Anda di halaman 1dari 32

ANLISA KELELAHAN STRUKTUR FPSO

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Meraih Gelar Strata 1 (S1)


Departemen Teknik Kelautan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

OLEH :
PUTRI TALIA S
D 321 14 309

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2018

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Batasan Masalah .............................................................................. 2

1.4 Tujuan ............................................................................................ 2

1.5 Manfaat ........................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

2.1 Floating Production, Storage and Offloading (FPSO) ........................... 3

2.3 Respon Struktur ............................................................................. 10

2.4 Teori Kelelahan .............................................................................. 11

2.5 Faktor Intensitas Tegangan ............................................................ 14

2.6 Faktor Intensitas Tegangan untuk Retak Permukaan ........................ 17

2.7 Perambatan Retak .......................................................................... 19

2.8 Analisa Umur Lelah Struktur ........................................................... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 24

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 24

3.2 Jenis Penelitian .............................................................................. 24

3.3 Penyajian Data............................................................................... 24

3.4 Metode Pengambilan Data .............................................................. 25

3.5 Alur Penelitian................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

i
ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan yang selalu ada pada bangunan lepas pantai adalah
kerusakan yang dapat menyebabkan struktur tersebut gagal. Kerusakan
bangunan laut terutama terjadi akibat kelelahan (fatigue), baik pada komponen
struktur utama maupun sekunder dan tersier. (Djamitko, 2012). Bangunan
lepas pantai cenderung, mengalami kelelahan karena beban gelombang yang
bersifat siklis, sehingga kelelahan adalah penyebab utama kerusakan pada
bangunan lepas pantai dimana struktur merespon secara dinamis gelombang
acak serta beban angin.

Adanya retak awal pada material yang mungkin disebabkan oleh


fabrikasi atau pengelasan/pemasangan yang tida sempurna, kemudian
mendapat beban yang berulang-ulang menyebabkan retak menjadi menjalar
dan membesar. Terak ini mengakibatkan turunnya atau berkurangnya kekauan
struktur dan pada suatu saat tertentu mencapai kelelahan kritis yang segera
diikuti kegagalan berfungsinya bangunan tersebut. Oleh karena itu, analisa
mengenai kemampuan struktur mengalami beban kelelahan sangat diperlukan
untuk menjamin bahwa struktur mampu bertahan selama masa operasionalnya.

Sistem floating production storage and offloading (FPSOs) telah menjadi


metode utama yang digunakan untuk mengoptimalkan daerah produksi minyak
dan gas lepas pantai di seluruh dunia termasuk FPSO milik Husky Oil (Madura)
Ltd yang beroperasi di laut Jawa dengan kapasitas sebesar 370.000 BOPD
(Husky Oil, 2017).

Kajian dan penelitian mengenai analisa kelelahan dalam memperkirakan


umur kelelahan pada konstruksi lambung FPSOs telah banyak dilakukan.
Diantara metode yang digunakan adalah Deterministic Fatigue Analysis dan
Simplified Fatigue Analysis. Namun mengingat karakteristik gelombang yang

1
bersifat acak, maka Spectral-based Fatigue Analysis dianggap lebih bias
mengakomodir kondisi riil di perairan.
Karena sebab-sebab tersebut di atas, dan beberapa yang bertujuan
untuk menganalisa kelelahan FPSOs. Maka, dalam tugas akhir ini membahas
tentang “ANALISA KELELAHAN STRUKTUR FPSO”

1.2 Rumusan Masalah


Masalah pada penelitian ini difokuskan pada analisis kelelahan FPSOs
dengan kondisi beban muatan maksimum dan umur bangunan FPSO

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Tidak memperhatikan faktor biaya struktur
2. Metode analisa manual menggunakan kurva S-N
3. Material yang digunakan diamsumsikan konstan dan homogen

1.4 Tujuan
Untuk mengetahui analisa kelelahan pada FPSO dengan kondisi beban
muatan maksimum serta mengetahui umur bangunan FPSO.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi
industri perkapalan untuk perencanaan dan pemeliharaan FPSO di masa yang
akan datang serta pengembangan pengetahuan mengenai kelelahan struktur
FPSO bagi sebagai PT. Irvine Engineering, Dubai pihak konsultan perencana.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Floating Production, Storage and Offloading (FPSO)


