Anda di halaman 1dari 29

1. Apa yang dimaksud pengerukan?

Pengerukan (bahasa Inggris: Dredging) berasal dari kata dasar keruk (dredge), menurut
kamus berarti proses, cara, perbuatan mengeruk.[1] Sedangkan definisi pengerukan
menurut Asosiasi Internasional Perusahaan Pengerukan adalah mengambil tanah atau
material dari lokasi di dasar air, biasanya perairan dangkal seperti danau, sungai, muara
ataupun laut dangkal, dan memindahkan atau membuangnya ke lokasi lain.
Apa pula yang dimaksud dengan Reklamasi?
adalah pengurukan daerah perairan laut atau sungai baik ditepi pantai/sungai atau di laut
lepas.
2. Tujuan Pengerukan
1. Mendapatkan dasar laut atau sungai yang lebih dalam untuk keperluan navigasi kapal
(alur pelayaran niaga), untuk Olah raga (Ski air), dan Pariwisata.
2. Memelihara alur pada kedalaman konstan yang diinginkan.
3. Mengambil tanah dasar laut untuk material urugan, umumnya pada areal reklamasi.
Pengambilan pasir dari laut biasanya lebih murah dan tidak mengganggu lalu lintas di
darat.
4. Penjagaan kebersihan perairan.
3. Tujuan Reklamasi

Makin mahalnya lahan darat di Kota-kota besar, dan lebih murah mendapatkan
lahan dengan cara reklamasi.

Banyak permasalahan sosial pembebasan lahan di darat.


Untuk melengkapi fasilitas yang dibangun di sepanjang tepi laut atau tepi pantai,
misalnya Pelabuhan, atau Dermaga khusus, Lapangan terbang dan lain

sebagainya.
Pembuatan daerah buangan hasil material kerukan yang terkontaminasi menjadi
pulau-pulau khusus yang hanya dihuni habitat hewan dan tumbuhan.

4.

Alat Keruk
4.1 Alat Keruk Mekanikal

4.1.1

GRAB / CLAMSHELL / DRAGLINE

Memiliki kedua type metode transportasi material yaitu bisa Self-Propelled,


gambar 2. Bekerja mengandalkan sistem grab (cangkeram) yang terdiri dari kran
untuk menurunkan dan mengangkat grab dari dalam air.
Cangkeram / cengkran dibedakan dalam 2 jenis lihat Gambar 3 yaitu :

Clamshell type grab bucket

Cactus type grab bucket

Gambar 1. Kapal Grab

Gambar 2. Jenis Kepala Grab


Ada 2 jenis wires / kabel untuk menggantung grab dan menutupnya, dan untuk
mengangkat dan menutup bawah air yaitu closing wire dan hoisting wire.
Metode atau proses penggalian dalam 1 Cylus :

Menurunkan.
Grab yang berisi diturunkan ke palka atau ke barge, demikian juga bucketnya,
bergantung pada closing cables / wires

Membuka
Berat grab dialihkan ke hanging wires selagi grab membuka dan isinya
dituangkan ke palka atau hopper.

Berputar / Swinging
Lengan crane ( jib ) berputar kembali ke tempat penggalian, closing wire
sepenuhnya mengendur sehingga bucket terbuka seluruhnya sebelum masuk
kedalam air.

Menurunkan
Bucket / grab yang terbuka jatuh bebas dengan mengendurkan hanging wires.

Menutup
Pada saat bucket sampai di dasar laut, hoisting wire ditarik,.jadi bucket menutup
dengan gaya yang tidak bisa melebihi grab + isinya.

Mengangkat
Saat bucket tertutup, pengangkat di mulai dengan terus menarik hoisting wire.

Berputar / Swinging
Setelah grab ada diats air, jib berputar diatas hopper.
Karena sistem operasional mengandalkan berat sendiri grab (jatuh bebas ), maka
berat grab baja dan volume grab mempengaruhi kemampuan menangani jenis
tanah.
Untuk tanah jenis lumpur atau Mud (=loose soil) membutuhkan bucket besar
yang ringan. Sedang untuk Hard soil membutuhkan bucket kecil yang berat.

Spud dan angker digunakan untuk menambat dredger, Tagline dibutuhkan untuk
mengendalikan grab.
Pergerakan kapal / dredger dilakukan dengan mengangkat spud dan bergerak
mundur khusunya pada stationary dredgers. Untuk self propelled pergerakan
dengan mudah dilakukan pada posisi searah yang sama, yaitu denga
menghidupkan mesin dan bergerak maju.
Pada stationary dredger, hanya dapat dipasang satu crane dengan grab sehingga
dredger harus sering pindah. Pada self propelled dredger dapat dipasang beberapa
crane sekaligus yang mempercepat dan mempertinggi kapasitas.
Produktivitas
Dalam sekali angkut jarang dapat diharapkan grab terisi penuh, beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya pengalaman operator, jenis tanahnya dan type
grab.
Dibawah ini adalah faktor yang harus dikalikan untuk menentukan volume 1 grab
per sekali angkat :

Disamping secara keseluruhan produktivitas pengerukan dipengaruhi oleh


kedalaman dasar laut dan sudut 'slewing'. Kecepatan pengerukan sekitar 70 m /
menit dan kecepatan 'slewing' : 1,8 - 2,0 rpm yang bekerja bergantian atau
bersamaan untuk sudut slewing 45o butuh 60 detik sampai 3 menit.

bebanbucketx3600
cycletime( sekon)
Produksi per jam dapat dihitung =
4.1.2

BUCKET / LADDER
Ditemukan pertama kali tahun 1589 di Belanda. Dredger ini umumnya non self
propelled, dengan cara membuang hasil kerukan ke arah barge disampingnya
menggunakan 'shutes' ( =jembatan dari ban berjalan atau semacam talang ),
sedang ujung keruknya berbentuk timba (bucket)

Gambar 3. Bucket
Sebutan Bucket dredger digunakan diseluruh dunia kecuali USA, sedang Ladder
dredger digunakan di USA.
Alat ini bekerja berdasar 'bucket' yang diikat pada rantai dan ditarik atau
dikerek keatas melalui semacam tangga ( ladder ) dengan ujung atas berupa
penggulung (=tumbler ). Selanjutnya isi bucket tertuang pada saat posisi-posisi
bucket terbalik, dan pada keadaan kosong bucket turun menggantung kembali
lagi ke bawah. Di ujung bawah juga terdapat tumbler dengan sisi-sisi datar
( biasanya 6). Ladder ini berada dalam celukan yang biasa disebut 'Well'
(=sumur) dari kapal yang berbentuk U.

