Anda di halaman 1dari 14

KARAKTERISTIK GEOLOGI TEKNIK DAN ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DALAM

CEKUNGAN BANDUNG BAGIAN TIMUR DENGAN METODE CPTU


Muhamad iqbal wahyudin1, Indra permanajati2, Adrin tohari3
1,2,3
Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman
*muhamad.iqbal.wahyudin@gmail.com
SARI
Wilayah Cekungan Bandung bagian timur di Kabupaten Bandung merupakan wilayah dengan pertumbuhan
penduduk dan pembangunan infrastruktur yang cukup pesat. Untuk perencanaan pembangunan di wilayah ini
diperlukan kajian geologi teknik untuk mendapatkan informasi tentang kekuatan lapisan tanah dan daya dukung
tanah. Dalam studi ini, penyelidikan geologi teknik bawah permukaan dilakukan dengan metode pengeboran teknik
disertai Standard Penetration Test (SPT) dan uji penetrasi konus dengan pengukuran tekanan air pori (CPTU). Uji
laboratorium mekanik tanah dilakukan untuk mendapatkan data sifat fisik dan keteknikan lapisan tanah. Hasil
penyelidikan geologi teknik bawah permukaan menunjukkan stratifikasi daerah penelitian terdiri dari 3 satuan,
terdiri dari satuan yang tertua adalah satuan breksi, satuan diatasnya adalah satuan pasir, dan satuan termuda adalah
satuan lempung. Berdasarkan uji batas-batas atterberg daerah penelitian didominasi oleh lanau dengan plastisitas
yang tinggi (MH) dan indeks plastisitas (PI) rata-rata menunjukkan plastisitas tinggi (kohesif). Perhitungan daya
dukung untuk tiang pancang hingga kedalaman 30 meter, diperoleh lapisan tanah dengan nilai daya dukung terendah
pada lokasi CPTU-8 . Sementara itu lapisan tanah dengan daya dukung tertinggi terdapat di lokasi CPTU-09.
Dengan demikian, diperlukan jumlah tiang yang lebih banyak untuk membangun bangunan tinggi di lokasi CPTU08 dibandingkan lokasi lainnya.
Kata kunci: Karakteristik geologi teknik, Cekungan Bandung, daya dukung tanah, pemboran teknik, pondasi
dalam, uji penetrasi konus.
ABSTRACT
Bandung Basin in the eastern part of Bandung Regency is an area with rapid population growth and
infrastructure development . Planning of the urban development in the Bandung Basin requires a better knowledge
on the sub-surface engineering characteristics and bearing capacity of soil layers. For this purpose, subsurface
geological investigation were carried out using shallow and deep drilling with Standard Penetration Test ( SPT )
and cone penetration test with pore water pressure measurement ( CPTU ). Results of subsurface investigations
showed that the soil stratification of the study area consists of three units. The oldest unit is the unit of breccia,
followed by the sand layer, and the youngest unit is the clay layer unit. Based on the test Atterberg limits of the soils
samples from drilling, the study area is dominated by silt ( MH ) with high plasticity and plasticity index ( cohesive
). The results of bearing capacity calculations for soil layers in all locations to a depth of 30 meters showed that
soil layer with the lowest bearing capacity is at the CPTU - 8 . Meanwhile, soil layer with the highest bearing
capacity is at locations CPTU - 09. Thus, compared with other locations, construction of a high rise building at
CPTU-08, requires more driven piles for deep foundation.
Key Words: Bandung Basin, engineering geological characteristics, cone penetration test (CPT), drilling, soil
bearing capacity, pile fondation.
karakteristik geologi teknik dan daya dukung lapisan
tanah di wilayah Cekungan Bandung bagian timur
dengan menggunakan metode pemboran teknik dan uji
penetrasi konus.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu
rangkaian upaya yang dilakukan terus menerus untuk
mencapai suatu tingkat kehidupan masyarakat yang
sejahtera. Dengan tersedianya data geologi teknik pada
suatu daerah yang akan dikembangkan, diharapkan
terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengembangan
wilayah maupun perencanaan konstruksi bangunan
teknik dapat dihindarkan atau diperkecil. Tugas akhir
ini berfokus pada kajian
mendalam mengenai

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan kajian kondisi geologi teknik dan daya
dukung lapisan tanah bawah permukaan di wilayah
Cekungan Bandung bagian timur.
Tujuan dari penelitian ini adalah :

Menginterpretasi
penyebaran
dan
ketebalan lapisan tanah dan batuan daerah
penelitian.
Mengetahui karakteristik geologi teknik
berdasarkan data uji CPT, pemboran
teknik dan uji laboratorium sifat mekanika
tanah.
Menganalisis daya dukung tanah pondasi
dalam untuk beban bangunan yang akan
di dirikan pada wilayah cekungan
bandung bagian timur.

Batasan Masalah
Aspek-aspek Bahasan utama dalam penelitian
ini diantaranya adalah:
a. Identifikasi penyebaran dan ketebalan lapisan
tanah
Menentukan penyebaran dan ketebalan lapisan
tanah dan batuan dengan membuat penampang
bawah permukaan berdasarkan data bor teknik
dan data
uji penetrasi konus dengan
pengukuran tekanan air pori (CPTU).
b. Identifikasi karakteristik geologi teknik
Mengidentifikasi karakteristik geologi teknik
melalui sifat fisik dan mekanik tanah dan
batuan dengan uji laboratorium dan uji
penetrasi konus dengan pengukuran tekanan
air pori (CPTU).
c. Analisis daya dukung tanah pondasi dalam
Menganalisis
kemampuan tanah untuk
menahan beban bangunan tinggi yang akan
didirikan pada daerah penelitian.

Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian.

Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian Tugas Akhir
ini digunakan tahapan dan berbagai metode pendekatan,
sebagai berikut:
Tahapan Pendahuluan
Studi literatur meliputi kajian publikasi ilmiah baik
nasional dan internasional, kajian text book, dan
kajian data sekunder yang relevan dengan topik
penelitian.
Tahapan Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data meliputi pengumpulan
data primer yang berupa peta lokasi pengeboran, data
inti bor, data N-SPT, dan data CPTU.
Tahap Interpretasi dan Analisis
Tahap ini mengolah dan menginterpretasi data dari
hasil pengujian Cone Penetration test (CPT) yang
berupa angka-angka yang kemudian diolah dengan
bantuan software Microsoft excel menjadi grafikgrafik. Tahap Analsis dilakukan beberapa analisis dan
pengolahan data yang dilakukan di laboratorium.
Meliputi uji batas-batas Atterberg, berat jenis, uji
besar butir (grain size), uji konsolidasi, uji
permeabilitas dan uji triaksial.
Tahap Pembahasan dan Kesimpulan
Tahap yang dilakukan dengan menjelaskan hasil-hasil
penelitian. Dalam tahap ini hasil penelitian berupa
interpretasi dan analisis yang sebelumnya telah
dilakukan sebuah pembahasan detail mengenai hal
tersebut, Kemudian membuat kesimpulan berdasarkan
hasil penelitian yang sesuai dengan maksud dan
tujuan dari penelitian ini.

