Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PENYAKIT GAGAL GINJAL

Dosen: Doni Anshar Nuari, S.Si.,Apt

Oleh:
Kelompok 9
Febrina Susilawati
Fika Magfiroh
Rahmah
Zia Anjar Watin
M. Noraidi Nafarin
Tria Wulandari
Nuniek

24041315346
24041315348
24041315373
24041315384
24041315410
24041315433

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2016
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
PENYAKIT GAGAL GINJAL
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Garut, 20 Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih

yang

terdiri atas organorgan tubuh yang berfungsi memproduksi maupun


menyalurkan air seni ke luar tubuh. Ginjal memainkan peran-peran kunci
dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan
produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat
elektrolit-elektrolit

didalam

tubuh,

mengontrol

tekanan

darah,

dan

menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.


Ginjal berlokasi dalam perut ke arah kebelakang, normalnya satu pada
setiap sisi dari spine (tulang belakang). Mereka mendapat penyediaan darah
melalui arteri-arteri renal secara langsung dari aorta dan mengirim darah
kembali ke jantung via vena-vena renal ke vena cava. Istilah renal berasal
dari nama Latin untuk ginjal.
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangann
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang
semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja
sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis
gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Tanda adanya
gangguan ginjal sangat bervariasi. Ada yang lama tidak menampakkan tanda
atau gejala sama sekali ,baru belakangan timbul keluhan. Pada dasarnya,
adanya keluhan yang tidak begitu menonjol pada seseorang harus dipikirkan
kemungkinan hal itu disebabkan oleh gangguan pada ginjalnya.
1.2.

Rumusan Masalah
a. Definisi penyakit gagal ginjal
b. Etiologi dan pathogenesis penyakit gagal ginjal

c.
d.
e.
f.

Klasifikasi penyakit gagal ginjal


Gejala klinis dan diagnosa penyakit gagal ginjal
Komplikasi penyakit gagal ginjal
Terapi farmakologi dan nonfarmakologi serta terapi khusus penyakit gagal
ginjal

1.3.

Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, etiologi, pathogenesis, klasifikasi, gejala klinis,
diagnosa, komplikasi, terapi farmakologi dan nonfarmakologi serta terapi
khusus pada penyakit gagal ginjal

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Definisi
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin.
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang
semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja

sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis


gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.

Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus

(Glomerulus Filtrat Rate/GFT) yang terjadi selama beberapa jam hingga


beberapa minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk buangan,
termasuk urea dan kreatin.Tenaga medis menggunakan kombinasi nilai
kreatinin serum (Scr) dgn perubahan pada Scr atau pengeluaran urin (Urine
Output/UOP) sebagai kriteria primer untuk mendiagnosis ARF.
Definisi ini didasarkan atas keparahan dari ginjal mulai dari resiko
disfungsi (Risk), Kerusakan (Injury), kegagalan fungsi ginjal (Failure),
kehilangan fungsi (Loss), gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
Disease).Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. GGA
biasanya disertai dengan oliguria (pengeluaran kemih <400 mL/hari).
Adapula tipe GGA non-oligouria (30-60% kasus GGA) dimana pengeluaran
kemih melebihi 400 mL/hari dan dapat mencapai 2L/hari. Secara klinis,
istilah nekrosis tubular akut (NTA) sering dipakai untuk GGA. Tapi hal ini
tidak sepenuhnya benar karena tidak semua penderita GGA mengalami NTA.

Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease/CKD) adalah kehilanga

fungsi ginjal progresif, yang terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,


yang dikarakterisasi dengan perubahan struktur normal ginjal secara bertahap
disertai fibrosis interstisial. CKD dikategorikan menurut tingkst fungsi ginjal.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu keadaan menurunnya fungsi
ginjal yang bersifat kronik, progresif dan menetap berlangsung. Beberapa
tahun

pada

keadaan

ini

ginjal

kehilangan

kemampuannya

untuk

mempertahankan volume dan cairan tubuh dalam keadaan asupan diet

normal. Penderita yang berada pada stadium akhir untuk mempertahankan


kelangsungan hidupnya diperlukan terapi penganti yaitu hemodialisis (HD),
peritoneal dialysis mandiri berkesinambungan Continuos Ambulatory
Peritoneal dialysis (CAPD) atau transplantasi ginjal.
2.2.

Prevalensi

Gambar : Prevalensi Gagal Ginjal Kronis > Tahun lebih besar


Berdasarkan grafik diatas prevalensi nasional penderita gagal ginjal kronis
sebesar 0,2%. Adapun provinsi yang mempunyai prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (0,5%) dan ada 7 provinsi yang mempunyai prevalensi terendah.
Dan berdasarkan gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis
individu menunjukkan bahwa secara nasional 0,2% penduduk Indonesia
menderita penyakit gagal ginjal kronis. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita gagal ginjal kronis
(0,2% x 252.124.458 jiwa* = 504.248 jiwa). Suatu kondisi yang cukup
mengejutkan.
2.3.

Etiologi
Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal
intrinsik difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif
akan berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar
ginjal, seperti nefropati obstruktif dapat menyebabakan kelainan ginjal

intrinsik dan berakhir dengan penyakit ginjal kronik (Sukandar, 2006).


Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal
progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti
lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener.
Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes
mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir
dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan
dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit
menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan
myeloma (Sukandar, 2006). Istilah glomerulonefritis digunakan untuk
berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara
umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinis glomerulonefritis
mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan
urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association dalam Soegondo (2005)
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai


the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh
dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih
banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.
Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya (Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg . Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau
disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998). Penyakit ginjal hipertensif
(arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyebab penyakit
ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal
ginjal kronik kurang dari 10% (Sukandar, 2006).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan
atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan
ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di
korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain
yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult
polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi
pada usia di atas 30 tahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan
pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar
60%. Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal

polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20% (Sukandar, 2006). Kirakira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan penyakit
ginjal kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom
nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar,
2006). Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan
dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated
jarang dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papilla
renalis yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2006).
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
(2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab
AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.

2.4.

Patogenesis
Berbagai faktor etiologi sebenarnya merusak ginjal dalam heterogen
Cara Misalnya , lesi struktural utama di diabetes nefropati adalah ekspansi
mesangial glomerulus . dalam hipertensi m nephrosclerosis , itu adalah
hyalinosis dari arteriol ginjal , dan di polikistik.
Penyakit ginjal itu adalah pengembangan dan pertumbuhan kista
ginjal. Berbagai perubahan glomerulus morfologis telah tercatat terjadi,
tergantung pada diagnosis utama glomerulonefritis tersebut. Kehadiran atau
paparan hasil faktor risiko inisiasi hilangnya massa nefron. Nefron hipertrofi
tersisa untuk mengimbangi untuk hilangnya fungsi ginjal dan nefron mass.
Awalnya ini hipertrofi kompensasi mungkin adaptif . Namun dari waktu ke
waktu hipertrofi yang sering menjadi maladaptif dan mengarah ke
pengembangan hipertensi glomerulus, mungkin dimediasi oleh angiotensin II.
Angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat dari kedua aferen dan
eferen arteriol, istimewa mempengaruhi arteriol eferen , yang mengarah ke
peningkatan tekanan dalam kapiler glomerulus . pembangunan hipertensi
intraglomerular umumnya berkorelasi dengan pembangunan hipertensi arteri
sistemik. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa tekanan kapiler
intraglomerular tinggi merusak sizeselective yang fungsi penghalang
permeabilitas glomerulus , dan hasil di albuminuria dan Proteinura.
Proteinuria dihasilkan diduga mempercepat progresif hilangnya nefron
karena langsung kerusakan sel. protein yang disaring terdiri dari albumin,
transferin, melengkapi faktor, imunoglobulin, sitokin, dan angiotensin II,
yang memiliki berbagai molekul bobot. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa kehadiran protein ini dalam tubulus ginjal mengaktifkan
sel tubular yang menyebabkan produksi diregulasi dari inflamasi dan
vasoaktifsitokin, seperti endotelin, protein monosit chemoattractant (MCP1), dan RANTES (diatur pada saat aktivasi, T - sel yang normal diekspresikan
dan disekresikan. Mengumpulkan bukti sekarang menunjukkan bahwa
aktivasi komplemen intratubular mungkin mekanisme kunci kerusakan
progresif Proteinuria nephropathies.88-90 proteinuric dikaitkan dengan

