Pengerukan (bahasa Inggris: Dredging) berasal dari kata dasar keruk (dredge), menurut
kamus berarti proses, cara, perbuatan mengeruk.[1] Sedangkan definisi pengerukan
menurut Asosiasi Internasional Perusahaan Pengerukan adalah mengambil tanah atau
material dari lokasi di dasar air, biasanya perairan dangkal seperti danau, sungai, muara
ataupun laut dangkal, dan memindahkan atau membuangnya ke lokasi lain.
Apa pula yang dimaksud dengan Reklamasi?
adalah pengurukan daerah perairan laut atau sungai baik ditepi pantai/sungai atau di laut
lepas.
2. Tujuan Pengerukan
1. Mendapatkan dasar laut atau sungai yang lebih dalam untuk keperluan navigasi kapal
(alur pelayaran niaga), untuk Olah raga (Ski air), dan Pariwisata.
2. Memelihara alur pada kedalaman konstan yang diinginkan.
3. Mengambil tanah dasar laut untuk material urugan, umumnya pada areal reklamasi.
Pengambilan pasir dari laut biasanya lebih murah dan tidak mengganggu lalu lintas di
darat.
4. Penjagaan kebersihan perairan.
3. Tujuan Reklamasi
Makin mahalnya lahan darat di Kota-kota besar, dan lebih murah mendapatkan
lahan dengan cara reklamasi.
sebagainya.
Pembuatan daerah buangan hasil material kerukan yang terkontaminasi menjadi
pulau-pulau khusus yang hanya dihuni habitat hewan dan tumbuhan.
4.
Alat Keruk
4.1 Alat Keruk Mekanikal
4.1.1
Menurunkan.
Grab yang berisi diturunkan ke palka atau ke barge, demikian juga bucketnya,
bergantung pada closing cables / wires
Membuka
Berat grab dialihkan ke hanging wires selagi grab membuka dan isinya
dituangkan ke palka atau hopper.
Berputar / Swinging
Lengan crane ( jib ) berputar kembali ke tempat penggalian, closing wire
sepenuhnya mengendur sehingga bucket terbuka seluruhnya sebelum masuk
kedalam air.
Menurunkan
Bucket / grab yang terbuka jatuh bebas dengan mengendurkan hanging wires.
Menutup
Pada saat bucket sampai di dasar laut, hoisting wire ditarik,.jadi bucket menutup
dengan gaya yang tidak bisa melebihi grab + isinya.
Mengangkat
Saat bucket tertutup, pengangkat di mulai dengan terus menarik hoisting wire.
Berputar / Swinging
Setelah grab ada diats air, jib berputar diatas hopper.
Karena sistem operasional mengandalkan berat sendiri grab (jatuh bebas ), maka
berat grab baja dan volume grab mempengaruhi kemampuan menangani jenis
tanah.
Untuk tanah jenis lumpur atau Mud (=loose soil) membutuhkan bucket besar
yang ringan. Sedang untuk Hard soil membutuhkan bucket kecil yang berat.
Spud dan angker digunakan untuk menambat dredger, Tagline dibutuhkan untuk
mengendalikan grab.
Pergerakan kapal / dredger dilakukan dengan mengangkat spud dan bergerak
mundur khusunya pada stationary dredgers. Untuk self propelled pergerakan
dengan mudah dilakukan pada posisi searah yang sama, yaitu denga
menghidupkan mesin dan bergerak maju.
Pada stationary dredger, hanya dapat dipasang satu crane dengan grab sehingga
dredger harus sering pindah. Pada self propelled dredger dapat dipasang beberapa
crane sekaligus yang mempercepat dan mempertinggi kapasitas.
Produktivitas
Dalam sekali angkut jarang dapat diharapkan grab terisi penuh, beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya pengalaman operator, jenis tanahnya dan type
grab.
