahan yang bersifat universal dan
masyarakat internasional.
informasi
terhadap
pelanggaran
hukum
yangdilakukan
oleh
menjadi
titik
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAM DAN PELANGGARAN HAM DI INDONESIA
1. KONSEP HAM
Secara mendasar HAM sebagai suatu konsep telah diakui secara
internasional
namun
terkadang
konsepsi
tersebut
menjadi
bias
dan
dipersepsikan secara sepihak sehingga kita sering melihat bahwa setiap pihak
yang berhadapan masing-masing mengklaim dirinya sedang menegakkan
HAM-nya, untuk itu perlu agar HAM sebagai konsep maupun definisi
disatukan dalam makalah ini. Akan tetapi memang perlu diperhatikan bahwa
konsepsi HAM mempunyai jangkauan yang luas dan komplek, tetapi
kenyataannya hanya menyentuh para aparat pemerintahan saja khususnya para
penegak hukum. Batas antara kewenangan tugas alat negara/penegak hukum
yang
merupakan
representasi
negara
sebagai
otoritaskekuasaan
dan
penyelenggara negara dengan poelanggaran HAM sangat tipis, untuk itu perlu
pemahaman yang mendalam dari penegak hukum dan alat negara terhadap
konsep HAM.
Hukum HAM memusatkan fokus kepada kepentingan pribadi dan
kelompok
pribadi
perlindungan
dengan
terhadap
pemerintah
dengan
tujuan
memberikan
2.
INDONESIA
Terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia disebabkan oleh
beberapa indicator-indikator antara lain:
a.
Kualitas layanan publik yang masih rendah sebagai akibat belum terwujudnya
1) Hilang/berkurangnya
beberapa
hak
yang
berkaitan
dengan
2) Hilang/berkurangnya
hak
yang
berkaitan
dengan
jaminan,
5) Hilang/berkurangnya
hak
untuk
mendapatkan
pekerjaan
dan
kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok
masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat seperti:
1) Pembunuhan.
2) Penganiayaan.
3) Penculikan.
4) Pemerkosaan.
5) Pengusiran.
6) Hilangnya mata pencaharian.
7) Hilangnya rasa aman, dll.
e.
walaupun Perserikatan
Bangsa-Bangsa
telah
mendeklarasikan
Hak
Asasi
Manusia yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan
mempunyai hak akan kebebasan dan martabat yang setara tanpa membedakan; ras,
warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin, namun
faktanya adalah bahwa instrument tentang hak asasi manusia belum mampu
melindungi perempuan terhadap pelanggaran hak asasinya dalam bentuk:
1)
psikologis;
penganiayaan, pemerkosaan, dan berbagai jenis pelecehan.
2) Diskriminasi dalam lapangan pekerjaan.
Pelanggaran hak asasi anak. Walaupun piagam hak asasi manusia telah
memuat dengan jelas mengenai perlindungan hak asasi anak namun kenyataannya
masih sering terjadi perlanggaran hak asasi anak, yang sering dijumpai adalah:
1)
5.
Kaum
perempuan
berhak
untuk
menikmati
dan
mendapatkan
perlindungan yang sama bagi semua ahak asasi manusia di bidang, politik,
ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup,
persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut
hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan
penegak hukum tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap
lebih
konsekuen
dalam
mematuhi
Konvensi
perempuan,
Perempuan sebagaimana
6.
Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari
semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus
diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang
memudahkan mereka berinteraksi didalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai
siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan
atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan
hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus
mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana phisik
dan psikologis yangmemungkinkan anak berkembang secara normal dengan baik,
untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi
anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakkan secara professional
tanpa padang bulu.
7.
baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang
dibebankan kepadanya dengan memberikan layanan yang baik dan adil kepada
masyarakat penari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari
perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan
hukum dalam rangka menegakkan hukum.
8. Perlu adanya control dari masyarakat (social control) dan pengawasan dari
lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang
dilakukan oleh pemerintah.
Dalam
rangka
mewujudkan
supremasi
hukum,
pemerintah
telah
B. TUGAS POLRI
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri memuattugas
pokok Polri yaitu memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelaksanaan kepada masyarakat,
untuk itu Polri dituntut harus senantiasa tampil simpatik dan menyenangkan hati
masyarakat, sedangkan dalam tugas penegakan hukum Polri harus tegas, kuat dan
perkasa walaupun terpakasa dengan menggunakan kekerasan.