FPSO adalah bangunan terapung paling produktif di bidang industri lepas
pantai yang dikembangkan pada tahun 1970 untuk menghasilkan minyak dan
gas dengan menggunakan jaringan pipa atau struktur tetap. Awalnya, FPSO
dibatasi pada daerah dengan beban lingkungan yang ringan. Hal ini
memungkinkan penggunaan konversi kapal tanker menjadi FPSO (Paik J.K &
Thayamballi, 2007).
Proses pengembangan cadangan minyak dan gas lepas pantai dapat
dibagi menjadi beberapa bagian mengikuti langkah-langkah utama yakni:
1. Eksplorasi
2. Pengeboran eksplorasi
3. Pembangunan pengeboran
4. Produksi
5. Penyimpanan dan pembongkaran
6. Angkutan
Kapal dan struktur lepas pantai berbentuk kapal telah menjadi kunci
untuk perkembangan dunia lepas pantai. Tanker-tanker perdagangan, yang
barangkali merupakan struktur terbesar yang diciptakan oleh manusia untuk
mengangkut cairan, juga memindahkan minyak dari sumbernya ke kilang-kilang
minyak.
Ladang dengan minyak dalam jumlah besar dapat dikembangkan yaitu,
persyaratannya jumlah sumur yang dibor dan peralatan bawah laut yang
dipasang, baik di sekitar platform yang sepenuhnya mandiri atau dari berbagai
kombinasi platform dan kapal atau tongkang untuk pengeboran, akomodasi,
dan pasokan. Peralatan produksi dan pengolahan dapat ditempatkan pada
platform, atau pada struktur kapal atau tongkang yang disebut FPSO (floating,
production, storage, dan offloading units). Selain pengolahan, struktur-struktur
lepas pantai berbentuk kapal yang mengapung itu berfungsi penting untuk

3
penyimpanan minyak mentah dan pembongkarannya ke dalam tanker-tanker
atau bahkan vessel.
Secara bergantian, minyak yang diproses dalam platform dapat disimpan
dalam kapal apung atau struktur berbentuk tongkang yang disebut FSO
(floating, storage, dan offloading units), kemudian diturunkan ke kapal tanker
shuttle. Terkadang minyak olahan disimpan langsung di platform dan dikirim ke
darat melalui pipa. Ada banyak kemungkinan alternatif untuk produksi,
penyimpanan, dan pembongkaran tergantung pada perkembangan tertentu
yang paling banyak yang ekonomis dalam berbagai situasi.
Fasilitas topside, baik di platform tetap atau di FSO, FPSO, atau kapal
bor, dapat mengacu pada fasilitas dan peralatan untuk pengeboran,
pengolahan, offloading, utilitas, layanan, tindakan keamanan (termasuk deteksi
kebocoran gas), kebakaran dan perlindungan ledakan gas, akomodasi, dan
dukungan kehidupan. Sistem proses melayani untuk memisahkan aliran ke
dalam komponennya, untuk memelihara aliran sumur operasi, dan untuk
mentransfer minyak.
Oleh karena itu, proses mengalirkan minyak memiliki berbagai cara
sebelum produk dipindahkan ke terminal onshore atau ke penyimpanan untuk
pembongkaran. Di platform biasa, aliran sumur pertama kali dipisahkan menjadi
minyak, gas, dan air yang diproduksi. Gas dapat digunakan untuk perawatan
lebih lanjut seperti kompresi, penyimpanan, dan transportasi; kompresi dan
reinjeksi; atau untuk pembakaran. Air dikeringkan dan dibuang sering dengan
menekan dan menginjeksi kembali yang pada gilirannya dapat berfungsi untuk
meningkatkan produksi dari sumur terdekat. Minyak yang diproduksi dapat
mengalami pengolahan lebih lanjut, termasuk penghilangan kotoran dan
pengangkatan air lebih lanjut yang dapat memperoleh minyak mentah dari
spesifikasi yang diperlukan.
Pemilihan opsi pemrosesan yang optimal adalah masalah penting,
sementara berbagai kemungkinan dipertimbangkan untuk pengolahan lepas
pantai / darat:

4
1. Pengolahan lepas pantai minimal dengan semua cairan yang diproduksi
dikirim ke onshore untuk pemrosesan akhir yang memenuhi spesifikasi
produk dan dapat dijual.
2. Pengolahan penuh di lepas pantai untuk membuat produk tertentu di
fasilitas lepas pantai, tanpa memerlukan pengolahan di darat lebih lanjut.
Untuk mengembangkan cadangan minyak dan gas di perairan yang
dalam dan tinggi yang mencapai lebih dari 1.000 m tidak mudah. Selain itu,
membangun dan memelihara infrastruktur pipa dalam hal biaya dan teknologi
sangat mahal. Menggunakan tangki penyimpanan terpisah mungkin tidak selalu
menjadi cara terbaik. Dalam hal ini, sekarang diakui bahwa FSO atau FPSO,
dalam banyak kasus, lebih menarik untuk mengembangkan cadangan minyak
dan gas lepas pantai di perairan dalam karena biaya dan efisiensi. Penempatan
tangki penyimpanan bersama-sama yang dapat diturunkan secara langsung,
yang lebih efisien ketika minyak atau gas yang dikembangkan dapat ditransfer
ke tanker shuttle atau tongkang.
Struktur lepas pantai tipe apung dianggap telah mengembangkan area
perairan dalam dan perairan yang sangat dalam. Unit lepas pantai tipe apung
harus memenuhi persyaratan kinerja berikut:
1. Area kerja yang sesuai, kapasitas beban dek, dan kapasitas
penyimpanan yang memungkinkan.
2. Stabilitas yang dapat diterima dan pemeliharaan stasiun selama dalam
lingkungan yang ekstrem.
3. Kekuatan yang cukup untuk menahan lingkungan yang ekstrem.
4. Daya tahan untuk menahan kelelahan dan korosi.
5. Kemampuan yang mungkin dibutuhkan untuk pengeboran dan produksi.
6. Mobilitas saat dibutuhkan.