Lokasi Penelitian
Secara administratif daerah penelitian
terletak di 3 (tiga)
kecamatan yaitu Majalaya,
Solokanjeruk, dan Bojongsoang di Kabupaten Bandung,
Provinsi Jawa Barat, yang meliputi beberapa desa
diantaranya (Gambar 1.1):
Desa Tegalluar
Desa Buahbatu

Desa Rancakasumba
Desa Bojongemas
Desa Lengkong.
Daerah penelitian terletak pada koordinat 9224000 mN
- 9228000 mN dan 132000 mE 140000 mE atau
10703900 - 10704500 BT dan 0700224.72 0605815.6 LS. Daerah penelitian dapat dicapai dalam
waktu 30 menit hingga 1 jam perjalanan melalui jalur
transportasi darat dari pusat Kota Bandung.

Tahap Penulisan Laporan


Tahap ini merupakan tahap akhir dari rangkaian tahap
tugas akhir berupa laporan hasil penelitian dalam
bentuk skripsi yang didalamnya memuat laporan tugas
akhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stratigrafi Daerah Penelitian


Berdasarkan hasil pemboran teknik pada 6 titik
hingga kedalaman kurang lebih 110 m di lokasi
penelitian, maka diperoleh penampang litologi dan
strata lapisan sedimen sebagaimana disajikan pada
Gambar 4.3. Berdasarkan penampang tersebut, terdapat
3 satuan litologi tidak resmi, yaitu dari tua ke muda:
Satuan Breksi, Satuan Pasir, Satuan Lempung.

Geomorfologi Daerah Penelitian


Geomorfologi daerah penelitian berupa dataran
alluvial (Gambar 4.1), menempati kisaran elevasi antara
(600 650) mdpl, dengan kemiringan lerengan 0-3%,
tersusun oleh litologi berupa lumpur, pasir, kerikil.
Tataguna Lahan berupa ladang, pesawahan dan
pemukiman, yang dikelilingi perbukitan untuk bagian
selatan, timur dan utaranya, dengan litologi yang
menempati berupa endapan danau, pasir fluvial dan
endapan aluvial.

Gambar 4.3 Penampang bor daerah penelitian arah


utara selatan.

Berdasarkan ciri litologinya, daerah penelitian


terbagi menjadi dua tipe endapan yaitu endapan danau
dan endapan kipas vulkanik. Endapan danau memiliki
kepadatan yang lunak hingga padat, berwarna abu-abu
kehitaman, abu-abu kehijauan, coklat, dan abu-abu
kecoklatan dengan ukuran butir mulai dari lempung
yang mendominasi hingga lempung organik yang
berwarna abu-abu kehitaman mengandung banyak sisa
tumbuhan berupa akar dan daun-daunan, lempung
pasiran dan sisipan pasir tipis yang terkadang
butirannya menghalus ke atas dengan bentuk butir
menyudut hingga membulat. Endapan kipas vulkanik
berupa material vulkanik yang berbutir kasar, berwarna
abu-abu kehitaman, abu-abu kecoklatan dan coklat
dengan ukuran mulai dari kerikil-bongkah hingga pasir
halus, berbentuk menyudut hingga membulat tanggung,
terkadang butirannya menunjukkan pola menghalus ke
atas. Pada endapan ini ditemukan bahan organik berupa
sisa-sisa potongan kayu dan juga dalam lapisan pasir ini
sering dijumpai material gunung api berupa layer debu
vulkanik berwarna abu-abu terang dan batuan beku dan
batuapung sebagai komponen. Endapan kipas vulkanik
ini berada pada tepi danau dan juga dapat terendapkan
hingga tengah danau tergantung pada banyak material
dan arus yang membawanya.

Gambar 4.1Kenampakan Geomorfologi daerah penelitian


(global mapper 2015).

Pola aliran sungai yang ada di daerah


penelitian dibentuk oleh daerah aliran sungai (DAS)
dan cabang-cabangnya sebagai Sub DAS. Memiliki
pola aliran sama yaitu angular, membentuk sudut
dengan sungai utama. Kondisi tersebut diduga ada
peran dan control kekar/rekahan ataupun patahan.

Satuan Breksi
Satuan ini ditandai warna coklat, merupakan
satuan tertua yang ada di daerah penelitian.
a. Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh breksi gunungapi, tuf,
dan batuan beku andesit yang hadir sebagai

Gambar 4.2 Tata guna lahan daerah penelitian.

fragmen di breksinya. Secara megaskopis


breksi berwarna cokelat, besar butir kerikilkerakal, pemilahan buruk, kemas terbuka,
fragmen monomik andesit, bentuk menyudutmenyudut tanggung, matriks pasir kasar.

yang berumur Pleistosen (Koesoemadinata,


1981).
c. Lingkungan Pengendapan
Dengan melihat material penyusunnya yang
merupakan hasil dari aktivitas vulkanisme
diperkirakan lingkungan pengendapan dari
satuan ini adalah darat (endapan danau).
Satuan ini diperkirakan terbentuk akibat
aktivitas vulkanik yang kemudian produk
vulkaniknya tertransport dan mengendap pada
saluran berupa sungai dan membentuk struktur
melensa.
d. Kesebandingan Stratigrafi
Ciri litologi Satuan Pasir dengan ciri litologi
pada Formasi Cibereum adanya suatu
kesamaan. Oleh karena itu, satuan ini dapat
disetarakan dengan Formasi Cibereum (Qvu)
Pada Peta Geologi Lembar Bandung
(Koesoemadinata, 1981).
e. Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang
berada di bawahnya selaras. Hal ini
dikarenakan, satuan Pasir
ini merupakan
satuan yang terendapkan akibat aktivitas
vulkanik, yang kemudian produk vulkaniknya
tertransport dan mengendap pada saluran
berupa sungai dan membentuk struktur
melensa. Bila dikaitkan dengan Peta Geologi
Lembar Bandung, maka hubungan stratigrafi
Formasi Cibereum dengan Formasi Cibereum
yang berada di bawahnya adalah selaras
(Koesoemadinata, 1981).

b. Umur
Dari penyebaran satuan ini dengan batuan
vulkanik pada Peta Geologi Lembar Bandung
terlihat adanya kesamaan. Oleh karena itu,
satuan ini dimungkinkan merupakan bagian
dari Gunungapi muda (Qvu) yang berumur
Pleistosen (Silitonga, 1973 dan Muzil dkk,
1997).
c. Lingkungan Pengendapan
Dengan melihat batuan penyusun nya yang
merupakan hasil dari aktivitas vulkanisme
diperkirakan lingkungan pengendapan dari
satuan ini adalah darat (endapan danau).
d. Kesebandingan Stratigrafi
Ciri litologi Satuan Breksi dengan ciri breksi
pada Formasi Cibereum adanya suatu
kesamaan. Oleh karena itu, satuan ini dapat
disetarakan dengan Formasi Cibereum (Qvu)
Pada Peta Geologi Lembar Bandung
(Koesoemadinata, 1981).
e. Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang
berada di bawahnya tidak diketahui. Hal ini
dikarenakan, satuan breksi ini merupakan
satuan tertua pada daerah penelitian. Bila
dikaitkan dengan Peta Geologi Lembar
Bandung, maka hubungan stratigrafi Formasi
Cibereum dengan Formasi Cibereum yang
berada
di
bawahnya
adalah
selaras
(Koesoemadinata, 1981).

