Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.
Kepada keluarganya, para sahabat, serta dapat sampai kepada kita selaku
umatnya hingga akhir zaman nanti.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada

ns. Nurhayati selaku

pengajar mata kuliah system neurobehavior kami karena atas arahan dan
petunjuk dari beliau-lah makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN
SPINA BIFIDA ini dapat di susun dengan baik. Pepatah lama mengatakan
bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah yang telah
di susun ini tentunya masih menyimpan kesalahan dan kekurangan disanadisini dikarenakan kurang luasnya referensi atau bahkan kurang jelinya
penulis untuk menangkap isu-isu detil dari sebuah fenomena yang muncul.
Karenanya, kritik dan saran yang membangun sangat di butuhkan bagi
perbaikan penyusunan makalah-makalah selanjutnya.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang. Penyakit spina bifida atau
sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang
banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada
suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau
beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan
dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari
penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem
saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis
mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti
juga akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem
tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru
lahir di Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi
yang baru lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5%
dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100
bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif
sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa
kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani
hal-hal yang terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan
keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang
terjadi akibat spina bifida.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari spina bifida?
1.

Bagaimana etilogi dari spina bifida?

2.

Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?

3.

Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?

4.

Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?

5.

Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?

6.

Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?

7.

Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?


1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
b. Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
c. Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
d. Menguraikan patofisiologi spina bifida
e. Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
f. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
g. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
h. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida
serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida
dengan pendekatan Student Centre Learning.

BAB 2
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi Spina Bifida
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio. Keadaan ini biasanya terjadi pada
minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih
dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab
yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal
menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan
fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu)
setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang. Spina bifida (Sumbing
Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi
karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh.

2.2 Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi
beberapa jenis yaitu :
1. Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa
vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus
vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali
tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi
anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan
subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal,
telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan
terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis
tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat
perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional yang bermakna.
Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang kecil pada arkus
pascaerior.
2. Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung
jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang.
Jika Meningen mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincinseperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut
Meningokel.

Meningokel

memiliki

gejala

lebih

ringan

daripada

myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung,


Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan
ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan
cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini
tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele
biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol
saluran kencing ataupun kolon.

3. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling
berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya
tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika
pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas,
maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh.
Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada
kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida
juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.
2.3 Etiologi
1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan
pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau
gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut
atau di bagian bawahnya.
3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan
terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan
defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali
lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:
1.

Hidrosefalus

2.

Siringomielia

3.

Dislokasi pinggul.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
1.

Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi


baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
1. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
2. Penurunan sensasi.
3. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
4. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
5. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
6. Lekukan pada daerah sakrum.
7. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas
upper spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah
koordinasi
8. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans
kekuatan otot dan fungsi
9. Masalah

bladder

dan

bowel

berupa

ketidakmampuan

untuk

merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine


pada bladder dan feses pada rectum.
10. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat
normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.

11. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered


spinal cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak
dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini
menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini
akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord akan
terus teregang.
12. Obesitas oleh karena inaktivitas
13. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena
kelemahan atau penyakit pada tulang.
14. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
15. Learning disorder
16. Masalah psikologis, sosial dan seksual
17. Alergi karet alami (latex)
2.5 Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna
spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah
defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek
vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan
penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan
yang terdiri dari meningens dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS):
penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla
spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika.
Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral. Mielomeningokel
adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi
CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna

pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi
dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran.
Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85%
sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal. Anak
dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita malformasi system saraf
pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.
Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya
defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal
berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal
rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: dan
hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat
dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi,
termasuk asam folat.
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect)
merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio.
Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba
neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan
serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara
lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang
terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau lumbosakral,
dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya (90% sampai
95%). Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai
akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena
permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan
pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum
ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;

terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi


SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya,
posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya
diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat
dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh.
Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering
dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum
pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan
steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang
dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2
sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran,
abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan
sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadangkadang sakus pecah selama
pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system
saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah
kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi
latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi
panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot
adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang
menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya,
penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta
daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan
persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.