5
Unit lepas pantai berbentuk kapal dengan multifungsi seperti produksi,
penyimpanan, dan pembongkaran telah dipertimbangkan, dan telah dibuat
sejak akhir tahun 1970-an. FPSO dapat mengolah dan menyimpan minyak atau
gas yang diproduksi di tangki kargo sampai kapal tanker pengangkut muatan
mengangkutnya ke darat.

Gambar 2.1 Grafis komputer dari instalasi FPSO dengan sistem shuttle tanker
(Paik J.K & Thayamballi, 2007).
Sebuah unit lepas pantai berbentuk kapal dapat digunakan sebagai unit
penyimpanan terapung (FSU), unit FSO, FPSO, atau bahkan termasuk
kemampuan pengeboran dalam beberapa kasus. Gambar 2.1 menunjukkan
grafik komputer instalasi FPSO dengan sistem pemuatan tanker antar-jemput.
Sistem FPSO menghasilkan minyak atau gas dalam tangki yang terletak
di lambung kapal, dan garis aliran yang terhubung menghubungkan sumur
pengembangan subsea ke sistem FPSO setelah sumur pengembangan telah
dibor oleh jenis-jenis unit lepas pantai lainnya, seperti semi sub-mersible.
Sistem FPSO juga dapat digunakan sebagai fasilitas produksi utama untuk
mengembangkan ladang minyak marginal atau ladang di daerah terpencil
dalam air tanpa memerlukan infrastruktur pipa langsung.

6
Unit lepas pantai yang berbentuk kapal memiliki berbagai manfaat bila
dibandingkan dengan jenis struktur apung lainnya dalam hal luas kerja yang
cukup, beban dek, kemampuan penyimpanan yang tinggi, kekuatan struktural,
waktu tunggu yang lebih singkat, biaya bangunan / modal, dan kesesuaian
untuk konversi dan penggunaan kembali. Namun, serupa dengan jenis platform
terapung lainnya, volume penggantinya di bawah garis air relatif besar, dan
respons serta kegagalan struktur di bawah kondisi lingkungan yang ekstrem
terkait dengan gelombang, angin, dan arus adalah masalah signifikan untuk
dipertimbangkan dalam desain dan operasi.
Dinamis atau dampak-tekanan tindakan yang timbul dari green water,
sloshing, dan juga masalah yang harus diselesaikan baik dalam desain dan
untuk operasi, terutama di daerah cuaca yang ekstrem.

2.1.1 Desain Struktur Topside FPSO


Desain struktur topside yang direncanakan mempunyai tujuan untuk
memusatkan pembebanan pada lambung FPSO. Untuk menilai dengan benar
beban ini perlu diketahui:
1. Struktur utama topsides.
2. Berat dan pusat gravitasi perlengkapan utama.
3. Berat, pusat gravitasi dan inersia sisa bagian atas (baik struktur dan
peralatan yang lebih kecil).
Beban topside yang ditransmisikan ke lambung juga tergantung dari
lambung yang akan mengalami gerak dan akselerasi. Hasil ini berasal dari
analisis hidrodinamika.

7
Gambar 2.2 Integrasi Model Topsides (https://www.offshore-
mag.com/index.html diakses pada 23 Maret 2018)
Tempat kru dan deck house diposisikan di buritan kapal. Selain itu, area
helipad terletak di belakang tempat tersebut. Terdapat dua derek untuk
membantu prose produksi dan penyimpanan pada ruang muat. Pengelolaan
fasilitas diwakili oleh blok di bagian atas dek utama. Menara suar terletak di
seberang dek tempat tinggal kru di haluan kapal (Hughes O.F. & Paik J.K.,
2010).
Faktor yang mempengaruhi muatan dek utama yang harus dibawa FPSO
dalam bentuk fasilitas produksi adalah:
1. Jumlah sistem utama.
2. Karakteristik reservoir.
3. Pilihan jalur ekspor.
4. Sistem tunggal atau dual produksi.
5. Pemindahan yang mungkin dilakukan pada bidang lain; yang berbeda.
Sistem utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ukuran dan
konfigurasi fasilitas produksi FPSO adalah pemisahan minyak mentah,
pengolahan gas (dehidrasi dan kompresi) dan kemungkinan ekspor, pengolahan
dan penanganan air yang dihasilkan termasuk injeksi ulang, perawatan dan