Satuan Lempung
Satuan ini merupakan satuan termuda pada
daerah penelitian. Ditandai dengan warna hijau pada
penampang bor.
a. Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh lempung dan terdapat
sisipan pasir, Pada satuan ini terdiri dari
lempung yang tebal dengan sisipan lempung
pasiran dan juga sisipan pasir. Lempung
berwarna abu-abu yang lunak hingga sedang,
lempung pasiran berwarna abu-abu yang lunak
hingga sedang dan pasir lepas bewarna abuabu kehitaman, berukuran butir halus hingga
sedang dan berbentuk butir menyudut
tanggung hingga membulat. Sedangkan pada
lempung padat memiliki ciri berwarna abu-abu
kehijauan hingga sedikit kecoklatan yang
sedang hingga sangat padat.
b. Umur
Umur Satuan ini diperkirakan berumur
pleistosen akhir-Holosen. Pada Peta Geologi
Lembar Bandung terlihat adanya kesamaan.
Oleh karena itu, satuan ini dimungkinkan

Satuan Pasir
Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada
penampang bor.
a. Ciri Litologi
Satuan ini disusun oleh pasir dan terdapat
sisipan lempung, pasir berwarna abu-abu
kehitaman hingga abu-abu kehijauan yang
padat dan butirannya menunjukkan pola
menghalus ke atas dan berbentuk menyudut
hingga membulat tanggung. Sementara
lempung berwarna abu-abu kehijauan yang
padat dan kaku. Pasir pada satuan ini
berukuran sangat halus sampai dengan sangat
kasar.
b. Umur
Umur Satuan ini diperkirakan berumur
pleistosen akhir. Pada Peta Geologi Lembar
Bandung terlihat adanya kesamaan. Oleh
karena itu, satuan ini dimungkinkan
merupakan bagian dari Formasi Cibereum

merupakan bagian dari Formasi Kosambi yang


berumur
Pleistosen
akhir-Holosen
(Koesoemadinata, 1981).
c. Lingkungan Pengendapan
Dengan melihat material penyusunnya terdapat
material vulkanik yang merupakan hasil dari
aktivitas vulkanisme diperkirakan lingkungan
pengendapan dari satuan ini adalah darat
(endapan danau). Satuan ini diperkirakan
terbentuk akibat pengendapan material pada
danau bandung purba. Materilan berasal dari
hasil aktivitas vulkanisme yang ter-transport.
d. Kesebandingan Stratigrafi
Ciri litologi Satuan Lempung dengan ciri
litologi pada Formasi Kosambi adanya suatu
kesamaan. Oleh karena itu, satuan ini dapat
disetarakan dengan Formasi Kosambi(endapan
danau) Pada Peta Geologi Lembar Bandung
(Koesoemadinata, 1981).
e. Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang
berada di bawahnya selaras. Hal ini
dikarenakan, satuan Lempung ini merupakan
satuan yang terendapkan akibat transportasi
materian hasil aktivitas vulkanik, yang
kemudian produk vulkaniknya tertransport dan
mengendap pada danau bandung purba. Bila
dikaitkan dengan Peta Geologi Lembar
Bandung, maka hubungan stratigrafi Formasi
Kosambi dengan Formasi Cibereum yang
berada
di
bawahnya
adalah
selaras
(Koesoemadinata, 1981).

Gambar 4.4 Peta pola struktur patahan di cekungan


Bandung(Gumilar, I, 2014).

Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Berdasarkan data geologi primer yang meliputi
data bor dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi,
umur, dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur
dan mekanisme pembentukannya ditambah dengan
hasil interpretasi dan penafsiran, pada akhirnya dapat
dibuat suatu sintesis geologi daerah penelitian yang
menggambarkan sejarah geologi pada suatu kerangka
ruang dan waktu.
Penentuan sejarah geologi daerah penelitian
juga mengacu pada sejarah geologi regional penelitipeneliti terdahulu. Model sejarah geologi daerah
penelitian diperhitungkan sejak kala pleistosen dimana
batuan tertua ditemukan di daerah penelitian hingga
kondisi saat ini.
Sejarah geologi daerah Cekungan Bandung
Bagian Timur ditandai dengan sebuah pengendapan
endapan danau yang dikenal dengan nama Formasi
Kosambi yang berumur Plistosen Akhir-Holosen
(Kuarter) dimana dasar dari cekungan ini berupa breksi
tufaan yang termasuk kedalam Formasi Cibereum
(Koesoemadinata dan Hartono,1981 dalam Dam, 1994).
Endapan danau ini terendapkan mengikuti morfologi
yang sudah terbentuk sebelumnya dan disebabkan oleh
sistem pengaliran sungai Citarum yang buruk (Dam,
1994).
Berdasarkan
penampang
bor
bawah
permukaan Cekungan Bandung yang berasal dari
korelasi data bor (litostratigrafi) terdapat 3 satuan.
Satuan breksi (Formasi Cibereum) merupakan satuan
tertua pada daerah penelitian. Selanjutnya terendapkan
satuan pasir (Formasi Cibereum) yang terendapkan
diatas satuan Breksi. Satuan ini telah mengalami
kompaksi sebagian hal ini terlihat dari tingkat
kepadatannya yang sedang hingga tinggi dan butirannya
menunjukkan satuan ini terendapkan tidak terlampau
jauh dari sumbernya yang ditunjukkan dari bentuk
butirannya.

Struktur Geologi Daerah Penelitian


Terdapat indikasi struktur pada daerah
penelitian yang ditunjukkan dengan pembelokan lapisan
pada penampang yang diperkirakan akibat dari aktivitas
vulkanik yang berlangsung. Di perkirakan Struktur
geologi yang berkembang dan dijumpai adalah
kekar/rekahan dan patahan yang berarah hampir barat
laut tenggara dan barat daya timur laut. Pola
kelurusan sesar umumnya berarah barat laut - tenggara,
timur laut barat daya dan sedikit yang berarah utara
selatan. Pembentukan struktur di daerah Bandung di
pengaruhi sistem subduksi aktif dari busur Sunda
(Katili, 1989 dalam Dam,1994).

Kemudian, terendapkan satuan lempung yang


menutupi seluruh permukaan di daerah penelitian. Pada
saat satuan lempung terendapkan, aktivitas vulkanik di
daerah penelitian mulai menunjukkan peningkatan. Hal
ini terlihat melalui terbentuknya sisipan pasir yang
melensa di tengah-tengah satuan lempung.
Terdapat indikasi struktur pada daerah
penelitian yang ditunjukkan dengan pembelokan lapisan
pada penampang yang diperkirakan akibat dari aktivitas
vulkanik yang berlangsung.
Pada saat ini Cekungan Bandung Bagian
Timur merupakan dataran yang sangat luas. Penurunan
cekungan terus berlangsung terus menerus hingga saat
ini, penurunan itu sendiri terlihat oleh pemampatan atau
pemadatan sedimen yang berada dibawah permukaan.
Pada saat ini proses eksogen memiliki peranan yang
sangat besar terlihat dengan terjadinya proses erosi,
pelapukan, transportasi dan sedimentasi, sehingga
membentuk morfologi seperti saat ini.

memberikan gambaran geologi bawah permukaan


sebagaimana disajikan pada Gambar 4.6 :

Gambar 4.6 Penampang bor utara-selatan.

