Anda di halaman 1dari 6

Jauhi Segala Bentuk Perdukunan Khalwat, Sarana Menuju Zina

Aborsi Dalam Perspektif Syariah Dan Medis


Dikirim pada 20 Oktober 2009 di Dakwah
0 Komentar
Sebagaimana dahulu pernah diberitakan di media massa, kasus ditemukannya dua belas bayi di
sekitar jalan tol di daerah Warakas, menyebarnya video aborsi siswi SMU dan terbongkarnya
praktek aborsi di salah satu klinik di kawasan Percetakan Negara Jakarta Pusat, menyeruakkan
kembali fenomena praktek aborsi di kalangan masyarakat yang tentunya menyentak hati nurani,
sehingga semestinya mendapatkan perhatian dan bimbingan termasuk agama.
Data menyebutkan satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya. Dari jumlah
tersebut sekitar 50% berstatus belum menikah, 10%-21% di antaranya dilakukan remaja, 8%10% kegagalan KB, dan 2%-3% kehamilan yang tidak diinginkan oleh pasangan menikah.
Kenyataan ini menunjukkan tingginya kebutuhan terhadap praktek aborsi dan beragamnya faktor
penyebab aborsi.
Tingginya animo masyarakat untuk melakukan praktek aborsi yang tidak diimbangi dengan
pengetahuan hukum dan nilai agama sering kali masalah aborsi dianggap enteng dan prakteknya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi sekalipun tidak jarang merenggut nyawa sang ibu ataupun
berbuntut perkara hukum.
Perlindungan terhadap kesehatan perempuan berkaitan dengan hak-hak reproduksinya yang
diatur dalam UU No. 7 Tahun 1984 semangatnya untuk memberikan hak bagi kaum perempuan
untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan bukan meliberalkan hak reproduksi
perempuan yang disalahpahami kebebasan untuk memutuskan kapan dan akankah perempuan
mempunyai anak sekalipun dengan melakukan aborsi sebagai pilihan bebas menyangkut hak-hak
reproduksinya.
Dalam pandangan medis, aborsi (abortus atau abortion) yang dibolehkan adalah abortus
berdasarkan indikasi medis (abortus artificialis therapicus). Selebihnya, aborsi yang dilakukan
tanpa indikasi medis dikategorikan sebagai abortus kriminal (abortus provocatus criminalis).
Adapun indikasi medis yang dimaksudkan adalah berdasarkan kesehatan ibu yang dibatasi
pengertiannya pada jiwa ibu. Bila keselamatan jiwa ibu terancam dengan adanya kehamilan itu,
aborsi dapat dilakukan. Pengertian ini kemudian diadopsi dalam KUHP dan menjadi dasar
penghukuman bagi siapa saja yang melakukan aborsi dan diancam hukuman penjara. Ancaman
ini tidak saja tertuju pada si wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat termasuk
para bidan/dokter, juru obat, maupun orang yang menganjurkan aborsi. Dari sini jelas bahwa
persepsi hukum dan medis adalah menghargai kehidupan sejak masa konsepsi sehingga aborsi
yang dilakukan sejak dini sekalipun dianggap identik dengan pembunuhan.
Persoalan aborsi di bawah usia tiga bulan memang masih mengandung perbedaan pendapat.
Salah seorang ulama yang membolehkan aborsi adalah Muhammad Ramli dalam kitabnya AnNihayah, dengan alasan karena pada masa itu belum ada makhluk yang bernyawa. Yang jelas
setelah masa itu, atau sejak berusia empat bulan, para ulama sepakat mengharamkan
pengguguran janin karena roh sudah ditiupkan ke dalam janin.

Dalam ilmu kedokteran, pengguguran janin setelah janin berusia tiga bulan dikenal dengan
istilah fetuscid, yakni pembunuhan janin yang sudah memasuki usia lahir dan akan hidup sebagai
manusia. Praktek fetuscid ini di luar negeri juga dilarang keras.
Praktik aborsi yang terjadi sering kali dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki
kompetensi sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang mengandungnya dan bagi masyarakat
umumnya. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan
aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi tertentu. Dalam kaitan
ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hukum aborsi sebagai
respon pertanyaan masyarakat.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi menetapkan ketentuan
hukum Aborsi sebagai berikut;
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Darurat
adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka
ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila
tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.
a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:
i. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
ii. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
i. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.
ii. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di dalamnya
terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40
hari.
3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Fatwa tersebut berdasarkan pada dalil-dalil Al-Quran, Hadits, Kaidah Fiqih dan berbagai
pendapat Ulama sebagai berikut:
1. Firman Allah SWT:

a. Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang
ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatanperbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahami (nya). (QS. al-An`am[6]: 151).
b. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
dosa besar. (QS. al-Isra`[17]: 31).
c. Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: Ya, Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari
kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahanam itu
seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak
menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alas an) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat
gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS. al-Furqan[25]: 63-71).
d. Hai Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu
ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. al-Hajj[22]:
5)
e. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan

segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. al-Mu`minun[23]: 12-14)
2. Hadits nabi saw:
a. Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat
puluh hari, kemudian menjadi `alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah
selama itu pula (40 hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat
kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rezki dan ajalnya, serta celaka atau
bahagia-(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dari
`Abdullah).
b. Dua orang perempuan suku huzail berkelahi. Lalu satu dari keduanya melemparkan batu
kepada yang lain hingga membunuhnya dan (membunuh pula) kandungannya. Kemudian mereka
melaporkan kepada Rasulullah. Maka, beliau memutuskan bahwa diat untuk (membunuh)
janinnya adalah (memberikan) seorang budak laki-laki atau perempuan. (Hadits muttafaq `alaih
riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim- dari Abu Hurairah; lihat `Abdullah bin `Abdur Rahman
al-Bassam, Tawdhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, [Lubnan: Mu`assasah al-Khidamat alThiba`iyyah, 1994], juz V, h.185):
c. Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.
(Hadits riwayat Ibnu Majah dari `Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn `Abbas, dan Malik dari
Yahya).
3. Kaidah Fiqih :
a. Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan
kemaslahatan.
b. Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).
c. Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat.
Selain itu pendapat para ulama juga menjadi pertimbangan dikeluarkannya ketentuan hukum
tentang aborsi yaitu:
1. Imam al-Ghazali dari kalangan mazhab Syafi`i dalam Ihya` `Ulum al-Din, tahqiq Sayyid
`Imrab (al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2004), juz II, hal.67 : jika nutfah (sperma) telah bercampur
(ikhtilah) dengan ovum di dalam rahim dan siap menerima kehidupan (isti`dad li-qabul alhayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah).
2. Ulama Al-Azhar dalam Bayan li-an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (t.t.: Mathba`ah al-Mushhaf
al-Syarif, t.th.), juz II, h. 256 :
3. Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat

fuqaha`. Pertama, boleh (mubah) secara mutlak, tanpa harus ada alasan medis (`uzur); ini
menurut ulama Zaidiyah, sekelompok ulama Hanafi walaupun sebagian mereka membatasi
dengan keharusan adanya alasan medis, sebagian ulama Syafi`i, serta sejumlah ulama Maliki dan
Hanbali.Kedua, mubah karena adala alasan medis (`uzur) dan makruh jika tanpa `uzur; ini
menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi`i. Ketiga, makruh secara mutlak; dan ini
menurut sebagian ulama Maliki. Keempat, haram; ini menurut pendapat mu`tamad (yang
dipedomani) oleh ulama Maliki dan sejalan dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan `azl
(coitus interruptus); hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang
memungkinkannya tumbuh berkembang.
4. Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada janin, maka semua pendapat fuqaha`
menunjukkan bahwa aborsi hukumnya dilarang (haram) jika tidak terdapat `uzur; perbuatan itu
diancam dengan sanksi pidana manakala janin keluar dalam keadaan mati; dan sanksi tersebut
oleh fuqaha` disebut dengan ghurrah.
5. Syeikh `Athiyyah Shaqr (Ketua Komisi Fatwa Al-Azhar) dalam Ahsan al-Kalam fi al-Taqwa,
(al-Qahirah: Dar al-Ghad al-`Arabi, t.th.), juz IV, h. 483:
6. Jika kehamilan (kandungan) itu akibat zina, dan ulama mazhab Syafi`i membolehkan untuk
menggugurkannya, maka menurutku, kebolehan itu berlaku pada (kehamilan akibat) perzinaan
yang terpaksa (perkosaan) di mana (si wanita) merasakan penyesalan dan kepedihan hati.
Sedangkan dalam kondisi di mana (si wanita atau masyarakat) telah meremehkan harga diri dan
tidak (lagi) malu melakukan hubungan seksual yang haram (zina), maka saya berpendapat bahwa
aborsi (terhadap kandungan akibat zina) tersebut tidak boleh (haram), karena hal itu dapat
mendorong terjadinya kerusakan (perzinaan).
Selain daripada itu, dalam menyikapi janin hasil perzinahan sekalipun, Nabi Muhammad SAW
tidak pernah menganjurkan kepada perempuan dari suku al-Ghamidiyah yang melakukan
perzinahan untuk mengaborsi kandungannya. Bahkan dalam kasus hamil di luar nikah ini, Nabi
justru menangguhkan pengabulan permintaannya untuk disucikan dengan hukuman rajam
sampai melahirkan yang diteruskan sampai berakhirnya masa menyusui bayi, demi
keberlangsungan hidup janin dan menjunjung tinggi kehidupan.
Hikmah Medis Hukum Syariah tentang Aborsi
Aborsi hakikatnya adalah melawan sunnatullah dalam masalah reproduksi umat manusia,
sehingga setiap metode aborsi memiliki efek samping yang berbahaya sebagai salah satu bentuk
peringatan Allah SWT untuk tidak mengubah-ubah sunnah ciptaan-Nya. Sebagai pelajaran ada
baiknya untuk merenungkan berbagai efek metode aborsi sebagai berikut
Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar
urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon
oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak
tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan

janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah
pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah
perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari
pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.
Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses
melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses
kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai
kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih
dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena
tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan
hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang
tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi,
pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir.
Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua
dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin
ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada
saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk
menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot
dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam
rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
Histerotomy
(untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang
digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim.
Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan
hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh
bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan
terjadi perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat
271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini. (Sumber: Situs National Right to Life
Committee, www.nrlc.org dan buku Ilmu Kebidanan terbitan Yayasan Bina Pustaka, 1994).
Wallahu Alam Wabillahit Taufiq wal Hidayah []
Dakwah

Anda mungkin juga menyukai