Dibawah ini adalah faktor yang harus dikalikan untuk menentukan volume 1 grab
per sekali angkat :
bebanbucketx3600
cycletime( sekon)
Produksi per jam dapat dihitung =
4.1.2
BUCKET / LADDER
Ditemukan pertama kali tahun 1589 di Belanda. Dredger ini umumnya non self
propelled, dengan cara membuang hasil kerukan ke arah barge disampingnya
menggunakan 'shutes' ( =jembatan dari ban berjalan atau semacam talang ),
sedang ujung keruknya berbentuk timba (bucket)
Gambar 3. Bucket
Sebutan Bucket dredger digunakan diseluruh dunia kecuali USA, sedang Ladder
dredger digunakan di USA.
Alat ini bekerja berdasar 'bucket' yang diikat pada rantai dan ditarik atau
dikerek keatas melalui semacam tangga ( ladder ) dengan ujung atas berupa
penggulung (=tumbler ). Selanjutnya isi bucket tertuang pada saat posisi-posisi
bucket terbalik, dan pada keadaan kosong bucket turun menggantung kembali
lagi ke bawah. Di ujung bawah juga terdapat tumbler dengan sisi-sisi datar
( biasanya 6). Ladder ini berada dalam celukan yang biasa disebut 'Well'
(=sumur) dari kapal yang berbentuk U.
Cara Kerja
Kedalaman pengerukan dapat diatur dengan menaikturunkan penyangga
(=gantry).
Untuk gerak kekiri atau kanan dan maju mundur dikendalikan dengan komposisi
6 tali angker yang dapat digulung atau diulur sesuai arah pergeseran yang
diinginkan.
Produksi
Kapasitas satu bucket rata-rata 0,8 m 3, maximum 1,2 m3 . Kecepatan rantai
bervariasi antara 8 sampai 30 bucket per menit, bergantung jenis tanah yang
dikeruk.
Koreksi harus diberikan dengan faktor = 0,30 - 0,45.
Catatan : Faktor koreksi berasal dari :
f swing = faktor untuk waktu swing = 0,7
f fill = isi bucket tidak penuh = 0,6 - 0,8
f anchor = delay untuk mengganti / memindah angker = 0,70,8
f total = 0.7 x ( 0.6 0,8 ) x ( 0,7 0,8 )
= 0,30 0,45
Jadi, misal kapasitas bucket 0,8 m 3, kecepatan rantai 25 bucket / menit, produksi
teoritis 1200 m3 / jam. Produksi Realistis = 400 - 500 m3/jam untuk tanah baik.
Efficiency harus diterapkan untuk menghitung kapasitas dalam jangka lebih
panjang yaitu 60 sampai dengan 70 %. Jadi kapasitas produksi secara garis besar :
40000 m3 / minggu Untuk tanah baik sampai lempung
80000 m3 / minggu Untuk tanah lumpur.
25000 m3 / minggu -- 30000 m 3 / minggu Untuk tanah berpasir
6000 m3 / minggu Untuk batuan pecah
4000-5000 m3 / minggu Untuk batuan lembek
4.1.3 BACK HOE
Alat ini semakin sering digunakan akhir-akhir ini, dan merupakan mesin yang
berguna dan penuh tenaga lihat Gambar 4.
Umumnya digunakan untuk mengeruk material keras, batuan yang lunak,
lempung keras, kerikil ( gravel, boulders, cobbles ) yang tertimbun material lain.
Sebagian besar berupa non self propelled dredger bekerjanya dari arah yang
dalam ke dangkal jadi kapal selalu berada di perairan yang belum di keruk,
dengan lengan yang pendek dan kuat untuk mengeruk.
Banyak kapal keruk ini memanfaatkan excavator untuk darat lalu dipasang ke
atas ponton, lengannya bekerja secara hidrolis. Untuk Excavator besar, umumnya
yang dipasang ke atas ponton adalah bagian kepalanya saja sehingga dapat
mengurangi bebannya. Dan juga unit yang bisa dibongkar ini (dismountable unit)
memudahkan penggunaannya untuk berbagai keperluan sehingga biaya
penggunaan alat relatif lebih murah.