Berdasarkan pengujian in-situ (SPT), terdapat


penggolongan lapisan konsistensi jenis tanah dari NSPT, yang memiliki kesamaan nilai N-SPT dimana nilai
ini menunjukkan tingkat kepadatan dari masing-masing
lapisan tanah yang di tunjukkan dalam penampang daya
dukung keteknikan bawah permukaan.

Geologi Teknik
Penelitian ini dilakukan dengan investigasi
Geologi Teknik, dengan menggunakan metode
pengujian penetrasi konus dengan pengukuran tekanan
air pori (CPTU) pada 9 titik dan pemboran teknik pada
9 titik, disertai uji N-SPT pada setiap kedalaman 1.5 2.0 meter, dan analisis sifat fisik dan keteknikan conto
tanah. Conto tanah yang dilakukan uji laboratorium
mekanika tanah. Investigasi geologi teknik ini bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik geologi teknik
lapisan tanah dan batuan bawah permukaan. Data
pendukung lain yang digunakan dalam penelitian ini
berupa hasil penelitian terdahulu. Gambar 4.5
menyajikan peta lokasi investigasi geologi teknik
bawah permukaan.

Gambar 4.7 Penampang daya dukung keteknikan bawah


permukaan.

Gambar 4.7 menunjukkan kondisi daya


dukung keteknikan bawah permukaan berdasarkan
penggolongan konsistensi jenis tanah dari N-SPT, untuk
N-SPT lempung bernilai <2 sangat lunak, terdapat pada
lokasi BLA-02, DH-01, DAM-02, DH-02 di kedalaman
0-17 meter di bawah permukaan. Untuk N-SPT bernilai
2-4 lunak, terdapat pada lokasi BLA-02 dan DH-01 di
kedalaman 0-30 meter di bawah permukaan. Untuk NSPT bernilai 4-8 teguh, terdapat pada lokasi DH-03 dan
TM-03 di kedalaman 0-28 meter dibawah permukaan.
Untuk N-SPT bernilai 8-15 kaku, terdapat pada lokasi
DAM-02 dan TM-03 di kedalaman 8-30 meter dibawah
permukaan. Untuk N-SPT bernilai 15-30 sangat kaku,
terdapat pada lokasi BLA-02, DH-01, DAM-02, DH-02,
DH-03, dan TM-03 di kedalaman 30-60 meter dibawah
permukaan. Untuk N-SPT bernilai >30 keras, terdapat

Gambar 4.5 Peta indeks lokasi penelitian investigasi


geologi teknik.
Data Bor
Berdasarkan data pemboran teknik yang
dilakukan pada 6 titik hingga kedalaman 110 meter.
Hasil pemboran teknik disajikan dalam log bor yang

dilokasi DAM-02, DH-02, DH-03, dan TM-03 di


kedalaman 60-90 meter.
Sedangkan untuk kondisi daya dukung
keteknikan
bawah
permukaan
berdasarkan
penggolongan konsistensi jenis tanah dari N-SPT, untuk
N-SPT pasir bernilai 10-30 medium, terdapat pada
lokasi DAM-02, DH-02, DH-03, dan TM-03 di
kedalaman 30-40 meter dibawah permukaan. Untuk NSPT bernilai >50 sangat padat, terdapat pada lokasi
BLA-02, DH-01, DAM-02, DH-02, DH-03, dan TM-03
di kedalaman 40-110 meter dibawah permukaan.
Data CPT
Berdasarkan data pengujian CPT yang
dilakukan pada 8 titik hingga kedalaman 32 meter.
Hasil pengujian CPT disajikan dalam profil tanah
dengan menggunakan klasifikasi Robertson, yang
memberikan gambaran detail klasifikasi tanah bawah
permukaan sebagai berikut (Gambar 4.8) :

Gambar 4.9 Penampang utara-selatan CPT.

Korelasi Data Bor dan CPT


Berdasarkan hasil rekontruksi penampang bor
dan dikorelasikan dengan data CPTU utara-selatan
(Gambar 4.10), dapat dilihat bahwa didaerah penelitian
kondisi bawah permukaannya dominan lempung dari
kedalaman 0-30 meter dibawah permukaan, sementara
terdapat lapisan pasir pada kedalaman 30-70 meter, dan
lapisan pasir lagi pada kedalaman 70-100 meter.
Sementara lapisan paling bawah adalah breksi pada
kedalaman 100-110 meter. Korelasi data bor dan CPTU
bertujuan untuk mengetahui lapisan bawah permukaan
secara lebih detail lagi. Dapat dilihat dari penampang
diatas lapisan lempung berdasarkan data CPTU
menunjukkan dominan material organik yang ditandai
dengan warna ungu. Hal ini merupakan kelebihan dari
data CPTU, yakni dapat mengetahui jenis lapisan
bawah permukaan secara lebih detail pada tiap 1 cm.
Penggabungan data ini dapat memperoleh keakuratan
data lapisan atau litologi bawah permukaan untuk
digunakan sebagai acuan dalam bidang pembangunan
atau bidang lainnya.

Gambar 4.8 Penampang stratifikasi berdasarkan data CPT.

Berdasarkan hasil dari data pengujian CPTU,


dibuat profil penggolongan litologi umum, yang
memiliki kesamaan indeks prilaku
tanah seperti
gambar dibawah ini (Gambar 4.9). Penggolongan
lapisan ini terbagi menjadi 4 yaitu: material organik
yang ditunjukkan dengan simbol warna ungu, lanau
ditunjukkan dengan simbol warna hijau muda, lempung
ditunjukkan dengan simbol warna hijau tua, pasir
ditunjukkan dengan simbol warna kuning.
Dari penampang CPTU utara selatan
(Gambar 4.9), terlihat yang mendominasi adalah lanau
dan material organik. Ini menunjukkan daerah
penelitian merupakan endapan danau bandung purba.
Litologi penyusun pada daerah ini masih belum
terpadatkan dengan sempurna atau disebut material
lepas. Litologi penyusun seperti lanau atau material
organik sangat tebal berkisar 30 meter dari data CPT
(Gambar 4.9).

Gambar 4.10 Penampang korelasi data bor dan CPT.