8
injeksi air laut, ekspor minyak mentah melalui kapal tanker atau pipa penyalur
serta pembangkit listrik utama yaitu ukuran dan jumlah unit.
Sebagaimana dinyatakan di atas, karakteristik reservoir lapangan
memiliki pengaruh besar yang mana perancang fasilitas perlu mendapat
informasi yang baik mengenai profil produksi untuk minyak, gas dan air yang
dihasilkan, kemungkinan durasi produksi tinggi atau puncak, potensi dan waktu
pengembangan sumur di masa yang akan datang yang mana bisa
memperpanjang pada puncak produksi, tekanan reservoir dan luasnya
dukungan tekanan reservoir untuk menentukan jumlah injeksi ulang air dan
gas, rasio minyak-gas dan kemungkinan kebutuhan lift gas, dan suhu
kedatangan cairan di FPSO. Dukungan injeksi air mungkin diperlukan lebih awal
di muka untuk injeksi ulang. Dalam hal ini, fasilitas pengolahan air laut seperti
unit de-aerasi harus berukuran sesuai.
Tingkat keakuratan dalam data reservoir dan kinerja yang diprediksi
diinginkan untuk meminimalkan kemungkinan perubahan desain yang terlambat
dan karenanya dampaknya terhadap jadwal dan anggaran proyek serta
mengurangi risiko kendala produksi karena sistem atau peralatan pada kondisi
yang awalnya tidak dirancang. FPSO juga dapat digunakan di daerah dengan
kepercayaan reservoir rendah sebagai sistem produksi jangka pendek dan
mempersiapkan sistem produksi jangka panjang yang optimal.
Pemilihan sistem ekspor minyak mentah juga akan mempengaruhi
ukuran fasilitas karena tidak hanya akan mengalirkan minyak mentah ke pipa
dan kapal tanker yang berbeda, tetapi juga tingkat pemisahan di pengolah
minyak untuk mencapai spesifikasi minyak mentah yang berbeda untuk setiap
rute. Dalam kasus minyak mentah yang berat, kental atau licin, suhu
kedatangan cairan yang rendah mungkin memerlukan fasilitas pemanas
ekstensif yang melibatkan, antara lain, unit pemulihan panas limbah pada
penggerak turbin gas.
Profil produksi memerlukan satu atau dua pemisah minyak mentah dan
kompresi gas. Pertimbangan hilangnya pendapatan yang timbul dari

9
pemadaman berlarut-larut dari satu arus produksi 100% terhadap biaya
tambahan yang terkait dengan penyediaan dua aliran 50%.
Jika sebuah aliran produksi tunggal dipilih maka pemilihan peralatan
hemat yang bijaksana di dalam pemisah harus dilakukan agar dapat
memastikan setinggi mungkin ketersediaan sistem. Fasilitas pemisahan uji
berukuran yang sesuai dapat dimanfaatkan untuk memberi tingkat cadangan
serta juga pengelolaan sumur yang lebih efisien.
Apabila FPSO digunakan di lapangan dengan masa kerja singkat, sepeti,
lima sampai tujuh tahun, pemilik harus memutuskan apakah akan merancang
fasilitas produksi untuk kehidupan lapangan tersebut atau untuk membuat
ketentuan mengenai pemindahan FPSO yang mungkin dilakukan ke sumur lain;
di lokasi lain. Dalam kasus tersebut, peluang pemasaran potensial yang
dirasakan dapat menentukan konfigurasi fasilitas, tingkat fleksibilitas yang ada
untuk memproses berbagai jenis cairan, tingkat produksi dan ketentuan ruang
dan berat untuk penambahan modul atau peralatan sedikit demi sedikit.
FPSO dilengkapi dengan peralatan hydroprocessing di atas dek dan
fasilitas penyimpanan hidrokarbon di bawah dek. Kapal juga bisa dilengkapi
dengan sistem tambat yang memungkinkannya tinggal di tempat jika perlu.

2.3 Respon Struktur


Akibat adanya gelombang regular, struktur akan memberikan respon
berupa gerakan (motion). Kita dapat menghitung gerakan dengan terlebih
dahulu menghitung gaya yang bekerja pada struktur. Ada beberapa teori untuk
menghitung gaya gelombang yang mengenai struktur seperti teori Morrison,
difraksi, dan strip. Meskipun rumus matematik dari teori-teori ini berbeda satu
sama lain, semua teori tersebut menghitung hal yang sama yaitu gaya eksitasi,
added mass, dan damping pada struktur sebagai fungsi dari frekuensi dan
heading. Jika persamaan gerak diselesaikan per satuan amplitudo gelombang,
kita akan mendapatkan sejumlah nilai yang dinamakan Response Amplitude
Operator atau RAO.

10
( )
( ) ( )
........................................................................... (2.1)

Dimana:

( ) = amplitudo struktur............................................................. (2.2)

( ) = amplitudo gelombang......................................................... (2.3)

Sedangkan fungsi respon pada frekuensi gelombang dapat ditulis sebagai


berikut (Bhattacharayya, 1987):

Respon ( ) ( ) ( ) .............................................................. (2.4)

RAO sering disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat
untuk mentransfer beban luar (gelombang) menjadi suatu respon pada
struktur. Dalam perhitungan RAO, gelombang dianggap reguler dan sejumlah
frekuensi digunakan untuk mencakup keseluruhan rentang frekuensi yang ada
pada spektrum gelombang.