aktivasi komponen komplemen pada membran apikal proksimal tubules.91


peristiwa ini akhirnya menyebabkan jaringan parut dari interstitium , dan
hilangnya progresif struktural unit nefron , dan akhirnya fungsi (dikurangi
GFR )
a. Patogenesis Gagal Ginjal Akut
Apapun penyebabnya, semua bentuk gagal gijal akut, juika tidak
diobati menyebabkan nekrosis tubular akut disertai pengelupasan sel-sel
yang membentuk tubulus ginjal. Bergantung pada saat intervensi antara
awitan cedera awal dan nekrosis tubular akut. Mekanisme molekular pasti
yang menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut masih belum
diketahui. Menurut teori tubulus, oklusi lumen tubulus oleh debris seluler
membentuk silinder yang meningkatkan tekanan intratubulus sehingga
cukup besar untuk mengalahkan tekanan perfusi sehingga tekanan filtrasi
netto berkurang atau lenyap. Teori vaskuler menyarankan bahwa
penurunan perfusi ginjal dari kombinasi vasokontriksi arteriol afren dan
vasodilatasi arteriol efren menurunkan tekanan perfusi glomerulus dan
karenanya filtrasi glomerulus.
Mungkin kedua mekanisme tersebut berperan dalam menyebabkan
gagal ginjal akut dengan besar pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap
kasus, bergantung pada kausa dan saat pasien datang. Studi-studi
mengisyaratkan bahwa salah satu konsekuensi hipoksia berupa gangguan
perlekatan sel epitel tubulus yang menyebabkan eksfoliasi sel-sel tersebut
dan perlekatan sel tersebut pada sel lain ditubulus sehingga terjadi
obstruksi tubulus maupun hipoperfusi vaskular, diperparah oleh keadaan
hipoksik medula ginjal yang meningkatkan resiko iskemia. Riset
menunjukkan bahwa sitokin dan peptida endogen seperti endotelin dan
regulasi produksi zat-zat tesebut dapat menjelaskan mengapa setelah
terkena serangan toksik yang sama sebagian pasien mengalami gagal
ginjal akut sementara yang lain tidak dan mengapa sebagian orang dengan
gagal ginjal akut pulih dan sebagian lagi tidak. Tampaknya bahwa produkproduk ini bersama dengan pengaktifan komplemen dan neutrofil,

meningkatkan vasokontriksi dan medula ginjal yang sudah mengalami


iksemia dan dengan cara ini memperparah derajat cedera hipoksik yang
terjadi pada gagal ginjal akut (Ganong, 2010).
b. Patogenesis Gagal Ginjal Kronis
1)

Terbentukya gagal ginjal kronik


Patogenesis gagal ginjal akut sangat berbeda dari patgenesis
gagal ginjal konik. Sementara cedera ginjal akut menyebabkan
kematian dan terlepasnya sel-sel epitel tubulus yamg sering diikuti dari
rgenerasi sel tersebut beserta pemulihan arsitektur normal, cedera
kronik menyebabkan hilangnya nefron secara ireversibel. Akibatnya,
nefron yang tersisa menerima beban kerja yang lebih besar dan
bermanifestasi sebagai peningkatan tekanan filtrasi glomerulus dan
hiperfiltrasi.

Oleh sebab-sebab yang belum jelas, hiperfiltrasi

kompensatorik iniyang dianggap dari suati bentuk hipertensi di


tingkat nefron, memicu fibrosis dan membentukan jaringan parut
(skerosis glomerulus). Akibatnya, laju dektrusi dan penyusutan efron
meningkat sehingga perkembangan menjadi uremia yaitu kompleks
gejala dan tanda yang terjadi jika fungsi ginjal yang tersisa menjadi
kurang memadai, bertambah cepat.
Karena cadangan fungsional ginjal yang sangat besar, hingga
50% nefron dapat lenyap tanpa timbulnya tanda-tanda fungsional dalam
jangka pendek. Hal ini merupakan alasan mengapa orang dengan dua
ginjal sehat dapat mendonasikan satu ginjal mereka utuk transplantasi.
Jika LFG teru berkurang sehingga tersisa hanya 20% kapasitas ginjal
semula, azotemia (peningkatan kadar darah produk-produk yang scara
normal diekskresikan oleh ginjal) akan terjadi. Bagaimanapun pasien
mungkin akan asimtomatik karena tercapai keadaan kesetimbangan
baru saat kadar produk-produk tersebut dalam darah belum cukup tinggi
untuk menimbulkan toksisitas yang nyata. Namun, bahkan pada saat
fungsi ginjal yang seolah-olah stabil ini, terjadi evolusi (yang
dipercepat oleh hiperfiltrasi) menuju gagal ginjal kronik staduim akhir.

10

Selain itu karena pasien dengan tingkat LFG seperti ini tidak memiliki
cadangan fungsional yang memadai, mereka mudah mengalami uremia
jika mendapat srees tambahan ( infeksi, obstruksi, dehidrasi atau obat
nefrotik) atau mengalami keadaan katabolik yang disertai oleh
peningkatan pertukaran/pergantian produk-produk yang mengandung
nitrogen disertai penurunan LFG (Ganong, 2010).
2) Patogenesis uremia
Patogenesis gagal ginjal kronik sebagian berasal dari kombinasi
efek toksik
a)

tertahannya produk-produk yang normalnya diekskresikan oleh


ginjal (produk yang mengandung nitrogen dari metabolisme protein),

b)

produk normal seperti hormon yang kini terdapat dalam jumlah lebih
banyak

c)

berkurangnya produk normal ginjal (berkurangnya eritroprotein).


Kegagalan ekskresi juga menyebabkan pergeseran cairan,

berupa peningkatan Na+ intrasel dan air serta penurunan K+ intrasel.


Perubahan ini mungkin ikut berperan menyebabkanperubahan samar
pada fungsi beragam enzim, sistem transpor dan sebagainya. Akhirnya
uremia menimbulkan sejumlah efek pada metabolisme yang saat ini
belum sepenuhnya dipahami, termasuk penurunan suhu, tubuh basal
(mungkin akibat penurunan aktivitas Na+ K+ ATP ase) dan
menurunnya aktivitas lipoprotein lipase yang disertai percepatan
aterosklerosis (Ganong, 2010).
2.5. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal
Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcome Quality Initiative (KDOQI) telah menyusun pedoman praktis
penatalaksanaan klinik tentang evaluasi, klasifikasi, dan stratifikasi penyakit
ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi
selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda
kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal,

11

diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus
kurang dari 60ml/menit/1,73m2. Batasan penyakit ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1. kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
kelainan patalogik
petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, seperti terlihat pada tabel 2.
klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan,
stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium 4
kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5
adalah gagal ginjal
Tabel 2. Laju filtrasi glomerulus dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadiu
m
1.
2.
3.
4.
5.

Fungsi Ginjal

Laju Filtrasi Glomerolus (ml/menit/1,73m2 )

Normal/meningkat
Penurunan ringan
Penurunan sedang
Penurunan berat
Gagal ginjal

90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria)


60-89
30-59
15-29
< 15

Klasifikasi etiologi Acute Kidney Injury (AKI) (robert sinto,


2010)

12

AKI prarenal

I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular
- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi
- usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh
- Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase),
- Melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik),
- Melalui kulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer
- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan
(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus,
- amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi
- kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),
- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi
- tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,
- sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

13

- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen


- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia

AKI Renal

I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,
- diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,
kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,
- pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,
hemolisis,
- asam urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri,
viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),
- idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,
sulfonamida

AKI Pascarenal

VI. Rejeksi alograf ginjal


I.Obstruksi ureter

14

- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi


eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,
keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis

AKI prarenal gagal ginjal adalah penyebab yang terjadi akibat


kurangnya aliran darah ke ginjal. Penyakit-penyakit ini mencakup
penurunan volume intravaskular, lesi struktural di arteri ginjal, efek obat
terhadap aliran darah ke ginjal atau hipoperfusi sebab apapun yang
menyebabkan hiperpofusi ginjal.
Sebagian pasien yang bergantung pada vasodilatasi yang
diperantarai oleh prostaglandin untuk mempertahankan hipoperfusi ginjal
dapat mengalami gagal ginjal hanya karena telah menelan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Dengan demikian juga pasien dengan
hipoperfusi ginjal (akibat stenosis a renalis, gagal jantung kongestif, atau
penyakit pembuluh halus intrarenal) yang bergantung pada vasokontriksi
(yang diperantarai oleh angiotensi II) arteriol ginjal eferen untuk
mempertahankan tekanan perfusi ginjal dapat mengalami gagal ginjal akut
jika mengonsumsi inhibitor ACE.
AKI intrarenal adalah penyakit yang menyebabkan kerusakan
nefron secara langsung dan bukan tak langsung sebagai konsekuensi
sekunder penurunan perfusi atau obstruksi. Seperti telah disebutkan, kausa
intrarenal mencakup penyakit spesifik ginjal serta penyakit sistemik
dengan manivestasi yang mencolok di ginjal. Sebagian penyakit ini
bermanifestasi secara glomerulus, sementara yang lain terutama mengenai
tubulus. Didalam setiap kategori, penyakit dapat dibedakan berdasarkan
kausa spesifik atau fenotipe serta manifestasinya.