Cara Kerja
Kedalaman pengerukan dapat diatur dengan menaikturunkan penyangga
(=gantry).
Untuk gerak kekiri atau kanan dan maju mundur dikendalikan dengan komposisi
6 tali angker yang dapat digulung atau diulur sesuai arah pergeseran yang
diinginkan.
Produksi
Kapasitas satu bucket rata-rata 0,8 m 3, maximum 1,2 m3 . Kecepatan rantai
bervariasi antara 8 sampai 30 bucket per menit, bergantung jenis tanah yang
dikeruk.
Koreksi harus diberikan dengan faktor = 0,30 - 0,45.
Catatan : Faktor koreksi berasal dari :
f swing = faktor untuk waktu swing = 0,7
f fill = isi bucket tidak penuh = 0,6 - 0,8
f anchor = delay untuk mengganti / memindah angker = 0,70,8
f total = 0.7 x ( 0.6 0,8 ) x ( 0,7 0,8 )
= 0,30 0,45
Jadi, misal kapasitas bucket 0,8 m 3, kecepatan rantai 25 bucket / menit, produksi
teoritis 1200 m3 / jam. Produksi Realistis = 400 - 500 m3/jam untuk tanah baik.
Efficiency harus diterapkan untuk menghitung kapasitas dalam jangka lebih
panjang yaitu 60 sampai dengan 70 %. Jadi kapasitas produksi secara garis besar :
40000 m3 / minggu Untuk tanah baik sampai lempung
80000 m3 / minggu Untuk tanah lumpur.
25000 m3 / minggu -- 30000 m 3 / minggu Untuk tanah berpasir
6000 m3 / minggu Untuk batuan pecah
4000-5000 m3 / minggu Untuk batuan lembek
4.1.3 BACK HOE
Alat ini semakin sering digunakan akhir-akhir ini, dan merupakan mesin yang
berguna dan penuh tenaga lihat Gambar 4.
Umumnya digunakan untuk mengeruk material keras, batuan yang lunak,
lempung keras, kerikil ( gravel, boulders, cobbles ) yang tertimbun material lain.

Sebagian besar berupa non self propelled dredger bekerjanya dari arah yang
dalam ke dangkal jadi kapal selalu berada di perairan yang belum di keruk,
dengan lengan yang pendek dan kuat untuk mengeruk.
Banyak kapal keruk ini memanfaatkan excavator untuk darat lalu dipasang ke
atas ponton, lengannya bekerja secara hidrolis. Untuk Excavator besar, umumnya
yang dipasang ke atas ponton adalah bagian kepalanya saja sehingga dapat
mengurangi bebannya. Dan juga unit yang bisa dibongkar ini (dismountable unit)
memudahkan penggunaannya untuk berbagai keperluan sehingga biaya
penggunaan alat relatif lebih murah.
Spud berfungsi sebagai stabilisator dan mengurangi pengaruh gelombang serta
didesain khusus untuk menahan daya angkat lengan back hoe. Kedalaman
pengerukan bervariasi antara 4 m sampai 25 m dibawah muka air, dengan daya
penetrasi mencapai 125 ton.
Pergerakan mundur peralatan dapat dibantu oleh lengan back hoe dan dengan tali
dan jangkar, atau dengan memindahkan spud yang berada pada area yang belum
dikeruk.
Produktivitas alat telah dibuat berdasarkan spesifikasi kemampuan mesin dan
keseluruhan bagian perlatan. Dengan kapasitas bucket mencapai 8 m3, tetapi
yang terbanyak berkapasitas 2 m3. Cycle time mencapai 1,5 sampai 2 menit, atau
40 sampai 60 gerakan per menit. Kedalaman pengerukan bervaariasi berdasar
kemampuan mesinnya.

Gambar 5. Back Hoe


4.1.4 DIPPER
Merupakan alat keruk dengan bucket penggali bekerja ke arah depan, berlawanan
dengan backhoe dan alat ini lebih dulu diperkenalkan, serta merupakan perbaikan
dari Bucket dredger khususnya dalam menghadapi jenis tanah batuan (rock), lihat
Gambar 6.
Pinggir depan dari bucket dipper terdapat gigi untuk memperkuat daya pukul dan
gali. Pada titik-titik tertentu sepanjang gigi, terutama berguna pada tanah keras.
Kekuatan menggali tersebut berpangkal pada lengan, dan kerasnya gaya untuk
menancapkan dapat menyebabkan barge oleng atau terangkat, untuk itu
diperlukan spud atau jangkar. Bucket sering digunakan juga untuk tumpuan
melangkah ke depan. Pada Dipper dredger ini konsentrasi kegiatan adalah dalam
memecah tanah atau batuan. Bila batuan cukup keras seluruh badan kapal dapat
ditumpukan diatas lengan dipper sedemikian hingga kekuatan untuk menembus
batuan bertambah, hal ini dilakukan dengan melepas spud pole lalu menggunakan
lengan untuk mengangkat kapal.
Bucket memiliki engsel untuk menumpahkan isinya ke dalam Barge, bukaan
pintu buangan dikendalikan oleh kabel yang digerakkan dari ruangan operator.
Volume bucket mencapai 15 - 20 m 3, sehingga dapat mengangkat / memindahkan
batuan besar dimana seringkali untuk itu ditambahkan kran / crane pembantu.