Bentuk umum persamaan RAO dalam fungsi frekuensi adalah sebagai


berikut (Bhattacharyya, 1978)

Respon ( ) ( ) ( )............................................................... (2.5)

2.4 Teori Kelelahan


Kegagalan akibat fatigue telah diteliti lebih dari 150 tahun lalu. Salah
satu studi paling awal dilakukan W.A.J. Albert, dengan menguji beban siklik
pada rantai pengangkat di Jerman tahun 1828. Istilah fatigue digunakan
pertama tahun 1839 pada mekanika oleh J.V Poncelet dari Prancis. A. Wohler
dari Jerman, mulai meneliti fatigue tahun 1850 dan menguji beberapa besi baja
dan logam lain dengan beban aksial, lentur dan torsi. Wohler juga
menunjukan bahwa fatigue tidak hanya dipengaruhi oleh beban siklik namun
juga oleh besar tegangan rerata (mean stress). Studi dilanjutkan oleh
Soderberg, Geber dan Goodman untuk memprediksi pengaruh mean stress
terhadap umur fatigue.

11
Collins (1981) menyatakan bahwa ketidakteraturan dan kekasaran
permukaan secara umum mengakibatkan sifat fatigue lebih rendah daripada
permukaan yang halus. Pada beberapa pelapisan (chromizing) menyebabkan
kekuatan fatigue menjadi lebih rendah dibanding dengan tanpa pelapisan.
Hotta et al (1995) meneliti pengaruh kombinasi teknik pelapisan
terhadap ketahanan fatigue baja karbon rendah.Thermo creative deposition
(TRD) untuk lapisan vanadium carbide dan chromium carbida, chemical vapour
deposition (CVD) untuk titanium carbida, physical vapour deposition (PVD)
untuk titanium nitride dan chromium plating.
Kelelahan diartikan sebagai perilaku yang bilamana suatu struktur
dibebani tegangan dengan variabel siklis yang cukup besar, akan mengalami
perubahan pada sifat mekaniknya. Kelelahan juga dapat diartikan sebagai
gejala kepatahan dini di bawah pengaruh tegangan yang berfluktuasi dan
diikuti proses perambatan retak secara perlahan-perlahan.

2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah


Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan akibat
kelelahan, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Tegangan maksimum cukup tinggi
2. Variasi atau fluktuasi tegangan yang cukup besar,dan
3. Siklus penerapan tegangan yang cukup besar
4. Faktor kelembaban lingkungan
Selain ketiga faktor diatas, masih terdapat variabel-variabel lain yang
menyebabkan terjadinya kegagalan fatik pada struktur seperti korosi,
konsentrasi tegangan, kelebihan bahan, tegangan-tegangan sisa serta
tegangan kombinasi yang cenderung untuk mengubah kondisi kelelahan.

Fatigue life dapat ditingkatkan dengan :


1. Mengontrol tegangan
a. Peningkatan tegangan menurunkan umur fatik.
b. Pemicunya dapat secara mekanis (fillet atau alur pasak) maupun
metalurgi (porositas atau inklusi).

12
c. Kegagalan fatik selalu dimulai pada peningkatan tegangan.
2. Mengontrol struktur mikro
a. Meningkatnya ukuran benda uji, umur fatik kadang-kadang
menurun.
b. Kegagalan fatik biasanya dimulai pada permukaan.
c. Penambahan luas permukaan dari benda uji besar meningkatkan
kemungkinan dimana terdapat suatu aliran, yang akanmemulai
kegagalan dan menurunkan waktu untuk memulai retak.
3. Mengontrol penyelesaian permukaan
a. Dalam banyak pengujian dan aplikasi pemakaian, tegangan
maksimum terjadi pada permukaan.
b. Umur fatik sensitif terhadap kondisi permukaan.
c. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah tegangan sisa
permukaan

2.4.2 Analisa Kelelahan Berdasarkan Uji Kelelahan


Cara yang mendasar pada uji kelelahan adalah cara untuk menetukan
umur kelelahan suatu struktur dengann carauji kelelahan yang terdiri dari tiga
langkah utama, yaitu:

1. Penetuan distribusi tegangan simpangan jangka panjang


2. Pemilihan S-N digaram yang tepat
3. Penentuan akumulasi kerusakan

Semua fluktuasi tegangan yang terjadi pada struktur selama struktur


selama beroperasi yang mempunyai pengaruh terhadap kelelahan.fluktuasi
tegangan ini adalah akibat pengaruh langsung maupun tidak langsung dari
pengaruh gelombang, arus, angin, juga beban hidup, perlatan mesin dan
bongkar muat. Sebagian beban yang menyebabkan kelelahan adalah beban
acak maka penentuan distribusi tegangan jangka panjang harus dilakukan
dengan cara statistik atau deterministik.