15

AKI pascarenal adalah yang berkaitan dengan obstruksi saluran kemih, baik
akibat batu ginjal, lesi struktural (tumor, hiperplasia prostat, atau striktur)
atau kelainan fungsional (spasme, atau efek obat) (Ganong, 2010).
2.6. Gejala Klinis
b. Gejala Klinik Pada Gagal Ginjal Akut
1) Manifestasi klinik dari penyakit ini sulit dikenal dan tergantung pada
kondisi pasien. Pasien rawat jalan biasanya tidak mengalami kondisi
akut, sedangkan pasien rawat inap umumnya mengalami ARF setelah
kejadian katastrofik.
2) Gejala pada pasien rawat jalan umumnya berupa perubahan pada
kebiasaan urinasi, berat badan, atau nyeri pada sisi tubuh. Tenaga medis
biasanya dapat mengenali gejala sebelum dikeluhkan oleh pasien.
3) Gejala termasuk edema, urin berwarna atau berbusa, penurunan volume
urin, dan terjadi hipotensi ortostatik.
c. Gejala Klinik Pada Gagal Ginjal Kronik
1) Perkembangan dan kemajuan Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney
Disease/CKD) tidak dapat diprediksi. Pasien dengan kondisi CKD
tahap 1 atau 2 umumnya tidak mengalami gejala atau gangguan
metabolik yang umumnya dialami pasien CKD tahap 3 sampai 5, yakni
anemia, hiperparatiroid sekunder, gangguan kardiovaskuler, malnutrisi,
serta abnormalitas cairan dan elektolit yang merupakan petanda
kerusakan fungsi ginjal.
2) Gejala uremik (kelelahan, lemah, nafas pendek/tersengal-sengal,
gangguan mental, mual, muntah, perdarahan, dan anoreksia) umumnya
tidak muncul pada tahap 1 dan 2 , terjadi minimal pada tahap 3 dan 4,
serta umum terjadi pada pasien CKD tahap 5 yang biasanya mengalami
gatal dikulit, intoleransi cuaca dingin, kenaikan berat badan, dan
neuropati periferal.
3) Gejala tanda uremia adalah dasar penentuan pemerian terapi
penggantian ginjal (RRT/Renal Replacement Therapy).
2.7. Diagnosa
a. Metode biokimia
1) Pemeriksaan kimia urine
Tes kimia terhadap urine telah sangat disederhanakan dengan
digunakannya carik kertas impregnasi yang dapat mendeteksi zat-zat

16

seperti glukosa, aseton, billirubin, protein, dan darah. Kadar ph urine


juga dapat diukur dengan uji dipstik. Yang penting pada penyakit
ginjal adalah deteksi adanya protein atau darah dalam urine,
pengukuran osmolalitas atau berat jenis.
a) Proteinuria
Orang dewasa normal dan sehat mengeksresi sedikit protein dalam
urine hingga 150mg/hari terutama terdiri dari albumin dan protein.
Proteinurea yang lebih dari 150mg/hari dianggap patologis.
b) Hematuria
Uji dipstik untuk mengetahui adanya darah merupakan uji
penapisan yang baik untuk hematuria. Apabila hasilnya positif,
harus dilakukan pemeriksaan mikroskopik urine.
c) Konsentrasi Ion Hidrogen
Pada orang dewasa sehat, pH urine berkisar antara 4,5-8,0 tetapi
rata-rata spesimen urine yang dikumpulkan cukup asam, pH 6,0
dengan adanya metabolit-metabolit asam yang dihasilkan oleh
proses kerusakan jaringan tubuh normal dan nutrien.
d) Berat Jenis
Pengukuran berat jenis biasanya dilakukan dalam klinik untuk
menentukan konsentrasi urine berat jenis diukur dengan kapasitas
pengapungan hidrometer atau urinumeter dalam suatu silinder yang
terisi.
2) Laju filtrasi gloumerulus
Salah satu indeks fungsi ginjal yang terpenting adalah laju
filtrasi gloumerulus (GFR) yang memberi informasi tentang jumlah
jaringan ginjal yang berfungsi.
a) Uji Bersihan Kreatinin
Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan
dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan dieksresi
dalam urine dengan kecepatan yang sama.
b) Kreatinin Plasma dan Nitrogen Urea Darah
Konsentrasi kreatinin plasma dan nitrogen urea darah (BUN) juga
dapat digunakan sebagai GFR. Konsentrasi BUN normal besarnya
sekitar 10-20 mg/100ml, sedangkan konsentrasi kreatinin plasma
besarnya 0,7 sampai 1,5mg/100ml.
3) Tes fungsi tubulus

17

Sejumlah tes telah dilakukan untuk menilai fungsi dan


integritas tubulus ginjal. Fungsi tubulus adalah tereabsorbsi selektif
dari cairan tubulus dan sekresi kedalam lumen tubulus dari zat-zat
beredar dalam kapiler-kapiler peritubular ataupun dibentuk oleh selsel tubulus.
a Tes Eksresi PSP
PSP merupakan zat warna tidak beracun, yang terutama disekresi
ketubulus proksimal. Daya ikat PSP pada protein plasma demikian
tinggi sehingga hanya sekitar 4% saja yang dieksresi oleh filtrasi
gloumerulus. Makna utama tes eksresi PSP adalah untuk deteksi
b

dini gangguan fungsi dalam perjalanan klinis penyakit ginjal.


Tes Eksresi PAH
Para-aminohipurat (PAH) adalah suatu zat yang difiltarsi oleh
gloumerulus dan diseksresi oleh tubulus proksimal. Bila dalam
diberi dalam konsentrasi rendah pada manusia, maka sekitar 92%
akan dibersihkan dalam 1 sirkulasi melalui ginjal. Oleh karena itu,
tes ini merupakan cara yang sangat cermat untuk mengukur aliran

plasma ginjal (RPF).


Tes Pemakatan dan Pengenceran
Pengukuran berat jenis urine sesudah pembatasan air merupakan
cara pengukuran yang sensitif untuk mengatahui kemampuan
tubulus ginjal dalam mengabsorbsi air dan menghasilkan urine
yang pekat. Fungsi ginjal dianggap normal bila berat jenis

spesimen urine pagi hari sebesar 1,025 atau lebih.


Tes Pengasaman Urine
Tes ini dirancang untuk mengunkur kapasitas maksimal ginjal
dalam mengeksresi asam, dan tes ini khusus ditujukan untuk

mendiagnosis penyakit asidosis tubulus ginjal.


Tes Konservasi Natrium
Orang sehat dapat memproduksi urine yang sepenuhnya bebas
natrium asal dietnya bebas natrium. Pada penyakit ginjal
kemampuan kenservasi natrium mungkin hilang dan beberapa
pasien kehilangan lebih banyak natrium dari jumlah yang
dimakannya sehingga akibatnya terjadi penurunan volume plasma,

18

penurunan GFR, dan makin cepat timbulnya gagal ginjal. Tes


konservasi natrium kadang-kadang digunakan untuk menentukan
berapa banyak natrium yang diperlukan dalam diet pasien nefritis
yang kehilangan garam.
Metode Morfologik :
Cara diagnostik pada penyakit ginjalyang terutama bersifat morfologik adalah
yang pemeriksaan mikroskopik urine, pemeriksaan radiologi ginjal, dan
pemeriksaan biopsi ginjal. Cara-cara ini akan dibahas secara singkat.
1 Pemeriksaan mikroskopik urin
Pemeriksaan mikroskopik urine dilakukan pada spesimen urine yang baru
saja dikumpulkan, kemudian spesimen ini disentrifugasi , endapannya
2

disuspensikan dalam 0,5 ml urine.


Pemeriksaan bakeriologik urin
Pada dasarnya urine steril, dan jumlah bakteri yang dapat menunjukkan
adanya infeksi traktus urinarius (UTI) (ginjal, vesika urinaria, atau uretra)
atau prostatitis.
Agar pemeriksaan urine secara bakteriologi ini dapat dipertanggungjawabkan, maka spesimen yang digunakan harus bebas kontaminasi

bakteri dari uretra, genetalia eksterna, dan premium.


Pemeriksaan Radiologi
Sejumlah tindakan radiologi dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem
urinarius. Urogram ekskretorik atau pielogram intravena (IVP) merupakan
pemeriksaan radiologi ginjal yang terpenting, paling sering dilakukan, dan
biasanya dilakukan pertamakali.
a Piclogram Intravena (IVP)
Prosedur yang lazim pada IVP adalah : fotopolos radiografi
abdomen yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media
kontras intravena. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit selama
5 menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh
b

gambaran korteks ginjal.


