Anda di halaman 1dari 23

UROLITHIASIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek Blok Urinary

Oleh :
Eny Dwi Oktaviani
115070207111022
Novita Wulan Dari
115070200111048
Maulana Rahmat H
115070200111030
Zulvana
115070207111018
Amin Ayu Badriyah
115070207111004
Windiarti Rahayu 115070201111028
Any Setiyorini
115070200111016
Nirma Pangestika115070200111022

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu
pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk
di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika
Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran
kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di
bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat
benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo
dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien
pada

tahun

2002,

peningkatan

ini

sebagian

besar

disebabkan

mulai

tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock


wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan
(ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).1 Kekambuhan pembentukan batu
merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh
karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu
saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak
pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga
terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masingmasing rumah sakit maupun daerah.
1.2

Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep umum dan asuhan keperawatan
klien dengan urolithiasis.

1.3 Tujuan Khusus

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Definisi
Epidemiologi
Patofisiologi
Faktor risiko
Manifestasi klinis
Pemeriksaan diagnostik
Penatalaksanaan secara medis
Asuhan keperawatan

BAB II
KONSEP UMUM
1. Definisi Urolithiasis
Urolithiasis adalah batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral,
paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain
juga membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja
dari saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan pada pelvis dan
kalik ginjal (Marylin E, Doenges, 2002).
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkulus) ditraktus urinarius.
Batu terbentuk didalam traktus ketika konsentrasi substansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan status cairan
klien (batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner & suddarth,
2002).
Urolithiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada
sistem penyalur urine, tetapi batu umumnya terbentuk di ginjal. (Robbins,
2007).
Jadi, urolithiasis adalah batu ginjal atau kalkulus yang terbentuk di
traktus urinarius yang terbentuk karena adanya peningkatan kalsium,
oksalat, asam urat, struvit dan sistein dalam air kencing serta kurangnya
bahan-bahan seperti sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat menghambat
pembentukan batu, kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing,
gangguan aliran air kencing dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap/idiopatik.
2. Epidemiologi Urolithiasis
Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000,
insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran
kemih atas (ginjal dan ureter) adalah pada kelompok umur 55 64 tahun
11,2 per 100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelomok umur 67 74
tahun 10,7 per 100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin
berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah pada kelompok umur 75
84 tahun 18 per 100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur
65 74 tahun 11 per 100.000 populasi. Insidens jenis kelamin laki laki 4,6
per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per 100.000 populasi.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu

saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat


banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa.
Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang,
misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan. Satu dari 20 orang menderita
batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 2049 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita.
Penyakit batu ginjal yang diderita 0,5% penduduk Indonesia ini lebih banyak
menyerang kaum pria dibandingkan wanita. Bila 1-2% dari populasi diperiksa
kadar kalsium air seninya akan meninggi, tetapi hanya 10% yang terkena
penyakit batu ginjal.
Prevalensi batu ginjal di Amerika bervariasi tergantung pada ras,
jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki,
sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka
kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan
jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah
kematian adalah sebesar 378 orang.
3. Etiologi dan Faktor Risiko Urolithiasis
Terbentuknya urolithiasis diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan

lain

yang

idiopatik.

Secara

epidemiologis

terdapat

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya urolithiasis pada seseorang.


Faktor- faktor tersebut antara lain :
1) Faktor Intrinsik
a. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orangtuanya. Dilaporkan bahwa
pada orang yang secara genetika berbakat terkena urolithiasis,
konsumsi vitamin C yang mana dalam vitamin C tersebut banyak
mengandung

kalsium

oksalat

yang

tinggi

akan

memudahkan

terbentuknya urolithiasis begitu pula dengan vitamin D yang dapat


menyebabkan absorpsi kalsium dalam usus meningkat.
Faktor keturunan yang lain yaitu asidosis Tubulus Ginjal (ATG). ATG
menunjukkan suatu gangguan ekskresi H + dari tubulus ginjal atau
kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik.

Riwayat urolithiasis bersifat keturunan, menyerang beberapa orang


dalam satu keluarga. Penyakit penyakit herediter yang menyebabkan
urolithiasis antara lain :

Dents disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi


vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat
hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia
yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal
ginjal.

Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air
kemih rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.

b. Umur
Urolithiasis terbanyak di negara Barat adalah umur 20 60 tahun,
sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan usia 30 50 tahun.
Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan adanya
perbedaan faktor sosial, ekonomi, budaya dan diet. Berdasarkan
penelitian Latvan , dkk (2005) di RS. Sidney Australia, proporsi
urolithiasis 69% pada kelompok umur 20 49 tahun. Menurut Basuki
(2011), urolithiasis paling sering pada usia 30 50 tahun.
c. Jenis Kelamin
Urolithiasis 3x lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Tingginya kejadian urolithiasis ini disebabkan oleh anatomis saluran
kemih pada laki laki yang lebih panjang dibandingkan pada wanita,
secara alamiah didalam air kemih laki laki kadar kalsium lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, dan pada air kemih wanita kadar sitrat
(inhibitor) lebih tinggi, laki laki memiliki hormon testosteron yang
dapat meningkatkan produksi oksalay endogen di hati, serta adanya
hormon estrogen pada wanita yang mampu mencegah agregasi garam
kalsium.

2)

Faktor Ekstrinsik
a.

Geografis

Prevalensi urolithiasis banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di


daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih
yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut
banyak mengandung mineral seperti fosfor, kalsium, magnesium.
Letak geografis menyebabkan perbedaan insidens urolithiasis di satu
tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu
aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makan,
temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predisposisi
kejadian dari urolithiasis.

Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian urolithiasis yang


lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah batu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit urolithiasis.

b. Iklim dan temperature


Faktor iklim dan cuaca berpengaruh langsung namun kejadiannya
banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang
tinggi

akan

meningkatkan

jumlah

keringat

dan

meningkatkan

konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat


menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang
mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih beresiko menderta
penyakit urolithiasis.
c. Asupan air yang diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian urolithiasis adalah
jumlah yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air
minum tersebut. Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden
urolithiasis.

Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor dehidrasi. Pada orang


dengan dehidrasi kronik dan asupan

cairan kurang memiliki resiko

tinggi terkena urolithiasis. Dehidrasi kronik menaikkan gravitasi air


kemih dan saturasi asam urat sehingga terjadi penurunan pH air
kemih. Pengenceran air kemih dengan banyak minum menyebabkan
peningkatan koefisien ion aktif setara dengan proses kristalisasi air
kemih. Banyaknya air yang diminum akan mengurangi rata rata
umur kristal pembentuk urolithiasis dan mengeluarkan komponen
tersebut dalam air kemih.

Dianjurkan minum 2500 ml air per hari atau minum 250 ml tiap 4 jam
ditambah 250 ml tiap kali makan sehingga diharapkan tubuh
menghasilkan 200 ml air kemih yang cukup untuk mengurangi
terjadinya penyakit urolithiasis. Banyak ahli berpendapat bahwa yang
dimaksud minum banyak untuk memperkecil kambuh yaitu bila air
kemih yang dihasilkan minimal 2 liter per 24 jam. Berbagai jenis
minuman berpengaruh berbeda dalam mengurangi atau menambah
risiko terbentuknya urolithiasis. Hal ini dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini.

Jenis

Laki

Wanita

minuman

laki

Teh

-14

-8

Kopi

-10

-10

Susu

-13

-10

Jus jeruk

-6

-6

Soft drink

+6

+6

Jus apel

+35

+6

Jus anggur

+37

+44

Jus tomat

+41

+28

Alkohol banyak mengandung kalsium oksalat dan guanosin yang pada


metabolisme diubah menjadi asam urat. Peminum alkohol kronis
biasanya

menderita

hiperkalsiuria

dan

hiperurikosuria

akan

meningkatkan kemungkinan terkena batu kalsium oksalat.


d. Diet / Pola makan
Diperkirakan

diet

sebagai

faktor

penyebab

terbesar

terjadinya

urolithiasis. Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein


dalam tubuh normalnya adalah 600mg/kg BB, dan apabila berlebihan
maka akan meningkatkan risiko terbentuknya urolithiasis. Hal tersebut
diakibatkan protein yang tinggi terutama protein hewani (acid ash
food) dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam
urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga
akan meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.

Karbohidrat tidak mempengaruhi terbentuknya batu kalsium oksalat,


sebagian besar buah adalah alkali ash food (Cranberry dan kismis).
Alkali ash food akan menyebabkan hiperkalsiuria dan resorbsi kalsium
sehingga menyebabkan hiperkalsium yang dapat menimbulkan batu
kalsium oksalat. Sebagian besar sayuran menyebabkan pH air kemih
naik (alkali ash food) sehingga menguntungkan, karena tidak memicu
terjadinya batu kalsium oksalat. Sayuran mengandung banyak serat
yang dapat mengurangi penyerapan kalsium dalam usus, sehingga
mengurangi kadar kalsium air kemih yang berakibat menurunkan

terjadinya urolithiasis. Pada orang dengan konsumsi serat sedikit maka


kemungkinan timbulnya batu kalsium oksalat meningkat.

Serat akan mengikatkan kalsium dalam usus sehingga yang diserap


akan berkurang. Sebagian besar buah merupakan alkali ash food yang
penting untuk mencegah timbulnya urolithiasis seperti kismis dan
cranberry. Banyak buah yang mengandung sitrat terutama jeruk yang
penting sekali untuk mencegah timbulnya urolithiasis, karena sitrat
merupakan inhibitor yang paling kuat. Karena itu konsumsi buah akan
memperkecil kemungkinan terjadinya urolithiasis.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk

atau

kurang

aktivitas

atau

sedentary

life

karena

akan

mengganggu proses metabolisme tubuh.


f.

Stress
Pada orang dengan stress jangka panjang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya urolithiasis. Secara pasti mengapa stress
dapat menimbulkan urolithiasis belum dapat ditentukan secara pasti.
Tetapi diketahui bahwa orang stress dapat mengalami hipertensi, daya
tahan

tubuh

rendah,

dan

kekacauan

metabolisme

yang

memungkinkan kenaikan terjadinya urolithiasis.


g. Olahraga
Secara khusus untuk mengetahui hubungan antara olahraga dan
kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah terbukti
urolithiasis jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik
dibanding orang yang bekerja di kantor dengan banyak duduk.
h. Kegemukan
Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat yang idiopatik didapatkan
59,2% terkena kegemukan. Pada laki laki yang berat badannya naik

15,9 kg dari berat badan waktu umur 21 tahun mempunyai RR 1,39.


Pada wanita yang berat badannya naik 15, 9 kg dari berat badan
waktu berumur 18 tahun, RR 1,7. Hal ini disebabkan pada orang yang
gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat dan kalsium naik.
i.

Kebiasaan menahan buang air kemih


Kebiasaan menahan buang air kemih akan menyebabkan statis air
kemih yang berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih. ISK disebabkan
oleh kuman pemecah urea yang menyebabkan terbentuknya jenis
batu struvite.

Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi


karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk
batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan
batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral
struvit. Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat)
juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam
air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5
sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn".
Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises
renalis.

Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada faktorfaktor predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract
Infection). Infeksi ini akan meningkatkan timbulnya zat-zat organik.
Zat-zat

ini

dikelilingi

oleh

mineral-mineral

yang

mengendap.

Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urin


dan mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesiumamonium posphat. Stasis urin juga dapat menimbulkan pengendapan
zat-zat organik dan mineral-mineral. Dehidrasi juga merupakan factor
resiko terpenting dari terbentuknya batu ginjal.

Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah


sebagai konsumsi Antasid dalam jangka panjang dan terlalu banyak
konsumsi vitamin D dan calsium carbonate.

4. Patofisiologi Urolithiasis
Terlampir
5. Manifestasi Klinis Urolithiasis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung
pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran
urin, terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis
yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu
yang terus-menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala
namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal; sedangkan
yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
Secara umum terdapat nyeri (renal colic). Batu distal

bisa

menyebabkan nyeri alih pada labia, meatus penis, atau testis. Hamaturia
terjadi pada 95% pasien. Gejala-gejala nonspesifik seperti nausea, muntah,
takikardi, diaforesis. Demam derajat rendah tanpa infeksi, namun bila terjadi
infeksi bisa mengalami demam tinggi.
a.
Berdasarkan lokasinya

Batu Pelvis Ginjal


Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan
terus-menerus di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat
dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara
anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul
mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami episode kolik
renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal dan proksimitas
anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga
hanya menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti
bentuk susunan pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk

rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal
dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat dari obstruksi
aliran kemih dan infeksi.
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau
nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada
pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin

terabanya

ginjal

yang

membesar

akibat

adanya

hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah
arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan
yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak

memberikan kelainan fisik.


Batu Ureter
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang
luar biasa, akut, dan kolik menyebar ke paha dan genitalia. Pasien
sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar,
dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok
gejala

ini

disebut

kolik

ureteral.

Umumnya,

pasien

akan

mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara


spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus
diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan
secara spontan.
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi
gejala kolik yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu
bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan
berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada
air kemih untuk lewat.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan
kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke
kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung
kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter
yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang

didahului

oleh

serangan

kolik.

Bila

keadaan

obstruksi

terus

berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa


hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan

gambaran infeksi umum.


Batu Kandung Kemih
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi

dan

berhubungan

dengan

infeksi

traktus urinarius

dan

hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung


kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan
adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang
mengancam kehidupan pasien.
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
terhenti dan menetes disertai dengan nyeri. Pada anak, nyeri
menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga
tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit
tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat
keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi
infeksi yang sekunder, selain nyeri sewaktu miksi juga akan terdapat

nyeri menetap suprapubik.


Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara
retrograde terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap, yang
akhirnya menjadi batu yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak
memberikan

gejala

sama

sekali

Karena

tidak

menyebabkan

gangguan pasase kemih.


Batu Uretra
Batu uretra umunya merupakan batu yang berasal dari ureter atau
kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke
uretra, tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar. Tempat uretra
yang agak lebar ini adalah pars prostatika, bagian permulaan pars
bulbosa, dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan
di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba
terhenti, menjadi menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa
terjadinya divertikulum, abses, fistel proksimal, dan uremia karena

obstruksi urin.
b. Gejala klinis lain yang dapat ditemukan
Rasa nyeri

Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang
(kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebratal, tidak jarang
disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami
kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri
yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia. Pasien sering ingin berkemih, namun hanya sedikit urine
yang dikeluarkan, dan biasanya air kemih disertai dengan darah,

maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.


Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas
normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah,

dan pelebaran pembuluh darah di kulit.


Infeksi
Urolithiasis sering berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi
di saluran kemih karena kuman Proteus sp, Klebsiella, Serratia,

Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphilococcus.


Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air
kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya

penyakit urolithiasis.
Mual dan muntah
Obstruksi seluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah

6. Pemeriksaan Diagnostik Urolithiasis


a. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada
daerah organ yang bersangkutan :
Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan

demam (tidak selalu).


Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah
pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi

sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.


Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu
peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria,
dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine
harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai

pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah
terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2.
b. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis urolithiasis dapat dilakukan

dengan

beberapa

tindakan

radiologis yaitu:
1) Foto polos abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih.
Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat
membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya
menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan
dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan
campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam
ginjal maupun batu diluar ginjal.
Pembuatan

foto

polos

abdomen

bertujuan

untuk

melihat

kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis


kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling
sering dijumpai diantara batu
bersifat

non

opak

(radio

lain,

sedangkan

batu

asam

urat

lusen). Urutan radioopasitas beberapa

urolithiasis seperti pada tabel.


Jenis Batu

Radiooposit
as

Kalsium

Opak

MAP

Semiopak

Urat/Sistin

Non Opak

2) Intravenous Pyelogram (IVP)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya

penurunan

fungsi

ginjal,

sebagai

penggantinya

adalah

pemeriksaan pielografi retrograd.


3) Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di
buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan. USG juga dapat menunjukan ukuran,
bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan

ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi


terhadap kontras radiologi. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah
kesulitan

untuk

menunjukan

batu

ureter,

dan

tidak

dapat

membedakan klasifikasi batu.


4) Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang
ukuran dan lokasi batu.
5) Urinalisa
Warna mungkin kuning,

coklat

gelap,

berdarah;

secara

umum

menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),


serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat).
6) Urin (24 jam)
Kreatinin , asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat.
7) Kultur urin
Bisa menunjukkan ISK (Stapilococcus aureus, Proteus, klebsiella,
Pseudomonas).
8) Survei biokimia
Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein,
elektrolit.
9) BUN/Kreatinin serum dan urin
Abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urin) sekunder terhadap
tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
10)
Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat
menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
11)
Hb/Ht
Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
(mendorong

presipitasi

pemadatan)

atau

polisitemia

anemia

terjadi

(perdarahan,

disfungsi/ gagal ginjal).


12)
Hormon Paratiroid
Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin)
13)
Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan
batu dan/ atau efek obstruksi.

7. Penatalaksanaan Medis Urolithiasis


Tujuan dasar penatalaksanaan medis

pada

urolithiasis

adalah

untuk

menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,


mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Batu dapat

dikeluarkan dengan cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan


pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.
a. Terapi Konservatif / Medikamentosa
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan.
Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin
dengan pemberian diuretikum dengan cara mempertahankan keenceran
urine dan diet makanan tertentu yang merupakan bahan utama
pembentuk

batu

misalnya

kalsium)

yang

efektif

mencegah

pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah
ada. Upayanya dapat berupa :
Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
blocker
NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan

observasi

dengan adanya
(misalnya

bukan

obstruksi,

merupakan

apalagi

pada

pilihan.

Begitu

pasien-pasien

juga

tertentu

ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal)

tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
b. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan
agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi
morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid
seperti ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas
nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu
dikeluarkan, urolithiasis dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan
obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah
batu. Bahkan

pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari

ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya

menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien
sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal.

Batu

ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik,
generator

piezoelektrik

mempunyai

cara

dan

elektromagnetik.

kerja

yang

berbeda,

Masing - masing
tapi

sama-sama

menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan


gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai

sifat akustik paling

mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit
pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL

merupakan

alat

pemecah

batu

ginjal

dengan menggunakan

gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk


menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak
di

ginjal

atau

saluran

kemih

antara

ginjal

dan

kandung

kemih

(kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan.
ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan
anak - anak, serta berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan
untuk

terapi

batu

ureter

distal

pada

wanita dan

anak-anak

ESWL
juga

harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi


kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang

valid,

untuk

wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

d. Endourologi
Tindakan
endourologi

adalah

tindakan

invasif

minimal

untuk

mengeluarkan urolithiasis yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian


mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan
langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra

atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan


-

endourologi tersebut adalah :


PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.


Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah

melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.


Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu

ureter

dengan

menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.


e. Tindakan Operasi
Penanganan urolithiasis, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan
bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :
Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang

berada di dalam ginjal.


Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu

yang berada di ureter


Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang

berada di vesica urinearia.


Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang

berada di uretra
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang

memegang

tambahan

dalam penanganan

penderita

sepsis

yang

peranan

penting
batu

ureter.

sebagai

tindakan

Misalnya

pada

disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian

stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya

yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya


kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%
per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

f.

Sinar laser
Tipe laser yang digunakan semula adalah tipe pulse dye. Belakangan
sejak Agustus 1997 RS PGI Cikini menggunakan laser tipe Ho:Yag atau
Holmium asal AS. Caranya, melalui saluran ureta dimasukkan selang
fiber mini, yang langsung dapat mengenai batu sasaran. Apabila tipe
pulse dye hanya untuk batu ginjal atau kemih saja, tipe Holmium ini
lebih multiguna. Misalnya juga untuk pengobatan pembesaran atau
infeksi prostat serta tumor jinak kandung kemih.
Holmium ini pandai mengatur frekuensi tembakan agar batu tidak
terdorong ke atas. Jarak antara selang fiber dengan batu paling-paling
hanya 1 mm. Dengan sistem gelombang pulsasi batu dengan segera
bisa dipunahkan. Tindakan dengan mesin canggih ini dinilai lebih cepat
(1,5 jam untuk batu besar), risiko perdarahan atau kerusakan jaringan
sekitarnya hampir tidak ada serta nyeri pascaoperasi dan risiko
komplikasi hampir tidak terasa. Penderita tidak perlu menginap di
rumah sakit, bisa langsung pulang begitu kesadaran sudah pulih.

8. Komplikasi Urolithiasis
Dibedakan komplikasi
Komplikasi

akut

yang

akut

sangat

dan

komplikasi

diperhatikan

oleh

jangka

panjang.

penderita

adalah

kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi


sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan
kebutuhan

transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat

rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan.
trauma

Yang
organ

termasuk komplikasi
pencernaan,

signifikan

sepsis, trauma

adalah
vaskuler,

avulsi
hidro

ureter,
atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang


signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari
batu, terutama

yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih

besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau
tanpa pionefrosis yang
terkena.

Komplikasi

dilakukan.

Infeksi,

berakhir

dengan

lainnya dapat
termasuk

kegagalan

terjadi

faal

saat

ginjal

yang

penanganan

batu

didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis

yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti


ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau
pada

beberapa

saat

setelah

dilakukannya

ESWL

saat pecahan

batu

lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti


lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat
terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang
hati - hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal

nonstaghorn,

komplikasi

berupa

kehilangan

darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah
prosedur

lebih sedikit

dibandingkan

dengan

dan

berbeda

secara

bermakna

pada

ESWL

PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan

rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.


Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan.

Dari

meta-analisis,

kebutuhan

transfusi

pada

PNL

dan

kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah

kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi

pada operasi terbuka mencapai


jarang,

namun

komorbiditas

atau

dapat

25-50%.

Mortalitas

dijumpai, khususnya

mengalami

sepsis

pada

akibat
pasien

tindakan
dengan

dan komplikasi akut lainnya. Dari

data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi
terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi

kolik renal (10,1%), demam (8,5%),

urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat


trauma parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak

pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat


sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai
efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin.

Pada satu

kasus

dilaporkan

terjadi

hidrothoraks

pasca

PNL.

Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%),
demam (24,1%), dan perdarahan

pascaoperasi

(1,2%).

Pedoman

penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,


PNL, atau operasi terbuka.

Anda mungkin juga menyukai