Kepada polisi diberikan peran tertentu yang tidak diberikan kepada orang
lain. Kepadanya diberikan kekuatan dan hak yang tidak diberikan kepada orang
biasa. Oleh karena keistimewaan tersebut, kepada polisi dihadapkan tuntutantuntutan yang tidak diminta dari warga negara biasa. Polisi harus berani
menghadapi bahaya dan kekerasan, sedang
rakyatdibenarkan
menghindari
untuk tujuan yang benar. Secara singkat, polisi yang baik mampu menjadikan
moralitas sebagi bagian yang integral dari pekerjaannya. Pekerjaan polisi yang
boleh menggunakan kekerasan ditujukan untuk mencapai satu dari sekian banyak
tujuan moral, yaitu kelangsungan hidup manusia. Dihadapkan kepada tuntutan
yang demikian itu banyak pekerjaan polisi yang secara moral menjadi
problematik.
Polri sebagai alat negara penegak hukum dan kamtibnas mempunyai
posis yang sentral dalam melaksanakan tugas sebagai representasi kekuasaan dan
dalam melaksanakan tugasnya tersebut telah diatur tentang penggunaan kekerasan
baik secara nasional maupun internasional, dimana penyalahgunaan wewenang
atau pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat berpotensi menjadi pelanggaran
terhadap HAM. Polri sebagai aparat penegak hukum, dalam melaksanakan
tugasnya secara yuridis, polisi kadang kala dalam situasi yang kritis atau genting
dapat menggunakan kekerasan dalam menjalankan wewenangnya dan hal tersebut
mungkin dapatdibenarkan oleh hukum terutama saat polisi harus menangkap atau
menahan pelaku kejahatan. Penggunaan kekerasan oleh polisi dalam melaksanakan
tugasnya dalam penegakan hukum dan kamtinas telah diatur dan diakui antara lain:
1.
bersifat
fungsional
a.
Petuas penegak hukum dapat menggunakan senjata api untuk membela diri,
untuk menghadapi kondisi terbunuh atau luka berat terhadap ancaman fisik pribadi.
b. Untuk mencegah atau persiapan khususnya terhadap kejahatan yang
membahayakan kehidupan.
c. Untuk menangkap seseorang dalam kondisi yang berbahaya dalam
melawan kejahatan.
d.
Untuk mencegah seseorang melarikan diri dan kecuali dalam kondisi yang
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri dalam Pasal 18 ayat (1) menyatakan
bahwa untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan tugasnya dapat
bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2). Dalam KUHP
a.
b.
hukum
dan
cita-cita
hukum
berupa
ketertiban,
berhadapan
langsung
dengan
berbagai
macam
kompleksitas
peraturan
perundang-undangan
yang
belum
ada
peraturan
kesadaran
hukum
masyarakat
terhadap
pembinaan
kamtibnas
nilai
etika
dan
kehidupan
manusia
secara
universal,
penegakan hukum. HAM sebagai suatu bentuk kejahatan yang melibatkan otoritas
kekuasaan sebagai pribadi maupun kelompok, dengan implikasinya kejahatan ini
sulitdideteksi karena pada prinsipnya pelanggaran HAM ini adalah bentuk kooptasi
politik terhadap hukum, dalam prakteknya kejahatan ini terjadi secaraterencana
dan sistematis dimana kejahatan atau pelanggaran ini didukung oleh sistem
sosial lainnyasebagai bagian dari sistem politik negara. Pelanggaran akan
terungkap manakala rezim suatu pemerintahan berakhir atau tumbang sehingga
dengan
untuk
menciptakan
anggota
Polri
yang
yaitu:
1. Polri harus menjaga dan melindungi keamanan masyarakat, tata tertib
serta penegakan hukum dan HAM.
2. Polri harus menjaga keamanan umum dan hak milik, serta menghindari
kekerasan dalam menjaga tata tertib bermasyarakat dengan menghormati
supremasi HAM.
3. Polri dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka harus menghormati
asas praduga tak bersalah sebagai hak tersangka sampai dinyatakan terbukti
bersalah oleh pengadilan.