Ultrasonografi Ginjal
Gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) yang diarahkan
ke

abdomen

dipantulkan

oleh

permukaan

jaringan

yang

densitasnya berbeda. Gelombang pantul atau echo digunakan untuk

19

membentuk bayangan (sonogram) yang menyatakan bagian-bagian


c

ginjal.
Sistouretrogram Berkemih
Tindakkan inimencakup pengisian vesika urinaria dengan zat
kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih bagian bawah
sebelum, selama dan sesudah mengosongkan vesika urinaria.
Kegunaan diagnostiknya terutam untuk mencari kelainan-kelainan
pada uretra dan untuk menentukkan apakah terdapat refluks
vesikouretra.

CT scan
Memberikan pemecahan masalah dalam penggunaan media kontras
jauh lebih baik bila dibandingkan dengan radiografi yang
konvensional, karena menghasilkan potongan melintang anatomi
yang lebih terperinci. CT scan menggambarkan secara teliti seluruh

sistem urinarius.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI adalah suatu tekhnik pencitraan non invasif

yang dapat

memberi informasi sama seperti CT scan ginjal, namun dengan


keuntungan bahwa metode ini tidak membutuhkan pajanan
terhadap radiasi ion atau tidak membutuhkan pemberian media
f

kontras.
Arteriogram Ginjal
Pembuluh darah ginjal dapat terlihat pada arteriogram. Tindakkan
yang biasa dilakukan adalah memasukkan kateter melalui arteria
femoralis dan aorta
abdomenalis sampai setinggi arteria renalis. Media kontras
disuntikkan pada tempat ini, dan akan mengalir kedalam arteria

renalis dan percabangannya.


Biopsi ginjal
Biopsi ginjal merupakan salah satu tekhnik diagnostik terpenting yang
telah berkembang selama beberapa abad terakhir dan telah menghasilkan
kemajuan yang sangat pesat dalam pengetahuan riwayat penyakit ginjal.
Indikasi utama biopsi ginjal adalah untuk mendiagnosis penyakit ginjal
difus dan mengikuti perkembangannya lebih lanjut. Biopsi ginjal harus

20

dilakukan hanya oleh ahli nefrologi. Tindakkan ini berbahaya, terutama


pada pasien yang tidak bersedia bekerjasama atau yang menderita
gangguan proses pembekuan darah atau hanya memiliki sebuah ginjal.
Komplikasi yang paling sering ditemui adalah perdarahan intrarenal dan
perirenal.
2.8. Panduan Terapi
Gagal Ginjal Akut
a Terapi Non Farmaka
Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada pasien GGA tergantung dari penyakit dasarnya
dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sisitem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme dianjurkan oleh
Druml pada tahun 2005 dan telalah di modifikasi oleh sutarjo seperti
pada tabel berikut :

b Terapi Farmaka

21

Dalam pengobatan GGA, tidak adanya obat yang dapat


menurunkan kerusakan ginjal namun dapat diperlambat. Diantaranya
menggunakan obat-obat berikut ini :

22

Tabel. Obat yang digunakan pada Terapi Gagal Ginjal Akut


Obat
Furosemid

Dosis Dewasa
Pertimbangan Khusus
100 mg I.V jika tidak ada I.V
diuretic
loop
respon dalam 1 jam, berikan lainnmungkin
240

Metolazone

mg

I.V.

jika

diikuti memberikan

efek

pengeluaran urin, berikan 5-50 menguntungkan.


Monitor pengeluaran u
mg/jam lanjutkan infus atau
serum elektrolit. In
500-1500 mg/hari dalam dosis
mg/min untuk men
terbagi untuk mempertahankan
ototoksisitas.
pengeluaran urin
10
mg
peroral
dapat Jika
pasien
tidak
dikombinasikan dengan terapi menggunakan
diuretic

Manitol (20%)

loop

untuk Monitoring

hal

obat

yang

meningkatkan pengeluaran urin seperti furosemide


12.5-25 g I.V lebih dari 3-5 Monitor status cairan

menit, dapat diulang dalam 1 pengeluaran urin, dan

jam jika tidak ada respon. Jika elektrolit. Osmolalitas


diikuti

pengeluaran

urin, >310 mOsm/L kontra

berikan 20 ml/jam manitol 20% untuk terapi manitol


Dopamin

bersama dengan furosemide


1-5 g/kg/min I.V

Monitor
tekanan

pengeluaran
darah,

temp

untuk pengeluaran dara

Diuretik
Pengobatan GGA menggunakan diuretic belum ditunjukan untuk
mempercepat pemulihan GGA atau memperbaiki prognosis.
Namun, diuretic dapat memfasilitasi kelebihan cairan. Diuretic
yang paling efektif adalah manitol dan diuretic golongan Loop.
a Mannitol
Mannitol merupakan golongan diuretic osmosis. Alcoholgula ini (C6H14O6)terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya,
juga pada tumbuhan laut.mannitol memiliki efek diuretic yang

23

cepat tetapi singkat dan berdasarkan sifatnya dapat melintasi


glomerulussecara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi di tubuli,
hingga penyerapan kembali air dirintangi secara osmosis. Terutama
digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intra-okuler
pada glaucoma dan untuk meringankan tekanan intracranial pada
bedah otak.
Mannitol 0,6 kali lebih manis daripada gula (sakarosa),
maka digunakan sebagai zat pengganti gula pada penderita diabetes
(1 g menghasilkan 8 kJ). Diatas 20 g sehari mannitol berkhasiat
laksatif maka adaklaanya digunakan sebagai obat pencahar. Dosis
manitol untuk infus intravena (i.v) adalah 1,5-2 g/kg dalam 30-60
menit (larutan 15-25%).
b Diuretik
Diuretic adalah

zat-zat

yang

dapat

memperbanyak

pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap


ginjal. Kebanyakan diuretic bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih diperbanyak. Obat
golongan diuretic bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga dapat
di tempat lain, diantranya tubulus proksimal, lengkung henle,
tubulus distal, dan saluran pegumpul.
Pada umumnya diuretic terbagi dalam beberapa kelompok
diantaranya :
1 Diuretic Loop
Diuretic golongmemiliki efek diuretic yang kuat tetapi singkat
(4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada
udema otak dan paru. Merperlihatkan kurva dosis-efek curam,
artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa
bertambah.
Obat-obatan yang masuk ke dalam golongan ini adalah
2

furosemide, bumetanida, etakrinat.


Derivat Thiazid
Efeknya lebih lemah dan lambat, tetapi bertahhan lebih lama (648 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan
hipertensi dan kelemahan jantung (decompensatio cordis). Obat-

24

obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis
optimal dinaikan lagi efeknya (diuresis, penurunan tekanan
darah) tidak bertambah.
Obat-obat yang msuk
hidroklorotiazid,
3

ekdalam

klortalidon,

golongan

mefrusida,

ini

adalah

indapamida,

dan

klopamida.
Diuretic penghemat kalium
Efek-efek obat ini hanya lemah dan khusus digunakan dan
terkombinasi dengan diuretic lainnya guna menghemat ekskresi
kalium.aldostreron menstimulasi reabsorpsi Na+ dan ekskresi K+.
proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh obat-obat
ini.
Amilorida dalam keadaan normal hanya lemah efek ekskresinya
mengenai Na+ dan K+. Tetapi pada penggunaan diuretic loop dan
thiazide terjadi ekskresi kalium dengan kuat, maka pemberian
bersama dari penghemat kalium ini meghambat ekskresi K +
dengan kuat pula.
Beberapa obat golongan ini diantaranya antagonis aldostreron

(spironolakton, kanrenoat), amilorida dan triamterene.


Diuretic osmotis
Obat-obat ini hanya direabsorpsisedikit tubuli, hingga reabsorpsi
air juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis dengan eksresi
air yang kuat dan relatif sedikit ekskresi Na +. terutama manitol,
yang hanya jarang digunakan sebagai infus intravena untuk
mengeluarkan cairan dan menurunkanvolume CCS (cairan
cerebrospinal) dan tekanan intracranial (dalam tengkorang).
Mannitol dan sorbitol adalah contoh dari diuretic golongan ini.
Obat golongan diuretic yang sering digunakan adalah

furosemide yaitu golongan obat-obat diuretic loop. Namun


penggunaannya dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan
ototoksisitas.
Furosemid
Merupakan turunan sulfonamide yang memiliki daya diuresis
kuat dan bertitik kerja dilengkung henle bagian menaik. Sangat

25

efektif pada keadaan udem otak dan paru-paru yang akut. Mulai
kerjanya pesar, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam,
intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Ekskresinya
melalui kemih secara utuh dan dalam dosis tinggi juga melalui
empedu.
Dosis penggunaannya pada udema oral 40-80 mg pagi
sebelum makan. Pada insufisiensi ginjal digunakan 250-2000 mg
sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v20-40 mg secara perlahan. Tidak
dianjurkan pengugunaan dalam bentuk intramuscular (i.m).