Alat ini cocok untuk batuan berat, misal pengerukan hasil peledakan batuan laut
atau pemindahan bangunan bawah air, untuk alat keruk lain sering jadi masalah.
Cycletime : 60 sampai 90 detik, dengan siklus berikut : menggali, mengangkat
bucket, mengayun, membuang, mengayun kembali, menurunkan bucket.
Pada saat panjang pencapaian optimal / maximal, ponton berpindah dengan
mengangkat spud. Kedalaman jangkauan dan lebar kerukan sangat bervariasi,
umumnya jauh lebih lebar dan dalam daripada back hoe, untuk itu, diperlukan
spesifikasi alat.

Gambar 6. Dipper
4.2 Alat Keruk Hidraulis
4.2.1 PLAIN SUCTION

Dredger yang cocok untuk pasir, dengan total volume besar dan lokasi yang
dalam.
Saat ini suction dredger ini sudah dikembangkan untuk dapat beroperasi
mengeruk pada kedalaman 30 m sampai 85 m di bawah muka air, dikenal juga
sebagai deep dredger.
Untuk itu juga dikembangkan ukuran-ukuran kapal yang besar, tenaga besar, dan
adanya sistem pompa hisap bawah air.
Bagaimana alat ini bekerja ?
Proses pengadukan ( disintegrasi ) tanah berlangsung dalam kesetimbangan
lereng tanah, setelah tanah keruh lalu dihisap. Batas keruntuhan lereng terjadi
bergantung parameter tanah yakni ukuran butiran, density, permeabilitas, dsb.
Pada gambar :
a. tampak garis runtuhan lereng pengerukan saat posisi pipa masih dangkal
dengan jarak pendek / dekat permukaan dasar laut.
b. tampak garis runtuhan berbentuk silindris dan garis runtuhan kritis terbentuk
dimana pasir mulai bercampur air dan longsor, hal ini akan berlangsung meluas /
melebar dan pengenceran pasir terbentuk terus dapat mencapai slope 1 10 1
30 ( bergantung ukuran butiran ). Tepian ini jarak longsornya makin melebar /
jauh bergantung posisi pusat hisapan dan makin dalam sesuai garis keruntuhan
lereng.
Pencampuran pasir dengan air secara kebetulan menguntungkan karena pompa
tidak bisa menghisap material yang pekat, densitas mencapai 1600 sampai 1900
kg/m3. Untuk menjaga hal itu, pompa harus ditempatkan beberapa sentimeter
diatas arus ' campuran pasir + air '. Dibutuhkan operator yang ahli untuk bisa
mendapat pasir sebanyak-banyaknya, dan hal ini memang sulit.
Kapasitas produksi alat bergantung kekuatan pompa, dan kedalaman keruk

Gambar 7. Plain Suction


4.2.2 Dustpan
Dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan navigasi alur pelayaran sungai
pada saat air rendah. Tahun 1930, US Army Corp of Engineers membangun 4
buah dredger dan selama 50 tahun bekerja secara memuaskan dalam perawatan
alur navigasi sungai-sungai di USA, lihat gambar 6.
Dustpan ini bekerja saat musim kemarau, sehingga survey kondisi musiman
sungai pada waktu akhir musim banjir berguna untuk menentukan posisi bar
sekaligus rencana operasi pengerukan. Untuk operasi pengerukan di posisi
manapun, tanda batas harus dipasang pada batas arah hulu tepat di C.L. ( Centre
Line ) dari alur agar alinemennya terjaga.
Dustpan memiliki kepala ( dustpan heads ) yang melebar seperti ujung pembersih
debu, bisa digerakkan turun naik atas bantuan ' crane ' pengangkat. Agar terjadi
campuran air + material pada ujung pipa penghisap, sebelumnya disemprotkan air
dari ' water jet ' lalu campuran kental ini dihisap melalui pipa hisap.

Material kerukan langsung dibuang ke daerah tepi alur (=sungai) melalui pipa
yang diapungkan di atas drum / poontoon. Gangguan terhadap alur tidak dapat
dielakkan dengan sistem ini. Juga keterbatasan gerak pengerukan terjadi, karena
itu ada tambahan sistem pada pipa dan pontoon agar pipa dapat berayun.
Pada kepala dustpan mampu menghisap densitas tertentu, jadi kualitas dasar alur
yang kotor menghambat operasi.
Urutan sub siklus adalah sbb :

bergerak ke ujung hilir, menurunkan kepala hisap, mengeruk sepanjang strip,


menaikkan kepala hisap.
Urutan siklus utama adalah sbb :

menambat jangkar

mengulang sub siklus

mengangkat jangkar

bergerak ke posisi baru


Frekwensi siklus utama tergantung dari :

lebar daerah yang dikeruk

tebal material

panjang dan posisi dari pipa buang


Lebar satu kali strip 9,1 m sampai dengan 12,5 m.
Kapasitas pompa = 12.000 m3 /j.
4.2.3 Water Injection Dredger