Pathway

Duka Cita

Wanita usia produktif

SPINA BIFIDA

Ibu hamil

Terdapat celah pada


os.vertebra

Gangguan Eliminasi
Urin

Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan sel
pada janin

Keterlambatan
Pertumbuhan Dan
Perkembangan

Kegagalan penutupan
os.vertebra (lumbalsakum)

SB okulta

SB kristik

(Tidak terlihat dari luar)

(terdapat penonjolan)
SB meningomielokel

SB meningokel

Gangguan saraf pada


sistem perkemihan
Inkontinensia urin

Kurang asupan nutrisi


(terutama Asam folat /
vitamin B9)

Kelainan sistem syaraf


produksi CSS

Kerusakan pada
ekstremitas bawah

Resiko Cedera

Gangguan Mobilitas Fisik


TIK
Hidrosefalus
Pemasangan VP shunt

Pembedahan/operasi

Resiko Tinggi Infeksi

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada
ibu hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan
cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat
medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan
kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit
neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak
yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan
belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang,
skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang
lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda
spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang
untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural
tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang
tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.

2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim
yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi,
endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli
gizi sosial worker dan lain-lain.
a. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode
neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
1.

Mengontrol inkotinensia

2.

Mencegah dan mengontrol infeksi

3.

Mempertahankan fungsi ginjal


Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan
kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah

refluk

dapat

dilakukan

ureteral

reimplantasi,

bladder

augmentation, atau suprapubic vesicostomy.


b. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi
yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi
ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama
dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa
body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga
dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans
gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan
fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang

displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness
digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor
tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan
pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau
talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil
yang memuaskan.
1.

Rehabilitasi Medik

2.

Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir
dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal.
Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial
inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
c. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat
dari defisit neurologis.
d. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan.
Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait
orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat
efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan
untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut.
KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak
yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
e. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30
menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede
manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan
mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria

rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener


digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
f. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang
sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau
menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan
tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan
ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan
cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat
terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila
malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina
vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi.
Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman
merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat
mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead,
balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari
panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan
tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di
atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal
steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus
tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau
tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hatihati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama
pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada
system saram pusat.

Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk


mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila
diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan
kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap
fleksor

pinggul

yang

kaku

atau

otot-otot

adductor,

mempererat

kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang
menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan
seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan
kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih
berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Paralisis cerebri
Retardasi mental
Atrofi optic
Epilepsi
Osteo porosis
Fraktur (akibat penurunan massa otot)
Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.

Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan


organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus.
Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah
oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai
progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi
pergelangan kaki, lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi
Arnold-chiari sering ditemukan.
2.8 Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas.
Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek

kongenital lainnya. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak


dengan spina bifida dapat hidup sampai usia dewasa.

NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Keterlambatan pertumbuhan dan NOC

NOC
NIC

perkembangan

Tujuan

Definisi : kondisi yang menunjukan

keperawatan selama jangka waktu yang

penyimpangan dari norma kelompok

tidak

usianya

pertumbuhan dan perkembangan teratasi.

Rasional :

Batasan karakteristik :

Kriteria hasil :

Untuk men

Objektif

1. Penanda perkembangan fisik , kognitif , perkemban

Perubahan pertumbuhan fisik


Menurunnya masa respon
Keterlambatan atau kesulitan
dalam menguasai keterampilan (
misalnya , motorik , soisal , atau

: Setelah
bisa

dilakukan tindakan Observasi

ditentukan keterlambatan

dan psikososial pada usia 1 bulan


2. Penanda perkembangan fisik , kognitif ,

1. Kaj

per

2. Kaj

(m
dan psikososial pada usia 2 bulan
Rasional :
3. Penanda perkembangan fisik, kognitif ,
Untuk m
dan psikososial pada usia 4 bulan.

ekspresif ) yang umum di


kelompok usianya
Faktor yang berhubungan
-

Kelainan kongenital

4. Perubahan

normal nutrisi.

fisik yang biasanya terjadi seiring penu


aan usia
5. Perubahan

Mandiri

3. Me
fisik

normal

pada

pria/wanita yang terjadi dengan transisi


dari masa kanak kanak ke dewasa.

kals
Rasional :

Memberika

4. Dor

sen
Rasional :

Agar anak

pertumbuh

5. Dor

sos
Rasional :

Agar anak
lain.