Tabel. Penyebab Resistensi Diuretik pada Pasien Gagal Ginjal Akut


Penyebab resisten diuretic
Solusi terapi potensial
Kelebihan asupan natrium (penyebab dapat Hilangkan natrium dari sumber nutrisi dan
terjadi dari diet, cairan intravena, dan obat- pengobatan
obat)
Nefrotik syndrome (loop diuretic protein Tingatkan dosis, ganti diuretic, gunakan terapi
berikatn di lumen tubulus)
Penurunan laju aliran darah

kombinasi
Hentikan penggunaan obat jika mungkin

Obat (NSAID, ACEI, vasodilator)

Meningkatkan volume intravascular dan atau

Hipotensi
Peningkatan reabsorpsi Natrium

vasopressors
Kombinasi terapi diuretic, membatasi Natrium

Adaptasi nefron pada terapi diuretic kronik

Hentikan penggunaan

Penggunaan NSAID

Mengobati gagal jantung, turunkan dosis diuretic,

Gagal Jantung

ganti pada loop diuretic

Sirosis
Nekrosis tubulus akut

High-volume paracentesis
Tingkatkan dosis diuretic, terapi kombinasi
diuretic, tambahkan dopamine dosis rendah

Gagal Ginjal Kronis


a Terapi Non Farmaka
1 Menurunkan tekanan darah
Tekanan darah tinggi sangat umum pada kondisi gagal ginjal
kronik (GGK) dan merupakan intervensi untuk mencegah
keparahan. Terdapat hubungan epidemiologi yang kuat antara

26

tekanan darah dan penyakit kardiovaskular dan meta analisis


daripercobaan kontrolacak (RCTs) umumnya telah menunjukan
adanya keuntungan primer atau utama dari terapi antihipertensi.
Beberapa

agen

hipertensi

diwajibkan

secara

rutin

dalam

pengelolaan tekanan darah pada pasien dengan GGK.


2

Mengurangi Proteinuria
Protein uria berkaitan dengan keparahan dari GGK dan
berhubungan dengan resiko kardiovaskular. Hal ini dapat
dimodifikasi

oleh

penurunan

tekanan

darah.

Beberapa

antihipertensi mungkin memiliki efek sampinng antiproteinuria.


Dalam suatu meta-analisis dari 11 RCTs pada pasien dengan non
diabetic GGK, pengurangan 1 gr/hari ekskresi protein urin (UPE)
berhubungan dengan pengurangan 80% resiko keparahan GGK.
Pada pasien diabetes tipe 2, untuk setiap pengurangan tingkat
proteinuria pada tahun pertama, resiko kerusakan ginjal pada tiga
3

thun menurun hingga 56%.


Modifikasi gaya hidup
Tidak ada bukti penelitian yang diidentifikasi bahwa penurunan
berat badan atau berolahraga mempengaruhi perkembangan
keparahan GGK. Dalam studi observasional, merokok berkaitan
dengan proteinuria dan perkembangan yang lebih cepat dari
insufisiensi ginjjal pada pasien GGK.
LFG ml/menit
>60
25-60
5-25

Asupan Protein g/kg/hari


Tidak dianjurkan
0,6-0,8/kg/hari
0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g

<60 (sindrom nefrotik)

asam amino esensial atau asam keton


0,8/kg/hari (= 1 gr protein/g proteinuria
atau 0,3 g/kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton.

27

Terapi Pengganti Ginjal


Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi
permiabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau
zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air
atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi
hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen,
urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi
permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal
ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau
hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita.
Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai
upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi
hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien
yang gagal ginjal.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang
rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme,
substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi
akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala
uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah
protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan
demikian meminimalkan gejala.

28

Penumpukan

cairan

juga

dapat

terjadi

dan

dapat

mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan


demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet
untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif,
asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipunbiasanya
memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan
protein, natrium, kalium dan cairan.
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat
glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan antihipertensi) harus
dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini
dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik.

Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal lebih dipilih untuk terapi jangka panjang

pada sebagian besar pasien dengan gagal ginjal kronik karena


memberikan kesempatan yang lebih baik pada pasien untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien.
b Terapi Farmaka
1 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors and Angiotensin
Receptor Blocker
Angiotensin coverting enzyme inhibitors (ACE inhibitors) dan
reseptor angiotensin II (ARB) memberi efek kardioprotektif dan
renoprotektif. ACE inhibitor dan ARB secara spesifik melebarkan
arteri ginjal eferen mengurangi hipertensi intraglomerular dan
mengurangi proteinuria independen dari efek tekanan darah
sistemik.
Pada dua belas meta-analisis telah meneliti efek dari inhibitor ACE
dan ARB pada pasien diabetic dan nondiabetik dengan GGK pada
ekskresi protein urin dan keparahan GGK.
Mikroalbuminuria pada Diabetes Melitus

29

25 40 % dari pasien dengan diabetes menjadi diabetes nefropati.


Mikroalbuminuria mengidentifikasi populasi berisiko nefropati
diabetic progresif. Pencegahan atau regresi albuminuria merupakan
target utama dalam mengobatal penyakit ginjal diabetes awal. ACE
inhibitor dapat mencegah perkembangan nefropati diabetic
(mikroalbuminuria) dan dapat menurunkan mikroalbuminuria
menjadi tidak ada albuminuria. ACE inhibitor juga dapat
mengurangi

tingkat

perkembangan

mikroalbuminuria

mikroalbuminuria dan mengurangi albuminuria.


ARB dapat mengurangi tingkat mikroalbuminuria

pada
ke

makroalbuminuria dan dapat mengurangi albuminuria. Efek dari


ACE inhibitor tidak sepenuhnya dijelaskan oleh penurunan tekanan
darah.
Pada meta analisis dari 16 percobaan (7603 pasien) menunjukan
bahwa ACE inhibitor mencegah perkembangan penyakit ginjal
diabetic pada pasien mikroalbuminuria (ekskresi albumin <30
mg/hari) di baseline. Efek ini muncul pada pasien dengan atau
tanpa hipertensi, pasien dengan diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2,
dan pasien dengan atau tanpa GFR normal.
ACE inhibitor dan ARB mengurangi albuminuria pada pasien
dengan

diabetes

dan

mengurangi

proteinuria

mulai

dari

mikroalbuminuria ke proteinuria (7,2 sampai 3.000 g / hari


albuminuria). Semua RCT termasuk memiliki lengan kontrol aktif
sehubungan BP. Tidak ada perbedaan tekanan darah tercatat antara
kelompok perlakuan untuk menjelaskan penurunan laju ekskresi
albumin.
Pengobatan kombinasi dengan penghambat ACE dan ARB
Dua meta-analisis telah melihat pengaruh penambahan pengobatan
ARB untuk inhibitor ACE pada pasien dengan CKD. Ini
menunjukkan

bahwa

pengobatan

kombinasi

mengurangi

proteinuria lebih dari inhibitor ACE sendirian di kedua pasien


dengan penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes. Peran penurunan
tekanan darah pada efek ini tidak jelas. Penggunaan dosis sub-

30

maksimal obat terbatas validitas kesimpulan. Hanya satu studi di


meta-analisis

mempelajari

kemampuan

kombinasi

untuk

memperlambat perkembangan CKD dan menyarankan bahwa


kombinasi itu lebih baik. Dalam satu meta-analisis hiperkalemia
meningkat secara keseluruhan oleh sejumlah kecil tapi signifikan
(0,11 mmol / l, 95% CI 0,05-0,17 mmol / l). Dalam meta-analisis
lainnya, secara klinis hiperkalemia signifikan terjadi pada hanya 19
dari 434 pasien, menunjukkan ini adalah kombinasi yang aman,
jika dipantau. Data lebih diperlukan untuk menentukan efek dari
terapi kombinasi pada perkembangan penyakit sebelum akan
mungkin untuk membuat rekomendasi pada perawatan ini
ACE inhibitors and ARBs reduce albuminuria in patients with
diabetes146 and reduce proteinuria ranging from microalbuminuria
to overt proteinuria (7.2 to 3,000 g/day albuminuria). All the RCTs
included had an active control arm in respect of BP. No difference
in blood pressure wasnoted between the treatment groups to
explain the reduction in albumin excretion rate.138
Combination treatment with ACE inhibitors and ARBs
Two meta-analyses have looked at the effect of adding ARB
treatment to ACE inhibitors inpatients with CKD.150,151 These
show that combination treatment reduces proteinuria more than
ACE inhibitors alone in both patients with diabetic and nondiabetic kidney disease. The role of blood pressure reduction in this
effect is not clear.151 The use of sub-maximal doses of the drugs
limited the validity of conclusions.150 Only one study in these
meta-analyses studied the ability of the combination to slow CKD
progression and suggested that the combination was better.150 In
one meta-analysis hyperkalaemia was increased overall by a small
but significant amount (0.11 mmol/l, 95% CI 0.05 to 0.17 mmol/l).
151 In the other meta-analysis, clinically significant hyperkalaemia

31

occurred in only 19 out of 434 patients, suggesting this is a safe


combination, if monitored.150 More data are required to determine
the effect of combination therapy on disease progression before it
will be possible to make a recommendation on this treatment.
2

Nondihydropyridine calcium channel blockers (CCBs)


Meta-analisis pada pasien hipertensi dan proteinuria menunjukan
penurunan proteinuria dengan menggunakan kalsium channel
bloker. Walaupun tekanan darah masih sama, efek tunggal pada

proteinuria dari penurunan tekanan darah tidak terlalu signifikan.