Spud berfungsi sebagai stabilisator dan mengurangi pengaruh gelombang serta
didesain khusus untuk menahan daya angkat lengan back hoe. Kedalaman
pengerukan bervariasi antara 4 m sampai 25 m dibawah muka air, dengan daya
penetrasi mencapai 125 ton.
Pergerakan mundur peralatan dapat dibantu oleh lengan back hoe dan dengan tali
dan jangkar, atau dengan memindahkan spud yang berada pada area yang belum
dikeruk.
Produktivitas alat telah dibuat berdasarkan spesifikasi kemampuan mesin dan
keseluruhan bagian perlatan. Dengan kapasitas bucket mencapai 8 m3, tetapi
yang terbanyak berkapasitas 2 m3. Cycle time mencapai 1,5 sampai 2 menit, atau
40 sampai 60 gerakan per menit. Kedalaman pengerukan bervaariasi berdasar
kemampuan mesinnya.
Alat ini cocok untuk batuan berat, misal pengerukan hasil peledakan batuan laut
atau pemindahan bangunan bawah air, untuk alat keruk lain sering jadi masalah.
Cycletime : 60 sampai 90 detik, dengan siklus berikut : menggali, mengangkat
bucket, mengayun, membuang, mengayun kembali, menurunkan bucket.
Pada saat panjang pencapaian optimal / maximal, ponton berpindah dengan
mengangkat spud. Kedalaman jangkauan dan lebar kerukan sangat bervariasi,
umumnya jauh lebih lebar dan dalam daripada back hoe, untuk itu, diperlukan
spesifikasi alat.
Gambar 6. Dipper
4.2 Alat Keruk Hidraulis
4.2.1 PLAIN SUCTION
Dredger yang cocok untuk pasir, dengan total volume besar dan lokasi yang
dalam.
Saat ini suction dredger ini sudah dikembangkan untuk dapat beroperasi
mengeruk pada kedalaman 30 m sampai 85 m di bawah muka air, dikenal juga
sebagai deep dredger.
Untuk itu juga dikembangkan ukuran-ukuran kapal yang besar, tenaga besar, dan
adanya sistem pompa hisap bawah air.
Bagaimana alat ini bekerja ?
Proses pengadukan ( disintegrasi ) tanah berlangsung dalam kesetimbangan
lereng tanah, setelah tanah keruh lalu dihisap. Batas keruntuhan lereng terjadi
bergantung parameter tanah yakni ukuran butiran, density, permeabilitas, dsb.
Pada gambar :
a. tampak garis runtuhan lereng pengerukan saat posisi pipa masih dangkal
dengan jarak pendek / dekat permukaan dasar laut.
b. tampak garis runtuhan berbentuk silindris dan garis runtuhan kritis terbentuk
dimana pasir mulai bercampur air dan longsor, hal ini akan berlangsung meluas /
melebar dan pengenceran pasir terbentuk terus dapat mencapai slope 1 10 1
30 ( bergantung ukuran butiran ). Tepian ini jarak longsornya makin melebar /
jauh bergantung posisi pusat hisapan dan makin dalam sesuai garis keruntuhan
lereng.
Pencampuran pasir dengan air secara kebetulan menguntungkan karena pompa
tidak bisa menghisap material yang pekat, densitas mencapai 1600 sampai 1900
kg/m3. Untuk menjaga hal itu, pompa harus ditempatkan beberapa sentimeter
diatas arus ' campuran pasir + air '. Dibutuhkan operator yang ahli untuk bisa
mendapat pasir sebanyak-banyaknya, dan hal ini memang sulit.
Kapasitas produksi alat bergantung kekuatan pompa, dan kedalaman keruk
Material kerukan langsung dibuang ke daerah tepi alur (=sungai) melalui pipa
yang diapungkan di atas drum / poontoon. Gangguan terhadap alur tidak dapat
dielakkan dengan sistem ini. Juga keterbatasan gerak pengerukan terjadi, karena
itu ada tambahan sistem pada pipa dan pontoon agar pipa dapat berayun.