13
Penentuan akumulasi kerusakan harus ditentukan dengan cara hipotesa
kerusakan linear ataudengan cara hukum Palmgren-Minerbila fluktuasi terjadi
pada bermacam-macam amplitudodan pada ordo random, sehingga kriteria
kelelahan dapat dibaca sebagai berikut:

( )
∑ ......................................................................... (2.6)
( )

dimana:

n = jumlah siklus pada tingkat tegangan

N = jumlah siklus sampai terjadinya retak pada tingkat tegangan

2.5 Faktor Intensitas Tegangan


Distribusi tegangan pada ujung retak pada pelat tipis untuk bahan elastik
padat, seperti pada gambar 2.2.1, diberikan oleh persamaan:

( ) * ( )+

( ) * ( )+ ...................................... (2.7)

( ) * +

Gambar 2.3 Model menurunkan persamaan tegangan di titil-titik dekat


retak

14
dimana σ = gaya nominal rata-rata = P/wt. Persamaan (2.7) di atas,
berlaku bila a>r>p. Untuk suatu titik didepan retak (θ = 0) berlaku:

( ) ............................................... (2.8)

Menurut Irwin, persamaan (2.8) menunjukkan bahwa tegangan


setempat dekat rekat tergantung pada hasil kali tegangan nominal σ dan akar
setengah panjang retak. Hubungan ini disebut faktor intensitas tegangan K.
Untuk retak elastis tajam dalam pelat dengan lebar tak terbatas, K menjadi:

√ ................................................................................. (2.9)

dimana: K = Faktor intensitas tegangan (MN/m3/2 atau MPa √ )

σ = Tegangan nominal (MN/m2)

a = Panjang retak (m)

Bila nilai K, pada persamaan (2.9) dimasukkan dalam persamaan (2.8),


maka persamaan medan tegangan pada ujung retak dapat ditulis sebagai
berikut:

* ( )+

* ( )+ ...................................... (2.10)

* +

Dari persamaan (2.10) jelas bahwa tegangan setempat pada ujung


retak dapat mencapai harga yang maksimum bila r mendekati 0. Namun hal ini
tidak terjadi oleh karena deformasi plastik pada ujung retak.

Faktor K merupakan cara yang sangat mudah untuk membahas distribusi


tegangan si sekitar cacat. Dua cacat dengan geometri berbeda yang
mempunyai harga K yang sama akan memiliki distribusi tegangan yang identik.

15
Nilai K untuk berbagai kondisi dapat dihitung dengan teori elastisitas. Untuk
keadaan umum, faktor intensitas tegangan, K dapat dihitung dari:

√ ............................................................................... (2.9)

dimana:

K = Faktor intensitas tegangan (MN/m3/2)

tak

σ = tegangan nominal (MN/m2)

a = panjang retak (m)

Ada beberapa mode deformasi retak, seperti pada gambar 2.4. pada
mode I, retak terentang oleh tegangan tarik yang bekerja dalam arah y tegak
lurus pada permukaan retak. Cara ini lazim dijumpai pada pengujian
ketangguhan perpatahan dan nilai intensitas tegangan kritis (KIC). Pada mode
II, atau model geser, tegangan geser bekerja tegak lurus pada tepi depan retak
dalam bidang retak itu sendiri. Pada mode III, atau model geser sejajar,
tegangan geser bekeja sejajar pada tepi depan retak.

Gambar 2.4 Mode deformasi retak

16
2.6 Faktor Intensitas Tegangan untuk Retak Permukaan
Retak awal yang sering didapatkan pada struktur adalah retak
permukaan. Retak ini terjadi dapat disebabkan oleh cara pengelasan yang
kurang sempurna pada sambungan, juga dapat terjadi karena elemen struktur
tersebut terhantam barang keras pada waktu penegrjaan, atau pada saat
struktur tersebut diangkut dari tempat pembuatannya ke tempat dimana
struktur tersebut akan dioperasikan.

Faktor intensitas tegangan untuk retak permukaan (surface crack)pada


elemen yang diberi beban tarik uniaksial, adalah:

√ ...................................................................... (2.12)

Parameter Q merupakan fungsi dari lebar retak, kedalaman retak dan


perbandingan antara tegagan nominal dengan tegangan leleh, dan disebut
koreksi bentuk retak (Flaw shape parameter) yang dapat diperoleh dari grafik
pada gambar 2.5 dibawah ini, yaitu hubungan dari bermacam-macam bentuk
crack dengan perbandingan tegangan nominal terhadap tegangan leleh.

Gambar 2.5 Parameter bentuk retak Q

17
Penentuan panjang retak kritis berdasarkan faktor intensitas tegangan
kritis diperlukan untuk mengetahui berapa panjang maksimum retak sampai
sebuah struktur mengalami kerusakan kelelahan. Parameter panjang retak (a)
dapat ditentukan dengan menggunakan grafik berikut:

Gambar 2.6 Parameter panjang retak kritis

Dengan memasukkan semua faktor koreksi di atas, maka besar


intensitas tegangan surface crack adalah:

√ .................................................................... (2.13)

dimana:

K = Faktor intensitas tegangan (MN/m3/2)

18
a = panjang retak (m)

Q = Koreksi bentuk retak

2.7 Perambatan Retak


Perambatan retak dari suatu elemen struktur yang mengalami beban
berulang sangat dipengaruhi oleh faktor intensitas tegangan, dimana laju dari
perambatan retak merupakan fungsi dari tingkat intensitas tegangan pada
suatu lebar tertentu yaitu:

( ) ........................................................................... (2.14)

dimana:

da/dN = laju pertambahan retak

f = faktorkorelasi atau koreksi bentuk

ΔK = tingkat intensitas tegangan

Berdasarkan hasil percobaan harga da/dN dapat diplotkan terhadap nilai


ΔK dalam skala lagaritmik untuk tegangan dengan amplitudo konstan.
Grafiknya dapat dilihat pada gambar berikut:

19
Gambar 2.7 Hubungan laju pertambahan retak dengan faktor intensitas
tegangan

Gambar diatas dalam tiga fase yaitu:

Fase I : (ambang Δkth), fase ini merupakan fase pembentukan retak


awal dari material

Fase II : adalah fase dimana terjadi penjalaran retak atau pertambahan


lebar retak secara linear

Fase III : adalah fase dimana pertambahan retak terjadi cepat sekali,
dan faktor intensitas tegangan dari material mencapai titik
kritis.

20
Hubungan antara da/dN dengan ΔK diperkenalkan oleh Paris, Gomez dan
Anderson dalam formula:

( ) ......................................................................... (2.15)

dimana:

ΔK = √ = faktor intenstas tegangan (MN/m3/2)

σ = Amplitudo tegangan (MN/m2)

C = konstanta material, untuk material baja = 1,6 x 10-13

m = sudut arah, untuk material baja = 3

Dengan mengintegralkan persamaan (2.15), maka diperoleh jumlah


siklus N yang dibutuhkan untuk mengakibatkan pertambahan retak dari
panjang retak awal ai sampai panjang kritis af.

Persamaan (2.15) hanya baik digunkan untuk fase II, unruk amplitudo
konstan dengan harga R sama dengan nol, dimana R adalah perbandingan
tegangan minimum dengan tegangan maksimum.

Untuk kasus dimana R lebih besar dari nol, maka analisis laju
pertambahan retak da/dN dapat menggunakan persamaan Foreman yang
merupakan modifikasi dari persamaan (2.15). analisis tersebut menhitung
harga da/dN dengan memasukkan R dan KIC (fracture toughness). Dalam
bentuk rumus yang dituliskan sebagai berikut:

( )
( )
....................................................................... (2.16)

Bila amplitudo tidak konstan. Barsom telah menganalisis laju


pertambahan retak dengan menggunakan harga rata-rata dari faktor intensitas
tegangan. Harga rata-rata laju pertambahan retak untuk kasus dimana Rsama
dengan nol adalah:

21
( ) ..................................................................... (2.17)

dimana:

=* ∑ ( ) +

= hraga rata-rata akar kuadrat dari tingkat intensitas tegangan.

Bila R tidaksama dengan nol, harga rata-rata laju pertambahan retak


adalah:

( )
( )
............................................................. (2.18)

2.8 Analisa Umur Lelah Struktur


Untuk menanalisis umur kelelahan atau (fatigue life) struktur pada
umumnya digunakan grafik σ-N dari material pembentuk struktur yang
diperoleh dari hasil percobaan. Dari grafik tersebut dapat ditentukan besar
tegangan untuk suatu jumlah siklus beban tertentu yang diinginkan. Bila jumlah
siklus beban dan periode untuk setiap siklus diketahui, maka umur struktur
dapat diprediksi.

Hubungan grafik S-N adalah

A= N . SNn ............................................................................ (2.19)

A = harga konstan

N = jumlah siklus beban yang menyebabkan kerusakan amplitudo


tegangan konstan σN

n = sudut arah negatif dari log-log grafik σ-N

SN = tegangan amplitdo konstan pada N siklus yang menyebabkan


kerusakan

22
Gambar 2.8 Hubungan tegangan dengan siklus beban S-N

Selanjutnya dalam menghitung umur struktur akibat terjadinya kelelahan


perlu dimasukkan nilai keruntuhan Δo. Nilai Δo tergantung dari mudah tidaknya
struktur tersebut dikontrol.

Dengan memasukkan nilai Δo, makastruktur dapat direncanakan sebagai


berikut:

Tp = N . P . Δo ........................................................................ (2.20)

dimana:

Tp = umur rencana struktur

N = jumlah siklus beban

P = periode struktur (diperoleh dari analisis respon struktur)

Δo = nilai keruntuhan struktur (lebih kecil dari 1)

23
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Departemen Teknik
Kelautan Universitas Hasanuddin Gowa sejak bulan Maret 2018.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan bersifat studi kasus, yang dimaksudkan
untuk mengetahui umur struktur FPSO

3.3 Penyajian Data


Sumber data dari PT. Irvine Engineering, Dubai. Penelitian ini
menggunakan kapal FPSO dengan ukuran utama sebagai berikut:
 LBP : 256,5 m
 H : 67,5 m
 B : 70,2 m
 D : 27,0 m
 Cb : 0,83
Konfigurasi penampang dan spesifikasi material kapal FPSO seperti pada
gambar 3.1

24
Gambar 3.1 Konfigurasi penampang dan spesifikasi material kapal FPSO

3.4 Metode Pengambilan Data


Seperti yang telah diketahui bahwa data yang diperoleh adalah data
sekunder yang berasal dari dokumen Bangunan Lepas Pantai, dan studi pustaka

25
dengan mempelajari literatur yang relevan dengan materi yang dianalisis serta
penggunaan komputer dalam analisis struktur.