Diuretik

2.9. Terapi Pada Kondisi Khusus


1. Wanita Hamil
Wanita hamil dengan penyakit ginjal harus ditawarkan pra-kehamilan
konseling dan penilaian oleh tim multidisiplin (yang mencakup dokter
kandungan, dokter ginjal / obstetri dan bidan spesialis).

Untuk wanita dengan fungsi ginjal yang normal atau menurun saat
sebelum hamil (kreatinin serum di bawah 125 umol/L), biasanya tidak timbul efek
yang merugikan selama jangka panjang, tetapi ada peningkatan risiko komplikasi
kehamilan seperti darah tinggi (hipertensi dan pre-eklampsia).

32

Wanita dengan gangguan ginjal berat lebih mungkin untuk menderita


darah tinggi (hipertensi, pre-eklampsia) atau persalinan kurang bulan
(prematur), memiliki bayi yang kecil, keguguran atau penurunan fungsi
ginjal yang menetap dalam jangka panjang.

Biasanya kehamilan sangat jarang terjadi pada wanita pada stadium akhir
gagal ginjal karena kebanyakan wanita tersebut tidak subur. Kesuburan
sering kembali dengan cepat setelah transplantasi ginjal berhasil.

Jika perempuan dengan dialisis terjadi kehamilan, biasanya ia mempunyai


resiko yang sangat tinggi akan terjadinya keguguran, hipertensi berat, bayi
kecil, dan persalinan kurang bulan. Angka kelahiran hidup hanya sekitar
50%. Bila dilakuakn transplantasi ginjal, hasilnya lebih baik

Obat-obatan, terutama antihipertensi, harus ditinjau pada wanita dengan


penyakit ginjal yang ingin hamil.

Pada wanita hamil dengan penyakit ginjal, target tekanan darah harus di
bawah 140/90 mmHg.

Wanita dengan penyakit ginjal harus diberikan aspirin dosis rendah


sebagai profilaksis terhadap pre-eklampsia, dengan pengobatan dimulai
dalam trimester pertama.
2. Anak-anak
Tatalaksana gagal ginjal akut pada anak secara garis besar dapat dibagi

menjadi suportif dan tatalaksana etiologi.Tatalaksana suportif dimulai dengan


mengetahui status keseimbanagn cairan tubuh pasien. Jika tidak terdapat
kelebihan cairan, maka cairan normosalin 20ml/kgBB perlu diberikan secara
intravena dalam 30 menit. Setelah volume intravascular cukup maka terapi
diuretic dimulai. Diuretik yang diberikan pertama kali adalah mannitol
(0,5g/kgBB) atau furosemid (2-4mg/kgBB) secara intravena bolus sekali. Jika
output urin tidak meningkat, maka pertimbangkanlah pemberian infus
diuretik kontinu. Jika beberapa kali pemberian diuretik tidak berhasil, maka
hentikan.

33

Pada gagal ginjal sering kali terdapat kelainan elektrolit dan asam basa,
misalnya:

Hiperkalemia merupakan salah satu komplikasi gagal ginjal yang


berbahaya. Komplikasi hiperkalemia misalnya aritmia jantung dan henti jantung.
Tatalaksana pengeluaran kalium dimulai jika kadarnya melebihi 6,0 meq/l.
Tatalaksana tersebut meliputi pembatasan asupan kalium dan pengeluaran dengan
natrium polystrene sulfonate resin (Kayexalate). Kayexalate diberikan 1g/kgBB
setiap dua jam. Satu dosis tersebut dapat mengurangi kalium serum 1 meq/l. Pada
peningkatan kalium yang lebih tinggi (lebih dari 7,0meq/l) terapi kayexalate
dilanjutkan ditambah dengan kalsium glukonas 10% iv 1,0ml/kgbb dalam 3-5
menit, natrium bikarbonat 1-2 meq/kgbb iv dalam 5-10 menit, insulin reguler 0,1
U/kg dengan larutan glukosa 50% 1ml/kg dalam 1 jam.

Asidosis metabolik. Ditatalaksana jika pH arteri kurang dari 7,15 atau


kadar bikarbonat serum kurang dari 8meq/l. Terapi yang diberikan adalah
bikarbonat iv sampai pH serum 7,20.

Hipokalsemia, ditatalaksana dengan diet rendah fospor. Jangan berikan


infus kalsium. Obat pengikat fospat dapat diberikan, misalnya sevelamer dan
kalsium karbonat.

Hiponatremia, biasanya dilusional. Terapi diberikan kepada pasien


simtomatik atau kadar natrium serum kurang dari 120 meq/l. Pengganti natrium
yang digunakan adalah salin hipertonik(3%) dengan rumus kebutuhan = 0,6 x
berat badan(kg) x (125 kadar natrium). Koreksi dilakukan sampai kadar
mencapai 125 meq/l.
3. Lansia
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (tapi
tidak seluruhnya dan reversibel. Kelainan ini mengakibatkan peningkatan
BUN (Blood Urea Nitrogen) serum dan kreatinin. Lansia cenderung
mengalami GGA yang bersifat progresif yang mengakibatkan peningkatan
morbiditas. 20% penderita dengan GGA mengalami kerusakan ginjal yang
berat, untuk itu setiap orang yang merawat lansia harus dilengkapi dengan
kemampuan untuk mengevaluasi GGA.

34

Penyebab GGA pada usia lanjut berbeda dengan penyebab GGA


pada orang dewasa. Pada usia lanjut penyebab GGA berturut-turut
sebagai berikut : (potret, G.A., Bennet WM. 1991).
- sebagian besar (50%) karena dehidrasi atau gangguan
-

elektrolit.
O b s t r uksi merupakan 40% penyebab GGA, terutama hipertrofi

prostat.
Kelainan ginjal primer hanya merupakan bagian kecil (10%) dari
GGA pada usia lanjut.

Penatalaksanaan
1. Gagal Ginjal Akut
Perbedaannya dengan gagal ginjal kronik adalah pasien memiliki
kemungkinan lebih besar memerlukan terapi spesifik dengan cepat. Lebih
terlihat sakit, lebih

jelas oliguria, dan lebih terpapar kemungkinan

komplikasi akut seperti hiperkalemia dan perdarahan saluran cerna.


Penatalaksanaan yang terpenting adalah mengetahui dimana letak
kelainannya. Kemudian gagal ginjal ditatalaksana sampai fungsinya
kembali. Bila kelainannya pra-ginjal, perbaikan dapat langsung terjadi bila
faktor pencetusnya dihilangkan. Namun pada beberapa kasus, perbaikan
baru terjadi setelah beberapa jam. Pada kasus obstruksi, penyebab harus
dihilangkan secara permanen karena dapat menyebabkan gangguan fungsi
tubulus yang berat. Diuresis masif dapat terjadi setelah obstruksi akut
dihilangkan. Jika kehilangan cairan tidak segera diganti, dapat terjadi
dehidrasi berat atau hypernatremia
Penatalaksanaan secara umum adalah:

Diagnosa dan tatalaksana penyebab


-

Kelainan pra ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor


pencetus, keseimbangan cairan dan status dehidrasi. Kemudian
diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi,

35

diberikan diuretik, dipertimbangkan pemberian inotropik dan


dopamine.
-

Kelainan

ginjal.

Dilakukan

pengkajian

klinis,

urinalisa,

mikroskopik urin , dan dipertimbangkan kemungkinan biopsi


ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
-

Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah


kandung kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi,
atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk
mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari
urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG
ginjal.

Penatalaksanaan gagal ginjal

Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air.


Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/ hari dan cairan cukup
500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 ml/jam di
luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun
keseimbangan harus tetap diawasi.

Memberikan nutrisi yang cukup. Bila melalui suplemen tinggi


kalori atau hiperalimentasi intravena.