Pada kepala dustpan mampu menghisap densitas tertentu, jadi kualitas dasar alur
yang kotor menghambat operasi.
Urutan sub siklus adalah sbb :
menambat jangkar
mengangkat jangkar
tebal material
Dredger dengan kepala keruk yang dapat menginjeksi sediment dengan air dan
membentuk campuran yang berkekentalan rendah. Adanya kekentalan yang
relatif lebih tinggi dari sekitarnya ini, mendorong adanya arus densitas yang
membawa pergi material tersebut. Perilaku alamiah ini yang penting perannya,
lihat Gambar 8.
Salah satu water injection dredger yang terkenal adalah jetsed ( jetting sediment )
terdiri dari catamaran ( barge ) dengan ukuran panjang 28 m dan lebar total 14 m.
Terdapat pipa yang menggantung di tengah kedua catamaran dengan ujung bawah
adalah kepala keruk dengan lebar 14 m dilengkapi saluran-saluran penyemprot
( jet nozzle ) dan menggantung persis di atas sea bed. Terdapat pula 2 nozzle yang
dapat ditutup di ujung-ujung dari kepala keruk. Kemampuan pompa adalah 12000
m3/jam, dengan tekanan 1.5 bar.
Alat ini merupakan satu dari sekian dredger yang khusus dikembangkan untuk
mengeruk estuary sebagai pengerukan perawatan ( maintenance dredging ).
Dredger ini tidak butuh anchor sehingga tidak mengganggu alur pelayaran, dan
untuk pergerakannya menggunakan sistem self propelled.
Posisinya diketahui oleh alat positioning system yang terhubung dengan satelit,
disamping itu kedalaman pengerukan, rencana kerja dan peta lokasi juga dapat
dilihat.
Kapasitas produksi pada kondisi tidak ada gangguan arus turbiditas dari laut
adalah 4000 m3/jam, bila ada gangguan yang menyebabkan jarak pergerakan
material terhambat adalah 1500 : 3000 m3/jam.
4.2.4 TRAILING SUCTION HOPPER DREDGER ( TSHD )
a. Perkembangan
Dikembangkan pertama kali tahun 1878 oleh Belanda. Tahun 1898, German
menyempurnakan dengan Draghead dan dipakai sampai sekarang dikenal dengan
TSHD.
TSHD pertama adalah 'java' dibuat atau diluncurkan dari galangan kapal IHC
Holland tahun 1912.
Tahun1928, 'Pierre Lefort' TSHD milik Prancis merupakan dredger pertama yang
dapat beroperasi pada kondisi gelombang.
Tahun 1959, 'Batavus' milik Belanda dibangun dan merupakan stationary suction
hopper dredger yang dikembangkan jadi TSHD dan sukses.
Sejak saat itu TSHD berkembang pesat terutama kapasitasnya ( kapasitas palka /
hopper ), tetapi draft dari kapal-kapal juga makin dalam dengan kecepatan saat
bermuatan penuh juga meningkat mencapai 17 knots, kedalaman pengerukan
turut meningkat.
b. Peralatan
Ciri-ciri umumnya : Self Propelled, Self Loading dan Self Disharging dengan
satu atau lebih pipa hisap dengan kepala hisap khusus.
Karakteristik utama dari satu TSHD adalah :
Kedalaman pengerukan
Peralatan tambahan
c. Siklus Pengerukan
Gambar 9.
Siklus pengerukan dapat dibagi dalam 4 fase :
1. Pengerukan
Ekskavasi dengan bantuan draghead atau ripper blade mekanis.
Pada awal fase, hopper dikosongkan sedapat mungkin, kepala hisap ( drag head )
diturunkan dengan kapal bergerak lambat maju.