4. Polri harusmematuhi norma-norma hukum dan agama untuk menjaga
supremasi HAM
Dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam melakukan pemeriksaan,
polisi kadangkala mempunyai hambatan-hambatan dalam menjaga supremasi
HAM, tetapi polisi tetap harus menghormati hak-hak tersangka, yaitu antara lain:
1. Hak untuk dilakukan pemeriksaan dengan segera, penuntutan di
pengadilan.
2. Hak untuk menjelaskan kepada penyelidik dan hakim dengan bebas.
3. Hak untuk mempunyai penerjemah.
4. Hak
untuk
didampingi
pengacara/penasehathukum
dalam
setiap
pemeriksaan.
5. Hak
WNA
untuk
menghubungi
negaranya
menjadi
Kedutaan
ketika
mereka
tersangka
dalam
untuk
didampingi
pengacaraketika
tersangka
ditahan
dan
Berdasarkan
penjelasan
diatas,
dapat
dikatakan
bahwa
BAB VI
PENUTUP
Meningkatkan perhatian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan
penegakan hukumnya di Indonesia telah membuat tuntutan untuk menegakkan
HAM menjadi sedemikian kuat baik didalam negeri maupun melalui tekanan dunia
internasional. Oleh karena itu diperlukan niat dan kemauan yang serius dari
pemerintah, aparat penegak hukum, dan elit politik agar penegakan hak asasi
manusia berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Strategi polri dalam menghadapi pelanggaran HAM dapat dinyatakan
sebagai upaya profesionalitas dibidang penbegakan hukum, penegakkan HAM
secara latent merupakan penegakkan hukum yang
merupakan
DAFTAR
PUSTAKA
1. A HAMZAH, DR. SH., Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara,
Cetakan
Ke-2, SinarGrafika Offset, 1995.
2. BALDWIN, R, KINSEY, R, 1982. Police Power and Politics, Namara
Group
27/29 Goodge Street, London WIP-IFD, 380, pp. 172.
3. BARDA NAWAWI ARIEF, Prof, DR, SH., Bunga Rampai Kebijakan
Hukum
Pidana, Cetakan Ke-1, PT. CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, 1996.
4. BAYLEY, D.H., 1994. Police for Future, Oxford University Press Inc,
New
York, 297, pp.112
5. BINKUM POLDA JATENG, 2003. Data Pelanggaran Disiplin Anggota
POlda
Tahun 2001-2003
6. HURST HANUM, Guide to International Human Right Practice, Cetakan
Ke-II, University of Pennsylvania Press, 1994.
7.
13. MR. R. TRESNA, Komentar Hir, Cetakan ke-15, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 1996.
14. PAUL DE JONG, 1986. Het Blauwe Recht-Op weg Naar een
beroepscode van de politie, Koninklijke Vermande BV-1986, 175.
15. PAUL HOFFMAN, PROF, Kumpulan Diktat Kuliah The New Due
Process, oxford university, 1998.
16. PETER BACHR, PIETER VANDIJK, ADNAN BUYUNG NASUTION,
LEO ZWAAK, Instrument Internasional Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia,
Cetakan ke-1, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1997.
17. PETER R. BACHR, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Politik Luar
Negeri, Cetakan ke-1, Cetakan ke-1, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998.
18. PETER DAVIES, Hak-Hak Asasi Manusia, Cetakan ke-1, Cetakan
ke-1, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994.
19. RAMLI ATMASASMITA, Hukum Pidana Internasional, Cetakan ke1, PT. Ersesco Bandung, 1995.
20. RALH STEINHARD, PROF, Kumpulan Diktat Kuliah Human
Right
Lawyering, Oxford University, 1998.
21. SAURYAL, S.S, 1999. Ethics In Criminal Justice, Sam Houston
State
University, 633.
22. SITOMPUL, D.P.M, 1999. Hukum Kepolisian Indonesia, CV. Tarsito,
Bandung,
156, pp. 111-120.
23. SITOMPUL, D.P.M, 2000. Beberapa Tugas Dan Peranan Polri, CV.
Wanthy
Jaya, Jakarta, 163, pp.137-148.
24. THE ROME CONVENTION STATUTA FOR THE
INTERNATIONAL CRIMINAL COURT.
25. THOMAS BURGENTHAL, International Human Rights Law, Cetakan
ke-III, Wet Publishing, Co, 1995.