Mencegah dan memperbaiki hiperkalemia. Dilakukan perbaikan


asidosis, pemberian glukosa dan insulin intravena, penambahan
kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung.

Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap


infeksi saluran nafas dan nosokomial. Demam harus segera
dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis
obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.

Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses


diperiksa untuk mengetahui adanya perdarahan dan dapat
dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum: kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya

36

antagonis histamin H2 (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien


sebagai profilaksis.
-

Dialisis dini atau hemofltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai


ureum tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum
tidak boleh melebihi 30-40 mmol/liter. Secara umum, continous
hemofltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang
intensif, sedangkan hemodialisis intermiten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk
pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal atau
hemofiltrasi.

Penatalaksanaan organ lain


Umumnya pada pasien dengan kegagalan multiorgan, prognosisnya
lebih buruk.

2. Gagal Ginjal Kronis


1
2

Tentukan dan tata laksana penyebabnya.


Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat
dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid
dosis besar (250-1000 mg) atau Loop diuretik (bumetanid, asam
etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pada pasien
GGK, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium
klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui
berat badan, urin, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukkan
melebihi keluaran sekitar 500 ml). Untuk menentukan asupan natrium,
harus dilakukan pemeriksaan dari urin 24 jam dan biasanya asupan
natrium 2-4 g/hari cukup untuk menjaga keseimbangan natrium
mmol/liter. Biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan
garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun

perbaikan yang cepat dapat berbahaya.


Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat mengikat fosfat seperti
alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-

37

3000 mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas


tersebut.

Diberikan

suplemen

vitamin

dan

dilakukan

paratiroidektomi atas indikasi.


Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai imunosupresif dan terapi lebih

ketat.
Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin,
aminoglikosid, analgesik opiat, ampoterisin, dan allopurinol. Juga
obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah,

misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.


Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,

hingga diperlukan dialisis.


Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi
dilakukan dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis
yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi

komplikasi.
4. Gangguan Hati
Gangguan fungsi ginjal dan elektrolit menjadi faktor risiko terjadinya
sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal didefinisikan sebagai gagal
ginjal fungsional pada pasien dengan gangguan fungsi hati (sirosis).
Menghindari obat-obatan yang bersifat nefrotoksik (obat anti inflamasi
non-steroid,

antibiotik

golongan

aminoglikosid)

dan

selalu

memperhatikan keseimbangan cairan tubuh dapat mengurangi risiko


gagal ginjal akut. Tindakan dialisis preoperative perlu dilakukan apabila
dengan cara konvensional azotemia tidak terkoreksi.
5. Gangguan Fungsi Tiroid

38

Pemberian eritropoietin (secara subkutan. Dosis awal yang diberikan 50-150


unit/kgBB 3kali/minggu.Setelah hematokrit mencapai 33-38%, dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 25-100 unit/kgBB 3kali/minggu).
6. Infark Miokard
Enoksaparin perlu dilakukan pada gagal ginjal berat (klirens kreatinin <30
mL/menit) menjadi 1 mg/kg sekali sehari.

39

LAMPIRAN 1
Algoritma Pengobatan Penyakit Ginjal Kronis Nondiabetik
Nondiabetik individual

Nondiabetik individual

Scr 1,2-2,5 mg/dL


GFR 25-55 mL/min

Scr < 1,2 mg/dL


GFR > 55 mL/min

Scr > 2,5 mg/dL


GFR 13-24
mL/min

Lanjutkan dengan
menambah protein

Batasi protein
hingga 0,6
gm/kg/hari

Scr/ GFR
stabil

Lanjutkan
dengan
menambah
protein

Scr dan atau


kurangi GFR

Mengatur Proteinuria

Nondiabetik individual

Hasil yang diharapkan


TD < 130/85 mmHg

Proteinuria 13 g/hari
Diatur TD dari
125/75 mmHg
atau MAP/ARB
<92 dengan
ACEI

Modifikasi
gaya hidup

Mencapai TD
rendah
-Seleksi
farmakologi
dibawah
rekomendasi
JNC VII

Proteinuria <
1 g/hari

Proteinuria > 3
g/hari

Diatur TD
pada 130/85
mmHg atau
MAP/ARB
<100

Diatur TD
pada 125/75
mmHg atau
MAP/ARB <
92 dengan
ACEI

Berikan diuretic jika


pada laporan cairan
menunjukan :
Batasi protein
sampai 0,8
gm/Kg/hari

CrCl < 30 mL/min

Berikan -blocker,
clonidine, minoxidil, atau
-blocker

40

DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Pasey, L.M.
2005. Pharmacoterapy : A Phathophysiologocal Approach, 7th Ed. Mc
Graw-Hill Inc, USA.
Fisiologiginjalberkemih.pdf (online) PDF Created with deskPDF PDF Writer Trial :: http://www.docudesk.com
Ganong F, Stephen J. (2010). Patofisiologi Penyakit.edisi 5. Jakarta : EGC
Keegan MT, Plevak DJ. Preoperative assessment of the patient with liver disease.
Am J Gastroeterol 2005;100:2116-27
Prodjosudjadi, W., 2006. Glomerulonefritis.Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 527-530.
Sinto R, Nainggolan G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sreedharan R, Anver ED. Chapter 529: Acute Renal Failure. In: Kliegman RM,
Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE(ed).2011. Nelsons Textbook
of Pediatrics.Philadelphia: Saunders. 19th
Sukandar. 2006. Gagal Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Fakultas Kedokteran
UNPAD. Bandung
Warianto, Chaidar. Gagal Ginjal.
skp.unair.ac.id/repository/Guru.../GagalGinjal_ChaidarWarianto_20.pdf
Diakses pada tanggal 13 Mei 2016.
Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Warianto, Chaidar. Gagal Ginjal.


Diakses pada tanggal 13 Mei 2016.
skp.unair.ac.id/repository/Guru.../GagalGinjal_ChaidarWarianto_20.pdf
Fisiologiginjalberkemih.pdf (online) PDF Created with deskPDF PDF Writer Trial :: http://www.docudesk.com

Roesli RMA. Pengelolaan konservatif (suportif). Dalam Roesli RMA,


Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan
ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008.p.79-96.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2008. Diagnosis and management of
chronic kidney disease. Edinburgh : Elliot House, 8-10 Hillside Crescent.

PERTANYAAN-PERTANYAAN GAGAL GINJAL


1. Mengapa pada ibu hamil yang menderita gagal ginjal berpotensi besar
mengalami keguguran ? (Pa Teddi)
Jawaban :
Ibu hamil dengan gagal ginjal biasanya berpotensi besar mengalami
keguguran. Karena pada pasien yang gagal ginjal biasanya tidak subur.
Akibatnya terjadi ketidakseimbangan cairan sehingga mengakibatkan
tekanan darah tidak normal, suplay oksigen ke janin kurang, nutrisi ke janin
pun berkurang, oleh sebab itu janin tidak mampu bertahan lama dalam
kandungan.
2. Akibat yang timbul apabila ginjal tidak mampu menjalankan fungsinya ?
Dan apakah gagal ginjal bias disembuhkan ? (Rino)
Jawaban :
Melihat fungsi ginjal yang begitu penting, tentu dengan tidak bekerjanya
ginjal secara maksimal akan banyak gangguan yang terjadi dalam tubuh
kita. Tubuh akan keracunan sampah hasil metabolism karena tidak dapat
dikeluarkan dengan baik sehingga menumpuk di dalam aliran darah,
terbawa dalam sirkulasi aliran darah ke seluruh tubuh dan akan
menimbulkan gejala akibat terganggunya system ini. Jika fungsi ginjal
100% baik, maka tidak terjadi gangguan dalam tubuh. Jika salah satu ginjal
tidak berfungsi, ginjal lainnya akan mengambil alih fungsi penyaringannya.
Jika kedua ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dapat
berakibat fatal dimana urea akan tertimbun yang akan meracuni tubuh
bahkan dapat menyebabkan kematian.
Jika masih dalam GGA, masih dapat disembuhkan tetapi tergantung kepada
penyebab dan terapi yang diberikan. Sedangkan pada GGK fungsi ginjal
makin lama makin menurun dan bisa berakhir menjadi penyakit gagal ginjal
stadium akhir dan harus dilakukan transplantasi ginjal atau hemodialisa
untuk menggantikan fungsi ginjal tersebut.
3. Apakah Atheroklerosis dapat meyebabkan gagal ginjal ? Bagian mana yang
diserangnya sehingga terjadi gagal ginjal ?
Jawaban :
Atheroklerosis adalah keadaan dimana terjadi hyperlipidemia dan terjadi
pembentukan plak pada pembuluh darah. Pembentukan plak pada pembuluh