Material yang akan dikeruk dihisap dengan pompa dan dituang / disimpan dalam
hopper. Beberapa saat kemudian material dengan mengendap dan bila diisi terus
akan terjadi 'overflow'. Silt dan sejenisnya umumnya ikut terbuang bersama
'overflow', karena itu pemuatan harus dihentikan begitu penuh.
2. Horinzontal transport
Material dibawa dalam hopper kapal menuju dumping area.
3. Discharge
Material yang dikeluarkan / disemprotkan dengan sistem yang ada ke dasar laut
yang merupakan areal buangan, umumnya melalui pintu-pintu bawah.
4. Kembali ke daerah pengerukan
Kapal yang sudah kosong kembali ke daerah pengerukan.
Subsiklus selama pengerukan : menurunkan draghead, mengeruk atau memuat,
mengangkat draghead, dan kembali.
4.2.5 Bucket Wheel
Bucket-Wheel Suction system sering disebut-sebut sebagai dredger yang efisien.
Pemotongan ( pada material keras ) dapat dilakukan dari 2 arah dan densitas dari
'slurry' ( bubur ) bisa tinggi. Dan jarak antar bucket bisa mengukur materialmaterial yang oversize hingga pompa hisap dapat bekerja normal, cocok untuk
penambangan.
Alat ini mengkombinasi keunggulan dari Bucket dredger dan suction dredger.
Dibanding bucket dredger, alat ini berkurang cecerannya dengan tidak perlu ada
'swing'. Terhadap suction dredger type cutter head, harganya lebih murah,
perawatan murah dan kebutuhan biaya tenaga / BBM rendah, tidak perlu ladder
dan cutter, serta kemungkinan jangkauan lebih dalam, tidak mengganggu alur.
Berbagai macam Bucket Wheel diantaranya dari :
IHC Holland, ada beberapa type dredger : scorpio, gemini, beaver yang mampu
menghisap sampai 14 m.
KARAKTERISTIK
Keuntungan :
a. Material keras (consolidate) dipecah dengan cutterhead
b.
c.
d.
e.
2.
3.
KARAKTERISTIK
Ke Keuntungan:
Dapat mengeruk sangat dalam.
Efektif untuk pasir dan kerikil.
Memiliki kecepatan produksi tinggi.
Kapal dapat berjalan (Self-propelled) dan dapat juga tetap
(stationary).
Kerugian:
a. Tidak dapat menangani material bergumpal dan lekat.
b.
2.
Dustpan
Kerugian :
Tidak cocok untuk pengerukan awal (capital dredging).
Adanya pulau-pulau (delta sungai) akan mengganggu operasional
sistem pipa buangan.
Di design spesial untuk alur sungai yang lebar dan cocok dengan
3.
Water lnjection
Boulders
Cobbles
Gravel
Sand
Silt
Clay
> 200
60 - 200
2 - 60
0,06 - 2
0,002 - 0,06
<0,002
Disamping tolok ukur diatas, juga perlu diketahui karakteristik lainnya diantaranya:
Kadar air (insitu), bentuk butiran dan kekerasannya, densitas butiran ( porositas,
plastisitas dari lanau dan lempung, Kadar organisnya, campuran air-butiran pada cairan
non-Newtonian. Sedang untuk batuan (rocks) ditest berdasar kemampuan tekannya
menggunakan test Unconfined compressive strength (UCS).
Ukuran butiran ditest menggunakan analisa ayakan, pada partikel kecil umumnya
menggunakan test hydrometri dengan mengukur kecepatan jatuh partikel didalam air
berdasarkan hukum Stokes dan Bilangan Reynolds.
Kadar air dan porositas serta berat jenis berhubungan satu sama lain, disebabkan tanah
granular terdiri dari campuran butiran, udara dan air.
penting diketahui BERAT JENIS KERING TANAH (Bulk Density) sebagai ukuran
perhitungan volume pengerukan. Adanya BJK Tanah ini memudahkan menentukan total
volume tanah yang akan terangkut dalam Barge atau tanah jadi yang mengering di areal
reklamasi.