3.5 Alur Penelitian


Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan pada proses analisis ini
adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data
Pada proses ini seluruh data yang dibutuhkan pada pembuatan model akan
dilengkapi, data tersebut berupa data ukuran utama struktur fpso, ukuran
konstruksi fpso dan beban-beban yang bekerja pada struktur fpso. Dimana
struktur fpso yang akan dijadikan objek penelitian adalah fpso PT. Irvine
Engineering, Dubai
2. Pemodelan Struktur Di Ansys
Pada pemodelan struktur fpso dengan model 3 dimensi menggunakan program
ansys sesuai dengan data yang diperoleh.

Adapun langkah-langkah pemodelan struktur fpso untuk setiap kasus di ansys


akan dijelaskan secara rinci di bab berikutnya pada Bab IV Hasil Dan
Pembahasan Sub Bab 4.1 Pemodelan Struktur fpso pada ansys.

3. Analisis Model Struktur


Setelah proses pemodelan pelat selesai maka tahapan selanjutnya adalah
analisis model yang telah dibuat, pada analisis ini diharapkan model yang telah
dibuat dapat running dengan baik sehinggat dapat mengeluarkan output yang
diinginkan pada penelitian ini.
4. Pengecekan Hasil Analisis
Setelah model dianalisis (running) maka pada tahapan ini merupakan tahapan
yang menentukan bahwa model yang telah dibuat berhasil atau tidak.
5. Hasil Analisis
Ketika pengecekan analisis selesai dan analisis model dinyatakan berhasil maka
tahapan selanjutnya adalah memaparkan hasil analisis yang telah didapatkan..

6. Kesimpulan

26
Pada bagian ini akan dibuat kesimpulan secara keseluruhan dari hasil analisis
model yang telah didapatkan. Secara ringkas tahapan analisis diatas dapat
ditunjukkan dengan alur penelitian pada Gambar 3.2

Mulai

Data awal:

Data Struktur dan literatur

Perhitungan beban

Pemodelan Struktur dengan


ANSYS

Analisa Struktur dengan ANSYS

Respon Struktur ( Tegangan,


Regangan, Deformasi serta Gaya
Aksial dan Momen)

Analisa Kelelahan

Hasil & Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
ABS. 2017. Rules for Building and Classing Mobile Offshore Drilling Unit.

27
Chakrabarti,S.K. 2005. Hand Book of Offshore Engineering. Elsevier. United
States.

DNV GL. 2017. Rules for Classification: Ships, Pt.3 Ch.5. Hull Girder Strength.
Norway.

Gourdett, G.2015.Connection Hull Topside : Principle, Designs and Experiences


. United States.

Hughes O.F. & Paik J.K. 2010. Ship Structural Analysis and Design. The Society
of Naval Architects and Marine Engineers-SNAME, New Jersey.

Husain,Syahrir. 1992. Analisis Kelelahan Elemen Tendon Struktur Bangunan


Lepas Pantai Berdasarkan Spektrum Beban Dinamis Gelombang. Program
Pascasarjana, Program Studi Teknik Sipil Bidang Khusus Teknik Struktur.
Institut Teknologi Bandung.

Husky Oil (Madura) Ltd. 2017. Madura BD Field Development Feed Project.
Jakarta

IACS. 2016. Requirements Concerning of Strength of Ship.

Khedmati,R. & Rashedi R. 2014. Nonlinear Finite Element Modelling and


Progressive Collapse Analysis of a Product Carrier under Longitudinal
Bending. Journal Applied Ocean Research. 48:80-102.

Paik J. K., Kim B. J., & Seo J. K. 2008. Methods for Ultimate Limit State
Assessment of Ship and Ship-Shapped Offshore Structures: Part III hull
girders. Journal Ocean Engineering, 35(2):281-286.

Ship Structure Committee. 2015. Survivalibility of Hull Girder in Damaged


Condition. Washington DC.

Suman Kar, D.G. Sarangdhar & G.S. Chopra. 2008. Analysis of Ship Structures
Using ANSYS. SeaTech Solutions International (S) Pte Ltd.

28
Sun, H. & Soares,C.G. 2003. Reliability-Based Structural Design of Ship-Type
FPSO Units. Journal of Offshore Mechanics and Arctic
Engineering,Vol.125:108-113.

Teruntju, Ruslan. Analisa Keandalan Berbasis Kelelahan struktur Rambu Suar


Pada Perairan Makassae, Sulawesi Tenggara. Skripsi. Program Studi Teknik
Kelautan. Universitas Hasanuddin.

Yao,T. & Fujikubo,M. 2016. Buckling and Ultimate Strength of Ship and Ship-
Like Floating Structures. United States.

Zhao,B. & Shin, Y. 2000. Extreme Response and Fatigue Assessments for FPSO
Structural Analysis. Proc. Of 11th ISOPE. Norway.

29

Anda mungkin juga menyukai