Health edu

6. Ide

pen

per
Rasional :

Memberika
anak

Kolaboras

7. Kol

jum

dib
Rasional :

Meningkat

perkemban

Hambatan mobilitas fisik (00089)

NOC

NIC

Domain 4. Aktivitas / istirahat

Mobiity level

Observasi

Kelas 2. Aktivitas / olahraga

Tujuan

Definisi

Keterbatasan

dalam

gerakan fisik atau satu atau lebih


ekstremitas

secara

mandiri

: Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam hambatan Rasional :


mobilitas fisik teratasi

Melihat ge

dan Kriteria hasil

klien

terarah.

1. Klien dapat ikut serta dalam program

Batasan karakteristik :

latihan
2. Tidak terjadi konfraktur sendi
3. Bertambahnya kekuatan otot
4. Klien menunjukan tindakan

Gangguan sikap berjalan


Instabilitasi postur
Keterbatasan rentang gerak
Ketidaknyamanan

Faktor yang berhubungan

1. Kaj

meningkatkan mobilitas

2. Obs

ker
Rasional :

untuk Menghinda
berlebihan

3. Kaj

Gangguan neuromuskular
Keterlambatan

Rasional :

perkembangan
Penurunan kendali otot

Mandiri

Melihat pe

4. Anj

lati

yan
Rasional :

Agar teta

ekstremitas

5. Ban
Rasional :

Untuk mem
fisik

Health edu

6. Aja

pos

dip
Rasional :

Mempermu

Kolaboras

7. Kol

unt
Rasional :

Untuk peny
3

Resiko tinggi infeksi (00004)


Domain

11.

NOC

Keamanan

NIC

/ Immune status

Infection c

perlindungan

Knowledge : infection control

Kelas 1. Infeksi

Risk control

Definisi : Rentan mengalami invasi

Tujuan

dan

keperawatan selama 3x24 jam resiko tinggi Untuk men

multiplikasi

organisme

Observasi

1. Mo
: Setelah

dilakukan tindakan Rasional :

patogenik yang dapat mengganggu

infeksi teratasi.

2. Mo

kesehatan

Kriteria hasil :

sist

Faktor risiko
-

1. Klien bebas dari tanda dan gejala Rasional :

Kurang pengetahuan untuk


menghindari

pemajanan

patogen
Malnutrisi

Pertahanan

tubuh

primer

tidak

adekuat
-

Gangguan integritas kulit

infeksi
Melihat ad
2. Mendeskripsikan proses penularan
lokal
penyakit , factor yang mempengaruhi
Mandiri
penularan serta penatalaksanaannya
3. Uku
3. Menunjukkan kemampuan untuk
sek
mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
cem
5. Menunjukan perilaku hidup sehat
Rasional :

Untuk mel

dan hidrose

4. Aja
Rasional :

Untuk men

5. Dor
Rasional :

Untuk men

Health edu

6. Aja

geja
Rasional :

Untuk men
parah
4

Resiko Cedera (00035)


Domain

11.

NOC

Keamanan

NIC

/ Risk control
:

Observasi

Perlindungan

Tujuan

Setelah

dilakukan tindakan

1. Obs

Kelas 2. Cedera fisik

keperawatan selama 3x24 jam resiko cedera

tand

Definisi : Rentan mengalami cedera

teratasi

fisik akibat kondisi lingkungan yang Kriteria hasil :

Rasional :
tindakan

berinteraksi dengan sumber adaptif

1. Anak tidak menunjukan bukti bukti

2. Ide

dan sumber defensif individu , yang

peningkatan TIK
2. Mampu mengenali perubahan status

pas

dapat mengganggu kesehatan.

kesehatan
3. Klien terbebas dari cedera

Faktor resiko :
Internal
-

pen
Rasional :