Cara perhitungannya, misal Berat Jenis Tanah Asli = 2650 kg/cm 3, dan porositas (n) =
40 %, maka BJK tanah = (0,6 * 2650) = 1590 kg/cm3 .
Jadi BJK tanah ditentuka oleh Bulking Factor (B):
B = Vk/Vt = ta / kt= (Wc Gs + 100)/ (Wi Gs + 100)
Vk = Volume tanah kering
Vt = Volume asli tanah
ta = Berat jenis kering tanah asli
tk = Berat jenis tanah kering
Wc = Kadar air tanah setelah terbuang/kering
Wi = Kadar air tanah asli
Gs = Specific gravity dari tanah.
Selanjutnya, BJK tanah ini yang akan selalu digunakan untuk perhitungan volume
kerukan.
Pengambilan sample tanah dari dasar laut dilakukan dengan mengebor tanah dan test
SPT, Test CPT juga dapat dipakai. Jumlah titik sampling dapat dihitung menggunakan
rumusan berikut:
A0,5 . d0,35
N=3+
N=
50
jumlah titik lubang bor ( dapat juga digunakan patokan jarak antar titik 50
200 m)
A = Luas areal pengerukan
d = Kedalaman rata-rata yang dikeruk
Deformasi
Tanah yang terlepas dari kondisi aslinya akan mengalami perubahan volume, disebabkan
perubahan kekompakan tanah. Makin rapat kondisi kekompakan tanah pada waktu
terpendam dibawah, akan makin keras tanahnya. Bila tekanan yang terjadi dibawah
dilepas/ berkurang, tidak menyebabkan tanah menjadi kendur atau tidak kompak. Sedang
bila tekanan dinaikkan kembali ke kondisi semula, tanah menjadi keras. Bila tekanannya
dinaikkan melebihi dari tekanan tanah asli akan dengan mudah melembek/mengendur
kekompakkannya.
Deformasi juga dapat terjadi akibat pengaruh tegangan geser. Jika butiran
terikat/terbungkus dalam keadaan padat, maka butiran harus terlepas dulu satu sama lain
sebelum terjadi sliding. Sedang kalau butirannya terikat secara kendur akan dengan
mudah mengalami sliding.
masuk pada bidang longsornya. k tanah yang permeabilitasnya rendah maka tekanan yang
terjadi di bidang longsor
aslinya. Hal ini mendorong meningkatnya tekanan efektif dan tegangan geser yang lebih
besar. Efek ini disebut DILATANSI, dimana banyak terjadi pada proses pengerukan.
STABILITAS LERENG
Perhitungan kestabilan lereng dapat digunakan theori dari Fellenius dan Bishop
PENGHISAPAN
Bila Plain Suction yang digunakan untuk menghisap, maka tanah dipindahkan dari
keadaan aslinya saat pipa hisap menunjam masuk ke lapisan dibawahnya. Material akan
mengalami longsor sampai stabilitas lereng tercapai. Bila produksi harus dilanjutkan, pipa
harus didorong kedepan agar ketidakstabilan berlanjut dan menghasilkan material yang
terhisap kedalam pipa. Dalam banyak kasus, sliding menyebabkan dilatansi yang artinya
pasir didepan pipa mengalami tekanan rendah (underpressure) dan menjadi sekeras beton.
Sedikit demi sedikit bila air telah melewati pori, maka tekanan pompa akan menurun
sedikit demi sedikit dan pipa dapat maju. Jadi kecepatan kerja dibatasi oleh kemampuan
maju dari biba yang merupakan fungsi dari permeabilitas. Cara lain adalah dengan
memperdalam hunjaman ujung pipa ke dalam tanah. Karena itu plain suction dredger
biasa bekerja pada kedalaman 60 - 70 m.
MENYEMPROTKAN AIR (JETS)
Dengan kekuatannya air mampu memecah gumpalan tanah, lalu dibawa pergi arus. Air
akan bercampur dengan tanah secara otomatis. Bila akan dihisap area yang dapat dihisap
amat terbatas, sehingga cara ini tidak banyak dipakai lagi. Alat jenis penyemprot air
adalah jenis Dustpan dan WID.