Gambar 8. Water Injection Dreger

Dredger dengan kepala keruk yang dapat menginjeksi sediment dengan air dan
membentuk campuran yang berkekentalan rendah. Adanya kekentalan yang
relatif lebih tinggi dari sekitarnya ini, mendorong adanya arus densitas yang
membawa pergi material tersebut. Perilaku alamiah ini yang penting perannya,
lihat Gambar 8.
Salah satu water injection dredger yang terkenal adalah jetsed ( jetting sediment )
terdiri dari catamaran ( barge ) dengan ukuran panjang 28 m dan lebar total 14 m.
Terdapat pipa yang menggantung di tengah kedua catamaran dengan ujung bawah
adalah kepala keruk dengan lebar 14 m dilengkapi saluran-saluran penyemprot
( jet nozzle ) dan menggantung persis di atas sea bed. Terdapat pula 2 nozzle yang
dapat ditutup di ujung-ujung dari kepala keruk. Kemampuan pompa adalah 12000
m3/jam, dengan tekanan 1.5 bar.
Alat ini merupakan satu dari sekian dredger yang khusus dikembangkan untuk
mengeruk estuary sebagai pengerukan perawatan ( maintenance dredging ).
Dredger ini tidak butuh anchor sehingga tidak mengganggu alur pelayaran, dan
untuk pergerakannya menggunakan sistem self propelled.
Posisinya diketahui oleh alat positioning system yang terhubung dengan satelit,
disamping itu kedalaman pengerukan, rencana kerja dan peta lokasi juga dapat
dilihat.
Kapasitas produksi pada kondisi tidak ada gangguan arus turbiditas dari laut
adalah 4000 m3/jam, bila ada gangguan yang menyebabkan jarak pergerakan
material terhambat adalah 1500 : 3000 m3/jam.
4.2.4 TRAILING SUCTION HOPPER DREDGER ( TSHD )
a. Perkembangan
Dikembangkan pertama kali tahun 1878 oleh Belanda. Tahun 1898, German
menyempurnakan dengan Draghead dan dipakai sampai sekarang dikenal dengan
TSHD.
TSHD pertama adalah 'java' dibuat atau diluncurkan dari galangan kapal IHC
Holland tahun 1912.
Tahun1928, 'Pierre Lefort' TSHD milik Prancis merupakan dredger pertama yang
dapat beroperasi pada kondisi gelombang.

Tahun 1959, 'Batavus' milik Belanda dibangun dan merupakan stationary suction
hopper dredger yang dikembangkan jadi TSHD dan sukses.
Sejak saat itu TSHD berkembang pesat terutama kapasitasnya ( kapasitas palka /
hopper ), tetapi draft dari kapal-kapal juga makin dalam dengan kecepatan saat
bermuatan penuh juga meningkat mencapai 17 knots, kedalaman pengerukan
turut meningkat.
b. Peralatan
Ciri-ciri umumnya : Self Propelled, Self Loading dan Self Disharging dengan
satu atau lebih pipa hisap dengan kepala hisap khusus.
Karakteristik utama dari satu TSHD adalah :

Kapasitas hopper dalam m3

Kapasitas pemuatan dalam ton ( dwt )

Kedalaman pengerukan

Jumlah dan diameter pipa hisap

Daya dari produksi kapal ( hp atau kw )

Daya dari pompa hisap ( hp atau kw )

Peralatan tambahan
c. Siklus Pengerukan

Gambar 9.
Siklus pengerukan dapat dibagi dalam 4 fase :
1. Pengerukan
Ekskavasi dengan bantuan draghead atau ripper blade mekanis.

Pada awal fase, hopper dikosongkan sedapat mungkin, kepala hisap ( drag head )
diturunkan dengan kapal bergerak lambat maju.
Material yang akan dikeruk dihisap dengan pompa dan dituang / disimpan dalam
hopper. Beberapa saat kemudian material dengan mengendap dan bila diisi terus
akan terjadi 'overflow'. Silt dan sejenisnya umumnya ikut terbuang bersama
'overflow', karena itu pemuatan harus dihentikan begitu penuh.
2. Horinzontal transport
Material dibawa dalam hopper kapal menuju dumping area.
3. Discharge
Material yang dikeluarkan / disemprotkan dengan sistem yang ada ke dasar laut
yang merupakan areal buangan, umumnya melalui pintu-pintu bawah.
4. Kembali ke daerah pengerukan
Kapal yang sudah kosong kembali ke daerah pengerukan.
Subsiklus selama pengerukan : menurunkan draghead, mengeruk atau memuat,
mengangkat draghead, dan kembali.
4.2.5 Bucket Wheel
Bucket-Wheel Suction system sering disebut-sebut sebagai dredger yang efisien.
Pemotongan ( pada material keras ) dapat dilakukan dari 2 arah dan densitas dari
'slurry' ( bubur ) bisa tinggi. Dan jarak antar bucket bisa mengukur materialmaterial yang oversize hingga pompa hisap dapat bekerja normal, cocok untuk
penambangan.
Alat ini mengkombinasi keunggulan dari Bucket dredger dan suction dredger.
Dibanding bucket dredger, alat ini berkurang cecerannya dengan tidak perlu ada
'swing'. Terhadap suction dredger type cutter head, harganya lebih murah,
perawatan murah dan kebutuhan biaya tenaga / BBM rendah, tidak perlu ladder
dan cutter, serta kemungkinan jangkauan lebih dalam, tidak mengganggu alur.
Berbagai macam Bucket Wheel diantaranya dari :

Ellicott Machine Corporation International dengan Wheel Dragon dengan


diameter pipa mulai 254 mm kedalaman keruk 8m, kapasitas 76 sampai 535
m3/jam.

Humphreys Mineral Industries Inc. ( HMI )

IHC Holland, ada beberapa type dredger : scorpio, gemini, beaver yang mampu
menghisap sampai 14 m.

Neumann Group, dibuat untuk penambangan zircon dan dikembangkan untuk


'gravel'.

Orrenstein dan Koppel ( O & K )

Gambar 10. Bucket Wheel


4.2.5 CUTTER SUCTION DREDGER
Alat ini cocok untuk menggali semua jenis material alluvial dan deposit yang
keras seperti clay. Alat yang lebih besar bisa untuk batuan seperti karang dan
batuan yang lebih lunak lagi.
Komponen utama dari peralatan ini adalah 'cutter heads' ( kepala keruk ) dan
'dredging pump'. Cutter head terletak di kepala pipa untuk memecah tanah dan
batuan secara mekanis dan dihisap melalui transport vertical oleh pompa keruk
(dredging pump ). Cutter head dipasang pada lengan / ladder.
Pergerakan kapal dibantu angker bawah dan atas serta 'spud'. Ada spud depan
( stern spud ) yang membantu posisinya tetap terdiri dari spud kerja dan spud
tambahan.

Gambar 11. Cutter Suction

Kepala Keruk ( cutter head )

Cutter dapat digunakan dengan / tanpa gigi bergantung kekerasan dan


kekompakan material. Dan giginya biasanya bisa diganti. Penggunaan gigi ini
bisa amat tinggi kalau cutter bekerja pada material keras atau batuan yaitu perlu
diganti tiap 2 jam.
Gigi ini dipasang pada adaptor dengan sistem penguncian yang sederhana pada
pin kunci dari karet. Gigi ini seringkali materialnya masih 90% tapi sudah tidak
bisa dipakai. Pemasangan gigi pada posisi yang tepat dapat memberi hasil yang
optimal. Berbagai kepala keruk dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 12. Kepala Cutter suction

Karakteristik Alat Keruk Mekanik-Hidrolik


NO.
1.

TYPE ALAT KERUK


Cutter Suction Dredger

KARAKTERISTIK
Keuntungan :
a. Material keras (consolidate) dipecah dengan cutterhead
b.

Material dihisap menjadi bubur (Slurry) masuk ke barge


terpisah.

c.

Dapat mengeruk sampal 25-30 m secara effektif.

d.

Kecepatan produksinya tinggi.

e.

Dengan bantuan booster dapat menyemprot material melalui pipa


sampai jarak cukup jauh.

2.

Bucket Wheel Dredger

Kapal dapat bergerak sendiri atau berdiri diam di atas spud.


a. Mengkombinasikan keunggulan bucket dredger dengan cutterhead.
b. Material yang terbuang/tidak terangkut-sedikit.
c. Harga kapal, biaya perawatan dan kebutuhan tenaga murah.
d. Dapat mengeruk lebih dalam.

3.

e. Lain-lain sama dengan Cutter-Head.


Trailing Hopper Hopper Dredgera. Kapal keruk yang dapat bergerak sendiri (self-propelled) dengan
palka (hopper) untuk menampung material dalam badan kapal.
b. Sesuai untuk perairan dengan gelombang, arus, dan swell, serta
tidak mengganggu alur pelayaran.
c. Material diangkut dan dibuang dengan kapal yang sama.
d. Bisa dibawa diberbagai tempat di dunia.
e. Mampu mengeruk sangat dalam dan kecepatan produksi tinggi.
Tidak cocok untuk pengerukan batuan.

Karakteristik Alat Keruk Hidrolik


NO.
1.

TYPE ALAT KERUK


Plain Suction

KARAKTERISTIK
Ke Keuntungan:
Dapat mengeruk sangat dalam.
Efektif untuk pasir dan kerikil.
Memiliki kecepatan produksi tinggi.
Kapal dapat berjalan (Self-propelled) dan dapat juga tetap
(stationary).
Kerugian:
a. Tidak dapat menangani material bergumpal dan lekat.
b.

2.

Dustpan

Hasil kerukan sempit tapi dalam, kurang cocok untuk alur


pelayaran dan pelabuhan.
Keuntungan:
Cocok untuk pengerukan perawatan sungai dengan bed load yang
tinggi dari pasir dan kerikil kecil.
Mampu mengeruk material dalam jumlah besar.
Terdapat sistem perpipaan yang menghubungkan dridger langsung
dengan lokasi penampungan pembuangan material.

Kerugian :
Tidak cocok untuk pengerukan awal (capital dredging).
Adanya pulau-pulau (delta sungai) akan mengganggu operasional
sistem pipa buangan.
Di design spesial untuk alur sungai yang lebar dan cocok dengan
3.

Water lnjection

karakteristik kapal keruk tsb.


Keuntungan :
Cocok untuk pengerukan dari bar.
Cocok untuk alur pelayaran (Channel) atau sungai.
Dapat dipadu dengan barge-terpasang, atau bermesin sendiri atau
konstruksi tetap yang dipasang dekat lokasi pengendapan, dan
lokasi pembuangan berada disekitarnya.
Teknik dredging yang murah.
Kerugian :
a. Tidak cocok untuk material sungai atau alur yang sangat
terkontaminasi.
b. Hanya untuk material : lumpur, lempung lepas dan pasir halus.
c. Pengerukan dilaksanakan pada kondisi arus yang kuat.

5. PROSES OPERASI PEKERJAAN PENGERUKAN


Proses secara urut operasional pekerjaan pengerukan dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Memecah struktur tanah
b. Transport arah Vertikal
c. Transport arah Horizontal
d. Pembuangan
a. Memecah struktur tanah
Agar dapat melakukan pekerjaan secara baik, perlu mengenal kondisi lapisan tanah.
Untuk kebutuhan pengerukan, tanah diklasifikasikan secara Internasional sehingga
seragam, berdasar klasifikasi tanah dari PIANC report No. 47, secara garis besar adalah
seperti berikut:
Tabel 9-1
Jenis Batuan

Ukuran Butiran (mm)

Boulders
Cobbles
Gravel
Sand
Silt
Clay

> 200
60 - 200
2 - 60
0,06 - 2
0,002 - 0,06
<0,002

Disamping tolok ukur diatas, juga perlu diketahui karakteristik lainnya diantaranya:
Kadar air (insitu), bentuk butiran dan kekerasannya, densitas butiran ( porositas,
plastisitas dari lanau dan lempung, Kadar organisnya, campuran air-butiran pada cairan
non-Newtonian. Sedang untuk batuan (rocks) ditest berdasar kemampuan tekannya
menggunakan test Unconfined compressive strength (UCS).
Ukuran butiran ditest menggunakan analisa ayakan, pada partikel kecil umumnya
menggunakan test hydrometri dengan mengukur kecepatan jatuh partikel didalam air
berdasarkan hukum Stokes dan Bilangan Reynolds.
Kadar air dan porositas serta berat jenis berhubungan satu sama lain, disebabkan tanah
granular terdiri dari campuran butiran, udara dan air.

Untuk keperluan pengerukan

penting diketahui BERAT JENIS KERING TANAH (Bulk Density) sebagai ukuran
perhitungan volume pengerukan. Adanya BJK Tanah ini memudahkan menentukan total
volume tanah yang akan terangkut dalam Barge atau tanah jadi yang mengering di areal
reklamasi.
Cara perhitungannya, misal Berat Jenis Tanah Asli = 2650 kg/cm 3, dan porositas (n) =
40 %, maka BJK tanah = (0,6 * 2650) = 1590 kg/cm3 .
Jadi BJK tanah ditentuka oleh Bulking Factor (B):
B = Vk/Vt = ta / kt= (Wc Gs + 100)/ (Wi Gs + 100)
Vk = Volume tanah kering
Vt = Volume asli tanah
ta = Berat jenis kering tanah asli
tk = Berat jenis tanah kering
Wc = Kadar air tanah setelah terbuang/kering
Wi = Kadar air tanah asli
Gs = Specific gravity dari tanah.
Selanjutnya, BJK tanah ini yang akan selalu digunakan untuk perhitungan volume
kerukan.

Pengambilan sample tanah dari dasar laut dilakukan dengan mengebor tanah dan test
SPT, Test CPT juga dapat dipakai. Jumlah titik sampling dapat dihitung menggunakan
rumusan berikut:
A0,5 . d0,35
N=3+
N=

50
jumlah titik lubang bor ( dapat juga digunakan patokan jarak antar titik 50

200 m)
A = Luas areal pengerukan
d = Kedalaman rata-rata yang dikeruk
Deformasi
Tanah yang terlepas dari kondisi aslinya akan mengalami perubahan volume, disebabkan
perubahan kekompakan tanah. Makin rapat kondisi kekompakan tanah pada waktu
terpendam dibawah, akan makin keras tanahnya. Bila tekanan yang terjadi dibawah
dilepas/ berkurang, tidak menyebabkan tanah menjadi kendur atau tidak kompak. Sedang
bila tekanan dinaikkan kembali ke kondisi semula, tanah menjadi keras. Bila tekanannya
dinaikkan melebihi dari tekanan tanah asli akan dengan mudah melembek/mengendur
kekompakkannya.
Deformasi juga dapat terjadi akibat pengaruh tegangan geser. Jika butiran
terikat/terbungkus dalam keadaan padat, maka butiran harus terlepas dulu satu sama lain
sebelum terjadi sliding. Sedang kalau butirannya terikat secara kendur akan dengan
mudah mengalami sliding.

Pada tanah padat yang jenuh/saturated, berarti air harus

masuk pada bidang longsornya. k tanah yang permeabilitasnya rendah maka tekanan yang
terjadi di bidang longsor

akan lebih rendah dari tekanan hydrostatis atau tekanan

aslinya. Hal ini mendorong meningkatnya tekanan efektif dan tegangan geser yang lebih
besar. Efek ini disebut DILATANSI, dimana banyak terjadi pada proses pengerukan.
STABILITAS LERENG
Perhitungan kestabilan lereng dapat digunakan theori dari Fellenius dan Bishop
PENGHISAPAN
Bila Plain Suction yang digunakan untuk menghisap, maka tanah dipindahkan dari
keadaan aslinya saat pipa hisap menunjam masuk ke lapisan dibawahnya. Material akan
mengalami longsor sampai stabilitas lereng tercapai. Bila produksi harus dilanjutkan, pipa

harus didorong kedepan agar ketidakstabilan berlanjut dan menghasilkan material yang
terhisap kedalam pipa. Dalam banyak kasus, sliding menyebabkan dilatansi yang artinya
pasir didepan pipa mengalami tekanan rendah (underpressure) dan menjadi sekeras beton.
Sedikit demi sedikit bila air telah melewati pori, maka tekanan pompa akan menurun
sedikit demi sedikit dan pipa dapat maju. Jadi kecepatan kerja dibatasi oleh kemampuan
maju dari biba yang merupakan fungsi dari permeabilitas. Cara lain adalah dengan
memperdalam hunjaman ujung pipa ke dalam tanah. Karena itu plain suction dredger
biasa bekerja pada kedalaman 60 - 70 m.
MENYEMPROTKAN AIR (JETS)
Dengan kekuatannya air mampu memecah gumpalan tanah, lalu dibawa pergi arus. Air
akan bercampur dengan tanah secara otomatis. Bila akan dihisap area yang dapat dihisap
amat terbatas, sehingga cara ini tidak banyak dipakai lagi. Alat jenis penyemprot air
adalah jenis Dustpan dan WID.
KEKUATAN MEKANIS
Alat yang paling efektif digunakan adalah Bilah Baja.
Cara pemakaiannnya dengan menekan ke dalam tanah seperti mencangkul atau mentatah.
Jadi prinsip kerjanya juga dapat dianalogikan seperti untuk mentatah perlu tatah yang
tajam.
Kemampuan untuk menenbus tanah dipengaruhi oleh kekuatan ayng bekerja dalam hal ini
dapat dari berat peralatan atau kekuatan mesin penggerak.`
Permalahan dilatansi masih

timbul pada TSHD dan CSD, dimana kecepatan bisa

mencapai 1 sampai 2 m/s bahkan 3 m/s yang menyebabkan air tidak sempat mengalir
melalui pori antar material dan menyebabkan dilatansi terjadi. Terutama pasir
impermeable bisa menimbulkan masalah dilatansi. Hal ini dapat diatas dengan
menghitung besar energi dan gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan bilah (blade),
kemudian menyetel mesin atau pompa pada tingkat energi hasil perhitungan tersebut.
Besar energi yang dibutuhkan untuk memotong satu unit volume tanah dapat dihitung
sbb:
Fh * vc
Fh
E = ----------------- = ---------hi * b * vc
hi * b
Bila tidak ada cavitasi E = Egc = c1 * w * g * vc * hi * e/km

Bila ada cavitasi E = Eca = d1 * w * g * (z + 10)


c1 , d 1 = koefisien
vc

= kecepatan propagasi dari bilah

hi

= kedalaman potongan

= kedalaman posisi blade

= pengembangan volume

km

= permeabilitas efektif

b. Transport arah vertikal


Fenomena transport arah vertikal dari material hasil kerukan banyak dipengaruhi kondisi
hydraulis air. Mari kita perhatikan pompa yang ada dalam air sejarak Z p dari permukaan
terhubung dengan ujung pipa sejarak Z s dari muka air, pompa mampu menggerakkan
tekanan hisap sebesar p* [mwc = 10 kPa = 10 kN/m2].
Bila diperhatikan keseimbangan kolom air dalam pipa hisap, dapat terjadi oleh dua gaya
yaitu gaya keatas dan gaya kebawah.
Gaya ke atas terjadi akibat pengaruh :
- Tekanan pada mulut pipa hisap : Zs * w
- Hisapan dari pompa : p* * w
Sedang gaya ke bawah dipengaruhi :
- Berat cairan dalam pipa hisap : (Zs - Zp ) * m
- Friksi dan hydraulic losses yang lain : (f * U 2 / 2g) * m
Keseimbangan terjadi bila :
U2
(p* + Zs) * w = (Zs - Zp + f ----- ) m
2g
Kemampuan maksimum dari vakum p* menghisap sebesar 7,5 mwc. Rumusan diatas
umumnya digunakan untuk mencari kecepatan optimum cairan dalam pipa atau U yang
juga merupakan kecepatan penghisapan dan baru dapat diperoleh dengan cara coba-coba.
C. Transport arah Horizontal
Peralatan yang digunakan untuk transport arah horizontal adalah Pipa dan Barge
(tongkang).

PIPA
Transport material dalam pipa mengikuti teori Aliran dalam pipa tertutup dan Transport
sedimen dalam pipa tertutup.
Aliran dalam pipa tertutup, perilakunya mengikuti rumusan berikut :
L
U2
Hv = ---- ----D

2g

Hv = Penurunan ketinggian energi oleh panjang pipa (L) [m]

= Koefisien friksi = 8g/C2, gunakan diagram Moody

= Panjang pipa yang ditinjau [ m]

= Diameter pipa [m]

= Kecepatan rata-rata [m/s]

Disamping kehilanga-kehilangan (losses) sebagaimana diperhitungkan diatas, terdapat


kehilangan lain sebagai akibat kondisi sepanjang pipa, misal adanya tekukan pada
sampungan, adanya katup-katup pengatur, dsb yang selanjutnya disebut pula sebagai
Extra resistance besarnya :
U2
Hi = i ----2g

sehingga persamaan berubah menjadi :


i 1

2g

LU

D2 g
2

Hstatic

Htotal =

Berdasar rumusan diatas dapat dibuat grafik hubungan Q - H, dimana Q adalah debit
cairan dalam pipa .
Transport sedimen dalam pipa tertutup
Bila ada sedimen masuk dalam cairan yang mengalir dalam pipa, kondisi agak berubah
oleh adanya consentrasi sedimen dalam cairan (CT).
CT = Qpasir/ Qtotal

dimana Q pasir hanya memperhitungkan volume pasir saja sering

digunakan istilah CV untuk menunjukkan kosentrasi pasir tersbut. Karena sering terjadi

pergesekan antara air dan pasir maka C v harus lebih besar dari C T dengan perbandingan
T = CT/CV 1.
Untuk menghitung CV seringkali digunakan CB atau consentrasi dalam kondisi kering
(Bulk concentration), CB = CT/ 1- n.
Contoh, bila ta = 2650 kg/m3 , n = 40 % , buktikan bahwa Bulk Concentration dalam
campuran adalah 20 %?
Misal

CB = 20 %, berarti kandungan airnya = 80 %. Sisanya yang berupa Bulk

concentration terdiri dari tanah dan air yaitu 40 % air (sesuai harga n), dan 60 % tanah
atau bulk. Sehingga berat 1 m3 campuran terdiri dari :
Air asli = 0,8 m3 , w = 1000 kg/m3

= 800 kg

Air dalam pori-pori tanah = 40 % dari 20 % dari 1 m3


= 0,08 m3 ,

w = 1000 kg/m3 = 80 kg

Butiran tanah = 60 % dari 20 % dari 1 m3


= 0,12 , ta = 2650 kg/m3

= 318 kg
----------------------Total
= 1198 kg
Dibulatkan
1200 kg

Berarti Bulk Concentration20 % lebih besar berat jenis Air, atau kandungan tanah hanya
20 % dengan w = 1200 kg/m3( terbukti).
Dengan teknologi yang berkembang saat ini berbagai material bisa dihisap. Bila
konsentrasi clay atau silt yang terpompa adalah tinggi akan mempengaruhi viskositas
(kekentalan cairan) sehingga teori aliran turbulen biasa tidak berlaku.
Bila dipompakan pasir halus dimana kecepatan mengendapnya jauh lebih kecil dibanding
kecepatan aliran, dalam hal ini sebesar 0,02 m/s. Maka kecepatan aliran cukup sebesar 4
m/s (lebih dari 100 kalinya) untuk bisa mengalirkan butir pasir halus berdiameter 0,06
sampai 0,15 mm tanpa ada yang mengendap di dasar pipa.
Untuk Pasir kasar, kecepatan pengendapannya (fall velocity) mencapai 0,2 m/s
atau hanya sekitas 1/20 dari kecepatan aliran. Sehingga pada material diatas ukuran 2 mm
akan mengendap pada dasar pipa, sedang butiran ukuran 0,15 sampai 2 mm akan
melayang agak lambat dalam pipa.
Berdasar kondisi ini bisa diperkirakan bahwa pasir kasar yang mengendap dalam pipa
sedikit demi sedikit akan menyebabkan pipa tersumbat. Atau bila akan menggelontorkan

endapan pasir tersebut, kecepatan aliran harus ditingkatkan mencapai kecepatan


maksimum pipa atau disebut juga kecepatan kritis ( U crit). Besar Ucrit diperoleh dari test
laboratorium, dimana Ucrit mencapai sebesar 4,3 m/s untuk pasir diamter 0,2 mm.
Pengaruh dari memperbesar kecepatan aliran ini adalah pada penggerusan bagian dalam
pipa. Pipa mengalami keadaan seperti diamplas pasir akibat kecepatan pasir dan terus
menerusnya kejadian tersebut.
Disamping itu kehilangan energi dalam pipa juga makin besar (Hv) akibat meningkatnya
hambatan pada pipa oleh pasir.
Pengaruh pasir terjadi juga pada perilaku pompa yang mengalami penurunan daya
angkatnya menjadi H sebesar H m/w.
Sekarang ini sudah tersedia kurva untuk berbagai ukuran pipa terhadap berbagai
kecepatan dan variasi berat jenis campuran, dan ada juga kurva pompa dikoreksi terhadap
kekuatan putaran dan pengaruh campuran.
POMPA, dapat bekerja berdasar teori pompa centrifugal dari EULER yaitu:

d ( mv * r )
dt

md ( v * r )
dt

Maksudnya untuk mendorong momen luar sama dengan perbedaan antara momentum
cairan yang masuk ke diameter dalamnya impeler dan meninggalkan pompa pada kondisi
yang sama. Perhatikan pula Aliran air melalui impeler pada putaran 0 ditambah efek dari
putaran impeler pada kecepatan 0. Hal ini menyebabkan hubungan anatara Q(debit) dan
H(tinggi hisapan) dapat terjadi. Besar debit yang dapat dihasilkan pompa(Q) sebanding
dengan jumlah bilah pada pompa (n), sedang tinggi hisap (H) = n 2, sedang tenaga untuk
menggerakan bilah yang dibutuhkan (N) = n3, lihat gambar.
D. Pembuangan
Lokasi pembuangan dapat berada di tengah laut atau di tepi pantai., pemilihan lokasinya
tergantung kondisi buangan dan rencana pemanfaatannya serta biaya yang ditimbulkan.
Posisi buangan di laut harus berada pada lokasi yang tidak menyebabkan kerusakan
lingkungan maupun gangguan bagi lalu lintas laut, disamping itu harus dicari tempat
yang tidak memungkinkan material kembali lokasi kerukan. Untuk itu biasanya lokasi

berada pada kedalaman minimal 25 m LWS dan sejarak minimal 10 km dari lokasi
kerukan.
Posisi buang di pantai atau di darat dipilih untuk memanfaatkan hasil kerukan menjadi
material reklamasi. Pelaksanaan harus hati-hati supaya limbah material yang tercecer atau
tumpah tidak merusak ekosistem sekitarnya. Dan metode pelaksanaan dengan membuat
petak-petak kolam dibatasi tanggul-tanggul dapat menjadikan timbunan tidak terpisah
antara lapisan materail halus dengan yang lebih kasar.

6.

di Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki ribuan pelabuhan sebagai gerbang


ekonomi pada seiap daerah. Dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sebagian
besar terletak di dalam sungai ataupun di daerah teluk. Contohnya Pelabuhan
Belawan, Palembang, Pontianak, Surabaya, Samarinda, dan lain-lain. Berbeda
dengan pelabuhan-pelabuhan yang berada di sebelah Timur Indonesia, sebagian
besar merupakan pelabuhan alam yang tidak memerlukan perawatan kedalaman.
Posisi pelabuhan di sungai, tentunya kedalamannya akan sangat dipengaruhi oleh
karakter sungai tersebut, terutama sedimentasi. Hal ini yang mengakibatkan alur
pelayaran kapal dan kolam pelabuhan harus dikeruk (maintenance dredging)
secara berkala.
Tabel: Pelabuhan di Indonesia Yang rutin dikeruk
NO
1
2
3
4
5
6

PELABUHAN
Alur Pelabuhan Belawan
Kolam Pelabuhan Belawan
Alur Pelabuhan Jambi
Kolam Pelabuhan Dumai
Kolam Pelabuhan Muara Padang
Alur
&
Kolam
Pelabuhan

VOLUME/M3
2.000.000
200.000
300.000
700.000
200.000
1.000.000

PERIODE
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun

KAPAL KERUK
Hopper
Clamshell
Hopper
Hopper
Clamshell
Hopper

7
8
9
10
11
12
13
14
15

Bengkulu
Alur Pelabuhan Palembang
Alur Pelabuhan Pangkal Balam
Alur & Kolam Tanjung Priok
Kolam Pertamina Tanjung Priok
Kolam Bogasari Tanjung Priok
Alur & Kolam Pelabuhan Cirebon
Kolam Pelabuhan Tegal
Kolam Pelabuhan Pekalongan
Kolam Pelabuhan Semarang

1.500.000
300.000
700.000
200.000
200.000
350.000
100.000
50.000
700.000

Setiap 1 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 3 tahun
Setiap 1 tahun

Hopper
Hopper
Hopper
Clamshell
Clamshell
Hopper & Clamshell
Clamshell
Clamshell
Hopper

16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kolam Pelabuhan Surabaya


Kolam Pelabuhan Juwana
Alur Pelabuhan Pontianak
Alur Pelabuhan Sampit
Alur Pelabuhan Kumai
Alur Pelabuhan Banjarmasin
Alur Pelabuhan Samarinda
Alur Pelabuhan Balikpapan
Alur Pelabuhan Benoa

500.000
60.000
1.000.000
700.000
700.000
2.500.000
1.500.000
1.000.000
300.000

Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 1 tahun
Setiap 2 tahun
Setiap 2 tahun

Hopper & Clamshell


Clamshell
Hopper
Hopper
Hopper
Hopper
Hopper
Hopper
Clamshell

Anda mungkin juga menyukai