Profil darah yang abnormal

Untuk mem

Mandiri

mis

leukositosis

leukopenia , gangguan faktor

3. Lak

koagulasi , trombositopenia ,

pad

sel
-

dan

sabit

talasemia

penurunan hemoglobin )
Gangguan sensasi ( akibat
cedera

medula

spinalis

diabetes melitus , dll)

Rasional :

Sebagai p

operasi dan

4. Tun

per

ced
Rasional :

Menghinda

5. Ber

tida

kon
Rasional :
Agar anak

dideritanya

Health edu

6. Aja
tua

ben

seh
Rasional :

Menghinda
berbahaya

7. Ber

ora

pen

ced
Rasional :

Untuk Pen
5

Gangguan eliminasi urin (00016)


Domain

3.Eliminasi

dan

pertukaran
Kelas 1. Fungsi urinarius
Definisi : disfungsi eliminasi urine
Batasan karakteristik
-

Disuria
Inkontinensia
Inkontinensia urine
Retensi urin
Sering berkemih

Faktor yang berhubungan


-

Gangguan sensori motorik

NOC
-

NIC
Urinary elimination
Urinari continuence

Tujuan

: Setelah

Urinary ret

Observasi

dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam gangguan


eliminasi urin teratasi

kom

ink

Kriteria hasil :
1. Kandung

1. Lak

ber
kemih

kosong

secara

mas

penuh
Rasional :
2. Tidak ada residu urine > 100 200
Untuk men
cc
2. Me
3. Intake cairan dalam rentang normal
4. Bebas dari ISK
kem
5. Tidak ada spasme bladder

6. Balance cairan seimbang

Rasional :

Melihat a

dengan pal
Mandiri

3. Inst

men

tinj
Rasional :

Untuk me
tinja

Kolaboras
-

Kol

Rasional :

Untuk men
6

Dukacita (00136)

NOC

NIC

Domain 9. Koping / Toleransi Tujuan : Orangtua dapat menerima anaknya


stress

sebagai bagian dari keluarga

Kelas 2. Respons koping

Kriteria hasil

Mandiri

1. Dor

per

Definisi : suatu proses kompleks

1. Orangtua

yang normal meliputi respons dan

menerima

dengan

yan

perilaku emosional, fisik, spiritual,

menggendong, memberi minum, dan

ana

sosial,

dan

intelektual

ketika

individu, keluarga, dan komunitas


memasukkan

kehilangan

yang

aktual, adaptif, atau dipersepsikan ke


dalam kehidupan mereka sehari

mendemonstrasikan
anaknya

terh

ada kontak mata dengan anaknya


Rasional
2. Orangtua
membuat
keputusan
Untuk mem
tentang pengobatan
menyalahk
3. Orangtua dapat beradaptasi dengan
perawatan dan pengobatan anaknya

2. Ban

hari.

asp

Batasan karakteristik :

pen

Subjektif

Rasional :

Memberika

Kepedihan

Distres psikologi

untuk men
lebih baik

Objektif
-

Perubahan

neuroendokrin
Memberi makna

fungsi

3. Ber
terhadap

kehilangan
Faktor yang berhubungan
-

Kehilangan orang terdekat

mem

pen
Rasional :

Memberika

untuk lebih
yang lebih

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio. Keadaan ini biasanya terjadi pada
minggu ke empat masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi
beberapa jenis yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya)
dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:
hidrosefalus, siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti
kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari,
kantung tersebut tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul,
tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida
adalah pembedahan, bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan
urologi.

3.2 Saran

Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua
ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan
ditawarkan bagi semua wanita hamil.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurrif, S. N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperaeatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc jilid 1. Jogjakarta: MediaAction.
T. Heather Herdman, P. ,. (2015). Nursing Diagnosa, Definitions and
Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinsom PhD, Nancy R. Ahren PhD. ( 2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan . Jakarta: EGC.
T. Heather Herdman, P. ,. (2015). Nursing Diagnosa, Definitions and
Classification 2012-2014. Jakarta: EGC.
http://www.academia.edu/8945695/Asuhan_keperawatan_pada_pasien_spinabhifi
da

Anda mungkin juga menyukai