KEKUATAN MEKANIS
Alat yang paling efektif digunakan adalah Bilah Baja.
Cara pemakaiannnya dengan menekan ke dalam tanah seperti mencangkul atau mentatah.
Jadi prinsip kerjanya juga dapat dianalogikan seperti untuk mentatah perlu tatah yang
tajam.
Kemampuan untuk menenbus tanah dipengaruhi oleh kekuatan ayng bekerja dalam hal ini
dapat dari berat peralatan atau kekuatan mesin penggerak.`
Permalahan dilatansi masih
mencapai 1 sampai 2 m/s bahkan 3 m/s yang menyebabkan air tidak sempat mengalir
melalui pori antar material dan menyebabkan dilatansi terjadi. Terutama pasir
impermeable bisa menimbulkan masalah dilatansi. Hal ini dapat diatas dengan
menghitung besar energi dan gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan bilah (blade),
kemudian menyetel mesin atau pompa pada tingkat energi hasil perhitungan tersebut.
Besar energi yang dibutuhkan untuk memotong satu unit volume tanah dapat dihitung
sbb:
Fh * vc
Fh
E = ----------------- = ---------hi * b * vc
hi * b
Bila tidak ada cavitasi E = Egc = c1 * w * g * vc * hi * e/km
hi
= kedalaman potongan
= pengembangan volume
km
= permeabilitas efektif
PIPA
Transport material dalam pipa mengikuti teori Aliran dalam pipa tertutup dan Transport
sedimen dalam pipa tertutup.
Aliran dalam pipa tertutup, perilakunya mengikuti rumusan berikut :
L
U2
Hv = ---- ----D
2g
i 1
2g
LU
D2 g
2
Hstatic
Htotal =
Berdasar rumusan diatas dapat dibuat grafik hubungan Q - H, dimana Q adalah debit
cairan dalam pipa .
Transport sedimen dalam pipa tertutup
Bila ada sedimen masuk dalam cairan yang mengalir dalam pipa, kondisi agak berubah
oleh adanya consentrasi sedimen dalam cairan (CT).
CT = Qpasir/ Qtotal
digunakan istilah CV untuk menunjukkan kosentrasi pasir tersbut. Karena sering terjadi
pergesekan antara air dan pasir maka C v harus lebih besar dari C T dengan perbandingan
T = CT/CV 1.
Untuk menghitung CV seringkali digunakan CB atau consentrasi dalam kondisi kering
(Bulk concentration), CB = CT/ 1- n.
Contoh, bila ta = 2650 kg/m3 , n = 40 % , buktikan bahwa Bulk Concentration dalam
campuran adalah 20 %?
Misal
concentration terdiri dari tanah dan air yaitu 40 % air (sesuai harga n), dan 60 % tanah
atau bulk. Sehingga berat 1 m3 campuran terdiri dari :
Air asli = 0,8 m3 , w = 1000 kg/m3
= 800 kg
w = 1000 kg/m3 = 80 kg
= 318 kg
----------------------Total
= 1198 kg
Dibulatkan
1200 kg
Berarti Bulk Concentration20 % lebih besar berat jenis Air, atau kandungan tanah hanya
20 % dengan w = 1200 kg/m3( terbukti).
Dengan teknologi yang berkembang saat ini berbagai material bisa dihisap. Bila
konsentrasi clay atau silt yang terpompa adalah tinggi akan mempengaruhi viskositas
(kekentalan cairan) sehingga teori aliran turbulen biasa tidak berlaku.
Bila dipompakan pasir halus dimana kecepatan mengendapnya jauh lebih kecil dibanding
kecepatan aliran, dalam hal ini sebesar 0,02 m/s. Maka kecepatan aliran cukup sebesar 4
m/s (lebih dari 100 kalinya) untuk bisa mengalirkan butir pasir halus berdiameter 0,06
sampai 0,15 mm tanpa ada yang mengendap di dasar pipa.