darah membuat ukuran pembuluh darah mengecil sehingga aliran darah


menurun, ketika aliran darah menurun pasokan nutrisi dan oksigen juga
menurun dan dapat menyebabkan iskemiayang apabila berlangsung lama
dapat menyebabkan gagal ginjal akut prarenal, dan jika tidak segera diobati
dapat menjadi gagal ginjal akut renal.
4. Mengapa ada oliguria dan non oliguria ?
Jawaban :
Karena GGA tergantung pada penyebabnya. Kalau oliguria mengarah pada
GGA prarenal (biasanya pengeluaran urin <400mL), sedangkan non-oliguria
mengarah pada GGA renal atau terjadi obstruksi saluran urin (pengeluaran
urin >500 mL)
5. Pada terapi farmakologi yang telah disampaikan bahwa salah satu terapi
farmakologinya yaitu penggunaan dopamin. Bagaimana mekanisme
dopamin terhadap pengobatan gagal ginjal itu sendiri? (Isti Agnia Lutfia)
kelompok 9
Jawaban :
Berdasarkan jurnal Eva Nur Fitriana, S. Farm

yg berjudul "Penggunaan

furosemid (diuretik kuat) pada terapi gagal ginjal akut" Terapi farmakologi
untuk pengobatan GGA antara lain dengan dopamin, diuretik osmotik, dan
diuretik kuat. Dopamin menstimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik.
Efek hemodinamik tergantung pada dosis; dosis rendah terutama
menstimulasi reseptor
dopaminergik yang dapat menghasilkan vasodilatasi renal; dosis tinggi
menstimulasi dopaminergik dan adrenergik yang dapat menghasilkan
stimulasi jantung dan vasodilatasi renal.
6. Bila sudah terkena PGK, bolehkah melakuakan aktivitas seperti olahraga,
dan apakah PGK dapat mempengaruhi kesehatan dan kekuatan tulang, dan
apakah ginjal dapat membantu pengaktifan vitamin D? (Lutvia) kelompok 2
Jawaban :
Olahraga itu dilakukan sewaktu badan kita dalam keadaan sehat bukan
sudah terkena penyakit..seperti halnya. Lakukan olahraga secara rutin dan
teratur. Dengan melakukan Olah raga yang teratur, tidak terlalu berat akan
lebih berdampak positif bagi tubuh dibandingkan dengan olah raga berat
namun tidak teratur. Misalnya Anda bisa melakukan jalan santai setiap pagi

atau bersepeda 1-2 jam setiap minggu secara teratur. Cara ini sangat efektif
untuk mencegah gagal ginjal parah.
Untuk penyakit tulang yang didapatkan Sakit punggung,
Sakit punggung ini bisa dialami oleh siapa saja, dari anak remaja sampai
orang dewasa. yang penyebabnya sangat banyak. berhati hati lah terhadap
penyakit punggung ini karena bisa saja didalam tulang tulang punggung
mengalami kelainan dan ada yang keropos, sehingga mengalami penyakit
osteoporosis. ciri ciri penyakit gagal ginjal kronik bisa mengalami sakit
punggung bagian atas. sakit punggung ini, bisa diatasi dengan cara apa saja.
tetapi yang paling banyak dilakukan adalah dengan cara pengurutan, dengan
yang ahli, jika tidak akan mengalami kefatalan. selain punggung yang
mengalami kesakitan, ada juga ras sakit yang dialami pada bagian kepala.
Iya dapat membantu, karena ginjal mengaktifkan vitamin D, yang
membantu untuk menjaga tulang yang kuat, dan menghasilkan eritropoietin,
hormon yang sangat penting untuk produksi sel darah merah.
7. Kapan hemodilisis dilakukan pada penderita gagal ginjal atau pada kondisi
seperti apa? Berapa lama hemodialisis dilakukan pada penderita gagal
ginjal? (Muhammad Ramdani)
Jawaban :
Idealnya Cuci darah dilakukan bila fungsi ginjal (Laju Filtrasi
Glomerolus/LFG) kurang dari 15 ml/menit. Namun dalam pelaksanaannya ada
beberapa pedoman yaitu, LFG kurang dari 10 ml/menit dengan disertai gejala
uremia dan malnutrisi. Atau LFG kurang dari 5 ml/menit untuk pasien dengan
kerusakan ginjal akibat diabetes (Nefropati Diabetik) walaupun tanpa gejala dapat
dilakukan lebih awal untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Kondisi-kondisi
tertentu yang perlu segera (cito) dilakukan hemodialisis yaitu:
-Asidosis berat, yaitu kondisi pH darah pasien yang sangat rendah dan tidak dapat
dikoreksi lagi dengan obat-obatan.
- Intoksikasi : kondisi keracunan, dilakukan cuci darah untuk membantu
menurunkan tingkat keparahannya, contohnya keracunan methanol.
- Uremia: kondisi pasien dengan tingkat sisa metabolisme ureum dalam tubuh
sangat tinggi

dengan gejala klinis: mual muntah, kecegukan yang tidak

berhenti, penurunan kesadaran, bahkan kejang - kejang.

- Elektrolit imbalance. Pada pasien dengan penyakit ginjal terjadi gangguan


elektrolit dalam tubuh, umumnya yang menjadi masalah adalah kelebihan kalium,
menjadi hiperkalemi. Kondisi ini bila tidak segera diatasi akan menyebabkan
gangguan pada jantung.
- Overload, terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh. Biasanya terjadi
penumpukan cairan dalam paru-paru yang disebut sebagai Edema Paru, sehingga
menyebabkan pasien menjadi sesak nafas hebat.
Komponen dalam hemodialisis ada bermacam-macam, seperti Dialyzer (Kidney
artificial), blood line, avfistula, cairan bicarbonate, cairan asam. Dari semua
komponen ini yang terpenting adalah Dialyzer (Kidney artificial) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan, didalamnya terjadi proses perpindahan zat-zat beracun dari
tubuh.
Setiap pasien HD diharuskan mematuhi jadwal cuci darahnya. Dalam seminggu
biasanya pasien menjalani 2 kali cuci darah, masing-masing sekitar 4 jam. Namun
adalakanya untuk kondisi tertentu, menjadi lebih dari 2 kali seminggu.
8. Bila gagal ginjal tahap akhir, pilihan terapi apa yang digunakan, jelaskan?
(Aulia Rahma)
Jawaban :
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a

Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,


muntah persisten, dan Blood UremicNitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,

yaitu LFG antara 5 dan 8

mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.Umumnya


dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.
b

Dialisis peritoneal (DP)


Akhir - akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan diIndonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak - anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulit pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal tahap akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati
diabetik disertai co- mobidity dan co- mortality.Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri,

tingkat intel ektual tinggi untuk melakukan

sendiri (mandiri), dan di daerah yang


jauh dari pusat ginjal.
c

Transplantasi ginjal
Terapi injal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan dari proram transplantasi ginjal yaitu:
1 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh faan
ginjal, sedangkan hemodialisa hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
2
3

alamiah.
Kualitas hidup normal
Komplikasi terutama berhubungan obat imunosupresis untuk mencegah

reaksi penolakan. Niaya ;ebih murah dan dapat diadaptasi.


9. Bagaimana kita bisa mengatur kadar kalsium dalam tulang agar tidak
memicu terjadinya GGA dan GGK?\
Dengan cara menghindari atau membatasi konsumsi makanan yang
mengandung kalsium tinggi.

Menurunnya fungsi ginjal membawa dampak pada berkurangnya hormon


yang mengatur penyerapan kalsium dan vitamin D yang dibutuhkan tulang.
Proses dialisis yang membuang elektrolit terlarut dalam cairan tubuh ikut
memperburuk kondisi tulang. Karena tubuh yang kekurangan kalsium akan
mencuri kalsium dari tulang. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan
suatu komplikasi serius pada pasien gagal ginjal. Yaitu kerapuhan tulang
yang dikenal dengan istilah osteodistrofi. Kalsium dan fosfor adalah dua
mineral yang penting untuk kesehatan tulang. Ginjal yang sudah tidak
berfungsi tidak akan mengeluarkan phospor dalam darah seperti seharusnya.
Terlalu banyak phospor dalam darah akan mengikat kalsium dalam darah
dan mencegah terserap oleh tulang.
10. Pengobatan/jenis obat apayang baik untuk penderita GGA pada itu hamil
tetapi tidak berpengaruh ke janinnya jika harus dikombinasi obat jenis apa?
(Mimin Rojena)
Jawaban :
Jenis obat yang aman adalah metalazone karena termasuk katagori B untuk
ibu hamil, tetapi jangan digunakan pada penderita hipertensi gastesional dan
kombinasi dilakukan untuk gagal ginjal yang sudah begitu parah.

Anda mungkin juga menyukai