DataUji Laboratorium
Tabel 4.1 menyajikan ringkasan hasil
karakterisasi sifat fisik conto tanah dari pemboran
teknik. Perbedaan nilai setiap parameter fisik tanah

konsistensi tiap lapisan ini diakibatkan oleh perbedaan


jenis tanah, kadar air dan kepadatan tanah itu sendiri
akibat pembebanan lapisan diatasnya atau pemampatan
lapisan.

kisaran angka tersebut, namun mendekati beberapa nilai


jenis tanah (Tabel 4.2), seperti pada kedalaman 5,5
meter di lokasi DH-01 dengan nilai berat jenis 2,40,
mendekati nilai lempung (Hardiyatmo, 2006) dan
lempung organik (Price, 2009). Pada kedalaman 42
meter di lokasi DH-01 dengan nilai 2,78, mendekati
nilai pasir dan kerikil (Hardiyatmo, 2006 dan Price,
2009).
Conto tanah pada lokasi DH-02 yaitu pada
kedalaman 4,5 meter dengan nilai berat jenis 2,58,
termasuk lempung organik (Hardiyatmo, 2006) dan
lempung (Price, 2009). Pada kedalaman 42 meter,
lapisan tanah mempunyai nilai berat jenis 2,91, yang
mendekati nilai pasir (Hardiyatmo, 2006 dan Price,
2009). Pada kedalaman 66 meter memiliki berat jenis
2,69 yang dimana nilai ini termasuk jenis tanah
lempung (Hardiyatmo, 2006 dan Price, 2009).
Conto tanah pada lokasi DH-03 yaitu pada kedalaman
6,5 meter memiliki nilai berat jenis 2,56 dimana nilai
ini mendekati nilai lempung organik (Hardiyatmo,
2006) dan lempung (Price, 2009). Pada kedalaman 44
meter, nilai berat jenisnya sebesar 2,78 yang termasuk
jenis tanah lempung (Hardiyatmo, 2006) dan pasir
hingga kerikil (Price, 2009). Pada kedalaman 56 meter
memiliki nilai berat jenis 2,50 yang dimana nilai ini
mendekati nilai lempung organik (Hardiyatmo, 2006)
dan lempung (Price, 2009).

Tabel 4.1. Karakteristik geoteknik beberapa conto


tanah/batuan dari log bor Cekungan Bandung.

Batas-batas Atterberg
1. Batas Cair
Nilai pada batas cair terdiri dari hasil
perhitungan analitis dan perhitungan grafis. Nilai batas
cair yang digunakan pada studi ini adalah menurut
perhitungan grafis. Nilai batas cair pada masing-masing
lokasi bor dan tiap lapisan berbeda-beda. Pada lokasi
DH-01, rentang nilai batas cair adalah 63% hingga
135% dimana nilai ini termasuk pada plastisitas tinggi
hingga plastisitas yang lebih dari sangat tinggi.
Pada lokasi DH-02 memiliki rentang nilai
batas cair antara 43% hingga 144%. Berdasarkan
klasifikasi jenis plastisitas pada Tabel 4.3 (Bell, 2007)
nilai ini termasuk pada plastisitas sedang hingga lebih
dari sangat tinggi. Pada lokasi DH-03, rentang nilai
batas cair yaitu 51% hingga 144% yang termasuk pada
plastisitas tinggi hingga lebih dari sangat tinggi.
2. Batas Plastis
Batas cair dan batas plastis termasuk pada
batas-batas Atterberg, dari nilai batas-batas Atterberg
ini dapat diperkirakan jenis-jenis mineralnya. Untuk
conto di lokasi DH-01, pada kedalaman 14 meter
menunjukkan nilai batas cair 81%, batas plastis 35%
dan batas susut 18%. Berdasarkan klasifikasi jenis
mineral lempung (Tabel 4.4), nilai-nilai ini mendekati
nilai mineral Illit. Pada kedalaman 29.5 meter
menunjukkan nilai batas cair 92%, batas plastis 28%
dan batas susut 35%. Nilai-nilai ini mendekati dari jenis

Berat Jenis
Nilai berat jenis pada conto tanah di lokasi
DH-01, DH-02 dan DH-03 (Tabel 4.1), menunjukkan
tidak semua dapat dimasukkan pada klasifikasi karena
nilai berat jenis yang terukur tidak menunjukkan

mineral Kaolinit (Mitchell, 1976), dimana nilai batas


susut lebih besar dibanding dengan nilai pada
klasifikasi.
Pada lokasi DH-02, kedalaman 4.5 meter
memperlihatkan nilai batas cair 86%, batas plastis 45%
dan batas susut 17%. Nilai-nilai ini termasuk pada jenis
mineral lempung Illit berdasarkan Tabel 4.4 (Mitchell,
1976). Pada kedalaman 62 meter menunjukkan nilai
batas cair 69%, batas plastis 58% dan batas susut 46%.
Nilai-nilai ini menunjukkan jenis mineral Haloysit
(Mitchell, 1976).
Pada lokasi DH-03, pada kedalaman 2 meter
menunjukkan nilai batas cair 89%, batas plastis 39%
dan batas susut 20%. Berdasarkan nilai-nilai tersebut
menunjukkan jenis mineral lempung Kaolinit (Mitchell,
1976). Pada kedalaman 26 meter menunjukkan batas
cair 144%, batas plastis 61%, dan batas susut 54%.
Menurut Mitchell (1976), nilai-nilai ini menunjukkan
jenis mineral lempung Allofan.

merupakan pasir dengan keseragaman butir yang baik


atau SW (sand well graded).
Distribusi ukuran besar butir tanah pada lokasi
DH-02 dari kedalaman berbeda ditunjukkan pada
gambar 4.12. Kedalaman conto tanah hingga 80.5
meter, butiran yang tertahan pada saringan no. 4
(>04.75 mm) menunjukkan persentase sekitar 1%
hingga 9%. Butiran yang tertahan dengan ukuran lebih
kecil dari 4.75 mm-0.075 mm berkisar 74% hingga 95%
dan butiran yang lolos saringan no. 200 (<0.075)
berkisar 2% hingga 22%.
Berdasarkan persentase yang diperoleh dari uji
saringan ini, jenis tanah pada lokasi ini merupakan pasir
dengan keseragaman butir yang buruk atau SP (sand
poorly graded) dan pada kedalaman 36 meter
merupakan pasir dengan keseragaman butir yang baik
atau SW (sand well graded).
Distribusi ukuran besar butir tanah pada lokasi
DH-03 dari kedalaman berbeda ditunjukkan pada
gambar 4.13. Kedalaman conto tanah hingga 80.5
meter, butiran yang tertahan pada saringan no. 4 (>4,75
mm) menunjukkan persentase sekitar 1% hingga 26%.
Butiran yang tertahan dengan ukuran lebih kecil dari
4,75 mm-0,075 mm berkisar 61% hingga 88% dan
butiran yang lolos saringan no. 200 (<0,075) berkisar
6% hingga 37%.
Berdasarkan persentase yang diperoleh dari uji saringan
ini, jenis tanah pada lokasi ini merupakan pasir dengan
keseragaman butir yang buruk atau SP (sand poorly
graded) dan pada kedalaman 36 meter merupakan pasir
dengan keseragaman butir yang baik atau SW (sand
well graded).

Indeks Plastisitas
Menurut Hardiyatmo (2006) indeks plastisitas
juga dapat menentukan jenis tanah serta kohesinya
(Tabel 4.5). Nilai indeks plastisitas yang selanjutnya
disebut dengan PI, pada setiapconto tanah berbeda dan
diambil rentang nilainya. Rentang nilai PI pada lokasi
DH-01 yaitu 6% hingga 64% dimana mayoritas nilai PI
lebih besar dari 17%. Nilai PI ini menunjukkan tanah
yang bersifat plastisitas tinggi, jenis tanah lempung dan
bersifat kohesif berdasarkan Tabel 4.5.
Rentang nilai PI pada lokasi DH-02 yaitu 11%
hingga 90% dimana mayoritas nilai PI lebih besar dari
17%. Berdasarkan Tabel 4.5, nilai PI ini menunjukkan
tanah yang bersifat plastisitas tinggi, macam tanah
lempung dan bersifat kohesif (Hardiyatmo, 2006).
Nilai PI pada lokasi DH-02 yaitu 7% hingga 84%
dimana mayoritas nilai PI lebih besar dari 17%.
Berdasarkan Tabel 4.5 nilai PI ini menunjukkan tanah
yang bersifat plastisitas tinggi, macam tanah lempung
dan bersifat kohesif.
Analisis Uji Saringan
Distribusi ukuran besar butir tanah pada lokasi
DH-01 untuk kedalaman berbeda ditunjukkan pada
Gambar 4.11. Kedalaman conto tanah hingga 42.5
meter, butiran yang tertahan pada saringan no. 4 (>4,75
mm) menunjukkan persentase sekitar 0% hingga 27%.
Butiran yang tertahan dengan ukuran lebih kecil dari
4.75 mm- 0,075 mm berkisar 71% hingga 99% dan
butiran yang lolos saringan no. 200 (<0,075) berkisar
1% hingga 9.5%.
Berdasarkan persentase yang diperoleh dari uji
saringan ini, jenis tanah pada lokasi ini merupakan pasir
dengan keseragaman butir yang buruk atau SP (sand
poorly graded) dan pada kedalaman 36 dan 37 meter

Gambar 4.11. Grafik distribusi besar butir DH-01

Gambar 4.12. Grafik distribusi besar butir DH-02

Nilai koefisien konsolidasi (Cv) untuk


beberapa conto tanah dari daerah penelitian (Tabel 4.6),
yang memperlihatkan nilai Cv semakin besar dengan
penambahan kedalaman lapisan tanah. Hal ini
menunjukkan bahwa tanah lempung pada bagian yang
lebih dalam di daerah penelitian lebih kompresibel atau
lebih mudah mengalami konsolidasi.

Gambar 4.13. Grafik distribusi besar butir DH-03

Klasifikasi Tanah (USCS)


Klasifikasi tanah pada USCS dikelompokkan
berdasarkan nilai batas cair dan nilai indeks plastisitas
(Gambar 4.14). Pada seluruh lokasi pengeboran (DH01, DH-02, dan DH-03), conto tanah tanah yang
berbutir halus (sampel N-SPT), didominasi oleh jenis
MH/OH yaitu lanau inorganik atau organik yang
memiliki nilai plastisitas tinggi.

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH PONDASI


DALAM
Pondasi dalam adalah pondasi yang
meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu
yang terletak jauh dari permukaan
Untuk menghitung daya dukung pondasi dalam
khususnya tiang pancang penulis menggunakan rumus
dari Meyerhoff (1965) dibawah ini :

Gambar 4.14. Diagram plastisitas untuk klasifikasi tanah


USCS

P =(qc*Ap)/3 + (JHL*Ka)/5
dimana: P = Daya dukung tiang pancang ijin (kg)
qc = Nilai konus (kg/cm)
Ap = Luas penampang tiang pancang (cm)
Ka = Keliling penampang tiang (cm)
JHL= Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
SF = faktor keamanan sebesar 3 dan 5
Perhitungan daya dukung satu tiang pancang
pada daerah penelitian dilakukan pada kedalaman 10-30
meter dengan interval 2 meter. Dengan data tiang
pancang :

Pada seluruh lokasi pengeboran tetapi pada


kedalaman yang relatif sama, terdapat jenis tanah yang
sama yaitu lanau inorganik atau organik yang memiliki
plastisitas rendah, disebut juga ML/OL. Pada lokasi
DH-01 terdapat pada kedalaman 12 meter, lokasi DH02 terdapat pada kedalaman 16 meter dan pada lokasi
DH-03 terdapat pada kedalaman 20 meter.

Diameter tiang pancang (D)


Keliling tiang pancang (Ka)

: 50 cm
: . 50 cm
= 157 cm
Luas tiang pancang (Ap) : . . D
: . . 50
= 1964 cm

Konsolidasi
Konsolidasi adalah suatu proses perubahan
volume tanah akibat keluarnya air pori yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan air pori dalam lapisan tanah
jenuh air yang diberi beban sampai terjadi kondisi
seimbang (Litbang Pekerjaan Umum, 2005). Pengujian
konsolidasi ini bertujuan untuk mendapatkan nilai
koefisien konsolidasi (Cv), yaitu parameter yang
menghubungkan perubahan tekanan pori terhadap
waktu.

Berikut ini adalah hasil perhitungan daya


dukung tiang pancang menggunakan rumus dari
Meyerhoff (Tabel 5.1).

10

Tabel 5.1 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data


CPTU.
Kode
lokasi

CPTU-03

CPTU-04

CPTU-05

CPTU-06

6,031

4283,58

138,576

12

204,200

5228,860

298,038

14

20,586

6381,36

214,036

16

9,221

6900,34

222,905

18

9,463

7543,24

243,269

20

10,430

8239,78

265,794

22

22,641

9128,28

301,713

Nilai qc
(kg/cm2)

Nilai JHL
(kg/cm)

Daya
dukung
tiang, P
(Ton)

5208,66

169,915

12

9,491
11,949

6111,44

199,898

14

133,540

7855,68

334,330

16

41,974

8898,02

307,135

24

12,082

10110,24

325,661

18

9,531

9585,54

307,500

26

27,719

12300,26

404,729

20

8,524

10392,16

332,192

22

13,239

11340,44

365,082

28

14,662

13828,5

444,210

24

14,891

12474,46

401,805

30

11,357

14893,2

475,508

26

41,087

16275,06

538,404

10

52,698

13971,620

473,613

28

43,667

20529,54

673,806

30

16,221

21783,800

695,255

12

23,721

16071,82

520,646

10

4,890

4959,64

159,076

14

62,290

17828,64

601,114

12

83,639

6167,22

248,591

16

22,754

18616,82

599,999

14

70,702

6712,58

257,260

16

9,000

7180,9

231,578

18

44,598

22577,7

738,786

18

6,139

7858,72

251,008

20

82,038

23668,02

797,567

20

8,275

8592,08

275,455

22

124,230

25076,56

869,462

22

9,645

9615

308,501

24

25,967

10923,68

360,318

24

147,250

26797,780

938,630

26

10,008

12413,62

396,695

28

58,491

13601,9

465,786

30

75,175

14789,72

514,041

10

63,247

4551,76

184,467

12

7,400

4869,18

157,877

14

7,197

5306,7

171,494

16

9,720

5950,98

193,395

18

25,432

6687,98

226,846

20

43,750

7346,26

259,528

22

30,399

10242,6

341,814

24

9,680

11385,76

364,176

26

10,779

12454,84

398,496

28

10,942

13037,62

416,918

30

118,610

14505,400

533,545

10

108,09

99441,08

367,493

12

48,886

11953,18

407,680

14

61,661

15015,4

512,286

16

88,542

19184,4

660,912

10

138,770

3140,34

189,558

12

44,826

4010,02

155,380

14

8,233

4319,9

141,159

16

9,522

4841,82

158,406

18

8,394

5426,92

176,056

20

28,989

6924,940

236,622

22

134,500

9702,42

392,999

24

10,329

11191,3

358,490

26

11,337

12193,34

390,642

28

12,103

13366,5

428,015

30

25,563

14933,62

486,080

Kedalaman (m)

10

CPTU-02

10

CPTU-08

CPTU-09

Secara umum, hasil perhitungan daya dukung


pada daerah penelitian memiliki nilai yang rendah,
karena pada daerah penelitian litologi penyusunnya
dominan lempung dan nilai tertinggi daya dukung
hanya 938,63 ton. Apabila beban bangunan yang
didirikan pada daerah penelitian lebih besar dari pada
daya dukung yang diijinkan, seperti yang disebutkan
diatas, maka akan terjadi penurunan akibat konsolidasi.
Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah
untuk pondasi tiang pancang, maka dapat diketahui
berapa jumlah tiang pancang yang diperlukan untuk
menopang berat bangunan bertingkat di suatu tapak.
Menurut Indarto (2005), berat lantai bangunan
bertingkat adalah 272,22 ton, dan berat atap adalah
196,224 ton. Jika mempertimbangkan bangunan tingkat
10 lantai (termasuk atap), maka berat total bangunan
(Wt) adalah 2646,204 ton. Tabel 5.2 menyajikan hasil
perhitungan jumlah tiang pancang yang diperlukan
untuk bangunan 10 lantai (termasuk lantai atas/ atap) di
setiap lokasi.
Tabel 5.2 Jumlah tiang pancang (L=10 m, D= 50 cm)
untuk beban bangunan tinggi 10 lantai untuk setiap
lokasi.

11

Lokasi

Daya dukung tiang


pancang (Ton)

Jumlah tiang
pancang

CPTU-02

169,915

16

CPTU-03

159,076

17

CPTU-04

184,467

14

CPTU-05

367,493

CPTU-06

189,558

14

CPTU-08

138,576

20

CPTU-09

473,613

2.

3.

Menurut Zakaria (2014), daya dukung tanah


dapat ditingkatkan dengan penambahan atau
pencampuran tanah dengan CaO sebanyak 15% dari
berat tanah. Pencampuran tanah dengan kapur (CaO)
dilakukan untuk meningkatkan variabel tanah dan
perkuatan daya dukung tanah pada kondisi tanah yang
sudah diperbaiki. Pencampuran CaO (mixing) dengan
tanah asli tersebut dilakukan dengan cara membuat
remolded sampel kemudian ditimbang beratnya,
kemudian ditambahkan CaO setiap 15% dari berat
tanah. Melalui percobaan, Zakaria (2014) berhasil
meningkatkan nilai sudut geser dalam, bobot isi dan
menurunkan nilai aktivitas lempung menjadi kurang
dari 1. Peningkatan nilai sudut geser dan bobot isi tanah
ini mempengaruhi nilai daya dukung menjadi lebih
besar hingga 4 kali lipat dari daya dukung awal yang
belum diperbaiki.

4.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Geomorfologi daerah penelitian berupa dataran
alluvial, tataguna Lahan berupa ladang,
pesawahan dan pemukiman.
Stratifikasi
daerah penelitian terdiri dari 3 satuan, terdiri
dari satuan yang tertua adalah satuan breksi,
satuan diatasnya adalah satuan pasir, dan
satuan termuda adalah satuan lempung.
Terdapat indikasi struktur pada daerah
penelitian
yang
ditunjukkan
dengan
pembelokan lapisan pada penampang yang
pengaruhi sistem subduksi aktif dari busur
sunda. Sejarah geologi daerah penelitian
Satuan breksi (Formasi Cibereum) merupakan
satuan tertua pada daerah penelitian.
Selanjutnya terendapkan satuan pasir (Formasi
Cibereum), Kemudian, terendapkan satuan
lempung yang menutupi seluruh permukaan di
daerah penelitian.

5.

6.

12

Berdasarkan pengujian in-situ (SPT), pada


kedalaman 0-30 meter didominasi oleh lapisan
lempung dengan nilai SPT 0-30 (sangat lunak
sangat kaku), sedangkan pada kedalaman 3040 meter didominasi oleh lapisan pasir dengan
nilai SPT 10 - >50 (medium-sangat padat).
Selanjutnya pada kedalaman 40-80 meter
didominasi oleh lapisan lempung dengan nilai
SPT 15 - >50 (sangat kaku keras), dan untuk
kedalaman 80-110 meter pada daerah
penelitian didominasi oleh lapisan pasir yang
memiliki nilai SPT >50 (sangat padat).
Berdasarkan data pengujian CPTU yang
dilakukan penggolongan lapisan
terbagi
menjadi 4 yaitu: didominasi oleh material
organik, dan lanau. Sedangkan untuk lempung
dan pasir hanya menempati beberapa bagian
saja pada kedalaman-kedalaman tertentu.
Lapisan tanah ini mengindikasikan bahwa
lingkungan
pengendapan
pada
daerah
penelitian adalah endapan danau, yang
ditunjukkan pada material penyusun tiap
lapisan berupa material sedimen lepas.
Berdasarkan uji batas-batas atterberg daerah
penelitian didominasi oleh lanau (MH) dengan
plastisitas yang tinggi dan indeks plastisitas
(PI) rata-rata menunjukkan plastisitas tinggi
(kohesif). Berdasarkan uji saringan, sampel
pasir (coarse grains) butirannya tidak
menunjukkan keseragaman (sand poorly
graded). Nilai koefisien konsolidasi (Cv) pada
DH-01 dengan kedalaman 7 meter 4,56x10-3
cm2/det dan kedalaman 12 meter 12,4x10-3
cm2/det. Pada DH-02 nilai koefisien
konsolidasi (Cv) dengan kedalaman 4,5 meter
0,48x10-3 cm2/det.
Berdasarkan perhitungan daya dukung untuk
tiang pancang pada daerah penelitian,
diperoleh nilai daya dukung terendah untuk
kedalaman 10 meter yaitu di lokasi CPTU-8
dengan nilai qc (kg/cm2) = 6,031 kg/cm, nilai
JHL (kg/cm2) = 4283,58 kg/cm, sedangkan
untuk daya dukung tiang pancang ijin P =
138,576 ton. Untuk daya dukung tertinggi pada
kedalaman 24 meter yaitu, di lokasi CPTU-09
dengan nilai qc (kg/cm2) = 147,25 kg/cm,
nilai JHL (kg/cm2) = 26797,78 kg/cm,
sedangkan untuk daya dukung tiang pancang
ijin P = 938,63 ton.
Berdasarkan nilai daya dukung tanah, maka
jumlah tiang pancang paling banyak untuk
mendukung beban bangunan tinggi adalah di
lokasi sekitar CPTU-08 karena lapisan tanah
mempunyai nilai daya dukung terkecil.

Darmawan, Alwin, 1998, Kajian Terhadap Hasil


Penyelidikan Geologi Teknik
Bendung Gampit,
Pulau Sumbawa, Buletin Geologi Tata Lingkungan, No.
25, Desember 1998: 37-44, Direktorat Geologi
Tata Lingkungan,
Bandung.

Saran
Dari hasil penelitian dan analisis yang telah
dilakukan akan lebih baik untuk kedepannya untuk
kepentingan pembangunan di wilayah Bandung bagian
timur. Untuk analisis daya dukung sebaiknya memakai
beberapa metode pengujian dan membandingkan
beberapa metode analisis daya dukung. Diharapkan
hasil yang dicapai akan lebih detail dan dapat lebih
akurat dalam membangun pondasi. jenis dan kekuatan
lapisan tanah yang bervariasi, maka perlu melakukan
penelitian lebih lanjut dengan metode lain, seperti
metode geofisika dan geoteknik untuk memahami lebih
mendalam kondisi geologi teknik pada beberapa titik
lainnya di lokasi penelitian ini.

Dermawan, Herwan,_______, Uji Berat Jenis tanah


ASTM D-854-02- Piknometer, Lab. Mekanika
Tanah, UPI.
Dermawan, Herwan,_______, Uji Batas-Batas Atterber
ASTM- D-4318-00, Lab. Mekanika Tanah,
UPI.
Dermawan, Herwan,_______, Uji Konsolidasi ASTMD-2435, Lab. Mekanika Tanah, UPI.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Herwan,_______, Uji Saringan (Sieve


Analysis) ASTM- D-1140, Lab. Mekanika
Tanah, UPI.

Abidin, H.Z., Andreas, H., Gamal, M., Wirakusumah,


A.D., Darmawan, D.W., Deguchi, T, dan
Maruyama, T. (2008) : Land Subsidence
Characteristic of The Bandung Basin,
Indonesia, as Estimated From GPS and InSAR,
Journal of Applied Geodesy, 2, 167-177.

Dermawan,
Herwan,_______,
Uji
Triaksial
Unconsolidated Undrained ASTM D-2850-95,
Lab. Mekanika Tanah, UPI.
Endah Utami, Tri dan Hermawan, 2003, Perbandingan
Nilai Daya Dukung Pondasi Dangkal
Berdasarkan Data Sondir Dan Parameter Tanah
Pada Satuan Lempung Endapan Rawa (Qs) Di
Daerah Kab. Musi, Sumatra Selatan, Buletin
Geologi Tata Lingkungan, Vol. 15 No. 2,
September 2003: 110-116, Direktorat Geologi
Tata Lingkungan, Bandung.

Abidin, Gumilara I, Lambok M. Hutasoit, Dudung M.


Hakim, Teguh P. Sidiq, Heri Andreas, 2013,
Land subsidence in Bandung Basin and its
possible caused factors, Procedia Earth and
Planetary Science, Elsevier.
Alzwar, M., Akbar, N. dan Bachri, S., 1992. Peta
Geologi Lembar Garut dan
Pameungpeuk,
Jawa, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.

Eko W., Bambang, 2014, Pengaruh Penambah Kaur


Pada Inti Bendungan terhadap Besarnya Debit
Rembesan, UPI.

Soerodikoesoemo, W. dan Sunaryo Keman, 1998,


Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan
Tesis, Cetakan ketiga, Universitas Gajah Mada.

Hardiyatmo, H.C., 2002. Mekanika Tanah I, Edisi


Ketiga, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bell, F.G., 2007. Engineering Geology, Second Edition,


Elsevier, Oxford.

Hardiyatmo, H.C., 2006. Mekanika Tanah


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bronto, Sutikno dan Udi Hartono, 2006, Potensi sumber


daya geologi di daerah
Cekungan Bandung dan
Sekitarnya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1
No.1
Maret 2006: 9-18, Pusat Survei
Geologi, Bandung

II,

Hutasoit L.M, 2009, Kondisi Permukaan Air Tanah


dengan dan tanpa peresapan buatan di daerah
Bandung: Hasil Simulasi Numerik, Jurnal
Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 3 September
2009: 177-188.

Craig, R. F., 1989, Mekanika Tanah, Edisi IV, Jakarta:


Erlangga.

Litbang Pekerjaan Umum, 2005, Pedoman Analisis


Daya Dukung Tanah Pondasi Dangkal
Bangunan Air, Badan Litbang PU, Departemen
Pekerjaan Umum

Dam, M. A. C, 1994, The Late Quartenary Evolution Of


The Bandung Basin, West Java, Indonesia,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Marchetti S., Monaco P.,Totani G. and Calabrese M.,


2001, The Flat Dilatometer Test (DMT) in Soil

13

Investigations, A Report by the ISSMGE


Committee TC16. Proc. IN SITU 2001, Inter.
Conf. On In situ Measurement of Soil
Properties, Bali, Indonesia, May 2001: 41.

Jumlah Lapisan Perkuatan, Jurnal Teknik Sipil


dan Lingkungan, Vol. 2, No. 3, September
2014.
Pustaka online:

Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa


Barat, ITB, Bandung

Syarief, E.A, 2013, Tata Cara Pemetaan dan


Penyelidikan Geologi Teknik, Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
http://pag.bgl.esdm.go.id/?q=content/tata-carapemetaan-dan-penyelidikan-geologi-teknik
diakses tanggal 7/4/2015 pukul 17:12 WIB

Mayne, Paul, W., James A. S., Gina K.M., 1999, Small


and Large Strain Soil Properties From flat
dilatometer test, Balkerna, Rotterdam ISBN
9058090752.
Mitchell, J.K. dan Soga, K., 1976. Fundamentals of Soil
Behavior, Wiley
Moeno, Hadi U., 2011, Penentuan Parameter Geoteknik
Tanah Residual TropisMelalui Pengujian
Dilatometer, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 18 No.
1.
Monaco, P, Marchetti, S., Totani, G., and Calabrese,
M., 2005, Sand liquefiability assessment by
Flat Dilatometer Test (DMT), Proc. 16th
ICSMGE Engineering, Osaka, Japan.
Palar, H., S. Monintja, Turangan A. E., A. N. Sarajar,
2013, Pengaruh Pencampuran Tras Dan kapur
Pada Lempung Ekspansif Terhadap Nilai Daya
Dukung, Jurnal Sipil Statistik, Vol. 1 No. 6.
Price, D.G, 2009, Engineering Geology Principles and
Practice, Springer.
Silitonga, P.H., 1973. Peta Geologi Lembar Bandung,
Jawa, skala 1:100.000. Direktorat Geologi,
Bandung.
Sosrodarsono, S dan Nakazawa, Kazuto, 2000,
Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Cetakan
VII, Jakarta: Pradnya Paramita.
Sumantyo J.T.S., Shimada M., Mathieu P., Abidin H.Z.
(2012), Long-term consecutive DInSAR for
volume change estimation of land deformation,
IEEE Transactions on Geoscience and Remote
Sensing, 50, 259 270.
Talbot, M.R. & Allen, P.A., 1996. Lakes. Dalam
Reading, H.G., Sedimentary Environments:
Processes, Facies and Stratigraphy, 3rd
edition. Blackwell science, Oxford: 83124.
Usman, Angelina, 2014, Studi Daya Dukung Pondasi
Dangkal Pada Tanah Gambut Menggunakan
Kombinasi Perkuatan Anyaman Bambu Dan
Grid Bambu Dengan Variasi Lebar Dan

14

Anda mungkin juga menyukai