Untuk Pasir kasar, kecepatan pengendapannya (fall velocity) mencapai 0,2 m/s
atau hanya sekitas 1/20 dari kecepatan aliran. Sehingga pada material diatas ukuran 2 mm
akan mengendap pada dasar pipa, sedang butiran ukuran 0,15 sampai 2 mm akan
melayang agak lambat dalam pipa.
Berdasar kondisi ini bisa diperkirakan bahwa pasir kasar yang mengendap dalam pipa
sedikit demi sedikit akan menyebabkan pipa tersumbat. Atau bila akan menggelontorkan
d ( mv * r )
dt
md ( v * r )
dt
Maksudnya untuk mendorong momen luar sama dengan perbedaan antara momentum
cairan yang masuk ke diameter dalamnya impeler dan meninggalkan pompa pada kondisi
yang sama. Perhatikan pula Aliran air melalui impeler pada putaran 0 ditambah efek dari
putaran impeler pada kecepatan 0. Hal ini menyebabkan hubungan anatara Q(debit) dan
H(tinggi hisapan) dapat terjadi. Besar debit yang dapat dihasilkan pompa(Q) sebanding
dengan jumlah bilah pada pompa (n), sedang tinggi hisap (H) = n 2, sedang tenaga untuk
menggerakan bilah yang dibutuhkan (N) = n3, lihat gambar.
D. Pembuangan
Lokasi pembuangan dapat berada di tengah laut atau di tepi pantai., pemilihan lokasinya
tergantung kondisi buangan dan rencana pemanfaatannya serta biaya yang ditimbulkan.
Posisi buangan di laut harus berada pada lokasi yang tidak menyebabkan kerusakan
lingkungan maupun gangguan bagi lalu lintas laut, disamping itu harus dicari tempat
yang tidak memungkinkan material kembali lokasi kerukan. Untuk itu biasanya lokasi
berada pada kedalaman minimal 25 m LWS dan sejarak minimal 10 km dari lokasi
kerukan.
Posisi buang di pantai atau di darat dipilih untuk memanfaatkan hasil kerukan menjadi
material reklamasi. Pelaksanaan harus hati-hati supaya limbah material yang tercecer atau
tumpah tidak merusak ekosistem sekitarnya. Dan metode pelaksanaan dengan membuat
petak-petak kolam dibatasi tanggul-tanggul dapat menjadikan timbunan tidak terpisah
antara lapisan materail halus dengan yang lebih kasar.
6.
di Indonesia
PELABUHAN
Alur Pelabuhan Belawan
Kolam Pelabuhan Belawan
Alur Pelabuhan Jambi
Kolam Pelabuhan Dumai
Kolam Pelabuhan Muara Padang
Alur
&
Kolam
Pelabuhan
VOLUME/M3
2.000.000
200.000
300.000
700.000
200.000
1.000.000
PERIODE
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun
KAPAL KERUK
Hopper
Clamshell
Hopper
Hopper
Clamshell
Hopper
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Bengkulu
Alur Pelabuhan Palembang
Alur Pelabuhan Pangkal Balam
Alur & Kolam Tanjung Priok
Kolam Pertamina Tanjung Priok
Kolam Bogasari Tanjung Priok
Alur & Kolam Pelabuhan Cirebon
Kolam Pelabuhan Tegal
Kolam Pelabuhan Pekalongan
Kolam Pelabuhan Semarang
1.500.000
300.000
700.000
200.000
200.000
350.000
100.000
50.000
700.000
Setiap 1 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun
Hopper
Hopper
Hopper
Clamshell
Clamshell
Hopper & Clamshell
Clamshell
Clamshell
Hopper
16
17
18
19
20
21
22
23
24
500.000
60.000
1.000.000
700.000
700.000
2.500.000
1.500.000
1.000.000
300.000
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun